BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disabilitas dan interaksi sosial

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disabilitas dan interaksi sosial"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disabilitas dan interaksi sosial Gambar 1. 1 Difabel dan interaksi sosial Sumber : Unesco Disabilitas. pdf Disabilitas adalah payung terminology untuk gangguan, keterbatasan aktivitas atau pembatasan partisipasi dalam berinteraksi (WHO). Sedangkan difabel merupakan akronim dari Different Ability, manusia dengan kemampuan yang berbeda yang umumnya digunakan untuk menyebutkan individu yang berkebutuhan khusus. Istilah difabel selalu dikaitkan dengan penyandang cacat atau orang yang berkebutuhan khusus karena keterbatasan yang mereka miliki. Padahal, jika ditelaah lebih jauh dapat dikatakan semua orang yang lahir memiliki kebutuhana mereka masing masing tentang diri mereka yang disebut dengan kebutuhan khusus. Pengkotak kotakan ini yang menyebabkan adanya perbedaan strata yang tidak terlihat di masyarakat antara anak yang berkebutuhan khusus dengan anak normal. 1 Realita di masyarakat, difabel adalah mereka yang memiliki kekurangan baik secara fisik maupun mental sehingga dikatakan berkebutuhan khusus. Perlakuan diskriminasi dan rasa kasihan sering diterima difabel karena anggapan keterbatasasn potensi dan kemandirian yang kurang mumpuni akan menjadikan difabel sebagai beban masyarakat. 1 wawancara Drs. Wiji Suparno, M.Phil,SNE, Pengawas bidang SLB Dinas Pendidikan DIY 1

2 Keterbatasan ini dapat kita lihat dan jumpai di banyak aspek antara lain akses publik, pendidikan dan perkerjaan. 2 Dalam bidang pendidikan, anak berkebutuhan khusus memiliki keterbatasan karena kurangnya penawaran dan kesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga berlanjut kepada pekerjaan dan mendapatkan kehidupan yang layak. Padahal menurut data perhitungan secara umum, PBB memperkirakan bahwa paling sedikit terdapat 10 % dari anak usia sekolah yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia seklah antara 5 14 tahun sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus dan memerlukan fasilitas sesuai dengan kebutuhannya. 3 Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus secara fisik dan mental cukup banyak sehingga sarana pendidikan berupa sekolah yang mampu mewadahi kebutuhan anak dengan kebutuhan yang intens mutlak sangat diperlukan. Sekolah inklusi lahir sebagai solusi yang dapat mewadahi dan menghilangkan pengkotak kotakan kebutuhan manusia. Lingkungan sekolah yang baik tentu akan membantu membentuk karakter, kepercayaan diri serta saling menghargai dalam diri anak Hak kesetaraan pendidikan untuk difabel Setiap orang berhak (termasuk difabel) berhak mengembangkan dirinya dan mendapatkan pendidikan, memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (UUD 1945 pasal 28 C ayat 1). Dengan kata lain, pendidikan nasional diselenggarakan secara demokratis dan tidak diskriminatif. Hak pendidikan ini juga berlaku bagi anak yang berkebutuhan khusus diatur dalam: a. UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 11 : Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. 2 disaring dari artikel: anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesiadiperkirakan-42-juta 2

3 Pasal 12 : Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajatkecacatan serta kemampuannya. b. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 18 : Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Bab III Pasal 4 ayat 1: Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Bab IV Pasal 5 ayat 2 : Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Bab VI Pasal 32 ayat 2 : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Berdasarkan UU di atas maka setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya tanpa diskriminasi. Begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus memilik hak untuk mengembangkan potensi diri sesuai minat dan bakatnya dengan bantuan sarana dan prasarana pendidikan. Menurut Mendiknas terdapat 3 hal yang harus ditumbuhkan dalam perbaikan pendidikan khusus yaitu : - Memupuk kepercayaan diri peserta didik - Mengembangkan keterampilan hidup - Menyiapkan akses bagi mereka untuk masuk kek dunia kerja maupun ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi Dalam penerapannya yang paling umum dilakukan di Indonesia, sekolah untuk anak berkebutuhan khusus masih dibedakan dengan anak anak normal yang lainnya ( model segregatif ) dalam bentuk sekolah luar biasa dengan tingkat pendidikan yang sama dengan kurikulum normal. Selain itu juga terdapat penggolongan jenis sekolah luar biasa yaitu: SLB A untuk Tunanetra, SLB B untuk tunarungu, SLB C untuk tunagrahita, SLB D untuk tunadaksa, SLB E untuk tunalaras, SLB G untuk tunaganda. Tujuan dari model 3

4 segregatif ini adalah agar ABK memperoleh pendidikan yang sesuai dengan karakteristik ketunaan/kecacatannya sehingga dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal. Menurut Thomas Lombar, dalam diskusinya tentang Responsible Inclusion, siswa difabel yang diberikan pengajaran di kelas terpisah seringkali merasa tidak termotivasi, rendah diri, dan tidak berdaya. Dengan penempatan anak difabel di sekolah inklusi dapat menumbuhkan sikap positif bagi siswa difabel yang berkembang dari komunikasi dan interaksi dari pertemanan dan kerja sebaya. Anak difabel belajar keterampilan sosial dan menjadi siap untuk tinggal di masyarakat karena mereka dimasukkan dalam sekolah umum. Dengan adanya sekolah inklusi, anak terhindar dari dampak negatif dari sekolah segregasi, label cacat yang memberi stigma pada anak dari sekolah segregasi membuat anak merasa inferior, serta kecilnya kemungkinan untuk saling bekerjasama, dan menghargai perbedaan. Jumlah SLB yang ada saat ini dirasa belum cukup menampung jumlah anak ABK dan jumlah ABK yang menyebar menyebabkan pemenuhan kebutuhan pendidikan ABK belum terpenuhi dengan baik. Tabel 1.1 Data Penyandang Disabilitas Penyandang Kedisabilitasan* Anak Kedisabilitasan ** No. Kab /Kota Lk Pr Jlh Lk Pr Jlh 1. Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta Sumber : Dinas Sosial Provinsi DIY *Penyandang disabilitas : mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika beraktifitas berhadapan dengan berbagai hambatan **Anak dengan kedisabilitasan : seseorang yang belum berusia 18 tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu dan merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi fungsi jasmani, rohani dan sosial secara layak, yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, mental dan fisik dan mental. 4

5 Tabel 1.2 Data Jumlah SLB DIY No. Kab / Kota Jumlah SLB Jumlah siswa SD SMP 1. Kulon Progo 7 sekolah Bantul 19 sekolah Gunung Kidul 10 sekolah Sleman 16 sekolah Yogyakarta 8 sekolah Sumber : Dispora Provinsi DIY Dari data jumlah SLB di DIY terdapat total 60 sekolah baik negeri ataupun swasta dengan jumlah SLB terbanyak berada di Kabupaten Bantul. Sedangkan jumlah SLB terkecil berada di Kulon Progo dan Yogyakarta dengan masing masing 7 sekolah dan 8 sekolah. Tabel 1.3 Data Jumlah Sekolah Inklusi DIY No. Kab / Kota Jumlah Jumlah siswa difabel sekolah inklusi SD SMP 1. Kulon Progo 25 sekolah Bantul 39 sekolah Gunung Kidul 56 sekolah Sleman 31 sekolah Yogyakarta 12 sekolah Sumber : Dispora Provinsi DIY Berdasarkan data diatas, jumlah difabel di Provinsi DIY mencapai dengan 3910 difabel merupakan anak dibawah 18 tahun. Diasumsikan, jumlah sebenarnya masih lebih banyak dibanding data yang ada, diyakini belum ada data falid mengenai jumlah difabel. Jumlah difabel terbesar berada di kabapaten Gunung Kidul dengan jumlah anak dengan kedisabilitasan 1026 orang. Namun, untuk penanganannya sudak cukup baik dilakukan dengan cukup banyaknya jumlah SLB dan sekolah inklusi di Kabupaten Gunung Kidul. Untuk daerah lain yang berpotensi dikembangkan sekolah inklusi adalah Kabupaten Bantul dan Sleman dengan jumlah anak berkebutuhan khusus cukup tinggi yaitu 940 dan 970 anak namun penanganan pendidikan yang kurang memadai. Di Kabupaten Bantul 5

6 hanya tersedia 19 SLB dan 39 sekolah inklusi sedangkan di Kabupaten Sleman tersedia 16 sekolah luar biasa dan 31 sekolah inklusi oleh. Karena itu adanya tambahan pendidikan inklusi di kabupaten Bantul atau Selman diharapkan dapat membantu pendidikan untuk difabel Pencanangan DIY sebagai perintis kota- kota inklusif Pemenuhan hak hak bagi penyandang disabilitas di DIY telah diatur dalam perda DIY tahun 2012 tentang pemenuhan hak asasi bagi warga negaara di DIY yang sudah disusun dalam rencana pembangunan untuk tahun yang didasarkan atas penemuhan akses bagi penyandang difabilitas Provinsi DIY. Pemenuhan kebutuhan diimplementasikan pada program dinas Kimpraswil DIY yaitu 4 : a. Penataan koridor dan tatar ruang yang aksesibel dan ramah terhadap penyandang difabilitas b. Mempekerjakan penyandang difabilitas bagi perusahaan selama masih memenuhi ketentuan c. Program pemberdayaan masyarakat untuk pendorong pengembangan pendidikan inklusi d. Penyediaan modal usaha dan layanan kesehatan untuk penyandang difabilitas Hal ini juga dipertegas dengan misi pembangunan Kota Yogyakarta tahun beserta pokok pokok penjelasannya sebagai berikut 5 : 1. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih Memperkuat tata kelola pemerintahan Kota Yogyakarta yang baik, bersih, berkeadilan, demokratis, dan berlandaskan hukum 2. Mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas Mewujudkan pendidikan untuk semua (inklusif) Mewujudkan Kota Yogyakarta Sehat Memperkuat pembangunan sarana dan prasarana yang berkualitas dan aksesibel bagi seluruh warga Yogyakarta termasuk warga yang mempunyai perbedaan kemampuan (difabel) 4 Paparan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X pada pertemuan tingkat tinggi bupati dan walikota untuk kota kota inklusi Sebagai bagian dari proyek UNESCO Inklusi Sosial Para Penyandang Disabilitas di Indonesia 5 Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah (Rkpd) Kota Yogyakarta Tahun

7 3. Mewujudkan pemberdayaan masyarakat dengan gerakan Segoro Amarto Mengembangkan ekonomi kerakyatan Memperkuat masyarakat Kota Yogyakarta yang toleran, inklusif, bermoral, beretika, beradab dan berbudaya Memasyarakatkan dan membudayakan gerakan Segoro Amarto 4. Mewujudkan daya saing daerah yang kuat Memperkuat Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan yang berkualitas, berkarakter, dan inklusif Memperkuat dan mengembangkan keterpaduan Kota Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata, Kota Budaya dan Kota Perjuangan Memperkuat daya saing Kota Yogyakarta yang unggul dalam pelayanan jasa Memperkuat Kota Yogyakarta yang nyaman dan ramah lingkungan Memperkuat Kota Yogyakarta yang aman, tertib, bersatu dan damai Dalam hal pendidikan pemerintah DIY mengupayakan perluasan akses pendidikan bagi penyandang difabilitas usia sekolah yang belum atau tidak sekolah, peningkatan mutu dan daya saing, serta membentuk kesadaran publik tentang pendidikan inklusi sehingga pelaksanaan prakteknya menjadi lebih mudah. 6 Dalam 3 tahun terakhir, jumlah anak berkebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan inklusi meningkat sekitar 30 persen. Dari total 83% yang telah mendapatkan pendidikan formal baik di SLB maupun sekolah inklusi tingka TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Dalam penerapannnya ada banyak tantangan dalam menjalankan pendidikan inklusi. Tantangan terbesar justru dalam dari pihak anak yang berkebutuhan khusus, orang tua harusnya memiliki kesadaran tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus. Pengertian dan sosialisasi tentang pendidikan inklusi juga harus dipahami orang tua anak normal yang cenderung menolak anaknya belajar bersama dengan anak berkebutuhan khusus 7. 6 Paparan dari Dinas pendidikan, pemuda dan olah raga (Dikpora), Sri Widayati pada pertemuan tingkat tinggi bupati dan walikota untuk kota kota inklusi Sebagai bagian dari proyek UNESCO Inklusi Sosial Para Penyandang Disabilitas di Indonesia 7 Bapak Suryanto, Direktur Jendral Pendidikan Dasar. 7

8 Adanya pendidikan inklusi diharapkan mampu menjalin interaksi antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal sehingga timbul rasa toleransi bagi anak normal dan kepercayaan diri dan kemandirian bagi anak berkebutuhan khusus Keberadaan Sekolah Inklusi di Yogyakarta Sebagian besar sekolah inklusi di ada indonesia (81,40%) adalah pada tingkat SD. Namun, bila dibandingkan dengan jumlah seluruh SD yang ada di indonesia yaitu , maka jumlah seluruh sd inklusi di indonesia sebenarnya baru mencapai 0,44%. Selanjutnya, dengan mengambil angka kasar jumlah penyandang cacat usia sekolah di indonesia adalah 1,5 juta, maka jumlah anak berkelainan yang terlayani pendidikannya melalui sekolah inklusi sebenarnya baru mencapai 1 % dari seluruh populalsi yang ada. (Direktorat PSLB, 2008) Namun dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, yang didalamnya menegaskan bahwa setiap Pemerintah kabupaten/kota untuk menunjuk paling sedikit 1 (satu) SD dan 1 (satu) SMP pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif, maka diyakini jumlah anak berkelainan dan jumlah sekolah penyelenggara inklusif di Indonesia akan semakin meningkat. Di Yogyakarta sendiri sudah terdapat beberapa sekolah yang mencanangkan diri sebagai sekolah inklusi untuk tingkat TK 3 sekolah, tingkat SD 127 sekolah, tingkat SMP 19 sekolah, tingkat SMA 5 sekolah, tingkat SMK 4 sekolah. (Data sekolah inklusi 2013 Dispora DIY). Dengan persebaran sekolah paling banyak berada di Kabupaten Gunung Kidul. Namun, keadaan sekolah inklusi yang ada di DIY masih jauh dari harapan pendidikan inklusi yang dicanangkan. Kebanyakan sekolah inklusi masih menekankan pada kurikulum yang akan dikejar anak dengan bantuan dari Guru Pendamping Khusus. Perancangan sekolah inklusi belum sepenuhnya membuat anak mandiri karena fasilitas, sarana dan prasana yang kurang mendukung. Seperti tidak adanya jalur penuntung yang memadai, masih banyaknya penggunaan tangga yang menyulitkan dan pembebanan yang berat pada Guru pendamping khusus untuk membimbing anak berkebutuhan khusus. 8

9 Akibatnya anak berkebutuhan khusus sering diperlakukan sama dengan anak regular pada umunya dalam hal penerimaan pembelajaran sehingga hasil belajar menjadi kurang optimal. Anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusi harus dilatih kemandiriannya sehingga dapat beradaptasi dengan dengan lingkungan masyarakat yang mainstream dengan pilihan pilihan yang pas bagi anak Pendidikan inklusi di Tingkat Taman Kanak Kanak Dalam mencapai kehidupan yang mandiri, difabel perlu mendapatkan pendidikan yang mampu memfasilitasi secara utuh kebutuhan mereka. Sesuai dengan deklarasi universal tentang hak asasi manusia (PBB, 1948) dan secara kuat dipertegas oleh deklarasi dunia tentang pendidikan bagi semua (UNESCO, 1990), yang antara lain mengatakan bahwa setiap penyandang difabel berhak menyatakan keinginannya sehubungan dengan pendidikannya, sejauh hal tersebut dapat difahami; dan orang tua berhak untuk dikonsultasi mengenai bentuk pendidikan yang paling sesuai dengan kebutuhan, keadaan dan aspirasi anaknya di tingkat pendidikan apapun. Setiap tingkat pendidikan seharusnya sudah menanamkan prinsip inklusi. Inklusi merupakan cara untuk menghapuskan pengkotak kotakan jenis kebutuhan setiap manusia. Namun terdapat 4 kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusi yaitu 9 : - Kendala Psikologis : tidak semua ABK ataupun Anak normal dan orang tuanya nyaman dalam lingkungan belajar yang sama. - Kendala Nilai : adanya anggapan yang berkembang di masyarakat tentang potensi difabel yang terbatas dan penilaian menyusahkan untuk difabel - Kendala Praktek : kurangnya sarana dan prasana, guru, kurikulum dan hal hal teknis lain yang mengganggu kelancaran pembelajaran inklusi - Kendala Power : Kendala ini dapat datang dari pihak anak ataupun pihak sekolah. Misalnya dari pihak keluarga anak yang tidak menyekolahkan anak mereka karena malu, atau pun dari pihak sekolah yang tidak menerima ABK karena keterbatasan fasilitas yang dimilikinya. 8 Agustina indriani, Psikologi Kajian Disabilitas UI 9 wawancara Drs. Wiji Suparno, M.Phil,SNE, Pengawas bidang SLB Dinas Pendidikan DIY 9

10 Pentingnya pendidikan inklusi adalah memberikan lingkungan yang tepat guna mencapai kesamaan kesempatan dan partisipasi penuh. Keberhasilannya menuntut usaha bersama, bukan hanya dari guru- guru dan staf sekolah, orang tua, keluarga, relawan, tetapi juga dari teman sebayanya. Pemilihan tingkat pendidikan TK sebagai perancangan sekolah inklusi karena: - TK merupakan pendidikan formal pertama anak, dimana anak pertama kali memiliki banyak teman sebaya dalam satu lingkungan. - Usia TK merupakan masa golden age, dimana pertumbuhan dan perkembangan anak sangat significant pada motorik dan pola pikirnya. Oleh karena itu, kepribadian anak dapat dibentuk pada masa ini dengan menanamkan dan membiasakan anak berinteraksi dengan teman yang difabel. Pengembangan TK Inklusi tidak saja sebagai langkah tepat dalam pemerataan layanan TK, tetapi dapat dipandang lebih dalam yakni memupuk karakter anak yang lebih humanis, lebih peka, dan lebih menghargai perbedaan sejak usia dini Masih sedikit jumlah sekolah inklusi di Yogyakarta terutama untuk tingkat pendidikan TK. Sehingga masa kanak kanak ABK bisa saja tidak diisi dengan kegiatan yang berguna. Dengan adanya Pendidikan TK inklusi diharapkan semua anak, teristimewa anak yang berkebutuhan khusus berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya masing-masing di masa golden age Konsep Versabilitas ruang dalam Sekolah inklusi Sekolah inklusi merupakan perwujudan nyata dalam mewujudkan universal design di bidang pendidikan. Tujuan sekolah inklusi adalah untuk mewadahi dan mempersiapkan anak untuk mampu belajar, berkompetisi dan berinteraksi tanpa halangan keterbatasan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan dukungan dari semua pihak, termasuk pihak sekolah. Sekolah harus mempersiapkan diri untuk menyediakan layanan pendidikan yang baik secara fisik maupun non-fisik. 10 About the KindergartenInclusion Tip Sheets, Association for Children with a Disability 11 Wawancara Drs. Wiji Suparno, M.Phil,SNE, Pengawas bidang SLB Dinas Pendidikan DIY 10

11 Dilihat dari sekolah inklusi yang ada di Yogyakarta, kebanyakan masih belum mampu mendukung kegiatan belajar dan mengajar untuk semua pengguna. Penyelesaian desain sekolah taman kanak - kanak belum mampu menyediakan ruang ruang belajar dan bermain yang mendukung kegiatan tumbuh kembang anak sesuai dengan kebutuhan khususnya. Walaupun begitu penyelesaian sekolah inklusi yang ada saat ini hanya berfokus pada tahap penyesuaian sistem pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Taman kanak - kanak inklusi dengan target pengguna anak normal dan anak berkebutuhan khusus diharapkan mampu untuk mendukung kegiatan belajar dan bermain anak untuk membantunya dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangannya di usia dini. Sedangkan pada anak berkebutuhan khusus diharapkan perancangan taman kanak kanak inklusi menjadi salah satu sarana terapi. Oleh karena itu konsep versabilitas ruang dimaksud agar penggunaan ruang luar dan ruang dalam maksimal untuk perbedaan kebutuhan dan penggunaan ruang yang beragam oleh anak berkebutuhan khusus. Dengan adanya berbagai macam perbedaan kebutuhan, ruang belajar dan bermain dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak normal dan anak berkebutuhan khusus. 1.2 Permasalahan 1. Pandangan tentang sulitnya mendidik anak difabel yang berdampak pada pengabaian hak - hal difabel dalam pendidikan 2. Kurangnya fasilitas pendidikan inklusi pada tingkat TK untuk usia anak 3-6 tahun di DIY 3. Keeksklusifan SLB menyebabkan minimnya interaksi dan persaingan antara anak difabel dan normal 4. Mencari faktor faktor perancang sebuah TK yang mampu memenuhi perbedaan kebutuhan, kemampuan dan sistem belajar anak terkait dengan aksesibilitas ruang dengan prinsip versabilitas ruang 5. Bagaimana mengkonektifitaskan ruang dalam dan ruang luar yang edukatif dan menyenangkan 6. Bagaimana Menciptakan suasana interior dan fasilitas dalam sekolah yang heterogen dan membantu tumbuh kembang anak dan sarana alternatif terapi 7. Bagaimana sirkulasi dan program ruang yang tercipta menjadi aman dan nyaman untuk menumbuhkan interaksi sosial 11

12 1.3. Tujuan Dan Sasaran Pembahasan 1. Menghapus pandangan tentang sulitnya mendidik anak difabel dengan dengan adanya sekolah yang mampu memfasilitasi bakat dan interaksi anak. 2. Menambah alternative pendidikan TK inklusi sebagai dasar untuk mempengaruhi pembangunan model pendidikan inklusi di tiap kecamatan di DIY 3. Menghapuskan ke-eksklusifan SLB dengan perancangan sekolah yang memaksimalkan interaksi antar anak 4. Merancang sebuah TK yang mampu memenuhi perbedaan kebutuhan, kemampuan dan sistem belajar anak terkait dengan aksesibilitas ruang dengan metode versabilitas ruang 5. Menciptakan konektifitas ruang dalam dan ruang luar yang edukatif dan menyenangkan 6. Menciptakan suasana interior dan fasilitas dalam sekolah yang heterogen dan membantu tumbuh kembang anak dan sarana alternatif terapi 7. Merancang sirkulasi dan program ruang yang aman dan nyaman untuk menumbuhkan interaksi sosial maksimal pada anak 1.4. Lingkup Pembahasan 1. Permasalahan arsitektur berkaitan dengan fungsi bangunan pendidikan inklusi tingkat TK yang mewadahi kebutuhan anak normal dan berkebutuhan khusus dalam prinsip desain yang universal. 2. Penciptaan konektifitas ruang dalam dan luar, ruang interior dan sirkulasi yang aksesibel dan nyaman dengan kebutuhan gerak aktif ana usia dini. 3. Pembahasan konsep Versabilitas Ruang untuk menciptakan ruang yang flexibel sesuai dengan berbagai karakteristik pengguna 1.5. Metode Pembahasan Metode pembahasan yang digunakan untuk memperoleh data serta informasi dari berbagai sumber dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: a. Studi Literatur (Untuk Data Sekunder) Mempelajari bahan pustaka yang ada terkait karakter dan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus dan bangunan sekolah terutama sekolah yang mewadahi anakanak berkebutuhan khusus baik berupa referensi buku, hasil-hasil tulisan, atau 12

13 penelitian pemerintah maupun perorangan untuk memperoleh data pendukung yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat. b. Pengamatan Langsung (Observasi) Melakukan penelitian dengan proses survey terkait dengan sekolah inklusi, sekolah luar biasa dan sekolah umum untuk mendapatkan gambaran tentang perbedaan perilaku dan penanganan untuk selanjutnya digunakan sebagai gambaran untuk penyusunan konsep dan perancangan kedepannya c. Pengumpulan Data dari Studi Kasus Mengumpulkan data-data dari Mengumpulkan data-data dari instasi terkait data jumlah difabel, penyebaran dan jumlah sekolah yag telah ada. Serta penelitian untuk perbandingan beberapa contoh bangunan dengan fungsi yang sama sebagai dasar rumusan proses selanjutnya Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Meliputi latar belakang penulisan dan permasalahan bangunan sekolah inklusi, baik secara umum maupun khusu disertai penjelasan tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, metode pembahasan, sistematika penulisan, dan keaslian penulis. Bab II Tinjauan Teori Mengemukakan pembahasan tentang karakter dan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus dan anak normal sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya di masa golden age. Prinsip Prinsip pendidikan dan pengajaran yang tepat dalam sekolah inklusi untuk menjadi gambaran dalam mendesain serta tinjauan mengenai survey bangunan sejenis di DIY dan Indonesia serta beberapa preseden dan contoh sekolah di Indonesia dan di luar Indonesia. Bab III Tinjauan Lokasi dan Analisis Tinjauan lokasi site, yang berisi keadaan eksisting kawasan rencana bangunan sekolah inklusi dan analisis potensi site terpilih yang nantinya akan mempengaruhi konsep perancangan. 13

14 Bab IV Pendekatan Konsep Dasar dan Perancangan Berisi mengenai pendekatan dan analisis tapak dan kondisi eksisting yang konteks dengan lingkungan sekitar berdasarkan teori yang dipelajari. Bab V Konsep Perancangan dan Perencanaan Pengkoneksian antara teori, keadaan tapak dan konsep pendekatan yang digunakan sebagai konsep desain untuk mengarahkan kepada pemilihan elemen elemen bangunan sesuai citra dan fungsi bangunan yang dikehendaki. 1.7 Kerangka berfikir Gambar 1. 2 Kerangka Berfikir Sumber : Analisis Penulis,

15 1.8 Keaslian Penulisan Dilihat dari beberapa judul pra tugas akhir dan beberapa karya tulis dari sumber lain, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Hal tersebut dapat terlihat pada tipe bangunan, objek sasaran, konsep maupun pendekatan yang digunakan. Beberapa judul tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : Desain Sekolah Taman Kanak Kanak dengan Metode Microscopic Design Penulis : Atmanti, Fanitra Pedi (06 / / TK / 32108) Perbedaan : Fungsi dan pengguna bangunan, konteks dan Pendekatan berbeda Redesain TK Pertiwi Gondonglegi Yogyakarta Pendekatan Studi Perilaku dan Lingkungan Penulis : Sakinah, Bunga (09 / / TK / 34567) Perbedaan : Fungsi dan pengguna bangunan, konteks dan Pendekatan berbeda Taman kanak kanak dengan pendekatan konsep teritorialitas pada bangunan Penulis : Salilana, Maulani Faradina (07 / / TK / 32343) Perbedaan : Konsep, pengguna bangunan, konteks dan pendekatan berbeda Taman kanak kanak dengan penekanan alam sebagai media pembelajaran Penulis : Wibowo, Arief Singgih (07 / / TK / 32504) Perbedaan : Konsep, Pengguna dan pendekatan berbeda Taman kanak kanak berdasarkan metode Montessori Penulis : Narwastu (05 / / TK / 30624) Perbedaan : Konsep, pendekatan dan konteks berbeda 15

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

Tabel 1. 1 Target Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia Tahun ,7 Juta (61,8%) 5,85 Juta (19,37%) 12,85 Juta (42,43%)

Tabel 1. 1 Target Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia Tahun ,7 Juta (61,8%) 5,85 Juta (19,37%) 12,85 Juta (42,43%) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Taman Kanak-Kanak di Indonesia Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Kondisi ini menuntut Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pendidikan adalah hak bagi setiap anak, termasuk anak dengan disabilitas atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.1.1 Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat Gambar 1.1 Difabel Dokumentasi : Vriesia Tissa Florika (2013) Istilah difable (differently Ability) muncul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keharusan negara untuk mampu menciptakan rakyat yang cerdas ditiap-tiap bidangnya dan mengenai pendidikan sebagai suatu alat terciptanya negara yang baik dalam perspektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class merupakan salah satu terobosan besar yang dicetuskan di dunia pendidikan. Hal ini karena

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi Nurul Hidayati Rofiah 1*, Muhammad Ragil Kurniawan 2 1,2 PGSD UAD *Email: nurulhidayati@pgsd.uad.ac.id Keywords: Wajib belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penting dalam menentukan masa depan suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan harapan bagi setiap orang tua agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang tua berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah

Lebih terperinci

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of Productive Employement and Social Integrationyaitu Promote equal access to all levels of

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapat pendidikan, hal ini telah tercantum dalam deklarasi universal 1948 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.

Lebih terperinci

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di jaman yang mengangkat emansipasi wanita kini, banyak wanita atau ibuibu

BAB 1 PENDAHULUAN. Di jaman yang mengangkat emansipasi wanita kini, banyak wanita atau ibuibu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Di jaman yang mengangkat emansipasi wanita kini, banyak wanita atau ibuibu yang memilih untuk menjadi wanita karier. Wanita bekerja selain untuk mengangkat derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, setiap individu terkadang mengalami suatu hambatan. Hambatan yang terjadi pada suatu individu beragam jenisnya. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Didi Tarsidi Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Disajikan dalam Acara Sosialisasi

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD Oleh : Nelti Rizka, S.Tr.Keb PAUD Terpadu Mutiara Bunda Bangkinang Kab.Kampar Provinsi Riau Emai: neltrizka@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 57 TAHUN : 2012 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 57 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, bahasa, dan seni. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pun memiliki keanekaragaman tersebut. Masyarakat

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen dasar dari hak asasi manusia. Di dalam hak atas pendidikan terkandung berbagai elemen pokok bagi kehihupan manusia. Hak atas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anak sebagai generasi penerus merupakan aset yang berharga bagi keluarga yang juga memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Anak merupakan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan

Lebih terperinci

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PNDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia bermacam-macam,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa dalam mewujudkan masyarakat Bantul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW. Didiklah anakmu dalam tiga tahap. Tujuh tahun pertama ajarkanlah ia sambil bermain, tujuh tahun kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional mulai dari Deklarasi Universal 1948. Instrumeninstrument

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar Pembangunan PAUD 2011 2025 menyatakan : bahwa PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Sosialisasi KTSP DASAR & FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. i Solo B ru

BAB I PENDAHULUAN. i Solo B ru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar belakang Pengadaan Proyek Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Perkembangan sebuah negara dipengaruhi oleh beberapa aspek, salah

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan sering kita temukan berbagai macam permasalahan, salah satunya adalah masalah diskriminasi yang secara tidak langsung dialami oleh para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah membawa dampak yang luar biasa pada mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan juga pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kehidupan yang sempurna, tapi jika kenyataan berbeda dengan harapan, bukan berarti tak ada jalan kesempurnaan. Tuhan menciptakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2017 KEMENRISTEK-DIKTI. Pendidikan Khusus. Pendidikan Layanan Khusus. PT. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesempatan untuk mendapatkan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, masih rendah bahkan boleh dikatakan memprihatinkan. Salah satu indikatornya

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemilihan Kantor Pemerintahan Desa Merdikorejo Pengguna Bangunan Beserta Aktivitasnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemilihan Kantor Pemerintahan Desa Merdikorejo Pengguna Bangunan Beserta Aktivitasnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Pemilihan Kantor Pemerintahan Desa Merdikorejo Sebuah sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara atau daerah dalam mengatur pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuat manusia menyesuaikan diri dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari bahwa setiap individu memiliki hak untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perbedaan kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri,

I. PENDAHULUAN. perbedaan kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filosofi Bhineka Tunggal Ika merupakan wujud kebhinekaan manusia, baik vertikal maupun horizontal. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, fisik, finansial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

Konsep perencanaan dan perancangan

Konsep perencanaan dan perancangan Konsep perencanaan dan perancangan Pusat pelatihan atlit cacat Indonesia di Surakarta sebagai rehabilitasi psikologi dengan pendekatan psikologi arsitektur Disusun Oleh: Alda Fatrisia I 0204020 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini merupakan sebuah kewajiban negara dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan

Lebih terperinci

SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B TERPADU DI SEMARANG

SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B TERPADU DI SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B TERPADU DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA 37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Indah Permata Darma, & Binahayati Rusyidi E-mail: (indahpermatadarma@gmail.com; titi.rusyidi06@gmail.com) ABSTRAK Sekolah inklusi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci