PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BILANGAN PECAH DESIMAL BERDASARKAN PAHAM KONSTRUKTIVISME PADA SISWA SD KELAS V

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BILANGAN PECAH DESIMAL BERDASARKAN PAHAM KONSTRUKTIVISME PADA SISWA SD KELAS V"

Transkripsi

1 PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BILANGAN PECAH DESIMAL BERDASARKAN PAHAM KONSTRUKTIVISME PADA SISWA SD KELAS V SAMSIAR RIVAI Abstrak: Permasalahan pada pembelajaran perkalian bilangan pecah desimal yang perlu dicari solusinya adalah: Bagaimana membelajarkan siswa sekolah dasar tentang perkalian bilangan pecah desimal berdasarkan pengetahuan konseptual dan prosedural kaitannya dengan paham konstruktivisme?. Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran model pembelajaran perkalian bilangan pecah desimal berdasarkan pengetahuan konseptual dan prosedural kaitannya dengan paham konstruktivisme. Pembelajaran berdasarkan paham konstruktivisme berusaha untuk memerinci konsepsi dan persepsi siswa menurut kacamata siswa sendiri. Paham konstruktivisme menyatakan bahwa mengajar bukan sebagai proses di mana gagasan guru diteruskan kepada siswa, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan yang sudah ada pada anak dan kemungkinan gagasan itu salah dan berakhir dengan gagasan yang benar setelah mengalami modifikasi. Untuk me-nerapkan paham konstruktivisme melalui tiga fase. 1) fase eksplorasi, 2) fase pengenalan konsep, dan 3) fase aplikasi konsep. Kata-kata kunci: Pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, pembelajaran, perkalian bilangan pecah, konstruktivisme. I. PENDAHULUAN Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mengatakan bahwa matematika sukar dan hasil belajarnya kurang memuaskan. Hasil penelitian Sudjadi (1989) menyatakan bahwa daya serap rata-rata siswa sekolah dasar untuk mata pelajaran matematika hanya sebesar 42%. Selain itu Resnick, et al (1989) melakukan penelitian pada siswa sekolah dasar kelas IV sampai VI menemukan bahwa kesalahan konsep dasar aritmetika terletak pada bilangan pecah yang tidak senama. Masih dalam studi yang relevan Armanto (1996) dari hasil studinya memperoleh temuan antara lain kesalahan utama yang dilakukan pada operasi 1

2 pembagian dan perkalian, serta guru tidak memahami fase pengajaran matematika yakni konkret, semi konkret, abstrak sebagai suatu kesatuan. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan dan sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar dikelola guru di kelas. Menurut pengamatan penulis, pembelajaran perkalian bilangan pecah decimal di kelas V dipelajari sebagai penggalan-penggalan informasi yang terpisah yang semestinya merupakan suatu bagian dari jaringan yang berhubungan dengan penggalan informasi yang lain. Dalam pembelajaran, guru kurang memperhatikan pembentukan hubungan-hubungan antara penggalan-penggalan informasi yang telah tersimpan di dalam memori atau antara suatu penggalan pengetahuan yang sudah ada dengan penggalan yang baru dipelajari. Selain itu prosedur-prosedur dalam melakukan perkalian bilangan pecah decimal tidak dipelajari dengan penuh makna. Hal ini memungkinkan siswa mendapatkan jawaban-jawaban, namun tidak memahami apa yang sedang mereka kerjakan. Di sisi lain, pengajaran bilangan pecah decimal di sekolah dasar tidak langsung berdasarkan pada pengalaman siswa. Bahkan pengajaran bilangan pecah decimal diajarkan sebagai himpunan fakta dan strategi yang diciptakan oleh para pakar matematika. Akibatnya banyak siswa yang merasa bosan, benci dan takut terhadap pelajaran matematika. Menurut Byres (dalam Sutriyono, 1998), kaidah yang mementingkan siswa menyalin seluruhnya atau membuat ulangan tentang apa saja yang disampaikan guru tanpa melibatkan aktivitas refleksi dan pengabstrakan, sebenarnya tidak dapat membantu siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pembelajaran perkalian bilangan pecah decimal penting untuk dijarkan kepada anak SD kelas V karena memberi kesempatan kepada siswa agar mengemukakan semua gagasan dan konsep tentang suatu masalah. Atas dasar gagasan dan konsep dari siswa tersebut guru dapat mengembangkan skim yang dipunyai anak, namun hal ini belum dilakukan oleh para guru di sekolah dasar. Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan pada pembelajaran perkalian bilangan pecah yang perlu dicari solusinya adalah: Bagaimana 2

3 membelajarkan siswa sekolah dasar tentang perkalian bilangan pecah decimal berdasarkan pengetahuan konseptual dan prosedural kaitannya dengan paham konstruktivime. II. PEMBAHASAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Dalam pendidikan matematika banyak digunakan aliran psikologi kognitif dari Piaget dan Vigotsky. Kedua ahli psikologi ini menekankan bahwa perubahan kognitif seseorang terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya memahamiin formasiinformasi baru (Johar, 2001:2). Konstruktivisme merupakan salah satu aliran psikologi kognitif yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, melainkan merupakan kontruksi kita sendiri (Suparno, 2997:18). Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu adalah suatu proses pembentukan secara kontinu, selalu berkembang, dan terus berubah. Dengan kata lain, pengetahuan siswa yang sudah ada merupakan basis baginya untuk membangun pengetahuan berikutnya (Sutawidjaja, 2002:358). Menurut Nickson (dalam Hudojo, 1998:6),pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis adalah dapat membantu siswa untuk membangun konsepkonsep/perinsip-perinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui internalisasi sehingga konsep/perinsip tersebut terbangun kembali. Kegiatan yang penting dalam pembelajaran adalah memberikan interpretasi melalui skemata yang dimiliki siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruk sendiri pengetahuannya, sehingga guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan mediator (Suparno, 1997:65). Pandangan konstruktisme dalam pembelajaran matematika menurut Hudojo (1998:7) mempunyai cirri-ciri sebagai berikut (1) siswa terlibat aktif dalam belajar, artinta siswa belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, sehingga siswa belajar bagaimana belajar, (2) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu skemata yang dimiliki siswa agar terjadi 3

4 pemahaman terhadap materi secara kompleks, dan (3) pembelajaran berorientasi kepada investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Agar tercapai pembelajaran matematika sesuai dengan cirri-ciri yang dikemukakan oleh Hudojo tersebut maka perlu diupayakan lingkungan belajar yang konstruktivis. Sebagai implikasi dari cirri-ciri pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivisme, maka Knuth dan Cunningham (Wilson, 1996:11) mengungkapkan tujuh perinsip untuk mendesain lingkungan belajar yang konstruktivistik yaitu: (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan, (2) menyedialan pengalaman belajar dalam berbagai aspek tidak semua mengerjakan tugas yang sama, (3) mengaitkan pembelajaran dengan realita dan konteks yang sesuai dengan melibatkan pengalaman konkret, (4) mendorong siswa untuk aktif dalam proses belajar, (5) mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman sosial, sehingga terjadi interaksi dan kerjasama dengan sesama teman dan lingkungan, (6) menggunakan berbagai model representasi (media pembelajaran) termasuk komunikasi secara lisan dan tulisan, sehingga pembelajaran lebih efektif, dan (7) melibatkan faktor emosional dan social dalam proses konstruksi pengetahuan sehingga menjadikan matematika menarik bagi siswa. Pembelajaran konstruktif menurut Piaget (dalam Resnick, 1981) adalah menemukan, untuk membangun diri sendiri. Meskipun anak dibantu untuk menguasai konsep matemtika dengan alat bantu tertentu dan pertanyaan guru, namun hanya melalui usahanya sendiri saja mereka akan benar-benar memahami. Pembelajaran konstruktif berarti aktivitas oleh pebelajar. Respon aktif yang dibutuhkan pada pembelajaran didesain untuk kondisi yang aktivitas yang dibutuhkan menekankan pada upaya untuk mengembangkan pada pendekatan diri sendiri terhadap tugas dan soal tertentu. Tampak bahwa pembelajaran berdasarkan paham konstruktivisme berusaha untuk memerinci konsepsi dan persepsi murid menurut kacamata siswa sendiri. 4

5 Pembelajaran matematika dalam pandangan konstrukvistik mempunyai ciriciri antara lain: (1) siswa terlibat aktif dalam belajar, (2) informasi dikaitkan dengan informasi lainsehingga menyatuh dalam skemata, dan pemahaman terhadap informasi menjadi komplek; (3) orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan (Hudojo, 1998). STRATEGI MENGAJAR Paham konstruktivis menyatakan bahwa mengajar bukan sebagai proses gagasan guru diteruskan kepada siswa, melainkan sebagai proses untuk mengkonstruksi gagasan yang sudah ada pada anak dan kemungkinan gagasan itu salah. Selanjutnya pembelajaran dikembangkan dari gagasan yang ada pada anak tersebut dan berakhir dengan gagasan yang benar setelah mengalami modivikasi. Menurut Herron (dalam Dahar, 1988) salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivisme adalah penggunaan siklus belajar. Siklus belajar terdiri atas tiga fase, yaitu fase eksplorasi konsep, fase pengenalan konsep dan fase aplikasi konsep. Pada fase eksplorasi konsep para siswa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam suatu situasi baru. Mereka menyelidiki suatu fenomena dengan bimbingan minimal. Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat mereka pecahkan dengan gagasan mereka atau cara yang biasa mereka gunakan. Fase ini memberi kesempatan bagi para siswa mengemukakan gagasan mereka yang mungkin bertentangan dan dapat menimbulkan perdebatan dan suatu analisis mengenai mengapa gagasan mereka demikian. Pada fase pengenalan konsep, biasanya dimulai dengan memperkenalkan konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki, dan dibahas sesuai dengan konteks seperti apa yang diamati pada fase eksplorasi konsep. Pada fase aplikasi menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk menggunakan konsep yang telah diperkenalkan, dalam situasi baru. Tampak bahwa untuk menerapkan paham konstruktivis melalui tiga fase. Pada fase ekeplorasi guru menggali dan mengamati gagasan yang telah ada pada 5

6 siswa tentang konsep yang akan dibahas dengan sedikit bimbingan. Gagasan ini mungkin salah, selanjutnya guru memperkenalkan konsep berdasarkan gagasan siswa yang mungkin salah dan berakhir dengan gagasan yang benar setelah mengalami modifikasi. Kemudian konsep ini diaplikasikan pada situasi yang baru. PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL Menurut Hilbert (1986) pengetahuan konseptual dapat diartikan secara jelas sebagai pengetahuan yang kaya dalam hubungan-hubungan. Hal ini dapat dianggap sebagai suatu jaringan pengetahuan yang menghubungkan penggalan-penggalan informasi yang telah tersimpan di dalam memori atau antara suatu penggalan pengetahuan yang telah ada dengan yang baru dipelajari. Suatu informasi menjadi pengetahuan konseptual hanya jika informasi tersebut terintegrasi ke dalam suatu jaringan yang lebih luas yang sudah ada dalam benak anak sebelumnya. Pengetahuan konseptual mengacu kepada pengetahuan yang mendasari struktur matematika, dan merupakan keterhubungan atau keterkaitan gagasan yang menjelaskan dan makna pada prosedur matematika. Untuk memahami pengetahuan konseptual dapat dilakukan dengan menggunakan model konkret dan semikonkret. Menurut Hilbert (1986) pengetahuan procedural dibentuk dari dua bagian yang berbeda yang bersusun dari representasi symbol tentang matematika dan algoritma-algoritma atau aturan-aturan untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika. Para siswa tidak sepenuhnya terkompoten dalam matematika jika sudah satu jenis dari pengetahuan konseptual dan procedural kurang sempurna atau keduanya telah dicapai tetapi masih merupakan entitas-entitas yang terpisah. Jika prosedur-prosedur tidak dihubungkan, para siswa mungkin mempunyai perasaan intuitif yang bagus terhadap matematika, tetapi tidak memecahkan permasalahan, atu mereka mungkin menghasilkan jawaban-jawaban tetapi tidak memahami apa yang sedang mereka kerjakan. Mengkaitkan hubungan antara pengetahuan konseptual dan system simol-simbol. Terlihat bahwa jika siswa belajar dengan menghubungkan pengetahuan konseptual dan procedural siswa akan memahami makna setiap langkah 6

7 dan memungkinkan meminimalkan kesukaran siswa dalam menentukan hasil bagi bilangan pecah decimal. Menurut Kennedy dan Tipps (1998), dalam mengalikan pecahan terdapat tiga situasi yang mungkin digunakan dalam mengerjakan perkalian pecahan, yaitu: 1. Mengalikan sebuah pecahan dengan bilangan cacah. 2. Mengalikan sebuah bilangan cacah dengan pecahan. 3. Mengalikan pecahan dengan pecahan ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS Kegiatan belajar Mengajar : A. Fase eksplorasi Guru mengamati apa yang ada dibenak siswa tentang perkalian pecahan dengan pecahan melalui kegiatan yang dilakukan siswa dalam memanipulasi kartu persegi untuk perkalian misalnya, 0,7 x 0,3 =... Pada kegiatan ini yang ada dibenak siswa tentang perkalian tersebut, misalnya, mengelompokkan kartu persegi bilangan pecahan desimal 0,7 tersebut dengan kartu persegi bilangan pecahan desimal 0,3. B. Fase Pengenalan Konsep Kegiatan I Pada fase ini siswa memanipulasi kartu persegi bilangan pecahan desimal untuk menemukan 0,7 x 0,3. Pertama mereka mengaitkan pengetahuan yang mereka telah miliki yakni menyajikan kartu persegi bilangan pecahan desimal yang menunjukkan bilangan pecahan desimal 0,7. Kedua mereka mengaitkan dengan pengetahuan mereka tentang perkalian yakni mengarsir kartu persegi yang menunjukkan bilangan pecahan desimal 0,7 dan kartu persegi yang menunjukkan bilangan pecah desimal 0,3 yang sudah diarsir. Kedua kartu desimal yang sudah diarsir ini digabungkan sehingga menyatakan bahwa yang 7

8 arsirannya dua kalil hasilnya 21 bagian dari bandingan 100 bagian, yang digambarkan sebagai berikut. Langkah 1: Menunjukkan 0,7 sebagai kartu persegi bilangan pecahan desimal dengan menggunakan pelastik transparan untuk menunjukkan sebuah kartu persegi yang dipisahkan secara menjadi sepuluh bagian yang sama. Arsirlah 0,7 dari kartu persegi tersebut. Arsirlah 0,3 dari kartu persegi kedua yang telah dipisahkan secara horizontal menjadi 10 bagian yang sama seperti gambar berikut. Langkah 2: Menuunjukkan kolom jawabannya yang digambarkan oleh 21 bagian yang diarsir 2 kali. Setiap bagian menunjukkan 100 bagian dimana keseluruhan unit dipisahkan sehingga hasilnya adalah 0,21 8

9 Pada kegiatan ini tampak adanya keterkaitan pengetahuan yang dimilki siswa dengan pengetahuan baru, maka pengetahuan yang diperoleh dengan cara seperti ini adalah pengetahuan konseptual. Kegiatan tersebut dapat pula dilakukan dengan mengalikan gabungan bilangan cacah dengan bilangan pecah desimal dan bilangan pecah desimal, misalnya 1,2 x 0,4. Pertama mereka mengaitkan pengetahuan yang mereka telah miliki yakni menyajikan kartu persegi bilangan pecahan desimal yang menunjukkan bilangan pecahan desimal 1,2 atau 1 satuan dan 2 persepuluhan menjadi 12 persepuluhan. Kedua mereka mengaitkan dengan pengetahuan mereka tentang perkalian yakni mengarsir kartu persegi yang menunjukkan bilangan pecahan desimal 12 persepuluhan dan kartu persegi yang menunjukkan bilangan pecah desimal 4 persepuluhan. Kedua kartu desimal yang sudah diarsir ini digabungkan sehingga menyatakan bahwa yang tidak terarsir itulah hasilnya yaitu 48 perseratus atau 48 bagian dari 100 kolom, yang digambarkan sebagai berikut. Langkah 1: Menunjukkan arsiran 1,2 sebagai sebuah kartu persegi bilangan cacah dan sebuah kartu persegi bilangan pecah desimal dengan menggunakan pelastik transparan untuk menunjukkan dua kartu persegi yang dipisahkan sebuah kartu persegi yang menunjukkan 1 satuan dan sebuah kartu persegi lagi 2 persepuluhan, secara vertikal menjadi sepuluh bagian yang sama sehingga hasilnya menjadi 12 persepuluh yang digambarkan sebagai berikut. 9

10 10/10 atau 1 satuan 0,2(dua persepuluhan) 1 - Arsirlah 0,4 dari kartu persegi kedua yang telah dipisahkan secara horizontal menjadi 10 bagian yang sama seperti gambar beeikut. Langkah 2: Menuunjukkan kolom jawaban hasil perkalian dari 1,2 dan 0,4 hasilnya adalah 0,48 yang digambarkan oleh bagian yang tidak diarsir 48 perseratus. Setiap bagian menunjukkan perseratus bagian dimana keseluruhan unit dipisahkan sehingga hasilnya adalah 0,48 10

11 Pada kegiatan ini tampak adanya keterkaitan pengetahuan yang dimilki siswa dengan pengetahuan baru, maka pengetahuan yang diperoleh dengan cara seperti ini adalah pengetahuan konseptual. Kegiatan Pecahan biasa ke pecahan desimal a x = = 0,21 b x = x = = 0, Pecahan desimal dengan pecahan desimal a. 0,7 x 0,3 = 0,21 b. 1,2 x 0,4 = 0,48 0,7 1,2 0,3 0, untuk menentukan desimalnya 048 untuk menentukan desimalnya dihitung dua angka dari kiri dihitung dua angka dari kiri simbol dan aturan-aturan, maka penyelesaian soal seperti itu dikatakan dengan pengetahuan prosedural. C. Fase Aplikasi Konsep 11

12 Siswa diberi kesempatan untuk menerapkan pengalaman belajarnya pada soal yang lain. Misalnya 2,5 x 2,2 Siswa menerapkan konsep perkalian bilangan pecah yang didapat pada fase konsep untuk menemukan jawaban soal yang diberikan. Awalnya siswa memanipulasi kartu pecahan desimal untuk menemukan hasil perkalian, selanjutnya dengan cara abstrak (bentuk bersusun). Untuk memperoleh bentuk perkalian bersusun siswa mengaitkan pengetahuan konseptual dengan pengetahuan prosedural, dapat diilustrasikan sebagai berikut. a. Gambar Kartu Pecahan Desimal untuk menentukan 2,5 0.5 b. Gambar kartu pecahan desimal untuk menentukan 2,2 0,2 c. Hasil perkalian 2,5 x 2,2 = 4,10 12

13 2,5 x 2,2 = 4 10 Jadi hasilnya terdapat 5 kelompok seratusan yang terdiri dari empat kelompok seatusan dan satu kelompok sepuluh perseratusasn Kegiatan sebagai berikut: 0,10 III. PENUTUP Pembelajaran perkalian bilangan pecah, berdasar paham konstruktivis dilakukan melalui3 fase yakni fase eksplorasi, fase pengenalan konsep dan fase aplikasi konsep. Pada fase eksplorasi siswa mengadakan aksi dan reaksi degan manipulasi alat peraga dalam upaya menemukan hasil kali, dimana guru memperhatikannya untuk melihat apa yang ada pada benak siswa tentang perklian bilangan pecah. Selanjutnya fase penanaman konsep siswa dibimbing guru untuk menemukan hasil kali pecahan decimal, dengan memperhatikan gagasan siswa yang mungkin salah dan akhirnya menjadi gagasan yang benar. Siswa mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru dikatakan pengetahuan konseptual, dalam menyelesaikan soal siswa mengikuti prosedur tertentu dan menggunakan symbol-simbol. Memperoleh pengetahuan seperti dikatakan pengetahuan procedural. Selain itu siswa juga memahami apa yang mereka kerjakan pada setiap langkah berarti siswa mengkaitkan pengetahuan konseptual dan 13

14 prosedural.akhirnya pada fase aplikasi siswa diberi kesempatan untuk mencoba konsep yang telah didapatnya ke dalam situasi baru. Pembelajaran perkalian pecahan desimal dengan mengembangkan pengetahuan konseptual dan prosedural anak tidak mengalami kesukaran dalam belajar matematika dan hsilnya optimal. DAFTAR PUSTAKA Anarto,Dian Pneggunaan Validasisejawat untuk meningkatkan Konsep Berhitung SD Di Sumatra utara. Jurnal Penelitian Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Dahar, Wilis Retno Teori belajar mengajar. Jakarta Depdikbud Dirjen Dikti Hibert, dan Lefeire,P Conseptual and Procedural Knowledge: An Introductory Analysis. Dalam Hiebert, J (ed) Conceptual and Procedural Knowledge: The Case of Mathematics (hal ). New Jersey LawrenceErlbarn Associates. Resnick, L,B Conseptual Basic of Arithmetics Errors The Case of Desimal Fraction. Joulrnal for Research in Mathematics Education Vol.20 no ,1981. The Paychology of Mathematics for Instruktion. New Yersey: LAE Sutriyono, Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains dan Metematika makala Seminar. Semarang: IKIP Semarang Sudjadi, R Memahami Kenyataan Pengajar Matematika Sekolah Dasar Dewasa Ini dan Menatap Hari Depan. Surabayan: IKIP Surabaya. 14

Lilik Endang Wardiningsih Guru SDN Gajah I Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro

Lilik Endang Wardiningsih Guru SDN Gajah I Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP KPK, FPB DAN FAKTORISASI PRIMA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME BAGI SISWA KELAS IV SDN GAJAH I BAURENO BOJONEGORO Lilik Endang Wardiningsih Guru SDN Gajah I

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing

Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing Abdussakir 13 Februari 2009 A. Belajar Matematika dengan Pemahaman Menurut Hudojo (1990:5), dalam proses belajar matematika terjadi juga proses berpikir, sebab

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN OPERASI PEMBAGIAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MANIPULATIF

PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN OPERASI PEMBAGIAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MANIPULATIF Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 4 Mei 20 PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN OPERASI PEMBAGIAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

Peningkatan Pemahaman Aljabar Llnier Dengan Sintaks Model Pembelajaran Pencapaian Konsep Pada Mahasiswa Jurdik Matematika

Peningkatan Pemahaman Aljabar Llnier Dengan Sintaks Model Pembelajaran Pencapaian Konsep Pada Mahasiswa Jurdik Matematika Peningkatan Pemahaman Aljabar Llnier Dengan Sintaks Model Pembelajaran Pencapaian Konsep Pada Mahasiswa Jurdik Matematika Susilo Bekti IKIP BUDI UTOMO MALANG ABSTRAK Selama ini, model pembelajaran dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Realistik 1. Pengertian Pendekatan Realistik Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada keterkaitan antar konsep-konsep

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Konsep Volume Balok Dan Kubus Melalui Pendekatan Kontruktivisme Di Kelas IV SDN 3 Tonggolobibi

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Konsep Volume Balok Dan Kubus Melalui Pendekatan Kontruktivisme Di Kelas IV SDN 3 Tonggolobibi Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Konsep Volume Balok Dan Kubus Melalui Pendekatan Kontruktivisme Di Kelas IV SDN 3 Tonggolobibi Ismail, Marinus Barra Tandiayuk, dan Baharuddin Paloloang Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prakonsep Menurut Soedjadi (1995) pra konsep adalah konsep awal yang dimiliki seseorang tentang suatu objek. Didalam proses pembelajaran setiap siswa sudah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Pengurangan Bilangan Pecahan 2.1.1 Pengertian Pecahan Menurut Sugiarto, (2006:36), pecahan adalah suatu bilangan cacah yang digunakan untuk menyatakan banyaknya anggota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (Suherman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problemproblem numerik. Matematika membahas fakta-fakta dan hubungannya, serta membahas problem ruang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini sangat pesat sehingga informasi yang terjadi di dunia dapat diketahui segera dan waktu serta

Lebih terperinci

Meilantifa, Strategi Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu. Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel

Meilantifa, Strategi Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu. Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel 41 Strategi Konflik Kognitif Pada Pembelajaran Persamaan Linier Satu Variabel Meilantifa Email : meilantifa@gmail.com Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Bahasa dan Sains Universitas Wijaya Kusuma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meletakkan kemampuan dasar dalam aspek intelektual, sosial dan personal

BAB I PENDAHULUAN. meletakkan kemampuan dasar dalam aspek intelektual, sosial dan personal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah dasar merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas meletakkan kemampuan dasar dalam aspek intelektual, sosial dan personal sesuai dengan karakteristik dan

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR PIAGET

TEORI BELAJAR PIAGET TEORI BELAJAR PIAGET Pendahuluan Dewasa ini masih banyak ditemukan di sekolah-sekolah bahwa strategi pembelajaran di kelas masih didominasi oleh paham strukturalisme atau behaviorisme atau objektivisme

Lebih terperinci

Oleh: Sri Suwarni, S.Pd. SD Negeri Cangakan 1 Kasreman

Oleh: Sri Suwarni, S.Pd. SD Negeri Cangakan 1 Kasreman Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Materi Konsep FPB, KPK, Dan Faktor Persekutuan Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Cangakan 1 Kasreman Oleh: Sri Suwarni, S.Pd.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut hasil analisis dari subjek 1 dari soal nomor

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut hasil analisis dari subjek 1 dari soal nomor BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN a. Subjek 1 Berikut hasil analisis dari subjek 1 dari soal nomor 1) Biro pusat statistik memperkirakan bahwa angka kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari sejak zaman dahulu hingga kini. Mata pelajaran wajib di sekolah dalam tingkatan apapun. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR Dudung Priatna Abstrak Pembelajaran matematika perlu memperhatikan beberapa hal berikut diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami sesuatu apabila siswa tersebut mengerti tentang sesuatu itu tetapi tahap mengertinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses. pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses. pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya pemberian makna atas data sensori baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 1

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 1 ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 1 PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM PENANAMAN KONSEP PERKALIAN SISWA III SEKOLAH DASAR NEGERI 2 BAJUR Oleh : Musmiratul Uyun Dosen Tetap pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) Abstrak Ketercapaian suatu pembelajaran matematika ditentukan oleh guru dalam menggunakan strategi pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan, dari kehidupan manusia, bahkan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi

Lebih terperinci

Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika di Kelas Satu dan Dua Sekolah Dasar. Oleh: Sufyani Prabawanto

Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika di Kelas Satu dan Dua Sekolah Dasar. Oleh: Sufyani Prabawanto Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika di Kelas Satu dan Dua Sekolah Dasar Oleh: Sufyani Prabawanto A. Pendahuluan Apakah anak-anak memperoleh konsep bilangan dengan cara mengajarkan kepadanya?

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Lebih terperinci

Tita Mulyati. Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap

Tita Mulyati. Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DAN DAMPAKNYA BAGI PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD Tita Mulyati Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap BB secara

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN OTENTIK DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VI SD NEGERI 008 BUMI AYU

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN OTENTIK DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VI SD NEGERI 008 BUMI AYU PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN OTENTIK DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VI SD NEGERI 008 BUMI AYU RODIAH Kepala Sekolah SD Negeri 008 Bumi Ayu Dumai email: rodiah.dumai@gmail.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Handayani Eka Putri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Handayani Eka Putri, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat proses pembelajaran matematika berlangsung, sebenarnya siswa tidak hanya dituntut untuk mendapatkan informasi serta menghapal berbagai aturanaturan, rumus-rumus,

Lebih terperinci

Martianty Nalole Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan

Martianty Nalole Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Meningkatkan Kemampuan Menentukan Hasil Perkalian Bilangan Tiga Angka Melalui Metode demonstrasi pada Siswa Kelas III SDN No. 65 Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo Martianty Nalole Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) kemampuan representasi matematis yaitu kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

Desi Rusnita SDN 08 Kepahiang

Desi Rusnita SDN 08 Kepahiang PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME MELALUI LKS BERBASIS KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI 08 KEPAHIANG TAHUN 2013 Desi Rusnita SDN 08 Kepahiang Abstrak:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Skim tidak dapat dilepaskan dari bagaimana pengetahuan itu dibangun. Teori tentang pembentukan pengetahuan akan dapat diketahui apabila kita memahami teori pembentukan pengetahuan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI BERORIENTASI FILOSOFI KONSTRUKTIVISTIK

PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI BERORIENTASI FILOSOFI KONSTRUKTIVISTIK PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI BERORIENTASI FILOSOFI KONSTRUKTIVISTIK Oleh: Nasaruddin Dosen Prodi Matematika STAIN Palopo Abstrak: Tulisan ini membahas tentang berbagai konsep mengenai pembelajaran secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perubahan seseorang yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti merupakan hasil dari proses belajar. Belajar adalah proses yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konstruktivisme a. Sejarah Konstruktivisme Menurut Von Glaserfield (1988), pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad 20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara

Lebih terperinci

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET A. Pengertian Kognitif Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN PENGURANGAN PECAHAN DI SDN 6 BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN PENGURANGAN PECAHAN DI SDN 6 BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN PENGURANGAN PECAHAN DI SDN 6 BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO SAMSIAR RIVAI Jurusan Pendidikanj Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang dewasa ini telah berkembang cukup pesat, baik secara teori maupun praktik. Oleh sebab itu maka konsep-konsep

Lebih terperinci

PEMAHAMAN SISWA DALAM PERMUTASI DAN KOMBINASI MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PEMAHAMAN SISWA DALAM PERMUTASI DAN KOMBINASI MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PEMAHAMAN SISWA DALAM PERMUTASI DAN KOMBINASI MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING Maulana Saputra Prodi Magister Pendidikan Matematika, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh email: putra7@asia.com Abstrak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONSTRUTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI

PEMBELAJARAN KONSTRUTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI PEMBELAJARAN KONSTRUTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI A. Pembelajaran Konstruktivis 1. Pengertian Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, keduanya menyatakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Depdiknas (2004), model merupakan suatu konsep untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Joyce & Weil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Hasil Belajar Hasil belajar menurut Sudjana (1991:22) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Lebih terperinci

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum pendidikan di Indonesia tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar Agar pengertian hasil belajar dapat lebih dipahami, ada baiknya kita pelajari pendapatpendapat yang dikemukanan

Lebih terperinci

REPRESENTASI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MODEL CANGKIR DAN UBIN PADA SISWA KELAS VII SLTP. Ahmad Nasriadi 1.

REPRESENTASI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MODEL CANGKIR DAN UBIN PADA SISWA KELAS VII SLTP. Ahmad Nasriadi 1. REPRESENTASI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MODEL CANGKIR DAN UBIN PADA SISWA KELAS VII SLTP Ahmad Nasriadi 1 Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

Lebih terperinci

Joko Widodo 1. Kata kunci: pembelajaran konstruktif; struktur logis; proses berpikir; dan relevansi.

Joko Widodo 1. Kata kunci: pembelajaran konstruktif; struktur logis; proses berpikir; dan relevansi. MATERI POKOK PASAR DAN PEMBENTUKAN HARGA PASAR BAGI SISWA DALAM PERSPEKTIF PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF Joko Widodo 1 Abstrak: Pembelajaran konstruktif memandang bahwa pengetahuan sebagai hasil belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Matematika dari dulu hingga sekarang merupakan mata pelajaran yang sarat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Matematika dari dulu hingga sekarang merupakan mata pelajaran yang sarat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika dari dulu hingga sekarang merupakan mata pelajaran yang sarat fenomena, baik bagi guru maupun bagi siswa. Fenomena yang dihadapi guru adalah sulitnya memberikan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) DENGAN STANDAR NCTM

PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) DENGAN STANDAR NCTM Pembelajaran Sistem Persamaan Linear (SPL) Dengan Standar NCTM 121 PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) DENGAN STANDAR NCTM (National Council Teachers Mathematics) (untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE Kartika Yulianti Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA - Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setyabudhi 229, Bandung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Piaget dalam Siswanto (2008), pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif. Skemata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa akan terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. baik, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa akan terwujud. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan dimensi utama dalam usaha menciptakan manusia yang berahlak, berpengetahuan dan berbudaya. Melalui sistem pendidikan yang baik, peningkatan Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di SD/MI merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya, proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

Lebih terperinci

SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5

SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5 ISSN 2442-3041 Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 1, No.1, Januari - April 2015 STKIP PGRI Banjarmasin SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 5 Zahra Chairani STKIP PGRI Banjarmasin. E-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan untuk dapat memahami maupun menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat dan diperkirakan akan terus berkembang di masa yang

Lebih terperinci

Teori Konstruktivistik

Teori Konstruktivistik Teori-teori Belajar Teori Konstruktivistik Afid Burhanuddin Belajar Mengajar Kompetensi Dasar Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran Indikator Memahami hakikat teori

Lebih terperinci

(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)

(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta) IMPLEMENTASI BERBAGAI TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh: Siswanto (Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta) Abstrak Hakikatnya pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam pengertian pengajaran di sekolah adalah suatu usaha yang bersifat sadar, sistematis, dan terarah agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

Cooperative Learning dalam Pembelajaran Matematika

Cooperative Learning dalam Pembelajaran Matematika Cooperative Learning dalam Pembelajaran Matematika Posted by Abdussakir on April 14, 2009 A. Pandangan Konstruktivis mengenai Cooperative Learning Sebagian besar pembelajaran matematika tradisional berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

Oleh: Sutaji Guru SDN 2 Gandusari, Trenggalek

Oleh: Sutaji Guru SDN 2 Gandusari, Trenggalek Sutaji, Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa... 163 MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SEMESTER I SDN 2 GANDUSARI KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN MODEL BELAJAR

Lebih terperinci

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 8 BAB II KAJIAN TEORI A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 1. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD Belajar matematika merupakan konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat dalam matematika serta mencari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Belajar Menurut Slamet dalam Djamarah (2003:13), belajar adalah suatu proses usaha uang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fakta, operasi, konsep, dan prinsip, (2) Berdasar pada perjanjian atau

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fakta, operasi, konsep, dan prinsip, (2) Berdasar pada perjanjian atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ciri-ciri matematika secara umum yang disepakati bersama memiliki 6 karakteristik, adalah sebagai berikut : (1) Mempunyai objek yang abstrak yaitu fakta, operasi,

Lebih terperinci

UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA

UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDAHULUAN Kesuksesan pelaksanaan pembelajaran karena adanya rancangan pembelajaran yang dilakukan dengan baik. Hal ini menjadi kewajiban bagi para guru termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989: 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak diimplementasi dalam pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi 7 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi dalam mengaitkan simbol-simbol dan mengaplikasikan konsep matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Hudoyo (1988) mengartikan konsep sebagai ide yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan eksemplar yang cocok, sedangkan Berg (1991)

Lebih terperinci

SUATU MODEL DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

SUATU MODEL DALAM PEMBELAJARAN KIMIA SIKLUS BELAJAR SUATU MODEL DALAM PEMBELAJARAN KIMIA HANDOUT MATA KULIAH : BELAJAR DAN PEMBELAJARAN KIMIA (KI 500) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2007

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Contextual Teaching and Learning (CTL) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

Lebih terperinci