BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi

1 80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian yang telah penulis kemukakan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penjabaran asas keseimbangan ke dalam peraturan perundangundangan terkait dengan pekerjaan dan kontrak kerja Konstruksi belum sepenuhnya diraikan secara berimbang, karena definisi asas keseimbangan di dalam penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi juga belum mencermikan keseimbangan yang sesungguhnya, sehingga penjabaran asas keseimbangan ke dalam setiap pasal di dalam peraturan perundang-undangan belum dilakukan dengan baik dan benar, terutama dalam tahapan penyusunan kontrak yang dikendalikan penuh oleh Pengguna Jasa dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tanpa melibatkan Penyedia Jasa. Kemudian dalam hal penetapan Penilai Ahli jika tedapat peristiwa kegagalan bangunan menjadi kewenangan penuh dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang Konstruksi, tanpa memberikan hak kepada Penyedia Jasa untuk memilih Penilai Ahli secara bersama-sama dengan Menteri. Selanjutnya dalam hal ketentuan jaminan pembayaran, sebenarnya di dalam Pasal 47 ayat (1) huruf f Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dan Pasal 23 ayat (1) huruf f angka 5 Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi meninginkan agar Pengguna Jasa menyediakan jaminan pembayaran kepada Penyedia Jasa, jika Pengguna Jasa terlambat melakukan pembayaran kepada Penyedia Jasa, namun aturan-aturan di bawahnya seperti Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

2 81 Pemerintah dan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barangi Jasa Pemerintah Nomor 15 Tahun2012 Tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang Ijasa Pemerintah termasuk di dalam Surat Perjanjian : Untuk Melaksanakan Paket Pekerjaan Konstruksi yang di dalamnya dilampirkan Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusu Kontrak (SSKK) tidak menegaskan kembali ketentuan mengenai jaminan pembayaran tersebut, sementara itu Penyedia Jasa diwajibkan untuk menyediakan jaminan uang muka (jika ada), jaminan pelaksanaan (wajib) dan jaminan pemeliharaan (wajib). Kemudian dalam hal Penyedia Jasa melakukan wanprestasi/cidera janji, maka Pengguna Jasa wajib mengenakan denda kepada Penyedia dengan cara membebankan biaya denda dari jaminan pelaksanaan yang sudah disetor oleh Pengguna Jasa ke Bank Umum, sementara itu pengenaan ganti rugi akibat peristiwa kompensasi berupa keterlambatan pembayaran oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa hanya dapat dilakukan apabila akibat dari peristiwa kompenasi tersebut ditemukan adanya kerugian nyata yang dialami oleh Penyedia Jasa serta harus dapat dibuktikan dengan perhitungan dan data-data yang kongkrit. Ganti rugi hanya dapat diberikan, jika Penyedia Jasa melakukan penagihan secara resmi kepada Pengguna Jasa dengan membuktikan adanya peristiwa kompenasi yang mengakibatkan kerugian bagi Penyedia Jasa disertai dengan perhitungan dan data-data kongkrit dan Penyedia Jasa dapat membukti bahwa sudah pernah melakukan peringatan dan pencegahan akan terjadinya peristiwa kompenasi. Terkahir dalam hal sanksi, sungguh sulit untuk mengenakan sanksi terhadap Pengguna Jasa yang melakukan wanprestasi/cidera janji, karena memang tidak ada pengaturan sanksi yang tegas di dalam peraturan perundangundangan, ada sanksi berupa ganti rugi atau penambahan waktu jika Pengguna Jasa melakukan wanpretasi, namun faktanya tidak ada aturan tegas tentang tata cara pengenaan sanksi tersebut. Lain halnya jika Penyedia Jasa yang melakukan wanprestasi/cidera janji, setidak-

3 82 tidaknya ada 3 sanksi tegas yang menanti Penyedia Jasa, yakni denda keterlambatan menyelesaikan pekerjaan, pemutusan kontrak secara sepihak dan dimasukan ke dalam daftar hitam. 2. Draft Surat Perjanjian di atas dikualifikasi sebagai kontrak baku, karena klausul-klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak yang dalam hal ini adalah PPK. Klausul-klausul khususnya mengenai hak dan kewajiban para pihak di dalam draft surat perjanjian di atas juga ditetapkan atau dirancang sepihak oleh PPK, karena PPK berada pada posisi yang lebih kuat dan menguntungkan. Namun bukan berarti penjabaran asas keseimbangan di dalam draft surat perjanjian tersebut sudah dijabarkan sepenuhnya. Jika mengkaji seluruh klausula di dalam SSUK dan SSKK yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari draft surat pejanjian tersebut maka ditemukan beberapa klausula yang tidak seimbang. Terutama klausulklausul mengenai jaminan uang muka (jika ada), jaminan pelaksanaan, dan jaminan pemeliharaan yang diwajibkan kepada Penyedia Jasa, dan sewaktu-waktu dapat dicairkan dengan mudah oleh Pengguna Jasa apabila Penyedia Jasa wanprestasi/cidera janji, sementara itu klausula mengenai jaminan pembayaran pekerjaan sesuai dengan nilai kontrak dan tepat waktu kepada Penyedia Jasa ditiadakan di dalam kontrak kerja Konstruksi. Kemudian klausula mengenai pengenan denda terhadap Penyedia Jasa yang wanprestasi/cidera, dimana Pengguna Jasa wajib mengenakan denda tersebut dengan cara memotong secara langsung dari jaminan pelaksanaan yang sudah disetor oleh Penyedia Jasa kepada Bank Umum, sementara itu jika Pengguna Jasa wanprestasi/cidera janji berdasarkan SSUK angka 63 dapat dimintakan ganti kerugian yang bersifat tidak wajib.

4 83 B. SARAN Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian yang telah penulis kemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Mengingat penjabaran asas keseimbangan ke dalam peraturan perundangan belum sepenuhnya diuraikan secara berimbang maka dapat disarankan kepada Lembaga Legislatif dan Eksekutif selaku lembaga yang bertugas membentuk Undang-Undang agar melakukan perubahan, perbaikan dan penyempurnaan terhadap definisi asas keseimbangan dan menjelasakan lebih rinci lagi ketentuan mengenai jaminan pembayaran dan penetapan Penilai Ahli di dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. 2. Kepada Lembaga Eksekutif agar melakukan perubahan, perbaikan dan menjelaskan lebih rinci lagi terhadap aturan mengenai jaminan pembayaran di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan melakukan perubahan dan perbaikan terhadap aturan mengenai jaminan pembayaran di dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah agar dilakukan penyesuaian sesuai dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, serta melakukan perubahan, perbaikan dan menjelaskan lebih rinci lagi terhadap aturan mengenai ganti rugi di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 3. Kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, agar melakukan perubahan dan perbaikan terhadap Standar Dokumen Pengadaan khususnya Surat Perjanjian: Untuk MelaksanakanPaket Pekerjaan Konstruksi, Syarat-Syarat Umum Kontrak dan Syarat- Syarat Khusus Kontrak, yang lebih khusus lagi ketentuan mengenai jaminan pembayaran dan tata cara pengenaan ganti kerugian agar

5 84 dilakukan penyesuaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 4. Kepada Penyedia Jasa, agar sebaikanya memahami betul peraturan perundang-undangan terkait pekerjaan dan kontrak Konstruksi, dan tetap berperan aktif dalam peyusunan kontrak dengan didampingi oleh Kuasa Hukum yang memahami betul permasalahan dibidang perkerjaan dan kontrak Konstruksi, sehingga mengetahu betul klausul apa saja yang tidak seimbang di dalam peraturan perundangnundangan maupun di dalam kontrak kerja Konstruksi guna menghindari ketidakseimbangan di dalam kontrak kerja Konstruksi yang dubuat oleh Pengguna Jasa dengan Penyedia Jasa.