BAB I PENDAHULUAN I.1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pendidikan adalah hak bagi setiap anak, termasuk anak dengan disabilitas atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi ABK di Indonesia berdasar Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 terdiri dari pendidikan luar biasa dan pendidikan inklusif. Pendidikan luar biasa merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan khusus bagi ABK. Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan bagi semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran bersama peserta didik umum (Kementerian Pendidikan Nasional RI, 2009). Pendidikan inklusif melalui sekolah inklusi diselenggarakan bagi ABK dengan standar potensi kecerdasan, sedangkan pendidikan luar biasa melalui Sekolah Luar Biasa (SLB) menyelenggarakan pendidikan khusus bagi semua ABK tanpa terkecuali. Peningkatan penyelenggaraan pendidikan bagi ABK di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu bagian dari Visi dan Misi Gubernur DIY yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DIY Peningkatan penyelenggaraan pendidikan bagi ABK juga mempertimbangkan banyaknya jumlah penyandang disabilitas dalam usia sekolah, di DIY 3507 ABK usia sekolah terbagi dalam tiga kelompok usia yaitu dari 737 (21%) ABK berusia 0-5 tahun, (35%) ABK berusia 6-12 tahun dan (44%) berusia tahun terbagi di 5 wilayah kabupaten/ kota di DIY dengan 1

2 2 rincian jumlah ABK di setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Gambar Jumlah ABK 269 Kulonprogo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta Gambar 1.1 Jumlah ABK di Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan DIY, 2013 Kabupaten Sleman adalah kabupaten/kota dengan jumlah ABK tertinggi di DIY dengan 864 ABK. Kota Yogyakarta sebagai ibukota provinsi memiliki jumlah ABK terendah yaitu 269 ABK. Jumlah ABK di Kabupaten Kulon Progo berjumlah 687 ABK, Kabupaten Bantul berjumlah 842 ABK dan Kabupaten Gunungkidul berjumlah 851 ABK. Kabupaten Sleman berada diurutan pertama dengan jumlah ABK terbanyak, diikuti Kabupaten Gunungkidul, Bantul, Kulon Progo dan terakhir Kota Yogyakarta, dengan tingkat pendidikan yang ditempuh pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah ABK Bersekolah di DIY Jumlah ABK TK SD SMP SMA Siswa Sekolah Inklusi Siswa SLB & Tidak Sekolah Kulon Progo Bantul Gunungkidul

3 3 Lanjutan tabel 1.1. Jumlah ABK TK SD SMP SMA Siswa Sekolah Inklusi Siswa SLB & Tidak Sekolah Sleman Yogyakarta Jumlah Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan DIY, 2013 Data Badan Perencanaan Pembangunan DIY (Bappeda DIY) tahun 2013 menunjukkan lebih banyak ABK menempuh pendidikan di sekolah inklusi, ABK (55,1%) dari total jumlah ABK yang ada di DIY dan ABK (44.9%) lainnya bersekolah di SLB atau belum bersekolah sama sekali. Prosentase ABK yang bersekolah di sekolah inklusi yang lebih tinggi ini juga setara dengan jumlah sekolah inklusi yang memang lebih banyak. Total terdapat 5 TK, 126 SD, 20 SMP, dan 21 SMA inklusi yang tersebar di DIY. Persebaran Sekolah Luar Biasa di DIY secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Sekolah Luar Biasa di DIY Tahun 2013 Kabupaten/Kota SLB Negeri SLB Swasta Kulon Progo 1 7 Bantul 1 18 Gunungkidul 2 9 Sleman 1 28 Kota Yogyakarta 3 6 Jumlah 8 68 Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY, 2013 Total terdapat 76 SLB di DIY dengan jumlah SLB terendah di Kabupaten Kulon Progo, dan jumlah SLB tertinggi di Kabupaten Sleman. Sekolah Luar Biasa dapat terdiri dari berbagai jenjang pendidikan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 1991

4 4 Pendidikan Luar Biasa terdiri dari beberapa satuan pendidikan antara lain Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) atau saat ini Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) atau saat ini Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), sehingga tidak semua SLB tersebut memiliki TKLB, SMPLB, dan SMALB. Data Direktorat Pembinaan SLB Departemen Pendidikan Nasional menunjukkan mayoritas SLB yang ada di Indonesia memiliki SDLB, dan paling sedikit memiliki SMALB (Sunardi, 2010). Sekolah Luar Biasa memiliki satuan pendidikan/lembaga berdasarkan pengelompokan jenis disabilitas yang mampu untuk diwadahi, sehingga masing-masing SLB memiliki jenis disabilitas berbeda yang dapat diwadahi. SLB A untuk tunanetra, SLB B untuk tunarungu, SLB C untuk tunagrahita, SLB D untuk tunadaksa, SLB E untuk tunalaras dam SLB G untuk tunaganda. Pengelompokan tersebut karena ABK memiliki jenis disabilitas yang beragam, dengan kebutuhan metode pendidikan sesuai dengan jenis disabilitas anak. Tabel 1.3 menunjukkan data ABK di DIY berdasar jenis disabilitasnya. Tabel 1.3 Data Jenis Disabilitas ABK di DIY Jenis Kecacatan Kabupaten/ Mental Eks Eks Kota Tubuh Ganda Retardasi Netra Ruwi kronis psikotik L P L P L P L P L P L P L P Kulon Progo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta Jumlah Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY, 2013 ABK dengan retardasi mental (tunagrahita) adalah yang paling tinggi, diikuti anak dengan cacat tubuh (tunadaksa), kemudian tunarunguwicara, tunaganda, tunanetra, eks kronis, dan

5 5 eks psikotik. Jenis disabilitas yang dimiliki ABK merupakan faktor penting untuk menentukan jenis dan karakteristik pendidikan selain tingkat intelegensi ABK. Jumlah ABK usia remaja yaitu antara tahun adalah yang paling banyak di DIY, sekitar 44% dari keseluruhan jumlah ABK. Tingginya ABK usia remaja tersebut mengindikasikan pentingnya pendidikan pada jenjang SMA baik melalui SMA inklusi, SMK inklusi maupun SMALB yang memberikan bekal agar ABK dengan usia remaja mampu hidup secara mandiri di masyarakat. Pendidikan bagi ABK usia remaja adalah yang paling membutuhkan peningkatan melihat jumlah partisipasi pendidikan ABK rendah pada jenjang pendidikan SMA pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Jumlah ABK ditingkat SD, SMP, dan SMA Kategori Usia Tingkat Sekolah Jumlah Siswa 0-5 th TK SD th SMP, SMA 285 Sumber : Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY, 2013 Jumlah ABK tertinggi berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY (Bappeda DIY) tahun 2013 adalah di Kabupaten Sleman dengan 864 ABK, 558 diantaranya sudah bersekolah di sekolah inklusi dan 306 ABK sisanya ditampung oleh 29 SLB yang tersebar di Kabupaten Sleman atau belum bersekolah. Gunungkidul adalah kabupaten kedua dengan jumlah ABK terbanyak yaitu 851 ABK dan tingkat partisipasi pendidikan yang tinggi dengan 814 ABK di sekolah inklusi dan 34 ABK sisanya belum bersekolah atau telah ditampung oleh 11 SLB di Kabupaten Gunungkidul. Bantul dengan 842 ABK, sebanyak 622 ABK telah menempuh pendidikan di sekolah inklusi, 220 ABK yang tersisa belum bersekolah atau telah ditampung oleh 19 SLB

6 6 di Kabupaten Bantul. Kulon Progo dengan 687 ABK, memiliki tingkat partisipasi pendidikan terendah di sekolah inklusi dengan 196 ABK, 491 ABK yang tersisa belum bersekolah atau telah ditampung oleh 8 SLB di Kabupaten Kulon Progo. Kota Yogyakarta memiliki jumlah ABK terendah yaitu 269 ABK, dengan 234 ABK bersekolah di sekolah inklusi dan 35 ABK bersekolah di 9 SLB yang ada di Kota Yogyakarta atau belum bersekolah. Korelasi antara data jumlah ABK dengan jumlah ABK yang bersekolah di SLB atau belum bersekolah, Kabupaten Kulon Progo adalah menunjukkan potensi pembangunan SLB tambahan. Daya tampung yang sangat sedikit bagi ABK di sekolah inklusi dan di SLB, sementara jumlah ABK di Kabupaten Kulon Progo yang cukup tinggi dibandingkan dengan jumlah sekolah inklusi atau SLB yang cukup rendah. 687 ABK ditampung oleh 25 sekolah inklusi yang telah menampung 196 ABK dan hanya terdapat 8 SLB. Data Bappeda DIY tahun 2013 menunjukkan terdapat 491 ABK yang sudah bersekolah di SLB dan ada yang tidak bersekolah. Melihat sedikitnya jumlah SLB dan banyaknya jumlah ABK yang belum tertampung maka tingkat ABK yang berpotensi belum bersekolah sama sekali cukup tinggi. Jumlah partisipasi pendidikan ABK semakin rendah seiring meningkatnya jenjang pendidikan hal ini dapat terlihat dari sedikitnya siswa ABK pada jenjang pendidikan SMA di Tabel 1.3 padahal jumlah ABK tertinggi adalah pada usia remaja. Salah satu cara meningkatkan tingkat partisipasi pendidikan bagi ABK adalah pemantauan terhadap perkembangan dan potensi ABK secara berkelanjutan pemantauan juga diperlukan untuk mencegah ABK yang berpotensi putus sekolah. Sekolah dari jenjang SD-SMA yang terintegrasi dalam satu kawasan juga terintegrasi sistem

7 7 pendidikannya dapat memantau perkembangan pendidikan ABK secara berkelanjutan. Hal ini juga mendukung RPJMD DIY untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan, hal tersebut menambah potensi adanya SLB terpadu bagi ABK di DIY khususnya di Kabupaten Kulon Progo. SLB Terpadu merupakan sebuah sarana untuk meningkatkan partisipasi pendidikan bagi siswa ABK dengan pemantauan secara berkelanjutan, maka adanya asrama sebagai fasilitas penunjang merupakan potensi untuk meningkatkan pemantauan terhadap perkembangan ABK. Pemantauan perkembangan ABK dapat dilakukan secara menyeluruh dalam pendidikan di sekolah ditambah dengan pemantauan perkembangan dalam kehidupan sehari-hari. Asrama juga merupakan sarana pembelajaran kegiatan dalam kehidupan seharihari (living skill) juga dapat mendukung tingkat partisipasi belajar ABK, dengan memberi kemudahan fasilitas bagi ABK yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari sekolah. Anak berkebutuhan khusus berdasarkan jenis disabilitas yang dimiliki menunjukkan jumlah anak dengan tunagrahita yang terbanyak, namun jenis pendidikan anak tunagrahita ditentukan berdasar tingkat intelegensi. Anak tunagrahita yang memiliki IQ di atas 70 berkemungkinan besar bersekolah di sekolah inklusi. Begitu pun anak dengan tunadaksa yang memiliki tingkat intelegensi memadai lebih banyak ditampung di sekolah inklusi karena guru tidak diharuskan memiliki kemampuan khusus untuk berkomunikasi. Semantara anak dengan tunaganda, tunanetra dan tunarungu wicara memerlukan metode pembelajaran, cara berkomunikasi, dan kriteria perancangan khusus untuk mendukung kebutuhan ABK dalam belajar yang secara khusus dapat diwadahi

8 8 dalam SLB tipe G untuk tunaganda, A untuk tunanetra, dan B untuk tunarungu. Yayasan Pelita Harapan merupakan sebuah yayasan pendidikan yang bergerak di tingkat TK hingga Universitas. Yayasan ini memiliki berbagai program beasiswa dan donatur dari berbagai negara di dunia. Memiliki banyak cabang sekolah yang terus berkembang dan bertambah. Pada tingkat TK hingga SMA Yayasan Pelita Harapan memiliki tiga cabang sekolah yaitu Sekolah Pelita Harapan, Sekolah Dian Harapan, dan Sekolah Lentera Harapan yang setiap sekolahnya memiliki cabang sekolah di berbagai daerah. Sekolah Lentera Harapan adalah salah satu cabang sekolah yang memiliki cabang sekolah khusus untuk anak autis di Klaten, Jawa Tengah. Yayasan Pelita Harapan terus berusaha meningkatkan pendidikan anak Indonesia dengan membangun sekolah di seluruh Indonesia. Yayasan Pelita Harapan menjadi Yayasan yang berpotensi mendirikan SLB terpadu berasrama yang juga dapat memberikan bantuan biaya pendidikan bagi ABK tunaganda, tunanetra dan tunarungu di Kulon Progo. Analisis di atas menunjukkan bahwa SLB terpadu berasrama tipe/g-ab di Kulon Progo bagi anak tunaganda, tunanetra, dan tunarungu. Pembangunan juga didukung dengan adanya potensi Yayasan Pelita Harapan sebagai pemilik bangunan. I.1.2 Latar Belakang Permasalahan Anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan yang berbeda dengan anak normal pada umumnya, dikarenakan disabilitas yang mereka miliki. Anak dengan tunaganda yang memiliki lebih dari satu jenis disabilitas, anak dengan tunanetra yang kurang dalam kemampuan melihat, anak dengan tunarungu

9 9 yang memiliki kerusakan atau cacat pendengaran, tentu memiliki kebutuhan khusus dalam belajar. Kebutuhan khusus anak dengan tunaganda, tunanetra dan tunarungu yang perlu diwadahi oleh Sekolah Luar Biasa (SLB) tipe G, A dan B. Kebutuhan khusus anak tunaganda, tunanetra dan tunarungu memiliki karateristik khusus, anak tunanetra menggunakan kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar (Asep AS. Hidayat, Ate Suwandi, 2013). Anak tunarungu secara fungsional intelegensi dibawah anak normal walau dari segi intelegensi secara potensial tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya, sehingga memerlukan waktu belajar lebih lama dalam proses belajarnya terutama untuk mata pelajaran yang diverbalisasikan (Haenudin, 2013). Anak dengan tunaganda dengan lebih dari satu jenis disabilitas memiliki karakteristik gabungan sesuai dengan disabilitas yang dimiliki. Karakteristik anak yang khusus juga mempengaruhi proses belajar ABK sehingga perlu didukung oleh sarana dan prasarana pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik ABK. Sekolah dengan kelengkapannya sebagai sarana pembelajaran bagi ABK juga memerlukan desain yang komunikatif untuk mendukung proses belajar ABK. SLB terpadu dilengkapi dengan asrama diharapkan dapat mengakomodir pendidikan ABK secara berkelanjutan. Mengakomodir kebutuhan ABK juga mencakup aspek perancangan arsitektur bangunan yang sesuai dengan karakteristik khusus ABK dan kurikulum pembelajaran yang didukung oleh penataan ruang dalam dan ruang luar sebagai prasarana dalam proses pembelajaran ABK. Ruang merupakan salah satu komponen penting dalam arsitektur karena fungsinya sebagai wadah kegiatan

10 10 manusia (Haryadi, B. Setiawan, 2014, p. 9). Perancangan SLB untuk mendukung kegiatan pembelajaran bagi ABK memerlukan adanya pengolahan tata ruang yang sesuai dengan kurikulum dan proses pembelajaran yang khusus. Pengolahan tata ruang yang mampu mendukung kegiatan ABK mencakup pengolahan tata ruang dalam dan luar yang berkesinambungan. Konsep mengenai pemahaman lingkungan (environmental learning) adalah proses pemahaman yang menyeluruh dan menerus tentang suatu lingkungan oleh seseorang (Rapoport, 1977). Kognisi seseorang akan lingkungan merupakan pengetahuan, pemahaman yang dinamis, pada tahap awal kognisi seseorang terhadap lingkungan menghasilkan kognisi sementara, kemudian berkembang menjadi kognisi baru, dan kemudian kognisi ini mempengaruhi pola perilaku seseorang. Pembentukan presepsi lingkungan merupakan bagian penting dalam proses merancang, membentuk presepsi lingkungan, memberi kognisi baru yang akhirnya mempengaruhi pola perilaku pengguna. I.2 Rumusan Masalah Bagaimana wujud desain Sekolah Luar Biasa terpadu berasrama tipe/g-ab di Kulon Progo yang komunikatif bagi ABK melalui pengolahan tata ruang luar dan tata ruang dalam dengan pendekatan pemahaman lingkungan (environmental learning)? I.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan Merancang konsep Sekolah Luar Biasa terpadu berasrama tipe/g-ab bagi anak tunaganda, tunanetra dan tunarungu yang komunikatif untuk mengakomodir kebutuhan khusus siswa melalui pengolahan tata ruang luar dan tata ruang dalam dengan pendekatan pemahaman lingkungan (environmental learning).

11 Sasaran Sasaran pembahasan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Studi karakteristik dan kebutuhan khusus anak tunaganda, tunanetra dan tunarungu. 2. Pengolahan tata ruang dalam dan luar yang komunikatif. 3. Studi pendekatan pemahaman lingkungan (environmental learning). 4. Pengolahan tata ruang dalam dan luar Sekolah Luar Biasa terpadu berasrama tipe G-AB yang komunikatif dengan pendekatan pemahaman lingkungan (environmental learning). I.4 Lingkup Studi I.4.1 Materi Studi Identifikasi kebutuhan dasar dalam proses perencanaan dan perancangan untuk mendapatkan tujuan yang ingin dicapai. 1. Lingkup Spasial Bagian yang akan diolah sebagai penekanan desain pada objek studi yaitu tata ruang dalam dan tata ruang luar pada Sekolah Luar Biasa/G-AB di Kulon Progo. 2. Lingkup Substansial Lingkup ruang dalam dan ruang luar pada Sekolah Luar Biasa/G-AB di Kulon Progo sebagai penekanan studi yaitu suprasegmen arsitektur meliputi bentuk, jenis bahan, warna, tekstur, dan ukuran/ skala/ proporsi pada elemen-elemen pembentuk ruang. 3. Lingkup Temporal Rancangan Sekolah Luar Biasa/G-AB di Kulon Progo ini diharapkan menjadi peneyelesaian penekanan studi untuk kurun waktu 20 tahun.

12 12 I.4.2 Pendekatan Studi Penyelesaian penekanan studi menggunakan pendekatan pemahaman lingkungan (environmental learning) untuk mewujudkan tata ruang dalam dan ruang luar yang komunikatif dalam mengakomodir kebutuhan khusus siswa Sekolah Luar Biasa/G-AB di Kulon Progo. I.5 Keaslian Penulisan Karya tulis berjudul Sekolah Luar Biasa/G-AB di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta ini memiliki kesamaan judul dengan karya tulis lain, yaitu : a. Tugas Akhir Strata-1 Judul : Sekolah Luar Biasa Tipe C di Klaten Penyusun : Henrica Prita S ( ) Program Studi : Arsitektur Fakultas : Teknik Universitas : Atma Jaya Yogyakarta, 2015 Penekanan : Wujud rancangan Sekolah Luar Biasa tipe C di Klaten yang mampu mengoptimalkan perkembangan intelektual anak tunagrahita melalui pengolahan tata ruang dan tata rupa dengan pendekatan arsitektur modern. b. Tugas Akhir Strata-1 Judul : Perancangan Bangunan Sekolah Luar Biasa Tunarungu dengan Pendekatan Deafspace Guidelines Penyusun : Liana Dwi Ariyani Program Studi : Arsitektur Fakultas : Teknik Universitas : Gadjah Mada, 2014

13 13 Penekanan : Merencanakan dan merancang bangunan Sekolah Luar Biasa Tunarungu sebagai sarana belajar bagi anak tunarungu yang mampu mewadahi fungsi utama serta memberikan kenyamanan dan mendukung proses pembelajaran. I.6 Metode Studi I.6.1 Pola Prosedural Metode yang digunakan dalam proses pemecahan masalah adalah deskriptif, deduktif dan analisis. 1. Deskriptif Menjelaskan kajian mengenai Sekolah Luar Biasa bagi anak berkebutuhan khusus tunaganda, tunanetra dan tunarungu, fenomena dan data di lapangan untuk menjelaskan latar belakang permasalahan dan alternatif pemecahan masalah yang mendukung pengadaan proyek. 2. Deduktif Metode deduktif dilakukan dengan melakukan studi terkait yang mendukung proses perancagan seperti studi mengenai Sekolah Luar Biasa, karakteristik anak berkebutuhan khusus tunaganda, tunanetra, dan tunarungu. 3. Analisis Analisis dilakukan berdasarkan kompilasi data. Datadata mengenai peraturan bangunan, standar baku mengenai sistem manusia sehingga menghasilkan standar perancangan, juga data mengenai sistem lingkungan yang meliputi kajian konteks lingkungan dan tapak serta pemecahan masalah berupa konsep perancangan.

14 14 I.6.2 Tata Langkah

15 15 I.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan meliputi latar belakang pengadaan proyek, latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup studi, keaslian penulisan, metode studi, tata langkah dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN SEKOLAH LUAR BIASA/G-AB Tinjauan Sekolah Luar Biasa/G-AB merupakan tinjauan teori mengenai pengertian dan karakteristik anak tunaganda, anak tunanetra dan anak tunarungu, pengertian Sekolah Luar Biasa, Sekolah Luar Biasa/G-AB, serta standar-standar umum perancangan Sekolah Luar Biasa. BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO Wilayah objek studi ditinjau dari lingkup makro hingga lingkup mikro diawali dengan tinjauan Daerah Istimewa Yogyakarta, kemudian tinjauan Kabupaten Kulon Progo sebagai kabupaten terpilih, tinjauan Kecamatan Pengasih sebagai kecamatan terpilih dan terkahir tinjauan mengenai lokasi tapak terpilih. BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Teori pendukung perwujudan ruang dalam dan ruang luar yang komunikatif bagi anak berkebutuhan khusus dengan pendekatan pemahaman lingkungan (environmental learning). BAB V ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Analisis mengenai data-data acuan bagi perencanaan dan perancangan untuk mendesain sekolah luar biasa. BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep usulan desain bangunan Sekolah Luar Biasa/G-AB di Kulon Progo yang komunikatif untuk mengakomodir kebutuhan khusus anak tunaganda, tunanetra dan tunarungu dikaitkan dengan pendekatan pemahaman lingkungan (environmental learning).

SEKOLAH LUAR BIASA/G-AB DI KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SEKOLAH LUAR BIASA/G-AB DI KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SEKOLAH LUAR BIASA/G-AB DI KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penting dalam menentukan masa depan suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BLANGKO IJAZAH. 1. Blangko Ijazah SD

BLANGKO IJAZAH. 1. Blangko Ijazah SD SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 028/H/EP/2015 TENTANG BENTUK, SPESIFIKASI, DAN PENCETAKAN BLANGKO IJAZAH PADA SATUAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok

Lebih terperinci

SEKOLAH LUAR BIASA/G-AB DI KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SEKOLAH LUAR BIASA/G-AB DI KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEKOLAH LUAR BIASA/G-AB DI KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Theresia Oktaviana Dwi Astuti 1 Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta e-mail : theresiaoktaviana10@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Sebagai dampak berkembangnya suatu organisasi dan teknologi, menyebabkan pekerjaan manajemen pendidikan semakin kompleks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Judul. Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Judul. Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.1.1. Judul Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines 1.1.2. Definisi dan Pemahaman Judul Untuk memperjelas judul pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tercipta sebagai mahluk indvidu dan juga sebagai mahluk sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia memiliki keunikan dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PNDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

Implementasi Pendidikan Segregasi

Implementasi Pendidikan Segregasi Implementasi Pendidikan Segregasi Pelaksanaan layanan pendidikan segregasi atau sekolah luar biasa, pada dasarnya dikembangkan berlandaskan UUSPN no. 2/1989. Bentuk pelaksanaannya diatur melalui pasal-pasal

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat ini, termasuk dinegara kita Indonesia. Pendidikan di Indonesia disebutkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

Asrama Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Asrama Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Fenomena kepadatan penduduk merupakan permasalahan yang sudah tidak asing terjadi di kota kota di Indonesia terutama yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

PEND. ANAK LUAR BIASA

PEND. ANAK LUAR BIASA PEND. ANAK LUAR BIASA Mana yang Termasuk ALB? Mana yang Termasuk ALB? Pengertian Anak Luar Biasa Anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2017 KEMENRISTEK-DIKTI. Pendidikan Khusus. Pendidikan Layanan Khusus. PT. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TUGAS AKHIR PERIODE 36 REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Gelar Sarjana Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KULON PROGO

BAB III TINJAUAN WILAYAH KULON PROGO BAB III TINJAUAN WILAYAH KULON PROGO III.1 Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta Lokasi studi perancangan Sekolah Luar Biasa Tipe G/A-B direncanakan berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tinjauan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI MEDITASI ŻIKIR DI SLB. A. Profil SLB Negeri Ungaran Barat

BAB III DESKRIPSI MEDITASI ŻIKIR DI SLB. A. Profil SLB Negeri Ungaran Barat 42 BAB III DESKRIPSI MEDITASI ŻIKIR DI SLB A. Profil SLB Negeri Ungaran Barat SLB Negeri Ungaran (sebagai pengembangan dari SDLB Ungaran Tahun 2007), merupakan SLB yang pertama kali berdiri di Ungaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia sama-sama memiliki kebutuhan, keinginan dan harapan serta potensi untuk mewujudkanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anak sebagai generasi penerus merupakan aset yang berharga bagi keluarga yang juga memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Anak merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA DISUSUN OLEH : Chrisbi Adi Ibnu Gurinda Didik Eko Saputro Suci Novira Aditiani (K2311013) (K2311018) (K2311074) PENDIDIKAN FISIKA A 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TUGAS AKHIR PERIODE 33 SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disabilitas dan interaksi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disabilitas dan interaksi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Disabilitas dan interaksi sosial Gambar 1. 1 Difabel dan interaksi sosial Sumber : Unesco Disabilitas. pdf Disabilitas adalah payung terminology untuk gangguan,

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN LUAR BIASA BAGI PENYANDANG CACAT DI SEMARANG

PENDIDIKAN LUAR BIASA BAGI PENYANDANG CACAT DI SEMARANG LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENDIDIKAN LUAR BIASA BAGI PENYANDANG CACAT DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disususn oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian Pusat Pendidikan dan Terapi Anak Autis di Sukoharjo dengan Pendekatan Behaviour Architecture, perlu diketahui tentang:

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN 2012 2 T 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS, PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS, PENDIDIKAN INKLUSIF, PENDIDIKAN ANAK CERDAS ISTIMEWA DAN/ATAU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu modal seseorang untuk meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Pada dasarnya setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keharusan negara untuk mampu menciptakan rakyat yang cerdas ditiap-tiap bidangnya dan mengenai pendidikan sebagai suatu alat terciptanya negara yang baik dalam perspektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia bermacam-macam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi para peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan manusia dan menjadi kebutuhan bagi semua manusia. Pemerintah juga memberikan kewajiban setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua hal yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan. Artinya pendidikan diselenggarakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek 1.1.1 Pengertian Sepak Bola Sepak bola adalah olahraga yang sangat populer di dunia. Olahraga ini dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. Kurangnya Jumlah Hotel di Kabupaten Kulon Progo Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang belum memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara yang telah ditunjuk untuk menyelenggarakan Sekolah Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 diakses tanggal 25 Juni 2009.

BAB I PENDAHULUAN. 1  diakses tanggal 25 Juni 2009. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan cabang ilmu yang harus dikuasai dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2005/2006

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2005/2006 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2005/2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

pasien dan pendampingnya. Tidak hanya mewadahi fungsi hunian, Children Cancer Care Service juga mewadahi fungsi oprasional yayasan yang bergerak

pasien dan pendampingnya. Tidak hanya mewadahi fungsi hunian, Children Cancer Care Service juga mewadahi fungsi oprasional yayasan yang bergerak BAB I PENDAHULUAN Bab I berisi pendahuluan yang akan memaparkan penjelasan pengadaan proyek hingga permasalahannya. Selain itu, bab I juga berisi rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup studi, metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pembelajaran merupakan sebuah proses yang di dalamnya melibatkan berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: HAKIKAT PENDIDIKAN KHUSUS 1.1 Definisi dan Jenis Kebutuhan Khusus... 1.3 Latihan... 1.15 Rangkuman... 1.16 Tes Formatif 1..... 1.17 Penyebab dan Dampak

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2009/2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2009/2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2009/2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Proyek Obat pada dasarnya dibuat dan ditujukan kepada orang yang sedang sakit. Penggunaannya pun tidak sembarangan, harus sesuai dengan prosedur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkomunikasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi semua orang. Banyak orang yang menganggap bahwa berkomunikasi itu suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Namun,

Lebih terperinci

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara GUBERNUR BENGKULU PERATURAN GUBERNUR PROVINSI BENGKULU NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEI{YELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau berlangsung secara spontan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kejadian diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus sering kali terjadi di Indonesia. Menurut Komnas HAM, anak berkebutuhan khusus yang merupakan bagian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2009/2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2009/2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2009/2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di D.I. Yogyakarta. Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun (000 jiwa)

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di D.I. Yogyakarta. Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun (000 jiwa) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Perkembangan suatu wilayah dapat dilihat dari pertumbuhan secara fisik, soasial, ekonomi, dan aktivitas di dalamnya. Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dengan iman dan pendidikan manusia akan mencapai kehidupan yang bahagia baik dunia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2006/2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2006/2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2006/2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk berfikir, berkreasi dan juga beragam serta beradaptasi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah untuk anak-anak berpendidikan khusus. Berbicara tentang SLB, tidak akan lepas dari keberadaan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pra syarat untuk mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah

Lebih terperinci