BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan 1. Hakikat Pemahaman Konsep Luas Bangun Luas a. Pengertian Pemahaman Pemahaman yang baik sangat diperlukan dalam mempelajarai suatu materi dalam pembelajaran. Pemahaman tidah hanya sekedar menghafal saja, namun juga mengerti dan paham benar dengan sesuatu yang diajarkan.. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bloom (Sagala, 2014: 157) yang menyatakan bahwa aspek pemahaman mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bawa pemahaman adalah bukan sekedar mengetahui atau menghafal pembelajaran saja, tetapi memahami lebih mendalam materi yang dipelajari sehingga siswa mampu memberikan makna kepada apa yang telah dipelajari. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hill (Mulyono, 2010: 123) yang mengungkapkan bahwa pemahaman adalah kegiatan menerjemahkan bahan yang telah dipelajari ke dalam bentuk lain. Hal ini dapat diartikan bahwa pemahaman adalah kegiatan memahami dan memaknai sesuatu yang telah dipelajari, sehingga dapat mengartikan atau menjelaskannya dengan baik dan benar. Sehingga siswa tetap mengerti atau memahami walaupun bahan yang dipelajari dirubah ke dalam bentuk yang lain. Susanto (2015: 7) yang mengutip simpulan dari Carin dan Sund, bahwa pemahaman dapat dikategorikan kepada beberapa aspek, dengan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) Pemahaman merupakan kemampuan untuk menerangkan dan mempresentasikan sesuatu. 2) Pemahaman bukan sekedar mengetahui, tetapi memproduksi apa yang telah dipelajari. 3) 7

2 8 Pemahaman lebih dari sekedar mengetahui, karena pemahaman melibatkan proses mental yang dinamis. 4) Pemahaman merupakan suatu proses bertahap, yang masing-masing tahap mempunyai kemampuan tersendiri. Berdasarkan pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang telah dipelajari, memproduksi dari apa yang telah dipelajari, dan memiliki tahapan-tahapan seperti: menerjemahkan, aplikasi, analisis, dan evaluasi dari sesuatu yang telah dipelajari. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami apa yang diperolehnya sehingga dapat menerangkan dan menjelaskan kembali serta memanfaatkan isinya. b. Pengertian Konsep Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori (Sagala, 2011: 71). Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa konsep merupakan hasil pemikiran seseorang tentang suatu objek, sehingga membentuk sebuah gagasan umum tentang objek tersebut. Sejalan dengan pendapat tersebut, Walgito (2014: 197) berpendapat bahwa konsep merupakan konstruksi simbolik yang menggambarkan ciri atau beberapa ciri umum sesuatu objek atau kejadian. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa konsep adalah hasil konstruksi atau pemikiran seseorang tentang suatu objek atau kejadian yang memiliki ciri-ciri sama, yang merupakan gambaran umum objek atau kejadian tersebut. Jadi singkatnya konsep merupakan pemikiran seseorang tentang suatu objek atau kejadian. Sagala (2011: 71) juga menambahkan bahwa konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berfikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Jadi manusia membentuk konsep melalui pengalaman langsung dengan benda-benda

3 9 dan peristiwa dalam dunia mereka dengan cara menggeneralisasikannya. Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa konsep merupakan generalisasi dari pemikiran-pemikiran tentang suatu objek yang diperoleh dari fakta-fakta tentang objek tersebut, pengalaman yang mereka miliki sehingga dapat menjelaskan tentang suatu pristiwa atau objek tersebut. Menurut Hamalik (2014: 162) untuk mengetahui apakah siswa telah mengetahui suatu konsep, ada empat hal yang harus dilakukan, yaitu dengan cara: 1) Siswa dapat menyebutkan contoh-contoh konsep bila dia melihatnya. 2) Menyatakan ciri-ciri konsep tersebut. 3) Memilih dan membedakan antara contoh-contoh. 4) Memecahkan masalah yang berkenaaan dengan konsep tersebut. Berdasarkan Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep adalah buah pemikiran yang berupa ide abstrak untuk suatu menggambarkan objek bercirikan sama berdasarkan fakta, peristiwa, dan pengalaman yang telah digeneralisasikan. c. Pengertian Pemahaman Konsep Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami apa yang diperolehnya sehingga dapat menerangkan dan menjelaskan kembali serta memanfaatkan isinya. Sedangkan konsep adalah buah pemikiran yang berupa ide abstrak untuk suatu menggambarkan objek bercirikan sama berdasarkan fakta, peristiwa, dan pengalaman yang telah digeneralisasikan. Pemahaman konsep yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep. Pemahaman konsep diperoleh siswa dengan cara mengenal dan memahami dan merumuskan data yang menjadi ciri suatu konsep. Dengan memahami konsep yang benar maka siswa dapat menyerap, memahami menguasia, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam jangka waktu yang lama. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang untuk mengerti, menghafal, serta memahami, sehingga mampu untuk menerangkan dan menginterpretasikan

4 10 suatu konsep atau materi yang dipelajarinya dan mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain dengan menggunkan bahasanya sendiri dan dapat menyimpan materi yang dipelajarinya dalam jangka waktu yang lama. d. Pengertian Luas Bangun Datar 1) Pengertian Luas Kamsiyati (2013: 87) luas bangun adalah luas daerah yang dibatasi oleh sisi-sisi bangun tersebut. Sedangkan menurut Muhsetyo (2008: 6.3) luas daerah adalah jumlah luas daerah seleruh permukaannya. Satu satuan luas tidak baku menggunakan sebuah persegi dengan panjang sisi satu satuan yang disebut dengan persegi satuan. Untuk mengetahui luas suatu daerah, kita harus membandingkan daerah itu dengan yang lain, biasanya lebih kecil. Salah satu yang sering diapakai adalah persegi satuan seperti gambar 2.1 dan 2.2 berikut: Gambar Luas persegi Gambar Luas Segitiga

5 11 Dalam gambar 1. Luas persegi ABCD yang di ukur dengan persegi satuan. Kita lihat bahwa ada 9 satuan persegi yang menutupi bangun persegi tersebut dengan tepat. Hal in berarti bangun tersebut memiliki luas 9 satuan persegi. Lihat gambar 2. Luas Segitiga yang dihitung dengan satuan persegi. Pada gambar tersebut, untuk memenuhi bangun segitiga dibutuhkan 19 satuan persegi, tetapi luas segitiga adalah 15 satuan persegi. Hal ini karena satuan persegi yang dihitung adalah yang luasnya lebih dari setengah sempai penuh dalam segitiga, yang kurang dari setengah tidak dihitung. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa luas adalah ukuran dari total permukaan suatu bangun atau benda, yang dapat diukur dengan menutup seleruh permukaan dengan satuan persegi ataupun dengan satuan baku seperti: cm 2, m 2. 2) Bangun Datar Bila kita mengamati benda-benda dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui benda-benda yang berbentuk bangun datar seperti: bingkai foto, kertas, dll. Bangun datar adalah bentuk dua dimensi sehingga tidak memiliki ketebalan. Sedangkan menurut Soenarjo (2008: 93) bangun datar merupakan bangun yang seluruh bagiannya terletak pada bidang datar. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa bangun datar adalah bangun yang tidak memiliki volume atau ruang. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bangun datar merupakan bangun dua dimensi yang memiliki panjang dan lebar, dan tidak memiliki ruang atau volume, dibatasi oleh garis lurus atau lengkung sebagai sisi. Jenis bangun datar bermacam-macam, antara lain persegi, persegi panjang, segitiga, jajar genjang, belah ketupat, trapezium, lingkaran. a) persegi. Persegi adalah bangun datar yang memiliki empat buah sisi sama panjang.

6 12 b) Persegi Panjang Persegi Panjang adalah bangun datar mirip persegi namun dua sisi yang berhadapan lebih pendek atau lebih panjang dari dua sisi yang lain. Dua sisi yang panjang disebut panjang, sedangkan yang pendek disebut lebar. c) Segitiga Segitiga adalah bangun datar yang terbentuk dari tiga garis lurus (sisi) dan membentuk tiga sudut. d) Jajar Genjang Jajar Genjang adalah bangun datar segi empat yang sisi berhadapan sejajar dan sama panjang, serta memiliki sudut yang berhadapan sama besar. e) Belah Ketupat Belah Ketupat adalah bangun datar yang memiliki empat sisi sama panjang dan sudut yang berhadapan sama besar. f) Trapesium Trapesium adalah bangun datar yang dibentuk oleh empat garis (sisi) yang dua diantaranya sejajar tetapi tidak sama panjang. g) Lingkaran Lingkaran adalah bangun datar yang dibatasi oleh garis lengkung. e. Konsep Luas Bangun Datar Konsep luas bangun datar terdiri dari tiga unsur yaitu: 1) konsep, 2) luas, 3) bangun datar. Konsep merupakan buah pemikiran yang berupa ide abstrak yang digeneralisasikan untuk suatu objek. Sedangkan luas adalah ukuran dari total permukaan suatu bangun atau benda. Bangun datar merupakan bangun dua dimensi yang memiliki panjang dan lebar, dan tidak memiliki ruang atau volume, dibatasi oleh garis lurus atau lengkung sebagai sisi.

7 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep luas bangun datar adalah prinsip menghitung luas area bangun dua dimensi yang dibatasi oleh garis sebagai sisinya. Dalam penelitian ini, konsep luas bangun datar yang diteliti adalah konsep luas bangun datar persegi dan persegi panjang. adapun standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang menjadi pedoman pada penelitian ini seperti pada table 2.1 berikut: Tabel 2. 1 SK, KD, dan Indikator Penelitian Standar Kompetensi Indikator kompetensi 5.Menghitung keliling, luas persegi dan persegi panjang serta penggunaannya dalam pemecahan masalah Dasar 5.2 Menghitung luas persegi dan persegi panjang Menghitung luas persegi dengan satuan luas tidak baku Menghitung luas persegi panjang dengan satuan luas tidak baku Menghitung luas persegi dengan satuan baku Menghitung luas persegi panjang dengan satuan baku Menyelesaikan sola cerita tentang luas persegi satuan baku dan tidak baku Menyelesaikan sola cerita tentang luas persegi satuan baku dan tidak baku. Keterian ketuntasan pada materi pembelajaran ini adalah siswa mampu menghitung luas persegi dan persegi panjang dengan satuan tidak baku, menghitung luas persegi dan persegi panjang dengan satuan baku serta menyelesaikan soal cerita berkaitan konsep luas persegi dan persegi panjang dengan baik. Contoh : 1. Hitunglah luas persegi panjang berikut ini! 6 cm

8 14 2. luas halaman pak Hari berbentuk persegi dengan panjang sisi 12 m. berapakah luas halaman pak Hari? f. Menghitung Luas Persegi dan Persegi Panjang Pembelajaran matematika Sekolah Dasar harus dilakukan secara bertahap. Materi pembelajaran tidak diberikan secara siap saji, tetapi sebsa mungkin dilakukan melalui kegiatan yang melibatkan siswa. Menghitung luas suatu bangun datar dapat dilakukan dengan mengisi bangun tersebut dengan satuan luas sebagai berikut: a) Persegi Persegi adalah persegi panjang yang keempat sisinya sama panjang.(kamsiyati, 2013: 55) Dari pengertian dan gambar di atas, didapat bahwa persegi memilki sifat-sifat sebagai berikut: (1) Sisi- sisinya sama panjang. (2) Sisi- sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang. (3) Diagonal-diagonalnya sama panjang (4) Diagonal-diagonalnya berpotongan membentuk sudut sikusiku (5) Sudut-sudutnya sama besar b) Persegi Panjang Persegi Panjang adalah segi empat yang keempat sudutnya siku-siku dan sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar.(kamsiyati, 2013: 50)

9 15 Dari pengertian dan gambar di atas, didapat bahwa persegi memilki sifat-sifat sebagai berikut: (1) Mempunyai empat titik sudut. (2) Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. (3) Diagonal-diagonalnya sama panjang. (3) Mempunyai empat buah sudut siku-siku. c) Rumusan Luas Persegi Dan Persegi Panjang Menentukan rumus luas persegi dan persegi panjang dapat dilakukan dengan percobaan pada gambar 2.3: Persegi Panjang Ukuran sisi (satuan luas) Luas (petak Panjang + Lebar Panjang X lebar satuan) Panjang = 2 Lebar = = 3 2 X 1 = 2 Panjang = 2 Lebar = = 4 2 X 2 = 4 Panjang = 3 Lebar = = 4 3 X 1 = 3 Panjang = 3 Lebar = = 5 3 X 2 = 6 Panjang = 3 Lebar = = 6 3 X 3 = 9 Gambar 2. 3 percobaan rumus persegi dan pesegi panjang Berdasarkan kegiatan di atas dapat dapat disimpulkan bahwa: Luas persegi panjang = Panjang X Lebar Jika panjang = p cm, lebar = l cm, dan Luas = L cm 2, maka: L = P X L

10 16 Pada bangun persegi, ukuran panjang dan lebarnya adalah sama. Misalkan ukuran panjang dan lebarnya adalah panjang sisi, maka: Luas Persegi = sisi X sisi Jika panjang sisi = s cm dan luas = L cm 2, maka: Atau L = s x s L = s 2 g. Pembelajaran Matematika Menurut Susanto (2015:186) Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasan yang baik terhadap materi matematika. Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran matematika terdapat usaha yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, berinteraksi dengan siswa secara aktif, serta menyenangkan dalam melakukan kegiatan pembelajaran, agar siswa aktif membangun pengetahuan sendiri tentang materi matematika. Sedangkan menurut Muhseno (2007: 1.26) Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa terlibat aktif dalam kegiatan sehingga mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang matematika. Hamzah dan Muhlisrarini (2014: 65) Pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika dengan melibatkan partisipasi aktif peserta didik di dalamnya.

11 17 Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran matematika guru harus melibat siswa secara aktif dan harus memberikan peluang siswa untuk berusaha dan mencari konsep matematika dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa mendapatkan pengalaman yang bermakna selama pembelajaran matematika. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran yang sengaja dirancang secara kondusif serta melibatkan partisipasi siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, agar siswa mendapatkan peluang untuk berusaha mencari pengalaman dan membangun pengetahuan sendiri tentang materi matematika. h. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Secara umum tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika (Sutanto, 2015:189). Sejalan dengan itu menurut Karso (2011: 1.5) matematika bagi siswa SD berguna untuk kepentingan hidup pada lingkungannya, untuk mengembangkan pola pikirnya, dan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang kemudian. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran matematika di SD bertujuan agar siswa mampu menyelesaikan masalah matematika yang sering ditemui dikehidupan sehari-hari. Penggunaan matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian sering kita temukan dalam kegiantan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika menurut Standar Isi Depdiknas tahun 2006 adalah sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

12 18 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. i. Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Karso (2011, 1.4) menyatakan bahwa anak usia SD sedang mengalami perkembangan pada tingkat berpikirnya. Tahap berpikir mereka masih belum formal, bahkan siswa di kelas rendah bukan tidak mungkin sebagian dari mereka berpikirnya masih berada pada tahapan pra konkret. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa guru harus mampu menjembatani antara dunia berpikir anak SD yang masih berada pada tahapan belum formal atau konkret dengan karakteristik matematika yang merupakan ilmu deduktif, formal serta abstrak. Pendapat tersebut sejalan dengan Heruman (2008: 2) yang menyatakan bahwa guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa dalam upaya untuk mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa. Konsepkonsep pada matematika SD dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu: 1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran yang dilakukan untuk menanamkan suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. 2) Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.

13 19 3) Pembinaan Keterampilan, yaitu pembalajran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. 2. Hakikat Pendekatan Realistic Mathematics Education a. Pengertian pendekatan pembelajaran Pendekatan pembelajaran merupakan strategi yang dapat memperjelas arah yang ditetapkan atau kebijakan guru agar mencapai tujuan pembelajaran. (Hamzah, 2014: 231) Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan strategi atau cara guru dalam pembelajaran untuk mempermudah pemahaman siswa sehingga dapat memcapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Sutanto (2015: 195) menyatakan Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang bersifat masih umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang atau suatu cara proses pengelolaan dalam pembelajaran yang masih bersifat lebih umum. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah suatu konsep atau prosedur umum yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang pelaksanaannya memerlukan satu atau lebih metode pembelajaran. b. Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education Realistic Mathematic Education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda. Realistic Mathematics Education mengacu pada pendapat Freudental yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realitas dan

14 20 matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi dengan situasi sehari-hari. Sejalan dengan veloo (2015: 132) yang menyatakan The RME theory focuses on guided reinvention through mathematizing and takes into account students informal solution strategies and interpretations through experientially real context problems. Hal ini dapat diartikan bahwa RME berfokus pada penciptaan kembali konsep matematika berdasarkan pengalaman memecahkan masalah yang nyata. Berdasarkan pendapat ini, dalam RME siswa lebih aktif dalam pembelajaran untuk memecahkan masalah. Menurut Shoimin (2014: 149) Realistic Mathematic Education adalah situasi ketika siswa diberi kesempatan untuk menentukan kembali ide-ide matematika. Berdasarkan situasi realistik, siswa didorong untuk mengonstruksi sendiri masalah realistik. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan mengkonstruksi sendiri masalah akan menarik siswa untuk aktif, sehingga membuat pembelajaran akan lebih bermakna dan dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Menurut Wijaya (2012: 21) Matematika Realistik adalah penggunaan masalah realistik sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau sebagai sumber untuk pembelajaran. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa penggunaan masalah realistik dalam pembelajaran untuk membentuk konsep matematika dapat lebih bermakna bagi siswa dibandingkan memberikan konsep matematika yang siap saji. Sedangkan menurut Sutanto (2015: 206) Matematika Realistik adalah matematika yang disajikan sebagai suatu proses, sebagai kegiatan manusia, bukan sebagai produk jadi. Unsur menemukan kembali sangat penting. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam matematika realistik siswa berpartisipasi aktif, dan siswa bukan sekadar menjadi penerima yang pasif materi matematika, tetapi siswa diberikan

15 21 kesempatan untuk menemukan konsep matematika melalui praktik atau kegiatan yang dilakukan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Realistic Mathematics Education adalah pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan siswa untuk menemukan ide-ide dalam matematika melalui proses kegiatan dengan memecahkan masalah realistik yang sering terjadi disekitar siswa. c. Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematics Education Traffer (Wijaya, 2012: 21) merumuskan realistic mathematics education menjadi lima karakteristik yaitu sebagai berikut: 1) Penggunaan Konteks Konteks atau permasalahan realistik digunakan menjadi titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, sehingga bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. 2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif Dalam realistic mathematics education, model digunakan untuk matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. 3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap pakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa dalam pembelajaran. Siswa diberikan kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. 4) Interaktivitas Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.

16 22 Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. 5) Keterkaitan Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah. Dengan keterkaitan ini matematika mampu mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa konteks Realistic Mathematics Education tidaklah harus selalu menggunakan permasalahan dunia nyata tetapi kita juga dapat menggunakan permainan, atau alat peraga sehingga sehingga materi dapat dibayangkan oleh siswa. Realistic Mathematics Education dalam pembelajaran matematika digunakan sebagai jembatan antara konsep abstrak menuju konsep konkret untuk mempermudah pemahaman siswa. Penilaian dalam Realistic Mathematics Education tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi juga memahami berbagai proses berpikir seseorang. Realistic Mathematics Education tidak hanya mengembangkan kognitif siswa saja tetapi juga afektif siswa dengan saling berkomunikasi antar siswa dengan berdiskusi tentang hasil kerja dan gagasan mereka dalam pembelajaran matematika. d. Langkah-Langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education Shoimin (2014: 150) mengemukakan langkah-langkah Realistic Mathematics Education ada 4 yaitu: 1) Memahami masalah kontekstual, 2) Menyelesaikan masalah kontekstual, 3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, 4) Menarik kesimpulan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa langkah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education adalah sebagai berikut:

17 23 1. Memahami masalah kontekstual. Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru hanya memberikan petunjuk seperlunya, agar siswa berlatih mandiri dalam memecahkan masalah. 2. Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa diminta menyelesaikan masalah secara individu. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun, seperti: bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk mengasah pola pikir siswa agar kritis dalam memecahkan masalah. 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan teman mereka dalam kelompok kecil. Disini siswa dilatih untuk berani mengemukakan pendapat mereka 4. Menarik kesimpulan. Hasil diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Kemudian guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep yang telah dipelajari. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam langkah pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education guru berperan guru sebagai fasilitator hanya memotifasi dengan memberikan pertanyaan penuntun untuk menemukan pemecahan masalah. Setelah itu membimbing siswa untuk mendiskusikan jawaban mereka dengan teman sekelompok, disini siswa dilatih untuk berani mengungkapkan pendapat mereka walaupun berbeda dengan teman mereka. kemudian hasil diskusi dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin guru. Selanjutnya berdasarkan diskusi kelas, siswa menarik kesimpulan dengan bimbingan guru. Pelaksanaan Realistic Mathematics Education siswa lebih berperan aktif menemukan dan mengkonstruksi masalah, berdiskusi dengan teman,

18 24 berani mengemukakan pendapat meskipun berbeda, kemudian diakhiri dengan penyimpulan masalah. e. Kelebihan dan Kelemahan Realistic Mathematics Education Setiap pendekatan, metode, atau teknik pasti memilki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Setyono (Wahyudi, 2014: 24) mengemukakan kelebihan da kelemahan Realistic Mathematics Education sebagai berikut:. 1) Kelebihan pendekatan Realistic Mathematics Education adalah: a) Siswa membangun sendiri pengetahuannya tentang konsep luas bangun datar sehingga siswa tidak akan mudah lupa pada pengetahuannya. b) Suasana dalam proses pembelajaran konsep luas bangun datar menjadi menyenangkan c) Siswa merasan dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban ada nilainya. d) Memupuk kerjasama dalam kelompok e) Melatih siswa untuk terbiasa mengemukakan pendapat f) Melatih keberanian siswa karena siswa harus menjelaskan jawaban 2) Kelemahan Realistic Mathematics Education adalah: a) Karena sudah terbiasa untuk diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menemukan jawaban sendiri b) Membutuhkan waktu yang lama, terutama bagi siswa yang kemampuan awalnya rendah. c) Siswa yang pandai terkadang tidak sabar menunggu temannya yang belum selesai d) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu 3. Realistic Mathematics Education Dalam Konsep Luas Bangun Datar Wijaya (2012: 21) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran Realistic Mathematics Education tidaklah harus selalu menggunakan permasalahan dunia nyata tetapi kita juga dapat menggunakan permainan,

19 25 atau alat peraga sehingga sehingga materi dapat dibayangkan oleh siswa. oleh karena itu selain menggunakan konteks nyata dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan media kertas lipat berwarna dan papan berpaku agar konsep luas bangun datar dapat dibayangkan oleh siswa. Pembelajaran dilakukan sebagai berikut: 1. Langkah Realistic Mathematics Education dengan kertas lipat a) Pertama guru memberikan permasalahan tentang benda yang berbentuk bangun datar yang ada di dalam kelas. b) Guru memberikan masalah konsep luas bangun datar kepada siswa. untuk dipahami secara individu c) Siswa mengkonstruksi konsep luas bangun datar menggunakan media kertas lipat. (1) siapkan kertas lipat berbentuk persegi. (2) Lipat kertas sebanyak tiga kali secara vertical (3) Lipat kertas sebanyak tiga kali secara horisontal (4) Garis lipatan pada kertas dengan pensil d) Siswa diminta berdiskusi dengan teman dalam kelompok kecil tentang konsep luas bangun datar. e) Siswa dibimbing berdiskusi dalam kelas besar untuk menarik kesimpulan konsep luas bangun datar 2. Langkah Realistic Mathematics Education dengan papan berpaku

20 26 a) Guru memberikan masalah penerapan konsep luas bangun datar dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa. b) Guru mencontohkan pemecahan masalah dengan menggunakan median papan berpaku ( satu persegi ) pada papan berpaku menunjukkan 1 satuan luas. Bingkai satuan luas diperagakan dengan karet gelang berwarna agar tampak jelas. Karet gelang ini juga berfungsi sebagai sisi pada persegi dan persegi panjang. kemudian dicontohkan menghitung luas persegi panjang dengan panjang 3 dan lebar 2 satuan. c) Siswa diberi masalah konsep luas bangun datar untuk dipecahkan menggunakan media papan berpaku. d) Siswa berdiskusi dengan teman tentang pemecahan masalah tersebut mengunakan media papan berpaku. e) Siswa dibimbing dalam diskusi kelas, beberapa siswa diminta membuktikan konsep luas bangun datar dengan media papan berpaku, untuk menyimpulkan konsep luas bangun datar. 4. Penelitian Yang Relevan Penelitian ini merujuk pada penelitian yang relevan dan terkait dengan Realistic Mathematics Education (RME) ataupun pemahaman konsep luas bangun datar, Penelitain tersebut antara lain: Rindhy Antika (2010) dengan judul penelitian Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Luas Bangun Datar Melalui Media Papan Berpaku Dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas III SD Negeri I Tanggulangin Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010.

21 27 Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep luas bangun datar dengan ditandai meningkatnya hasil tiap siklus untuk materi luas bangun datar Matematika. Semula nilai rata-rata pada siklus I 64,5 dengan persentase siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 21 siswa (67,70%). Pada akhir siklus II nilai rata-rata mencapai 74,5 dengan persentase siswa yang memperoleh nilai 60 sebanyak 26 siswa (84%) dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 60. Eka Puji Lestari (2014) dengan judul Peningkatan Keterampilan Berhitung Bilangan Bulat Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education Dalam Pembelajaran Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Dawung Tengah No. 191 Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan keterampilan berhitung bilangan bulat pada siswa kelas IV SD Negeri Dawung Tengah No Terbukti dengan adanya peningkatan nilai rata-rata kelas. kondisi awal dengan nilai rata-rata 49,64 dengan persentase ketercapaian 24% pada pratindakan. Kemudian pada siklus I, meningkat menjadi nilai rata-rata 71 dengan persentase 61,56%. Kemudian meningkat lagi pada siklus II menjadi 83,82 dengan dengan persentaseke tercapaian sebesar 96% dengan kreteria ketuntasan minimal (KKM) 70. Ari Widayanti (2014) Dengan Judul Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (Rme) Pada Siswa Kelas Iv SD Negeri 1 Jatinom Klaten Tahun Ajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian menujukan presentase kemampuan siswa meningkat pada siklus I dan siklus II. Peningkatan kemampuan dibuktikan dengan diperoleh nilai rata-rata sebelum tindakan yaitu 55,89 dengan ketuntasan klasikal 26,09%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat mencapai 79,96 dengan ketuntasan klasikal 82,61%. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 80,27 dengan ketuntasan klasikal 93,48% dengan kreteria ketuntasan minimal (KKM) 70.

22 28 B. Kerangkan Berpikir Kondisi awal sebelum dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini adalah pembelajaran masih konvensional, yaitu: ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Guru jarang menggunakan dunia nyata atau mengkaitkan dengan benda konkrit yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Guru jarang menggunakan media pembelajaran untuk menunjang proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran matematika, hal ini dapat terlihat dari siswa yang cenderung pasif dalam mengikuti pembelajaran matematika. Akibat dari permasalahan tersebut adalah rendahnya pemahaman konsep luas bangun datar siswa yang akhirnya akan berdampak pada rendahnya hasil belajar matematika. Hal ini terbukti dari nilai yang diperoleh pada siswa kelas III SD Tanggan 2 cukup rendah yaitu nilai ratarata kelas ulangan matematika hanya 50,57 dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Hal ini terbukti dari 19 siswa kelas III SDN Tanggan 2, hanya 6 siswa (31,57%) yang tuntas, sedangkan 13 siswa (68,42%) masih berada dibawah KKM. Dengan kondisi tersebut, maka peneliti melaksanakan tindakan dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education untuk meningkatkan pengenalan konsep luas. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education ini membuat siswa lebih tertarik dan aktif dalam pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran Realistic Mathematics Education siswa bukan sekedar penerima yang pasif terhadap materi matematika yang siap saji, tetapi siswa diberikan kesempatan untuk menemukan matematika melalui praktik yang mereka alami sendiri. Pemberian masalah kontekstual yang sering dijumpai siswa atau dengan membuat konsep matematika menjadi nyata sehingga dapat dibayangkan oleh siswa, maka pembelajaran akan lebih bermakna, dan hasilnya akan bertahan lebih lama dalam ingatan. Sehingga dengan Realistic Mathematics Education akan meningkatkan pemahaman konsep luas bangun datar.

23 29 Pada akhirnya penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman konsep luas bangun datar akan meningkat. Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berpikir dapat digambarkan secara sistematis ke dalam gambar 2.4 bagan kerangka berpikir berikut: Kondisi Awal Tidakan Pembelajaran masih konvensional, belum menggunakan pendekatan realitic mathematics education Penggunaan pendekatan realistic mathematics education dalam pembelajaran Pemahaman konsep luas bangun datar masih rendah Siklus I Penanaman Konsep luas bangun datar Siklus II Aplikasi konsep luas bangun datar Kondisi Akhir Penerapan pendekatan realistic mathematics education, pemahaman konsep luas bangun datar meningkat Gambar 2. 4 Bagan Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir diatas dapat dirumuskan Hipotesis Tindakan. Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Penerapan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education dapat meningkatkan pemahaman konsep luas bangun datar pada siswa kelas III SD Tanggan 2 Sragen Tahun Ajaran 2015/ Proses penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education dalam penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman konsep luas bangun datar pada siswa kelas III SD Tanggan 2 Sragen Tahun Ajaran 2015/2016

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam dunia pendidikan di Indonesia telah dimasukkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sejak usia dini. Matematika adalah salah satu mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein, yang berarti mempelajari. Kebanyakan orang mengatakan bahwa matematika merupakan suatu pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pengertian belajar dalam kamus besar B. Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut fontana (Erman Suhaerman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang, hal ini dapat dilihat dari banyaknya sekolah yang sudah menggunakan bahan ajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Realistic Mathematics Education (RME) 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan mengenyam pendidikan di sekolah baik sekolah formal maupun informal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Peran pendidikan sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika 2.1.1.1 Kemampuan Kemampuan secara umum diasumsikan sebagai kesanggupan untuk melakukan atau menggerakkan segala potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat dan oleh karena itu setiap manusia dituntut untuk mengembangkan seluruh potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran. Dimana kegiatan pembelajaran tersebut diciptakan oleh guru dalam proses kegiatan pembelajaran di sekolah. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di SD/MI merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Pendidikan Matematika Realistik... PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Siti Maslihah Abstrak Matematika sering dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit bagi siswa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Belajar Untuk mengawali pemahaman tentang pengertian belajar akan dikemukakan beberapa definisi tentang belajar. Menurut Slameto, belajar adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, ini berarti bahwa manusia berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman terhadap konsep-konsep matematika merupakan modal utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti memahami konsep untuk setiap soal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permendiknas nomor 22 tahun 2006 menjelaskan tujuan pembelajaran matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Kemampuan Komunikasi Matematika Ditinjau dari makna secara globalnya, komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan aspek yang terintegrasi dengan pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran merupakan proses yang mendasar dalam aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun secara deduktif (umum ke khusus) yang menyatakan hubungan-hubungan, struktur-struktur yang diatur menurut aturan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Aktivitas Belajar Siswa Menurut Sardiman (2011), pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian yang terpenting dalam bidang ilmu pengetahuan, dalam bidang ini matematika termasuk ke dalam ilmu eksakta yang lebih memerlukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka Pada bab II kajian pustaka ini terkait dengan variabel penelitian, variabel hasil belajar matematika sebagai variabel terikat, pembelajaran matematika realistik

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (PTK Di SD Negeri 3 Mojopuro, Wuryantoro Kelas III Tahun Ajaran 2009/2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang dewasa ini telah berkembang cukup pesat, baik secara teori maupun praktik. Oleh sebab itu maka konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika Matematika merupakan suatu objek yang memilki tujuan abstrak, bertumpu pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika Matematika merupakan suatu objek yang memilki tujuan abstrak, bertumpu pada BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika Matematika merupakan suatu objek yang memilki tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif. Dalam matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi yang dapat diajarkan kepada peserta didik melalui pembelajaran matematika disebut komunikasi matematis. Komunikasi dalam matematika memang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Proses Belajar Proses belajar adalah serangkaian aktifitas yang terjadi pada pusat saraf individu yang belajar 8 Keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menjumpai suatu hal yang erat kaitannya dengan kegiatan berhitung. Bagi setiap orang dan tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

KHETRINA CITRA PUSPITA SARI 1 DWI AVITA NURHIDAYAH, M. Pd 2 1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo

KHETRINA CITRA PUSPITA SARI 1 DWI AVITA NURHIDAYAH, M. Pd 2 1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo PENERAPAN PENDEKATAN PMRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR KELAS VIII-B SMP NEGERI 1 KECAMATAN BUNGKAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 KHETRINA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Lampiran B3 DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI UNTUK SISWA SMP KELAS VII SEMESTER GENAP UNTUK AHLI MATERI 1. Kelayakan Isi

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Hal tersebut sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengembangan Bahan Ajar a. Bahan ajar Menurut Depdiknas (2006: 4) bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persepsi negatif siswa terhadap matematika tidak dapat diacuhkan begitu saja. Umumnya pelajaran matematika di sekolah menjadi momok bagi siswa. Sifat abstrak dari objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan 09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya, proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

Lebih terperinci

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A) 42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Hasil Belajar Hasil belajar menurut Sudjana (1991:22) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut dengan proses humanisasi. Proses humanisasi ini tidak diperoleh dengan begitu saja,

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Matematika juga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompentensi. sesuai bidang keahlian yang dipilih atau yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompentensi. sesuai bidang keahlian yang dipilih atau yang dimilikinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya. Pendidikan terdiri dari pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usaha menguasai dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK) diperlukan amber daya manusia yang berkemampuan tinggi. Wadah kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Realistic Mathematics Education (RME) yang di Indonesia dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika SD Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathein atau Manthenien yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika SD Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathein atau Manthenien yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika SD Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathein atau Manthenien yang artinya mempelajari. Kata matematika erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak dapat menghindari berbagai macam bentuk komunikasi karena dengan komunikasi manusia dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada bab II ini berkaitan dengan variable penelitian, variable terikat merupakan hasil belajar Matematika, sedangkan variable bebas merupakan pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai peranan menjadikannya sebagai ilmu yang sangat penting dalam pembentukan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori, pendapat-pendapat ahli yang mendukung penelitian akan dipaparkan dalam obyek yang sama, dengan pandangan dan pendapat yang berbedabeda. Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang digunakan manusia untuk memecahkan persoalan sehari-hari dan persoalan ilmu lainnya. Para ahli yang mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB II. sumber belajar, lingkungan belajar dan pendekatan pembeajaran yang digunakan.

BAB II. sumber belajar, lingkungan belajar dan pendekatan pembeajaran yang digunakan. BAB II KAJIAN TEORI Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Matematika Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran merupakan kegiatan pokok untuk membantu peserta didik belajar dengan baik. Pembelajaran tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang semakin berkembang, peningkatan sumber daya manusia (SDM) sangat diperlukan agar masyarakat mampu bersaing dikancah internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu pelajaran yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri, permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION Eka Puji Lestari 1), Kuswadi 2), Karsono 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai penerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi secara tidak langsung memberikan dampak pada perubahan sistem pendidikan, seperti halnya terjadinya perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah BAB II KAJIAN TEORITIS A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata pelajaran matematika adalah salah satu

Lebih terperinci

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2 KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Matematika. : SMP/MTs. : VII s/d IX /1-2 Nama Guru

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) 43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan bagian terpenting dalam pendidikan. Karena ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses pendidikan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah modal dasar bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga manusia dituntut untuk terus berupaya mempelajari, memahami, dan menguasai berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum SDN Mangunsari 06 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SDN Mangunsari 06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Alamat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

Menemukan Rumus Luas Lingkaran dengan Konteks Bundaran Air Mancur Palembang. Novita Sari

Menemukan Rumus Luas Lingkaran dengan Konteks Bundaran Air Mancur Palembang. Novita Sari Menemukan Rumus Luas Lingkaran dengan Konteks Bundaran Air Mancur Palembang Novita Sari A. PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Ada beberapa hal yang lebih dahulu perlu dipahami dalam penelitian ini, diantaranya: pengertian belajar dan pembelajaran, hasil belajar, pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara pembaca. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, dimana peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional adalah memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada masa kini diseluruh dunia telah timbul pemikiran baru terhadap status pendidikan. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 11 BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Siswa Sekolah Dasar pada umumnya berusia 7 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya mata pelajaran matematika adalah diujikannya

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VIII SMP Negeri 2 Ngrampal) SKRIPSI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salahsatu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kurikulum terdapat beberapa mata pelajaran sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Pada jenjang Sekolah Dasar terdapat lima mata pelajaran pokok

Lebih terperinci