BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk dalam family

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk dalam family"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV / AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk dalam family Retroviridae, merupakan virus yang menyebabkan Acquired Immunodeficiency Sindrom (AIDS)) yang merupakan stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang yang dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. HIV secara langsung dan tidak langsung akan merusak sel CD4, sehingga mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah sel CD4, dimana sel CD4 merupakan bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Jika virus HIV membunuh sel CD4 sampai terdapat kurang dari 200 sel permikro liter darah, maka kekebalan seluler akan hilang, sehingga akan membuat sulit bagi sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. HIV ditularkan (menyebar) dari satu orang ke orang lain melalui cairan tubuh tertentu (darah, air mani, cairan kelamin, dan air susu ibu). Berhubungan seks tanpa kondom atau berbagi jarum obat dengan orang yang terinfeksi oleh HIV adalah cara yang paling umum untuk menularkan HIV. Kita tidak bisa mendapatkan HIV dengan berjabat tangan, memeluk, atau berciuman mulut dengan seseorang yang mengidap HIV. Dan HIV tidak menyebar melalui benda seperti kursi, toilet, pegangan pintu, piring, atau gelas minum yang digunakan oleh orang dengan HIV. Seseorang terinfeksi HIV dapat menyebarkan penyakit pada setiap tahap infeksi HIV. Mendeteksi HIV selama tahap awal infeksi dan memulai pengobatan baik sebelum gejala HIV berkembang dapat membantu orang dengan HIV tetap sehat. Pengobatan juga dapat mengurangi risiko penularan

2 HIV. HIV pertama kali diidentifikasi oleh Luc Montainer dari Institud Pasteur Prancis tahun 1983 dan diberi nama lymphadenopathy associated virus (LAV). Pada tahun 1984 Robert Gallo dari National Cancer Institude Amerika Serikat, mengidentifikasi retrovirus dari penderita AIDS dan diberi nama human T- lymphotropic virus tipe 3 ( HTLV-3). Pada tahun 1985 Cherman dan Barre, yang juga meneliti retrovirus penyebab AIDS, member nama lymphadenopathy- AIDS virus (LAV /HTLV-3), dan pada tahun 1986 International Committee on Taxonomy of Viruses, member nama retrovirus penyebab AIDS dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). 1,8,9, Etiologi HIV Virus HIV termasuk Retrovirus anggota subfamily Lentifiridae dengan diameter nm. Infeksi dari Lentivirus secara khas ditandai dari sifat latennya yang lama, masa inkubasinya yang lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat. Sedangkan ciri khas untuk suatu jenis retrovirus yaitu, dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi. 42. Virus ini sangat mudah mengalami mutasi sehingga sulit untuk menemukan obat yang dapat membunuh, virus tersebut. Daya penularan pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus yang ada didalam darah, semakin banyak virus dalam darah semakin tinggi daya penularannya sehingga penyakitnya juga semakin parah. 19,20, HIV ada 2 tipe yaitu : tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2). Virus-virus ini secara serologis dan geografis relatif berbeda tetapi mempunyai ciri epidemiologis yang sama. Patogenisitas dari HIV-2 lebih rendah dibanding HIV-1. 23,42.

3 2.3. Struktur HIV HIV terdiri dari 3 bagian utama yaitu envelope yang merupakan bagian terluar, capsid polimerisasi (pol) yang meliputi isi virus dan core (gag) untuk grup antigen protein, merupakan isi virus. Lapisan envelope terdiri dari lemak ganda yang terbentuk dari membrane sel pejamu serta protein dari sel pejamu. Pada lapisan ini tertanam glikoprotein gp41. Pada bagian luar glikoprotein ini terikat molekul gp120. Pada elektroforesis kompleks antara gp120 dan gp41 membentuk pita gp160. Capsid merupakan lapisan protein yang dikenal sebagai p17. Pada bagian core terdapat sepasang RNA rantai tunggal, enzyme-enzym yang berperan dalam replikasi seperti reserve transcriptase (p61), endonuklease (p31), dan protease (p51) serta protein lainnya terutama p Gambar 2.1 Structure of HIV. 10 Antigen p24 adalah core antigen virus HIV, yang merupakan petanda terdini adanya infeksi HIV-1, ditemukan beberapa hari-minggu sebelum terjadi serokonversi sintesis antibody terhadap HIV-1. Antigen gp120 adalah glikoprotein permukaan HIV-1 yang mengikat reseptor CD4 + pada sel T dan

4 makrofag. Usaha sintesis reseptor CD4 + ini telah digunakan untuk mencegah antigen gp120 menginfeksi sel CD Gen envelop sering bermutasi. Hal tersebut menyebabkan jumlah CD4 perifer menurun, fungsi sel T yang terganggu, aktifasi poliklonal sel B menimbulkan hipergamaglobulinemia, antibody yang dapat menetralkan antigen gp120 dan gp41 diproduksi tetapi tidak mencegah progress penyakit oleh karena kecepatan mutasi virus yang tinggi. Protein envelop adalah produk yang menyandi gp120,digunakan dalam usaha memproduksi antibody yang efektif dan produktif oleh pejamu Siklus hidup HIV Gambar 2.2. HIV entry and replication in CD4 T lymphocytes. 10 Virus memasuki tubuh terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul protein CD4. Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T dan sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrite, sel

5 langerhans dan sel microglia. Ketika HIV masuk tubuh, glycoprotein 120 terluar pada virus melekatkan diri pada reseptor CD4. Glikoprotein terdiri dari dua subunit gp120 dan gp41. Sub unit 120 mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor CD4 dan bertanggung jawab untuk ikatan awal virus pada sel. Perlekatan ini menginduksi perubahan konformasi yang memicu perlekatan kedua pada koreseptor. Dua reseptor kemokin utama yang digunakan oleh HIV adalah CCR5 dan CXCR4. Ikatan dengan kemoreseptor ini menginduksi perubahan konformasi pada sub unit gp41 yang mendorong masuknya sekuens peptida gp41 ke dalam membran target yang memfasilitasi fusi virus. Setelah terjadinya fusi, virus tidak berselubung mempersiapkan untuk mengadakan replikasi. Material genetik virus adalah RNA single stand-sense positif (ssrna), virus harus mentranskripsi RNA ini dalam DNA secara optimal pada replikasi sel manusia (transkripsi normal terjadi dari DNA ke RNA, HIV bekerja mundur sehingga diberi nama retrovirus). Untuk melakukannya HIV dilengkapi dengan enzim unik RNA-dependent DNA polymerase (reverse transcriptase). Reverse transcriptase pertama membentuk rantai DNA komplementer, menggunakan RNA virus sebagai templet. Hasil sintesa lengkap molekul double-strand DNA (dsdna) dipindahkan ke dalam inti dan berintegrasi ke dalam kromoson sel tuan rumah oleh enzim integrase. Integrasi ini menimbulkan beberapa masalah, pertama HIV dapat menyebabkan infeksi kronik dan persisten, umumnya pada sel sistem imun yang berumur panjang seperti T limfosit memori. Kedua, pengintegrasian acak menyebabkan kesulitan target. Selanjutnya integrasi acak pada HIV ini menyebabkan kelainan seluler dan mempengaruhi apoptosis. Gabungan DNA virus dan DNA sel inang akan mengalami replikasi,

6 transkripsi dan translasi. DNA polimerase mencatat dan mengintegrasi provirus DNA ke mrna, dan mentranslasikan pada mrna sehingga terjadi pembentukan protein virus. Pertama, transkripsi dan translasi dilakukan dalam tingkat rendah menghasilkan berbagai protein virus seperti Tat, Nef dan Rev. Protein Tat sangat berperan untuk ekspresi gen HIV, mengikat pada bagian DNA spesifik yang memulai dan menstabilkan perpanjangan transkripsi. Belum ada fungsi yang jelas dari protein Nef. Protein Rev mengatur aktivitas post transkripsional dan sangat dibutuhkan untuk reflikasi HIV. Perakitan partikel virion baru dimulai dengan penyatuan protein HIV dalam sel inang. Nukleokapsid yang sudah terbentuk oleh ssrna virus disusun dalam satu kompleks. Kompleks nukleoprotein ini kemudian dibungkus dengan 1 membran pembungkus dan dilepaskan dari sel pejamu melalui proses budding dari membran plasma. Kecepatan produksi virus dapat sangat tinggi dan menyebabkan kematian sel inang. 1,2,4, Patogenesa HIV HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan di perantarai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak. Setelah berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat di deteksi di dalam darah. Masa inkubasi HIV berkisar antara 6 minggu sampai 6 tahun atau lebih. 1,8,9 Virus biasanya masuk tubuh dengan menginfeksi sel langerhans di mukosa rectum ataupun vagina, kemudian bergerak dan bereplikasi di KGB setempat. Kemudian virus di sebarkan melalui viremia yang disertai sindrom

7 dini akut berupa panas, mialgia dan atralgia. Virus menginfeksi sel CD4, makrofag dan sel dendritik dalam darah dan organ limfoid. Antigen virus nukleokapsid, p24 dapat ditemukan dalam darah selama fase ini. Fase ini kemudian dikontrol sel CD8 + dan antibody dalam sirkulasi terhadap p24 dan protein envelop gp120 dan gp41. Efikasi sel Tc dalam mengontrol virus terlihat dari menurunnya kadar virus. Respon imun tersebut menghancurkan HIV dalam KGB yang merupakan reservoir utama HIV selama fase selanjutnya dan fase laten. Meskipun hanya kadar rendah virus diproduksi dalam fase laten, destruksi sel CD4 berjalan terus dalam kelenjar limfoid. Akhirnya jumlah CD4 dalam sirkulasi menurun. Kemudian menyusul fase progressif kronis dan penderita menjadi rentan terhadap berbagai infeksi oleh kuman non patogenik. Setelah HIV masuk kedalam sel dan terbentuk dsdna, integrasi DNA viral ke dalam genom sel pejamu membentuk provirus. Provirus tetap laten sampai kejadian dalam sel terinfeksi mencetuskan aktifasinya, yang mengakibatkan terbentuk pengelepasan partikel virus. Walau CD4 berikatan dengan envelop glikoprotein HIV-1, diperlukan reseptor kedua supaya dapat masuk dan terjadi infeksi. Subjek yang baru terinfeksi HIV dapat disertai gejala atau tidak. 2, CD4 CD4 adalah bagian dari populasi limfosit T yang di sebut sebagai sel T helper (penolong). CD4 dalam sistem imun ditulis dengan penanda permukaan CD4+. Fungsi utama CD4 dalam imun, meregulasi sistem imun agar bekerja dengan baik. Prosesnya dengan merangsang sistem imun nonspesifik berupa fagosit untuk khemotaksis dan proses fagositosis benda asing, untuk sistem imun spesifik humoral : merangsang sel B (Limfosit B) untuk menghasilkan

8 antibody dan mengatur produksi antibody. Sedangkan untuk sistem imun seluler berfungsi dalam mengatur CD8 dan NK membunuh sel sasaran yang terkena infeksi virus. 1,2,3,4,8 Ketika HIV masuk ke tubuh, maka virus mencari sel CD4 dan mulai menggandakan dirinya (replikasi virus). CD4 merupakan target utama HIV untuk menghancurkan sistem imun tubuh. Apabila telah bereplikasi virus dan meninggalkan CD4 yang telah mati, maka partikel virus baru akan mencari dan menginfeksi CD4 baru, sehingga dengan demikian maka akan semakin rendah jumlah CD4 dalam tubuh. Setelah melewati beberapa waktu, banyak sel-sel CD4 dihancurkan sehingga sistem kekebalan tidak lagi dapat melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit yang lain. Oleh sebab itu pemantauan CD4 pada seseorang yang terinfeksi HIV sangatlah penting untuk melihat perjalanan penyakit beserta prognosisnya. Jumlah CD4 adalah indikator yang paling diandalkan untuk prognosis. 1,2,3,4,8 CD4 dilaporkan dalam bentuk jumlah total atau persentase. Jumlah CD4 500/ml atau persentase 29% dari limfosit total dianggap belum ada kerusakan berat. CD4 <200 (<14%) telah mempunyai risiko yang jelas terhadap infeksi oportunistik dan Kebanyakan pasien telah jatuh stadium AIDS. Tes CD4 sebaiknya diulang setiap 3-6 bulan untuk pasien yang belum diobati dengan ART dan jangka waktu dua sampai empat bulan pada pasien yang memakai ART. Tes tersebut sebaiknya diulangi bila hasil tidak konsisten dengan kecenderungan sebelumnya. Kalau tidak diobati, jumlah CD4 akan menurun rata-rata 4% per tahun. Persentase CD4 kadang kala dipakai sebagai pilihan mengganti CD4 mutlak karena hitungan ini mengurangi perbedaan pada satu

9 ukuran. CD4 mutlak adalah prediktor paling berguna terhadap risiko untuk perkembangan infeksi oportunistik. CD4 mutlak dan persentase CD4 sesuai dicatat sebagai berikut : CD4 (nilai mutlak) : >500 setara dengan >29% (Persen), setara dengan 14-28% dan <200 setara dengan <14%. 1,2,3,4,8 Sekali HIV menginfeksi, maka seseorang akan tetap mengandung HIV dalam tubuhnya. Berdasarkan hal tersebut, kegiatan penanggulangan dan pemantauan selama perjalanan penyakit sangat penting. 1,2,3,4,8 Berdasarkan kategori klinik dan jumlah sel CD4, Infeksi HIV diklasifikasikan sebagai berikut (CDC,1993 ) 54 Kategori klinik Jumlah sel CD4 < 500/μl / μl < 200/ μl A Asimtomatik, Akut (primer), PGL A1 A2 A3 B Asimtomatik, Selain A dan C B1 B2 B3 C Penyakit Indicator AIDS C1 C2 C Gejala Klinis WHO menetapkan empat stadium klinik pada pasien yang terinfeksi HIV/AIDS, sebagai berikut : Tabel

10 2.8. Diagnosa infeksi HIV Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti di tegakkan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang di mulai dengan uji penapisan/penyaringan dengan menentukan adanya antibody anti HIV kemudian di lanjutkan dengan uji

11 pemastian dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western blot assay karena mampu mendeteksi komponen komponen yang terkandung pada HIV. 8 WHO telah mengeluarkan batasan kasus infeksi HIV untuk tujuan pengawasan dan merubah klasifikasi stadium klinik yang berhubungan dengan infeksi HIV. Pedoman ini meliputi kriteria diagnosa klinik yang patut diduga pada penyakit berat HIV untuk mempertimbangkan memulai terapi antiretroviral lebih cepat Diagnosis Laboratorium. Untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV dengan melakukan pemeriksaan laboratorium kita bagi dalam dua kelompok yaitu uji imunologi dan uji virology Uji Imunologi Uji imunologi bertujuan untuk menemukan adanya respon antibody terhadap HIV dan juga digunakan sebagai test skrining ELISA Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA), merupakan uji penapisan infeksi HIV yaitu suatu tes untuk mendeteksi adanya antibody yang dibentuk oleh tubuh terhadap virus HIV. Dalam hal ini antigen mula-mula diikat benda padat kemudian ditambah antibody yang akan dicari. Setelah itu ditambahkan lagi antigen yang bertanda enzim, seperti peroksidase dan fosfatase. Akhirnya ditambahkan substrat kromogenik yang bila bereaksi dengan enzim dapat menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi seuai dengan jumlah enzim yang diikat dan sesuai pula dengan kadar antibody yang dicari. 2 ELISA memiliki sensitifitas yang tinggi, yaitu > 99,5%. Metode ELISA dibagi 2

12 jenis tehnik yaitu tehnik kompetitif dan non kompetitif. Tehnik non kompetitif ini dibagi menjadi dua yaitu sandwich dan indirek. Metode kompetitif mempunyai prinsip sampel ditambahkan antigen yang berlabel dan tidak berlabel dan terjadi kompetisi membentuk kompleks yang terbatas dengan antibody spesifik pada fase padat. Prinsip dasar dari sandwichassay adalah sampel yang mengandung antigen direaksikan dengan antibody spesifik pertama yang terikat dengan fase padat. Selanjutnya ditambahkan antibody spesifik kedua yang berlabel enzim dan ditambahkan substrat dari enzim tersebut.. Antibody biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah minggu ke 12 setelah tubuh terpapar virus HIV,sehingga kita menganjurkan agar pemeriksaan ELISA dilakukan setelah setelah minggu ke 12 setelah seseorang dicurigai terpapar ( beresiko) untuk tertular virus HIV,misalnya aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau urine. 5,19, Radioimmunoassay (RIA) Prinsip dasar dari RIA adalah reaksi suatu antibody dalam konsentrasi yang terbatas dengan berbagai konsentrasi antigen. Bagian dari antigen yang bebas dan yang terikat yang timbul sebagai akibat dari penggunaan antobody dalam kadar yang terbatas ditentukan dengan menggunakan antigen yang diberi label radio isotop. Pada prinsip kompetitif bahan yang mengandung antigen yang berlabel dan antigen yang terdapat di dalam sampel akan diberi label radio isotop sehingga terjadi kompetisi antara antigen yang akan ditentukan kadarnya dan antigen yang diberi label dalam proses pengikatan antibody spesifik tersebut sampai terjadi keseimbangan. Sisa antigen yang

13 diberi label dan tidak terikat dengan antibody dipisahkan oleh proses pencucian. Setelah itu dilakukan penambahan konyugate, sehingga terjadi pembentukan kompleks imun dengan konjugate. 12, Metode Electrochemiluminescence Immunoassay (ECLIA) Chemiluminescence adalah emisi atau pancaran cahaya oleh produk yang distimulus oleh suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya. Kompleks ikatan anti gen-antibodi yang terjadi akan menempel pada streptavidin-coated microparticle. ECLIA menggunakan teknologi tinggi yang memberi banyak keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada metode ini menggunakan prinsip sandwich dan kompetitif. Pada. metode ECLIA yang menggunakan metode kompetitif dipakai untuk menganalisis substrat yang mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan prinsip sandwich digunakan untuk substrat dengan berat molekul yang besar. 12, Imunokromatografi/ Rapid Test Disebut juga uji strip, berbeda dari metode yang lain, metode ini tidak memerlukan peralatan untuk membaca hasilnya, tetapi cukup dilihat dengan kasat mata, sehingga jauh lebih praktis. Metode ini mempunyal dua jenis prinsip yang berbeda. Reaksi langsung (Double AntibodySandwich) Metode ini biasanya dipakai untuk mengukur susbtrat vang besar dan memiliki lebih dari satu epitop. Suatu substrat yang spesifik terhadap antibody dimobilisasi pada suatu membran. Reagen pelacak yaitu suatu antibody diikatkan pada partikel lateks atau metal koloid (konyugat), diendapkan (tetapi

14 tetap, tidak terikat) pada bantalan konyugat (conyugate pad). Bila sampel ditambahkan pada bantalan sampel, maka sampel tersebut secara cepat akan membasahi dan melewati bantalan konyugat serta melarutkan konyugat. Selanjutnya reagen akan bergerak mengikuti aliran dari sampel sepanjang strip membran, sampai mencapai daerah dimana reagen akan terikat. Pada garis ini, kompleks antigen antibody akan terperangkap dan akan terbentuk warna dengan derajat vang sesuai dengan kadar yang terdapat di dalam sampel. Pada metode ini, kadar substrat di dalam sample tidak boleh berlebih, tetapi harus lebih sedikit daripada kadar antibody pengikat (capture Ab) yang terdapat dalarn capture ilne sehingga mikrosfere tidak diikat pada garis pengikat (capture line) dan mengalir terus ke garis kedua dari antibody yang dimobilisasi yaitu garis control (control line). 12,18 Reaksi kompetitif (Competitive inhibition) Sering dipakai untuk melacak molekul yang kecil dengan epitop tunggal yang tak dapat mengikat dua antibody sekaligus. Reagen pelacaknya adalah analit yang terikat pada partikel lateks atau suatu colloidal metal. Apabila sampel dan reagen melewati zona dimana reagen pengikat dimobilisasi, sebagian dari substrat dan reagen palacak akan terikat pada garis capture line. Makin banyak substrat yang terdapat di dalam sampel, makin efektif daya kompetisinya dengan reagen pelacak. 12,18 Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat (Rapid Test) atau dengan

15 ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil negatif, maka perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko. 49 Interpretasi dan tindak lanjut hasil tes A1 dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel Saat ini teknik yang umum digunakan untuk deteksi antibody dalam mendiagnosa HIV adalah Elisa dan Rapid test. Yang paling banyak digunakan adalah Rapid test. Elisa memerlukan alat pembaca khusus sedangkan Rapid test bisa diamati langsung secara visual. Rapid test juga bisa digunakan untuk spesimen yang jumlahnya sedikit bahkan jika hanya satu spesimen. Untuk sensitifitas dan spesifitas keduanya hampir sama. Jenis pemeriksaan Rapid test adalah yang paling efisien dan banyak digunakan oleh para klinisi.

16 Western Blot Pemeriksaan Western Blot merupakan uji konfirmasi dari hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif. karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik. Western Blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,9% apabila dikombinasi dengan pemeriksaan ELISA. Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam. 13,19 Cara kerja test Western Blot yaitu dengan meletakkan HIV murni pada polyacrylamide gel yang diberi arus elektroforesis sehingga terurai menurut berat protein yang berbeda-beda, kemudian dipindahkan ke nitrocellulose. Nitrocellulose ini diinkubasikan dengan serum penderita. Antibody HIV dideteksi dengan memberikan antlbody anti-human yang sudah dikonjugasi dengan enzim yang menghasilkan wama bila diberi suatu substrat. Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul standar, kontrol positif dan negatif. Gambaran band dari bermacam-macam protein envelope dan core dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Antibody terhadap protein core HIV (gag) misalnya p24 dan protein precursor (p25) timbul pada stadium awal kemudian menurun pada saat penderita mengalami deteriorasi. Antibody terhadap envelope (env) penghasil gen (gp160) dan precursor-nya (gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu ditemukan pada penderita AIDS pada stadium apa saja. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bila serum mengandung antibody HIV yang lengkap maka Western blot akan memberi gambaran profil berbagai macam band protein dari HIV antigen cetakannya. 13

17 Indirect Fluorescent Antibody (IFA) IFA juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. Seperti halnya pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibody terhadap HIV. Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot Uji Virologi Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs), test untuk menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA atau RNA HIV-1 dan test untuk komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24), dan PCR test. 19, Kultur HIV HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik virus 19, Nucleic Acid Amplification Test ( NAAT HIV-1 ) Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk diagnosis pada window periode dan pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nuklet virus mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak dalam sampel. Pengujian RNA dan DNA virus dengan amplifikasi PCR, menggunakan metode enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV-1. 19

18 Uji antigen p24 Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibody p24 atau dalam keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi RNA atau DNA HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas pengujian meningkat dengan peningkatan teknik yang digunakan untuk memisahkan antigen p24 dari antibody anti-p PCR Test Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV pada plasma,darah,cairan cerebral,cairan cervical, selsel, dan cairan semen. Metode Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) ini yang paling sensitive. 19 PCR adalah suatu teknologi yang menghasilkan turunan / kopi yang berlipat ganda dari sekuen nukleotida dari organism target, yang dapat mendeteksi target organism dalam jumlah yang sangat rendah dengan spesifitas yang tinggi. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang pasti Flow cytometri Flow cytometri adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk menghitung dan meneliti partikel-partikel mikroskopis seperti sel dan kromosom di dalam suatu suspensi. Sel dilabel fluorosen, dilewatkan melalui melalui suatu celah yang ditembus oleh sinar. Setiap sel yang melewati berkas sinar

19 laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel tersebut akan diidentifikasi. Flow cytometry secara rutin digunakan dalam diagnosis kesehatan, namun memiliki banyak aplikasi lain dalam penelitian dan praktek klinis. 43,44 Metode flow cytometry terus berkembang sejalan dengan perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibody. Sampai saat ini, pengukuran dengan flow cytometry menggunakan label flouresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraseluler, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel. 43,44 Gambar 2.3. Flowcytometri Prinsip kerja Flow Cytometri Secara umum, metode flow cytometri adalah pemeriksaan di mana selsel dari sampel masuk dalam suatu flow chamber, dibungkus oleh cairan pembungkus, kemudian dialirkan melewati suatu celah atau lubang dengan ukuran kecil yang memungkinkan sel lewat satu demi satu, kemudian dilakukan pengukuran. Sel yang keluar dari aliran tersebut kemudian melewati medan

20 listrik dan dipisahkan menjadi tetesan-tetesan sesuai dengan muatannya, kemudian ditampung ke dalam beberapa saluran pengumpul yang terpisah. Ini disebut cell sorting. Ada dua cara pengukuran sel yang digunakan pada alat-alat tersebut, yaitu impedansi listrik (electrical impedance) dan pendar cahaya (light scattering). Prinsip impedansi listrik adalah penghitungan jumlah dan ukuran sel dengan cara mengukur perubahan tahanan listrik yang diakibatkan oleh sel sewaktu melalui celah yang sempit. Perubahan itu kemudian dideteksi oleh alat sensor. Sel-sel darah terlebih dahulu disuspensikan dalam medium elektrolit yang bersifat tidak konduktif. Pada waktu sel darah melewati celah dimana pada kedua sisinya terdapat elektroda beraliran listrik konstan, akan terjadi perubahan tahanan listrik di antara kedua elektroda tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya pulsa listrik. Jumlah pulsa listrik yang terukur per satuan waktu atau frekuensi pulsa dideteksi sebagai jumlah sel melalui celah tersebut. Sedangkan besarnya perubahan tegangan listrik (amplitudo) yang terjadi merupakan ukuran volume dari masing-masing sel darah. Prinsip light scattering adalah metode di mana sel dalam suatu aliran melewati celah di mana berkas cahaya difokuskan ke situ (sensing area). Apabila cahaya tersebut mengenai sel, cahaya akan dihamburkan, dipantulkan, atau dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor yang diletakkan pada sudutsudut tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel itu. Pulsa cahaya yang berasal dari hamburan cahaya, intensitas warna atau fluoresensi, diubah menjadi pulsa listrik. Pulsa ini oleh program komputer

21 dipakai untuk menghitung jumlah, ukuran, maupun isi bagian dalam yang merupakan ciri dari masing-masing sel. Hamburan cahaya dengan arah lurus (forward scattered light) mendeteksi volume dan ukuran sel. Sedangkan yang dibiaskan dengan sudut 90 derajat (right angle scattered light) menunjukkan isi granula sitoplasma. 43,44 Penggunaan Flow Cytometry dapat memberikan informasi yang penting pada klinis untuk membantu untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit, ataupun untuk memonitor keadaan dari suatu penyakit. Jumlah absolut sel CD4 merupakan pengukuran yang penting untuk memprediksi, menentukan derajat, dan memonitoring progresifitas serta respon terhadap pengobatan pada infeksi HIV. Jumlah CD4 adalah indikator yang paling diandalkan untuk prognosis PENATALAKSANAAN / PENGOBATAN Penatalaksanaan Umum Istirahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan mikronutrien untuk penderita HIV & AIDS, konseling termasuk pendekatan psikologis dan psikososial, dan membiasakan gaya hidup sehat. 8, Penatalaksanaan Khusus HIV sangat cepat bermutasi sehingga resisten terhadap obat. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut, maka didalam penanganan infeksi HIV digunakan terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (NRTI) yang terdiri

22 dari : Zidovudin (AZT/ZDV), Lamivudin (3TC), Tenofovir (TDF), Emtricitabine (FTC) dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) yang terdiri dari Nevirapin (NVP), Efavirenz (EFV). 1,8,17 HAART merupakan kombinasi beberapa obat antiretroviral yang menghambat replikasi HIV. Pengobatan infeksi HIV dengan HAART digunakan untuk memelihara fungsi kekebalan tubuh mendekati keadaan normal, mencegah perkembangan penyakit, memperpanjang harapan hidup dan memelihara kualitas hidup dengan cara menghambat replikasi HIV. Karena replikasi aktif HIV menyebabkan kerusakan progresif sistem imun, menyebabkan berkembangnya infeksi oportunistik, keganasan (malignasi), penyakit neurologi, penurunan berat badan yang akhirnya mendorong ke arah kematian. 1,8,17 Sebelum mendapat HAART pasien harus dipersiapkan secara matang dengan konseling kepatuhan karena terapi antiretroviral akan berlangsung seumur hidupnya. Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai HAART pada ODHA dewasa. 1,8,17 Tabel.2.4. Saat memulai terapi pada ODHA dewasa. 49

23 Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah: 2 NRTI + 1 NNRTI. Tabel Terdapat lebih dari 20 obat antiretroviral yang digolongkan dalam 6 golongan berdasarkan mekanisme kerjanya, terdiri dari 17,19,49 : a. Nucleoside/ Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) b. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI) c. Protease Inhibitors (PI) d. Fusion Inhibitors (FI) e. Antagonists CCR5 f. Integrase Strand Transfer Inhibitors (INSTI)

24 Terapi tunggal antiretroviral menyebabkan kemunculan cepat mutan HIV yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat antiretroviral merupakan strategi yang menjanjikan secara klinik, ditunjuk sebagai terapi antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi ini mempunyai target multi langkah pada reflikasi virus sehingga memperlambat seleksi mutan HIV. Tetapi HAART tidak dapat menyembuhkan infeksi HIV, karena virus menetap pada reservoir yang berumur panjang pada sel-sel yang terinfeksi, termasuk sel T CD4 memori, sehingga ketika HAART dihentikan atau terdapat kegagalan terapi, produksi virus kembali meningkat. 17,19, Evaluasi terapi HAART Setelah pengobatan dengan antiretroviral dimulai, diperlukan pemantauan klinis dan laboratorium, meliputi : Pemantauan klinis Pada setiap kunjungan perlu dilakukan penilaian klinis termasuk tanda dan gejala efek samping obat atau gagal terapi dan frekuensi infeksi (infeksi bakterial, kandidiasis dan atau infeksi oportunirtik lainnya) ditambah konseling untuk membantu pasien memahami terapi HAART dan dukungan kepatuhan Pemantauan laboratoris Direkomendasikan untuk melakukan pemantauan CD4 secara rutin setiap 3-6 bulan, atau lebih sering bila ada indikasi klinis.untuk pasien yang akan memulai terapi dengan Zidovudin (AZT/ZDV) maka perlu dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin sebelum memulai terapi dan jika ada indikasi tanda dan gejala anemia saat menjalani terapi. 49

25 Pengukuran ALT (SGPT) dan kimia darah lainnya perlu dilakukan bila ada tanda dan gejala. Akan tetapi bila menggunakan Nevirapine (NVP) untuk perempuan dengan CD4 antara sel/mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim transaminase sejak memulai terapi HAART dengan pemantauan berdasar gejala klinis. 49 Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien yang mendapatkan Tenofovir(TDF) Indikasi kegagalan terapi HAART Kegagalan terapi dapat didefinisikan secara klinis dengan menilai perkembangan penyakit, secara imunologis dengan penghitungan CD4 dan /atau secara virologis dengan mengukur viral load. 7,49, Kegagalan klinis: Munculnya Infeksi Opurtunistik (IO) pada stadium 4 setelah setidaknya 6 bulan dalam terapi HAART, kecuali TB, kandidosis esofageal, dan infeksi bakterial berat yang tidak selalu diakibatkan oleh kegagalan terapi. Telaah respon dari terapi terlebih dahulu, bila responnya baik maka jangan diubah dulu Kegagalan Imunologis Setelah satu tahun terapi CD4 kembali atau lebih rendah dari pada awal terapi anti retroviral. Penurunan CD4 sebesar 50% dari nilai tertinggi yang pernah dicapai selama terapi HAART (bila diketahui). 7

26 Kegagalan Virologis: Viral load > / ml setelah 6 bulan menjalani terapi HAART. Kegagalan terapai HAART tidak dapat didiagnosis berdasarkan kriteria klinis semata dalam 6 bulan pertama pengobatan. Viral load masih merupakan indikator yang paling sensitif dalam menentukan adanya kegagalan terapi. Gejala klinis yang muncul dalam waktu 6 bulan terapi sering kali menunjukkan adanya IRIS ( Immune reconstitutio inflammatory syndrome) dan bukan kegagalan terapi HAART. 7

27 2.11. KERANGKA KONSEPSIONAL Pasien HIV Sebelum HAART Sesudah HAART CD4 CD4

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh, Sel ini juga

Lebih terperinci

Etiologi HIV1,3 Struktur Genomik HIV1,3,4

Etiologi HIV1,3 Struktur Genomik HIV1,3,4 BAB XXII HIV/AIDS AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan dunia pada saat ini maupun masa yang akan datang karena penyakit ini menyebar hampir di seluruh negara. Penyakit

Lebih terperinci

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Tes HIV umum, termasuk imuno-assay enzim HIV dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi HIV pada serum,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi AIDS Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori dan Konsep Penelitian 1. Kerangka Teori HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertical, horizontal dan transeksual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetian HIV HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di dunia, dimana penderita HIV terbanyak berada di benua Afrika dan Asia. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

TEKNIK IMUNOLOGI. Ika Puspita Dewi

TEKNIK IMUNOLOGI. Ika Puspita Dewi TEKNIK IMUNOLOGI Ika Puspita Dewi 1 ELISA Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay 2 ELISA ELISA Test yang dirancang berdasarkan prinsip imunologi (Antigen antibodi) mengunakan label enzim yang dapat ditujukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV/AIDS 2.1.1. Definisi Menurut World Health Organization (WHO), HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : CD4, HIV, obat antiretroviral Kepustakaan : 15 ( )

ABSTRAK. Kata kunci : CD4, HIV, obat antiretroviral Kepustakaan : 15 ( ) PERBEDAAN KADAR CD4 SEBELUM DAN SESUDAH PENGGUNAAN ANTI RETROVIRAL TERAPI PADA PENDERITA HIV DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAHURIPAN KECAMATAN TAWANG KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2014 Prayitno ) Hidayanti 2) Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini. pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini. pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi pengetahuan, sikap, dan perilaku Benyamin Bloom membagi perilaku manusia menjadi 3 domain sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan 3 ranah yakni kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. syaraf pusat. Penyakit ini disebabkan infeksi human immunodeficiency virus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. syaraf pusat. Penyakit ini disebabkan infeksi human immunodeficiency virus 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV AIDS 2.1.1 Pengertian Acquired immune deficiency syndrome adalah penyakit yang untuk pertama kali diungkapkan pada awal tahun 1981,dengan ciri-ciri imunosupresi yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep HIV/AIDS 2.1.1 Pengertian HIV/AIDS Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus golongan Rubonucleat Acid (RNA) yang spesifik menyerang system kekebalan tubuh/imunitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL

PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL PERANAN NON-VIRAL LOAD SURROGATE MARKER PADA PASIEN HIV(+) YANG DIMONITOR SELAMA PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HIV 2.1.1. Epidemiologi Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial (ILO, 2005). Pada tahun 2008, diseluruh dunia,

Lebih terperinci

CLINICAL PATHOLOGY DEPARTMENT MEDICAL FACULTY USU / RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

CLINICAL PATHOLOGY DEPARTMENT MEDICAL FACULTY USU / RSUP H.ADAM MALIK MEDAN LABORATORY DIAGNOSTIC HIV AND AIDS Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK, FISH CLINICAL PATHOLOGY DEPARTMENT MEDICAL FACULTY USU / RSUP H.ADAM MALIK MEDAN Tujuan pemeriksaan Menegakkan diagnosis Menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak: Menuju akses universal Oleh: WHO, 10 Juni 2010 Ringkasan eksekutif usulan. Versi awal untuk perencanaan program, 2010 Ringkasan eksekutif Ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker oleh dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker Adalah suatu antigen asing a antibodi spesifik thdp antigen tsb. Penanda adanya infeksi, kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Lebih terperinci

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi Kepatuhan yang kurang, tingkat obat yang tidak cukup, resistansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome HIV merupakan virus Ribonucleic Acid (RNA) yang termasuk dalam golongan Retrovirus dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan. BAB I PENDAHULUAN Hati adalah salah satu organ yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi. Memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol, menyaring

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epidemi Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS INFORMASI TENTANG HIV/AIDS Ints.PKRS ( Promosi Kesehatan Rumah Sakit ) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN & TIM PUSYANSUS HIV/AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus dari famili le ntivirus dari retrovirus hewan. Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya Felix Johanes 10407004 Rahma Tejawati Maryama 10407017 Astri Elia 10407025 Noor Azizah Ba diedha 10407039 Amalina Ghaisani K.10507094 Febrina Meutia 10507039 Anggayudha A. Rasa 10507094 Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi virus Human. merupakan virus RNA untai tunggal, termasuk dalam famili Retroviridae, sub

Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi virus Human. merupakan virus RNA untai tunggal, termasuk dalam famili Retroviridae, sub BAB I PENDAHULUAN Virus Human Immunodeficiency (HIV) merupakan virus penyebab peyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (Mareuil dkk. 2005: 1). Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab sekumpulan gejala akibat hilangnya kekebalan tubuh yang disebut Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Lebih terperinci

B. KARAKTERISTIK VIRUS

B. KARAKTERISTIK VIRUS BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam

Lebih terperinci

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP Pemberian ARV pada PMTCT Dr. Janto G. Lingga,SpP Terapi & Profilaksis ARV Terapi ARV Penggunaan obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah MTCT Profilaksis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi HIV Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Kita semua mungkin sudah banyak mendengar cerita-cerita yang menyeramkan tentang HIV/AIDS. Penyebrangan AIDS itu berlangsung secara cepat dan mungkin sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS TAMBAR KEMBAREN Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU 1 PENGENALAN HIV(Human Immunodeficiency Virus) ad alah virus yang menyerang SISTEM KEKEBALAN tubuh

Lebih terperinci

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007 vi ABSTRAK STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007 Francine Anne Yosi, 2007; Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., MS Pembimbing II: July Ivone, dr. AIDS (Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menimbulkan masalah besar di dunia.tb menjadi penyebab utama kematian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi Prakata Dengan semakin banyak perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV, semakin banyak anak juga terlahir dengan HIV. Walaupun ada cara untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), intervensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi masyarakat dalam cara mendeteksi dini penyakit HIV.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi masyarakat dalam cara mendeteksi dini penyakit HIV. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan HIV/AIDS menjadi sangat penting bagi masyarakat dikarenakan pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi masyarakat dalam cara mendeteksi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 42 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA DENGAN TINDAKAN TERHADAP HIV/AIDS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Semua data yang terdapat pada kuesioner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di seluruh dunia. Penderita infeksi hepatitis B diperkirakan berjumlah lebih dari 2 milyar orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4 Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Virologi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus:

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus: Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Partikel virus (virion), terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain Penelitian yang dipilih adalah rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) 2.1.1 Definisi Infeksi HIV adalah suatu gejala atau tanda akibat masuknya virus HIV kedalam sirkulasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS dapat terjadi pada hampir semua penduduk di seluruh dunia, termasuk penduduk Indonesia. AIDS merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh memiliki kurang lebih 600 kelenjar getah bening, namun pada orang sehat yang normal

Lebih terperinci

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba Dr. Muh. Ilhamy, SpOG Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI Pertemuan Update Pedoman Nasional PMTCT Bogor, 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap perubahan status nutrisi telah diketahui sejak tahap awal epidemi. Penyebaran HIV di seluruh

Lebih terperinci

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS Astrid Wiratna Psikologi dan HIV-AIDS HIV-AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV Virus HIV bisa menginfeksi tubuh seseorang karena perilakunya Psikologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Human Imunodeficiency Virus (HIV) 1. Pengertian HIV Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan

Lebih terperinci