BAB I PENDAHULUAN. dunia yang bergerak pesat dan sangat kompetitif. Pemerintah Indonesia pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dunia yang bergerak pesat dan sangat kompetitif. Pemerintah Indonesia pada"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada perkembangan perekonomian dunia yang bergerak pesat dan sangat kompetitif. Pemerintah Indonesia pada dasarnya secara langsung mendukung segenap bangsa Indonesia untuk turut dalam lalu lintas perdagangan internasional. Batas-batas negara menjadi semakin terbuka sehingga bukan menjadi hambatan dalam perdagangan internasional. Dunia bisnis/perdagangan yang berkembang semakin pesat ditunjukkan dengan meningkatnya hubungan bisnis/dagang yang tidak lagi terbatas pada hubungan antar pihak dalam satu negara, melainkan telah banyak melibatkan antara pihak dalam negara yang berbeda (pihak Indonesia dengan pihak asing). Hubungan bisnis/dagang yang demikian (hubungan bisnis/dagang internasional) melahirkan hubungan bisnis/dagang lebih yang kompleks. 5 Hal ini kemudian memberi pengaruh pada perkembangan hukum kontrak internasional 6 yang menjadi dasar dari berlangsungnya 5 Menurut Huala Adolf dinyatakan bahwa kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini sedikit banyak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi), sehingga, transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-transaksi yang disebut dengan e- commerce. Lihat Huala Adolf, 2004, Hukum Perdaganagan Internasional Prinsip-Prinsip Dasar dan Konsepsi Dasar, PT. Rajawali Pers, Jakarta, hlm Terdapat perbedaan antara perikatan (verbintennis), perjanjian (overeenkomsten), dan kontrak. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, di mana pihak yang satu berhak menuntut suatu dari pihak yang lainnya, dan pihak yang lain itu berkewajiban untuk memenuhi 1

2 hubungan perdagangan internasional. Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai perjanjian internasional apabila memiliki unsur asing (foreign element) dalam perjanjian tersebut. 7 Unsur asing ini dapat timbul antara lain apabila terdapat status personal subjek hukum yang berbeda dalam sebuah perjanjian. 8 Status personal adalah kelompok kaidah yang mengikuti seseorang kemanapun ia pergi. 9 Kaidahkaidah ini dengan demikian mempunyai lingkungan keberlakuan yang universal sehingga tidak terbatas kepada wilayah suatu negara tertentu saja. Hal ini akan menimbulkan permasalahan hukum perdata internasional ketika seseorang dan/atau badan hukum dari suatu negara membuat hubungan hukum dengan orang dan/atau badan hukum dengan orang dari negara lainnya. Hubungan hukum perdata internasional memiliki unsur-unsur asing seperti subjek, peristiwa, materi dan faktatuntutan tersebut. Perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Maka dapat disimpulkan bahwa perikatan adalah sutau hubungan hukum, sedangkan perjanjian adalah sutau perbuatan hukum. Perbuatan hukum yang terjadi dalam perjanjian itulah yang menjadi sumber hubungan hukum perikatan, disamping perjanjian, ada juga yang disebut sebagai kontrak. Secara gramatikal, istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract. Baik perjanjian maupun kontrak memiliki pengertian yang sama, yaitu suatu perbuatan hukum untuk saling mengikatkan para pihak yang membuatnya ke dalam sutau hubungan hukum perikatan. Yang menjadi perbedaan antara keduanya adalah pada perjanjian ada perjanjian yang lisan dan ada perjanjian yang tertulis. Sedangkan pada kontrak selalu tertulis. Dengan kata lain kontrak adalah suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis. Subekti, 2010, Hukum Perjanjian, cetakan 23, Intermasa, Jakarta, hlm Sudargo Gautama, 2007, Hukum Perdata Internasional, Jilid III Bagian 2 Buku ke 8, Alumni, Bandung, hlm Sudargo Gautama, 2004, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III Bagian 1 Buku ke- 7, Alumni, Bandung, hlm.3. 5 Sudargo Gautama, 1987, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Cetakan 5, Binacipta, Bandung, hlm

3 faktanya, sehingga bukan hukumnya yang internasional, karena hukumnya tetap nasional. 10 usaha Salah satu dari kontrak yang penting yang banyak dilakukan oleh para pelaku antarnegara adalah perjanjian utang piutang (loan agreement/credit agreement/facility agreement). Perjanjian utang piutang adalah suatu perjanjian antara suatu subjek hukum dengan subjek hukum lain, dimana satu pihak menjamin uang kepada pihak lain dan pihak lain akan mendapat timbal balik berupa bunga atau hal lain yang diperjanjikan sebelumnya. Pengaturan tentang perjanjian utang piutang telah diatur secara terperinci dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (KUHPerdata) 11 atau Burgerlijk Wetboek (BW), seperti lahirnya, hapusnya dan saat terjadinya wanprestasi. Di dalam perjanjian utang piutang, para pihak dapat mengatur tentang besarnya uang yang akan dipinjamkan, mekanisme pengembalian pinjaman, jaminan pelaksanaan pengembalian utang, apa yang dilakukan apabila ada pihak yang lalai, dan lain sebagainya. Para pihak juga dapat memperjanjiakan hukum mana yang akan berlaku bagi perjanjian tersebut dan forum mana yang berwenang mengadili apabila terjadi sengketa. Hal ini merupakan pelaksanaan dari adanya asas kebebasan 11 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab undang-undang Hukum Perdata: Burgerlijk Wetboek, Cetakan 34, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm

4 berkontrak seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Salah satu perjanjian utang piutang yang subjek hukumnya berbeda negara adalah perjanjian utang piutang antara PT First Media Tbk (Badan Hukum Indonesia) (First Media) dengan Acrossasia Limited (badan hukum asing, berkedudukan di Hong Kong dan memiliki kantor representatif di Indonesia) (AAL). Pada tanggal 27 Juni 2011, First Media dan AAL telah menandatangani Indicative Term Sheet (Term Sheet) sebagai kesepakatan awal atas fasilitas pinjaman uang yang diberikan oleh First Media kepada AAL senilai USD 44,000,000 (empat puluh empat juta Dollar Amerika Serikat). Di dalam Term Sheet kedudukan First Media selaku kreditur dan AAL selaku debitur. Berdasarkan Term Sheet, First Media dan AAL telah menandatangani Facility Agreement tertanggal 30 Juni 2011 (Facility Agreement). Berdasarkan Facility Agreement fasilitas pinjaman disediakan oleh First Media kepada ALL dengan nilai maksimal adalah sebesar USD 44,000,000 (empat puluh empat juta Dollar Amerika Serikat) (Utang). Pada tanggal 30 Juni 2011, First Media telah mencairkan seluruh Utang kepada ALL. Jangka waktu Utang berlaku 3 bulan dan diperpanjang secara otomatis sampai dengan maksimal 1 tahun yaitu sampai dengan tanggal 30 Juni Pada tanggal 30 Juni 2012, Utang beserta bunga yang timbul atasnya telah jatuh tempo untuk dibayarkan oleh AAL kepada First Media, 4

5 namun AAL belum juga melakukan pembayaran apapun kepada First Media pada tanggal jatuh tempo tersebut. Di sisi lain, dalam hubungan bisnisnya antara First Media dan anak perusahaanya dengan perusahaan Astro Group yaitu Astro Nusantara International B.V., Astro Nusantara Holdings B.V., Astro Nusantara International B.V., Astro Multimedia Corporation N.V., Astro Multimedia N.V., Astro Overseas Limited (yang dikenal dengan AAAN Bermuda Limited), Astro All Asia Networks PLC, Measat Broadcast Network Systems SDN BHD, dan All Asia Multimedia Networks FZ-LLC (Astro Group) mengalami masalah hukum. Pada tanggal 11 Maret 2005, First Media, PT Ayunda Prima Mitra (APM) (dahulu merupakan anak usaha), dan PT Direct Vision (DV) membuat perjanjian Kepemilikan Saham (SSA) dengan Astro Group untuk pendirian sebuah perusahaan patungan untuk mengoprasikan bisnis TV berlangganan melalui DV anak perusahaan First Media. Proses perjalanan kerjasama First Media dan anak usaha dengan Astro Group tersebut tidak berjalan dengan lancar. Pada tanggal 3 September 2008, APM telah mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Astro All Asia Networks PLC (Tergugat I), Measat Broadcast Network System SDN BHD (Tergugat II), All Asia Multimedia Networks FZ-LLC (Tergugat III), Measat Satellite Systems SDN BHD (Tergugat IV), Ralph Marshall (Tergugat V), Sean Dent (Tergugat VI), Nelia Concap Cion Molato (Tergugat VII), Liza Tjondro (Tergugat VIII), PT Adi Karya Visi (Tergugat IX), Tara Agus 5

6 Sosrowardoyo (Tergugat X), PT Karyamegah Adijaya (Tergugat XI), PT Abadi Berkah (Tergugat XII) dan PT Direct Vision (Turut Tergugat) dengan Nomor Pendaftaran No.: 1100/Pdt.G/2008/PN.JKT-SEL tertanggal 3 September First Media bukan merupakan pihak dalam gugatan ini. APM mengajukan gugatan tersebut dengan tuntutan ganti rugi total sebesar USD1,500,000 (Gugatan Perdata Indonesia). Atas Gugatan Perdata Indonesia tersebut pada tanggal 13 Mei 2009 telah keluar putusan sela yang menyatakan menolak eksepsi yang dikemukakan oleh Tergugat I, II, III dan V serta menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara ( Putusan Sela ). Atas Putusan Sela tersebut telah diajukan pernyataan banding pada tanggal 22 Mei 2009 oleh Tergugat I, II, III dan V. Bahwa terhadap Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut, Tergugat I, II, III dan V telah menyatakan kasasi atas Putusan banding terhadap Putusan Sela tersebut kepada Mahkamah Agung pada tanggal 11 Juni 2012 dan APM menyatakan kasasi atas putusan banding terhadap Putusan Pokok Perkara Gugatan Perdata Indonesia tersebut kepada Mahkamah Agung pada tanggal 25 Oktober Pada tanggal 6 Oktober 2008, Astro Group mengajukan Permohonan Arbitrase terhadap APM, First Media dan DV untuk proses arbitrase di Singapore International Arbitration Centre (SIAC), Singapura. Permohonan arbitrase sesuai Notice of Arbitration tertanggal 6 Oktober 2008 yang diajukan Astro Group adalah 6

7 menuntut pembayaran restitusi dan/atau kuantum merit (quantum merit) sebesar lebih USD245,000 kepada APM, First Media dan DV berdasarkan pelaksanaan SSA tertanggal 11 Maret 2005 berikut ganti rugi atas pelanggaran pasal 17.6 dari SSA yang timbul karena adanya Gugatan Perdata di Indonesia. Pada tanggal 7 Mei 2009, Tribunal SIAC telah menerbitkan Award on Preliminary Issues of Jurisdiction, Interim Anti-Suit Injunction and Joinder ARB No. 062 of 2008 ( Keputusan Arbitrase Interim ). Atas Keputusan Arbitrase Interim tersebut, Astro Group telah mengajukan Permohonan Pelaksanaan Putusan Arbitrase kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atas Permohonan Pelaksanaan Putusan Arbitrase tersebut, APM dan DV telah mengajukan Permohonan Pembatalan kepada ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menolak pelaksanaan keputusan SIAC tersebut. Di dalam permohon tersebut, APM dan DV antara lain menyatakan: (i) bahwa sengketa dalam perkara Arbitrase tersebut di atas oleh Para Pemohon/Penggugat baru didaftarkan pada SIAC tanggal 6 Oktober 2008, sedangkan sebelumnya Termohon I/APM, sudah terlebih dahulu mendaftarkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Para Pemohon di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 3 September 2008; (ii) bahwa sengketa dalam Putusan Arbitrase bukanlah sengketa di bidang perdagangan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 66 huruf b UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase); (iii) bahwa Keputusan Arbitrase Interim telah mengintervensi hukum acara perdata di Indonesia dan oleh karenanya Keputusan 7

8 Arbitrase Interim tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada tanggal 28 Oktober 2009, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan pertimbangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa subtansi Keputusan Abitrase Interim adalah melebihi kewenangan yang sudah ditetapkan dan telah mengintervensi pelaksanaan proses peradilan di Indonesia, serta mengeluarkan Penetapan bahwa Keputusan Arbitrase Interim dimaksud tidak dapat dilaksanakan (Non Eksekutorial). Lebih lanjut, Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut telah dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 01 K/Pdt.Sus/2010 tertanggal 24 Februari 2010 dan salinan Putusan Mahkamah Agung tersebut telah diterima oleh APM pada bulan Oktober Pada tanggal 16 Pebruari 2010, Tribunal SIAC telah menerbitkan Interim Final Award ARB No. 062 of 2008 (didaftarkan dalam SIAC Registry of Award sebagai Award No. 7 of 2010 tertanggal 18 Pebruari 2010) ( Keputusan Arbitrase Final ). Dalam Keputusan Arbitrase Final tersebut, Tribunal SIAC memerintahkan kepada APM, Perusahaan dan DV secara tanggung renteng untuk melakukan: 1. pembayaran restitusi kepada Astro All Asia Network PLC sebesar RM103,334; 2. pembayaran restitusi kepada Measat Broadcast Network Systems SDN BHD sebesar USD5,773; dan 8

9 3. pembayaran restitusi kepada All Asia Multimedia Networks FZ-LLC sebesar USD59,327. Sedangkan untuk biaya yang timbul atas adanya Gugatan Perdata di Indonesia, Tribunal SIAC memerintahkan APM dan First Media untuk membayar ganti kerugian kepada Astro Nusantara International BV dan Astro Nusantara Holdings BV sebesar USD608, GBP23 dan SGD65. Keputusan Arbitrase Final tersebut diperbaiki sebagaimana dengan Memorandum of Correction Pursuant to Rule 28.1 of The SIAC Rules 2007 tertanggal 23 Maret 2010 (terdaftar dalam SIAC Registry of Award sebagai Award No. 14 tahun 2010 tertanggal 12 April 2010), yang perubahannya antara lain adalah perubahan nilai pembayaran restitusi kepada All Asia Multimedia Networks FZ-LLC semula sebesar USD59,327 menjadi sebesar USD59,459 ( Perbaikan Keputusan Arbitrase Final ). Pada tanggal 5 Februari 2010 SIAC menerbitkan Putusan SIAC on Cost for the Preliminary Hearing From 20 to 24 April 2009 (terdaftar dalam SIAC Registry of Award sebagai Award No.06 tahun 2010 tertanggal 10 Februari 2010), yang antara lain APM, First Media dan DV diperintahkan untuk membayar biaya Preliminary Hearing tertanggal 20 sampai dengan 24 April 2009 sebesar (apabila dikonversi ke dalam USD) kurang lebih USD600 ( Partial Costs Award ). Pada tanggal 3 Agustus 2010, SIAC telah menerbitkan Final Award Interest and Costs (terdaftar dalam SIAC Registry of Award sebagai Award No. 41 tahun 2010 tertanggal 5 Agustus 2010) ( Final Cost Award ). Dalam Putusan tersebut, 9

10 SIAC memerintahkan kepada APM, First Media dan DV untuk secara tanggung renteng melakukan: 1. pembayaran interest kepada Astro All Asia Network PLC sebesar RM35,947; 2. pembayaran interest kepada Measat Broadcast Network Systems SDN BHD sebesar USD1,397; 3. pembayaran interest kepada All Asia Multimedia Networks FZ-LLC sebesar USD14,532. Final Cost Award tersebut sekaligus membebankan seluruh biaya arbitrase kepada APM, First Media dan DV secara tanggung renteng dan melakukan pembayaran SIAC deposit sebesar SGD617 dan sebesar SGD151 terkait persidangan di London bulan September Pembayaran legal cost dan disbursement yang harus ditanggung APM, First Media dan DV secara tanggung renteng sebesar GBP730, SGD2,881, RM63 dan USD36. Pada tanggal 23 Juni 2010, APM dan DV mengajukan gugatan pembatalan atas Keputusan Arbitrase Final, Partial CostsAward dan Perbaikan Keputusan Arbitrase Final di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara No.: 300/PDT.G/2010/PN.Jkt.Pst ( Perkara No.300 ), dengan dasar bahwa putusanputusan SIAC tersebut bertentangan dengan ketertiban umum, sehingga keputusankeputusan Arbitrase tersebut tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.Pihak yang digugat dalam Perkara No. 300 adalah Astro Group. Terhadap Perkara No. 300, Majelis Hakim telah mengeluarkan putusan sela, yang pada pokoknya memutuskan 10

11 bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa gugatan pembatalan yang diajukan atas Keputusan Arbitrase Final, Partial Costs Award dan Perbaikan Keputusan Arbitrase Final, dimana terhadap putusan-putusan sela tersebut, saat ini telah dilakukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tanggal 19 Mei 2011, sebagaimana tertuang di dalam Risalah Permohonan Banding Nomor 113/SRT.PDT.BDG/2011/PN.JKT.PST Jo Nomor 300/PDT.G/2010/PN.JKT.PST. Pada tanggal 21 Juli 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan surat pemberitahuan kepada DV bahwa Gugatan DV tidak dapat diterima di tingkat Mahkamah Agung, selain Perkara No. 300, DV juga telah mengajukan gugatan terhadap Astro Group tentang untuk Tidak Dikeluarkannya Eksekuatur atas Putusan Arbitrase Final di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara.: 301/PDT.G/2010/PN.Jkt.Pst ( Perkara No.301 ), pada tanggal 23 Juni Pada tanggal 25 Agustus 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan Putusan atas Perkara No.301, yang pada pokoknya memutus Gugatan DV tidak dapat diterima. Dalam salah satu pertimbangan hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim dalam putusannya disebutkan bahwa putusan gugatan DV tidak dapat diterima oleh karena dinilai premature (belum saatnya diajukan), dengan telah dicabutnya Surat Penetapan Eksekuatur Putusan Arbitrase Internasional Terkait dengan Perkara SIAC Arbitration No. 062/08 tertanggal 9 Juni 2010 oleh Astro Group (Putusan Further Partial Award tertanggal 3 Oktober 2009, Partial Costs 11

12 Award, Keputusan Arbitrase Final dan Perbaikan Keputusan Arbitrase Final) melalui surat pencabutan tertanggal 26 Agustus Pada tanggal 9 September 2011, melalui surat Nomor Ref.: 1000/SWH- 0907/L/IX/PMH-AMP-LS, DV telah mengajukan memori banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 26 Agustus 2011, sebagaimana tertuang di dalam Surat Permohonan Banding Nomor: 67/Srt.Pdt.Kas/2011/PN.JKT.PST.Jo Nomor: 301/PDT.G/2010/PN.JKT.PST. sampai dengan saat ini sama sekali tidak pernah ada penetapan eksekuatur (penetapan untuk dapat dilaksanakannya) atas Further Partial Award tertanggal 3 Oktober 2009, Partial Costs Award, Keputusan Arbitrase Final, dan Perbaikan Keputusan Arbitrase Final di Indonesia, yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana syarat eksekuatur tersebut diatur di dalam ketentuan Pasal 66 (d) UU Arbitrase. Pada tanggal 11 September 2012, Pengadian Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan Penetapan Putusan Arbitrase International berdasarkan Nomor: 32 tahun 2009 jo Nomor : 16 Tahun 2010 jo Nomor 07 tahun 2010 jo Nomor 14 tahun 2010 jo Nomor 41 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa Putusan SIAC tanggal 3 Oktober 2009 (Further Partial Award), Partial Costs Award, Keputusan Arbitrase Final, Perbaikan Keputusan Arbitrase Final dan Final Cost Award (seluruhnya disebut Putusan SIAC) dinyatakan tidak dapat dilaksanakan (non eksekuatur) di Indonesia. Menurut pertimbangan hukum yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan SIAC tersebut tidak dapat dilaksanakan atau di eksekusi 12

13 karena Putusan SIAC tersebut merupakan bentuk campur tangan pihak luar (badan arbitrase asing) dalam urusan peradilan di Indonesia yang nyata-nyata dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (vide Pasal 3 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman), pelanggaran terhadap asas hukum acara yang berlaku di Indonesia (asas Poin t de Interest Poin t de action), serta pelanggaran terhadap asas Audi Et Alteram Partem, sehingga dapat dikualifikasikan bertentangan dengan ketertiban umum. Pada tanggal 5 Agustus 2010 dan 3 September 2010 atas Permohonan secara ex-parte- dari Astro Group sebelumnya tersebut, High Court of Singapore telah menerbitkan putusan eksekuatur atas kelima SIAC Awards yang terdiri dari: Preliminary Award tertanggal 7 Mei 2009, Further Partial Award tertanggal 3 Oktober 2009, Partial Cost Award dated 5 Februari 2010, Keputusan Arbitrase Final tertanggal 16 Februari 2010, dan Final Cost Award di Singapura tertanggal 3 Agustus 2010 ( Pelaksanaan Eksekusi Putusan ). Pada tanggal 24 Maret 2011, Astro Group meminta pelaksanaan Putusan SIAC di Singapura ( Perintah Pelaksanaan Putusan ). Pada tanggal 3 Mei 2011, kuasa hukum First Media di Singapura mengajukan permohonan upaya perlawanan terhadap Perintah Pelaksanaan Putusan yang diperoleh oleh Astro Group. Permohonan First Media tersebut diterima oleh Singapore High Court, Singapore High Court mengesampingkan Perintah Pelaksanaan Putusan dan pada saat yang 13

14 bersamaan memperkenankan First Media untuk mengajukan permohonan keberatan atas Pelaksanaan Eksekusi Putusan. First Media mengajukan permohonan lanjutan pada 12 September 2011 untuk mengesampingkan Pelaksanaan Eksekusi Putusan. Astro Group juga mengajukan banding atas pengesampingan Perintah Pelaksanaan Putusan. Kedua upaya banding Astro Group maupun permohonan keberatan First Media atas pelaksanaan eksekusi dari SIAC Awards telah disidangkan di Singapore High Court pada tanggal Juli Pada tanggal 23 Oktober 2012, Singapore High Court memberikan putusan sebagai berikut : (i) menolak Permohonan Banding dari Astro Group dan (ii) menolak Permohonan atas Keberatan atas pelaksanaan putusan SIAC dari First Media. First Media kemudian mengajukan permohonan kasasi kepada Singapore Court of Appeal. Pada tanggal 31 Oktober 2013, Singapore Court of Appeal mengabulkan sebagian permintaan First Media, yang mana diantaranya biaya perkara akan dibayar oleh Astro Group dan memutuskan bahwa kelima SIAC Awards yang dikenakan kepada APM, First Media dan DV ( Termohon ) di SIAC untuk perkara Arbitration No. 62 of 2008, tidak dapat dilaksanakan di Singapura oleh pihak ke-enam sampai dengan ke-delapan dari Pihak Astro diatas yaitu Astro All Asia Networks PLC. Measat Broadcast Networks Systems Sdn Bhd dan All Multimedia Networks FZ-LLC ( Pihak Astro Yang Ditambahkan ). Pihak Astro Yang Ditambahkan tersebut bukan merupakan pihak dalam perjanjian arbitrase dengan Termohon akan tetapi dimasukkan untuk ikut serta ke dalam proses arbitrase oleh Arbitral Tribunal 14

15 berdasarkan Rule 24 (b) of the 2007 SIAC Rules, dengan mengesampingkan keberatan yang diajukan berulang kali oleh First Media atas penambahan pihak tersebut. Akibat dari Putusan yang dikeluarkan oleh Singapore Court of Appeal tersebut maka dari total denda sebesar USD yang sebelumnya diperintahkan untuk dibayar oleh Termohon berdasarkan SIAC Awards, hanya sejumlah yang terdiri dari USD608, GBP23 dan SGD65 ( Jumlah Putusan ) saja yang dimintakan pelaksanaan pembayarannya di Singapura oleh First Media. First Media telah membayar Jumlah Putusan kepada pihak pertama sampai pihak kelima dari Pihak- Pihak Astro. First Media dan Astro Group telah melaksanakan persidangan pada tanggal 9 September 2014 di hadapan Singapore Court of Appeal, dihadiri oleh Queen s Counsel masing-masing dan pengacara Singapura, untuk memperjelas antara lain pelaksanaan Awards (Putusan SIAC) lainnya. The Singapore Court Appeal, dalam keputusan tanggal 11 September 2014, menjelaskan dan menegaskan bahwa sisa (lebih dari 99%) dari jumlah yang sebelumnya telah diperintahkan (oleh Tribunal) yang harus dibayar kepada Astro Group tidak dapat diberlakukan, dan tidak perlu dibayar oleh First Media. Satu-satunya biaya yang dibayarkan kepada pihak 1 sampai dengan pihak 5 dari Astro Group adalah sejumlahi USD608, GBP23 dan S$ 65, dan telah dibayar oleh Perusahaan pada bulan November First Media telah mengajukan jumlah biaya hukum dari siding Juli 2012 dan April 2013 kepada Court of Appeal yang akan dikaji oleh pengadilan (Court of Appeal). Pengadilan 15

16 mengeluarkan putusan pada tingkat pertama berkaitan dengan sidang April 2013 yang keluar pada bulan November Baik Astro dan First Media telah mengajukan permohonan agar keputusan ini diperiksa kembali oleh High Court Judge dan akan disidangkan pada Mei Secara terpisah, pengkajian biaya untuk sidang Juli 2012 akan dillaksanakan pada Maret Pada tanggal 8 Juli 2011, High Court of Singapore telah menerbitkan putusan Injunction Prohibiting Disposal of Assets Worldwide ( Injunction ) membatasi transaksi atas asset First Media sampai dengan jumlah yang dinyatakan dalam Injuction. Salah satu pengecualian penting dalam Injuction bahwa First Media tidak dilarang untuk melakukan transaksi atau melepaskan aset-asetnya sehubungan dengan kegiatan bisnis yang wajar dan normal. Pada tanggal 20 Januari 2014, High Court menyatakan bahwa Injunction tersebut tidak berlaku sejak tanggal Putusan tertanggal 31 Oktober 2013, dengan demikian, First Media bebas untuk berurusan dengan asetnya. First Media juga telah memohon ke Singapore High Court untuk penilaian terhadap kerugian yang harus dibayar oleh Pihak Astro kepada First Media, sebagai akibat dari adanya Putusan Mareva diperoleh oleh Astro Group kepada First Media dalam perjalanan proses Singapore Court. Sidang telah dilaksanakan pada bulan September 2014 dan Januari 2015, dan akan dilanjutkan di Mei Pada bulan Juli 2012, Astro Group memohon untuk mengubah Injunction, sehubungan adanya Perjanjian Option antara First Media dengan Asia Link Dewa Ltd ( Option ). Pada tanggal 1 Agustus 2012, Singapore High Court memutuskan 16

17 memberikan putusan sela, tanpa mengurangi hak dari First Media untuk melakukan perlawanan atas putusan tersebut, untuk pembayaran berupa uang yang didapat dari penjualan Option tersebut harus diletakkan pada bank account First Media yang ada di Singapura, jika Option tersebut dilaksanakan. Sidang pokok perkara atas permohonan Astro Group untuk mengubah Injunction ini ditunda. Menindaklanjuti keputusan Court Appeal, Astro Group telah mengajukan permohonan untuk, dan telah dikabulkan untuk menarik permohonan mereka atas variasi dari Putusan Mareva. Pada 2 September 2014, Singapore High Court memerintahkan biaya hukum sebesar SGD $5 yang harus dibayar oleh Pihak Astro kepada First Media. Pada tanggal 3 Agustus 2010, 9 September 2010 dan 9 Desember 2010, atas Permohonan dari Astro Group untuk eksekutorial SIAC Awards di Hongkong, High Court of Hong Kong telah menerbitkan putusan eksekuatur atas SIAC Awards yang terdiri dari Keputusan Arbitrase Final, Further Partial Award tertanggal 3 Oktober 2009, Perbaikan Keputusan Arbitrase Final, dan Final Cost Award di Hong Kong ( HK Orders ). Putusan yang berkaitan dengan HK Order telah berlaku pada tanggal 9 Desember 2010 ( HK Judgement ). First Media telah menunjuk kuasa hukum di Hong Kong untuk mengajukan upaya perlawanan terhadap putusan eksekuatur tersebut. Pada tanggal 25 Juli 2011, Pemegang Saham First Media, yaitu AAL, pemegang 55,11% saham dalam First Media, yang berkedudukan di Hong Kong, 17

18 telah menerima Putusan Garnishee Order To Show Cause dari High Court of Hong Kong ( Garnishee Order ). Sebagaimana dinyatakan dalam Keterbukaan Informasi tertanggal 26 Juli 2011 di Bursa Efek Hong Kong, Putusan Garnishee Order berisi perintah untuk tidak dibayarkannya Utang AAL yang telah timbul atau jatuh tempo kepada First Media. Berdasarkan Putusan Hong Kong Hight Court yang diputuskan oleh Deputy High Court Judge Lok, dinyatakan bahwa AAL harus membayar Utang kepada The Hight Court of Hong Kong High Special Administrative Region ( Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus ) selama proses kasus Garnishee masih berlangsung ( Perintah Pembayaran kepada Pengadilan Hong Kong ). AAL telah mengajukan pernyataan banding atas Putusan Perintah Pembayaran kepada Court of Appeal dan siding dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus Permintaan banding AAL ditolak oleh Court of Appeal Hong Kong dan oleh karenanya pada tanggal 7 September 2012, AAL mengajukan permohonan ijin untuk kasasi pada Pengadilan Mahkamah Agung Hong Kong. Permohonan ijin untuk kasasi disidangkan pada tanggal 31 Oktober Pada tanggal 27 Agustus 2012 Utang AAL kepada First Media yang telah jatuh tempo, melalui suratnya kepada AAL, First Media memberitahukan kepada AAL bahwa First Media sangat terbebani dengan adanya putusan Hong Kong Hight Court yang mewajibkan AAL untuk membayar kepada Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus sejumlah Utang AAL yang telah jatuh tempo kepada First 18

19 Media. Di dalam surat tersebut First Media juga meminta AAL memberikan konfirmasi bahwa AAL mengakui bertanggung jawab kepada First Media berdasarkan Facility Agreement sejumlah USD 46,744,403 terdiri atas utang pokok sejumlah USD 44,000,000 ditambah dengan bunga sebesar USD 2,774,403 dan AAL tidak dapat melakukan pembayaran kepada Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus. Pada tanggal 28 Agustus 2012, AAL menanggapi surat First Media. AAL memberitahukan kepada First Media bahwa AAL mengakui adanya kewajiban kepada First Media berdasarkan Facility Agreement sejumlah USD 44,000,000 ditambah dengan bunga, namun AAL tidak dapat memberikan konfirmasi untuk tidak melakukan pembayaran kepada Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus. Berdasarkan Facility Agreement, AAL dan First Media sepakat memilih Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai pilihan forum dan Hukum Indonesia sebagai pilihan hukum yang berlaku dalam hal terjadi sengketa terhadap para pihak. Untuk mendapatkan haknya atas pembayaran Utang dari AAL, maka pada tanggal 30 Agustus 2012 First Media mengajukan permohonan arbitrase terhadap AAL di BANI sesuai dengan pilihan forum dalam Facility Agreement dengan register No. 474/VIII/ARB-BANI/2012 yang pada pokoknya memohon hal-hal sebagai berikut: 1. Menyatakan bahwa hukum di Indonesia tidak akan mengakui pembayaran Utang yang dilakukan oleh AAL kepada Pengadilan Tingkat Pertama Hong 19

20 Kong atau pihak-pihak lainnya selain kepada First Media, baik pembayaran tersebut berdasarkan perintah Garnishee Order atau perintah/putusan lainnya yang dikeluarkan oleh pengadilan-pengadilan Hong Kong Wilayah Khusus Administrasi yang membebaskan ALL dari kewajibannya dalam melakukan pembayaran kepada First Media; 2. Memerintahkan AAL untuk melaksanakan seluruh kewajiban pembayaran Utang kepada First Media dengan rincian Kewajiban Pokok sebesar USD 44,000,000 dan Kewajiban Bunga sebesar USD 2,774,403 dan kewajiban bunga berjalan terhitung sejak tanggal 27 Agustus 2012; 3. Menetapkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap asset AAL berupa saham milik AAL di dalam First Media sebanyak lembar saham atau sebesar 55,11%. Atas permohonan First Media tersebut, arbitrase BANI pada pokoknya dalam pertimbangan hukumnya memutuskan sebagai berikut: 1. Menyatakan bahwa hukum di Indonesia tidak akan mengakui pembayaran Utang yang dilakukan oleh AAL kepada Pengadilan Tingkat Pertama Hong Kong atau pihak-pihak lainnya selain kepada First Media, baik pembayaran tersebut berdasarkan perintah Garnishee Order atau perintah/putusan lainnya yang dikeluarkan oleh pengadilan-pengadilan Hong Kong Wilayah Khusus Administrasi yang membebaskan ALL dari kewajibannya dalam melakukan pembayaran kepada First Media; 20

21 2. Memerintahkan AAL untuk membayarkan Utang sebesar USD 44,000,000 ditambah bunga langsung kepada First Media; 3. Menolak permohonan sita jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap aset AAL berupa saham milik AAL di dalam First Media sebanyak lembar saham atau sebsar 55,11%. Dengan adanya Putusan BANI tersebut, pada tanggal 24 September 2012, AAL mengajukan permohonan kepada Hong Kong Hight Court untuk membatalkan Putusan Perintah Pembayaran kepada Pengadilan Hong Kong dan juga mengajukan permohonan untuk melepaskan penundaan persidangan atas Garnishee Proceeding (dipercepat sidangnya) dan juga membatalkan Putusan Garnishee Order. Pada tanggal 31 Oktober 2013, Hong Kong High Court mengeluarkan putusan sehubungan dengan garnishee proceedings ( Garnishee Judgment ). Dalam Garnishee Judgment, Hong Kong High Court memutuskan bahwa garnishee order dijadikan absolut. Sehubungan dengan uraian di atas, Penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji bagaimana peraturan perundang-undangan di Indonesia melihat tanggung jawab AAL terhadap First Media atas Utang berdasarkan Facility Agreement sehubungan dengan adanya perbedaan putusan Garnishee Order oleh Hong Kong High Court yang mewajibkan AAL untuk melakukan pembayaran Utang kepada Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus sedangkan putusan arbitrase BANI yang 21

22 memutus sebaliknya, AAL harus membayar Utang kepada First Media. Masalah ini perlu untuk dikaji lebih dalam, baik dari segi peraturan perundang-undangan terkait perjanjian, arbitrase teori hukum maupun yurisprudensi. B. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalaahan yang telah diuangkapkan di atas, dimana Utang AAL kepada First Media berdasarkan Facility Agreement telah jatuh tempo sejak tanggal 30 Juni 2012 sehingga First Media meminta kepada AAL untuk melakukan pembayaran/pelunasan atas Utang tersebut, namun AAL terpaksa menunda pembayaran Utang kepada First Media dikarenakan adanya putusan Garnishee Order oleh Hong Kong High Court yang mewajibkan AAL untuk melakukan pembayaran Utang kepada Pengadilan Wilayah Administrasi Khusus. First Media kemudian melakukan permohonan arbitrase terhadap AAL ke BANI agar melakukan pembayaran Utang kepada Fist Media langsung dan permohonan tersebut dikabulkan oleh BANI, maka rumusan masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah tanggungjawab AAL selaku debitur kepada First Media berdasarkan Facility Agreement menurut hukum perjanjian di Indonesia sehubungan dengan adanya Putusan Garnishee Order? 2. Bagaimanakah tanggungjawab AAL selaku debitur kepada First Media sehubungan dengan adanya Putusan BANI dan Garnishee Order yang berbeda? 22

23 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan mengkaji tanggungjawab AAL selaku debitur kepada First Media sehubungan dengan adanya Putusan Garnishee Order menurut hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji tanggungjawab AAL selaku debitur kepada First Media sehubungan dengan adanya Putusan BANI dan Garnishee Order yang berbeda menurut hukum Indonesia. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya: 1. Kegunaan Teoritis Secara teoritik penelitian ini sebagai sumbang pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perjanjian internasional, hukum arbitrase dan hukum perdata internasional. 2. Kegunaan Praktis Secara praktis penelitian ini akan memiliki kegunaan, yaitu: a. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan bidang hukum perjanjian internasional dan arbitrase, serta meneliti lebih lanjut mengenai upaya pengakuan dan pelaksanaan putusan pengadilan asing di Indonesia. 23

24 b. Memberikan kontribusi positif bagi Pemerintah atau instansi/lembaga peradilan/praktisi yang berkompeten dalam penanganan perkara melalui arbitrase. c. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi para pihak dalam hal ini First Media dan AAL untuk menyelesaikan masalah utang piutang berdasarkan Facility Agreement. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis, tidak menemukan adanya penelitian dengan topik dan permasalahan yang sama, dan sepengetahuan penulis belum ada yang melakukan penelitian tentang topik dan permasalahan yang dilakukan oleh penulis dengan judul Tanggung Jawab Debitur Dalam Perjanjian Utang Piutang Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Sehubungan Dengan Putusan Garnishee Order To Show Cause Oleh Hong Kong High Court Dan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (Studi Kasus: Acrossasia Limited dengan PT First Media Tbk). Sebagai perbandingan, penulis menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan judul penulis lakukan antara lain: 1. Penelitian hukum yang berjudul Tinjauan Yuridis Aspek Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam Perjanjian Pembiayaan Internasional: Analisis Klausula Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam Dua (2) Facility 24

25 Agreement yang ditulis oleh M Reza Fahriadi pada tahun 2013, Program Studi Ilmu Hukum Kehususan Hukum Tentang Hubungan Transnasional Universitas Indonesia, Depok. Penelitian ini menganalisis mengenai: a. Bagaimana bentuk umum Facility Agreement dalam transaksi pembiayaan internasional. b. Bagaimana aspek-aspek Pilihan Hukum dan Pilihan Forum terkait dengan kontrak pembiayaan negara. c. Bagaimana status klausula Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam Facility Agreement ditinjau dari kaedah-kaedah Hukum Perdata Internasional yang berlaku. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: 1) Mengenai bentuk perjanjian pinjaman biasanya disesuaikan dengan kebutuhan debitur, contohnya untuk pinjaman yang tidak terlalu besar dan untuk pembiayaan pengeluaran perusahaan sehari-hari (working capital) dapat digunakan fasilitas pinjaman revolving loan atau loan agreement. Sedangkan untuk pinjaman dalam jumlah besar biasanya digunakan bentuk term loan agreement yang dapat melibatkan lebih dari satu kreditur dengan metode participating loan atau kredit sindikasi. 2) Setiap negara memiliki pengaturan sendiri-sendiri mengenai pilihan hukum, namun pada umumnya betasan-batasan pilihan hukum 25

26 tersebut adalah ketertiban umum (public policy), kaedah hukum yang memaksa, penyelundupan hukum dan adanya reasonable connection dengan hukum negara yang dipilih. Secara teoritis pilihan hukum tidak bisa disamakan dengan kebebasan berkontrak, hal ini dikarenakan pilihan hukum merupakan kaidah hukum perdata internsional, yang menentukan hukum mana yang menguasai (mengatur kontrak tertentu), sedangkan dalam kebebasan berkontrak pilihan hukum asing dianggap menjadi sebagai bagian perjanjian bersangkutan, dengan kata lain perjanjian pada dasarnya masih dikuasai hukum negara bersangkutan, oleh sebab itu diperlukan pemahaman yang baik mengenai hukum perjanjian yang bersifat terbuka, sehingga pilihan hukum tetap dapat berfungsi dengan tidak melanggar batasan hukum yang memaksa. Di dalam Hukum Perdata Internasional Indonesia ditemukan tidak ada persyaratan yang mewajibkan adanya real connection dalam melakukan pilihan hukum. 3) Sebagaimana halnya pilihan hukum, belum ada yang mengatur secara tegas mengenai aturan pilihan forum di Indonesia, namun pada dasarnya Pasal 436 Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv), putusan pengadilan asing tidak dapat dieksekusi di Indonesia meskipun putusan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh hakim Indonesia dalam mengadili sengketa bersangkutan. Oleh 26

27 karena itu, berdasarkan aturan tersebut, pilihan forum yang dilakukan oleh para pihak yang secara ekslusif memilih suatu forum asing tertentu, tidak menghapuskan kewenangan Pengadilan Indonesia untuk menerima, mengadili dan memutus sengketa bersangkutan. 2. Penelitian hukum yang berjudul Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase, yang ditulis oleh Abdul Wahid, SH. pada tahun 2005, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian tesis ini meneliti mengenai: a. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase. b. Bagaimana pengaturan mekanisme tersebut, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam aturan procedural (rules) arbitrase internasional, dan bagaimana kasus-kasus arbitrase dalam praktik. Penelitian tersebut menarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui Arbitrase, sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, menawarkan beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui pengadilan. Proses yang relatif lebih cepat, konfidensial, berkualitas, serta berorientasi ke masa depan, sangat sesuai dengan karakter dunia bisnis. 27

28 2) Dilihat dari aspek substansi mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Abitrase dalam banyak hal memuat ketentuan yang dapat disebandingkan dengan ketentuan standar yang berlaku dalam kalangan pelaku bisnis internasional, demikian pula aturan prosedural (rules) yang dimiliki BANI, namun dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih terdapat kendala dan hambatan dalam pengembangan arbitrase di masa depan, baik yang ditimbulkan oleh ketentuan yang masih mengandung ambiguitas maupun sikap pelaku dunia usaha serta peran pengadilan yang belum optimal mendukung perkembangan arbitrase di masa depan. Berdasarkan hal tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup signifikan antara penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian sebelumnya, oleh karena itu penelitian ini asli/tidak plagiat dan keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, objektifitas dan keteraturan. 28

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja SENGKETA KOMPETENSI ANTARA SINGAPORE INTERNATIONAL ARBITRATION CENTRE (SIAC) DENGAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ASTRO ALL ASIA NETWORKS PLC BESERTA AFILIASINYA DAN LIPPO

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI Awal permasalahan ini muncul ketika pembayaran dana senilai US$ 16.185.264 kepada Tergugat IX (Adi Karya Visi),

Lebih terperinci

Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Nyoman A Martana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Nyoman A Martana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE ASING DI INDONESIA DIKAJI DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung Nomor 01 K/Pdt.Sus/2010) Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT

PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT Penggugat Tergugat : PT Bangun Karya Pratama Lestari : Nine AM Ltd. FAKTA & LATAR BELAKANG PERKARA 1. Penggugat telah memperoleh pinjaman uang dari Tergugat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO. 69 BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.022/K/N/2001) 4.1 Posisi Kasus Untuk membantu memahami kewenangan menggugat

Lebih terperinci

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul Oleh: Hengki M. Sibuea, S.H., C.L.A. apple I. Pendahuluan Arbitrase, berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Universitas Indonesia. Penundaan eksekusi..., Edward Kennetze, FHUI, 2009

BAB 4 PEMBAHASAN. Universitas Indonesia. Penundaan eksekusi..., Edward Kennetze, FHUI, 2009 51 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 KASUS POSISI Kasus yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah adanya penundaan eksekusi terhadap putusan bernomor perkara 158 K/PDT/2005 jo No. 63/Pdt.G/2004/PN. Jak.Sel mengenai

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses pembatalan putusan arbitrase oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: tahap pertama Pemohon mengajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional yang harus diwujudkan oleh negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, 114 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut: a. UU Perbankan, UU Bank Indonesia, PP No.25/1999 dan SK DIR Bank Indonesia No.32/53/KEP/DIR

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET (Oleh H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim PTA NTB) I. Pendahuluan Dalam praktek beracara di muka Pengadilan sering kita dapati perkara gugatan derden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Transaksi bisnis, dewasa ini sangat berkembang di Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi untuk melakukan suatu transaksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta atau keadaan yang terbukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derden verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan perlawanan pihak ketiga

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun 2005 3 SUSUNAN BAGIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-undang Penerbangan, menimbang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-undang Penerbangan, menimbang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1990 tentang Penerbangan selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-undang Penerbangan, menimbang bahwa:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-sehari adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari interaksi antara satu dengan yang lain. Interaksi sehari-hari itu dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT A. Dasar Hukum Hakim dalam Penerapan Pencabutan Cerai Gugat Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kegiatan bisnis yang terjadi saat ini tidak dapat dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian saja, tetapi juga

Lebih terperinci

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut: DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU Perhatikan desain-desain handphone berikut: 1 1. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang SIRKUIT TERPADU (integrated

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN BANDING, PUTUSAN GUGATAN, DAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI A Umum DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara permohonan dan perkara gugatan. Dalam perkara gugatan sekurangkurangnya ada dua pihak yang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Suatu perkara perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada Pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. 1 Untuk mendapatkan pemecahan atau

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG M E L A W A N

P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG M E L A W A N P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum untuk Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth 1. Definisi Syarat dan Ketentuan Umum ANGSURAN adalah suatu

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Sebagaiman telah dikemukakan di awal, bahwa lembaga arbitrase adalah forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan bisnis dan perdagangan sangat pesat dan tidak dapat dibatasi oleh siapa pun. Pelaku bisnis bebas dan cepat untuk menjalani transaksi bisnis secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN

SYARAT DAN KETENTUAN SYARAT DAN KETENTUAN 1. DEFINISI (1) Bank adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk., yang berkantor pusat di Bandung, dan dalam hal ini bertindak melalui kantor-kantor cabangnya, meliputi kantor cabang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan perkembangan teknologi modern yang begitu cepat membuat jumlah aktifitas dan cara manusia tersebut beraktifitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Ketentuan ketentuan tentang pelaksanaan (eksekusi) putusan Arbitrase Asing (Internasional) di Indonesia

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Hak milik, atas suatu barang dapat diperoleh melalui berbagai macam cara, salah satu di antaranya membeli di pelelangan. Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci