KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU BETAWI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU BETAWI"

Transkripsi

1 RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN... KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU BETAWI (VERB HYPONYMY CONTAINING THE MEANING OF 'TO TAKE' IN BETAWI MALAY LANGUAGE) Ririen Ekoyanantiasih Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat Ponsel: Posel: Tanggal naskah masuk: 10 Februari 2015 Tanggal revisi terakhir: 30 November 2015 Abstract IN Betawi Malay language there are many lexemes which have similar relations of meaning. Some of which belong to synonymy while others belong to hyponymy. This article emphasizes the hyponymy of the verbs containing the meaning of "to take" using descriptive method. The data were taken from short stories and novels in Betawi Malay Language and also the dictionary of Kamus Dialek Jakarta (1982). The data were analyzed using Nida's (1975) componential analysis of lexical meaning. The theory was based on the assumption that a lexeme consists of a systematic semantics unit or contains a configuration of meaning which could be sorted into smallest components. The result showed that the lexeme bawe was the superordinate and its hyponymy was jungjung, dongdong, kandut, kempit, kepit, pikul, sandang, tengteng, jingjing, and kewengkeweng. Key words: lexeme, semantic components, hyponymy, superordinate Abstrak DALAM bahasa Melayu Betawi banyak ditemukan leksem yang maknanya bermiripan. Kemiripan makna leksemleksem itu ada yang bersinonim, ada pula yang berhiponim. Penelitian ini menekankan hubungan makna kehiponiman verba dengan makna membawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data diperoleh melalui cerita pendek dan novel berbahasa Melayu Betawi, serta Kamus Dialek Jakarta (1982). Teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori analisis komponen makna leksikal (Nida, 1975). Teori itu didasarkan pada asumsi bahwa satuan leksikal menyatakan kesatuan makna yang bersistem atau mengandung konfigurasi makna yang dapat diuraikan sampai pada komponen yang terkecil. Hasil pembahasan dengan analisis komponen makna menunjukkan bahwa leksem bawe merupakan superdordinat, sedangkan hiponimnya adalah jungjung, dongdong, kandut, kempit, kepit, pikul, sandang, tengteng, jingjing, dan kewengkeweng. Kata kunci: leksem, komponen makna, hiponim, superordinat 195

2 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam bahasa Melayu Betawi banyak ditemukan leksemleksem yang maknanya bersinonim meskipun makna setiap leksem tersebut tidak persis sama. Leksemleksem itu ada yang bermakna umum (generik) dan yang bermakna khusus (spesifik). Ada kalanya leksem yang satu mencakupi makna leksem yang lain sehingga terjadi hubungan yang disebut subordinat dan superordinat atau hiperonim dan superhiperonim. Sebagai contoh, leksem liat lihat (Chaer, 1982:180) dapat dikatakan sebagai superordinat dari leksem ngedelengi dengan makna memandang dengan mata tak berkedip, leksem ngincer dengan makna melihat dengan memicingkan sebelah mata, dan leksem nonton dengan makna menyaksikan pertunjukan. Penelitian kehiponiman sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para linguis, tetapi yang secara khusus menelaah dalam bahasa Melayu Betawi belum pernah dilakukan. Secara umum pakar Indonesia yang pertama menyinggung masalah hiponim ini adalah Slametmuljana (1964:40). Dalam pembahasannya ia memaparkan sekelompok kata yang mempunyai makna dasar (makna umum) sama dan konotasinya berbedabeda. Contoh yang diberikannya itu adalah sekelompok kata menyelidiki, meneliti, memeriksa, menyiasati. Dikatakannya bahwa kata memeriksa bermakna umum, sedangkan kata menyelidiki, meneliti, dan menyiasati mempunyai nilai rasa tertentu. Nilai rasa itu dapat disamakan dengan konotasi yang membedakan antara kata menyelidiki, meneliti, menyiasati, dan memeriksa. Sementara itu, hubungan antara keempat kata itu adalah hubungan kehiponiman (Slametmuljana, 1964: 41 47). Kemudian, linguis lain yang juga membicarakan kehiponiman adalah Purwadarminta (1979), Basiroh (1992), Chaer (1994), dan Pateda (2001). Namun, kesemuanya mengambil sampel penelitiannya dalam bahasa Indonesia. Itulah sebabnya mengapa penelitian ini perlu dilakukan. 1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut. (1) Bagaimana komponen makna verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna membawa? (2) Bagaimana mendiagnostik makna untuk menentukan superordinat verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna membawa? 1.3 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan komponen makna verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna membawa ; (2) mendeskripsikan komponen makna diagnostik leksem bahasa Melayu Betawi sehingga dapat dicari superordinatnya. Karena luasnya cakupan yang ada dalam hubungan makna kehiponiman, penelitian ini dikhususkan pada verba yang menyatakan aktivitas membawa saja. Penelitian kehiponiman verba ini pun masih dibatasi pada makna referensialnya, bukan pada makna kiasannya, dan bukan pula makna dalam konteksnya. 1.4 Metode Penelitian ini merujuk pada pandangan Sudaryanto (1986:62) tentang penggunaan metode deskriptif, yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Sumber data penelitian ini adalah (1) kumpulan cerita pendek Pengantin Sunat yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (2002), (2) novel Si Dul Anak Jakarta karya Datuk Madjoindo (2003), dan (3) Kamus Dialek Jakarta yang disusun oleh Abdul Chaer (1982). 196

3 RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN Kerangka Teori 2.1 Pengantar Kosakata bahasa dapat terdiri atas sejumlah sistem leksikal yang maknanya dapat ditetapkan berdasarkan seperangkat hubungan. Cruse (1986) membagi hubungan makna atas hubungan kesesuaian (congruence) dan hubungan pertentangan (oppositeness). Hubungan kesesuaian itu oleh Cruse (1986: ) dibagi menjadi empat bagian, yaitu (1) kesamaan (identity), (2) perikutan (inclusion), (3) tumpang tindih (overlap), dan (4) sarak (disjunction). Menurut Cruse (1986, ), hubungan leksikal yang sejajar dengan kesamaan adalah kesinoniman, misalnya bini:istri. Kesinoniman membicarakan hubungan kesimetrisan di antara sesama anggota kohiponim. Peliputan membicarakan pelibatan searah (unilateral implications) atau inklusi. Peliputan ialah makna suatu leksem masuk ke dalam makna leksem yang lebih luas. Hubungan itu dinyatakan sebagai hubungan antara hiponim dan hiperonim. Hubungan leksikal yang berkaitan dengan peliputan adalah kehiponiman, misalnya bunga:mawar. Hubungan leksikal yang berkaitan dengan ketumpangtindihan adalah keserasian (compatibility), misalnya ikan:hewan ternak. Ikan dan hewan merupakan ternak yang samasama mempunyai hiperonim hewan walaupun keduanya bukanlah unsur kohiponim. Sejalan dengan pandangan itu, Nida (1975:33) mengatakan bahwa dalam hubungan antarmakna terdapat empat tipe hubungan, yaitu (1) inklusi (inclusion), (2) tumpang tindih (overlapping), (3) komplementasi (complementation), dan (4) kontiguitas (contiguity). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tipe hubungan makna inklusi adalah hubungan makna spesifik dengan makna generik. Artinya, makna yang lebih umum memayungi makna yang lebih khusus. Istilah yang sudah dikenal untuk hubungan ini ialah hiponimi. Makna sebuah kata termasuk dalam kata yang lain. Dalam kaitan dengan itu, (Chaer, 1982: 101) memberi contoh dalam bahasa Melayu Betawi kata jongkok yang termasuk dalam makna kata nangkring. Makna kata jongkok adalah duduk berlipat, tapi pantat tidak menjejak tanah, makna kata nangkring adalah duduk, berjongkok, atau berada di atas (di tempat yang tinggi). Jadi, makna kata nangkring merupakan hiponim dari kata jongkok. Kata nangkring merupakan superordinat dari kata jongkok. Hubungan kehiponiman dikaitkan dengan hubungan peliputan atau inklusi (Lyons, 1996; Cruse, 1986). Hubungan peliputan menunjukkan pelibatan searah. Suatu hiponim dalam suatu kalimat dapat disulih atau disubstitusi dengan hiperonimnya. Cara penyulihan ini biasa digunakan oleh para ahli linguistik pemakai metode kontekstual untuk menguji keanggotaan dalam kehiponiman (Lyons, 1996:326). Misalnya, dalam bahasa Melayu Betawi, kalimat Die ngelirik Ani dia melirik Ani menyiratkan makna melihat seperti dalam Dia ngeliatin Ani dia melihat Ani. Pelibatan searah itu tidak dapat diterapkan ke arah hiponim. Suatu hiperonim dalam suatu kalimat tidak dengan serta merta dapat diganti dengan hiponimnya, misalnya Die ngeliatin Ani dia melihat Ani tidak menyiratkan Die ngelirik Ani dia melirik Ani karena ada kemungkinan lain, yakni Die ngintip Ani dia mengintip Ani Die ndeleng Ani dia memandang Ani. Cruse (1986:85 110) menanggapi pendapat Lyons (1996) dengan menyatakan bahwa pendefinisian kehiponiman melalui pelibatan searah itu cukup rumit. Tidak semua hiponim dapat digantikan dengan hiperonimnya. Dalam kalimat yang menegatifkan, misalnya, pelibatan searah dari hiponim ke hiperonim tidak berlaku karena secara semantis makna negatif dan tak negatif bertentangan. Jika hiponim dan hiperonim berada dalam konteks yang mengandaikan adanya pembilang umum atau pembilang umum negatif, arah pelibatan bukan hanya dari hiponim ke hiperonim, melainkan ada juga dari hiperonim ke hiponim. Misalnya, dalam bahasa Indonesia seperti tidak semua anjing berbahaya menyiratkan tidak semua binatang berbahaya. 197

4 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: Untuk menentukan leksemleksem bahasa Melayu Betawi dalam relasi makna hiponim, penelitian ini mengacu pada pendapat Cruse (1986:150) yang mengatakan bahwa hiponim adalah kumpulan kata yang memiliki hubungan struktur makna yang penting dari suatu bahasa. Pada intinya hiponim merupakan ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. Dengan kata lain, hiponim adalah kata yang maknanya dianggap lebih spesifik dari makna yang mencakupinya. Contoh dalam bahasa Indonesia: mawar, melati, sakura adalah hiponim dari kata bunga. Dalam wilayah makna ada makna generik dan makna spesifik. Makna spesifik berfungsi membedakan makna yang satu dengan makna yang lain. Untuk menentukan berbagai jenis makna di dalam satu wilayah makna, tiap makna harus dianalisis komponenkomponennya. Sebelum menganalisis suatu makna untuk menentukan komponenkomponennya, perlu berasumsi akan adanya satu wilayah makna tertentu atau menyeleksi makna yang relasinya sangat berdekatan satu sama lain. Menganalisis suatu makna berarti menguraikan makna itu sampai pada ciri pembedanya yang terkecil, yaitu komponen yang kontras dengan komponen lain. Ciri pembeda itu disebut dengan komponen diagnostik (lihat Nida, 1975:33). Berdasarkan uraian tersebut, teori yang digunakan untuk menganalisis data kehiponiman dalam bahasa Melayu Betawi adalah teori yang berkaitan erat dengan teori analisis komponen makna leksikal. Teori itu didasarkan pada asumsi bahwa satuan leksikal menyatakan kesatuan makna yang bersistem atau mengandung konfigurasi makna yang dapat diuraikan sampai pada komponen yang terkecil. Penelitian bahasa Melayu Betawi yang memfokuskan pada kajian kehiponiman ini berkaitan erat dengan analisis medan makna. Yang dimaksud dengan medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang tertentu. Dengan pertimbangan itu dan atas dasar tujuan penelitian, acuan yang digunakan untuk menganalisis data kehiponiman bahasa Melayu Betawi ini bersifat ekletis, yaitu pandangan Lyons (1996), Nida (1975), dan Cruse (1986). Sementara itu, untuk menentukan verba, penulis mengacu pada pandangan Alwi et.al. (2008). 3. Hasil dan Pembahasan Penentuan kehiponiman verba ini didasarkan pada pengklasifikasian wilayah makna. Pengklasifikasian ini didasarkan atas komponen makna umum yang dimiliki bersama. Setiap wilayah makna ini dapat diklasifikasi lagi menjadi beberapa jenis wilayah makna (submakna) pada tataran yang lebih rendah yang dimiliki bersama oleh suatu leksem. Pengklasifikasian itu berdasarkan hubungan makna antarsatuan makna. Biasanya makna generik digunakan sebagai nama untuk menyebut tipe wilayah makna. Di dalam wilayah makna, di samping makna generik, tentu ada makna spesifik yang berfungsi membedakan antara makna yang satu dan makna yang lain. Untuk menemukan berbagai jenis makna di dalam satu wilayah makna tertentu, tiap makna harus dianalisis komponenkomponennya. Sebelum menganalisis suatu makna untuk menentukan komponenkomponen maknanya, perlu berasumsi akan adanya satu wilayah makna tertentu atau menyeleksi makna yang relasinya sangat berdekatan satu sama lain. Di bawah ini adalah data leksem verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna membawa. 1. bawe bawa 2. dongdong 1 dibawa atau dibopong di depan badan; 2 dibawa, dilarikan 3. jingjing membawa sesuatu dengan tangan terulur ke bawah dan tidak berapa erat memegangnya 4. jungjung membawa di atas kepala 5. kandut 1 membawa sesuatu dengan baju (kain dsb) digulung di depan perut; 2 ki hamil 6. kempit mengepit; membawa dengan dikepit di ketiak 7. kepit membawa dengan diimpit di ketiak 198

5 RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN kewengkeweng dibawabawa ke sana ke mari 9. pikul 1 membawa barang di atas pundak; 2 menanggung 10. sandang memanggul, membawa di bahu 11. sangkil membawa (menggendong) di pinggang 12. tengteng menjingjing, membawa dengan tangan ke bawah Berdasarkan deskripsi kedua belas leskem itu, dapat diketahui komponenkomponen makna yang mendasari setiap definisi dan pengertianpengertian verba tersebut. 3.1 Komponen Makna Verba yang Menyatakan Makna Membawa Berdasarkan komponenkomponen makna yang dimiliki oleh seperangkat leksem verba bahasa Melayu Betawi yang tercakup dalam satu wilayah makna membawa, dapat diketahui adanya beberapa komponen makna yang sama dan komponen makna pembeda (diagnostik). Dalam penelitian ini komponenkomponen makna tersebut dapat diketahui dari definisi leksem yang terdapat dalam kamus. Komponen makna tersebut adalah: (1) organ tubuh tangan, (2) organ tubuh bukan tangan, (3) organ tubuh kepala, (4) organ tubuh dada, (5) organ tubuh perut, (6) organ tubuh bahu, (7) organ tubuh ketiak, (8) organ tubuh pinggang, (9) objek yang dibawa berupa benda, (10) objek yang dibawa berupa orang atau makhluk hidup lain, (11) beban objek yang dibawa relatif berat, (12) beban objek yang dibawa relatif ringan, (13) tidak ada alat bantu untuk membawa, (14) ada alat bantu untuk membawa yang berupa kain, (15) ada alat bantu untuk membawa yang berupa tali dan kayu, (16) posisi benda yang dibawa berada di atas kepala, (17) posisi benda yang dibawa berada di bahu, (18) posisi benda yang dibawa berada di depan dada, (19) posisi benda yang dibawa berada di depan perut, (20) posisi benda yang dibawa berada di sisi badan, (21) posisi benda yang dibawa berada di bawah ketiak, (22) posisi benda yang dibawa berada di sisi pinggang, (23) posisi tangan ketika membawa berada di atas kepala, (24) posisi tangan ketika membawa berada di depan dada, (25) posisi tangan ketika membawa berada di atas bahu, (26) posisi tangan ketika membawa berada di depan perut, (27) posisi tangan ketika membawa berada di sisi pinggang, (28) posisi tangan ketika membawa berada di sisi badan dan terjulur ke bawah, (29) cara membawa dilakukan dengan mendekap, (30) cara membawa dilakukan dengan menggendong, (31) cara membawa dilakukan dengan menggenggam/ memegang ujungnya, (32)cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di atas kepala, (33) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di samping pinggang, (34) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di atas bahu, (35) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda dijepit di antara badan dan lengan, (36) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda tergantung di tali dan kayu. A. Komponen Makna Bersama Berdasarkan definisi kamus Dialek Jakarta (1982), ke12 leksem verba Bahasa Melayu Betawi yang berada dalam satu wilayah makna membawa mengandung komponen makna bersama. Komponen makna bersama itu adalah (1) organ tubuh, (2) objek atau benda, (3) beban objek, (4) alat bantu,( 5) posisi benda, (6) posisi tangan, dan (7) cara membawa. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan komponen makna bersama organ tubuh adalah organ tubuh yang berhubungan dengan aktivitas membawa, yaitu kepala, bahu, dada, ketiak, perut, pinggang, dan tangan. Objek atau benda yang akan dibawa tersebut diletakkan di atas, di samping, atau di bawah anggota tubuh. Yang dimaksud dengan objek atau benda adalah benda atau barang yang dibawa. Objek tersebut dapat berupa benda mati atau benda hidup (makhluk hidup/orang). Yang disebut dengan beban objek adalah massa atau volume barang yang dibawa. Massa beban yang dibawa tersebut relatif bisa ringan atau 199

6 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: berat. Sementara itu, yang dimaksud dengan alat bantu adalah alat atau sarana yang digunakan oleh pelaku/subjek untuk membawa benda agar benda tersebut tidak jatuh serta untuk memudahkan membawa benda itu. Alat bantu yang dipakai itu dapat berupa kain, tali, dan kayu. Yang dimaksud dengan posisi benda adalah letak benda pada anggota tubuh tertentu ketika dibawa oleh pelaku atau subjek. Posisi benda ketika dibawa itu ada bermacammacam, yaitu di atas kepala, di depan dada/badan, di atas bahu, di antara badan dan lengan. Yang dimaksud dengan posisi tangan adalah letak tangan pelaku/ subjek ketika membawa benda. Ada beberapa posisi tangan ketika membawa benda, antara lain adalah di atas kepala sambil memegang benda, di depan dada sambil mendekap benda, di atas bahu sambil memegang benda atau memegang alat bantu, dan terjulur ke bawah. Sementara itu, yang dimaksud dengan istilah cara membawa adalah bagaimana benda itu dibawa oleh pelaku. Berdasarkan uraian tersebut, penulis menetapkan bahwa ketujuh istilah komponen makna bersama itu dipakai sebagai pedoman atau arah pandang kelompok verba yang berkaitan dengan aktivitas membawa. Tiap istilah yang dipakai sebagai pedoman untuk mengklasifikasi leksem verba akan menghasilkan pengelompokan verba yang berbeda. Misalnya, istilah organ tubuh ketiak akan menghasilkan leksem verba kempit dan kepit. Kedua leksem itu berada dalam satu kelompok karena memiliki komponen makna bersama yang salah satunya adalah posisi benda di bawah ketiak, cara membawa benda dengan menjepit di antara badan dan lengan atas. B. Komponen Makna Pembeda Dari ketujuh komponen makna bersama yang telah ditentukan tersebut, dapat dianalisis atau dicari komponen makna pembeda (makna diagnostiknya). Komponen makna tersebut bersifat spesifik dan membedakan antara verba yang satu dan verba yang lain. Komponen makna pembeda tersebut tampak pada uraian berikut. 1) Komponen Makna Pembeda Organ Tubuh Komponen makna bersama organ tubuh dapat diturunkan menjadi tujuh komponen makna pembeda yang membedakan antara verba membawa yang satu dan verba lainnya. Ketujuh komponen makna pembeda itu adalah sebagai berikut. (1) Komponen makna pembeda kepala mengandung pengertian bahwa benda yang dibawa diletakkan di atas kepala. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah jungjung. (2) Komponen makna pembeda badan/dada berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di depan dada. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah dongdong. (3) Komponen makna pembeda bahu berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di atas bahu atau bergantung di bahu. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah pikul dan sandang. (4) Komponen makna pembeda ketiak berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di bawah ketiak (dalam keadaan dijepit). Contoh leksem untuk keadaan ini adalah kempit dan kepit. (5) Komponen makna pembeda perut berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di depan perut. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah kandut. (6) Komponen makna pembeda pinggang berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan di samping/sisi pinggang. Contoh leksem untuk keadaan ini adalah sangkil. (7) Komponen makna pembeda tangan berkaitan dengan benda yang dibawa diletakkan atau dalam genggaman tangan yang terjulur ke bawah. Contoh leksemnya adalah jingjing, tengteng, dan kewengkeweng. Dari klasifikasi itu tampak bahwa leksem bawe tidak dicantumkan dalam contoh setiap komponen makna pembeda. Hal ini dilakukan karena leksem bawe itu termasuk dalam posisi netral (O). Leksem itu mempunyai anggota komponen makna yang lebih banyak daripada leksem lainnya. Bahkan, semua komponen makna dimiliki oleh leksem bawe. Oleh karena itu, leksem bawe menjadi superordinat dari leksemleksem lain yang mengandung makna membawa. Perhatikan contoh berikut. 200

