BAB II KAJIAN PUSTAKA. Late onset hypogonadism (LOH), juga dikenal sebagai sindrom defisiensi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Late onset hypogonadism (LOH), juga dikenal sebagai sindrom defisiensi"

Transkripsi

1 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hipogonad Definisi Late onset hypogonadism (LOH), juga dikenal sebagai sindrom defisiensi testosteron terkait usia atau disebut juga sebagai andropause merupakan sebuah sindrom yang terjadi pada pria akibat turunnya produksi hormon testosteron, yang sejalan dengan bertambahnya usia dan ditandai dengan gejala defisiensi testosteron. Penurunan serum testosteron terjadi oleh karena kegagalan hipotalamus untuk mensekresikan gonadotropin releasing hormon (GnRH), dan peningkatan sensitifitas dari hipotalamus-pituitari untuk melakukan feedback negatif efek dari testosteron. Perubahan yang memperbesar kejadian hipogonad terjadi pada hipotalamus dan testis. Penuaan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada organ-organ reproduksi berupa berkurangnya ukuran dan fungsi dari ovarium, labia, rahim, penis dan testis (Klentze, 2003). Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormon dan akan mempengaruhi organ targetnya. Kadar serum testosteron pria muda yang sehat berada pada kisaran (9,8-10,4 nmol/l) (Harman et al., 2001). Penurunan kadar serum testosteron merupakan keadaan yang berkaitan dengan proses penuaan yang terjadi secara bertahap, sehingga mengakibatkan 8

2 9 terjadi penurunan sekitar 1-2% per tahun (Araujo et al., 2004). Penurunan drastis dari kadar testosteron bioavailable (hingga 50%) dan testosteron bebas biasanya terjadi setelah usia 30 tahun (Kalra et al., 2010). Pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 0,8-1,6% per tahun ketika memasuki usia sekitar 40 tahun. Saat mencapai usia 70 tahun, pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah sebanyak 35% dari kadar semula (Nieschlag et al., 2005). Temuan dari Baltimore Longitudinal Study of Aging (2006), menunjukkan bahwa 30% pria pada dekade kedelapan memiliki nilai total testosteron dalam rentang hipogonadisme (6,9-10,4 nmol/l), dan 50% memiliki nilai testosteron bebas yang rendah (0,17-0,31 nmol/l), serta diperkirakan kasus baru LOH terjadi setiap tahun di Amerika Serikat (Goldenberg, 2011). Masa andropause dapat terjadi oleh karena kegagalan testis (hipogonadisme primer), hipofisis dan kegagalan hipotalamus (hipogonadisme sekunder), serta disfungsi yang berkaitan dengan usia (umumnya kombinasi hipogonadisme primer dan sekunder). Penyebab paling umum dari hipogonadisme primer termasuk sindrom klineferter, distrofi myotonic, anorchidism bawaan, dan radiasi atau kemoterapi. Penyebab dari hipogonadisme sekunder meliputi sindrom kallman dan idiopatik hipogonadisme, tumor hipofisis termasuk prolaktoma (Bebb, 2011). Pada proses penuaan normal pria selain terjadi penurunan hormon testosteron, juga terjadi penurunan hormon-hormon lain seperti: penurunan dehydroephyandrosteron (DHEA/DHEAS), insulin growth factor (IGF) dan growth hormone (GH) (Braunstein, 2011).

3 10 Asosiasi Urologi Eropa pada tahun 2012 membagi hipogonadisme pada pria menjadi empat kelas, yakni (Indrayanto, 2011): 1) Hipogonadisme primer disebabkan oleh insufisiensi testis. 2) Hipogonadisme sekunder yang disebabkan oleh disfungsi hipotalamushipofisis. 3) Hipogonadisme onset lambat. 4) Hipogonadisme karena insensitivitas reseptor androgen. American Association of Clinical Endocrinologists juga membagi keadaan hipogonadisme menjadi dua kelas, yakni hipogonadisme hipogonadotropik dan hipogonadisme hipergonadotropik Etiologi Penurunan hormon pada hipogonad terjadi secara perlahan sehingga seringkali tidak menimbulkan gejala. Keluhan baru timbul jika ada penyebab lain yang mempercepat penurunan hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya. Beberapa penyebab tersebut antara lain: 1) Faktor lingkungan: a. Bersifat fisik: bahan kimia yang bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. b. Bersifat psikis: suasana lingkungan yang buruk, kebisingan dan perasaan tidak nyaman. 2) Faktor organik (perubahan hormonal): disebabkan karena penyakit-penyakit tertentu seperti diabetes, varikokel, prostatitis kronis, kolesterol dan obesitas.

4 11 3) Faktor psikogenik: penyebab psikogenik sering dianggap sebagai faktor timbulnya berbagai keluhan andropause setelah terjadi penurunan hormon testosteron Fisiologi Testosteron merupakan hormon seks steroid pria (androgen) yang terpenting, yang terbentuk dari kolesterol. Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstitial Leydig di dalam testis. Testis mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara bersamaan disebut dengan androgen, termasuk testosteron, dehidrotestosteron dan androstenedion. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga dapat dianggap sebagai hormon testiskuler yang terpenting (Nieschlag et al., 2010). Androgen pada umumnya (testosteron, dehidrotestosteron, androstenedion, 17-ketosteroid) sangat dibutuhkan untuk perkembangan sifat-sifat seks primer maupun sekunder (maskulinitas) pada laki-laki. Testosteron sebagian besar (95%), disekresikan oleh sel Leydig di dalam jaringan testis dan sisanya (5%) diproduksi oleh kelenjar adrenal, disamping hormon-hormon steroid yang disebutkan tadi, testis juga memproduksi androgen yang kurang poten (bersifat androgen lemah) seperti DHEA dan androstendion (Baziad, 2002 dalam Braunstein 2011). Sel-sel Leydig selain memproduksi estradiol, juga mensekresikan (dalam jumlah yang sangat kecil) estron, pregnenolon, progesteron, 17-alfa-hidroksiprogesteron. Dehidrotestosteron dan estradiol tidak hanya disekresikan oleh selsel Leydig dari testis saja, tapi hormon-hormon seks steroid tersebut dapat juga dibentuk oleh prekursor androgen dan estrogen pada jaringan seperti jaringan

5 12 perifer dari kelenjar adrenal, bahkan 80% dari hormon steroid yang ditemukan dalam peredaran darah berasal dari prekursor androgen (Harman et al., 2001). Androgen atau testosteron dalam peredaran darah pada umumnya didapatkan dalam bentuk yang terikat dengan suatu molekul protein (binding protein), dan hanya sebagian kecil saja terdapat dalam bentuk yang bebas sebagai free testosterone. Free testosterone hanya dapat ditemukan sekitar 1,6%-2% saja atau sebesar 0,47 2,44 ng/dl (Davison, 2006). Pada remaja sekitar 38% testosteron terikat pada protein albumin, selebihnya sebanyak 60% terikat pada globulin, sedangkan pada orang tua testosteron yang terikat dengan globulin sebesar 75% dan terikat pada albumin 23%. Testosteron yang terikat dengan globulin sangat kuat sehingga sulit lepas menjadi free testosteron berbeda dengan ikatan testosteron dengan albumin yang lemah dan mudah lepas (Guyton dan Hall, 2008). Komponen aktif dari testosteron adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang kemudian diubah oleh enzim aromatase menjadi estradiol dan oleh enzim 5α reduktase menjadi dehidrotestosteron. Free androgen index (FAI) menunjukan hubungan antara konsentrasi testosteron dengan protein pengikat androgen. Kadar normal testosteron pada pria berada pada kisaran 300ng/dl-700ng/dl, sedangkan FAI berkisar %, bila FAI < 50%, gejalagejala andropause akan muncul (Surampudi et al., 2012). Pada sel-sel targetnya hormon testosteron umumnya akan diubah menjadi dehidrotestosteron, namun di dalam hepar sebagian besar testosteron akan diubah menjadi berbagai macam metabolit, misalnya menjadi androsteron,

6 13 epiandrosteron dan etiokholanolon. Metabolit-metabolit tersebut setelah berkonjugasi dengan glucuronic acid akan dikeluarkan melalui urin sebagai 17- ketosteroid. Penentuan kadar 17- ketosteroid di dalam urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar 20-30% ketosteroid urin berasal dari testosteron, sedangkan selebihnya berasal dari metabolit hormon steroid adrenal dan lainnya. Dengan demikian penentuan kadar 17- ketosteroid urin tidak dapat dijadikan pedoman untuk menentukan kadar steroid dari testis (McCence dan Huether, 2008). Kadar testosteron dan kadar testosteron sex hormone binding globulin (SHBG) diklasifikasikan berdasarkan usia seperti tabel berikut ini: Tabel 2.1 Kadar Testosteron Dan Kadar Testosteron SHBG Kadar testosteron Kadar testosteron SHBG Usia ng/dl Usia nmol/l > > (Guyton dan Hall, 2008). Penurunan kadar hormon testosteron pada pria menimbulkan beberapa gejala dan keluhan pada berbagai aspek kehidupan, antara lain : 1) Ganguan vasomotor Tubuh terasa panas, berkeringat, insomnia, rasa gelisah dan takut terhadap perubahan yang terjadi. 2) Gangguan fungsi kognitif dan suasana hati (psikis) Mudah lelah, menurunnya konsentrasi, keluhan depresi, dan hilangnya rasa percaya diri, menurunnya motivasi dan inisiatif terhadap berbagai hal.

7 14 3) Gangguan virilitas Menurunnya energi dan tenaga secara signifikan, menurunnya kekuatan dan massa otot, perubahan pertumbuhan rambut dan kualitas kulit, penumpukan lemak pada daerah abdominal, osteoporosis karena berkurangnya densitas tulang serta fraktur tulang yang meningkat. 4) Gangguan seksual Menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi spontan, berkurangnya kemampuan ejakulasi, mengecilnya testis dan menurunnya volume ejakulasi, menurunnya libido yang berimbas pada menurunnya minat terhadap aktivitas seksual (Guyton dan Hall, 2008) Penatalaksanaan pada hipogonad Penatalaksanaan terutama ditujukan agar dapat mengurangi keluhan maupun masalah saat memasuki usia tua. Pada tahap pencegahan, memperbaiki faktor psikologis yang terganggu mempunyai arti penting dalam mempertahankan kesehatan secara umum. Selain faktor psikologis, pria juga perlu menjaga kebugaran jasmani dan menerapkan pola hidup sehat (Wibowo, 2003). Tujuan penanganan hipogonad yaitu untuk menormalisasikan level serum testosteron dan memperbaiki simptom atau keadaan patologis yang dapat dialami oleh karena defisiensi testosteron. Pengobatan utama hipogonad saat ini adalah pemberian androgen replacement therapy, walaupun hormon yang menurun pada hipogonad terdiri dari bermacam-macam hormon, namun pemberian hormonhormon multiple saat ini belum lazim dilakukan dan dalam tahap penelitian.

8 15 Terapi pengganti yang saat ini hanya dapat diberikan khususnya pada pria hipogonad adalah pemberian hormon testosteron, pemberian terapi perlu dilakukan dengan hati-hati dan konsentrasi testosteron perlu tetap dikontrol mengikuti terapi testosteron, serta tetap memperhatikan kontraindikasi sebelum pemberian terapi (Dandona et al., 2009) Syarat pemberian testosterone replacement therapy Syarat pemberian suntikan hormon testosteron menurut FDA, khususnya pada pria harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Pria dewasa dengan keadaan defisiensi atau hilangnya endogenous testosteron, seperti keadaan hipogonad primer dan sekunder, maupun hypogonadotropic hypogonad. 2) Terdapat tanda dan gejala hipogonadisme karena penuaan (menggunakan kuisioner ADAM) disertai dengan catatan level testosteron yang rendah. 3) Terkait dengan fungsi seksual (menggunakan domain IIEF-15). 4) Harus dievaluasi dulu penyakit yang menyertai, faktor kausatif, kejadian akut dan medikasi yang potensial menyebabkan penurunan testosteron. 5) Terdapat indikasi seperti peningkatan komposisi tubuh, penurunan minat seksual, insomnia, sleep apnea, penurunan densitas tulang dan massa otot, kerontokan rambut, hilangnya mood dan perasaan depresi. 6) Kontraindikasi seperti kanker prostat dan kanker payudara. 7) Dilakukan pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan bentuk tubuh (genekomastia dan lemak viseral), tekanan darah, rambut, kulit dan pemeriksaan genital seperti: ereksi penis (skor 1-4), jika skor yang didapat

9 16 pada pria 1-3 maka pria tersebut mengalami disfungsi ereksi dan pemeriksaan testis menggunakan orchidometer. 8) Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan hormon testosteron (di bawah 300 ng/dl), LH dan FSH, lipid, insulin, kardiovaskuler dan glukosa. 9) Preparat testosterone replacement therapy yang digunakan sesuai kebutuhan dan pemberian dengan dosis yang tepat serta sesuai dengan demografi penderita dan catatan klinis sebelumnya (jika ada). 10) Evaluasi, follow up dan monitoring selama pemberiannya (Anonim, 2015). 2.2 Tikus Galur Wistar (Rattus norvegicus) Karakteristik tikus Tikus yang digunakan untuk penelitian di laboratorium terdiri dari beberapa galur yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-dawley, yang berwarna albino putih berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya, dan galur wistar yang ditandai dengan kepala besar dan ekor lebih pendek. Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan percobaan di laboratorium. Hewan ini dapat berkembangbiak secara cepat dan dalam jumlah yang cukup besar (Kusumawati, 2004). Tikus putih (Rattus norvegicus) berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat. Tikus jarang berkelahi seperti mencit jantan dan dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat mendengar dan melihat tikus lain, jika dipegang dengan cara yang benar tikus-tikus ini tenang dan mudah ditangani di laboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal daripada mencit,

10 17 tetapi karena hewan ini lebih besar daripada mencit untuk beberapa macam percobaan pada tikus lebih menguntungkan. Tabel 2.2 Data Biologis Tikus Karakteristik Ukuran Berat badan Jantan : gram Betina : gram Berat lahir : 5-6 gram Lama hidup : 2,5 3 tahun Temperatur tubuh : 35,9 37,5 o C Kebutuhan air : 8 11 ml/100gbb Kebutuhan makan : 5 g/100gbb Frekuensi jantung : per menit Frekuensi respirasi : per menit Tidal volume : 0,6 1,25 ml Pubertas : hari Dewasa : hari Saat dikawinkan Jantan : hari Betina : hari Lama siklus birahi : 4 5 hari Lama bunting : hari Jumlah anak perkelahiran : 6 12 hari Umur sapih : 21 hari (Kusumawati, 2004) Sistem reproduksi pada hewan mamalia 1) Definisi Sistem reproduksi pada mamalia hampir sama dengan manusia yang merupakan sistem yang menjalankan proses reproduksi yakni proses biologis, merupakan proses untuk memproduksi organisme baru yang bertujuan untuk mempertahankan diri, dan terdiri atas alat-alat reproduksi yang mendukung kegiatan reproduksi dan seksual pada hewan disamping alat-alat tubuh lainnya. Organ genital pada suatu mahluk hidup merupakan kelengkapan alat reproduksi yang berfungsi untuk berkembangbiak dan memperoleh keturunan.

11 18 Organ kelamin jantan dan organ kelamin betina berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing. Reproduksi pada tikus jantan diiringi oleh turunnya testis ke skrotum dan diikuti dengan mulainya spermatogenesis. Sekresi GnRH menghasilkan level sekresi testosteron yang meningkat selama pubertas. Luteinizing Hormone (LH) menstimulasi sel Leydig untuk meningkatkan produksi testosteron. Sistem reproduksi pada hewan terdiri atas organ reproduksi (penis, testis dan skrotum, epididimis), saluran reproduksi (vas deferens dan uretra), dan kelenjar seks aksesori (Syamsuharlin, 2011). Pada mamalia jantan, organ reproduksi utama berupa sepasang testis yang terdapat di dalam skrotum. Saluran reproduksi pada mamalia jantan berfungsi sebagai jalur transportasi sperma (cairan seminal). Testis sebagai organ reproduksi utama memiliki fungsi ganda, yaitu selain untuk menghasilkan gamet (spermatozoa) juga mampu menghasilkan hormon seks pria terutama testosteron (Nuraini, 2014). Gambar 2.1 Sistem Reproduksi Tikus Jantan (Rugh, 1964 dalam Herliyani, 2009).

12 19 2) Kelenjar prostat a. Anatomi kelenjar prostat Kelenjar prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di bawah buli-buli (kandung kemih), di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Kelenjar ini lebih dikenal daripada kelenjar vesikula seminalis. Prostat Terdiri dari dua bagian yaitu badan prostat dan prostat cryptik. Bagian badan prostat terdapat di belakang ampula dekat di atas uretra pars pelvis, sehingga disebut corpus prostat. Badan prostat berukuran lebar 2,5-4,0 cm dan tebal 1,0-1,5 cm. Bagian prostat yang cryptik disebut pars disseminata, yang mengelilingi uretra pars pelvis. Di bagian dorsal ukurannya mencapai tebal 1,0-1,5 cm, panjang cm dan tertutup oleh otot uretra (Herliyani, 2009). Kelenjar prostat berbentuk lonjong seperti biji kenari, beratnya kurang lebih 20 gram yang mengelilingi uretra, disusun oleh kelenjar tubula alveolar/glandular bersama otot polos dan keseluruhan kelenjar dibungkus oleh kapsul yang terdiri atas jaringan ikat. Kelenjar prostat mempunyai rangkaian duktus pendek yang secara langsung disambungkan ke uretra pars prostatika, yang menembus prostat. Otot polos tersebut digunakan untuk melengkapi tenaga yang dibutuhkan untuk ejakulasi. Prostat memiliki kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan ikat prostat sebagai bagian fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior dari prostat berhubungan dengan kandung kemih, sedangkan bagian inferior bersandar pada diafragma urogenital. Permukaan ventral prostat terpisah dari simpisis pubis oleh lemak retroperitoneal dalam spatium retropubicum dan permukaan dorsal

13 20 berbatas pada ampulla recti (Sjamsuhidajat et al., 2010). Anatomi kelenjar prostat ditunjukan pada gambar di bawah ini: Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Prostat Tikus (Shen dan Robert, 1997 dalam Kinblom, 2003). Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pada masa pubertas, biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur hidup. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra, vas deferens dan vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma panggul sehingga uretra terfiksasi pada diafrgama tersebut, dan dapat terobek bersama diafragma bila terjadi cedera serta prostat dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur (Kinblom, 2003). Kelenjar prostat mengandung banyak jaringan fibrosa dan jaringan otot polos, disamping mengandung jaringan kelenjar. Kelenjar ini ditembus oleh uretra dan kedua duktus ejakulatorius, dan dikelilingi oleh suatu pleksus vena (Sjamsuhidajat et al,. 2010). Arteri-arteri untuk prostat terutama berasal dari arteria vesciralis inferior dan arteria rectalis media. Vena-vena bergabung

14 21 membentuk plexus venosus prostaticus yang terletak antara kapsula fibroda dan sarung prostat, dan ditampung oleh vena iliaka interna (Moore et al., 2002). b. Histologi kelenjar prostat Secara histologi, prostat terdiri dari kelenjar yang dilapisi dua lapis sel, bagian basal adalah epitel kuboid yang ditutupi oleh lapisan sel sekretori kolumnar. Pada beberapa daerah dipisahkan oleh stroma fibromaskular (Kumar et al., 2007). Kelenjar prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromaskuler anterior dan zona periurethra. Zona perifer adalah zona yang paling besar, yang terdiri dari 70% jaringan kelenjar sedangkan zona sentral terdiri dari 25% jaringan kelenjar dan zona transisional hanya terdiri dari 5% jaringan kelenjar. Sebagian besar kejadian BPH terjadi pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer (Junqueira, 2007). Kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris atau kuboid. Prostat dikelilingi suatu simpai fibroelastis bersama dengan otot polos. Septa dari simpai ini menembus kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak berbatas tegas. Struktur dan fungsi prostat bergantung pada kadar testosteron seperti pada organ reproduksi lainnya (Janqueira dan Carneiro, 2007).

15 22 Histologi kelenjar prostat ditunjukan pada gambar di bawah ini: Gambar 2.3 Histologi Kelenjar Prostat Pada Tikus (Conti et al., 2005). c. Fisiologi kelenjar prostat Kelenjar prostat mensekresikan cairan encer, seperti susu yang mengandung kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Sekresi kedua bagian ini melalui beberapa muara kecil masuk ke dalam uretra. Sekresinya juga banyak mengandung ion anorganik (Na, Cl, Ca, Mg) (Syamsuharlin, 2011). Selama pengisian, otot-otot kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairannya bersifat encer, yang dikeluarkan untuk menambah jumlah cairan seminal yang penting ketika ejakulasi. Sifat cairan prostat yang sedikat basa mungkin penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, sebagai akibatnya akan menghambat fertilisasi sperma. Sekret vagina bersifat asam (ph 3,5 4) sehingga menyebabkan sperma tidak dapat bergerak optimal sampai ph sekitarnya meningkat menjadi 6-6,5,

16 23 cairan prostat yang sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan seminalis lainnya selama ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma (Guyton dan Hall, 2008). 2.3 Reseptor Androgen (AR/androgen receptor) Pada Tikus Reseptor androgen juga dikenal sebagai nuclear receptor subfamily type dari nuclear receptor yang diaktivasi oleh ikatan dengan ligan dan menginduksi faktor transkripsi, yang juga termasuk reseptor untuk hormon steroid pada hewan mamalia seperti glucocorticoid receptor (GR), mineralcorticoid receptor (MR), progesterone receptor (PR), estrogen receptor (ER) dan androgen receptor (AR) (Marilia et al., 2009). Analisis struktural dari cdnas pada har (human androgen receptor) dan rar (rat androgen receptor) mengindikasikan bahwa region dari amino terminal pada AR kaya akan oligo dan poli (amino acid), yang merupakan struktur dari beberapa gen homeotik. Reseptor androgen pada tikus mempunyai lengan atau untaian basa yang kaya akan glutamin, dan terdapat kesamaan sequence antara AR dan GR, PR dan MR dalam domain steroid-binding. Pada proses hibridasi molekuler cdna AR digunakan sebagai promotor yang nantinya akan membentuk mrna AR dalam proses transkripsi. Translasi dari mrna mengandung 94 dan 76 kda protein dan bentuk yang lebih kecil pada ikatan DNA serta mempunyai afinitas yang tinggi terhadap androgen, mengindikasikan bahwa organ aksesori genital pria ataupun hewan jantan kaya akan mrna AR, dan produksi mrna AR pada organ target terjadi karena mekanisme autoregulasi oleh androgen (Chang et al., 2008).

17 24 Gambar 2.4 Analisis Struktur cdna Dari AR pada Tikus (Chang et al., 2008). Reseptor androgen bekerja secara bebas yang berinteraksi dan berikatan dengan DNA melalui protein sinyal transduksi di sitoplasma. Reseptor androgen dapat menyebabkan perubahan yang cepat pada fungsi sel yang bebas dari perubahan di gen transkripsi seperti perubahan pada ion transport (Arun et al., 2001). Fungsi AR sebagai DNA-binding dari faktor transkripsi yang meregulasi ekspresi gen, yang mana jika diberikan testosteron akan masuk ke dalam sel yang sebelumnya telah diubah menjadi DHT, kemudian berikatan dengan reseptornya membentuk kompleks androgen-ar. Setelah pengikatan dengan steroid atau ligannya, AR mengalami perubahan bentuk dan pengeluaran heat shock protein (HSP), sehingga AR menjadi aktif (Davison, 2006). Ikatan androgen dan reseptornya yang terjadi di dalam sel kemungkinan merupakan ikatan spesifik

18 25 pada sequence yang dekat dengan promotor dari gen target yang diaktivasi, dan akan menghasilkan modulasi dari inisiasi transkripsi (Arun et al., 2001). Pada ketiadaan hormon, AR dihubungkan dengan seluler chaperons seperti HSP dan protein lainnya yang berlokasi di sitoplasma dari sel target. Pada saat tersedianya hormon maka hormon yang berdifusi ke dalam sel, akan berikatan dengan reseptor dan menghasilkan perubahan pada AR yang inaktif yaitu perubahan bentuk reseptor dan peristiwa pelepasan hubungan antara reseptor dan HSP, selanjutnya AR menjadi aktif. Kompleks androgen bersama reseptornya yang telah terbentuk tersebut kemudian mengalami dimerisasi, phosphorylation dan selanjutnya translokasi ke dalam nukleus dan berikatan pada sequence DNA target (hormone response element/hre). Di dalam nukleus, interaksi AR dengan coactivators dan enzim dari kromatin menyebabkan munculnya faktor general transkripsi pada bentuk preinisiasi dan gen target transkripsi (Weigel dan Zhang, 2008), yang dapat ditunjukan pada gambar berikut ini: Gambar 2.5 Aktivasi Dari Reseptor Hormon Steroid (Weigel dan Zhang, 2008).

19 26 Reseptor hormon steroid coactivators (SRCs) menunjukan pertumbuhan protein pada interaksinya dengan reseptor pada ligan-spesifik dan menjalani aktivitas transkripsi (Khan et al., 2005). Coactivators memiliki aktivitas enzimatik, seperti histone acetyltransferase, histone methyltransferase, ubiquitinconjugation dan ubiquitin-protein ligase (Nawaz et al., 2000 dalam Khan et al., 2005). Fungsi coactivator s in vivo dimanifestasi oleh aktivitas enzimatik yang berkumpul pada region dari gen target. Kemampuan dari peningkatan reseptor dimediasi oleh ekspresi gen, coactivators memainkan peran penting dalam meregulasi besarnya respon biologis dari hormon steroid. Level dari ekspresi coactivator merupakan faktor penentu dari aktivitas reseptor pada jaringan target dan berbagai macam respon hormon yang dapat dilihat diantara individu dalam populasi (Khan et al., 2005). Reseptor androgen berinteraksi dengan protein lain di dalam nukleus, menghasilkan up atau down regulation dari gen spesifik transkripsi. Aktivasi atau up regulasi transkripsi menghasilkan peningkatan sintesis mrna yang diaktifkan dan ditranslasi oleh ribosom, untuk memproduksi protein spesifik yang berguna untuk pertumbuhan sel (Davison, 2006), sehingga kecepatan pertambahan jumlah sel (efek non-genomic) juga dikaitkan dengan aktivasi AR oleh karena androgen (Haelens et al., 2007). Semua AR ikut serta dalam proses transkripsi yang mengkode modular protein dari 919 asam amino yang timbul pada permukaan molekul dengan berat 110 kd (Lubhan et al., 2000 dalam Marilia et al., 2009).

20 27 Perbedaan spesies termasuk pada manusia, tikus, hamster membuktikan bahwa region promotor dari gen AR khususnya pada manusia dan tikus mengalami kekurangan sequence yang khas seperti TATA dan CAAT, yang merupakan model urutan basa dari 5 UTR tapi kaya dengan region GC yang penting untuk cis-acting element untuk AR gen transkripsi, dan diduga merupakan tempat yang aktif untuk mengikat faktor transkripsi dari gen sex limited protein (Slp) yang merupakan karakteristik suatu promotor (Wolf et al., 2003). Perbedaan antara subfamilies dari tipe reseptor nuklear, ditunjukan pada perbedaan mekanisme dari kumpulan sel dan regulasi dari promotor spesifik pada ekspresi gen, termasuk reseptor heterodimerization, jarak variabel yaitu antara HRE dan HRE site (Zechel et al., 2004 dalam Ikonen et al., 2007). Mekanisme ini tidak digunakan oleh PR, GR, MR dan AR, hal tersebut dikarenakan bahwa variabelnya tinggi pada region N-terminal yang mampu merespon sel dan regulasi dari steroid spesifik pada gen target. Gagasan tersebut mendukung pernyataan bahwa induksi dari ekspresi Slp pada tikus dimediasi oleh region N-terminal dari AR (Pearce & Yamamoto, 2003 dalam Ikonen et al., 2007). Delesi N-terminal identik pada wild-type rar dan struktur rar yang aktif (AR domain ) tanpa ligand-binding domain (LBD), yang dihasilkan sebagai akibat dari aktivasi transkripsi yaitu delesi dari residu yang dihilangkan dari aktivitas wild-type AR, merupakan aktivitas dari transaktivasi domain N-terminal dan dikontrol oleh hormon yang bertindak sebagai LBD. Keadaan tersebut memberi kesan bahwa terdapat interaksi yang kuat dari androgen-dependent antara region N-terminal dan LBD (Ikonen et al., 2007).

21 28 Ekspresi dan regulasi dari gen har dan rar diobservasi pada sel lines hewan, dan dapat dipastikan bahwa ekspresi RNA AR diregulasi oleh adanya androgen (Keller et al., 2006). Ekspresi relatif mrna AR pada beberapa jaringan dari tikus yang dianalisis menggunakan realtime PCR. Tabel 2.3 Ekspresi Relatif mrna AR Pada Beberapa Organ Tikus Jantan Organ Ekspresi mrna AR Hipotalamus 42 Kelenjar adrenal 141 Epididimis 115 Kelenjar tiroid 68 Kelenjar pituitari 56 Kelenjar preputial 44 Otot levator ani 30 Ginjal 27 Kelenjar prostat 25 Vesikula seminalis 25 Testis 20 Liver 18 Otot bulbocavernosus 16 Hati 8 Kelenjar submaksilaris 17 (Young et al., 2001 dalam Keller et al., 2006). Data tersebut digunakan sebagai gambaran persentasi dari mrna AR relatif pada level mrna AR dari organ reproduksi tikus jantan termasuk pada prostat. Ekspresi AR berubah selama perkembangan fetal, perkembangan seks sekunder, penuaan dan keganasan. Regulasi dari level AR dapat terjadi kapanpun sepanjang gen AR mengalami proses transkripsi selanjutnya post-translasi. Faktor yang mempengaruhi termasuk androgen yang melibatkan modulasi dari AR protein dari ekspresi mrna (Keller et al., 2006). Pada perkembangan fetal tikus, mrna AR tidak ditemukan pada urogenital pada 13,5 hari gestasi sedangkan pada 15,5 hari gestasi mrna AR dan protein

22 29 dapat ditemukan (Takeda et al., 2001). Pada tikus neonatal, setelah 3 hari kastrasi tidak menghasilkan perubahan ekspresi AR pada prostat tikus (Husmann et al., 2001 dalam Keller et al., 2006). Temuan ini memberi kesan bahwa terjadi satu atau lebih perkembangan dari faktor regulasi yang mempengaruhi ekspresi. Peningkatan usia menimbulkan penurunan ekspresi AR pada tikus yang dikaitkan dengan ekspresi age dependent factor (ADF) yang diekspresikan pada semua jaringan. Age Dependent Factor berikatan dengan fragmen rar antara fragmen -310 sampai Ikatan ADF pada promotor rar secara in vitro menunjukan penurunan yang tergantung pada usia, ketika ADF berikatan pada tempatnya dikatakan telah terjadi mutasi sehingga menurunkan aktivitas promotor dari rar. Beberapa faktor seperti androgen dilaporkan dapat memodifikasi ekspresi AR, yaitu terjadi penurunan ekspresi mrna AR pada ventral prostat tikus, line kanker prostat (LNCap) dan line hepatoma sel (Shan et al., 2000 dalam Keller et al., 2006). Bagaimanapun temuan ini masih kontroversial karena up-regulation AR oleh karena androgen ditunjukan pada prostat tikus (Takeda et al., 2001), pada fibroblas genital, otot polos penis dan sel prekursor adiposa (Pergola et al., 2000 dalam Keller et al., 2006). Menurut Mozokami et al. (2002), terjadi down-regulation dari mrna AR oleh karena androgen pada line kanker prostat yang dikaitkan dengan peningkatan ekspresi AR protein, memberi kesan bahwa AR protein up-regulation oleh karena androgen dihasilkan dari sejak terjadinya stabilitas AR protein. Pemberian androgen menyebabkan beberapa hormon dan faktor pertumbuhan dapat

23 30 meregulasi ekspresi AR, seperti FSH meningkatkan level mrna AR pada sel Sertoli. Growth Hormone, prolaktin dan ephitelial growth factor (EGF) meningkatkan mrna AR pada sel prostatik (Mizokami et al., 2002 dalam Keller et al., 2006). Ekspresi AR dapat dimodifikasi oleh karena variasi beberapa faktor yang muncul yang bekerja bersama androgen pada jaringan dan model sel spesifik. Meskipun androgen mengawali modulator dari perkembangan dan pemeliharaan pada struktur fenotif pria dan fungsi reproduksi, namun mekanisme molekuler yang mendasari regulasi AR secara in vivo dan mekanisme kerjanya kurang diketahui secara pasti terutama pada jaringan reproduksi (Wolf et al., 2003). 2.4 Messenger Ribonucleid Acid (mrna) Molekul RNA sitoplasmik yang berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis protein (memindahkan informasi genetik dari DNA ke perangkat pembentuk protein) disebut dengan RNA pembawa atau messenger RNA. Kelas RNA pembawa ini adalah yang paling heterogen dari segi jumlah, ukuran dan stabilitas. Mekanisme transkripsi maupun pascatranskripsi ikut berperan dalam kandungan mrna yang sangat bervariasi (Heredia dan Jansen, 2003). Pada proses ekspresi gen, mrnas secara stabil diterjemahkan dari DNA dan akan ditranslasi oleh ribosom ke dalam protein. Jumlah keduanya dan tipe protein diekspresikan dalam sel yang penting untuk pertahanan hidup dan respon kapasitasnya oleh karena perubahan lingkungan. Regulasi transkripsi merupakan

24 31 mekanisme dasar yang mengontrol level ekspresi dari protein (Denake et al., 2013). Lokasi mrna tersebar luas saat mekanisme post-transcription untuk target sintesis protein pada tempat seluler spesifik, ini terkait pada generasi sel dengan muatan kutub yang berlawanan, terjadi pemisahan yang berbeda pada sel yang penting dan spesifikasi dari sel germinal. Aktin dan filamen mikrotubul memiliki fungsi penting selama lokalisasi RNA, khususnya selama transport dari mrnas dan mempengaruhi targetnya. Pergerakan dan sistem filamen dihasilkan melalui perpindahan mrna dan dari purifikasi lokalisasi dari ribonucleoprotein, serta ditemukan juga jalur dari sentrosom pada lokalisasi RNA (Kloc et al., 2002 dalam Heridia dan Jansen, 2003). Pada sel mamalia termasuk sel manusia, molekul mrna yang terdapat di sitoplasma bukan merupakan produk RNA yang disintesis langsung dari cetakan DNA, tetapi harus dibentuk oleh pemrosesan pre-mrna sebelum masuk ke sitoplasma. Pada inti sel mamalia, produk langsung transkripsi gen (transkrip primer yaitu pre-mrna) sangat heterogen dan bisa 10 hingga 50 kali lebih panjang daripada molekul mrna matur. Molekul pre-mrna diolah untuk membentuk molekul mrna yang kemudian masuk ke dalam sitoplasma dan berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis protein. Messanger RNA memiliki usia hidup yang sangat beragam dalam sebuah sel. Molekul RNA yang disintesis dalam sel mamalia merupakan molekul prekursor yang masih harus menjalani pemrosesan agar menjadi RNA matur yang aktif (Murray et al., 2014).

25 32 Pada sel mamalia, kelimpahan mrna bervariasi hingga kelipatan 10 4, yang mana keseluruhan dari anggota kelas ini berfungsi sebagai pembawa yang menyampaikan informasi dalam suatu gen ke perangkat pembentuk protein. Masing-masing mrna berfungsi sebagai cetakan untuk membentuk polimer asam amino dengan sekuens spesifik, sehingga membentuk molekul protein spesifik yaitu produk akhir suatu gen (Denake et al., 2013). 2.5 Reseptor Androgen Pada Kelenjar Prostat Secara ultrastruktur, kelenjar aksesori terdiri dari sel epitelium dengan morfologi sel glandular yang mensekresikan protein. Pertumbuhan epitelium dipengaruhi oleh hormon androgen tertentu yakni DHT. Hormon tersebut diperoleh dari konversi testoteron dan androgen adrenal yang memasuki sel sekretorik epithelium glandular. Dehidrotestosteron memilliki aktivitas 30 kali lebih kuat dari testosteron, ikatan DHT dengan AR akan menyebabkan perubahan konformasional reseptor menuju nukleus yang akhirnya mempengaruhi transkripsi gen, yang menstimulasi pertumbuhan normal epitelium khususnya pada prostat, serta dapat memicu pertumbuhan sel yang abnormal seperti benign prostatic hyperplasia (BPH) dapat berkembang menjadi kanker prostat, terutama jika sebelumnya terdapat riwayat dari kanker prostat (Fernandez et al., 2005). Oleh karena itu, androgen dapat mempengaruhi perkembangan dari kelenjar prostat melalui reseptor protein intraseluler yaitu reseptor androgen (Marker et al., 2003 dalam Khan et al., 2005).

26 33 Penyediaan androgen merupakan syarat untuk mendorong pertumbuhan kelenjar prostat dan untuk menjaga ukuran yang tetap stabil. Meskipun testosteron merupakan androgen yang lazim beredar dalam darah, DHT adalah androgen yang paling aktif terlibat dalam regulasi kelenjar prostat. Konversi testosteron menjadi metabolit aktifnya dicapai melalui aktivitas 5α-reduktase, yang terjadi dalam dua isozim, tipe I dan tipe II. Sementara jenis II didominasi oleh sel-sel prostat, tipe I oleh jaringan lain, seperti kulit dan hati. Kekurangan tipe II sangat menghambat pengembangan kelenjar prostat pada manusia dan yang lebih rendah pada tikus (Mahendroo et al., 2001). Reseptor androgen bertindak sebagai faktor transkripsi dimana fungsinya untuk pengikatan DNA dan mengatur ekspresi gen. Ekspresi mrna AR secara signifikan terdeteksi pada sel kanker payudara, liver, sel line prostat, terdapat banyak pada permukaan fibroblas genital, ventral prostat dan pada line kanker prostat, ekspresi dari mrna AR tersebut diregulasi oleh adanya androgen (Culig, 2004). Respon androgen terlibat dalam banyak kegiatan seluler yang berkisar dari proliferasi menuju ke kematian sel yang terprogram. Ekspresi AR telah terbukti terkait dengan proliferasi sel dan berkontribusi terhadap perkembangan kanker prostat. Hasil ini menunjukkan dengan jelas pentingnya tingkat ekspresi AR dalam mengatur tingkat pertumbuhan kelenjar prostat terutama pada penuaan (Shidaifat, 2009), dan lokasi AR diketahui paling banyak terletak pada sel basal dari epitelium ventral prostat tikus (Soeffing, 2005).

27 34 Hormon steroid meregulasi diferensiasi dan menginduksi respon fisiologis pada beberapa variasi dari organisme eukariotik. Kerja hormon tersebut timbul jika berikatan dengan hormon steroid spesifik yang memiliki afinitas yang tinggi dengan reseptor protein pada sel-sel target, dan interaksi dari kompleks reseptor hormon steroid dengan elemen regulator pada gen spesifik (Yamamoto, 2005 dalam Chang et al., 2008). Reseptor androgen ditemukan pada beberapa organ yang sensitif terhadap androgen seperti prostat, vesikula seminalis, folikel rambut, kelenjar sebaceus dan preputial, otot levator ani dan beberapa tumor yang sensitif terhadap androgen. Beberapa abnormalitas dari respon androgenik kemungkinan terjadi karena adanya mutasi dari gen AR (Bardin et al., 2003 dalam Chang et al., 2008). Reseptor androgen merupakan ligand-activated dari faktor transkripsi yang memediasi sinyal dari semua androgen. Ketika diaktivasi oleh androgen, AR akan berikatan pada respon elemen pada promotor gen target, termasuk protein penyandi yang terkait dengan proses mitosis, diferensiasi dan apoptosis pada prostat (Verrijdt et al., 2003). Mekanisme aktivasi dari gen target oleh reseptor nuklear diidentifikasi oleh banyak protein coactivator, selanjutnya protein tersebut membentuk ikatan bersama agar dapat mengaktivasi reseptor ligand-dependent atau reseptor yang sebelumnya telah membentuk kompleks androgen-ar, dan juga meningkatkan kemampuan untuk mengaktivasi gen target (Bevan & Parker 1999 dalam Chang et al., 2008).

28 Hormon Testosteron Pada manusia Kata hormon berasal dari Bahasa Yunani yang berarti membangkitkan untuk beraktivitas. Sesuai dengan definisi klasiknya, hormon adalah suatu zat yang disintesis dari satu organ dan diangkut oleh sistem sirkulasi untuk bekerja di jaringan lain. Hormon juga dapat bekerja pada sel-sel disekitarnya (kerja parakrin) dan pada sel tempat hormon tersebut berasal (kerja autokrin) tanpa harus masuk ke sirkulasi sistemik. Telah berkembang beragam hormon, masing-masing dengan mekanisme kerja dan biosintesis, penyimpanan, sekresi, pengangkutan serta metabolisme tersendiri untuk menghasilkan respon homeostasis (Guyton dan Hall, 2008). Seperti hormon steroid lain, testosteron juga berasal dari derivat kolesterol dengan nama sistemik (memakai sistem IUPAC) yaitu: 17-hydroxy-10,13- dimethyl 1,2,6,7,8,9,11,12,14,15,16,17 dodecahydrocyclopenta [a] phenanthren-3-one (Braunstein, 2011). Gambar 2.6 Struktur Kimia Hormon Testosteron (Braunstein, 2011). Hormon disintesis pada organ-organ yang disusun untuk tujuan spesifik, misalnya tiroid menghasilkan hormon triodotironin, adrenal menghasilkan

29 36 hormon glikokortikoid dan mineralokotikoid serta hipofisis menghasilkan hormon TSH, FSH, LH, ACTH, GH dan Prolaktin. Sebagian organ disusun untuk melakukan dua atau beberapa fungsi yang berbeda tetapi tetap berkaitan erat, misalnya ovarium yang menghasilkan oosit matang dan hormon reproduktif estradiol dan progesteron. Testis menghasilkan spermatozoa matang dan testosteron (Nieschlag et al., 2010). Regulasi hormonal diawali dengan proses pada poros hipotalamus-hipofisegonad pada pria sebagai fungsi dari testiskuler dan efek dari androgen. Pada pria muda regulasi poros tersebut merupakan proses sirkulasi yang akan menghasilkan konsentrasi testosteron (Belanger et al., 2013). Generator pulsasi hipotalamus akan mensekresikan GnRH kira-kira setiap 90 menit. Gonadotropin releasing hormone yang disekresikan dalam sirkulasi portal hipotalamus-pituitari, kemudian menstimulasi sekresi dari kelenjar pituitari anterior seperti luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH) ke dalam sirkulasi sistemik. Luteinizing hormone mencapai testis dan menimbulkan keadaan tonik dan episodik pada sel Leydig yang berlokasi antara tubulus seminiferus untuk mensintesis dan mensekresikan testosteron, namun tetap di bawah kontrol dari LH (Borst dan Mulligan, 2007). Setelah sekresi oleh testis, sekitar 97% dari testosteron berikatan dengan plasma albumin atau yang lebih kuat berikatan dengan beta globulin yang dikenal sebagai SHBG, dan yang beredar dalam sirkulasi darah yaitu free testosterone atau bentuk yang tidak berikatan (Ullah et al., 2014). Bioavailable testosteron bekerja pada jaringan multi target dan dalam mekanisme regulasi pada poros Hypothalamic-pituitary-gonadal (HPG).

30 37 Konsentrasi serum testosteron diperlihatkan pada ritme sirkadian dan ultradian. Ritme sirkadian menghasilkan konsentrasi serum testosteron yang puncaknya selama pagi hari, sedangkan ritme ultradian merupakan siklus konsentrasi serum testosteron yang berfluktuasi sekitar 90 menit. Ritme ultradian ini mewakili keseluruhan dari pola sekresi testosteron pada sekresi basal atau tonik. Pada dewasa muda, berlangsung dua peristiwa yaitu yang pertama, stimulasi GnRH yang menstimulasi LH untuk menskresikan testosteron dan yang kedua yaitu free atau bioavailable testosteron menghambat poros HPG, yang ditunjukan pada penurunan GnRH dan LH/FSH dari hipotalamus dan pituitari anterior (Nieschlag et al., 2010). Komponen dari poros HPG mempertahankan konsentrasi serum total testosteron dalam keadaan normal dengan range antara 450 1,000 ng/dl, dan konsentrasi serum total testosteron untuk dewasa muda yang sehat sekitar 650 ng/dl (Borst dan Mulligan, 2007). Testosteron penting untuk perkembangan dan pemeliharaan dari beberapa organ dan fungsi fisiologi pria. Hormon steroid memberikan efek seumur hidup terutama pada pria (Ullah et al., 2014). Perkembangan sel Leydig saat masa fetus terjadi pada minggu ke tujuh yang merupakan awal mula produksi testosteron. Testosteron berguna untuk diferensiasi dari traktus genitalis pada fetal seperti pada epididimis, vesikula seminalis, dan vas deferens. Genetalia eksternal pria mulai berkembang sekitar minggu ke delapan pada fetal. Testosteron mulai memberikan efek pada perkembangan dari karakteristik seks sekunder pada masa pubertas, selain itu testosteron juga berfungsi untuk memelihara komposisi tubuh

31 38 termasuk massa otot, massa tulang, spermatogenesis, libido, sensitivitas insulin, metabolisme glukosa dan lain-lain (Ullah et al., 2014). Tabel 2.4 Kadar Hormon Normal Pada Laki-Laki Dewasa Hormon Besar normal Total testosteron ng/dl (9,0 34,7 nmol/l) Free testosterone pg/ml ( Pmol/L) Dehidrotestosteron ng/dl (0,9 2,6 nmol/l) Androstenedion ng/dl (1,7 8,5 nmol/l) Estradiol pg/ml (3,67 18,35 Pmol/L) (Braunstein et al., 2011). Nilai normal kadar testosteron total pada laki-laki bervariasi antara 241 sampai 827 ng/dl, bila terjadi penurunan kadar testosteron di bawah 500 ng/dl, sudah menimbulkan gejala defisiensi (Ryan, 2007). Serum testosteron pada pria hipogonadisme setiap individu dapat bervariasi antara 6,9 nmol/l dan 10,4 nmol/l (Goldenberg, 2011). Testosteron bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh, disamping efeknya pada gametogenesis. Testosteron juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan rambut, metabolisme tulang, massa dan distribusi otot, membantu dalam regulasi pertumbuhan dan memelihara karakteristik seks sekunder dan fungsi organ reproduksi pria seperti penis, testis dan kelenjar aksesori (Nieschlag et al., 2008; Belanger et al., 2013). Pengaruh testosteron pada perkembangan sifat kelamin primer dan sekunder pada pria dewasa antara lain: 1) Perkembangan dan pembesaran alat kelamin laki-laki (penis) yang mulai nampak jelas pada usia tahun (pubertas). 2) Perkembangan dan pembentukan lekuk-lekuk kulit skrotum dan pigmentasi kulit skrotum.

32 39 3) Perkembangan dan pembesaran volume testis dan kelenjar-kelenjar seks aksesori. Efek dan fungsi testosteron pada jaringan spesifik terutama ketika masa pubertas yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem reproduksi laki-laki. Pengaruh dari sekresi testosteron yaitu terjadi pembesaran testis dan dimulailah produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadi pembesaran glandula seksual aksesori dan pembesaran penis serta skrotum (Indrayanto, 2011). Androgen penting khususnya untuk perkembangan, pertumbuhan dan fungsi prostatik. Diketahui efek testosteron bersifat jangka panjang dan menyebar ke dalam sepanjang prostat dengan konsentrasi yang tinggi. Jaringan prostat memiliki afinitas yang lebih tinggi dengan DHT daripada testosteron. Dihydrotestosterone secara intrinsik dua kali potensial untuk menstimulasi pertumbuhan prostat. Dihydrotestosterone berikatan dengan AR pada sel prostatik dan berpengaruh pada leading gene untuk pertumbuhan prostat dan produksi PSA. Ukuran kelenjar prostat muncul sebagai benih sebelum pubertas, tapi kelenjar tersebut tumbuh dengan cepat dan distimulasi androgen pada saat dewasa (Wilczynski dan Agrawal, 2015) Pada hewan mamalia Kadar testosteron normal pada tikus jantan adalah 0,66 5,4 ng/ml (Hees dan Carnes, 2004). Penelitian oleh Justulin et al. (2006), pada tikus jantan usia 3 bulan didapat kadar testosteron pada kontrol sekitar 9 ng/ml dan pada tikus yang dikastrasi sekitar 0,05 ng/ml. Penelitian oleh Wang et al. (2005), tentang hubungan antara usia terhadap penurunan level testosteron dalam darah dan

33 40 produksi testosteron oleh sel Leydig pada tikus tua, didapatkan hasil pada tikus usia 3 bulan, 20 bulan dan 30 bulan memiliki konsentrasi testosteron dalam darah berturut-turut 1,8 ng/ml, 0,9 ng/ml dan 0,8 ng/ml dan produksi testosteron oleh sel Leydig berturut-turut 0,5 ng/ cells, 0,3 ng/ cells dan 0,1 ng/ cells. Serum testosteron pada tikus jantan : 1) Pada tikus yang dikastrasi : <2 nmol/l 2) Pada tikus hipogonadisme tanpa kastrasi : 2-10,4 nmol/l 3) Eugonadal : 10,4-28 nmol/l 4) Supraphysiological : >28 nmol/l (Goldenberg, 2011). Fungsi biologis hormon testosteron pada mamalia adalah sebagai berikut: 1) Stimulasi pertumbuhan dan aktivitas sekresi dari organ-organ genital aksesori jantan. 2) Perkembangan sifat karakteristik seksual sekunder jantan. 3) Turunnya testis. 4) Meningkatkan spermatogenesis bersama FSH. 5) Stimulasi proses anabolik dan sintesis dari sitoplasma protein. 6) Stimulasi pertumbuhan epifisa tulang rawan. 7) Perkembangan tingkah laku dan libido seksual jantan (Jones, 2008 dalam Arsani, 2011).

34 Pengobatan Late Onset Hypogonadism (LOH) Dengan Testosterone Replacement Therapy (TRT). Testosterone replacement therapy pada LOH, ditujukan pada pria tua yang memiliki level serum testosteron lebih rendah dari normal. Diagnosis LOH berkaitan dengan level testosteron pada setiap individu. Pada setiap individu sirkulasi total testosteron dapat menurun dengan range di bawah normal meskipun bersifat asimptomatis (Kalra et al., 2010). Pengaruh dari hormon testosteron sangat penting, yang berguna untuk menjalankan fungsi tubuh secara keseluruhan dan khususnya untuk pertumbuhan dari organ reproduksi pada pria itu sendiri baik sebelum pubertas, saat pubertas maupun setelah pubertas. Ketika memasuki usia dewasa bahkan lanjut usia hormon ini difokuskan untuk perkembangan organ reproduksi, namun ketika memasuki usia yang tergolong usia tua pada pria dapat terjadi keadaan hipogonadisme oleh karena defisiensi testosteron (Yassin et al., 2007). Hipogonadisme mempengaruhi sekitar 40% pria berusia 45 tahun atau lebih tua, meskipun kurang dari 5% dari orang-orang yang benar-benar didiagnosis dan diobati untuk kondisi tersebut. Meskipun terdapat beberapa kontroversi, terapi sulih testosteron telah ditetapkan sebagai pengobatan utama yang aman dan efektif untuk hipogonadisme (Bebb, 2011). Data yang didapatkan pada pemberian TRT pada pria LOH di Korea menunjukan terjadinya peningkatan level testosteron, dan mempengaruhi simptom subyektif yang di ukur menggunakan kuisioner (Hwaii dan Kim, 2011).

35 42 Testosteron dan derivatnya dapat meregulasi pertumbuhan dan perkembangan dari seluruh organ reproduksi pria seperti penis, vesikula seminalis dan kelenjar prostat. Selama perkembangan, peningkatan produksi testosteron memainkan peran penting untuk maturasi dan pertumbuhan fisik dari organ tersebut beserta fungsinya (Kendeel et al., 2001). Clinical trials menunjukan terapi testosteron pada hipogonad menyebabkan pertumbuhan prostat pada ukuran yang sesuai dengan ukuran normalnya, namun secara statistik menunjukan hasil yang tidak signifikan (Stanworth dan Jones, 2008). Pengobatan dengan testosteron pada keadaan hipogonadisme oleh karena kastrasi pada tikus coba, ditunjukan pada studi oleh Ono et al. (2004), dengan pemberian testosteron secara subkutan setelah 12 jam kastrasi menyebabkan perbaikan dari struktur kapiler pembuluh darah pada vesikula seminalis. Penelitian yang dilakukan oleh Arsani (2011), menunjukan bahwa dengan pemberian testosteron injeksi Sustanon 250 selama 21 hari dapat meningkatkan ketebalan otot polos corpus cavernosum pada penis tikus jantan yang diabetes melitus. Temuan tersebut memberi kesan bahwa pemberian terapi hormon seperti testosteron pada pria yang mengalami hipogonad, dapat memperbaiki kembali organ-organ reproduksi termasuk pada kelenjar reproduksi yang telah mengalami penurunan struktur maupun fungsinya, sehingga dapat mempertahankan fungsi reproduksi secara utuh. Indikasi terapi testosteron pada pria yakni keadaan hipogonad yang menunjukan gejala klinis yang kompleks, seperti adanya gejala-gejala hipogonadisme dan penurunan level hormon testosteron. Ambang batas level

36 43 hormon testosteron yang menimbulkan gejala-gejala hipogonad bervariasi tergantung pada jenis gejala dan individu (Arver dan Lehtihet, 2008). Formulasi dari testosteron adalah formula yang mampu menormalisasi level testosteron yang beredar, dan juga dapat menimbulkan level yang fisiologis dari metabolit aktifnya yaitu estradiol dan DHT. Dahulu penurunan kadar testosteron terkait usia dianggap tidak bisa diobati, tetapi paradigma ini sekarang telah berubah. Saat ini terapi sulih hormon adalah yang paling direkomendasikan untuk penanganan andropause. Pemberian testosteron adalah pilihan paling baik saat ini, walaupun belum ada kesepakatan ambang standar untuk memulai pengobatan. Kadar testosteron 200 ng/dl yang diambil pada pagi hari dianggap rendah tetapi angka ini tidak dapat dikaitkan dengan usia, karena nilai 300 ng/dl mungkin normal untuk pria berusia 65 tahun, tapi tidak normal untuk usia 30 tahun (Indrayanto, 2011). Level total testosteron dari eugonadal yang digunakan sebagai variabel spesifik pasien yaitu sekitar ng/dl ( nmol), nilai ini digunakan sebagai acuan dalam penentuan keberhasilan pada TRT. Batas tertinggi untuk eugonadal sekitar 1000 ng/dl, jika pada hipogonad memiliki nilai di atas angka tersebut setelah pemberian terapi maka dapat menimbulkan risiko (Harman et al., 2001), sehingga pemberian TRT ini harus tetap dimonitoring. Keuntungan terapi testosteron yaitu mempengaruhi komposisi tubuh, termasuk peningkatan massa otot dan penurunan lemak tubuh. Efek ini dapat terjadi secara cepat (timbul setelah 3 bulan terapi) dan juga jangka panjang (setelah 3 tahun). Pemberian TRT mempengaruhi fungsi seksual, yang mana

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau tumor prostat jinak, menjadi masalah bagi kebanyakan kaum pria yang berusia di atas 50 tahun. BPH pada pria muncul tanpa ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan seksual yang harmonis adalah dambaan bagi setiap pasangan, namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan seksual yang harmonis dapat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA Windhu Purnomo FKM Unair, 2011 Fase Penuaan Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) 1 2 Fase penuaan manusia 1. Fase subklinis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami perubahan, yaitu dari deposisi lemak subkutan menjadi lemak abdominal dan viseral yang menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan suatu pembesaran progresif pada kelenjar prostat pria dewasa yang bersifat non-malignan (WHO, 1999). Pembesaran prostat

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf H O R M O N Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf Pada umumnya, sistem hormonal terutama berhubungan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker testis adalah keganasan yang jarang ditemukan, tetapi merupakan keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan ini 90-95% berasal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang anak. Perubahan fisik yang mencolok terjadi selama proses ini, kemudian diikuti oleh perkembangan ciri-ciri seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual sangat memengaruhi kualitas hidup seseorang dalam kaitannya untuk memperoleh keturunan. Bila kehidupan seksual terganggu, kualitas hidup juga terganggu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. Penggunanya bukan hanya ibu-ibu rumah

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini terjadi masa pubertas yang merupakan keterkaitan antara proses-proses neurologis dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki fase kehidupan sejak lahir di dunia yang akan dilalui oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga sebelum kematiannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

PEMBERIAN TESTOSTERONE

PEMBERIAN TESTOSTERONE TESIS PEMBERIAN TESTOSTERONE REPLACEMENT THERAPY MENINGKATKAN EKSPRESI mrna RESEPTOR ANDROGEN PADA KELENJAR PROSTAT TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIKASTRASI LUH ARI ARINI PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Namun, selain menghasilkan dampak positif, kemajuan teknologi juga membawa dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

Obat-obat Hormon Hipofisis anterior

Obat-obat Hormon Hipofisis anterior Obat-obat Hormon Hipofisis anterior Gonadotropin korionik (Chorex) Menstimulasi produksi testosteron dan progesteron untuk mengobati hipogonadisme pada pria. Menginduksi ovulasi pada wanita dengan ovarium

Lebih terperinci

BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN

BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan endokrinologi memberikan penjelasan mengenai sistem pengaturan tubuh yang diatur oleh hormon. Dalam endokrinologi telah dibahas berbagai macam aspek tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Andropause a. Definisi Andropause Secara khusus Andropause merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang memengaruhi berbagai organ tubuh berupa penurunan kemampuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diketahui dan kesimpulan yang ditarik dari hal yang dikenali manusia. tentang pengetahuan tersebut dalam situasi tertentu.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diketahui dan kesimpulan yang ditarik dari hal yang dikenali manusia. tentang pengetahuan tersebut dalam situasi tertentu. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu yang telah dikenali atau diketahui dan kesimpulan yang ditarik dari hal yang dikenali manusia.

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN

B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN HORMON SENYAWA KIMIA YANG DIHASILKAN OLEH KELENJAR ENDOKRIN ATAU KELENJAR BUNTU, YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KOORDINASI PADA SEMUA BAGIAN TUBUH Transportasi hormon dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

10/17/2009 KONSEP DASAR. Kelenjar dalam sistem endokrin

10/17/2009 KONSEP DASAR. Kelenjar dalam sistem endokrin KONSEP DASAR Sistem Endokrin : berfungsi sebagai regulator berbagai macam proses yg terjadi dalam tubuh melalui hormon Hormon : suatu senyawa kimia yg disintesa didalam kelenjar dg pengontrolan genetik

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KESEHATAN REPRODUKSI by Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis dan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran LODEWYX BOBBY NINDRA NUGRAHA G0007203 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Terdiri dari beberapa proses seperti: 1. Perubahan anatomis dan fisiologis miometrium Pertama, terjadi pemendekan otot polos miometrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci