BAB I PENDAHULUAN. demokrasi perwakilan dengan menciptakan keseimbangan komposisi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. demokrasi perwakilan dengan menciptakan keseimbangan komposisi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesetaraan gender dalam bidang politik diciptakan demi mewujudkan citacita demokrasi perwakilan dengan menciptakan keseimbangan komposisi perwakilan antara laki-laki dan perempuan di lembaga parlemen khususnya. Karena apabila mandat diberikan kepada kaum laki-laki saja itu tidak akan mewakili seluruh rakyat yang pada dasarnya masyarakat terdiri dari golongan laki-laki dan perempuan, yang masing-masing di antara laki-laki dan perempuan terdapat kepentingan dan kebutuhan yang tidak selalu sama, sehingga seperti dalam permasalahan perempuan dianggap perempuanlah yang memberikan solusi terhadap permasalahan perempuan tersebut. Hal ini terjadi karena sangat kecil peluang laki-laki yang bisa memperjuangkan hak perempuan karena laki-laki tidak mengalami apa yang di rasakan oleh perempuan. 1 Kesetaraan gender di bidang politik khususnya dalam lembaga legislatif dapat diwujudkan melalui prosedur yang demokratis yaitu pemilihan umum. Pemilu terdiri dari beberapa pelaksanaan, yaitu pemilihan legislatif, pemilihan Presiden, pemilihan Gubernur, dll. Dalam penulisan skripsi ini, penulis lebih berfokus pada pemilihan legislatif di tingkat DPRD Kabupaten/Kota, dimana rakyat menentukan para wakil-wakilnya untuk duduk di parlemen/lembaga 1 Lihat Harmona Daulay Perempuan Dalam Kemelut Gender. Medan : USU Press. hal.35

2 legislatif. Kesetaraan gender di lembaga legislatif merupakan hal terpenting yang harus diwujudkan. Melalui pelaksanaan pemilihan umum secara langsung inilah kesempatan untuk mewujudkan kesetaraan gender. Pelaksanaan pemilu ini tentunya harus menjamin setiap warganya baik perempuan maupun laki-laki untuk bebas berpartisipasi, baik berpartisipasi hanya sebagai pemilih maupun sebagai calon yang juga akan dipilih. Selain itu, di era reformasi juga telah dikeluarkan kebijakan sebagai upaya meningkatkan keterwakilan politik perempuan di lembaga legislatif yaitu dimulai tahun 2003, pasal 65 dengan UU No.12 Ayat (1) dan (2) yang berbunyi: (1) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurangkurangnya 30 persen. (2) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon sebanyakbanyaknya 120 persen jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap daerah pemilihan. Namun demikian, meskipun kebijakan Undang-Undang mengenai kuota 30% keterwakilan perempuan telah dikeluarkan pemerintah, akan tetapi perubahan persentase tingkatan keterwakilan perempuan belum mengalami perubahan yang cukup signifikan. Seperti misalnya keterwakilan perempuan dalam DPR RI mulai dari 1955 hingga 2009 secara konsisten berada di bawah target minimal kuota 30%. Hal ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

3 Tabel 1.1:Perempuan dalam DPR-RI Periode Perempuan Laki-laki (6,3%) 272 (93,7%) Konstituante (5,1%) 488 (94,9%) (7,8%) 460 (92,2%) (6,3%) 460 (93,7%) (8,5%) 460 (91,5%) (13%) 500 (87%) (12,5%) 500 (87,5%) (10,8 %) 500 (89,2%) (9%) 500 (91%) (11,09%) 499 (89,9%) (18,03%) 459 (81,97%) Sumber : Data dari website Komisi Pemilihan Umum Dari tabel tersebut dapat terlihat jelas bahwasannya masih terjadi ketimpangan (bias gender) dalam perpolitikan Indonesia khususnya di lembaga legislatif. Persentase perempuan dalam tabel tersebut menunjukkan sulitnya meningkatkan keterwakilan perempuan sampai pada periode pemilu tahun 2009 secara konsisten masih di bawah persentase 30 %. Rendahnya angka keterwakilan perempuan ini tidak hanya terjadi di tingkat nasional yaitu DPR RI, tetapi juga di tingkat daerah termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi,

4 Kabupaten dan Kota. Dari pemilu 2009 lalu, rata-rata keterwakilan perempuan secara nasional di tingkat DPRD Provinsi hanya 16%, begitupun dengan rata-rata DPRD Kabupaten/Kota yang hanya 12% 2. Persentase perwakilan perempuan tersebut sangatlah sedikit dari target yang ditetapkan pemerintah yaitu minimal 30%. Rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif semata-mata tidak hanya dinilai dari kinerja pemerintah dalam membuat suatu kebijakan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, hal ini dikarenakan bukan kebijakan yang merupakan bagian terpenting, melainkan pemilih itu sendiri. Jika kebijakan telah banyak dibuat tetapi para pemilih sangat sedikit untuk memilih perempuan tentunya harapan akan jumlah keterwakilan perempuan yang lebih besar, khususnya dalam memenuhi kuota 30% perempuan di lembaga legislatif akan sangat sulit diwujudkan. Hal ini dapat diartikan keterwakilan politik sangat ditentukan oleh pemilih, karena pemilih merupakan wujud dari partisipasi rakyat yang menentukan wakilnya di bidang politik, sehingga rakyat sebagai pemilih yang sangat menentukan keterwakilan politik khususnya di lembaga legislatif. Pemilih perempuan dipengaruhi oleh banyak faktor dalam menentukan pilihan seperti adanya pengaruh dari budaya patriarkhi yang ada. Hal ini dapat diartikan, keterwakilan politik perempuan yang rendah bisa dikarenakan pemilih yang sedikit untuk memilih calon perempuan dalam pemilu legislatif. Padahal jika dilihat dari perbandingan jumlah penduduk dan pemilih perempuan secara 2 Ayu Anastasia. Lembar Fakta WRI Reperesentasi Perempuan 1. Diakses pada 5 Mei 2014, Pukul Wib.

5 nasional pada tahun 2010 perbedaannya tidak jauh dengan laki-laki, yaitu jumlah penduduk perempuan dan jumlah penduduk laki-laki Akan tetapi banyak provinsi yang memiliki jumlah penduduk perempuan lebih besar, seperti di Sumatera Utara dimana jumlah penduduk perempuan berjumlah jiwa dan jumlah laki-laki jiwa 4, sehingga seharusnya apabila mayoritas dari penduduk perempuan tersebut memilih calon legislatif dari kaum perempuan juga tentunya perolehan suara calon perempuan akan lebih besar dan keterwakilan politik perempuan di legislatif akan lebih banyak pula, minimal memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan. Sama seperti yang terjadi dalam pelaksanaan pemilu legislatif di kota Medan masih terdapat beberapa daerah pemilihan yang sulit untuk meloloskan calon legislatif perempuan ke kursi anggota dewan dengan target 30% keterwakilan perempuan. Hal tersebut seperti pada daerah pemilihan 2 Kota Medan yang terdiri dari Medan Johor, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Selayang, Medan Sunggal, dan Medan Tuntungan. Bercermin dari pemilu legislatif sebelumnya yaitu di tahun 2009, pada pemilihan anggota DPRD Kota Medan dapil 2 bahkan sama sekali tidak meloloskan calon legislatif perempuan dari jatah 11 kursi anggota parlemen yang artinya tidak sampai memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan. Padahal jumlah pemilih perempuan di kota Medan 3 Badan Pusat Statistik. Data Penduduk. Diakses pada 18 Agustus 2014, Pukul Wib. 4 Badan Pusat Statistik. Ibid.

6 pada tahun 2009 sebesar dari total pemilih di Kota Medan 5, dengan jumlah penduduk Kota Medan tahun 2009 berjumlah jiwa, dimana jumlah penduduk laki-laki berjumlah , dan jumlah penduduk perempuan berjumlah Banyaknya jumlah pemilih perempuan pada 2009 dapat dinyatakan bahwa pemilih perempuan saat itu lebih besar dibandingkan pemilih laki-laki. Permasalahan kurangnya dukungan terhadap calon legislatif perempuan masih terjadi pada pemilu legislatif 2014, bahkan seperti pada pemilihan anggota DPRD Kab/Kota di Medan terdapat dua daerah pemilihan yang tidak berhasil meloloskan calong anggota DPRD Kab/Kota berjenis kelamin perempuan. Adapun hasil pemilu anggota DPRD Kab/Kota sebagai berikut. Tabel 1.2. Perbandingan Jumlah Anggota DPRD Kota Medan Terpilih 2014 Anggota DPRD Kota Medan Daerah Terpilih JUMLAH Pemilihan Laki- Laki Perempuan Dapil Komunitas Sekolah Sumatera. 18 Oktober Diakses pada 17 Agustus 2014, Pukul Wib. 6 Data diambil dari Portal Resmi Pemerintah Kota Medan. Diakses pada 23 Agustus 2014, pukul Wib.

7 Dapil Dapil Dapil Dapil Total Dari tabel 1.2 di atas terlihat jelas bahwa rendahnya dukungan terhadap calon perempuan yang nantinya akan berdampak pada rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga DPRD Kota Medan. Seperti yang juga dapat dilihat pada tabel tersebut, ada 2 dapil yang tidak memiliki anggota DRPD perempuan, yaitu dapil 1 dan dapil 2 Kota Medan. Ketiadaan anggota legislatif perempuan merupakan sebuah permasalahan serius dimana di daerah pemilihan tersebut memiliki jumlah pemilih berjenis kelamin perempuan paling banyak diantara dapil lainnya, akan tetapi kedua dapil tersebut tidak mampu meloloskan calon perempuan. Permasalahan ini yang melatarbelakangi peneliti/penulis dalam mengambil pembahasan mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya. Akan tetapi, penelitian ini akan lebih spesifik membahas perilaku perempuan yang berada di daerah pemilihan 2 sebagai fokus objek penelitian. Alasan peneliti yaitu karena pemilih yang berjenis kelamin perempuan di dapil 2 lebih banyak dari dapil 1 dan bahkan dapil 3,4, dan 5, dengan jumlah pemilih (perempuan). Hal ini dapat dilihat dalam data sebagai berikut.

8 Tabel 1.3 Jumlah Pemilih (Perempuan) pada Pemilu Legislatif 2014 Daerah Jumlah Pemilih Jumlah Pemilihan Laki-Laki Perempuan (Laki-Laki + Perempuan) Dapil Dapil Dapil Dapil Dapil Total *Data diperoleh dari Rekapitulasi DPT Kab/Kota Pemilu Anggota DPR,DPRD,DPD Tahun 2014 Oleh KPU Medan Selain itu dapil 2 memiliki jatah kursi yang lebih banyak dari dapil lainnya yang sebenarnya membuat peluang calon perempuan lebih besar untuk mendapatkan jatah kursi, akan tetapi calon perempuan di dapil 2 tetap saja tidak mampu mendapatkan jatah kursi DPRD kota Medan. Padahal setiap partai politik telah memenuhi aturan penetapan calon perempuan sebesar 30% untuk dicantumkan pada daftar calon tetap. Mulai dari partai Nasdem yang persentase keterwakilan perempuannya untuk dijadikan calon anggota DPRD di dapil 2 sebesar 36,36% (4 calon perempuan), partai PKB 33,33% (4 calon perempuan), partai PKS 33,33% (4 calon perempuan), PDIP 33,33%, partai Golkar 41,67 (5 calon perempuan), partai Gerindra 33,33% (3 calon perempuan), PAN 33,33% (4 calon perempuan), PPP 33,33% (4 calon perempuan), partai Hanura 33,33% (4

9 calon perempuan), PBB 33,33% (4 calon perempuan), dan PKPI sebanyak 33,33% (4 calon perempuan) keterwakilan perempuan. 7 Dari persentase calon legislatif perempuan seperti di atas tidak ada satupun yang terpilih di dapil 2 kota Medan. Padahal setiap partai politik sudah memenuhi dan bahkan melewati minimal kuota 30% pencalonan perempuan. Oleh karena itu, banyaknya jumlah pemilih yang berjenis kelamin perempuan yang jumlahnya lebih banyak dari dapil lainnya dan daerah pemilihan yang paling banyak jatah kursi serta para calon tetap perempuan yang sudah terpenuhi kuotanya disetiap partai politik menjadikan dapil 2 sebagai lokasi yang paling layak dan mewakili untuk mengeksplorasi informasi mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politik pada pemilihan umum DPRD kota Medan tahun B. Rumusan Masalah Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana perilaku pemilih (perempuan) dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilihan anggota DPRD kota Medan tahun 2014?. C. Batasan Masalah Agar penelitian ini tidak melebar, maka penelitian ini perlu membuat pembatasan masalah penelitian, yaitu 7 Hupmas KPU Kota Medan. 19 September Daftar Calon Tetap Anggota DPRD Kota Medan Pemilu. Diakses pada 2 September 2014,pukul Wib.

10 1. penelitian ini hanya bersifat mengamati dan mendeskripsikan perilaku perempuan dalam memilih calon legislatif perempuan. Hal yang akan diamati dan dideskripsikan tersebut yaitu mengapa perempuan tidak memilih atau sangat sedikit dalam memilih calon legislatif perempuan dan hal-hal apa yang mempengaruhi perempuan dalam menentukan pilihan politiknya. 2. Di dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti pemilih yang berjenis kelamin perempuan di dapil 2 kota Medan pada pemilihan anggota DPRD kota Medan D. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil Kecamatan- Kecamatan yang ada di Daerah Pemilihan (Dapil) 2 kota Medan. 2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya paada pemilu anggota DPRD kota Medan tahun 2014 dan juga untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi perempuan dalam menentukan pilihan politiknya. E. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini dibuat sebagai sebuah karya ilmiah dalam upaya mengasah dan mengembangkan kemampuan penulis dalam

11 melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan memberikan pengetahuan yang baru untuk peneliti sendiri. 2. Penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya termasuk dalam memilih calon legislatif perempuan pada pemilu anggota DPRD kota Medan tahun Hasil penelitian ini nantinya akan mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu politik dan menambah referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. F. Kerangka Teori 1. Teori Perilaku Pemilih Perilaku pemilih menjadi bagian yang penting untuk dianalisis sebagai upaya untuk mengetahui pilihan seseorang (pemilih) dalam menentukan pilihan politiknya. Adapun perilaku pemilih menurut Surbakti adalah: Aktifitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not vote) didalam suatu pemilihan umum(pilkada secara

12 langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu. 8 Dalam menganalisis perilaku pemilih dapat dipahami dengan tiga pendekatan,yaitu Mahzab Columbia yang menggunakan pendekatan sosiologis dan Mahzab Michigan yang dikenal dengan pendekatan Psikologis, selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu tersebut 9. Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih seseorang 10. Peranan masyarakat dilihat sebagai sistem yang mempunyai stratifikasi, dan kajian terhadap pekerjaan serta kedudukan seseorang di tengah masyarakat sangat penting dalam memahami perilaku pemilih 11. Penjelasan mengenai pendekatan sosiologis ini diperjelas lagi seperti yang diungkapkan P.Anthonius Sitepu dalam bukunya yang berjudul Teori-Teori Politik bahwa pendekatan sosiologis, tampaknya lebih cenderung pada analisis sistem sosial atau stratifikasi sosial seperti misalnya kelompok muda-mudi,tua muda, dipercayai berpengaruh terhadap perilku pemilih. Selain itu, beliau juga menambahkan bahwasannya preferensi politik seseorang pemilih dalam pemilihan umum dipengaruhi oleh latar belakang demografis, sosial ekonomi seperti jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, pendidikan, kelas sosial, pendapatan dan agama Lihat Muhammad Riska Aditama Perilaku Memilih Masyarakat pada Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kendal Semarang:Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Dipenogoro. hal.8. 9 Lihat T.Irmayani Perilaku Perempuan Pemilih dalam Menetapkan Pilihan pada Pemilu Medan: POLITEIA,Jurnal Ilmu Politik.Vo.4,Nomor.1. Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unviersitas Sumatera Utara. hal Muhammad Riska Aditama.Op.cit.hal T.Irmayani.Loc.cit. 12 P.Anthonius Sitepu Teori-Teori Politik. Yogyakarta:Graha Ilmu. hal.91.

13 Selanjutnya pendekatan kedua yaitu pendekatan psikologis. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih 13. Faktor psikologis pemilih merupakan obyek yang menjadi sasaran untuk mempengaruhi perilaku pemilih seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikologis menentukan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama, yaitu: ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu-isu, dan orientasi terhadap kandidat. Identitfikasi partai atau ikatan emosional pada suatu ikatan partai politik diartikan sebagai keyakinan yang diperoleh dari orang tua dimasa muda dan dalam banyak kasus, keyakinan tersebut tetap membekas sepanjang hidup, walaupun semakin kuat atau memudar selama masa dewasa. 14 Pendekatan psikologis ini merujuk kepada persepsi pemilih atau partaipartai politik yang ada atau adanya korelasi atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai-partai politik tertentu. Konkritnya, partai-partai politik yang secara emosional dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor lainnya. Antara diri dan keadaan seseorang dengan partai politik yang hendak dipilihnya (seperti identifikasi seseorang calon pemilih dari kalangan pedagang kecil misalnya dengan citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai politik wong cilik). Dalam hal ini para 13 T.Irmayani.Loc.cit. 14 T.Irmayani.Ibid. hal.15.

14 pemilih dilihat sebagai orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan satu partai politik tertentu. 15 Pendekatan ketiga yaitu pendekatan pilihan rasional. Dalam konteks pilihan rasional ada analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku pemilih (politik). Ketika pemilih merasa tidak mendapatkan keuntungan dengan memilih partai atau calon yang sedang berkompetisi, maka ia tidak akan memilih ketika pemilu dilaksanakan. Hal tersebut dilandaskan pada kalkulasi ekonomi, apabila perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang akan didapatkannya kelak maka jalan terbaik bagi pemilih tersebut adalah melakukan aktivitas sehari-harinya 16. Dengan kata lain, pemilih benar-benar rasional dan sangat memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus dalam menggunakan hak pilihnya, pertimbangan-pertimbangan tersebut berupa apa untung dan ruginya apabila pemilih mempergunakan hak pilihnya untuk memilih partai tertentu atau kandidat tertentu. Hal ini dikarenakan pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip, pegetahuan dan informasi yang cukup, tindakan mereka bukanlah karena kebetulan atau pun Teori Gender Konsep gender pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial dengan memberikan perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang bersifat lahiriah dan yang merupakan hasil dari konstruksi budaya. Pembedaan antara laki- 15 P.Anthonius Sitepu.Loc.cit. 16 T.Irmayani.Loc.cit. 17 T.Irmayani.Ibid.

15 laki dan perempuan ini bermaksud untuk membedakan ciri-ciri manusia yang sudah tidak bisa diubah (kodrati) dan ciri-ciri manusia yang sewaktu-waktu dapat berubah (gender). Hal yang tidak bisa diubah ini sering dianggap sebagai seks, bagian dari manusia yang bersifat permanen, tidak dapat diubah ataupun ditukar. Pembedaan tersebut bermaksud agar dalam memahami konsep/defenisi mengenai gender harus terlebih dulu membedakan antara seks dan gender. Secara historis, konsep gender pertama sekali dibedakan oleh sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley yaitu ia membedakan antara gender dan seks 18. Seks dimaknai sebagai perbedaan secara biologis yaitu yang berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin yang dimiliki oleh jenis kelamin tertentu (anatomi biologis). Seks inilah yang merupakan karakteristik manusia yang bersifat kodrati, permanen dan tidak dapat diubah. Sedangkan perbedaan secara gender identik dengan peranan, kemampuan, dunia pekerjaan diantara perempuan dan lak-laki dan semua itu bersifat tidak permanen, serta peranan, kemampuan, dan dunia pekerjaan tersebut tidak bisa dipastikan dimiliki/melekat oleh salah satu jenis kelamin, karena ini bisa dimiliki oleh perempuan dan laki-laki. Dari pemahaman mengenai gender secara historis, maka dapat ditarik sebuah pengertian mengenai gender tersebut. Gender adalah perbedaan peran, perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya / masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan 19. Gender juga 18 Harmona Daulay. Op.Cit. hal.3 19 Harmona Daulay. Loc.cit.

16 dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. 20 Sedangkan defenisi konsep gender menurut Mansour Fakih adalah : Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu klas ke klas yang lainnya 21. Berdasarkan defenisi mengenai gender tersebut dapat dimaknai bahwasannya gender bersifat fleksibel. Kemudian konstruksi sosial dan budaya terhadap penciptaan perbedaan antara laki-laki dan perempuan nantinya akan dapat dikatakan sebagai identitas gender. Identitas gender ini biasa dikenal oleh manusia dimulai dari lingkungan keluarga, proses belajar, dan dari lingkungan masyarakat melalui kebudayaannya. Teori gender ini membentuk ideologi gender yang membentuk Mind Set masyarakat atau terjadinya Streotipe yang membenarkan adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang akan menimbulkan rasa ketidakadilan bagi kaum perempuan. Meluasnya ideologi gender ini seperti tidak ada yang bisa menghalangi, hal ini didukung oleh adanya faktor budaya patriarkhi yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, kerena budaya patriarkhi dianggap sebagai budaya yang didukung oleh 20 Herien Puspitawati Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: ITB Press. hal Leo Agustino Perihal Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 229.

17 agama yang memang dalam agama terdapat perbedaan peran antara lakilaki dan perempuan. Secara umum, patriarkhi dapat didefenisikan sebagai suatu sistem yang bercirikan laki-laki (ayah). Dalam sistem ini, laki-laki yang berkuasa untuk menentukan 22. Adanya budaya patriarkhi ini seakan menjadi penyebab terjadinya disparitas gender. Padahal, gender bersifat netral terhadap perempuan dan laki-laki. Hanya saja, budaya patriarkhi ini yang selama ini membentuk kondisi sosial yang lebih menunjukkan peran lakilaki. Maksud dari konsep gender disini adalah untuk menimbulkan kesadaran kepada kaum perempuan bahwa kaum perempuan harus bangkit, sehingga apa yang disebut dengan kesetaraan dan keadilan gender dapat terwujud berkat perjuangan dari kaum perempuan itu sendiri. Ketidakadilan gender sering terjadi akibat kesalahpahaman memaknai gender, sehingga relasi antara perempuan dan laki-laki menjadi rusak. Relasi yang terbentuk dianggap menjadikan laki-laki sebagai subjek dan perempuan menjadi objek, yang artinya perempuan ditempatkan sebagai manusia kelas kedua. Hal ini berimplikasi pada adanya masalahmasalah terkait isu gender yang mengakibatkan ketidakadilan gender. Masalah ketidakadilan gender bentuknya adalah pandangan posisi subordinat terhadap perempuan, pandangan streotipe terhadap perempuan 22 A. Nunuk P. Murniati Getar Gender : Buku Kedua. Magelang : Yayasan Indonesia Tera. hal

18 dan laki-laki, beban ganda dari perempuan, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan. 23 Dalam permasalahan yang sering muncul terkait gender yaitu munculnya anggapan publik bahwa perempuan merupakan makhluk yang tercipta hanya sebagai pendamping dan pelengkap dari laki-laki dengan lingkup bagian kerja diranah domestik. Oleh karenanya masalah gender ini secara lebih luas pada bidang politik dapat berdampak pada partisipasi perempuan yang tidak lagi independen, melainkan sudah dimobilisasi kaum laki-laki yang dianggap lebih mengetahui apa yang terbaik untuknya. Partisipasi perempuan yang dipengaruhi oleh kaum laki-laki ini sangat berpengaruh terhadap pilihan politiknya, karena perempuan cenderung memilih untuk bergantung pada perempuan, termasuk dalam mengikuti pilihan politik laki-laki. Pembahasan mengenai gender, melahirkan tiga teori yaitu: 1. Teori Nurture Menurut teori ini perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konstruksi sosial budaya selama ini menempatkan perempuan dan laki-laki dalam kelas yang berbeda. Laki-laki selalu lebih superior dibandingkan perempuan. 23 A. Nunuk P. Murniati. Ibid. hal. 78.

19 2. Teori Nature Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat yang harus diterima. Perbedaan biologis memberikan dampak berupa perbedaan peran dan tugas diantara keduanya. Terdapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada pula yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiah. 3. Teori Keseimbangan Selain dua teori yang bertolak belakang tersebut, terdapat teori yang berusaha memberikan kompromi yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan laki-laki dan perempuan namun menuntut perlunya kerjasama yang harmonis antara keduanya. 24 Di Indonesia, gender memiliki sejarah yang panjang dengan melalui perjuangan pergerakan perempuan di Indonesia. Perjuangan perempuan di Indonesia mengalami fase pasang-surut seiring perubahan rezim yang selalu berganti. Tokoh yang sangat terkenal dalam memperjuangkan gerakan perempuan adalah R.A Kartini. Beliau merupakan tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan perempuan, bahkan bukan hanya ingin menjadikan perempuan sebagai sosok yang 24 Nur Heffina Perempuan dan Politik.: Studi Tentang Kelompok Pendukung dan Penentang Undang- Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi di Sumatera Utara.. Diakses pada tanggal 20 Juni Pukul: Wib.

20 mandiri, melainkan sebagai sosok yang bisa ikut serta bagi kemajuan bangsanya/masyarakatnya. Seperti apa yang ditulis oleh Kartini seperti berikut. Kecerdasan pikiran penduduk bumiputera tidak akan maju pesat bila perempuan ketinggalan dalam usaha itu, (yaitu) perempuan jadi pembawa peradaban 25. Dengan perjuangannya, R.A Kartini menjadi titik tolak yang menumbuhkan semangat kaum perempuan dalam menuntut keadilan dan kesetaraannya. Kesetaraan dan keadilan ini termasuk dalam bidang politik. Di dalam bidang politik, khususnya pada pelaksanaan pemilihan umum perempuan sudah mendapat pengakuan terkait hak pilihnya di bidang politik. Pengakuan terhadap hak pilih perempuan ini dimulai dari adanya Kongres perempuan pertamadi Yogyakarta pada tahun 1928 dan dilanjutkan dengan konvensi mengenai hak-hak politik perempuan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa pada 20 Desember Hal ini merupakan awal kesadaran bagi perempuan d Indonesia dalam bidang politik, sehingga pada tahun 1955 Indonesia melaksanakan pemilu yang untuk pertama kali memberikan hak pilih kepada perempuan. Selanjutnya, pemerintah memberikan perbaikan-perbaikan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dengan maksud untuk memberikan hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, salah satu kebijakan pemerintah yaitu kebijakan affirmative action dengan memberikan batasan minimal kuota 25 Artikel 1 Syahfitri Anita Gerakan Perempuan:Tinjauan Sejarah.Jakarta : Sebagai Pengantar Diskusi Lingkar Studi Perempuan. hal.3.

21 30% keterwakilan perempuan untuk ikut serta sebagai kandidat dalam pemilihan umum. Selain itu, permasalahan gender yang menjadi isu hangat lainnya yaitu di India, dimana India merupakan salah satu negara yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan pergerakan perempuan. Awal perjuangan gerakan perempuan di India dimulai setelah India meraih kemerdekaannya pada 1947 yang pada saat itu pemerintahan Congres yang pada saat itu merupakan partai yang sedang berkuasa akan mengupayakan memenuhi janji-janjinya yang salah satunya yaitu mendeklarasikan UUD India mengenai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, memberikan jalan bagi kaum perempuan untuk masuk ke dalam pemerintahan dan membentuk badan-badan administrasi yang membuka kesempatan pada perempuan. Akan tetapi, apa yang dijanjikan pemerintah tidak sesuai dengan kenyataannya, sehingga muncul berbagai gerakan perempuan yang gencar menyuarakan keinginan mereka melalui kampanye-kampanye. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes para kaum perempuan terhadap bentuk kekerasan terhadap perempuan seperti yang dilakukan oleh gerakan Shahada pada akhir tahun 1960-an. Dari sejarah pergerakan perempuan di Indonesia dan India dapat disimpulkan bahwasannya sejarah kaum perempuan di kedua negara dimulai dari keinginan untuk memperoleh keadilan dan keseteraan serta kesempatan yang sama seperti apa yang diperoleh oleh kaum laki-laki. Oleh karena itu, kaum perempuan melakukan perjuangan dengan segala cara untuk dapat memperoleh

22 apa yang seharusnya kaum perempuan dapatkan, yaitu kedudukan yang sama dengan laki-laki sebagai sesama makhluk Tuhan yang tidak perlu dibedakan kedudukannya. Alasan penulis memakai teori gender ini sebagai landasan untuk menjawab permasalahan dalam tema perilaku perempuan dalam pemilu legislatif 2014 yaitu teori gender sangat penting untuk dideskripsikan. Karena di dalam melakukan pembahasan mengenai kaitannya gender dengan politik, perlu adanya pemahaman mengenai konsep dasar gender itu, karena kata gender merupakan kata yang sudah sering didengarkan, tetapi mengenai pemahaman akan gender itu sendiri masih belum banyak dimengerti. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwasannya gender merupakan konsepsi yang mengharapkan kesetaraan status dan peranan antara laki-lai dan perempuan 26. Kesetaraan dan keadilan gender penting untuk diperjuangkan agar tidak terjadi bias gender, karena masih sering perempuan dianggap sebagai kaum marjinal padahal perempuan bukan merupakan kaum yang sedikit jumlahnya. Streotipe dan mind set yang selama ini terbentuk juga seharusnya dijawab oleh kaum perempuan dengan kesadaran dan perjuangan mereka serta mampu membuktikan bahwasannya perempuan mampu bekerja di dunia politik, sehingga perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan peranan dan kemampuan. 26 Harmona Daulay. Op.Cit. hal.5.

23 3. Teori Psikologi Politik Dalam memahami perilaku politik, penulis menekankan pentingnya teori psikologi politik sebagai upaya untuk memahami tingkah laku manusia sebagai makhluk politik. Dapat dikatakan bahwasannya perilaku politik merupakan kajian yang termasuk dalam ranah psikologi politik, ini dikarenakan salah satu tujuan psikologi politik adalah untuk menyusun dalil-dalil umum tentang perilaku yang dapat membantu menjelaskan dan memprediksi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sejumlah situasi yang berbeda-beda 27. Psikologi politik pada dasarnya memiliki cakupan yang cukup luas, ini dapat dilihat mulai dari psikologi politik dalam melihat perilaku politik dalam memilih/memberikan suara pada pemilihan umum hingga psikologi politik yang berkaitan dengan adanya konflik-konflik baik nasional maupun internasional. Dalam penulisan skripsi ini, psikologi politik dalam melihat perilaku pemilih merupakan fokus utama yang dipilih penulis. Perilaku pemilih yang dimaksud adalah pemilih yang berjenis kelamin perempuan. Bagi penulis, perilaku pemilih perempuan dapat dilihat dengan bantuan teori psikologi politik. Dalam teori psikologi politik, fenomena politik dilihat dari sudut pandang psikologi seperti halnya dalam melihat perilaku pemilih, faktor internal merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Seperti apa yang dikemukakan oleh Martha L.Cottam dkk dalam bukunya yang berjudul Pengantar Psikologi Politik Edisi 2 mengatakan bahwasannya orang-orang bertindak terdorong oleh 27 Matha L.Cottam,dkk Pengantar Psikologi Politik Ed.2,Cet.1. Jakarta : Rajawali Press. hal. 6.

24 faktor faktor internal seperti kepribadian, sikap, dan identitas diri; mereka mengevaluasi lingkungan mereka dan lingkungan orang lain melalui proses kognitif yang menghasilkan citra-citra tentang orang lain; dan mereka memutuskan bagaimana cara bertindak ketika faktor-faktor ini digabungkan 28. Faktor-faktor internal tersebut saling memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Kepribadian merupakan unsur utama yang dianggap akan mencerminkan perilaku pemilih. Kepribadian adalah sebuah faktor psikologis pokok yang memengaruhi perilaku politik unsur-unsur lain dalam faktor internal manusia seperti pemikiran yang pada akhirnya membentuk perilaku, baik perilaku sehari-hari maupun perilaku yang berhubungan dengan politik, khususnya perilaku dalam menentukan pilihan politiknya/memberikan suara(voting). Akan tetapi, kepribadian tersebut juga sangat dipengaruhi oleh adanya identitas sosial. Identitas sosial yang dimaksud bagaimana seseorang mengkonsepsikan dirinya dengan melalui diri sendiri ataupun orang lain yang menilainya. Adanya penilaian terhadap seseorang atau sekelompok orang ini nantinya akan menimbulkan adanya kategorisasi sosial, yaitu adanya pengelompokanpengelompokan secara sosial seperti kewarganegaraan, ras, agama, dan gender. Penciptaan kategorisasi sosial nantinya dapat membentuk stereotip di tengah lingkungan masyarakat. Stereotip adalah keyakinan tentang atribut orang-orang yang berada di dalam kelompok atau kategori sosial tertentu, dan seharusnya 29. Kepribadian ini akan memengaruhi 28 Matha L.Cottam,dkk. Ibid. hal Matha L.Cottam,dkk. Ibid.

25 merupakan sebuah konsep yang dikenal 30. Munculnya stereotip ini dikarenakan adanya kesalahan dari persepsi seseorang terhadap orang lain, atau suatu kelompok terhadap kelompok lain, hal ini merupakan bagian dari konsekuensi mengkategorikan orang-orang ke dalam kelompok yang karakteristiknya tidak dimiliki oleh orang tersebut. Oleh karena itu, dalam psikologi politik adanya faktor internal seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya merupakan faktor utama bagi teori psikologi politik dalam membentuk perilaku pemilih. Seperti halnya dalam membahas perilaku pemilih perempuan, faktor internal dari pemilih perempuan merupakan bagian yang paling berperan penting dalam membentuk perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya. Kepribadian dan sikap perempuan tentu berbeda dengan laki-laki ditambah lagi dengan adanya pengaruh identitas sosial yang sering membentuk streotip di tengah masyarakat. Pembentukan stereotip dalam hal perilaku perempuan sebagai pemilih yaitu adanya anggapan bahwasannya perempuan tidak cocok untuk berpolitik, karena politik adalah bagian dari dunia laki-laki (budaya patriarkhi). Menurut penulis, perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politik dapat diketahui dengan menggunakan teori psikologi politik yang melihat perilaku perempuan berdasarkan faktor internal dari perempuan secara individu. Terkait dengan permasalahan dalam skripsi ini yaitu permasalahan mengenai keterwakilan perempuan yang selalu memperoleh suara yang sangat minim di 30 Matha L.Cottam,dkk. Ibid. hal.73.

26 setiap periodenya, maka penulis beranggapan bahwasannya perolehan suara dn jumlah keterwakilan perempuan di legislatif yang sangat minim bukanlah dikarenakan dari kebijakan pemerintah, akan tetapi yang jauh lebih vital yaitu faktor dari pemilih perempuannya itu sendiri yang mana jumlah penduduk dan pemilih perempuan sangatlah mendominasi, akan tetapi calon legislatif perempuan masih juga belum memperoleh suara yang banyak. Hal ini mengindikasikan bahwasannya perempuan lebih cenderung untuk memilih perempuan, oleh karenanya psikologi politik sangat berguna untuk membantu menjawab permasalahan ini. Perempuan dianggap lebih memilih laki-laki sebagai pemimpin dikarenakan adanya faktor dari pengaruh budaya patriarkhi yang selama ini membentuk mind set perempuan bahwa memang pemimpin berasal dari kaum laki-laki, dan kaum perempuan fungsi utamanya adalah menjadi sosok ibu yang baik yang mengurus keluarga secara penuh. Secara faktor internalnya, perilaku perempuan sebagai pemilih sangat ditentukan oleh kepribadian perempuan. Kepribadian perempuan secara psikologis menganggap bahwasannya laki-laki lebih cocok untuk memimpin dikarenakan laki-laki dianggap mampu melindungi, mengayomi, pekerja keras, dan tidak mengambil keputusan dengan berdasarkan hati nurani semata, hal ini dikarenakan kepribadian perempuan yang sudah jauh terbentuk semenjak dari kecil di dalam lingkup keluarga, perempuan melambangkan laki-laki seperti itu karena

27 melihat sosok sang Ayah sebagai pemimpin keluarga dan sosok Ibu sebagai pengurus rumh tangga yang selalu menuruti perkataan Ayah. Selain itu, ada satu faktor yang sangat menarik dalam melihat perilaku perempuan sebagai pemilih yang bisa dijadikan alasan untuk menjawab permasalahan perilaku perempuan yang cenderung tidak memilih perempuan yaitu adanya faktor Perempuan vs Perempuan. Faktor mengenai perempuan vs perempuan ini merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam mengamati perilaku pemilih perempuan. Faktor ini seperti menggambarkan adanya konflik di antara perempuan ini yang sudah lama terjadi. Pemikiran ini dimulai sejak terbitnya buku klasik berjudul Woman vs Woman karya Tara Roth Madden (1987), seorang pakar dan pengamat masalah perempuan AS, Madden menyimpulkan fenomena kehidupan konflik perempuan sebagai berikut. Ternyata di dalam diri perempuan selama ini selalu terjadi konflik yang kritis dengan sesama jenis. Karena, perempuan seringkali merasa belum bisa menganggap perempuan sebagai makhluk yang dapat memberikan rasa aman di lingkungannya (privat dan publik). Lebih jelasnya, perempuan masih menganggap bahwa perempuan lain adalah ancaman yang membahayakan dirinya dalam karier, rumah tangga, dan pribadi. Hal tersebut yang menyebabkan perempuan lebih memilih berteman dengan laki-laki daripada dengan perempuan Ellys Lestari Pembayun Perempuan vs Perempuan: Realitas Gender, Tayangan Gosip, dan Dunia Maya. Bandung: Penerbit NUANSA. hal.37.

28 Berangkat dari pemikiran besar ini, Madden menegaskan bahwa konflik di antara perempuan ini bagaikan fenomena gunung es, artinya konflik yang selama ini tampak ke permukaan hanyalah bagian kecil dari pertempuran di antara pertempuran, sementara bagian kedalamnya merupakan lautan konflik yang terselami 32. Artinya konflik antara perempuan ini masih sangat banyak jika ditelusuri lebih mendalam, konflik ini berakibat pada timbulnya persaingan dan rasa tidak senang antara satu perempuan dengan perempuan yang lain. Konflik ini tentunya sangat menguntungkan bagi kaum laki-laki terutama di ranah politik. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan ilmiah mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya, penulis memandang permasalahan kurangnya perolehan suara perempuan itu disebabkan oleh pemilih perempuan itu sendiri, dan ini berarti adanya permasalahan menyangkut faktor internal dari perempuan sebagai pemilih, inilah yang menjadikan teori psikologi politik lebih dipilih penulis sebagai landasan teori dalam penulisan ilmiah ini. G. Metodologi Penelitian G.1 Metode Penelitian Metode penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran 33. Penelitian ini 32 Ellys Lestari Pembayun. Ibid. 33 Dra. Trisakti, MM & Dra. Sugiarti,M.Si Konsep dan Teknik Penelitian Gender : Edisi Revisi. Malang : UMM Press. hal. 49.

29 menggunakan metode deskriptif dengan jenis kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia 34. Alasan peneliti memakai metode deskriptif adalah dikarenakan peneliti menginginkan hasil yang mendalam mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya khususnya dalam memilih caleg perempuan pada pemilu anggota DPRD Kota Medan. G.2 Lokasi Penelitian Proses penelitian dalam rangka mencari informasi/data yang berkaitan dengan penelitian dilakukan di daerah pemilihan (Dapil) 2 kota Medan yang meliputi Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Tuntungan, dan Medan Selayang. G.5 Teknik Pengumpulan Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan (1) data primer dan (2) data skunder. (1) Data primer dalam penelitian sering diartikan sebagai data yang diperoleh secara langsung dari responden ataupun narasumber/informan. Adapun informan-informan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 34 Dr.Juliansyah Noor, S.E., M.M. Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, & karya Ilmiah. Jakarta : Kencana. hal. 33.

30 Tabel.1.4 Daftar Nama Informan No. Nama Usia Pekerjaan Pendidikan Kecamatan Informan Terakhir 1. Asmawati 53 PNS/Bendahara PKK SMA Medan Tuntungan 2 Saminam Tusti 52 Sekretaris PKK SMA Medan Sundari & Ketua KPPS Sunggal Medan Sunggal 3 Irawati 36 Sekretaris PKK SMK Medan Selayang 4 Nani Rianti 52 PNS/Kasubbag S-1 Medan Johor Keuangan/Ketua Tim Penggerak PKK Kelurahan Kedai Durian 5 Idah Bintang,SE 51 PNS/Kasubbag Pelum S-1 Medan Johor 6 Eny Lilawati 51 PNS/Bendahara Barang SMA Medan Polonia

31 7 Sarah 23 Mahasiswi S-1 Kecamatan Medan Johor 8 Silvia 23 Mahasiswi D-3 Kecamatan Medan Maimun Sedangkan (2) data skunder sering diartikan sebagai data/informasi tambahan yang diperoleh dari data yang bersifat kepustakaan, seperti bukubuku yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan masalah penelitian, seperti misalnya dokumen yang berisi data mengenai perolehan suara calon legislatif perempuan di periode sebelumnya, dan data keterwakilan perempuan di legislatif (DPRD Kota Medan) baik di periode 2014 (sekarang) maupun periode sebelumnya, dan lain-lain. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui wawancara. G.6 Teknik Analisa Data Teknik analisa data merupakan cara menganalisis data penelitian, termasuk alat-alat statistik yang relevan untuk digunakan dalam penelitian 35. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data kualitatif, maka peneliti 35 Dr.Juliansyah Noor, S.E., M.M. Op.Cit. hal. 163.

32 menggunakan teknik analisa kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berhubungan dengan kategorisasi dan tidak berbentuk angka 36. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap proses yang diteliti dan juga menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses tersebut 37. Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu data primer dan skunder, setelah data diperoleh kemudian diambil kesimpulan terhadap data tersebut. H. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci mengenai penulisan penelitian yang nantinya penelitian ini menjadi sebuah skripsi, maka penelitian in dapat ditinjau ke dalam 4 bab, yaitu : BAB 1 : PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah dimana peneliti mendeskripsikan seputar topik permasalah yang diangkat disertai dengan alasan ketertarikan peneliti dalam permasalahan penelitian ini. Kemudia setelah latar belakang masalah, dilanjutkan dengan rumusan masalah, pertanyaan penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, 36 Dr.Tavi Supriana Modul Metode Penelitian Sosial. Medan: Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis USU. hal Burhan Bungin Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. hal. 153.

33 manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : PROFIL DAPIL 2 KOTA MEDAN Pada bagian ini, peneliti memberikan deskripsi umum mengenai lokasi dapil 2 kota Medan yang meliputi Kecamatan Medan Johor, Kec.Medan Sunggal BAB III :PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN 2014 Bagian ini merupakan bagian vital dalam penelitian ini dimana dalam bab ini permasalahan penelitian akan dijawab secara jelas. Bab ini nantinya akan berisi penyajian dan analisis data mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya, yaitu terkait dengan perilaku perempuan dalam memilih calon legislatif perempuan pada pemilihan anggota DPRD kota Medan tahun 2014.

34 BAB IV : PENUTUP Bagian ini merupakan bagian terakhir dalam penulisan skripsi ini dimana peneliti memberikan kesimpulan terkait pembahasan dalam penelitian ini yang juga disertai dengan saran-sara yang dapat membantu penyusunan hasil penelitian ini.

Perilaku Perempuan dalam Menentukan Pilihan Politik pada Pemilu DPRD Kota Medan

Perilaku Perempuan dalam Menentukan Pilihan Politik pada Pemilu DPRD Kota Medan Perilaku Perempuan dalam Menentukan Pilihan Politik pada Pemilu DPRD Kota Medan 2014 M HABIBIE FITRAWAN HASIBUAN 1, T. IRMAYANI 2 1 Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif

Lebih terperinci

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan Tujuan Indonesia Merdeka 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan pro dan kontra padahal banyak kemampuan kaum perempuan yang tidak dimiliki oleh laki - laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh sekitar 11, 98 persen suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 april 2014 tidak mampu mengajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

ANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013

ANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013 ANATOMI CALEG PEMILU 2014 FORMAPPI 3 Oktober 2013 I. Pengantar Alasan melakukan kajian: Membantu pemilih mendapatkan informasi yang utuh tentang Caleg dalam Pemilu 2014. Lingkup kajian: Profil Caleg Pemilu

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan politik di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat, diawali dengan politik pada era orde baru yang bersifat sentralistik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik

Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik Koalisi Pemantauan Dana Kampanye Transparansi Internasional Indonesia dan Indonesia Corruption Watch Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat, BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Di negara yang menganut sistem demokrasi rakyat merupakan pemegang kekuasaan, kedaulatan berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang BAB II KAJIAN TEORETIK Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian ang akan dilakukan, adalah teori mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik - FISIP Universitas Indonesia (PUSKAPOL FISIP UI) Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI ENI MISDAYANI, S.Ag, MM KPU KABUPATEN KUDUS 26 MEI 2014 DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Skripsi PEREMPUAN DAN POLITIK (Studi Penetepan Kuota 30% Calon Anggota Legislatif Perempuan oleh Partai PNI Marhaenisme dan Partai Sarikat Indonesia di Kota Medan) D I S U S U N Oleh : Nama : Eka Parinduri

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan

BAB 7 PENUTUP. dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan BAB 7 PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dalam bab ini, saya akan akan mengambarkan ikhtisar temuan-temuan dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan ini dari sudut metodologi

Lebih terperinci

PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN M Habibie Fitrawan Hasibuan

PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN M Habibie Fitrawan Hasibuan PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN 2014 M Habibie Fitrawan Hasibuan 100906096 DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

REKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI PROVINSI...

REKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI PROVINSI... Lampiran 2 Model F6-Parpol REKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI 1 PARTAI AMANAT NASIONAL (PAN) 2 PARTAI BULAN BINTANG (PBB) TAHAP I TAHAP II TAHAP I TAHAP II TAHAP I TAHAP

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental (Adinda Tenriangke Muchtar, Arfianto Purbolaksono The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research) http://www.shnews.co/detile-28182-gelombang-efek-jokowi.html

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disuatu negara menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara demokrasi pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan

Lebih terperinci

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD September 2014 Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada Oleh DPRD Bandul RUU Pilkada kini

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memperoleh dan menambah dukungan suara bagi para kandidat kepala daerah. Partai politik

I. PENDAHULUAN. memperoleh dan menambah dukungan suara bagi para kandidat kepala daerah. Partai politik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis sering kali dijadikan isu atau komoditi utama untuk mencapai suatu tujuan dalam masyarakat. Dalam konteks Pilkada, etnis dimobilisasi dan dimanipulasi sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Disebut tahun politik antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang melibatkan setidaknya

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi dimana pemerintahan berdasarkan atas kedaulatan rakyat (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekalahan jepang oleh sekutu memberikan kesempatan bagi kita untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekalahan jepang oleh sekutu memberikan kesempatan bagi kita untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekalahan jepang oleh sekutu memberikan kesempatan bagi kita untuk menyatakan diri sebagai Negara yang berdaulat melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. politik masih sangat terbatas. Bahkan di negara yang demokrasinya sudah mapan

I. PENDAHULUAN. politik masih sangat terbatas. Bahkan di negara yang demokrasinya sudah mapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perempuan dalam bidang politik pada dasarnya sangat besar bukan saja secara kuantitas melainkan juga kualitas. Namun demikian di banyak negara di dunia, baik

Lebih terperinci

EFEK POPULARITAS CALON LEGISLATIF TERHADAP ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU 2014

EFEK POPULARITAS CALON LEGISLATIF TERHADAP ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU 2014 EFEK POPULARITAS CALON LEGISLATIF TERHADAP ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU 2014 Temuan Survei di 45 Dapil April 2013 Jl. Lembang Terusan D-57, Menteng - Jakarta Pusat 10310 Telp. (021) 3919582, Fax

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka tampak lebih independen, egaliter, terbuka, dan lebih cerdas dalam menanggapi berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17 tahun ke atas atau telah menikah. Responden tersebut telah memiliki

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilih kelompok pemula di Indonesia dari pemilu ke pemilu terus bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap yang terdaftar tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Darma, (2009: 91) mengatakan, bahasa politik adalah bahasa yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Darma, (2009: 91) mengatakan, bahasa politik adalah bahasa yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari tidak pernah lepas dari bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi satu

Lebih terperinci

Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa

Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang diresmikan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan demokrasi yang sangat pesat. Hal tersebut ditandai dengan berbagai macam ekspresi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan 119 BAB V PENUTUP A. Simpulan Calon legislatif merupakan lembaga perwakilan yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap rancangan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.22&24/PUU-VI/2008 TENTANG SUARA TERBANYAK II.A. Sekilas Tentang Gerakan Perempuan dan Usulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v i DAFTAR ISI Daftar isi... i Daftar Tabel....... iv Daftar Gambar... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 12 C. Tujuan Penelitian... 12 D. Kegunaan Penelitian... 12 II.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara demokrasi. Josep Schumpeter, mengartikan demokrasi sebagai kompetisi memperoleh suara rakyat. Pengertian pada esensi itu merupakan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum Pengertian Budaya Politik adalah pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum,

Lebih terperinci

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019 Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 Pokok Bahasan 1. Keterpilihan Perempuan di Legislatif Hasil Pemilu 2014 2.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci