DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005"

Transkripsi

1

2 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011)

3 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat dan mulai berlakunya 6 2. Penafsiran 6 3. Keberlakuan terhadap arbitrase dan 10 putusan di Malaysia 4. Pokok permasalahan yang dapat diselesaikan Daya mengikat terhadap pemerintah 12 Bagian II Arbitrase Bab 1 Ketentuan Umum 6. Penerimaan komunikasi tertulis Pelepasan hak untuk mengajukan keberatan Jangkauan intervensi pengadilan 13 Bab 2 Perjanjian Arbitrase 9. Definisi dan bentuk perjanjian arbitrase Perjanjian arbitrase dan tuntutan pokok 15 di hadapan pengadilan 11. Perjanjian arbitrase dan tindakan 17 sementara oleh Pengadilan Tinggi Bab 3 Susunan Arbiter 12. Jumlah arbiter Penunjukan arbiter Dasar pengajuan keberatan Prosedur mengajukan keberatan Kegagalan atau ketidakmungkinan 24 untuk bertindak 17. Penunjukan arbiter pengganti 24 Bab 4 Yurisdiksi Majelis Arbitrase 18. Kompetensi majelis arbitrase untuk 26 memutus menurut yurisdiksinya 19. Kewenangan majelis arbitrase untuk 28 memerintahkan tindakan sementara Bab 5 Pelaksanaan Proses Arbitrase 20. Layanan sama rata pihak-pihak Penentuan kaedah tatacara Tempat timbang tara Permulaan prosiding timbang tara Bahasa Pernyataan tuntutan dan pembelaan Pendengaran Keingkaran suatu pihak Pakar yang dilantik oleh tribunal timbang tara Bantuan mahkamah dalam mengambil 35 keterangan

4 4 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Bab 6 Pembuatan Putusan dan Penghentian Proses 30. Hukum yang berlaku bagi substansi sengketa Pembuatan keputusan oleh majelis arbiter Penyelesaian Bentuk dan isi putusan Penghentian proses Perbaikan dan penafsiran putusan atau 40 putusan tambahan 36. Putusan bersifat final dan mengikat 41 Bab 7 Upaya Hukum Terhadap Putusan 37. Permohonan untuk pembatalan 42 Bab 8 Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan 38. Pengakuan dan pelaksanaan Dasar menolak pengakuan atau pelaksanaan 46 Bagian III Ketentuan Tambahan Berkaitan Dengan Arbitrase 40. Konsolidasi proses dan persidangan 48 yang bersamaan 41. Penentuan titik awal hukum oleh pengadilan Rujukan terhadap pertanyaan mengenai hukum Banding Biaya dan pengeluaran arbitrase Perpanjangan waktu untuk memulai 54 proses arbitrase 46. Perpanjangan waktu untuk membuat putusan 54 Bagian IV Lain-lain 47. Tanggung gugat dari arbiter Kekebalan lembaga arbitrase Kepailitan Cara permohonan Pencabutan dan perlindungan 58

5 6 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun HUKUM MALAYSIA Undang-Undang 646 Undang-Undang Arbitrase tahun 2005 (Direvisi tahun 2011) Undang-Undang untuk mereformasi hukum yang berkaitan dengan arbitrase domestik, disediakan untuk arbitrase internasional, pengakuan dan pelaksanaan putusan dan hal-hal terkait. DITETAPKAN oleh Parlemen Malaysia sebagai berikut: Bagian I PENDAHULUAN 1. Judul singkat dan mulai berlakunya 1) Undang-Undang ini dapat disebut sebagai Undang- Undang Arbitrase tahun ) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal yang akan ditetapkan oleh Menteri melalui pemberitahuan di lembar negara. 2. Penafsiran 1) Dalam Undang-Undang ini, kecuali ditentukan lain Putusan berarti keputusan majelis arbitrase pada substansi sengketa dan termasuk segala putusan akhir, sementara atau sebagian dan segala putusan atas biaya atau bunga namun tidak termasuk perintah sela; Pengadilan Tinggi berarti Pengadilan Tinggi di Tanah Melayu (Malaya) dan Pengadilan Tinggi di Sabah dan Sarawak atau salah satunya, sesuai dengan keadaan yang memerlukan; Menteri berarti menteri yang dibebani dengan tanggung jawab terkait arbitrase; Negara berarti suatu Negara berdaulat dan bukan bagian dari negara bagian Malaysia, kecuali ditentukan lain; Ketua Arbiter berarti arbiter yang ditetapkan dalam perjanjian arbitrase sebagai ketua arbiter atau ketua majelis arbitrase, seorang arbiter tunggal atau arbiter ketiga yang ditunjuk menurut pasal 13 (3); Perjanjian arbitrase berarti perjanjian arbitrase sebagaimana didefinisikan dalam pasal 9; Pihak berarti suatu pihak dalam perjanjian arbitrase atau, dalam hal arbitrase tidak melibatkan semua pihak dalam perjanjian arbitrase, berarti satu pihak pada arbitrase; Lokasi arbitrase berarti tempat arbitrase berpusat sebagaimana diatur sesuai dengan pasal 22;

6 8 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Arbitrase internasional berarti arbitrase yanga) Salah satu pihak dalam perjanjian arbitrase, pada saat tercapainya kesepakatan perjanjian tersebut, memiliki tempat usaha di Negara selain Malaysia; b) Salah satu dari hal berikut ini terletak di Negara manapun selain Malaysia di tempat para pihaknya memiliki tempat usaha: i) lokasi arbitrase jika ditentukan di dalam, atau sesuai dengan, perjanjian arbitrase; ii) setiap tempat yang bagian penting dari kewajiban perdagangan atau hubungan lainnya akan dilakukan atau tempat yang pokok permasalahannya berkaitan paling dekat, atau c) Para pihak secara tegas telah menyetujui bahwa pokok permasalahan perjanjian arbitrase berhubungan dengan lebih dari satu Negara; Arbitrase domestik berarti segala arbitrase yang bukan merupakan arbitrase internasional; Majelis arbitrase berarti arbiter tunggal atau kelompok arbiter. 2) Untuk tujuan Undang-Undang ini a) Dalam definisi arbitrase internasional i) ketika suatu pihak memiliki lebih dari satu tempat usaha, rujukan terhadap tempat usahanya adalah yang memiliki hubungan paling dekat dengan perjanjian arbitrase; atau ii) ketika suatu pihak tidak memiliki tempat usaha, rujukan terhadap tempat usahanya adalah tempat tinggal sehari-hari pihak tersebut; b) ketika ketentuan Undang-Undang ini, kecuali pasal 3, membiarkan para pihak bebas untuk menentukan isu tertentu, kebebasan tersebut akan mencakup hak para pihak untuk memberikan kewenangan kepada suatu pihak ketiga, termasuk lembaga, untuk menentukan isu tersebut; [Am. Act A1395:s.2] c) Ketika ketentuan Undang-Undang ini merujuk pada fakta bahwa para pihak telah menyetujui atau bahwa mereka dapat menyetujui atau dengan cara lain merujuk pada perjanjian para pihak, perjanjian tersebut akan mencakup peraturan arbitrase yang diatur dalam perjanjian itu; d) Ketika ketentuan Undang-Undang ini merujuk pada tuntutan, selain yang tersebut dalam ayat 27(a) dan 34(2)(a), juga akan berlaku bagi tuntutan balik, dan ketika merujuk pada pembelaan, juga akan berlaku pada pembelaan terhadap tuntutan balik tersebut.

7 10 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Keberlakuan terhadap arbitrase dan putusan di Malaysia 1) Undang-Undang ini berlaku di seluruh Malaysia. 2) Berkenaan dengan arbitrase domestik yang lokasi arbitrasenya adalah Malaysia a) Bagian I, II dan IV dari Undang-Undang ini akan berlaku; dan b) Bagian III dari Undang-Undang ini akan diberlakukan, kecuali para pihak menyetujui sebaliknya secara tertulis. 3) Berkenaan dengan arbitrase internasional yang lokasi arbitrase adalah di Malaysia a) Bagian I, II dan IV dari Undang-Undang ini akan berlaku; dan b) Bagian III dari Undang-Undang ini tidak akan diterapkan, kecuali para pihak menyetujui sebaliknya secara tertulis. 4. Pokok permasalahan yang dapat diselesaikan melalui arbitrase 1) Setiap sengketa yang para pihaknya telah setuju untuk menyerahkannya ke arbitrase menurut perjanjian arbitrase dapat diselesaikan melalui arbitrase kecuali perjanjian arbitrase bertentangan dengan kebijakan publik. 2) Fakta bahwa segala hukum tertulis memberikan yurisdiksi sehubungan dengan segala permasalahan mengenai pengadilan hukum tetapi tidak merujuk kepada penentuan permasalahan tersebut oleh arbitrase tidak akan, dengan sendirinya, menunjukkan bahwa permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase. 5. Daya mengikat terhadap pemerintah Undang-Undang ini akan berlaku untuk setiap arbitrase yang di dalamnya pemerintah federal atau pemerintah dari setiap negara bagian Malaysia merupakan suatu pihak. 4) Untuk tujuan ayat (2)(b) dan (3)(b), para pihak dalam suatu arbitrase domestik dapat menyetujui untuk mengecualikan pemberlakuan Bagian III dari Undang-Undang ini dan para pihak pada arbitrase internasional dapat menyetujui untuk menerapkan Bagian III dari Undang-Undang ini, secara keseluruhan atau sebagian.

8 12 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Bagian II ARBITRASE Bab 1 Ketentuan umum 6. Penerimaan komunikasi tertulis 1) Kecuali disetujui sebaliknya oleh para pihak a) Komunikasi tertulis dianggap telah diterima jika disampaikan ke penerima secara pribadi atau jika disampaikan di tempat usahanya, tempat tinggal sehari-hari atau alamat surat; dan b) Ketika tempat yang dirujuk pada ayat (a) tidak dapat ditemukan setelah melakukan penyelidikan yang selayaknya, komunikasi tertulis dianggap telah diterima jika dikirimkan ke tempat usaha, tempat tinggal seharihari atau alamat surat pos tercatat terakhir yang diketahui dari penerima atau cara lain yang memberikan catatan dari upaya untuk menyampaikannya. 2) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, komunikasi tertulis yang dikirim secara elektronik dianggap telah diterima jika dikirimkan ke alamat surat elektronik penerima. 7. Pelepasan hak untuk mengajukan keberatan 1) Suatu pihak yang mengetahui a) Setiap ketentuan Undang-Undang ini yang dapat dikurangi oleh para pihak; atau b) Bahwa suatu persyaratan menurut perjanjian arbitrase belum dipenuhi, namun berlanjut dengan arbitrase tanpa menyatakan keberatannya terhadap ketidakpatuhan tersebut tanpa penundaan yang tidak selayaknya atau, jika batas waktu diberikan untuk menyatakan keberatan tersebut, dalam periode waktu tersebut, akan dianggap telah melepaskan haknya untuk mengajukan keberatan. 8. Jangkauan intervensi pengadilan Pengadilan tidak akan campur tangan dalam segala permasalahan yang diatur oleh Undang- Undang ini, kecuali yang sudah diatur dalam Undang-Undang ini. [Subs. Act A1395:s.3] Kalimat sebelumnya dibaca Kecuali ditentukan sebaliknya, pengadilan tidak akan campur tangan dalam segala permasalahan yang diatur oleh Undang-Undang ini. 3) Komunikasi tersebut dianggap telah diterima pada hari ketika disampaikan. 4) Bagian ini tidak akan berlaku untuk komunikasi apapun sehubungan dengan proses pengadilan.

9 14 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Bab 2 Perjanjian arbitrase 9. Definisi dan bentuk perjanjian arbitrase 1) Dalam Undang-Undang ini, perjanjian arbitrase berarti perjanjian oleh para pihak untuk mengajukan ke arbitrase semua atau sengketa tertentu yang telah timbul atau dapat timbul di antara mereka sehubungan dengan hubungan hukum tertentu, baik kontraktual atau tidak. 2) Sebuah perjanjian arbitrase dapat berupa klausul arbitrase dalam suatu perjanjian atau dalam bentuk perjanjian terpisah. 3) Sebuah perjanjian arbitrase harus dalam bentuk tertulis. 4) Sebuah perjanjian arbitrase adalah dalam bentuk tertulis apabila termuat dalam a) Sebuah dokumen yang ditandatangani para pihak; b) Pertukaran surat, teleks, faksimile atau sarana komunikasi lainnya yang memberikan catatan tentang perjanjian; atau c) Pertukaran tuntutan dan pembelaan yang keberadaan perjanjiannya dipersangkakan oleh satu pihak dan tidak disangkal oleh pihak lainnya. 5) Sebuah rujukan dalam perjanjian terhadap dokumen yang berisi klausul arbitrase akan dianggap perjanjian arbitrase, selama perjanjian tersebut tertulis dan rujukannya sedemikian rupa adalah sehingga membuat klausul tersebut menjadi bagian dari perjanjian tersebut. 10. Perjanjian arbitrase dan tuntutan pokok di hadapan pengadilan 1) Pengadilan yang ke hadapannya suatu proses diajukan sehubungan dengan permasalahan yang merupakan pokok dari perjanjian arbitrase akan, dengan satu pihak membuat permohonan sebelum mengambil langkah-langkah lain dalam proses, menunda proses tersebut dan merujuk para pihak untuk arbitrase kecuali pengadilan menemukan bahwa perjanjian tersebut adalah tidak mengikat, tak bisa dijalankan atau tidak dapat dilakukan. [Subs. Act A1395:s.4] 2) Pengadilan, dalam memberikan penundaan proses berdasarkan ayat (1), dapat memaksakan kondisi apapun yang dianggap sesuai. 2A) Ketika proses kelautan ditunda sesuai dengan ayat (1), pengadilan yang memberikan penundaan dapat, jika pada proses tersebut properti telah ditahan atau disita atau jaminan lainnya telah diberikan untuk mencegah atau memperoleh kebebasan dari penahanan

10 16 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun a) Perintah bahwa properti yang ditahan dapat dikuasai sebagai jaminan untuk pemenuhan segala putusan yang diberikan dalam arbitrase sehubungan dengan sengketa tersebut; atau b) Perintah bahwa penundaan proses tergantung kepada pemberian jaminan yang setara untuk pemenuhan segala putusan tersebut. 2B) Tunduk pada putusan manapun dari pengadilan dan untuk setiap modifikasi yang diperlukan, hukum dan praktik yang sama akan berlaku terkait dengan properti yang ditahan dalam pelaksanaan perintah menurut ayat (2A) sebagaimana berlaku jika ditahan demi keperluan proses di pengadilan yang membuat perintah. 2C) Untuk tujuan dari bagian ini, proses kelautan merujuk pada proses kelautan menurut Perintah 70 dari Peraturan Pengadilan Tinggi 1980 [P.U (A) 50/1980] dan proses yang dimulai berdasarkan ayat 24(b) dari Undang-Undang Pengadilan Yudikatur 1964 [Undang-Undang 91]. [Ins. Act A1395:s.4 ] 3) Ketika proses sebagaimana dirujuk dalam ayat (1) telah dilaksanakan, proses arbitrase dapat dimulai atau dilanjutkan, dan putusan dapat dibuat, sementara isu ditunda di hadapan pengadilan. 4) Bagian ini juga akan berlaku dalam hal arbitrase internasional, dalam hal lokasi arbitrasenya bukan di Malaysia. [Ins. Act A1395:s.4] 11. Perjanjian arbitrase dan tindakan sementara oleh pengadilan tinggi 1) Salah satu pihak dapat, sebelum atau selama proses arbitrase, memohon pada Pengadilan Tinggi untuk segala tindakan sementara dan Pengadilan Tinggi dapat membuat perintah berikut ini untuk: a) Jaminan bagi biaya; b) Penemuan dokumen dan pertanyaan tertulis; c) Pembuktian melalui affidavit; d) Pengangkatan pengurus; e) Mengamankan jumlah yang disengketakan, baik dengan cara menahan properti atau sitaan atau jaminan lainnya sesuai dengan yurisdiksi kelautan dari Pengadilan Tinggi; [Am. Act A1395:s.5] f) Penjagaan, perwalian sementara atau penjualan segala properti yang merupakan pokok permasalahan sengketa; g) Memastikan bahwa setiap putusan yang dapat dibuat dalam proses arbitrase tidak dijatuhkan sia-sia akibat pengambilalihan aset-aset oleh salah satu pihak; dan h) Suatu perintah sementara atau tindakan sementara lainnya.

11 18 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun ) Ketika pihak memohon pada Pengadilan Tinggi untuk segala tindakan sementara dan majelis arbitrase telah memutuskan terhadap setiap permasalahan yang relevan dengan permohonan, Pengadilan Tinggi akan memperlakukan segala penemuan fakta yang dibuat dalam proses keputusan tersebut oleh majelis arbitrase sebagai hal yang menentukan bagi tujuan permohonan. 3) Bagian ini juga berlaku dalam arbitrase internasional, yang lokasi arbitrasenya bukan di Malaysia. [Ins. Act A1395:s.5] Bab 3 Susunan Arbiter 12. Jumlah arbiter 1) Para pihak bebas menentukan jumlah arbiter. 2) Dalam hal para pihak gagal menentukan jumlah arbiter, majelis arbitrase akan a) Dalam hal arbitrase internasional, terdiri dari tiga arbiter; dan b) Dalam hal arbitrase arbitrase domestik, terdiri dari arbiter tunggal. 13. Penunjukan arbiter 1) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, tidak ada orang yang akan dihalangi dengan alasan kebangsaan untuk bertindak sebagai arbiter. 2) Para pihak bebas untuk menyetujui prosedur penunjukan arbiter atau ketua Arbiter. 3) Ketika para pihak gagal untuk menyetujui prosedur sebagaimana dirujuk pada ayat (2), dan arbitrase terdiri dari tiga arbiter, masing-masing pihak akan menunjuk seorang arbiter, dan dua arbiter yang ditunjuk akan menunjuk arbiter ketiga sebagai ketua arbiter.

12 20 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun ) Ketika ayat (3) berlaku dan a) Salah satu pihak gagal untuk menunjuk seorang arbiter dalam waktu tiga puluh hari sejak diterimanya permohonan secara tertulis untuk melakukannya dari pihak lain; atau b) Kedua arbiter gagal untuk menyetujui arbiter ketiga dalam waktu tiga puluh hari masa penunjukan atau periode yang diperpanjang sebagaimana disetujui kedua pihak, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur untuk penunjukan tersebut. 5) Ketika arbitrase dilaksanakan dengan satu arbiter a) Para pihak gagal untuk menyetujui prosedur sebagaimana dirujuk pada ayat (2); dan b) Para pihak gagal untuk menyetujui arbiter tersebut, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur untuk penunjukan seorang arbiter. 6) Ketika, para pihak telah menyetujui prosedur untuk penunjukan arbiter a) Salah satu pihak gagal untuk bertindak sebagaimana disyaratkan dalam prosedur tersebut; b) Para pihak, atau dua arbiter, tidak dapat mencapai persetujuan menurut prosedur tersebut; atau c) Pihak ketiga, termasuk lembaga, gagal untuk melakukan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya berdasarkan prosedur tersebut, pihak manapun dapat meminta Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur agar mengambil tindakan yang diperlukan, kecuali persetujuan tentang prosedur penunjukan memberikan cara lain untuk memastikan penunjukan. 7) Ketika Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur tidak dapat bertindak atau gagal bertindak menurut ayat (4), (5) dan (6) dalam waktu tiga puluh hari dari permintaan, pihak manapun dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi untuk penunjukan tersebut. 8) Dalam menunjuk seorang arbiter, Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur atau Pengadilan Tinggi, sesuai dengan keadaan, harus memperhatikan a) Segala kualifikasi yang dibutuhkan oleh arbiter melalui persetujuan para pihak; b) Pertimbangan lain yang mungkin untuk memastikan penunjukan arbiter yang independen dan netral; dan c) Dalam hal arbitrase internasional, rekomendasi penunjukan arbiter yang berkewarganegaraan lain selain kewarganegaraan para pihak. 9) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap segala keputusan Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur atau Pengadilan Tinggi menurut bagian ini.

13 22 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Dasar pengajuan keberatan 1) Seseorang yang dihubungi sehubungan dengan kemungkinan penunjukan orang tersebut sebagai arbiter harus mengungkapkan segala keadaan yang mungkin menimbulkan keraguan yang dapat dibenarkan mengenai kenetralan atau independensi orang tersebut. 2) Seorang arbiter harus, tanpa menunda, dari waktu penunjukan dan di seluruh proses arbitrase, mengungkapkan keadaan yang dimaksud dalam ayat (1) kepada para pihak kecuali para pihak telah diberitahu tentang keadaan tersebut oleh arbiter. 3) Seorang arbiter dapat diragukan hanya jika a) Keadaan yang menimbulkan keraguan yang dapat dibenarkan untuk kenetralan atau independensi arbiter; atau b) Arbiter tersebut tidak memiliki kualifikasi yang disetujui oleh para pihak. 4) Salah satu pihak dapat mengajukan keberatan terhadap arbiter yang ditunjuk oleh pihak tersebut, atau yang dalam penunjukannya pihak tersebut turut serta, hanya untuk alasan yang pihak tersebut baru ketahui setelah penunjukan dibuat. 15. Prosedur mengajukan keberatan 1) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, pihak manapun yang bermaksud untuk mengajukan keberatan terhadap arbiter akan, dalam waktu lima belas hari setelah mengetahui pembentukan majelis arbitrase atau segala alasan yang dirujuk dalam ayat 14 (3), mengirim pernyataan tertulis mengenai alasan keberatan kepada majelis arbitrase tersebut. 2) Kecuali arbiter yang terhadapnya diajukan keberatan mengundurkan diri dari jabatannya atau pihak lain menyetujui keberatan tersebut, majelis arbitrase akan membuat keputusan mengenai keberatan tersebut. 3) Ketika keberatan tidak berhasil, pihak yang berkeberatan dapat, dalam waktu tiga puluh hari setelah menerima pemberitahuan putusan penolakan keberatan, memohon kepada Pengadilan Tinggi untuk membuat keputusan mengenai keberatan tersebut. 4) Sementara permohonan tersebut menanti keputusannya, majelis arbitrase, termasuk arbiter yang terhadapnya diajukan keberatan, dapat melanjutkan proses arbitrase dan membuat suatu putusan. 5) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi menurut ayat (3).

14 24 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Kegagalan atau ketidakmungkinan untuk bertindak 1) Ketika arbiter menurut hukum atau dalam kenyataannya menjadi tidak dapat melakukan fungsi jabatannya, atau karena alasan lain gagal untuk bertindak tanpa penundaan yang selayaknya, mandat arbiter tersebut berakhir pada saat pengunduran diri dari jabatan atau jika para pihak menyetujui pada saat pemutusannya. 2) Ketika pihak manapun tidak menyetujui pemutusan mandat arbiter tersebut, pihak manapun dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi untuk menetapkan pemutusan tersebut dan tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi. 3) Ketika, menurut pasal ini atau ayat 15 (2), seorang arbiter mengundurkan diri dari jabatannya atau salah satu pihak menyetujui pemutusan mandat dari seorang arbiter, hal itu tidak akan berarti keabsahan dari segala alasan yang dirujuk dalam pasal ini atau ayat 14 (3). c) Mandat arbiter dicabut melalui persetujuan para pihak; atau d) Dalam hal pemutusan mandat lainnya. 2) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak a) Ketika arbiter tunggal atau ketua arbiter diganti, setiap persidangan yang sebelumnya dilaksanakan akan diulang di hadapan arbiter pengganti; atau b) Ketika seorang arbiter selain arbiter tunggal atau ketua diganti, setiap persidangan yang sebelumnya dilaksanakan dapat diulang menurut kebijaksanaan majelis arbitrase. 3) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, setiap perintah atau keputusan dari majelis arbitrase yang dibuat sebelum penggantian seorang arbiter menurut pasal ini akan sah menjadi tidak sah semata-mata berdasarkan alasan telah terjadi perubahan dalam susunan majelis arbitrase tersebut. 17. Penunjukan arbiter pengganti 1) Arbiter pengganti akan ditunjuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini apabila a) Mandat dari seorang arbiter berakhir menurut pasal 15 atau 16; b) Seorang arbiter mengundurkan diri dari jabatannya karena alasan lain;

15 26 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Bab 4 Yurisdiksi Majelis Arbitrase 18. Kompetensi majelis arbitrase untuk memutus menurut yurisdiksinya 1) Majelis arbitrase dapat memutus menurut yurisdiksinya sendiri, termasuk setiap bantahan sehubungan dengan keberadaan atau keabsahan perjanjian arbitrase. 2) Untuk tujuan ayat (1) a) Suatu klausul arbitrase yang merupakan bagian dari perjanjian akan diperlakukan sebagai perjanjian independen dari ketentuan perjanjian lainnya; dan b) Keputusan oleh Majelis Arbitrase bahwa perjanjian adalah tidak mengikat secara hukum tidak akan memerlukan ipso jure atas ketidakabsahan klausul arbitrase. 3) Eksepsi bahwa majelis arbitrase tidak memiliki yurisdiksi harus diajukan selambat-lambatnya sebelum pengajuan pernyataan pembelaan. 4) Salah satu pihak tidak dilarang mengajukan pembelaan menurut ayat (3) dengan alasan bahwa pihak tersebut telah menunjuk atau berpartisipasi dalam penunjukan Arbiter. 5) Eksepsi bahwa majelis arbitrase telah melewati cakupan kewenangannya akan diajukan segera setelah permasalahan yang dipersangkakan berada di luar cakupan kewenangannya ini dimunculkan selama proses arbitrase. 6) Terpisah dari ayat (3) dan (5), majelis arbitrase dapat mengakui eksepsi tersebut jika menganggap penundaan dapat dibenarkan. 7) Majelis arbitrase dapat memutus eksepsi yang merujuk pada ayat (3) atau (5), baik sebagai pertanyaan awal atau dalam putusan terkait pokok permasalahan. 8) Ketika peraturan majelis arbitrase pada eksepsi tersebut merupakan pertanyaan awal yang memiliki yurisdiksi, pihak manapun dapat, dalam waktu tiga puluh hari setelah menerima pemberitahuan dari peraturan tersebut banding ke Pengadilan Tinggi untuk memutuskan permasalahan ini. 9) Sementara banding tertunda, majelis arbitrase dapat melanjutkan proses arbitrase dan membuat suatu putusan. 10) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi menurut ayat (3).

16 28 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Kewenangan majelis arbitrase untuk memerintahkan tindakan sementara 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada majelis arbitrase untuk salah satu perintah berikut ini: a) Jaminan bagi biaya; b) Penemuan dokumen dan pertanyaan tertulis; c) Pembuktian melalui affidavit; d) Penjagaan, perwakilan sementara atau penjualan dari segala properti yang merupakan pokok permasalahan sengketa; 2) Majelis arbitrase dapat meminta pihak manapun untuk menyediakan jaminan sehubungan dengan tindakan tersebut seperti yang diperintahkan dalam ayat (1). 3) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, pasal 38 dan 39 akan berlaku terhadap perintah yang dibuat oleh majelis arbitrase menurut pasal ini seolaholah rujukan pada bagian tersebut terhadap suatu putusan merupakan rujukan ke perintah tersebut. Bab 5 Pelaksanaan Proses Arbitrase 20. Perlakuan yang sama terhadap para pihak Para pihak harus diperlakukan dengan setara dan masing-masing pihak akan diberikan kesempatan yang adil dan wajar dalam menyampaikan argumennya. 21. Penentuan peraturan prosedur 1) Tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini, para pihak bebas untuk menyetujui prosedur yang akan diikuti oleh majelis arbitrase dalam melaksanakan proses. 2) Ketika para pihak gagal menyetujui menurut ayat (1), majelis arbitrase dapat, tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini, untuk melakukan arbitrase dengan cara yang dianggap perlu. 3) Kewenangan yang diberikan kepada majelis arbitrase menurut ayat (2) akan meliputi kewenangan untuk a) Menentukan diterimanya, relevansi, materialitas dan bobot bukti apapun; b) Mempergunakan pengetahuan dan keahliannya; c) Memerintahkan ketentuan dari keterangan lebih lanjut dalam tuntutan atau pembelaan; d) Memerintahkan pemberian jaminan untuk biaya;

17 30 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun e) Memperbaiki dan mengubah batas waktu yang di dalamnya berbagai langkah dalam proses arbitrase harus diselesaikan; f) Memerintahkan penemuan dan pembuatan dokumen atau materi dalam kepemilikan atau kewenangan pihak; g) Memerintahkan untuk menjawab pertanyaan tertulis; h) Memerintahkan bahwa segala bukti yang diberikan berada di bawah sumpah atau pengesahan; dan i) Membuat perintah lain yang dianggap majelis arbitrase tepat. 22. Lokasi arbitrase 1) Para pihak bebas untuk menyetujui lokasi arbitrase. 2) Dalam hal para pihak gagal untuk menyetujui menurut ayat (1), lokasi arbitrase akan ditentukan oleh majelis arbitrase dengan memperhatikan keadaan kasus ini, termasuk kenyamanan para pihak. 3) Terpisah dari ayat (1) dan (2), majelis arbitrase dapat, kecuali disepakati lain oleh para pihak, bertemu di tempat manapun yang dianggap layak untuk konsultasi di antara anggotanya, untuk mendengar saksi, para pakar atau para pihak, atau untuk pemeriksaan barang, properti atau dokumen lainnya. 23. Dimulainya proses arbitrase Kecuali disepakati lain oleh para pihak, proses arbitrase sehubungan dengan sengketa tertentu akan dimulai pada tanggal ketika permintaan secara tertulis untuk sengketa tersebut dirujuk ke arbitrase diterima oleh termohon. 24. Bahasa 1) Para pihak bebas untuk menyetujui bahasa yang akan digunakan dalam proses arbitrase. 2) Ketika para pihak gagal untuk menyetujui menurut ayat (1), majelis arbitrase akan menentukan bahasa yang digunakan dalam proses arbitrase. 3) Perjanjian atau ketentuan yang dirujuk dalam ayat (1) dan (2) masing-masing akan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian atau ketentuan, berlaku untuk setiap pernyataan tertulis yang dibuat oleh pihak, setiap persidangan dan putusan, keputusan atau komunikasi lainnya oleh majelis arbitrase. 4) Majelis arbitrase dapat memerintahkan bahwa setiap bukti dokumentasi akan disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang disetujui oleh para pihak atau ditentukan oleh majelis arbitrase.

18 32 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Tuntutan dan pembelaan 1) Dalam periode waktu yang disetujui oleh para pihak atau, ketiadaan perjanjian tersebut, sebagaimana ditentukan oleh majelis arbitrase, pemohon akan mencantumkan a) Fakta pendukung tuntutannya; b) Poin yang menjadi isu; dan c) Ganti rugi atau pemulihan yang diupayakan, dan termohon akan menyatakan pembelaannya sehubungan dengan keterangan yang diatur dalam ayat ini, kecuali para pihak telah menyetujui sebaliknya terhadap unsur yang dibutuhkan dari pernyataan tersebut. 2) Para pihak dapat a) Menyerahkan bersama pernyataan mereka, segala dokumen yang relevan menurut para pihak; atau b) Menambahkan rujukan ke dokumen atau bukti lain yang dapat diajukan para pihak. 3) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, salah satu pihak dapat mengubah atau menambah tuntutan atau pembelaan selama proses arbitrase, kecuali majelis arbitrase menganggapnya tidak tepat untuk memperkenankan amendemen tersebut dengan memperhatikan penundaan akibat pembuatannya. 26. Persidangan 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, majelis arbitrase akan memutuskan apakah tetap akan melaksanakan persidangan lisan untuk penyajian bukti atau argumen lisan, atau apakah sidang akan dilakukan atas dasar dokumen dan materi lainnya. 2) Kecuali para pihak telah menyetujui bahwa tidak ada persidangan yang akan diselenggarakan, majelis arbitrase terhadap permohonan pihak manapun akan menyelenggarakan persidangan lisan pada tahap proses yang sesuai. 3) Para pihak akan diberikan pemberitahuan sebelumnya yang layak untuk setiap persidangan dan untuk setiap pertemuan majelis arbitrase untuk keperluan pemeriksaan barang, properti, atau dokumen lainnya. 4) Semua pernyataan, dokumen atau informasi lain yang diberikan kepada majelis arbitrase oleh satu pihak harus dikomunikasikan kepada pihak lain. 5) Setiap laporan pakar atau bukti yang dapat dijadikan dasar oleh majelis arbitrase dalam membuat keputusan akan dikomunikasikan kepada para pihak.

19 34 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Kesalahan salah satu pihak 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, jika tanpa menunjukkan alasan yang cukup a) Pemohon gagal untuk mengomunikasikan tuntutan sesuai dengan ayat 25 (1), majelis arbitrase akan menghentikan proses; b) Termohon gagal untuk mengomunikasikan pembelaan sesuai dengan ayat 25 (1), majelis arbitrase akan melanjutkan proses tanpa memperlakukan kegagalan tersebut sebagai pengakuan dari tuduhan pemohon; c) Pihak manapun gagal untuk hadir di persidangan atau untuk menghasilkan bukti dokumenter, majelis arbitrase dapat melanjutkan proses dan membuat putusan atas bukti-bukti yang ada padanya; atau d) Pemohon gagal untuk melanjutkan tuntutan, majelis arbitrase dapat membuat putusan menolak tuntutan atau memberikan arahan, dengan atau tanpa syarat, untuk dapat memutuskan tuntutan secara cepat. 28. Pakar yang diangkat oleh majelis arbitrase 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, majelis arbitrase dapat b) Meminta satu pihak untuk memberikan kepada pakar segala informasi yang relevan atau untuk menghasilkan atau untuk menyediakan akses ke semua dokumen yang relevan, barang atau properti lain untuk pemeriksaan oleh pakar. 2) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, jika pihak meminta atau jika majelis arbitrase menganggapnya perlu, pakar akan, setelah penyampaian laporan tertulis atau lisan, berpartisipasi dalam persidangan yang di dalamnya para pihaknya memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada pakar tersebut dan menghadirkan saksi ahli lainnya untuk bersaksi pada pengambilan poin yang menjadi isu. 29. Bantuan pengadilan dalam menggunakan bukti 1) Setiap pihak dengan persetujuan majelis arbitrase dapat mengajukan pada Pengadilan Tinggi untuk bantuan dalam pengambilan bukti. 2) Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan kehadiran saksi untuk memberikan bukti atau, apabila dapat diberlakukan, menghadirkan dokumen di bawah sumpah atau pengesahan di hadapan pejabat Pengadilan Tinggi atau orang lain, termasuk majelis arbitrase. a) Menunjuk satu atau lebih pakar untuk melaporkan tentang isu spesifik yang akan diputus oleh majelis arbitrase; atau

20 36 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Bab 6 Pembuatan Putusan Dan Penghentian Proses 30. Hukum yang berlaku untuk substansi sengketa 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, dalam hal arbitrase domestik yang lokasi arbitrasenya di Malaysia, majelis arbitrase akan memutuskan sengketa sesuai dengan hukum substantif Malaysia. [Am. Act A1395:s.6] 2) Dalam hal arbitrase internasional, majelis arbitrase akan memutuskan sengketa sesuai dengan hukum yang disetujui oleh para pihak sebagaimana yang berlaku pada substansi sengketa. 3) Setiap ketetapan oleh para pihak terhadap hukum dari Negara tertentu akan ditafsirkan, kecuali dinyatakan lain, secara langsung merujuk pada hukum substantif dari Negara tersebut dan tidak pada peraturan hukum yang bertentangan. 4) Dalam hal ketiadaan perjanjian menurut ayat (2), majelis arbitrase akan memberlakukan hukum yang ditentukan oleh peraturan hukum yang bertentangan. 5) Majelis arbitrase akan, dalam semua kasus, memutuskan sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian dan akan memperhitungkan praktik perdagangan yang berlaku pada transaksi. 31. Pengambilan keputusan oleh majelis arbiter 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, dalam setiap proses arbitrase dengan lebih dari satu arbiter, setiap keputusan majelis arbitrase akan dibuat dengan suara mayoritas dari semua anggotanya. 2) Apabila diberi wewenang oleh para pihak atau oleh semua anggota majelis arbitrase, pertanyaan atas prosedur dapat diputuskan oleh ketua arbiter. 32. Penyelesaian 1) Jika, selama proses arbitrase, para pihak menyelesaikan sengketa, majelis arbitrase akan menghentikan sidang dan, jika diminta oleh para pihak dan tidak mendapatkan keberatan dari majelis arbitrase, mencatat penyelesaian dalam bentuk putusan dengan ketentuan yang disetujui. 2) Suatu putusan terhadap ketentuan yang disetujui akan dibuat sesuai dengan ketentuan pasal 33 dan akan menyatakan bahwa hal tersebut adalah sebuah putusan. 3) Suatu putusan yang dibuat menurut ayat (1) akan memiliki status dan pengaruh yang sama sebagai putusan pada pokok persoalan tersebut. 33. Bentuk dan isi putusan 1) Suatu putusan akan dibuat secara tertulis dan tunduk pada ayat (2) akan ditandatangani oleh arbiter.

21 38 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun ) Dalam proses arbitrase dengan lebih dari satu arbiter, tanda tangan dari mayoritas seluruh anggota majelis arbitrase akan cukup selama alasan bagi setiap tanda tangan yang tidak ada tersebut dicantumkan. 3) Suatu putusan akan menyatakan dasar alasannya, kecuali a) Para pihak telah setuju bahwa tidak ada alasan yang akan diberikan, atau b) Putusan adalah suatu putusan dengan persyaratan yang disetujui menurut pasal 32. 4) Suatu putusan harus menyatakan tanggal dan lokasi arbitrase sebagaimana ditetapkan sesuai dengan pasal 22 dan dianggap telah dilakukan di lokasi tersebut. 5) Setelah putusan dibuat, salinan putusan yang ditandatangani oleh arbiter sesuai dengan ayat (1) dan (2) akan disampaikan kepada masing-masing pihak. 6) Kecuali ditentukan lain dalam perjanjian arbitrase, majelis arbitrase dapat a) memberikan putusan terhadap bunga dari setiap total uang yang diperintahkan untuk dibayar oleh putusan dari tanggal putusan hingga tanggal pelaksanaan; dan 34. Penghentian proses 1) Proses arbitrase akan diakhiri oleh putusan akhir atau dengan perintah dari majelis arbitrase sesuai dengan ayat (2). 2) Majelis arbitrase akan memerintahkan penghentian proses arbitrase apabila a) Pemohon menarik tuntutan, kecuali termohon berkeberatan terhadap penarikan dirinya dan majelis arbitrase mengakui kepentingan sah termohon dalam memperoleh penyelesaian akhir dari sengketa; b) Para pihak setuju atas penghentian proses; atau c) Majelis arbitrase mendapati bahwa kelanjutan proses karena alasan lainnya menjadi tidak perlu atau tidak mungkin. 3) Tunduk pada ketentuan pasal 35 dan ayat 37 (6), mandat majelis arbitrase tersebut akan berakhir dengan berakhirnya proses arbitrase. 4) Kecuali ditentukan lain oleh hukum tertulis, kematian salah satu pihak tidak mengakhiri a) Proses arbitrase; atau b) Kewenangan majelis arbitrase. b) menentukan suku bunga.

22 40 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Perbaikan dan penafsiran putusan atau putusan tambahan 1) Salah satu pihak, dalam waktu tiga puluh hari sejak diterimanya putusan tersebut, kecuali periode waktu lain telah disepakati oleh para pihak a) Setelah pemberitahuan kepada pihak lainnya, dapat meminta majelis arbitrase untuk memperbaiki di dalam putusan segala kesalahan dalam perhitungan, segala kesalahan administrasi atau penulisan atau kesalahan lain yang serupa; atau b) Setelah pemberitahuan kepada dan dengan persetujuan dari pihak lain, dapat meminta majelis arbitrase untuk memberikan penafsiran mengenai poin atau bagian tertentu dari putusan tersebut. 2) Ketika majelis arbitrase menganggap permintaan yang dibuat menurut ayat (1) dapat dibenarkan, majelis arbitrase akan membuat perbaikan atau memberikan penafsiran dalam waktu tiga puluh hari sejak diterimanya permintaan dan penafsiran tersebut akan menjadi bagian putusan. 3) Majelis arbitrase dapat memperbaiki segala kesalahan dari penulisan merujuk pada ayat (1)(a) atas inisiatif sendiri dalam waktu tiga puluh hari sejak tanggal putusan. 4) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, salah satu pihak dapat, dalam waktu tiga puluh hari sejak diterimanya putusan dan setelah pemberitahuan kepada pihak lain, meminta majelis arbitrase untuk membuat putusan tambahan terhadap tuntutan yang diajukan dalam proses arbitrase namun dihilangkan dari putusan. 5) Ketika majelis arbitrase menganggap permintaan menurut ayat (4) dapat dibenarkan, majelis arbitrase akan membuat putusan tambahan dalam waktu enam puluh hari sejak diterimanya permintaan tersebut. 6) Majelis arbitrase dapat, bila dianggap perlu, memperpanjang periode waktu untuk membuat perbaikan, penafsiran atau putusan tambahan menurut pasal ini. 7) Ketentuan pasal 33 berlaku terhadap perbaikan atau penafsiran putusan atau terhadap putusan tambahan. 36. Putusan bersifat final dan mengikat 1) Suatu putusan yang dibuat oleh majelis arbitrase berdasarkan perjanjian arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak dan dapat dijadikan dasar oleh pihak manapun dengan cara pembelaan, kompensasi atau sebaliknya dalam setiap proses di pengadilan. 2) Majelis Arbitrase tidak boleh mengubah, mengamendemen, memperbaiki, meninjau, menambah atau mencabut suatu putusan yang telah dibuat kecuali sebagaimana secara khusus diatur dalam pasal 35.

23 42 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Bab 7 Upaya Hukum Terhadap Putusan 37. Permohonan untuk pembatalan 1) Suatu putusan dapat dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi hanya jika a) Pihak yang membuat permohonan menyediakan bukti bahwa i) pihak dalam perjanjian arbitrase tidak memiliki kapasitas; ii) perjanjian arbitrase tidak sah menurut hukum yang telah ditentukan oleh para pihak, atau, dalam hal ketiadaan indikasi tersebut, menurut hukum Malaysia; iii) pihak yang membuat permohonan tidak diberikan pemberitahuan yang patut tentang penunjukan seorang arbiter atau proses arbitrase atau sebaliknya tidak dapat menyampaikan argumennya; iv) putusan tersebut mengenai sengketa yang tidak diatur oleh atau tidak termasuk dalam ketentuan pengajuan kepada arbitrase; v) tunduk pada ayat (3), putusan tersebut memuat keputusan mengenai hal-hal di luar cakupan pengajuan kepada arbitrase; atau vi) susunan majelis arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian para pihak, kecuali perjanjian tersebut bertentangan dengan ketentuan Undang- Undang ini yang tidak dapat disimpangi oleh para pihak, atau, dalam hal ketiadaan perjanjian tersebut, tidak sesuai dengan Undang-Undang ini; atau b) Pengadilan Tinggi menemukan bahwa i) pokok permasalahan sengketa ini tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase menurut hukum Malaysia; atau ii) putusan bertentangan dengan ketertiban umum Malaysia. 2) Tanpa membatasi sifat keumuman dari sub-ayat (1)(b)(ii), suatu putusan bertentangan dengan kebijakan publik Malaysia ketika a) Pembuatan putusan yang dijatuhkan disebabkan atau dipengaruhi oleh penipuan atau korupsi; atau b) Terjadinya pelanggaran peraturan mengenai keadilan yang lazim i) selama persidangan arbitrase; atau ii) sehubungan dengan pembuatan putusan.

24 44 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun ) Ketika keputusan mengenai permasalahan yang diajukan ke arbitrase dapat dipisahkan dari permasalahan yang tidak diajukan, hanya bagian dari putusan yang memuat keputusan mengenai permasalahan yang tidak diajukan ke arbitrase yang dapat dibatalkan. 4) Suatu permohonan untuk membatalkan tidak dapat dilakukan setelah lewatnya sembilan puluh hari dari tanggal ketika pihak yang membuat permohonan telah menerima putusan atau, jika permintaan telah dibuat menurut pasal 35, sejak tanggal ketika permintaan dikeluarkan oleh Majelis Arbitrase tersebut. 5) Ayat (4) tidak berlaku bagi permohonan untuk pembatalan dengan dasar bahwa putusan disebabkan atau dipengaruhi oleh penipuan atau korupsi. 6) Melalui permohonan menurut ayat (1) Pengadilan Tinggi dapat, jika tepat dan diminta oleh pihak, menunda proses untuk suatu periode waktu karena Pengadilan Tinggi dapat menentukan dalam rangka memberikan majelis arbitrase kesempatan untuk melanjutkan proses arbitrase atau untuk mengambil tindakan lain yang dalam opini majelis arbitrase akan menghilangkan dasar untuk pembatalan. 7) Ketika permohonan dibuat untuk membatalkan putusan, Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan bahwa semua uang yang harus dibayarkan menurut putusan akan dibawa ke Pengadilan Tinggi atau diamankan sambil menunggu putusan terhadap permohonan. Bab 8 Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan 38. Pengakuan dan pelaksanaan 1) Melalui permohonan secara tertulis kepada Pengadilan Tinggi, suatu putusan yang dibuat sehubungan dengan arbitrase yang lokasi arbitrasenya di Malaysia atau putusan dari Negara asing akan, tunduk pada pasal ini dan pasal 39 akan diakui bersifat mengikat dan dilaksanakan melalui suatu keputusan dalam konteks putusan atau melalui tindakan. [Am. Act A1395:s.7] 2) Dalam suatu permohonan menurut ayat (1) pemohon harus memberikan a) Putusan asli yang telah disahkan atau salinan putusan yang telah disahkan; dan b) Perjanjian arbitrase asli atau salinan perjanjian yang telah disahkan. 3) Dalam hal putusan atau perjanjian arbitrase tersedia dalam bahasa selain bahasa nasional atau bahasa Inggris, pemohon harus menyediakan terjemahan putusan atau perjanjian dalam bahasa Inggris yang telah disahkan. 4) Untuk keperluan Undang-Undang ini, Negara asing berarti suatu Negara yang merupakan pihak dalam Konvensi tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang diadopsi oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Arbitrase Perdagangan Internasional pada tahun 1958.

25 46 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Dasar penolakan pengakuan atau pelaksanaan 1) Pengakuan atau pelaksanaan suatu putusan, terlepas dari Negara tempat dibuatnya, dapat ditolak hanya atas permintaan dari pihak yang terhadapnya putusan ditujukan a) Dalam hal pihak tersebut memberikan kepada Pengadilan Tinggi suatu bukti bahwa i) salah satu pihak dalam perjanjian arbitrase tidak memiliki kapasitas; ii) perjanjian arbitrase tidak sah menurut hukum yang telah ditentukan oleh para pihak, atau, dalam hal ketiadaan indikasi tersebut, menurut hukum Negara tempat putusan tersebut dibuat; [Am. Act A1395:s.8] iii) pihak yang membuat permohonan tidak diberikan pemberitahuan yang patut tentang penunjukan seorang arbiter atau dari proses arbitrase atau sebaliknya tidak dapat menyampaikan argumennya; iv) putusan tersebut mengenai sengketa yang tidak diatur oleh atau tidak termasuk dalam ketentuan pengajuan kepada arbitrase; v) tunduk pada ayat (3), putusan memuat keputusan mengenai hal-hal di luar cakupan pengajuan ke arbitrase; [Am. Act A1395:s.8] vi) susunan majelis arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian para pihak, kecuali perjanjian tersebut bertentangan dengan ketentuan Undang- Undang ini yang tidak dapat disimpangi oleh para pihak, atau, dalam hal ketiadaan perjanjian tersebut, tidak sesuai dengan Undang-Undang ini; atau vii) Putusan tersebut belum mengikat para pihak atau telah dibatalkan atau ditangguhkan oleh pengadilan negara, atau menurut hukum, tempat putusan dibuat; atau b) Jika Pengadilan Tinggi mendapati bahwa i) pokok permasalahan sengketa ini tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase berdasarkan hukum Malaysia; atau ii) putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum Malaysia. 2) Jika suatu permohonan untuk pembatalan atau penangguhan suatu putusan telah diajukan kepada Pengadilan Tinggi dengan alasan merujuk pada sub-ayat (1)(a)(vii), Pengadilan Tinggi dapat, jika menganggapnya tepat, menunda keputusan dan juga dapat, pada permohonan pihak yang menuntut pengakuan atau pelaksanaan putusan tersebut, memerintahkan pihak lain untuk memberikan jaminan yang sesuai. 3) Ketika keputusan mengenai hal-hal yang diajukan ke arbitrase dapat dipisahkan dari hal-hal yang tidak diajukan, hanya bagian dari putusan yang berisi keputusan mengenai hal-hal yang diajukan ke arbitrase yang dapat diakui dan dilaksanakan. [Ins. Act A1395:s.8]

26 48 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun Bagian III KETENTUAN TAMBAHAN BERKAITAN DENGAN ARBITRASE 40. Konsolidasi proses dan persidangan yang bersamaan 1) Para pihak dapat menyepakati a) Bahwa proses arbitrase akan dikonsolidasikan dengan proses arbitrase lain; atau b) Bahwa persidangan akan diselenggarakan bersamaan, dengan persyaratan yang dapat disetujui. 2) Kecuali para pihak setuju untuk memberikan kewenangan kepada majelis arbitrase, majelis tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan konsolidasi proses arbitrase atau persidangan secara bersamaan. 41. Penentuan titik awal hukum oleh pengadilan 1) Pihak manapun dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi untuk menentukan segala pertanyaan mengenai hukum yang timbul dalam proses arbitrase a) Dengan persetujuan dari majelis arbitrase; atau 2) Pengadilan Tinggi tidak akan mempertimbangkan permohonan menurut ayat (1) kecuali diyakinkan bahwa penentuan a) Kemungkinan akan menghasilkan penghematan biaya yang substansial; dan b) Secara substansial mempengaruhi hak-hak satu atau banyak pihak. 3) Permohonan akan mengidentifikasi pertanyaan mengenai hukum yang akan ditentukan dan, kecuali dibuat dengan persetujuan dari semua pihak dalam proses, akan mencantumkan dasar yang mendukung permohonan. 4) Sementara permohonan menurut ayat (1) belum diputus, proses arbitrase dapat dilanjutkan dan putusan dapat dibuat. 42. Rujukan terhadap pertanyaan mengenai hukum 1) Pihak manapun dapat merujuk pada Pengadilan Tinggi mengenai segala pertanyaan mengenai hukum yang timbul karena putusan. (1A) Pengadilan Tinggi harus menolak rujukan yang dibuat menurut ayat (1) kecuali pertanyaan mengenai hukum secara substansial mempengaruhi hak-hak satu atau banyak pihak. [Ins. Act A1395:s.9] b) Dengan persetujuan setiap pihak lainnya.

27 50 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun ) Suatu rujukan harus diajukan dalam waktu empat puluh dua hari dari publikasi dan penerimaan putusan, dan harus mengidentifikasi pertanyaan mengenai hukum yang akan ditentukan dan menyatakan dasar rujukan tersebut diajukan. 3) Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan majelis arbitrase untuk menyatakan alasan putusannya ketika putusan a) Tidak memuat alasan majelis arbitrase; atau b) Tidak mengatur alasan majelis arbitrase dengan detail yang memadai. 4) Pengadilan Tinggi dapat, pada penentuan suatu rujukan a) Mengkonfirmasi putusan tersebut; b) Mengubah putusan tersebut; c) Merujuk seluruh atau sebagian putusan, bersama dengan penetapan Pengadilan Tinggi atas pertanyaan mengenai hukum kepada majelis arbitrase untuk ditinjau kembali; atau d) Membatalkan putusan, secara keseluruhan atau sebagian. 5) Ketika putusan diubah oleh Pengadilan Tinggi, perubahan akan berlaku sebagai bagian dari putusan majelis arbitrase. 6) Ketika putusan yang dirujuk seluruhnya atau sebagian untuk ditinjau kembali, majelis arbitrase akan membuat putusan baru berkenaan dengan permasalahan yang dirujuk dalam waktu sembilan puluh hari sejak tanggal perintah untuk rujukan atau periode lainnya yang diarahkan oleh Pengadilan Tinggi. 7) Ketika Pengadilan Tinggi membuat perintah menurut ayat (3), Pengadilan Tinggi dapat membuat perintah lanjutan yang menurutnya sesuai, berkenaan dengan segala biaya tambahan arbitrase lainnya yang disebabkan oleh perintah tersebut. 8) Melalui rujukan menurut ayat (1) Pengadilan Tinggi dapat a) Memerintahkan pemohon untuk memberikan jaminan atas biaya; atau b) Memerintahkan bahwa uang yang dibayarkan menurut putusan akan dibawa ke Pengadilan Tinggi atau sebaliknya diamankan sambil menunggu penentuan rujukan. 43. Banding Suatu keputusan Pengadilan Tinggi menurut pasal 42 dianggap sebagai putusan dari Pengadilan Tinggi dalam pengertian pasal 67 dari Undang-Undang Pengadilan Yudikatif tahun 1964 [Undang-Undang 91].

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE KLRCA (Direvisi pada tahun 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada tahun 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Islam KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya; LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Lebih terperinci

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA 1958 Konvensi mengenai Pengakuan

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG]

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] Untuk keperluan kutipan versi AS, teks bahasa Inggris bersertifikasi PBB dipublikasikan dalam 52

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di antara

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/01.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) BAB 1 PRINSIP UMUM 1.1. Standar Definisi, Standar, dan Standar

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA Nomor : 001/SK-BMAI/09.2014 TENTANG PERATURAN & PROSEDUR ARBITRASE BADAN MEDIASI DAN ARBITRASE ASURANSI INDONESIA Menimbang: a. bahwa salah satu

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA (MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE) DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGADAAN

Lebih terperinci

Peraturan Prosedur Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Peraturan Prosedur Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia Peraturan Prosedur Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia Pasal 1. BAB I Ruang Lingkup Kesepakatan Arbitrase Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis sepakat

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 01/BAKTI/01.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Fasilitas Dana Bantuan Sahabat ( Syarat dan Ketentuan Umum ) ini berlaku bagi Nasabah yang permohonan Fasilitas Dana Bantuan Sahabat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN BADAN MEDIASI DANA PENSIUN NOMOR: 07/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN MEDIASI DANA PENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang :

Lebih terperinci

REGULASI BADAN ARBITRASE PSSI TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

REGULASI BADAN ARBITRASE PSSI TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE REGULASI BADAN ARBITRASE PSSI TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE Menimbang : a. bahwa berdasarkan Statuta PSSI, penyelesaian sengketa yang terjadi antara PSSI dengan anggotanya, pemain, agen pemain

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendorong terciptanya sistem perbankan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 R-166 Rekomendasi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

PERJANJIAN TENTANG REKENING EFEK Nomor: SP- /RE/KSEI/mmyy

PERJANJIAN TENTANG REKENING EFEK Nomor: SP- /RE/KSEI/mmyy PERJANJIAN TENTANG REKENING EFEK Nomor: SP- /RE/KSEI/mmyy Perjanjian ini dibuat pada hari ini, , tanggal , bulan tahun (dd-mm-yyyy), antara: PT Kustodian Sentral Efek Indonesia,

Lebih terperinci

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1 Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT Pasal 1 Maksud dari Lembaga Internasional untuk Unifikasi Hukum Perdata adalah meneliti cara cara untuk melakukan harmonisasi dan koordinasi hukum perdata pada Negara

Lebih terperinci

Tentang Pendirian Kantor Catatan Sipil demi Timor Lorosae

Tentang Pendirian Kantor Catatan Sipil demi Timor Lorosae PERSERIKATAN BANGSA-BANGS Administrasi Transisi Perserikatan Bang bangsa di Timor Lorosae UNTAET NATIONS UNIES Administration Transitoire des Natio Unies in au Timor Oriental UNTAET/REG/2001/3 16 March

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah menunjukkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum untuk Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth 1. Definisi Syarat dan Ketentuan Umum ANGSURAN adalah suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

Statuta Mahkamah Internasional (1945) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pasal 1

Statuta Mahkamah Internasional (1945) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pasal 1 Statuta Mahkamah Internasional (1945) Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 1 Mahkamah Internasional dibentuk berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa sebagai badan kehakiman peradilan utama dari Perserikatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah menunjukkan

Lebih terperinci

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA PERATURAN BANI TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI DAN MED-ARB [Cetakan ke-1, 2016] DAFTAR ISI PERATURAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NOMOR: PER-03/BANI/09/2016

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di bidang

Lebih terperinci