Analisa Concrete Block Anchor Pada Floating Breakwater

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisa Concrete Block Anchor Pada Floating Breakwater"

Transkripsi

1 Analisa Concrete Block Anchor Pada Floating Breakwater Risandi Dwirama Putra *, Sujantoko 1, Haryo Dwito Armono 1 * Mahasiswa Teknik Kelautan, 1 Staf Pengajar Teknik Kelautan Jurusan Teknik Kelautan - Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Penahan gelombang berfungsi untuk mengurangi intensitas dari hempasan gelombang di perairan dekat pantai dimana bertujuan untuk mengurangi erosi pantai. Floating breakwater merupakan bangunan pelindung pantai terapung yang dapat mereduksi gelombang yang digunakan secara efektif di daerah pesisir dengan kondisi lingkungan gelombang yang ringan. Kestabilan floating breakwater dipengaruhi oleh desain mooring serta berat anchor yang menahan struktur tetap stabil. Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan floating breakwater dengan melakukan permodelan fisik dalam skala labolatorium menggunakan sistem mooring dengan sistem anchor yang merupakan concrete block. Pemodelan ini dilakukan dengan menggunakan variasi tinggi gelombang (H), periode gelombang (T), konfigurasi sudut mooring ( ) dan lebar floaters (B) Floating breakwater dan concrete block anchor dirancang sedemikian rupa agar mewakili karakteristik prototipe floating breakwater sebenarnya. Floating breakwater yang digunakan dalam uji merupakan floating breakwater berbahan fiber dengan memiliki 3 konfigurasi jenis floating breakwater sedangkan anchor yang digunakan dalam penelitian merupakan anchor balok yang dirancang dari beton. Mooring line disusun didalam wave fume yang dilengkapi pembangkit gelombang. Gelombang uji yang digunakan dalam penelitian kali ini merupakan gelombang irreguler. Data yang didapat berupa berat concrete block anchor yang sesuai untuk setiap model floating breakwater agar tetap stabil. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mooring line bahwa konfigurasi 3 floating breakwater dengan konfigurasi sudut mooring 45 o memiliki kestabilan yang lebih besar dan konfigurasi 1 untuk sudut mooring 90 o memiliki kestabilan yang paling kecil. Kata kunci : floating breakwater, mooring, concret, anchor 1. Pendahuluan Kerusakan lingkungan akan semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Sebagai contoh yang sering kita jumpai belakangan ini adalah masalah abrasi pantai. Abrasi pantai hampir terjadi di seluruh wilayah di Indonesia. Abrasi pantai di Indonesia, telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Sedikitnya 40 persen dari km pantai di Indonesia rusak akibat abrasi. Abrasi dapat menyebabkan semakin menjoroknya garis pantai ke darat, yang mengakibatkan mundurnya garis pantai. Oleh sebab itu, pembangunan struktur pantai untuk menjaga garis pantai sangat diperlukan Hal ini bertujuan untuk melindungi garis pantai dari gempuran ombak atau dengan * Corresponding author Phone : address: raka_putra89@yahoo.com mereduksi energi gelombang agar tidak sampai ke daerah pantai. Salah satu struktur pantai yang dapat mereduksi energi gelombang adalah struktur breakwater. Struktur breawater yang biasanya digunakan adalah tipe rubblemound. Tetapi terdapat hamabatan pada penyediaan batu alam sebagai badan struktur itu sendiri dan keterbatasan dalam pemasangan rubble mound di topografi laut dalam yang curam dan kondisi tanah yang buruk serta biaya yang sangat mahal untuk memasang breakwater ini. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif berupa struktur bangunan apung (Floating breakwater) agar hambatan tersebut dapat ditanggulangi. Struktur terapung ini sesuai untuk pulau-pulau perbatasan dengan topografi laut dalam yang curam, dan keterbatasan bahan batu belah pada daerah tersebut (Rochani, 2007) Sebuah breakwater terapung (Floating Breakwater) yang ditambat harus benar-benar dirancang dalam rangka untuk memastikan pengurangan efektif energi yang di transmisikan 1

2 oleh energi gelombang dan mooring yang digunkan harus dapat menjaga struktur ini tetap berada pada posisi mengingat karena floating breakwater merupakan struktur terapung yang rentan berpindah posisi. Pada penelitian kali ini akan dimodelkan secara fisik floating breakwater serta mooring line pada gelombang irreguler dangan variasi terhadap tinggi gelombang (H), periode (T), sarat air (d) serta konfigurasi sistem mooring dan struktur. Data berupa berat anchored yang berfungsi untuk mengetahui kestabilan floating breakwater. 2. Dasar Teori 2.1. Karakteristik Gelombang Salah satu penyebab terbentuknya gelombang dilaut adalah karena hembusan angin yang berhembus secara kontinu. Apabila angin berhembus dalam waktu yang cukup lama dan meliputi jarak permukaan laut atau fetch yang cukup besar maka riak air akan tumbuh menjadi gelombang yang pada saat bersamaan riak baru akan terbentuk diatas gelombang yang sudah terbentuk sebelumnya dan selanjutnya akan berkembang menjadi gelombang baru tersendiri. Proses demikian akan berjalan terus sehingga yang diamati pada waktu dan tempat tertentu akan terlihat sebagai kombinasi perubahanperubahan panjang gelombang dan tinggi gelombang yang saling bertautan Parameter gelombang yang paling penting adalah panjang dan tinggi gelombang serta kedalaman perairan. Pada gambar dibawah ini adalah skema dua dimensi karakteristik gelombang pada arah sumbu x 2.2 Gelombang Acak (Irreguler Wave) Menurut Bhattacharyya (1972), gelombang irregular ditandai sebagai berikut : Permukaan gelombang merupakan permukaan yang tidak beraturan, sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan secara matematis karena ketidak linierannya, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang acak, dimana suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode yang berbeda. Permukaan gelombang yang tidak beraturan selalu berubah dari waktu ke waktu dan bervariasi dari tempat ke tempat, tergantung dari kecepatan angin. Menurut Bhattacharyya (1972), gelombang irreguler tidak dapat didefinisikan menurut pola atau bentuknya, tetapi menurut energi total dari semua gelombang yang membentuknya atau dalam bentuk lain : Dengan : ET Ei ρ g a i = energi total (joule/m) = energi masing-masing gelombang sinusoidal (joule/m) = densitas air laut (kg/m3) = percepatan grafitasi (m/dt2) = amplitudo gelombang (m) (2.1) (2.2) Dengan demikian gelombang di laut dapat dinyatakan menurut distribusi energi terhadap frekuensi gelombang, panjang gelombang, dan periode gelombang. Distribusi energi gelombang menurut frekuesinya disebut spektrum gelombang. 2.3 Pemodelan Fisik Gambar 2.1 Karakteristik Gelombang (Dean and Dalrymple, 1991) Pemodelan fisik dapat dikatakan sebagai percobaan yang dilakukan dengan membuat bentuk model yang sama dengan prototipenya atau menggunakan model yang lebih kecil dengan kesebangunan atau similaritas yang cukup memadai. Pemodelan fisik dilakukan apabila fenomena dari permasalahan yang ada pada 2

3 prototipe sulit untuk diperoleh karena berbagai keterbatasan. Keuntungan digunakan pemodelan fisik ini antara lain model fisik mengintegrasikan semua persamaan pembangkit suatu proses tanpa adanya penyederhanaan assumsi, menyediakan data yang akurat, tetapi biasanya membutuhkan biaya yang tinggi dan memuat variabel alam yang dapat menyebabkan kesulitan dalam interpretasi data 2.4 Sebangun Geometrik Kesebangunan geometrik dipenuhi apabila bentuk prototipe sebangun. Hal ini berarti bahwa perbandingan semua ukuran panjang anatara model dan prorotipe harus sebanding. Skala panjang diberikan dengan notasi n L dan skala tinggi diberikan notasi n H (Hughes, 1993) : (2.3) (2.4) Skala berat untuk armor dihitung dengan merasiokan prototipe terhadap model, hal ini dapat dinyatakan Dengan: Wa = Berat armor (kg) γa = Berat jenis armor (kg/m 3 ) V = Volume armor (m 3 ) (2.5) Rapat massa model dapat diketahui dari persamaan: (2.6) Dengan: = Rapat massa model (kg/m 3 ) = Rapat massa prototipe (kg/m 3 ) = Rapat massa air tawar (kg/m 3 ) = Rapat massa air laut (kg/m 3 ) Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai hubungan skala berat (Nwa) sebagai berikut (Hughes, 1993) (2.7) Dengan: N wa = Nilai perbandingan rapat massa prototipe dengan rapat massa model Dengan demikian berat model dapat dihitung menggunakan persamaan (2.8) Dengan: (W a ) m = Berat model (kg) (W a ) P = Berat prototipe (kg) NW a = Angka skala berat armor 2.5 Sistem Mooring Mooring line yang digunakan untuk system tambat biasanya berjumlah 4 sampai 12 lines. Konfigurasi lines biasanya simetris dengan longitudinal axis dari struktur terapung tersebut. Panjang total dari mooring hingga anchor harus sama dengan pejumlahan dari : a. Water depth b. The anchoring distance c. Jarak antara fairlead dan winch d. Safety length (D) sama dengan m untuk wire rope, dan m untuk chain Dalam pemilihan line tipe mempertimbangkan beberapa faktor : a. Berat dari tali tambat peralatan yang (2.5 mendukung seperti winch atau windlass b. Ukuran keseluruhan c. Posisi saat tali tambat stabil dan liftingnya d. Kerapuhan dan kemungkinan perbaikan Untuk tipe tali tambat yang lain dapat memperhitungkan beberapa kasus : a. Ballast lines, untuk menurunkan berat dan mengurangi panjang tali tambat b. Tali tambat yang menempel pada buoys untuk mengurangi panjang tali yang bersinggungan dengan seabed. Safety Factor untuk kondisi normal pada anchoring line berkisar 3-4 dengan persamaan: Dengan (2.9) R = Minimum breaking force; S = Force in the line (Tirant Le, Pierre,1990) 3

4 Jenis dan konfigurasi dari mooring tergantung pada besar dari beban horisontal yang diterima oleh struktur. Tipe mooring system dibagi menjadi tiga kategori yaitu wire rope system, all chain system dan kombinasi chain/wire rope system. Gambar 2.2 Konfigurasi mooring ( Tirant,1990 ) Dengan panjang minimum : T M 3. Metodologi = tegangan tarik tali Perancangan model fisik floating breakwater harus sebaik mungkin dilakukan agar benar-benar bisa mewakili karakteristik prototipe floating breakwater yang sebenarnya. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam perancangan model fisik floating breakwater sebelum pembuatan model tersebut : 1) Penyekalaan (skala panjang) antara prototipe dan model fisik dengan berpedoman pada keserupaan geometrik, keserupaan dinamik, dan keserupaan kinematik. 2) Perhitungan skala berat model fisik dari prototipe. 3.1 Persiapan percobaan Dengan : l h hm hc p F H T (2.33) : panjang minimum : hm + hc : kedalaman perairan : tinggi mooring dari permukaan : submerged weight dari mooring : gaya horisontal pada mooring : tension pada mooring Melakukan perancangan desain model dan pembuatan model fisik floating breakwater. pembuatan model dilakukan dengan berdasarkan pertimbangan dari hasil penyekalaan panjang dan berat, baik mulai dari pemilihan bahan maupun bentuk yang akan dibuat untuk model fisik floater. Pada percobaan ini, model dibuat dari bahan yang sama dengan prototype-nya, yakni dengan ukuran (10 x 10 x 10) cm dengan 3 jenis Floater yang berbeda Panjang minimum yang diberikan diatas adalah panjang mooring dengan keadaan taut (tegang) jadi diperlukan penambahan panjang untuk keamanan (D). Besarnya D bergantung dari nilai keamanan yang diberikan dan daya cengkram jangkar 2.6 Sistem Anchor Berat anchor dapat dihitung dengan mengetahui tegangan tarik maksimum dari struktur dengan mempertimbangkan koefisien gesek dari permukaan dasar laut. Dapat dihitung dengan persamaan 2.12 (Kim, 2001). (2.34) Dimana: W = berat anchor dalam air σ G = berat per unit volume µ = koefisien gesek antara anchor sea bed (0,5-0,6) S F = faktor keamanan Gambar 3.1 Konfigurasi Floating breakwater Untuk pembuatan concrete block anchor, anchor didesain menjadi beberapa bentuk dimana untuk setiap bentuk memiliki berat yang berbeda dan geometrik yang berbeda. 4

5 Gambar 3.4 Desain pengujian model floating breakwater type 1 sudut 90⁰ tampak samping Gambar 3.2 Konfigurasi berat concrete block anchor massa jenis berat volume panjang lebar tinggi (gr/ cm 3 ) (gram) ( cm 3 ) ( cm) ( cm) ( cm) 2, , ,72 2, ,0038 6,7 5,7 6,3 2, ,0015 6,7 5,7 2,519 2, , ,9 Gambar 3.5 Desain pengujian model floating breakwater type 1 sudut cross tampak samping Tabel 3.1 Konfigurasi berat concrete block anchor 3.2 Pelaksanaan percobaan Menempatkan dan menyusun model floating breakwater beserta mooring line kedalam wave flume sedemikian rupa agar dapat dilaksanakan running percobaan floating breakwater. Melaksanakan running model floating breakwater dengan variasi tinggi gelombang, periode, konfigurasi floating breakwater. Agar dapat mengetahui berat concrete block yang digunakan sebagai anchor. Gambar 3.6 Desain pengujian model floating breakwater type 2 sudut 45⁰ tampak samping Gambar 3.3 Desain pengujian model floating breakwater type 1 sudut 45⁰ tampak samping Gambar 3.7 Desain pengujian model floating breakwater type 2 sudut 90⁰ tampak samping 5

6 floating breakwater untuk beberapa konfigurasi yang diuji. Berikut adalah hasil dari analisa data pengujian di labolatorium Gambar 3.8 Desain pengujian model floating breakwater type 2 sudut cross tampak samping Gambar 3.9 Desain pengujian model floating breakwater type 3 sudut 45⁰ tampak samping Gambar 4.1 analisa dimensi perbandingan antara W/ Hs 3 terhadap H/gT 2 untuk beberapa sudut mooring pada floating breakwater konfigurasi 1 Gambar 3.10 Desain pengujian model floating breakwater type 3 sudut 90⁰ tampak samping Gambar 3.11 Desain pengujian model floating breakwater type 3 sudut cross tampak samping 4. Hasil dan Pembahasan Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil stabilitas concrete anchor yang kemudian akan dianalisa serta dicari anchor yang paling optimum sebagai stabilitas Gambar 4.1 diatas merupakan grafik analisa dimensi dari hubungan W/ Hs 3 terhadap H/gt 2, gambar 4.1 diatas menggambarkan bahwa untuk floating breakwater dengan tipe satu dimana floating breakwater yang dipasang sejajar dan hanya merupakan satu baris rangkaian yang diuji dengan beberapa konfigurasi sudut mooring menghasilkan parameter berat concrete anchor yang berebeda. Pada konfigurasi floating breakwater dengan memakai sudut anchor 45 o menghasilkan parameter berat anchor yang paling berat dimana bisa dilihat dari distribusi data W/ Hs 3 terhadap H/gt 2, dimana untuk sudut 45 o nilai maksimum dari distribusi data W/ Hs 3 sebesar 0,20140 dengan H/gt 2 nya adalah 0,0249, sedangkan untuk sudut cross nilai maksimum distribusi data dari W/ Hs 3 adalah sebesar 0,187 untuk H/gt 2 sebesar 0,032. Untuk sudut 90 o nilai maksimum distribusi dari W/ Hs 3 adalah sebesar 0,159 untuk H/gt 2 sebesar 0,028. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk konfigurasi 1, sudut mooring 45 o memerlukan berat anchor yang paling besar untuk menstabilkan floating breakwater sedangkan sudut 90 o untuk konfigurasi 1 6

7 paling sedikit memerlukan berat anchor untuk menstabilkan floating breakwataer. Untuk konfigurasi 3 juga terjadi perlakuan yang sama bahwa untuk sudut yang dipasang 45 o cenderung memelukan berat anchor yang lebih besar dari pada sudut yang dipasang cross maupun sudut yang dipasang 90 o. Dapat dilihat dari gambar 4.3 nilai maksimum dari distribusi data untuk sudut 45 o W/ Hs 3 sebesar 0,2319 dengan H/gt 2 nya adalah 0,0,032, sedangkan untuk sudut cross nilai maksimum distribusi data dari W/ Hs 3 adalah sebesar 0,201 untuk H/gt 2 sebesar 0,024. Untuk sudut 90 o nilai maksimum distribusi dari W/ Hs 3 adalah sebesar 0,20 untuk H/gt 2 sebesar 0,038 Gambar 4.2 analisa dimensi perbandingan antara W/ Hs 3 terhadap H/gT 2 untuk beberapa sudut mooring pada floating breakwater konfigurasi 2 Untuk konfigurasi 2 floating breakwater dimana terjadi hal yang sama dimana konfigurasi sudut mooring 45 o memerlukan berat anchor yang paling besar untuk menstabilkan floating breakwater daripada sudut cross dan sudut 90 o. Pada distribusi data W/ Hs 3 terhadap H/gt 2, dimana untuk sudut 45 o nilai maksimum dari W/ Hs 3 sebesar 0,233 dengan H/gt 2 nya adalah 0,019. sedangkan untuk sudut cross nilai maksimum distribusi data dari W/ Hs 3 adalah sebesar 0,2177 untuk H/gt 2 sebesar 0,03. Untuk sudut 90 o nilai maksimum distribusi dari W/ Hs 3 adalah sebesar 0,2002 untuk H/gt 2 sebesar 0,0304. Gambar 4.4 analisa dimensi perbandingan antara W/ Hs 3 terhadap Hs/B untuk beberapa sudut mooring pada floating breakwater konfigurasi 1 dan konfigurasi 2 Gambar 4.4 merupakan perbandingan antara konfigurasi 1 dengan konfigurasi 2 terhadap W/ Hs 3 dengan Hs/B. Dimana untuk konfigurasi 2 nilai W/ Hs 3 lebih besar dari pada konfigurasi 1, hal ini menyatakan bahwa semakin lebar dari struktur floating breakwater maka berat anchor untuk menstabilkannya juga akan lebih besar. jadi untuk konfigurasi 2 untuk setiap perlakuan sudut mooring juga menghasilkan berat anchor yang lebih berat dibandingkan dengan konfigurasi 1. Gambar 4.3 analisa dimensi perbandingan antara W/ Hs 3 terhadap H/gT 2 untuk beberapa sudut mooring pada floating breakwater konfigurasi 3 7

8 Gambar 4.6 menunjukan perbandingan antara konfigurasi 1, 2 dan 3 terhadap W/ Hs 3 dengan Hs/B. Dimana untuk konfigurasi 3 nilai dari W/ Hs 3 untuk perlakuan sudut mooring lebih besar daripada konfigurasi 2 dan konfigurasi 1. Ini menyatakan bahwa, semakin besar lebar dari floaters atau floating breakwater yang berfungsi untuk menahan gaya gelombang yang datang, maka semakin berat pula concrete anchor yang dibutuhkan untuk menstabilkan floating breakwater, dan semakin kecil lebar floaters maka concrete anchor yang dibutuhkan suntuk menstabilkan floating breakwater tidak terlalu berat. 5. KESIMPULAN Gambar 4.5 analisa dimensi perbandingan antara W/ Hs 3 terhadap Hs/B untuk beberapa sudut mooring pada floating breakwater konfigurasi 2 dan konfigurasi 3 Gambar 4.5 merupakan gambar korelasi antara konfigurasi 2 dengan konfigurasi 3 terhadap W/ Hs 3 dengan Hs/B. Dimana untuk konfigurasi 3 cendrung menampilkan grafik W/ Hs 3 yang lebih tinggi dari pada konfigurasi 2, dimana untuk setiap perlakuan sudut mooring, konfigurasi 3 juga menunjukan perbandingan W/ Hs 3 yang lebih besar daripada konfigurasi 2, Model untuk konfigurasi 1 dengan sudut 90 o merupakan model yang efektif karena memiliki berat anchor minimum pada kondisi lingkungan yang sama. DAFTAR PUSTAKA Bhattacharyya, 1972, Dynamic of Marine Vehicles, a Wiley Interscience Publication, John Wiley & Sons, New York Hughes, S.A., 1993, Physical Models and Laboratory Techniques in Coastal Engineering, Coastal Engineering Research Center, USA Kim, et al, 2001,Monitoring of Floating Fish ReefInstalled in KojeCoastal Waters. Rochani, Imam, 2007, Kajian Numerik Perancangan Struktur Bangunan Peredam Gelombang Terapung, Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS Tirant Le, Pierre, 1990, Anchoring Of Floating Structures, Technip, Paris Gambar 4.6 analisa dimensi perbandingan antara W/ Hs 3 terhadap Hs/B untuk beberapa sudut mooring pada floating breakwater konfigurasi 1, konfigurasi 2 dan konfigurasi 3 8

Analisa Concrete Block Anchor pada Floating Breakwater dengan Uji Fisik

Analisa Concrete Block Anchor pada Floating Breakwater dengan Uji Fisik Analisa Concrete Block Anchor pada Floating Breakwater dengan Uji Fisik Oleh : Risandi Dwirama Putra 4307 100 037 Dosen Pembimbing: Ir. Sujantoko, M.Sc Haryo Dwito Armono, ST, M.Eng, PhD LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Stabilitas Pondasi pada Vertical Breakwater dengan Variasi Lebar dan Konfigurasi Kantong Pasir Moch. Sigit Firmansyah, Haryo D. Armono, dan Sujantoko Jurusan

Lebih terperinci

Perubahan Spektrum Gelombang pada Moored Floating Breakwater

Perubahan Spektrum Gelombang pada Moored Floating Breakwater Perubahan Spektrum Gelombang Moored Floating Breakwater Syawindah Anggryana Puspasari * (1) Haryo Dwito Armono (2) Sujantoko (2) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS. *E-mail: syawi.anggryana@gmail.com

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Kelautan - Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Jurusan Teknik Kelautan - Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Analisa Numerik Pengaruh Konfigurasi V-Curved Dan I-Shaped Pada Koefisien Transmisi Yang Dibangkitkan Oleh Gelombang Ireguler Pada Light Weight Concrete Breakwater Arif Marsetyo Putro *, Imam Rochani 1,

Lebih terperinci

STUDI TRANSMISI GELOMBANG DAN STABILITAS ANCHOR PADA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

STUDI TRANSMISI GELOMBANG DAN STABILITAS ANCHOR PADA BUDIDAYA RUMPUT LAUT STUDI TRANSMISI GELOMBANG DAN STABILITAS ANCHOR PADA BUDIDAYA RUMPUT LAUT Agus Sufyan 1*, Haryo Dwito Armono 2, Kriyo Sambodho 3 Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Kelautan, FTK ITS, Surabaya, Indonesia

Lebih terperinci

Pengaruh Elevasi Muka Air Laut pada Koefisien Transmisi dan Refleksi Composite Breakwater

Pengaruh Elevasi Muka Air Laut pada Koefisien Transmisi dan Refleksi Composite Breakwater JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) G-47 Pengaruh Elevasi Muka Air Laut pada Koefisien Transmisi dan Refleksi Composite Breakwater Arya Okvan Pradana Putra, Haryo Dwito

Lebih terperinci

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater tipe Catamaran

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater tipe Catamaran Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater tipe Catamaran Januar Saleh Kaimuddin 4306 100 057 Yoyok Setyo, ST. MT Dr. Ir. Suntoyo, M. Eng Department of Ocean Engineering

Lebih terperinci

UJI MODEL FISIK FLOATING BREAKWATER : PENGARUH SUBMERGENCE PADA KOEFISIEN TRANSMISI DAN REFLEKSI. Bagus Teguh., Haryo Dwito A. & Sujantoko.

UJI MODEL FISIK FLOATING BREAKWATER : PENGARUH SUBMERGENCE PADA KOEFISIEN TRANSMISI DAN REFLEKSI. Bagus Teguh., Haryo Dwito A. & Sujantoko. UJI MODEL FISIK FLOATING BREAKWATER : PENGARUH SUBMERGENCE PADA KOEFISIEN TRANSMISI DAN REFLEKSI Bagus Teguh., Haryo Dwito A. & Sujantoko Abstract Perkembangan floating breakwater telah meningkat secara

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG

PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG Anuar (1), Haryo Dwito Armono, ST.,M.Eng,Ph.D (2), Sujantoko, ST.,MT (2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN BENTUK SPEKTRAL GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG

ANALISA PERUBAHAN BENTUK SPEKTRAL GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG ANALISA PERUBAHAN BENTUK SPEKTRAL GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG Asrin Ginong PRATIKINO 1 *, Haryo Dwito ARMONO 1 dan Mahmud MUSTAIN 1 1 Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS Surabaya *Email : asringinong@gmail.com

Lebih terperinci

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater Tipe Catamaran

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater Tipe Catamaran Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater Tipe Catamaran Januar Saleh Kaimuddin, Dr. Yoyok Setyo Hadiwidodo, S.T, M.T. dan Suntoyo, S.T, M.Eng, Ph.D. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian 3.1 Tahapan Penelitian Studi penelitian yang telah dilakukan bersifat eksperimental di Kolam Gelombang Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan Teknik Kelautan FTK, ITS

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KETINGGIAN PENEMPATAN RAKIT BUDIDAYA RUMPUT LAUT GANDA DALAM MEREDUKSI GELOMBANG

PENGARUH VARIASI KETINGGIAN PENEMPATAN RAKIT BUDIDAYA RUMPUT LAUT GANDA DALAM MEREDUKSI GELOMBANG Tesis LL2340 PENGARUH VARIASI KETINGGIAN PENEMPATAN RAKIT BUDIDAYA RUMPUT LAUT GANDA DALAM MEREDUKSI GELOMBANG Oleh Dimas Satyagangga Ardaputra NRP. 410 520 5002 PPs Teknologi Kelautan Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT Aninda Miftahdhiyar 1) dan Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE PILE

STUDI EKSPERIMEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE PILE STUDI EKSPERIMEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE PILE Rizqi Haryono A 1) Haryo Dwito Armono 2) Sujantoko 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan ITS 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG DENGAN VARIASI BATU PELINDUNG DOLOS DAN TETRAPOD PADA KONDISI TENGGELAM ABSTRAK

EFEKTIVITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG DENGAN VARIASI BATU PELINDUNG DOLOS DAN TETRAPOD PADA KONDISI TENGGELAM ABSTRAK EFEKTIVITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG DENGAN VARIASI BATU PELINDUNG DOLOS DAN TETRAPOD PADA KONDISI TENGGELAM Adrian Putra Adibrata NRP: 1421910 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS Analisa Kekuatan Sisa Chain Line Single Point Mooring Pada Utility Support Vessel Oleh : Nautika Nesha Eriyanti NRP. 4308100005 Dosen Pembimbing : Ir. Mas Murtedjo, M.Eng NIP. 194912151978031001 Yoyok

Lebih terperinci

ABSTRAK. Unjuk Kerja Bangunan Pemecah Gelombang Ambang Rendah Blok Beton Berkait

ABSTRAK. Unjuk Kerja Bangunan Pemecah Gelombang Ambang Rendah Blok Beton Berkait ABSTRAK Unjuk Kerja Bangunan Pemecah Gelombang Ambang Rendah Blok Beton Berkait Permintaan yang tinggi akan batu pelindung dengan ukuran besar menimbulkan permasalahan teknis dan biaya pada saat pembangunan

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir Surabaya, 25 Januari 2012 Jurusan Teknik Kelautan FTK - ITS

Presentasi Tugas Akhir Surabaya, 25 Januari 2012 Jurusan Teknik Kelautan FTK - ITS Oleh : Ahmad Agus Salim Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D., MRINA Prof. Ir. Mukhtasor,M.Eng.,Ph.D Presentasi Tugas Akhir Surabaya, 25 Januari 2012 Jurusan Teknik Kelautan FTK - ITS 1

Lebih terperinci

REFLEKSI OLEH FLOATON FLOATING BREAKWATER TIPE ZIG-ZAG

REFLEKSI OLEH FLOATON FLOATING BREAKWATER TIPE ZIG-ZAG REFLEKSI OLEH FLOATON FLOATING BREAKWATER TIPE ZIG-ZAG Dimas Sulaksana Kurniawidhi (1), Haryo Dwito Armono (), Sujantoko (3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan,,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan FLOATON adalah

Lebih terperinci

UJI MODEL GEOMETRI KONSTRUKSI PELINDUNG KOLAM PELABUHAN BIRA KABUPATEN BULUKUMBA

UJI MODEL GEOMETRI KONSTRUKSI PELINDUNG KOLAM PELABUHAN BIRA KABUPATEN BULUKUMBA UJI MODEL GEOMETRI KONSTRUKSI PELINDUNG KOLAM PELABUHAN BIRA KABUPATEN BULUKUMBA Juswan 1 A. Haris MUHAMMAD 1 and Amalia NURDIN 1 1 Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar

Lebih terperinci

ANALISA STOKASTIK BEBAN-BEBAN ULTIMATE PADA SISTEM TAMBAT FPSO SEVAN STABILIZED PLATFORM

ANALISA STOKASTIK BEBAN-BEBAN ULTIMATE PADA SISTEM TAMBAT FPSO SEVAN STABILIZED PLATFORM PRESENTATION FINAL PROJECT ANALISA STOKASTIK BEBAN-BEBAN ULTIMATE PADA SISTEM TAMBAT FPSO SEVAN STABILIZED PLATFORM Oleh : Fajri Al Fath 4305 100 074 Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc.

Lebih terperinci

Perangkat Lunak untuk Analisis Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan Teknik Kelautan, Ftk-Its

Perangkat Lunak untuk Analisis Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan Teknik Kelautan, Ftk-Its JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-203 Perangkat Lunak untuk Analisis Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan Teknik Kelautan, Ftk-Its

Lebih terperinci

Pemanfaatan Floating Breakwater High Density Polyethylene untuk Budidaya Rumput Laut

Pemanfaatan Floating Breakwater High Density Polyethylene untuk Budidaya Rumput Laut 1 Pemanfaatan Floating Breakwater High Density Polyethylene untuk Budidaya Rumput Laut Haryo Dwito Armono*), Hary Supriadi**) Sujantoko*), Sholihin*), Ketut Suastika *) *) Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound.

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound. ABSTRAK Pulau Bali yang memiliki panjang pantai 438 km, mengalami erosi sekitar 181,7 km atau setara dengan 41,5% panjang pantai. Upaya penanganan pantai yang dilakukan umumnya berupa revretment yang menggunakan

Lebih terperinci

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI Nurdiyana NRP: 1121022 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Pemecah

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. No. Gambar Judul Gambar Halaman. Bab I Skema Pengurangan Berat Batuan Pelindung Selama Penanganan

DAFTAR GAMBAR. No. Gambar Judul Gambar Halaman. Bab I Skema Pengurangan Berat Batuan Pelindung Selama Penanganan DAFTAR GAMBAR No. Gambar Judul Gambar Halaman Bab I Gambar 1.1 Skema Pengurangan Berat Batuan Pelindung Selama Penanganan 2 Bab II Gambar 2.1 Pengaruh Relatif Tinggi Puncak terhadap Stabilitas 20 Gambar

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG Fathu Rofi 1 dan Dr.Ir. Syawaluddin Hutahaean, MT. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Lebih terperinci

STUDI KESTABILAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN PENEMPATAN GEOTUBE PADA LAPISAN INTI ABSTRAK

STUDI KESTABILAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN PENEMPATAN GEOTUBE PADA LAPISAN INTI ABSTRAK STUDI KESTABILAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN PENEMPATAN GEOTUBE PADA LAPISAN INTI Mahendra Ginting NRP: 1121020 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Integrasi Perangkat Lunak Untuk Analisa Gelombang Acak dan Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan Teknik Kelautan, FTK ITS

Integrasi Perangkat Lunak Untuk Analisa Gelombang Acak dan Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan Teknik Kelautan, FTK ITS JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Integrasi Perangkat Lunak Untuk Analisa Gelombang Acak dan Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak bumi. Eksplorasi minyak bumi yang dilakukan di Indonesia berada di daratan, pantai dan lepas pantai. Eksplorasi ini terkadang

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor, Tahun 2016, Halaman 98 405 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Rancang Bangun Wave Flume Sederhana Menggunakan Wavemaker Tipe Piston Harmon Prayogi,

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MULTI SALTER DUCK DI LAUT JAWA SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBANGKIT LISTRIK

STUDI PENERAPAN MULTI SALTER DUCK DI LAUT JAWA SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBANGKIT LISTRIK STUDI PENERAPAN MULTI SALTER DUCK DI LAUT JAWA SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBANGKIT LISTRIK Eka Desiary Wicaksono 1) Ir. Sardono Sarwito M.Sc 2) Indra Ranu Kusuma ST. M.Sc 3) 1) Mahasiswa : Jurusan

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK KELAUTAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK KELAUTAN Integrasi Perangkat Lunak untuk Analisa Gelombang Acak dan Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan Oleh Arief Nur

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Pada studi ini telah dilakukan pengkajian mengenai perilaku transmisi gelombang dan stabilitas susunan kantong pasir. Pengaruh beberapa parameter terhadap transmisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

STUDY PEMODELAN STRUKTUR SUBMERGED FLOATING TUNNEL

STUDY PEMODELAN STRUKTUR SUBMERGED FLOATING TUNNEL Dosen Pembimbing: Endah Wahyuni, ST, MT, Ph.D. Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka STUDY PEMODELAN STRUKTUR SUBMERGED FLOATING TUNNEL Syayhuddin Sholeh 3107100088 Latar Belakang Pendahuluan Submerged Floating

Lebih terperinci

UJIAN TUGAS AKHIR P3 (MO )

UJIAN TUGAS AKHIR P3 (MO ) UJIAN TUGAS AKHIR P3 (MO 091336) PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISIS GAYA GELOMBANG DI LABORATORIUM LINGKUNGAN DAN ENERGI LAUT, JURUSAN TEKNIK KELAUTAN, FTK-ITS Oleh: Fendi Hidayat (4308100010) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-168 Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut Musfirotul Ula, Irfan Syarief Arief, Tony Bambang

Lebih terperinci

Soal :Stabilitas Benda Terapung

Soal :Stabilitas Benda Terapung TUGAS 3 Soal :Stabilitas Benda Terapung 1. Batu di udara mempunyai berat 500 N, sedang beratnya di dalam air adalah 300 N. Hitung volume dan rapat relatif batu itu. 2. Balok segi empat dengan ukuran 75

Lebih terperinci

Perancangan Buoy Mooring System Untuk Loading Unloading Aframax Tanker Di Terminal Kilang Minyak Balongan

Perancangan Buoy Mooring System Untuk Loading Unloading Aframax Tanker Di Terminal Kilang Minyak Balongan Perancangan Buoy Mooring System Untuk Loading Unloading Aframax Tanker Di Terminal Kilang Minyak Balongan OLEH: REZHA AFRIYANSYAH 4109100018 DOSEN PEMBIMBING IR. WASIS DWI ARYAWAN, M.SC., PH.D. NAVAL ARCHITECTURE

Lebih terperinci

PENGARUH KEMIRINGAN BATU PELINDUNG BPPT-LOCK TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI GELOMBANG PADA SEAWALL

PENGARUH KEMIRINGAN BATU PELINDUNG BPPT-LOCK TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI GELOMBANG PADA SEAWALL HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR - MO141326 PENGARUH KEMIRINGAN BATU PELINDUNG BPPT-LOCK TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI GELOMBANG PADA SEAWALL GIYAT NUR SAWITRI RINDY ANTICHA NRP. 4313 100 123 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

Analisis Penambatan dan Gerakan Dok Apung Akibat Gaya-Gaya Luar dengan Variasi Konfigurasi Pengikatan pada Perairan Dangkal Terbatas

Analisis Penambatan dan Gerakan Dok Apung Akibat Gaya-Gaya Luar dengan Variasi Konfigurasi Pengikatan pada Perairan Dangkal Terbatas JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-224 Analisis Penambatan dan Gerakan Dok Apung Akibat Gaya-Gaya Luar dengan Variasi Konfigurasi Pengikatan pada Perairan Dangkal

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL Kenindra Pranidya 1 dan Muslim Muin 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA

PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang Erni Yulianti PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA Erni Yulianti Dosen Program Studi Teknik Sipil Sumberdaya Air

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER UNTUK MENGURANGI PENGARUH BEBAN GEMPA PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI DENGAN LAYOUT BANGUNAN BERBENTUK U

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER UNTUK MENGURANGI PENGARUH BEBAN GEMPA PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI DENGAN LAYOUT BANGUNAN BERBENTUK U VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 29 STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER UNTUK MENGURANGI PENGARUH BEBAN GEMPA PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI DENGAN LAYOUT BANGUNAN BERBENTUK U Jati Sunaryati 1, Rudy Ferial

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 79 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Penggunaan Program GENESIS Model yang digunakan untuk mengevaluasi perubahan morfologi pantai adalah program GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bangunan tanggul pemecah gelombang secara umum dapat diartikan suatu bangunan yang bertujuan melindungi pantai, kolam pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap

Lebih terperinci

STUDI PENEMPATAN DINDING GESER TERHADAP WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL STRUKTUR GEDUNG

STUDI PENEMPATAN DINDING GESER TERHADAP WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL STRUKTUR GEDUNG STUDI PENEMPATAN DINDING GESER TERHADAP WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL STRUKTUR GEDUNG Fadlan Effendi 1), Wesli 2), Yovi Chandra 3), Said Jalalul Akbar 4) Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh email:

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) Pemodelan dan Analisa Energi Listrik Yang Dihasilkan Mekanisme Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Air (PLTG-AIR) Tipe Pelampung Silinder Dengan Cantilever Piezoelectric Sherly Octavia Saraswati dan Wiwiek

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), ( Print) E27 Rancang Bangun dan Analisis Karakteristik Dinamis Atmospheric Pressure Shock Absorber (APSA) dengan Diameter Silinder 60 mm dan Diameter Orifice 1 mm Pada Kendaraan Angkut Bima Adisetya Putra dan Harus

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN ADANYA BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG AMBANG RENDAH DI PANTAI PISANGAN KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN ADANYA BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG AMBANG RENDAH DI PANTAI PISANGAN KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN ADANYA BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG AMBANG RENDAH DI PANTAI PISANGAN KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT Anugrah Ananta W. Putra NRP: 0921004 Pembimbing: Olga Catherina

Lebih terperinci

Bab IV Analisa Hasil Pengujian

Bab IV Analisa Hasil Pengujian Bab IV Analisa Hasil Pengujian 4.1 Pendahuluan Uji model fisik transmisi gelombang merupakan pengujian mengenai respon gelombang terhadap struktur. Pada pengujian respon gelombang tersebut, parameter struktur

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

Pola Difraksi Gelombang Di Sekitar Breakwater Sejajar Pantai Ditinjau Berdasarkan Studi Numerik Dan Model Fisik

Pola Difraksi Gelombang Di Sekitar Breakwater Sejajar Pantai Ditinjau Berdasarkan Studi Numerik Dan Model Fisik Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Pola Difraksi Gelombang Di Sekitar Breakwater Sejajar Pantai Ditinjau Berdasarkan Studi Numerik Dan Model

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

STABILITAS ARMOR BREAKWATER MENGGUNAKAN KANTONG BATUAN ARMOUR BREAKWATER STABILITY USING ROCK POCKETS

STABILITAS ARMOR BREAKWATER MENGGUNAKAN KANTONG BATUAN ARMOUR BREAKWATER STABILITY USING ROCK POCKETS 1 STABILITAS ARMOR BREAKWATER MENGGUNAKAN KANTONG BATUAN ARMOUR BREAKWATER STABILITY USING ROCK POCKETS Imam Rohani, M. Arsyad Thaha, Chairul Paotonan Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor

Lebih terperinci

1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu.

1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu. 1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu. 2. Sebuah gelombang transversal frekuensinya 400 Hz. Berapa jumlah

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK Muhammad Aldi Wicaksono 1) Pembimbing : Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan

Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan Hansje J. Tawas Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Mundurnya garis pantai pada Pantai Matani

Lebih terperinci

Efektifitas Redaman Energi Gelombang Akibat Adanya Breakwater Terapung Ditinjau dari Model Fisik dan Studi Numerik

Efektifitas Redaman Energi Gelombang Akibat Adanya Breakwater Terapung Ditinjau dari Model Fisik dan Studi Numerik Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2016 Efektifitas Redaman Energi Gelombang Akibat Adanya Breakwater Terapung RADEN INDRA ANGGUN GEMILANG,

Lebih terperinci

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Adhytia Pratama 0721020 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D ABSTRAK Moda transportasi laut memegang peranan

Lebih terperinci

PREDIKSI NUMERIK KETIDAKSTABILAN FPSO TERTAMBAT PADA MULTI BUOY AKIBAT KEGAGALAN PADA MOORING LINE

PREDIKSI NUMERIK KETIDAKSTABILAN FPSO TERTAMBAT PADA MULTI BUOY AKIBAT KEGAGALAN PADA MOORING LINE PREDIKSI NUMERIK KETIDAKSTABILAN FPSO TERTAMBAT PADA MULTI BUOY AKIBAT KEGAGALAN PADA MOORING LINE Arifin [1] Indonesian Hydrodynamic Laboratory - BPPT Email: arifinsah03@gmail.com [1] ABSTRACT An offshore

Lebih terperinci

Stabilitas Penahan Gelombang Kantong Pasir Bentuk Guling

Stabilitas Penahan Gelombang Kantong Pasir Bentuk Guling Stabilitas Penahan Gelombang Kantong Pasir Bentuk Guling Haryo Dwito Armono, Sujantoko Ferry Fatnanta ABSTRAK Permasalahan umum pada daerah pantai adalah abrasi, terutama disebabkan oleh aktivitas gelombang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dan mempunyai karakteristik yang beragam di setiap tempatnya. Hal tersebut disebabkan oleh interaksi antara litosfer,

Lebih terperinci

Analisis Gerakan Bandul akibat Gerakan Ponton pada Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan

Analisis Gerakan Bandul akibat Gerakan Ponton pada Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisis Gerakan Bandul akibat Gerakan Ponton pada Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan Sony Junianto

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Perancangan Dermaga Pelabuhan Perancangan Dermaga Pelabuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompetensi mahasiswa program sarjana Teknik Kelautan dalam perancangan dermaga pelabuhan Permasalahan konkret tentang aspek desain dan analisis

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-189 Analisis On-Bottom Stability Offshore Pipeline pada Kondisi Operasi: Studi Kasus Platform SP menuju Platform B1C/B2c PT.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro ISSN 2338-0322 Analisa Pengaruh Geometri Lunas Berbentuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane.

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane. Bab 4 Analisa Beban Pada Dermaga BAB 4 ANALISA BEBAN PADA DERMAGA 4.1. Dasar Teori Pembebanan Dermaga yang telah direncanakan bentuk dan jenisnya, harus ditentukan disain detailnya yang direncanakan dapat

Lebih terperinci

Kajian Teknis Fenomena Getaran Vorteks pada Variasi Jumlah Oscillating Part Pembangkit Listrik Tenaga Arus Air Laut

Kajian Teknis Fenomena Getaran Vorteks pada Variasi Jumlah Oscillating Part Pembangkit Listrik Tenaga Arus Air Laut JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-236 Kajian Teknis Fenomena Getaran Vorteks pada Variasi Jumlah Oscillating Part Pembangkit Listrik Tenaga Arus Air Laut Bayu Dwi Atmoko,

Lebih terperinci

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI Nini Hasriyani Aswad Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Haluoleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93721 niniaswad@gmail.com

Lebih terperinci

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno Dosen Pembimbing : Ir.Adi Prawito,MM,MT. ABSTRAK Kabupaten Tuban,tepatnya di desa Jenu merupakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN MATERIAL DAN DESAIN BLOK REM KOMPOSIT

BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN MATERIAL DAN DESAIN BLOK REM KOMPOSIT BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN MATERIAL DAN DESAIN BLOK REM KOMPOSIT Analisis dilakukan dengan membandingkan parameter komposisi modifikasi material terhadap kekuatan mekanik dari spesimen serta koefisien

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

Analisis Kekuatan Konstruksi Sekat Melintang Kapal Tanker dengan Metode Elemen Hingga

Analisis Kekuatan Konstruksi Sekat Melintang Kapal Tanker dengan Metode Elemen Hingga JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-183 Analisis Kekuatan Konstruksi Sekat Melintang Kapal Tanker dengan Metode Elemen Hingga Ardianus, Septia Hardy Sujiatanti,

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada studi untuk mendapatkan konfigurasi kabel yang paling efektif pada struktur SFT dan juga setelah dilakukan analisa perencanaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Symbol Definisi Dimensi

DAFTAR NOTASI. Symbol Definisi Dimensi DAFTAR NOTASI Symbol Definisi Dimensi Latin Besar A luas penampang (L 2 ) At luas penampang struktur pemecah gelombang (L 2 ) A e luas rata-rata kerusakan penampang pemecah gelombang (L 2 ) Ar Axial Ratio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius

Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius Bambang Arip Dwiyantoro*, Vivien Suphandani dan Rahman Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

Abstrak. 2. Tinjauan Pustaka

Abstrak. 2. Tinjauan Pustaka 65 STUDI PERANCANGAN PROTOTYPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GELOMBANG LAUT TIPE SALTER DUCK Luthfi Prasetya Kurniawan 1) Ir. Sardono Sarwito M.Sc 2) Indra Ranu Kusuma ST. M.Sc 3) 1) Mahasiswa : Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TENAGA GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI PERAIRAN MALANG SELATAN

KAJIAN POTENSI TENAGA GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI PERAIRAN MALANG SELATAN ABSTRAK KAJIAN POTENSI TENAGA GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI PERAIRAN MALANG SELATAN Tri Alfansuri [1], Efrita Arfa Zuliari [2] Jurusan Teknik Elektro, [1,2] Email : tri.alfansuri@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Asumsi dan Batasan Seperti yang telah disebutkan pada bab awal tentang tujuan penelitian ini, maka terdapat beberapa asumsi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

Studi Optimasi Kemiringan Lambung Ponton PLTGL-SB (Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut-Sistem Bandulan) akibat Beban Gelombang Laut

Studi Optimasi Kemiringan Lambung Ponton PLTGL-SB (Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut-Sistem Bandulan) akibat Beban Gelombang Laut Studi Optimasi Kemiringan Lambung Ponton PLTGL-SB (Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut-Sistem Bandulan) akibat Beban Gelombang Laut Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D., MRINA Prof.

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial.

1 BAB 1 PENDAHULUAN. tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelombang air laut adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial. Terjadinya gelombang

Lebih terperinci

Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang

Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang III LABORATORIUM GELOMBANG PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... iii BAB I Tujuan

Lebih terperinci