7 RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN... Tu perempuan nyangkil bakul jamu. Perempuan itu menggendong bakul jamu. jungjung *kempit *jingjing Kalimat tersebut menyiratkan bahwa perempuan penjual jamu (gendong) sedang membawa bakul berisi jamu dengan cara menggendong. Bakul jamu sebagai objek yang dibawa mempunyai beban yang relatif berat dengan volume yang cukup besar. Oleh karena itu, kemungkinan yang dapat dilakukan oleh penjual itu untuk membawa bakul adalah dengan menggendong atau dengan meletakkan bakul di atas kepala ( menyunggi ). Berdasarkan uraian itu, pensubstitusian leksem jungjung pada kalimat itu berterima secara semantis karena terdapat kesesuaian makna di antara leksem jungjung itu sendiri dengan kalimat sebagai konteksnya. Bakul yang bebannya berat dan volumenya besar tidak akan mungkin dapat dibawa dengan cara dikepit atau dikempit. Selanjutnya, penggantian leksem jingjing ke dalam konteks kalimat itu juga tidak berterima. Hal itu disebabkan oleh komponen makna yang disiratkan oleh leksem jingjing itu, yaitu objek yang dibawa tidak terlalu berat dan volume yang juga tidak terlalu besar. Cara membawa benda itu dilakukan dengan memegang ujungnya (biasanya bertali bagian ujungnya). Jika leksem nyangkil disubstitusi dengan leksem bawe, kalimat itu menjadi Tu perempuan bawe bakul jamu Perempuan itu membawa bakul jamu. Penyulihan itu berterima karena makna leksem nyangkil sudah menyiratkan makna bawe membawa. Uraian kalimat di atas membuktikan bahwa di dalam leksem verba bahasa Melayu Betawi, hubungan peliputan menunjukkan pelibatan searah. Hal itu berarti bahwa suatu hiponim dalam suatu kalimat dapat disulih dengan hiperonimnya karena makna hiperonim secara tersirat sudah terkandung di dalam hiponimnya (Lyons, 1996: 326). Contoh kalimat berikut ini menyiratkan pemakaian leksem kempit, seperti: Die dateng cuman kempit bungkusan ( Dia datang hanya dengan mengempit bungkusan ). Jika leksem kempit dalam kalimat tersebut disulih dengan leksem bawe yang menjadi superordinat, kalimat itu akan menjadi Die dateng cuman bawe bungkusan ( Dia datang hanya membawa bungkusan ). Penyulihan pada contoh kalimat itu tidak menyiratkan makna leksem kempit, tetapi ada kemungkinan makna lain, yaitu bisa dengan jingjing menjinjing, bisa juga tengteng, atau leksem lain yang berarti membawa. Uraian tersebut membuktikan bahwa pelibatan searah itu tidak dapat diterapkan ke arah hiponimnya. Dengan kata lain, dalam suatu kalimat, leksem yang menjadi superordinat tidak selalu dapat disulih dengan hiponimnya. 2) Komponen Makna Pembeda Objek atau Benda Komponen makna bersama objek atau benda yang dibawa dapat diturunkan menjadi dua komponen makna pembeda. Kedua komponen makna tersebut dapat membedakan antara verba yang satu dan verba lainnya yang mengandung pengertian membawa. Kedua makna pembeda itu adalah (1) objek yang dibawa dapat berupa benda/barang; (2) objek yang dibawa berupa makhluk hidup (orang). Percontoh data verba bahasa Melayu Betawi yang mengandung objek berupa benda/ barang adalah jingjing, jungjung, kandut, kempit, kepit, pikul, dan tengteng. Sementara itu, leksem yang mengandung objek berupa makhluk hidup (orang) adalah dongdong dan sangkil. Berikut ini adalah contohnya: Die dongdong anaknye ke rume sakit. Dia membopong anaknya ke rumah sakit. Leksem dongdong dalam kalimat tersebut dapat disulih dengan leksem sangkil seperti: Die nyangkil anaknye ke rume sakit. Dia menggendong anaknya ke rumah sakit. Selain itu, leksem dongdong dalam kalimat itu juga dapat disulih dengan leksem bawe yang menjadi superordinatnya sehingga menjadi: Die ngebawe anaknye ke rume sakit. Dia membawa anaknya ke rumah sakit. 201

8 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: Paparan tersebut menggambarkan bahwa makna suatu hiponim, seperti dongdong dan nyangkil, sudah menyiratkan makna hiperonim atau superordinatnya. 3) Komponen Makna Pembeda Beban Objek Komponen makna bersama beban objek dapat diturunkan menjadi dua kelompok komponen makna pembeda yang membedakan antara verba yang mengandung makna membawa yang satu dan lainnya. Kedua komponen makna pembeda itu adalah: (1) beban objek yang dibawa relatif ringan; (2) beban objek yang dibawa relatif berat. Percontoh data leksem bahasa Melayu Betawi yang mengandung komponen makna beban objek relatif ringan adalah jingjing, tengteng, kandut, kempit, kepit, kewengkeweng, sandang, dan bawe. Sementara itu, leksem yang mengandung komponen makna beban objek relatif berat adalah dongdong, sangkil, pikul, dan bawe. Berikut ini diberikan contoh kalimat yang mengandung leksem tersebut. Mpok Ati ngempit tasnye. Kak Ati mengempit tasnya. Kalimat tersebut dapat disulih dengan leksem jinjing menjadi Mpok Ati njinjing tasnye. Kak Ati menjinjing tasnya. 4) Komponen Makna Pembeda Alat Bantu Komponen makna bersama alat bantu dapat diturunkan menjadi dua komponen makna pembeda, yaitu kedua komponen makna tersebut adalah: (1) tidak adanya alat bantu ketika membawa benda, (2) adanya alat bantu ketika membawa benda. Sementara itu, komponen makna pembeda alat bantu masih dapat diturunkan menjadi dua, yaitu (a) alat bantu berupa kain dan (b) alat bantu berupa kayu dan tali. Percontoh data verba bahasa Melayu Betawi yang mengandung komponen makna pembeda yang berupa tanpa alat bantu ketika melakukan aktivitas membawa adalah: dongdong, jingjing, jungjung, kempit, kepit, kewengkeweng, sandang, dan tengteng. Sementara itu, leksem yang mengandung komponen makna pembeda adanya alat bantu berupa kain adalah kandut, sedangkan yang mengandung komponen makna pembeda adanya alat bantu berupa kayu dan tali adalah leksem pikul. Dari uraian itu tampak bahwa leksem bawe tidak masuk dalam klasifikasi karena leksem itu merupakan superordinat dari semua leksem verba membawa. 5) Komponen Makna Pembeda Posisi Benda Komponen makna bersama posisi benda dapat diturunkan menjadi tujuh komponen makna pembeda. Ketujuh komponen makna tersebut adalah: (1) posisi benda yang dibawa di atas kepala, (2) posisi benda yang dibawa di depan dada, (3) posisi benda yang dibawa di depan perut, (4) posisi benda yang dibawa di sisi pinggang, (5) posisi benda yang dibawa di atas bahu, (6) posisi benda yang dibawa di sisi badan, dan (7) posisi benda yang dibawa di bawah ketiak. Ketujuh komponen makna pembeda itu bersifat spesifik dan membedakan antara verba yang satu dan verba lainnya yang mengandung makna membawa. Percontoh data verba bahasa Melayu Betawi yang mengandung komponen makna pembeda posisi benda di atas kepala adalah leksem jungjung. Leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi benda yang dibawa di depan dada adalah leksem dongdong; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi benda yang dibawa di depan perut adalah kandut; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi benda yang dibawa di sisi pinggang adalah sangkil; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi benda yang dibawa di atas bahu adalah sandang; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi benda yang dibawa di sisi badan adalah jingjing, kewengkeweng, dan pikul; leksem yang mengandung komponen 202

9 RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN... makna pembeda posisi benda yang dibawa di bawah ketiak adalah kempit dan kepit. 6) Komponen Makna Pembeda Posisi Tangan Komponen makna bersama posisi tangan dapat diturunkan menjadi enam komponen makna pembeda. Keenam komponen makna tersebut adalah: (1) posisi tangan ketika membawa benda berada di atas kepala, (2) posisi tangan ketika membawa benda berada di atas bahu, (3) posisi tangan ketika membawa benda berada di depan dada, (4) posisi tangan ketika membawa benda berada di depan perut, (5) posisi tangan ketika membawa benda berada di sisi badan dan terjulur ke bawah, dan (6) posisi tangan ketika membawa benda berada di sisi pinggang. Keenam komponen makna pembeda tersebut membedakan verba yang satu dengan verba yang lain yang berada dalam satu wilayah makna membawa. Percontoh data leksem verba bahasa Melayu Betawi yang mengandung komponen makna pembeda posisi tangan di atas kepala adalah leksem jungjung; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi tangan di atas bahu adalah sangkil dan pikul; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi tangan di depan dada adalah dongdong; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi tangan di depan perut adalah kandut; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi tangan di sisi pinggang adalah sangkil; leksem yang mengandung komponen makna pembeda posisi tangan di sisi badan dan terjulur ke bawah adalah jingjing, kempit, kepit, kewengkeweng, dan tengteng. 7) Komponen Makna Pembeda Cara Membawa Komponen makna bersama cara membawa dapat diturunkan menjadi delapan komponen makna pembeda. Kedelapan komponen makna itu bersifat spesifik dan membedakan antara verba yang satu dan verba yang lain yang berada dalam satu wilayah makna membawa. Kedelapan komponen makna yang dimaksud adalah (1) cara membawa dilakukan dengan mendekap ; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah dongdong; (2) cara membawa dilakukan dengan menggendong ; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah kandut; (3) cara membawa dilakukan dengan menggenggam ujung benda ; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah jingjing, kewengkeweng, dan tengteng; (4) cara membawa dilakukan dengan mengepit di antara badan dan lengan ; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah kempit dan kepit; (5) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di atas kepala ; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah jungjung; (6) cara membawa dilakukan dengan bergantung di kayu dan kayu ; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah pikul; (7) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di atas bahu ; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah sandang; (8) cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di samping pinggang ; leksem yang dihasilkan dengan cara membawa seperti itu adalah sangkil. 3.2 Analisis Komponen Makna Teori komponen makna dapat digunakan untuk membuktikan dan mengetahui bahwa seperangkat verba bahasa Melayu Betawi yang berada dalam wilayah makna membawa tersebut merupakan kelompok generik atau spesifik dan leksem yang menduduki tataran tertinggi atau terendah. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa beberapa leksem yang berada dalam satu wilayah makna yang saling berdekatan itu mempunyai hubungan sinonimi atau hiponimi. Komponen makna dalam setiap pasangan leksem yang berdekatan kandungan maknanya perlu dikembangkan secara terbuka, yaitu dapat ditambah atau diperluas menurut keperluan analisis sehingga relasi makna antaranggota tiap pasangan menjadi jelas, seperti terlihat pada tabel berikut. 203

10 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: Tabel I Komponen Makna Verba Bahasa Melayu Betawi yang Menyatakan Makna 'Membawa' Lanjutan tabel Keterangan: Kpl= Kepala; Tng=Tangan; Dda=Dada; Prt=Perut; Bhu=Bahu; Ktik=Ketiak; Bnd=Benda; Org=Orang; Pnggng=Pinggang bawe dongdong jingjing jungjung kandut kempit kepit kewengkeweng pikul sandang sangkil tengteng No. Komponen Makna Leksem Alat Bantu Posisi Benda Tak Ada Kain Kayu Atas kepala Depan Dada Depan Perut Sisi Badan atas Bahu Bawah Ketiak Lanjutan tabel bawe dongdong jingjing jungjung kandut kempit kepit kewengkeweng pikul sandang sangkil tengteng No. Komponen Makna Leksem Organ Tubuh Benda Kpl Tng Dda Prt Bhu Ktiak Pnggng Org Bnd Jumlah Benda Berat Ringan bawe dongdong jingjing jungjung kandut kempit kepit kewengkeweng pikul sandang sangkil tengteng No. Komponen Makna Leksem Posisi Tangan Atas Kepala Depan Dada Atas Bahu Depan Perut Pinggang Terjulur ke Bawah

11 RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN... Lanjutan tabel No Komponen Makna Leksem bawe dongdong jingjing jungjung kandut kempit kepit kewengkeweng pikul sandang sangkil tengteng Didekap Digendong Digenggam Dijepit Cara Membawa Di Atas Kepala Tergantung di Bahu Di Atas Bahu Di Sisi Pinggang Tabel komponen makna tersebut menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan di antara kedua belas leksem verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna membawa. Berikut ini deskripsi komponen makna verba yang menyatakan makna membawa tersebut. (1) Leksem verba bawe mempunyai komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, ada atau tidak adanya komponen makna seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu kepala, dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; benda yang dibawa berupa barang atau orang; jumlah beban yang dibawa bisa berat/ringan; cara membawa bisa tanpa alat bantu dan dengan alat bantu; posisi benda yang dibawa bisa berada di atas kepala, depan dada, depan perut, sisi badan, atas bahu, dan di bawah ketiak; posisi tangan ketika membawa bisa berada di atas kepala, depan dada, atas bahu, depan perut, pinggang, dan terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dapat dilakukan dengan didekap, digendong, digenggam (ujungnya), dijepit (di antara badan dan lengan), di atas kepala, tergantung di kayu dan bahu, di atas bahu, di samping pinggang. (2) Leksem verba dongdong mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya leksem tersebut mempunyai komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu dada; benda yang dibawa dapat berupa orang atau barang; jumlah beban yang dibawa relatif berat; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di depan dada; posisi tangan ketika membawa berada di depan dada; cara membawa benda itu dengan didekap. Leksem verba dongdong juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya leksem tersebut tidak mempunyai komponenkomponen makna, seperti: aktivitas membawa tidak berhubungan dengan kepala, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; benda yang dibawa berupa barang; berat benda ringan; menggunakan alat bantu kain, menggunakan alat bantu tali dan kayu; posisi benda di atas kepala, di depan perut, di sisi badan, di atas bahu, dan di bawah ketiak; posisi tangan di atas kepala, di atas bahu, di depan perut, di pinggang, dan terjulur ke bawah; cara membawa dengan digendong, digenggam ujungnya, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, bergantung pada bahu, di atas bahu, dan di samping pinggang. (3) Leksem verba jingjing mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponenkomponen makna, seperti organ 205

12 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu tangan; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di sisi badan; posisi tangan ketika membawa barang terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dipegang atau digenggam ujungnya. Leksem verba jingjing juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti (1) aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ kepala, dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; (2) benda yang dibawa berupa orang; (3) benda yang dibawa relatif berat; (4) menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; (5) posisi benda di atas kepala, di depan dada, depan perut, atas bahu, dan di bawah ketiak; (6) posisi tangan di atas kepala, di depan dada, di atas bahu, di depan perut, di sisi pinggang; (7) cara membawa dengan didekap, digendong, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung pada bahu, di atas bahu, dan di samping pinggang. (4) Leksem verba jungjung mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponenkomponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu kepala; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa dapat berat/ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di atas kepala; posisi tangan ketika membawa berada di atas kepala memegang benda; cara membawa dilakukan dengan meletakkan benda di atas kepala. Leksem verba jungjung juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang. Benda yang dibawa berupa orang; jumlah beban yang dibawa bisa relatif berat/ringan; menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; posisi benda berada di depan dada, depan perut, sisi badan, bahu atas dan bawah ketiak; posisi tangan berada di depan dada, atas bahu, depan perut, pinggang, dan terjulur ke bawah; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, terjepit, tergantung pada kayu dan bahu, tergantung di bahu, di samping pinggang. (5) Leksem verba kandut mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponenkomponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu perut; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa ringan; cara membawa dengan alat bantu berupa kain; posisi benda yang dibawa berada di depan perut; posisi tangan ketika membawa terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan digendong. Leksem verba kandut juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, bahu, ketiak, dan pinggang. Benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif berat; menggunakan alat bantu tali dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, sisi badan, atas bahu, bawah ketiak, posisi tangan berada di atas kepala, depan dada, atas bahu, depan perut, pinggang; cara membawa dengan didekap, digenggam ujungnya, dijepit antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung di bahu dan kayu, tergantung di bahu, di samping pinggang. (6) Leksem verba kempit mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponenkomponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu ketiak; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; 206

13 RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN... posisi benda yang dibawa berada di bawah ketiak; posisi tangan ketika membawa terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dijepit di antara badan dan tangan/ lengan. Leksem verba kempit juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, perut, bahu, dan pinggang. Benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif berat; menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, sisi badan, dan atas bahu; posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, di atas bahu, depan perut, pinggang; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, di atas kepala, tergantung pada bahu dan kayu, tergantung di bahu, di samping pinggang. (7) Leksem verba kepit mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponenkomponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu ketiak; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di bawah ketiak; posisi tangan ketika membawa terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dijepit di antara badan dan tangan/ lengan. Leksem verba kepit juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, perut, bahu, dan pinggang; benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif berat; menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, sisi badan, dan atas bahu; posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, di atas bahu, depan perut, pinggang; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, di atas kepala, tergantung pada bahu dan kayu, tergantung di bahu, di samping pinggang. (8) Leksem verba kewengkeweng mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponenkomponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu tangan; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di sisi badan; posisi tangan ketika membawa barang terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dipegang atau digenggam ujungnya. Leksem verba kewengkeweng juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti (1) aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ kepala, dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; (2) benda yang dibawa berupa orang; (3) benda yang dibawa relatif berat; (4) menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; (5) posisi benda di atas kepala, di depan dada, depan perut, atas bahu, dan di bawah ketiak; (6) posisi tangan di atas kepala, di depan dada, di atas bahu, di depan perut, di sisi pinggang; (7) cara membawa dengan didekap, digendong, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung pada bahu, di atas bahu, dan di samping pinggang. (9) Leksem verba pikul mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponenkomponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu bahu; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif berat; cara membawa dengan alat bantu tali dan pikulan kayu; posisi benda yang dibawa berada di samping badan; posisi tangan ketika membawa berada di atas bahu memegang 207

14 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: pikulan; cara membawa benda itu dengan digantung di bahu dan kayu pikulan. Leksem verba pikul juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, perut, ketiak, dan pinggang. Benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif ringan; tidak menggunakan alat bantu kain; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, atas bahu, dan bawah ketiak; posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, di depan perut, pinggang, dan terjulur ke bawah; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, di atas bahu, di samping pinggang. (10) Leksem verba sandang mengandung komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu bahu; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di atas bahu; posisi tangan ketika membawa berada di atas bahu; cara membawa benda itu dengan diletakkan di atas bahu. Leksem verba sandang juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, dada, perut, ketiak, dan pinggang; benda yang dibawa berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif berat; menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, sisi badan, bawah ketiak, posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, depan perut, pinggang, terjulur ke bawah; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, di atas kepala, di atas bahu; di samping pinggang. (11) Leksem verba sangkil mengandung komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu pinggang; benda yang dibawa berupa barang atau orang; jumlah beban yang dibawa relatif berat/ringan; cara membawa dengan alat bantu kain; posisi benda yang dibawa berada di pinggang; posisi tangan ketika membawa di pinggang; cara membawa benda itu dengan bergantung atau diletakkan di samping pinggang. Leksem verba sangkil juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti aktivitas membawa tidak berhubungan dengan organ: kepala, tangan, dada, perut, bahu, dan ketiak; benda yang dibawa dapat berupa orang; beban yang dibawa bisa relatif ringan; menggunakan alat bantu tali dan kayu; posisi benda berada di atas kepala, depan dada, depan perut, atas bahu, bawah ketiak; posisi tangan di atas kepala, berada di depan dada, di atas bahu, depan perut, dan berjulur ke bawah; cara membawa dengan didekap, digendong, digenggam ujungnya, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung pada bahu dan kayu, di atas bahu. (12) Leksem verba tengteng mengandung komponenkomponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem itu mempunyai komponenkomponen makna, seperti organ tubuh yang berhubungan dengan membawa, yaitu tangan; benda yang dibawa berupa barang; jumlah beban yang dibawa relatif ringan; cara membawa tanpa alat bantu; posisi benda yang dibawa berada di sisi badan; posisi tangan ketika membawa barang terjulur ke bawah; cara membawa benda itu dengan dipegang atau digenggam ujungnya. Leksem verba tengteng juga mempunyai komponen makna dengan tanda (), yang artinya, leksem tersebut tidak mempunyai komponen makna, seperti (1) aktivitas 208

15 RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN... membawa tidak berhubungan dengan organ kepala, dada, perut, bahu, ketiak, dan pinggang; (2) benda yang dibawa berupa orang; (3) benda yang dibawa relatif berat; (4) menggunakan alat bantu kain, tali, dan kayu; (5) posisi benda di atas kepala, di depan dada, depan perut, atas bahu, dan di bawah ketiak; (6) posisi tangan di atas kepala, di depan dada, di atas bahu, di depan perut, di sisi pinggang; (7) cara membawa dengan didekap, digendong, dijepit di antara badan dan lengan, di atas kepala, tergantung pada bahu, di atas bahu, dan di samping pinggang. Berdasarkan deskripsi komponen makna yang dikandung oleh leksem verba bahasa Melayu Betawi yang menyatakan makna membawa itu, dapat diketahui ada dua pasang leksem yang mempunyai komponen makna yang sama. Kedua pasang leksem yang mempunyai komponen makna yang sama itu merupakan dua pasang leksem yang bersinonim. Leksemleksem itu adalah (1) leksem jingjing, leksem tengteng, leksem kewengkeweng; (2) leksem kempit dan leksem kepit. Selanjutnya, leksem yang berdiri sendiri dengan komponen makna yang berbeda adalah leksem: dongdong, jungjung, kandut, pikul, sandang, dan sangkil. Sementara itu, leksem bawe mempunyai unsur komponen makna lebih banyak dari leksem lainnya sehingga leksem bawe itu merupakan superordinat dari dua pasang leksem yang bersinonim dan leksemleksem lain. Oleh karena itu, leksem bawe dapat dikatakan berhipernim dengan leksem dongdong, jungjung, kandut, pikul, sandang, sangkil, jingjing, tengteng, kewengkeweng, kempit, dan kepit. 3.3 Hubungan Kehiponiman Bagan Kehiponiman Verba Bahasa Melayu Betawi yang Berkaitan dengan Aktivitas Membawa Hubungan kehiponiman mengisyaratkan adanya struktur hierarki kosakata yang susunannya dapat bercabang dan dapat pula tidak. Sehubungan dengan hal itu, verba bahasa Melayu Betawi yang berkaitan dengan makna membawa dapat memperlihatkan susunan hierarki kosakata, seperti yang tampak pada bagan kehiponiman berikut. organ bukan tangan kepala (jungjung) dada (dongdong) perut (kandut) bawe ketiak (kempit; kepit) pinggang (sangkil) bahu jingjing dengan alat bantu (pikul) tanpa alat bantu (sandang) organ tangan kewengkeweng tengteng 209

16 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: Bagan kehiponiman verba membawa dalam bahasa Melayu Betawi itu dapat dideskripsikan sebagai berikut. Leksem verba jungjung berhiponim dengan leksem bawe. Relasi hiponim bersifat searah sehingga leksem bawe bukan berhiponim dengan jungjung, melainkan berhipernim. Dengan kata lain, leksem bawe adalah superordinat dari leksem jungjung. Hubungan kehiponiman itu berdasarkan klasifikasi makna umum, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem jungjung mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ kepala (benda diletakkan di atas kepala). Leksem verba dongdong berhiponim dengan leksem bawe. Hubungan antara leksem itu dan leksem bawe adalah hubungan kehiponiman. Leksem dongdong merupakan hiponimnya, sedangkan leksem bawe merupakan superordinatnya. Penentuan kehiponiman itu berdasarkan klasifikasi makna umum yang dikandung oleh setiap leksem, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem dongdong ini mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ dada (benda diletakkan di depan dada dengan bertumpu pada dua tangan). Leksem verba kandut berhiponim dengan leksem bawe. Hubungan antara leksem itu dan leksem bawe adalah hubungan kehiponiman. Leksem kandut merupakan hiponimnya, sedangkan leksem bawe merupakan superordinatnya. Penentuan kehiponiman itu berdasarkan klasifikasi makna umum yang dikandung oleh setiap leksem, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem kandut ini mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ perut (benda diletakkan di depan perut). Leksem verba sangkil berhiponim dengan bawe. Hubungan antara leksem itu dan leksem bawe atau keting adalah hubungan kehiponiman. Leksem sangkil merupakan hiponimnya, sedangkan leksem bawe merupakan superordinatnya. Penentuan kehiponiman itu berdasarkan pada klasifikasi makna umum yang dikandung oleh setiap leksem, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem sangkil ini mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ pinggang (benda diletakkan di samping pinggang). Leksem verba pikul dan sandang berhiponim dengan leksem bawe. Hubungan antara leksem itu dan leksem bawe adalah hubungan kehiponiman. Leksem pikul dan sandang merupakan hiponimnya, sedangkan leksem bawe merupakan superordinatnya. Penentuan kehiponiman itu berdasarkan klasifikasi makna umum yang dikandung oleh setiap leksem, yaitu aktivitas membawa yang berhubungan dengan organ tubuh bukan tangan. Leksem pikul dan sandang ini mengandung makna bahwa aktivitas membawa berkaitan dengan organ bahu. Meskipun leksem pikul dan sandang mempunyai komponen makna yang sama, yaitu organ bahu, di dalam bagan kedua leksem itu terpisah atau berada dalam dua cabang dan posisi yang sejajar. Pemisahan itu terjadi karena adanya komponen makna yang lain, yaitu ada atau tidaknya makna alat bantu yang berhubungan dengan verba tersebut. Verba pikul mengandung komponen makna memerlukan alat bantu yang berupa tali dan kayu. Sementara itu, verba sandang mengandung komponen makna tidak memerlukan alat bantu. Selain hubungan itu, juga terdapat hubungan sejajar di antara leksemleksem yang berada dalam tataran yang lebih rendah. Hubungan sejajar itu adalah hubungan antara leksem jungjung dan leksem dongdong, leksem dongdong dan leksem kandut, dan leksem kandut dengan leksem sangkil. Hubungan yang sejajar di antara leksemleksem itu disebut kohiponim. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara leksem jungjung, dongdong, kandut, dan sangkil merupakan kohiponim. Masih berkaitan dengan klasifikasi organ bukan tangan, bagan tersebut memperlihatkan bahwa leksem kempit dan kepit berada dalam satu cabang garis di bawah organ tubuh ketiak. Hal itu menunjukkan bahwa hubungan 210

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1 Pengantar Di dalam bab ini akan disajikan mengenai teori medan makna oleh Leech (1983), pengertian kehiponiman yang dikemukakan oleh Lyons (1977), Verhaar (1978) dan teori yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat sekitar. Ada dua cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara semantis, setiap satuan lingual memiliki hubungan dengan satuan lingual lain. Hubungan tersebut berupa hubungan makna atau disebut juga relasi makna.

Lebih terperinci

Kinanti Putri Utami ( ) Makalah Akhir Semester Semantik dan Pragmatik Indonesia

Kinanti Putri Utami ( ) Makalah Akhir Semester Semantik dan Pragmatik Indonesia Kinanti Putri Utami (0606085410) Makalah Akhir Semester Semantik dan Pragmatik Indonesia HIERARKI TAKSONOMI DARI VERBA Leksem-leksem atau kata-kata dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan dalam suatu kategori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya permasalahan kategori ini sehingga tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS. Verba kehiponiman..., Erlin Rissa Ariyani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 3 ANALISIS. Verba kehiponiman..., Erlin Rissa Ariyani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 3 ANALISIS 3.1 Pengantar Bab ini berisi analisis kata obah bergerak yang telah dikumpulkan sebagai data dan dikelompokkan berdasarkan kelompoknya masing-masing. Setelah data diperoleh, penulis terlebih

Lebih terperinci

LEKSEM BERMAKNA MENGELUPAS DALAM BAHASA JAWA

LEKSEM BERMAKNA MENGELUPAS DALAM BAHASA JAWA HUMANIORA Sri Nardiati, Leksem Bermakna Mengelupas dalam Bahasa Jawa VOLUME 17 No. 2 Juni 2005 Halaman 179-187 LEKSEM BERMAKNA MENGELUPAS DALAM BAHASA JAWA Sri Nardiati* ABSTRAK The paper describes a group

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia merupakan bahasa daerah yang paling banyak pemakainya. Hal ini disebabkan karena dari seluruh jumlah penduduk

Lebih terperinci

KOMPONEN MAKNA KATA DASAR VERBA YANG MEMILIKI RELASI MAKNA MENAMPAKKAN INTISARI

KOMPONEN MAKNA KATA DASAR VERBA YANG MEMILIKI RELASI MAKNA MENAMPAKKAN INTISARI KOMPONEN MAKNA KATA DASAR VERBA YANG MEMILIKI RELASI MAKNA MENAMPAKKAN Wahyu Setiyowati*), Drs. M. Hermintoyo, M.Pd., Drs. Mujid F Amin, M.Pd. Program Strata-1 Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian Pustaka ini dilakukan dengan penelusuran atas penelitian sebelumnya, mengenai relasi makna yang membahas relasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada

Lebih terperinci

THE CATEGORIZING OF MEANING OF MEMBAWA IN BONAI LANGUAGE OF ULAKPATIAN DIALECT. Zainal Abidin

THE CATEGORIZING OF MEANING OF MEMBAWA IN BONAI LANGUAGE OF ULAKPATIAN DIALECT. Zainal Abidin PEMERINGKATAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA BONAI DIALEK ULAKPATIAN THE CATEGORIZING OF MEANING OF MEMBAWA IN BONAI LANGUAGE OF ULAKPATIAN DIALECT Zainal Abidin Balai Bahasa Riau Kementerian Pendidikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kata yang tepat di dalam sebuah tuturan diperlukan guna terciptanya saling kesepahaman diantara penutur seperti yang diungkapkan oleh Leech, (2003: 16),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA VERBA MEMBAWA DALAM BAHASA DAYAK KAYONG

MEDAN MAKNA VERBA MEMBAWA DALAM BAHASA DAYAK KAYONG MEDAN MAKNA VERBA MEMBAWA DALAM BAHASA DAYAK KAYONG Sunarti, Hotma Simanjuntak, dan Paternus Hanye Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak e-mail: sunartizuzun@rocketmail.com

Lebih terperinci

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa.

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. SEMANTIK Pengantar Linguistik Umum 3 November 2014 APAKAH SEMANTIK ITU? 1 2 Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. Menurut Ogden & Richards (1923), makna tanda bahasa dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN)

ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) Bakdal Ginanjar Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan

BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Relasi Makna Relasi makna meliputi sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, meronim, member-collection, dan portion-mass

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinonimi adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun, memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata atau padanan kata.

Lebih terperinci

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS Endang Sri Maruti marutiendang@gmail.com Universitas PGRI Madiun Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan beberapa bentuk relasi makna

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan Negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan

Lebih terperinci

BENTUK KATA DAN MAKNA

BENTUK KATA DAN MAKNA BENTUK DAN MAKNA BENTUK KATA DAN MAKNA 1. FONEM bunyi bahasa yang membedakan arti/ makna Contoh : /apēl/ dan /apəl/ /mental/ dan /məntal/ /s/ayur - /m/ayur /s/ : /m/ Fonem ada dua : Konsonan dan Vokal

Lebih terperinci

KOMPONEN MAKNA LEKSEM BERKONSEP EMPON-EMPON DALAM BAHASA JAWA

KOMPONEN MAKNA LEKSEM BERKONSEP EMPON-EMPON DALAM BAHASA JAWA KOMPONEN MAKNA LEKSEM BERKONSEP EMPON-EMPON DALAM BAHASA JAWA MEANING COMPONENT OF LEXEM THAT HAS EMPON-EMPON CONCEPT IN JAVANESE Sri Nardiati Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta Jalan I Dewa Nyoman

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN SINONIMI DAN HIPONIMI PADA LAGU ANAK-ANAK KARYA IBU SUD

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN SINONIMI DAN HIPONIMI PADA LAGU ANAK-ANAK KARYA IBU SUD ANALISIS PENANDA HUBUNGAN SINONIMI DAN HIPONIMI PADA LAGU ANAK-ANAK KARYA IBU SUD NASKAH PUBLIKASI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat sarjana S-I Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA PERALATAN RUMAH TANGGA DALAM BAHASA TALANG MAMAK DIALEK LANGKAH LAMA DI RIAU. Elvina Syahrir

MEDAN MAKNA PERALATAN RUMAH TANGGA DALAM BAHASA TALANG MAMAK DIALEK LANGKAH LAMA DI RIAU. Elvina Syahrir MEDAN MAKNA PERALATAN RUMAH TANGGA DALAM BAHASA TALANG MAMAK DIALEK LANGKAH LAMA DI RIAU Elvina Syahrir Balai Bahasa Provinsi Riau Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Binawidya, Kompleks Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 42 5.1 KESIMPULAN... 42 5.2 SARAN... 43 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok

Lebih terperinci

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak

Lebih terperinci

BENTUK SINONIMI KATA DALAM NOVEL KOLEKSI KASUS SHERLOCK HOLMES KARYA SIR ARTHUR CONAN DOYLE NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BENTUK SINONIMI KATA DALAM NOVEL KOLEKSI KASUS SHERLOCK HOLMES KARYA SIR ARTHUR CONAN DOYLE NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan BENTUK SINONIMI KATA DALAM NOVEL KOLEKSI KASUS SHERLOCK HOLMES KARYA SIR ARTHUR CONAN DOYLE NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp

TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp DIMENSI DAN KOMPONEN MAKNA MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIAYANG BERCIRI (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA) Bakdal Ginanjar 1, D. Edi Subroto 2, Sumarlam 2 1 Magister Linguistik Deskriptif Program PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

Edukasi & Soslal. Jurnal llmiah. Persatuan Guru Republik lndonesia. Pasuruan. Sekolah Tinggi Keguruan llmu Pendidikan.

Edukasi & Soslal. Jurnal llmiah. Persatuan Guru Republik lndonesia. Pasuruan. Sekolah Tinggi Keguruan llmu Pendidikan. Jurnal llmiah Edukasi & Soslal Ditenbitkan oleh Sekolah Tinggi Keguruan llmu Pendidikan Persatuan Guru Republik lndonesia Pasuruan Jurnal llmiah Edukasi & Sosial JURNAL ILMIAH EDUKASI & SOSIAL Journal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata.

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Kumpulan kata mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Di dalam bab ini, peneliti membahas mengenai metode dan teknik yang digunakan untuk meneliti bahasa Argot yang terdapat pada novel Une Seconde Chance karya Patrick Cauvin.

Lebih terperinci

BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 16 Nomor 1 Januari ISSN :

BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 16 Nomor 1 Januari ISSN : RELASI LEKSIKAL PADA LEKSEM EMOSI DALAM NOVEL PULANG KARANGAN TERE LIYE (Suatu Kajian Semantik) Windi Eliyanti Universitas Negeri Jakarta windieliyanti@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN

SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN KONTEKS BAHASA ACEH BESAR Isda Pramuniati Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Hubungan Semantik dengan kehidupan manusia sangat dekat

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA VERBA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK SINTANG

MEDAN MAKNA VERBA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK SINTANG MEDAN MAKNA VERBA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK SINTANG Jatu Perwitosari, Ahadi Sulissusiawan, Firman Susilo Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak E-mail: jatuperwitosari21@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sarana komunikasi utama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, manusia mengungkapkan gagasan, perasaan, pendapat dan informasi. Bahasa pula

Lebih terperinci

MEANING DALAM PENERJEMAHAN OLEH MOH. FATAH YASIN

MEANING DALAM PENERJEMAHAN OLEH MOH. FATAH YASIN MEANING DALAM PENERJEMAHAN OLEH MOH. FATAH YASIN Mencermati masalah makna dalam studi bahasa adalah kegiatan yang sangat penting karena makna tidak dapat dilepaskan dari kegiatan berbahasa sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat yang

Lebih terperinci

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) Doretha Amaya Dhori 1, Wahyudi Rahmat², Ria Satini² 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Kania Pratiwi Sakura Ridwan Aulia Rahmawati Abstrak. Penelitian ini bertujuan memahami secara

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia 126 BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan dan rumusan masalah dalam bab 1. Struktur wacana

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA VERBA BERJALAN DALAM BAHASA MELAYU DIALEK SAMBAS

MEDAN MAKNA VERBA BERJALAN DALAM BAHASA MELAYU DIALEK SAMBAS MEDAN MAKNA VERBA BERJALAN DALAM BAHASA MELAYU DIALEK SAMBAS Lily, Firman Susilo, Amriani Amir Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Email: lily_zurman89@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS. Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS. Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat medan makna aktivitas memasak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya

Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya Oleh Masduki (dosen sastra Inggris Universitas Trunojoyo, e-mail: masdukiunijoyo@yahoo.com) Abstract Relation of meaning constitutes as

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program

CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Strata 1 Program 2013 DISCOURSE ANALYSIS OF VERBAL HUMOR BY INDONESIAN MALE STAND-UP COMEDIANS Semilia Kumbini 1301037215

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Banyak sekali cara untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Banyak sekali cara untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah alat komunikasi yang vital. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi, mengajak, menciptakan dan memelihara suatu hubungan dengan orang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN TESIS OLEH NOVITA SARI NIM: 127009023/LNG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Sunda (BS)1) memiliki kedudukan dan fungsi tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). Di samping

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MENGGORENG) DALAM BAHASA PERANCIS. Nurilam Harianja. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan ABSTRACT

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MENGGORENG) DALAM BAHASA PERANCIS. Nurilam Harianja. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan ABSTRACT MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MENGGORENG) DALAM BAHASA PERANCIS Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan ABSTRACT This thesis, which is entitled as Medan Makna Aktivitas Memasak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud, gagasan atau suatu ide yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB 3. Metodologi Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode

BAB 3. Metodologi Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode 29 BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode kualitatif yang bersifat deskriptif yang digunakan untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bahasa adalah suatu simbol bunyi yang dihasilkan oleh indera pengucapan manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi sangat berperan

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA PERALATAN DAPUR MASYARAKAT ROKAN HULU. Elvina Syahrir Balai Bahasa Provinsi Riau Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru Pos-el:

MEDAN MAKNA PERALATAN DAPUR MASYARAKAT ROKAN HULU. Elvina Syahrir Balai Bahasa Provinsi Riau Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru Pos-el: MEDAN MAKNA PERALATAN DAPUR MASYARAKAT ROKAN HULU Elvina Syahrir Balai Bahasa Provinsi Riau Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru 28293 Pos-el: Abstract This research discusses about semantic field

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. 1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. Dalam interaksi sosial masyarakat Jawa, lebih cenderung menggunakan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti BAB II TINJAUAN PUSTAKA Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur an sudah pernah diteliti oleh peneliti- peneliti sebelumnya antara lain tentang analisis makna kata Ruh oleh Uswatun Hasanah (990704023),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti. Bahasa dan masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

RELASI SEMANTIS KATA-KATA BERMAKNA DASAR JATUH DALAM BAHASA INDONESIA

RELASI SEMANTIS KATA-KATA BERMAKNA DASAR JATUH DALAM BAHASA INDONESIA RELASI SEMANTIS KATA-KATA BERMAKNA DASAR JATUH DALAM BAHASA INDONESIA Ririn, Setyadi, Amin SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia dan selalu diperlukan dalam setiap kegiatan. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat komunikasi karena dengan bahasa kita dapat bertukar pendapat, gagasan dan ide yang kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki keanekaragaman yang unik dan memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. Pada dasarnya bahasa

Lebih terperinci

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Kekuatan otot adalah tenaga, gaya, atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Otot-otot tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

SAWERIGADING. Volume 15 No. 2, Agustus 2009 Halaman

SAWERIGADING. Volume 15 No. 2, Agustus 2009 Halaman SAWERIGADING Volume 15 No. 2, Agustus 2009 Halaman 286 294 ANALISIS LEKSEM YANG MENYATAKAN MAKNA RASA PADA PERUT DALAM BAHASA MANDAR (Lexem Analysis Which is Showing that expresses the Sense of Feeling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci