BIOLOGI REPRODUKSI UNDUR-UNDUR LAUT EMERITA EMERITUS DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH DEWI AYU KUSUMAWARDANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOLOGI REPRODUKSI UNDUR-UNDUR LAUT EMERITA EMERITUS DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH DEWI AYU KUSUMAWARDANI"

Transkripsi

1 BIOLOGI REPRODUKSI UNDUR-UNDUR LAUT EMERITA EMERITUS DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH DEWI AYU KUSUMAWARDANI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Biologi Reproduksi Undur-Undur Laut Emerita emeritus di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Dewi Ayu Kusumawardani NRP C

4 ABSTRAK DEWI AYU KUSUMAWARDANI. Biologi Reproduksi Undur-Undur Laut Emerita emeritus di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan ALI MASHAR. Undur-undur laut merupakan salah satu sumber daya perikanan di Kebumen yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur aspek biologi reproduksi meliputi nisbah kelamin, fekunditas, stadia dan perkembangan telur serta alternatif pengelolaan. Penelitian dilakukan di pantai berpasir di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2012 hingga Februari Hasil nisbah kelamin tidak seimbang dengan nilai rata-rata nisbah kelamin betina dan jantan dan Jumlah undur-undur laut yang diambil selama penelitian adalah 1243 ekor. Hubungan fekunditas terhadap panjang karapas undur-undur laut ditemukan persamaan F= CL dengan nilai koefisien (R 2 ) sebesar 42.53%. Nilai fekunditas terhadap panjang karapas per tahapan juga mempunyai nilai koefisien yang kecil. Sebaran diameter telur dari undur-undur laut menunjukkan tipe pemijahan total spawner. Ukuran diameter telur per stadia juga rata-rata mengalami peningkatan walaupun tidak berbeda nyata. Alternatif pengelolaan yang disarankan untuk sumber daya undur-undur laut di Kabupaten Kebumen yaitu selektifitas penangkapan. Kata kunci : Biologi Reproduksi, Kebumen, Undur-Undur Laut. ABSTRACT DEWI AYU KUSUMAWARDANI. Biology reproduction of mole crab Emerita emeritus in subdistric of Buluspesantren, district of Kebumen, Central Java. Supervised by YUSLI WARDIATNO and ALI MASHAR. Mole crab is well known as one of fisheries resources in Kebumen which has the potential to use. This research aimed to measure aspect of biology reproduction such as sex ratio, fecundity, classification and development egg, and alternative of management plan for fisheries. The research was conducted at sandy beach in Subdistric of Buluspesantren Distric of Kebumen, Central Java in the period of October 2012 until February The result of sex ratio is unbalanced with average of 98.73% for female and 1.17% for male. Total number of mole crab that taken during the research was 1243 individuals. The relationship of fecundity and lenght carapas was estimated F= CL with number of coefficient (R 2 ) is 42.53%. Fecundity of lenght carapas in stages also had a little number of coefficient. Result of egg diameter of mole crab show that the type of reproductive is total spawner. Size of egg diameter had a increased number. The alternative of management plan for mole crab resources in Kebumen is selectifity of catch. Keywords : Biology Reproduction, Kebumen, Mole Crab.

5 BIOLOGI REPRODUKSI UNDUR-UNDUR LAUT EMERITA EMERITUS DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH DEWI AYU KUSUMAWARDANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP : Biologi Reproduksi Undur-undur laut Emerita emeritus Di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah : Dewi Ayu Kusumawardani : C Disetujui oleh Dr Ir Yusli Wardia Pembimbin I Ali Mashar, S Pi, M Si Pembimbing II Diketahui oleh Tanggallulus: ' n1 3

8 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP : Biologi Reproduksi Undur-undur laut Emerita emeritus Di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah : Dewi Ayu Kusumawardani : C Disetujui oleh Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc. Pembimbing I Ali Mashar, S Pi, M Si Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir M Mukhlis Kamal, M Sc Ketua Departemen Tanggal lulus:

9 PRAKATA Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Biologi Reproduksi Undur-undur laut Emerita emeritus Di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Bapak Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc dan Bapak Ali Mashar, S Pi, M Si selaku pembimbing. 2. Bapak Dr Ir Bambang Widigdo selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dalam perkuliahan. 3. Ibu Dr Ir Yunizar Ernawati, MS selaku penguji tamu dan Ibu Dr. Majariana Krisanti, S Pi, M Si selaku perwakilan departemen. 4. Keluarga besar Mba Eni Megawati atas bantuannya selama penulis mengambil data dan tim penelitian undur-undur laut (Mba Eni, Made dan Yuli) atas kerjasamanya selama pengambilan data. 5. Ayah, ibu, kakak yang telah sabar membimbing dan mendoakan penulis. 6. Teman seperjuangan (Ratih Purnamasari, Janty Widyasti, Nisa Agustina, Ananda Listya, Anggia Imani, Eka Hardia Yuliningsih, Rodearni Simarmata, Gilang Rusrita Aida, Viska Donita Prahadina, Surya Gentha Akmal, Nolalia, Nur Mar A Siregar, Tyas Dita Pramesthy, Conny Puji Lestari, Fauzia A.W., Selvia Oktaviyani, Atim A. Wiyaniningtiyah) atas perhatian yang diberikan. 7. Sahabat Triyani Rosariana atas dukungan dan persahabatannya selama ini. 8. Seluruh teman MSP 46, MSP 45, MSP 47, MSP 48 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas semangat yang diberikan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat. Bogor, Agustus 2013 Dewi Ayu Kusumawardani

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. viii DAFTAR GAMBAR. viii DAFTAR LAMPIRAN.. viii PENDAHULUAN.. 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan Penelitian... 2 METODE 2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 2 Alat dan Bahan... 2 Pengumpulan Data... 3 Analisis Laboratorium... 3 Analisis Data... 3 Nisbah Kelamin... 3 Fekunditas... 4 Diameter telur... 4 Stadia Telur dan Perkembangan Telur... 4 Hubungan Panjang Karapas dengan Fekunditas Undur-Undur Laut... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN... 6 Hasil... 6 Nisbah Kelamin... 6 Komposisi Betina... 7 Stadia Telur... 8 Fekunditas... 9 Perkembangan dan Diameter Telur Pembahasan Alternatif Pengelolaan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA. 16 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP 20 vii

11 DAFTAR TABEL 1 Klasifikasi stadia dan perkembangan telur undur-undur laut Emerita emeritus Nisbah kelamin Emerita emeritus... 7 DAFTAR GAMBAR 1 Perbedaan undur-undur laut betina (a) dan jantan (b) Komposisi undur-undur laut Emerita emeritus betina yang bertelur dan tidak bertelur Perbedaan betina saat bertelur (a) dan saat tidak bertelur (b) Komposisi stadia telur undur-undur laut Emerita emeritus Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut Emerita emeritus Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap Diameter telur undur-undur laut Emerita emeritus Ukuran diameter telur Emerita emeritus tiap stadia DAFTAR LAMPIRAN 1 Perhitungan diameter telur undur-undur laut selama penelitian Contoh perhitungan rancangan lengkap terhadap ukuran diameter telur pada stadia telur undur-undur laut Alat tangkap serok yang digunakan untuk menangkap undur-undur laut Emerita emeritus... 19

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah pertemuan antara wilayah lautan dan daratan yang memiliki potensi sumber daya laut yang sangat besar. Namun, sebagian besar dari sumber daya laut belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Undur-undur laut merupakan salah satu contoh potensi alam laut yang belum dikenal dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Undur-undur laut adalah salah satu ordo decapoda yang dapat ditemukan di pantai berpasir Kebumen yang memiliki sebaran dan kelimpahan yang relatif tinggi (Anonim 2002 in Mursyidin 2007). Undur-undur laut atau dikenal sebagai yutuk yang ditemukan di pantai Kebumen terdapat 3 jenis, yaitu Emerita emeritus, Hippa adactyla, dan Albunea symmysta. Jenis Emerita emeritus merupakan jenis undur-undur laut paling banyak ditemukan di pantai berpasir Kebumen. Bagi sebagian besar masyarakat Kebumen, undur-undur laut banyak dimanfaatkan dalam skala kecil sebagai makanan olahan dan makanan jajanan khas dari Kebumen serta dimanfaatkan pula sebagai umpan buatan. Undur-undur laut juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, diantaranya adalah mengandung asam lemak dan omega 6 (Mursyidin 2007). Undur-undur laut jantan dan betina aktif bereproduksi setiap tahunnya. Mereka dapat memproduksi sekitar ribuan telur setiap harinya. Fekunditas telur undur-undur laut dari pantai selatan Yogyakarta relatif tinggi yaitu antara butir telur yang berbanding lurus dengan panjang dan lebar karapas serta berat tubuhnya (Trijoko 1988 in Mursyidin 2007). Larva dari undur-undur laut menghabiskan waktu sebulan di laut sebelum menghabiskan waktunya di pantai berpasir (FMSA 2002). Di Indonesia, penyebaran undur-undur laut belum diketahui secara pasti. Penelitian biologi tentang undur-undur laut pun belum banyak dilakukan sehingga informasi mengenai aspek biologi seperti aspek pertumbuhan, reproduksi, fekunditas, dan lain-lain masih sulit ditemukan. Maka dari itu, penelitian mengenai aspek biologi khususnya reproduksi undur-undur laut penting dilakukan untuk mengetahui informasi sumber daya undur-undur laut yang terdapat di perairan Indonesia, khususnya di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Perumusan Masalah Undur-undur laut merupakan salah satu jenis krustasea yang bereproduksi aktif setiap tahunnya. Undur-undur laut ini dapat memproduksi sekitar ribuan telur setiap tahunnya sebelum akhirnya menjadi larva dan menghabiskan waktunya di pantai berpasir. Masyarakat Kebumen yang bertempat tinggal di sekitar pantai berpasir sering memanfaatkan undur-undur laut untuk dijadikan makanan baik sebagai lauk pauk maupun sebagai jajanan khas Kebumen dan dijadikan umpan

13 2 buatan. Namun seiring dengan pemanfaatan undur-undur laut yang semakin banyak menyebabkan jumlah undur-undur laut menjadi berkurang. serta kurangnya data dan informasi biologi mengenai undur-undur laut menyebabkan peneliti tidak mengetahui aspek-aspek biologi perikanan undur-undur laut secara optimal. Salah satu cara untuk mengetahui aspek biologi perikanan secara optimal adalah dengan mengetahui aspek biologi dari undur-undur laut, salah satunya adalah aspek biologi reproduksi. Adapun parameter yang digunakan adalah nisbah kelamin, fekunditas, stadia telur, dan diameter telur. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur aspek biologi reproduksi Emerita emeritus yang meliputi nisbah kelamin, fekunditas, stadia telur, dan diameter telur undur-undur laut dan alternatif pengelolaan yang berada di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh undur-undur laut dilakukan di Pantai Berpasir, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu pengambilan data primer dan analisis data. Pengambilan contoh data primer berupa Emerita emeritus dilaksanakan mulai bulan Oktober 2012 hingga Februari 2013 dengan interval waktu pengambilan contoh 1 bulan. Sedangkan analisis data dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor mulai pada bulan Februari Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain serok untuk mengambil Emerita emeritus di pantai, penggaris dengan ketelitian 0.5mm, timbangan dengan ketelitian 0.1mm, walking meassure, tali/benang, cawan petri, cool box, plastik biota, alat tulis, dan alat dokumentasi. Bahan yang digunakan adalah Emerita emeritus yang diambil dari pantai berpasir di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan formalin 10% untuk mengawetkan undur-undur laut sebelum dianalisis di laboratorium.

14 3 Pengumpulan Data Pengambilan contoh Emerita emeritus ditentukan dengan dua teknik, yaitu teknik aduk dan teknik sorok. Emerita emeritus dengan teknik aduk diambil di sekitar pantai. Pengambilannya dilakukan dengan cara pasir diaduk atau digali hingga Emerita emeritus tersebut ditemukan. Pengambilan contoh Emerita emeritus dengan teknik sorok yaitu menggunakan alat tangkap sorok. Pengambilan dilakukan dengan cara pasir disorok dan ketika pasir sudah mulai bergelembung, Emerita emeritus mulai menampakkan diri dan siap diambil menggunakan tangan. Pengambilan contoh dilakukan di swash zone yaitu daerah pencucian yang mengikuti air pasang laut. Daerah tersebut ditelusuri menggunakan kedua teknik yang dibantu dengan walking meassure untuk penentuan jarak. Pengambilan contoh dilakukan sekitar ± 3km di daerah swash zone dengan kedua teknik. Analisis Laboratorium Analisis Emerita emeritus di laboratorium dilakukan untuk mengetahui panjang bobot dan perhitungan telur (fekunditas). Pengukuran panjang karapas, panjang dan lebar telson serta bobot tubuh dilakukan dengan menggunakan tali atau benang yang kemudian diukur menggunakan penggaris dengan ketelitian 0.5mm. Pengukuran bobot tubuh juga dilakukan pengukuran dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,1mm. Penentuan nisbah kelamin juga dilakukan dengan melihat jenis kelamin dari Emerita emeritus. Apabila jenis kelamin tersebut betina, dilakukan perhitungan telur dan ukuran telur serta stadia telur. Perhitungan telur dilakukan dengan menggunakan metode sensus yaitu dengan menghitung semua telur yang ada. Perhitungan telur dilakukan dengan mengeluarkan telur yang ada dibawah telson ke dalam cawan petri, kemudian diberi sedikit air dan diambil dengan menggunakan pipet sedikit demi sedikit untuk memudahkan dalam menghitung. Setelah perhitungan telur, dilakukan pengamatan stadia telur secara morfologi dan pengukuran diameter telur dengan bantuan mikroskop. Pengukuran diameter telur dilakukan pada semua stadia telur Emerita emeritus. Nisbah Kelamin Analisis Data Nisbah kelamin penting untuk melihat perbandingan dari masing-masing jenis kelamin biota yang terdapat di perairan. Pendugaan ini dibutuhkan sebagai pertimbahan dalam produksi, rekruitmen dan konservasi sumber daya ikan tersebut. Dalam statistika, konsep nisbah kelamin dihitung dengan cara menghitung rasio populasi tertentu terhadap total populasi yang dilihat dengan bilangan rasio. Rumusnya dapat dilihat sebagai berikut:

15 4 Keterangan: P = Rasio undur-undur laut (jantan atau betina) (%) n = Jumlah jantan atau betina (Ind) N = Jumlah total undur-undur laut (jantan+betina) (Ind) Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur yang terdapat pada Emerita emeritus betina pada saat akan memijah (Bagenal 1973 in Syahailatua 1998). Fekunditas mempunyai keterkaitan dengan umur, panjang atau bobot individu dan spesies. Metode yang digunakan untuk menghitung fekunditas adalah metode sensus, yaitu dengan menghitung semua jumlah telur yang ada. Diameter telur Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Pengukuran diameter telur dilakukan pada telur contoh dari semua stadia telur Emerita emeritus. Telur diambil dan disusun kedalam gelas objek. Selanjutnya telur diamati di bawah mikroskop yang telah dilengkapi mikrometer. Stadia Telur dan Perkembangan Telur Stadia telur diamati secara morfologis dengan memperhatikan warna, bentuk, ukuran panjang, dan bobot dari undur-undur laut contoh. Perkembangan stadia telur tersebut kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang. Adapun tahap klasifikasi stadia beserta perkembangan telur menurut Subramoniam 1979 disajikan pada Tabel 1.

16 5 Tabel 1 Klasifikasi stadia dan perkembangan telur undur-undur laut Emerita emeritus (Sumber: Subramoniam 1979). Stadia I II III IV V VI VII VIII IX X Deskripsi Butiran kuning telur mulai tampak; massa telur berwarna oranye cerah. Telah terjadi pembelahan dan blastomer sudah terlihat; massa telur berwarna oranye cerah. Kuning telur yang bebas secara beruntun menjadi putih dan membuatnya terlihat di kutub anima; sel ektoderm hadir dalam bagian yang transparan. Satu kuarter kuning telur telah bersih; sabuk putih mengelilingi kuning telur yang sudah berada di tengah; dalam kutub anima periode tersebut dikenali; spot pigmen merah terlihat di tepi kuning telur; massa telur berwarna oranye yang kusam. Sepertiga kuning telur telah termanfaatkan; bintik dua mata yang terbentuk sudah terlihat; bintik merah menonjol dan terlihat di ujung kutub anima; massa telur berwarna sangat kusam. Massa telur berwarna oranye kecoklatan; mata telah terbentuk dengan baik; kuning telur ditemukan di dalam kutub aseksual; duapertiga kuning telur telah bersih; pigmen merah menyebar ke seluruh ruang putih. Massa telur berwarna oranye keabu-abuan; kuning telur ditemukan di dua kluster dalam pusatnya; luaran dari embrio telah terbentuk; detak jantung terlihat secara visual; bintik mata terbentuk dengan sangat baik. Massa telur berwarna abu-abu pucat; kuning telur tanpa warna dalam bentuk globula oli terlihat hanya di bawah mata sebagai dua kantung; detak jantung menonjol; embrio hampir terbentuk secara sempurna. Embrio membentuk sempurna; massa telur berwarna putih; tidak ada globula kuning telur yang terlihat; larva akan segera hadir. Zoea larva telah hadir.

17 6 Hubungan Panjang Karapas dengan Fekunditas Undur-Undur Laut Analisis hubungan panjang karapas dan fekunditas dapat menggunakan analisis korelasi linier. Korelasi linier didapatkan dengan cara meregresikan panjang karapas sebagai peubah x dengan fekunditas sebagai peubah y, sehingga akan didapatkan nilai korelasi yaitu berupa nilai r. Nilai korelasi kecil apabila nilai r mendekati nol dan nilai korelasi besar apabila nilai r mendekati +1 atau -1 (Steel and Torrie 1980 in Megawati 2012). HASIL DAN PEMBAHASAN Nisbah Kelamin Hasil Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah Emerita emeritus betina dan jantan. Penentuan jenis kelamin betina dan jantan Emerita emeritus dilakukan dengan mengamati keberadaan pleopod di bawah telsonnya. Betina dewasa lebih besar bentuknya apabila dibandingkan dengan jantan dewasa (Barnes and Wenner 1968). Perbedaan lainnya adalah betina mempunyai pleopod di bawah telsonnya yang berguna untuk menyimpan telur dan jantan yang tidak mempunyai pleopod (Taus 2007). Perbedaan betina dan jantan disajikan pada Gambar 1. a. b. Gambar 1 Perbedaan undur-undur laut betina (a) dan jantan (b) Perbandingan nisbah kelamin 1:1 merupakan suatu populasi ideal dan seimbang (Purwanto et al in Susilawati 2000). Nisbah kelamin yang didapat juga digunakan untuk menduga keberhasilan pemijahan suatu populasi karena diharapkan bahwa jumlah jantan dan betina dalam keadaan seimbang yaitu 1:1 untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Asmara 2004). Nisbah kelamin Emerita emeritus akan disajikan pada Tabel 2.

18 7 Tabel 2 Nisbah kelamin Emerita emeritus Pengambilan Contoh n Nisbah Kelamin (%) Betina Jantan Betina Jantan 23 Oktober November Desember Januari Februari Total Rata-rata Tabel 2 menjelaskan nisbah kelamin Emerita emeritus selama penelitan. Jumlah Emerita emeritus selama penelitian pada bulan Oktober 2012 sampai dengan Februari 2013 adalah 1243 ekor yang terdiri dari 1229 ekor betina dan 14 ekor jantan. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah betina lebih mendominasi dibandingkan dengan jumlah jantan. Menurut rata-rata nisbah kelamin, betina memiliki rata-rata 98.82% dan jantan memiliki rata-rata 1.18%. Rata-rata tersebut menunjukkan bahwa nisbah kelamin Emerita emeritus tidak seimbang. Komposisi Betina Selama penelitian, jumlah betina Emerita emeritus lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jantan. Pada jenis kelamin betina terdapat pula jenis betina yang bertelur dan tidak bertelur. Komposisi Emerita emeritus betina yang bertelur dan tidak bertelur disajikan pada Gambar 2. Frekuensi (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 23 Oktober November Desember 2012 Bulan 23 Januari Februari 2013 bertelur tidak bertelur Gambar 2 Komposisi undur-undur laut Emerita emeritus betina yang bertelur dan tidak bertelur

19 8 Gambar 2 menunjukkan komposisi Emerita emeritus betina. Dari gambar dapat dilihat bahwa betina yang bertelur lebih mendominasi dibandingkan dengan Emerita emeritus betina yang tidak bertelur. Frekuensi banyaknya betina yang bertelur tersebut juga terjadi setiap bulannya selama penelitian. Betina Emerita emeritus mempunyai ciri-ciri adanya pleopod yang terdapat di bawah telson. Pleopod adalah benang atau rambut yang digunakan untuk menyimpan telur (Taus 2007). Jika betina sedang tidak bertelur, maka pleopod yang umumnya terdiri dari 3 pasang tersebut akan terlihat di bawah telson ketika telson tersebut diangkat (Gambar 3). a b Gambar 3 Perbedaan betina saat bertelur (a) dan saat tidak bertelur (b) Stadia Telur Stadia telur adalah tahap perkembangan telur sesudah memijah. Stadia telur pada decapoda khususnya Emerita emeritus dapat ditentukan berdasarkan morfologi yang meliputi warna dan perkembangan telur secara visual (Effendie 2002). Tahapan stadia telur merupakan proses yang penting dalam reproduksi (Adisti 2010). Komposisi stadia telur Emerita emeritus selama penelitian disajikan pada Gambar 4. Frekuensi (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 23 Oktober November Desember 2012 Bulan 23 Januari Februari 2013 stadia 10 stadia 9 stadia 8 stadia 7 stadia 6 stadia 5 stadia 4 stadia 3 stadia 2 stadia 1 Gambar 4 Komposisi stadia telur undur-undur laut Emerita emeritus

20 Gambar 4 merupakan komposisi stadia telur Emerita emeritus. Menurut Subramoniam (1979) klasifikasi stadia telur dari Emerita emeritus mencapai 10 stadia yang terdapat pada Tabel 1. Berdasarkan gambar tersebut, setiap bulannya Emerita emeritus memiliki komposisi stadia telur yang beragam. Stadia 1 sampai dengan stadia 9 pun ditemukan secara beragam di setiap bulannya. Hanya stadia 10 yang tidak ditemukan selama penelitian. 9 Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur dari generasi tahun itu yang dikeluarkan pada tahun ini pula (Nikolsky 1969 in Effendie 2002). Fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak undur-undur laut yang dihasilkan dan fekunditas juga dapat dihubungan dengan panjang karapas dari Emerita emeritus. Grafik mengenai fekunditas yang dihubungan dengan panjang karapas Emerita emeritus disajikan pada Gambar 5. jumlah telur (butir) F = CL R² = n = panjang karapas (mm) Gambar 5 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut Emerita emeritus Hasil pengamatan terhadap hubungan fekunditas dengan panjang karapas Emerita emeritus ditunjukkan melalui persamaan F= CL dan diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar Nilai tersebut menunjukkan bahwa 42.53% dari keragaman nilai fekunditas Emerita emeritus dapat dijelaskan oleh panjang tubuh total. Nilai fekunditas menurut stadia telur Emerita emeritus dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu berdasarkan adanya bintik mata yang terlihat pada tingkatan stadia (Gambar 10). Tahap 1 menggambarkan tahapan stadia dengan bentuk telur bulat sempurna dan belum terlihat bintik mata, tahap 2 menggambarkan tahapan stadia yang mempunyai selaput transparan dan mulai terlihat bintik mata, dan tahap 3 menggambarkan tahapan stadia yang sudah memperlihatkan bintik mata secara jelas. Hubungan fekunditas dengan panjang karapas Emerita emeritus di setiap tahapan dapat dilihat dari gambar berikut.

21 10 jumlah telur (butir) F = CL R² = n = panjang karapas (mm) Gambar 6 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap 1 jumlah telur (butir) F = CL R² = n = panjang karapas (mm) Gambar 7 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap 2 jumlah telur (butir) F= CL R² = n = panjang karapas (mm) Gambar 8 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap 3 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas tiap tahapan mempunyai nilai koefisien yang beragam. Pada tahap 1 (Gambar 6) mempunyai nilai koefisien

22 0.4854, tahap 2 (Gambar 7) mempunyai nilai koefisien , dan nilai koefisien pada tahap 3 yaitu sebesar (Gambar 8). Hasil nilai koefisien tersebut menunjukkan adanya variasi nilai fekunditas di setiap ukuran panjang karapas yang sama. 11 Perkembangan dan Diameter Telur Ukuran telur dari stadia 1 sampai dengan stadia 9 mengalami perkembangan ukuran. Pada stadia 1 sampai dengan stadia 5, ukuran telur Emerita emeritus lebih kecil yaitu mm sedangkan pada stadia 6 sampai stadia 9, ukuran telur jauh lebih besar yaitu mencapai 0.77mm. Sebaran diameter telur diamati untuk menduga sebaran pemijahan. Diameter telur juga dapat mengindikasikan pola pemijahan Emerita emeritus. Grafik diameter telur disajikan pada Gambar 9. Frekuensi Selang Kelas Gambar 9 Diameter telur undur-undur laut Emerita emeritus Dari sebaran frekuensi diameter telur Emerita emeritus (Gambar 9) menjelaskan bahwa sebaran tersebut membentuk satu puncak. Sebaran diameter telur ini membentuk pola pemijahan total spawner yang berarti pemijahan Emerita emeritus dilakukan dengan mengeluarkan telur masak secara keseluruhan pada waktu pemijahan (siklus reproduksi) dan akan mengeluarkan telurnya kembali pada saat musim pemijahan berikutnya (Adisti 2010). Setiap bertambahnya stadia telur Emerita emeritus berpengaruh pada ukuran diameter telur per stadia. Selama penelitian, ukuran diameter telur Emerita emeritus cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya stadia (Gambar 10). Tingkatan stadia juga dapat dilihat berdasarkan adanya bintik mata yang terlihat. Pada stadia 1 hingga stadia 3 belum menampakkan bintik mata, stadia 4 hingga stadia 6 mulai menampakkan bintik mata, dan stadia 7 hingga stadia 9 sudah menampakkan bintik mata dengan jelas (Gambar 10). Selama penelitian, stadia 10 yaitu pada saat zoea sudah lahir tidak ditemukan.

23 Gambar 10 Ukuran diameter telur Emerita emeritus tiap stadia Pembahasan Emerita emeritus merupakan subfilum krustasea yang secara umum berkerabat dekat dengan udang, kepiting, lobster, dan teritip. Emerita emeritus yang termasuk kedalam superfamili Hippidae ini memiliki ciri-ciri khusus, yaitu tubuh yang pendek dan melengkung atau sedikit membulat, abdomen bilateralsimetris, lunak, pipih dorsoventral, ujung posterior abdomen terlipat kearah ventral dan kedepan, memiliki rostrum yang kecil, mempunyai telson yang terdapat di bawah thoraks yang memanjang dan meruncing. Memiliki kaki pertama yang disebut chelate atau subchelate serta kaki ke lima yang tereduksi dan melipat dan selalu berada di bawah karapas (Haye et al. 2002). Emerita emeritus hidup di swash zone pada pantai berpasir di daerah intertidal. Swash zone atau daerah pencucian adalah jarak antara gelombang

24 terendah dan tertinggi pada waktu tertentu. Daerah tersebut berubah mengikuti air pasang (FMSA 2002). Emerita emeritus berdistribusi di daerah intertidal menurut dengan ukurannya. Pada individu dengan ukuran kurang dari 8mm ditemukan dekat dengan perbatasan pantai di atas daerah intertidal. Emerita emeritus ukuran sedang yaitu antar 8-15mm berlokasi di tengah daerah pencucian, dan ukuran besar Emerita emeritus yaitu lebih dari 15mm ditemukan diantara bagian terendah pada daerah pencucian (Ziegler and Forward 2005). Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jantan dan betina dalam suatu populasi Emerita emeritus. Hal ini penting untuk diketahui karena dapat berpengaruh terhadap kestabilan populasi. Nisbah kelamin menduga keseimbangan populasi dengan asumsi bahwa perbandingan jantan dan betina dalam suatu populasi yang seimbang adalah 1:1, yang berarti 1 untuk jantan dan 1 untuk betina, agar tidak terjadi dominansi terhadap jenis kelamin. Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Tabel 2, betina lebih mendominasi dibandingkan dengan jantan. Perbandingan antara jantan dan betina pada bulan Oktober 2012 sampai Februari 2013 sangat terlihat perbedaannya, hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata nisbah kelamin betina lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata nisbah kelamin jantan. Dengan adanya hasil analisis tersebut, dikatakan bahwa keadaan populasi Emerita emeritus pada lokasi penelitian tidak seimbang. Nisbah kelamin 1 : 1 seringkali dapat menyimpang. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkah laku jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan laju pertumbuhan (Purwanto et al in Susilawati 2000). Perbandingan nyata antara jantan dan betina juga diduga disebabkan oleh bedanya habitat dari jantan dan betina. Menurut Forward et al. (2007) jantan dewasa Emerita emeritus berkembang baik di daerah yang terkena hempasan ombak secara langsung. Selama pengambilan contoh Emerita emeritus setiap bulannya, jantan sangat sedikit ditemukan karena pengambilan contoh yang dilakukan hanya di sekitar tepian pantai dan tidak ke daerah hempasan ombak secara langsung. Komposisi betina pada saat bertelur dan tidak bertelur diketahui untuk regenerasi dalam suatu populasi. Perbedaan betina bertelur dan tidak bertelur diketahui berdasarkan ada atau tidaknya telur di pleopod yang terdapat di bawah telson. Pleopod merupakan benang atau sejenis rambut yang berfungsi untuk penyimpanan atau tempat menempelnya telur (Taus 2007). Jika betina sedang tidak bertelur, maka pleopod akan terlihat dengan jelas di bawah telson ketika telson tersebut diangkat (Gambar 3). Sedangkan ketika betina sedang bertelur, terlihat bahwa telson ditempeli oleh telur. Berdasarkan hasil analisis yang disajikan dalam grafik pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah betina pada saat bertelur lebih banyak dibanding dengan jumlah betina yang tidak bertelur. Banyaknya jumlah betina yang bertelur ini menunjukkan bahwa terjadi regenerasi pada Emerita emeritus. Banyaknya betina yang bertelur juga sebagai indikasi bahwa sedang terjadi rekruitmen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Delgado et al. (2007) bahwa populasi Emerita emeritus yang sedang bertelur ditemukan lebih banyak dibandingkan dengan betina yang tidak bertelur menunjukkan bahwa sedang terjadi adanya regenerasi populasi Emerita emeritus yang baik dan rekruitmen Emerita emeritus yang baru. Selain itu juga pada saat undur-undur laut sedang bertelur, zona pantai yang dekat dengan aktivitas manusia yang lebih disukai betina bertelur atau pada daerah intertidal (Megawati 2012). Menurut 13

25 14 Wenner (1977) produksi telur berhubungan dengan ketersediaan makanan yang berada di pantai. Di daerah intertidal, terdapat banyak nutrisi makanan yang diperlukan oleh Emerita emeritus yang sedang bertelur untuk pertumbuhan (Bakir et al. 2009). Emerita emeritus yang bertelur akan menghabiskan waktunya ke daerah intertidal dan cenderung ke bagian pasir atas untuk mencari makan demi produksi telurnya. Oleh karena itu betina bertelur lebih mendominasi dibanding dengan betina yang tidak bertelur. Stadia telur Emerita emeritus merupakan tahap perkembangan telur sesudah memijah. Penentuan stadia telur Emerita emeritus berdasarkan klasifikasi stadia telur pada Tabel 1 (Subramoniam 1979). Pada Emerita emeritus, terdapat 10 stadia yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Stadia 1 umumnya berwarna oranye cerah dan berbentuk bulat penuh. Stadia 2 berwarna oranye agak cerah, stadia 3 berwarna oranye dan selaput yang mengitari telur sudah mulai terlihat. Stadia 4 berwarna oranye yang kusam dengan bintik mata yang mulai terlihat. Stadia 5 berwarna oranye yang sangat kusam dengan bintik mata yang sudah mulai terlihat dan menonjol. Stadia 6 berwarna oranye kecoklatan dan stadia 7 berwarna oranye keabu-abuan dengan bintik mata yang terbentuk dengan baik. Stadia 8 berwarna abu-abu pucat dan stadia 9 berwarna lebih putih dengan bintik mata yang terlihat jelas. Sedangkan pada stadia 10 yaitu zoea larva yang sudah hadir tidak ditemukan selama pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua stadia ditemukan beragam disetiap bulannya (Gambar 4), diduga Emerita emeritus bertelur sepanjang bulan. Menurut Deglado and Defeo (2006 in Megawati 2012), musim bertelur untuk Emerita emeritus yaitu pada pertengahan Oktober hingga pertengahan April. Sedangkan menurut Subramoniam (1979), musim bertelur Emerita emeritus terjadi pada bulan Juli, Agustus, serta Oktober hingga April. Sehingga dapat dikatakan undur-undur laut bertelur hampir di setiap bulan sepanjang tahun. Fekunditas adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang dikeluarkan pada tahun ini pula (Nikolsky 1969 in Effendie 2002). Nilai fekunditas yang dihubungkan dengan panjang karapas (Gambar 5), mendapatkan nilai koefisien korelasi kurang dari 50%, yang berarti beragamnya nilai fekunditas Emerita emeritus terhadap panjang karapasnya. Beragamnya nilai fekunditas tersebut disebabkan oleh adanya variasi fekunditas pada ukuran panjang karapas yang sama. Seperti yang dijelaskan oleh Ismail (2006) bahwa tidak adanya hubungan antara nilai fekunditas dengan panjang karapas disebabkan oleh adanya variasi fekunditas pada ukuran panjang yang sama. Hal ini sesuai dengan Ikhwanudin et al. (2012) bahwa umumnya krustasea memiliki nilai koefisien fekunditas yang kecil. Nilai tersebut dipengaruhi oleh adanya faktor lingkungan dan faktor makanan dari Emerita emeritus. Hubungan fekunditas terhadap panjang karapas juga dapat dilihat berdasarkan tingkatan tahapan pada stadia telur. Tahapan stadia telur dilihat berdasarkan adanya bintik mata pada telur jika diamati melalui mikroskop (Gambar 10). Tahap 1 menggambarkan bentuk telur bulat sempurna dan tidak adanya bintik mata, tahap 2 menggambarkan adanya selaput transparan pada telur dan mulai menampakkan bintik mata, dan tahap 3 menggambarkan adanya bintik mata yang terlihat secara jelas. Pada 3 tahapan tersebut dibagi dalam 9 stadia telur Emerita emeritus, hal ini disebabkan pada stadia kesepuluh zoea larva telah hadir dan stadia 10 tidak ditemukan selama penelitian. Hubungan fekunditas terhadap

26 panjang karapas per tahapan memiliki nilai koefisien yang bervariasi yaitu kurang dari 50%. Pada tahap 1 mempunyai nilai koefisien 48.54% dan tahap 2 mempunyai nilai koefisien 45.82%. Pada tahap 3, nilai koefisien yang didapat lebih kecil yaitu sebesar 27.05%. Hal ini diduga karena pleopod yang kurang kuat untuk menahan telur sehingga telur tidak dapat bertahan secara lama di pleopod. Jumlah telur Emerita emeritus pada bulan Oktober sampai dengan Februari berkisar antara butir telur. Jumlah telur yang didapat berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Megawati (2012) yang berjumlah butir telur. Hasil penelitian Trijoko (1988 in Mursyidin 2007) juga mencatat bahwa jumlah telur Emerita emeritus di pantai selatan Yogyakarta mencapai butir telur. Perbedaan jumlah telur tersebut disebabkan adanya perbedaan besar Emerita emeritus yang tertangkap. Adanya variasi panjang karapas juga mempengaruhi banyaknya jumlah telur yang menempel pada pleopod. Saat panjang karapas semakin panjang, ruang untuk menyimpan telur akan semakin besar sehingga jumlah telur yang terdapat dalam pleopod pun akan semakin banyak. Adanya variasi nilai fekunditas atau jumlah telur juga disebabkan oleh bervariasinya panjang karapas yang ditemukan selama penelitian. Adanya variasi fekunditas atau jumlah telur juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, salinitas dan ketersediaan makanan (Subramoniam 1979). Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur dipakai untuk mengetahui kuantitas kandungan telur. Ukuran diameter telur pada setiap stadia umumnya mengalami peningkatan. Menurut Tampubolon (2008 in Shelvinawati 2012) menyatakan bahwa perkembangan diameter telur akan meningkat seiring dengan meningkatnya stadia karena berdekatan dengan waktu pemijahan. Ukuran diameter telur Emerita emeritus mengalami peningkatan yang tidak terlalu drastis di setiap stadia telur. Setelah diuji menggunakan ANOVA, secara umum menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara ukuran diameter telur dan stadia telur. Diameter telur juga dapat mengindikasikan pola pemijahan untuk menduga sebaran pemijahan. Berdasarkan grafik dalam hasil analisis (Gambar 9) menunjukkan bahwa tipe pemijahan Emerita emeritus adalah total spawner yaitu Emerita emeritus langsung mengeluarkan telur yang telah dibuahi pada satu musim pemijahan. Umumnya krustasea seperti kepiting memiliki tipe pemijahan total spawner. Asmara (2004) mengatakan bahwa kepiting bakau atau krustasea memiliki tipe pemijahan total yaitu telur yang dikeluarkan secara total. 15 Alternatif Pengelolaan Undur-undur laut merupakan salah satu potensi alam laut yang belum dikenal dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Di Kabupaten Kebumen, undur-undur laut dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai makanan olahan maupun umpan pancingan bagi para pemancing. Harga jualnya pun meningkat seiring bertambahnya tahun. Menurut beberapa penjual di lokasi penelitian, harga jual undur-undur laut segar pada tahun 2013 sebesar Rp Rp per kilogram dan Rp per ekor untuk para pemancing. Semakin tingginya harga jual dari undur-undur laut, maka intensitas penangkapan juga cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan yang terus meningkat akan

27 16 menyebabkan ukuran undur-undur laut yang tertangkap masih kecil sehingga dapat menurunkan jumlah hasil tangkapan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang tepat untuk menjamin keberlangsungan sumber daya undurundur laut, yaitu dengan adanya selektifitas penangkapan yaitu dengan cara mengurangi penangkapan undur-undur laut untuk menjamin kestabilan reproduksinya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, nisbah kelamin antara jantan dan betina tidak seimbang. Fekunditasnya berkisar antar butir telur. Ukuran diameter telur setiap stadia mengalami peningkatan ukuran walaupun tidak berpengaruh secara nyata dan tipe pemijahan berdasarkan sebaran diameter telurnya adalah total spawner. Saran Diperlukan pengelolaan Emerita emeritus yang lebih efektif untuk melestarikan sumber daya Emerita emeritus. Salah satu pengelolaan yang dianjurkan adalah adanya selektifitas penangkapan dengan cara mengurangi penangkapan Emerita emeritus untuk menjamin kestabilan reproduksi. DAFTAR PUSTAKA Asmara H Analisis Beberapa Aspek Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bakir K., Aydin I., Soykan O., Aydin C Fecundity and Egg Development of Four Decapoda Species (Decapoda, Crustacea) in the Aegean Sea. Ege University, Faculty of Fisheries, Turkey. E.U. Journal of Fisheries & Aquatic Sciences. Vol. 26, Issue 1: Barnes N.B., Wenner A.M Seasonal Variation In The Sand Crab Emerita analoga (Decapode, Hippidae) In The Santa Barbara Area Of California. Departement of Biological Sciences, University of California, Santa Barbara. Vol. 13 Issue 3: Deldago E., Defeo O Reproductive Plasticity in Mole Crabs, Emerita brasiliensis, in Sandy Beaches with Contrasting Morphodynamics. Marine Biology 513:

28 Effendie M.I Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Bogor. 163 hal. Forward Jr R.B., Thaler A.D., Singer R Entrainment of the Activity Rhythm of the Mole Crab Emerita talpoida. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 341 : FMSA. Farallones Marine Sanctuary Association The Pasific Mole Crab. [terhubung berkala]. [3 Juli 2013]. Haye P.A., Tam Y.K., Kornfield I Molecular Phylugenetics of Mole Crabs (Hippidae: Emerita). Journal of Crustacean Biology. 22 (4) : Hanson A.J The Life-History of the Sand Crab Hippa cubensis Saussure Living on a Small Island. BSc., University of British Columbia. 80 p. Ikhwanuddin M., Azra M.N., Aimuni H.S., Munafi A.B.B Fecundity, Embryonic and Ovarian Development of Blue Swimming Crab, Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) in Coastal Water of Johor, Malaysia. Pakistan Journal of Biological Sciences 15(15): Ismail M.I Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Tembang (Clupea platygaster) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Megawati E Studi Beberapa Aspek Biologi Undur-undur laut Di Kecamatan Bulupesantren Kabupaten Kebumen [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mursyidin D.H Kandungan Asam Lemak Omega 6 Pada Ketam Pasir (Emerita spp) di Pantai Selatan Yogyakarta. Kalimantan Selatan. Volume 4 Nomor 2: Hal Taus D Sand Crab Monitoring Study Teacher Resource Packet. Sausalita, CA. Shelvinawati R Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yang Didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Subramoniam T Some Aspects of Reproductive Ecology of a Mole Crab Emerita asiatica Milne Edwards. Department of Zoology, University of Madras, Madras, India. Journal Exp. Marine Ecology Vol. 36 pp Susilawati R Aspek Reproduksi, Makanan, dan Pola Pertumbuhan Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) di Perairan Teluk Banten, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Syahailatua A Pendugaan Fekunditas Ikan Make (Sardinella sp) dengan Metode Gravimetri. Balitbang Sumber daya Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI, Guru-Guru, Poka, Ambon. Perairan Maluku dan Sekitarnya, Volume 12: Hal Wenner A.M Food Supply, Feeding Habits, and Egg Production in Pacific Mole Crabs (Hippa pacifica Dana). Pacific Science. Great Britain. Vol. 31, No. 1, p Ziegler T.A. dan Forward Jr. R.B Larva Release Rhythm of the Mole Crab Emerita talpoida (Say). Marine Biological Laboratory. North Carolina. 17

29 18 LAMPIRAN Lampiran 1 Perhitungan diameter telur undur-undur laut selama penelitian Total 1970 Rata-rata max 0.55 min 0.25 SD JK SK ditambah nst sk bk xi Fi FR Lampiran 2 Contoh perhitungan rancangan lengkap terhadap ukuran diameter telur pada stadia telur undur-undur laut Anova: Single Factor SUMMARY Groups Count Sum Average Variance Row Row Row Row Row Row Row Row Row Row

30 19 ANOVA Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups Within Groups Total Lampiran 3 Alat tangkap sorok yang digunakan untuk menangkap undur-undur laut Emerita emeritus

31 20 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 1991 dari pasangan Bapak Hen Suhendra dan Ibu Rr Sumiyati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang dijalani diawali di TK Almanar dan lulus ditahun Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Harapan Baru II dan lulus di tahun Pada tahun penulis meneruskan pendidikan di SMP Negeri 1 Bekasi. Berikutnya pada tahun penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Babelan. Pada tahun 2009 penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan diterima sebagai mahasiswi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (HIMASPER) sebagai divisi informasi dan komunikasi periode dan periode Selain itu, penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti OMBAK 2012, MUKERNAS 2012, dan Festival Air 2011 serta Penulis juga berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Planktonologi, Sumber Daya Perikanan, dan Biologi Perikanan. Penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Biologi Reproduksi Undur-undur laut Emerita emeritus Di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen. Jawa Tengah penulis dibimbing oleh Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc dan Ali Mashar, S Pi M Si.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir Klasifikasi Emerita emeritus menurut Zipcodezoo (2012) dan Hippa ovalis menurut crust.biota.biodiv.tw (2012) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

ASPEK PERTUMBUHAN UNDUR-UNDUR LAUT, Emerita emeritus DARI PANTAI BERPASIR KABUPATEN KEBUMEN Ali Mashar* dan Yusli Wardiatno

ASPEK PERTUMBUHAN UNDUR-UNDUR LAUT, Emerita emeritus DARI PANTAI BERPASIR KABUPATEN KEBUMEN Ali Mashar* dan Yusli Wardiatno ASPEK PERTUMBUHAN UNDUR-UNDUR LAUT, Emerita emeritus DARI PANTAI BERPASIR KABUPATEN KEBUMEN Ali Mashar* dan Yusli Wardiatno Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

STUDI BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KEPITING PASIR DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN ENI MEGAWATI SKRIPSI

STUDI BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KEPITING PASIR DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN ENI MEGAWATI SKRIPSI STUDI BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KEPITING PASIR DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN ENI MEGAWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

Penentuan Parameter Desain Alat Penangkap Undur-Undur Laut di Cilacap dan Kebumen

Penentuan Parameter Desain Alat Penangkap Undur-Undur Laut di Cilacap dan Kebumen Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 08 September 2016 ISBN 978-602-70530-4-5 halaman 248-255 Penentuan Parameter Desain Alat Penangkap Undur-Undur Laut

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER KEPITING PASIR

ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER KEPITING PASIR ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER KEPITING PASIR Emerita emeritus DAN Hippa ovalis PADA MARET SAMPAI MEI 2012 DI PANTAI BERPASIR, KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH RANI NURAISAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

Aspek Pertumbuhan Undur-undur

Aspek Pertumbuhan Undur-undur ASPEK PERTUMBUHAN UNDUR-UNDUR LAUT, Hippa adactyla DARI PANTAI BERPASIR KABUPATEN KEBUMEN Ali Mashar * dan Yusli Wardiatno Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1):75-84, 29 ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT [Reproductive aspect of silver biddy (Gerres kapas

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 ABSTRAK (Gonad Maturity of Herring (Clupea platygaster) in Ujung Pangkah Waters, Gresik, East

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di 11 daerah yang meliputi 5 pulau besar di Indonesia, antara lain Bintan dan Jambi (Sumatera), Karawang, Subang dan Cirebon (Jawa),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):55-65 Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat [Reproduction of silver sillago (Sillago sihama Forsskal) in Mayangan Waters,

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

BIOMASSA SESAAT SUMBER DAYA PERIKANAN UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA: DECAPODA: HIPPIDAE) DI PANTAI BERPASIR CILACAP DAN KEBUMEN, JAWA TENGAH

BIOMASSA SESAAT SUMBER DAYA PERIKANAN UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA: DECAPODA: HIPPIDAE) DI PANTAI BERPASIR CILACAP DAN KEBUMEN, JAWA TENGAH Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 7, No. 2, November 2016 Hal: 211-218 BIOMASSA SESAAT SUMBER DAYA PERIKANAN UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA: DECAPODA: HIPPIDAE) DI PANTAI BERPASIR CILACAP DAN KEBUMEN,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG SS Oleh: Ennike Gusti Rahmi 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Nur ainun Muchlis, Prihatiningsih Balai Penelitian Perikanan Laut, Unit Pelaksana

Lebih terperinci

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP 52 STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP Arif Mahdiana dan Laurensia SP. Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed Email : arifmahdiana@gmail.com

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR

TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR PUNGKY KUMALADEWI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATRA SELATAN Yunizar Ernawati 1, Eko Prianto 2, dan A. Ma suf 1 1 Dosen Departemen MSP, FPIK-IPB; 2 Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

BIOLOGI POPULASI UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA: HIPPIDAE) DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH ALI MASHAR

BIOLOGI POPULASI UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA: HIPPIDAE) DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH ALI MASHAR BIOLOGI POPULASI UNDUR-UNDUR LAUT (CRUSTACEA: HIPPIDAE) DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH ALI MASHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH Oleh : Mustofa Niti Suparjo Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2)

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) BAWAL: Vol.1 No.1-April 26: 33-37 TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) **) Dharmadi *) dan Fahmi **) *) Peneliti pada Pusat Riset Perikanan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN: BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN BERONANG (Siganus vermiculatus) DI PERAIRAN ARAKAN KECAMATAN TATAPAAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN 1 Suleiman Tuegeh 2, Ferdinand F Tilaar 3, Gaspar D Manu 3 ABSTRACT One of the

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 289 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 216 e ISSN 254 9484 Halaman : 95 13 Efektifitas Celah Pelolosan Pada Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan di Teluk Banten

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG. TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Fetro Dola Samsu 1, Ramadhan Sumarmin 2, Armein Lusi,

Lebih terperinci

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Nadia Adlina 1, *, Herry Boesono 2, Aristi Dian Purnama Fitri 2 1

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT Oleh : IRWAN NUR WIDIYANTO C24104077 SKRIPSI

Lebih terperinci

ANALISIS BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) DI PERAIRAN SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH

ANALISIS BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) DI PERAIRAN SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH ANALISIS BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) DI PERAIRAN SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Hadun Asmara (Staf PSL IPB) (hadun_asmara@yahoo.com) Etty Riani Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI 1 HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI PERAIRAN SELAT MALAKA TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : JULIA SYAHRIANI HASIBUAN 110302065

Lebih terperinci

KEBIASAAN MAKANAN IKAN BELOSO (Glossogobius giuris, Hamilton-Buchanan, 1822) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR TRI PRIHARTATIK

KEBIASAAN MAKANAN IKAN BELOSO (Glossogobius giuris, Hamilton-Buchanan, 1822) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR TRI PRIHARTATIK KEBIASAAN MAKANAN IKAN BELOSO (Glossogobius giuris, Hamilton-Buchanan, 1822) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR TRI PRIHARTATIK DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 ANALISIS HASIL TANGKAPAN ALAT PENANGKAPAN JARING INSANG SATU LEMBAR (GILLNET) DAN TIGA LEMBAR (TRAMMEL NET) DI PERAIRAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI IKHWANUL CHAIR NAWAR 090302056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2011 dalam selang waktu 1 bulan sekali. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 5 kali (19 Maret

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA Oleh: RIAMA VERAWATY TAMPUBOLON C02495025 PROGRAM STUD1 MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

STUDI PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN SELAR KUNING

STUDI PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN SELAR KUNING STUDI PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN SELAT MALAKA KECAMATAN MEDAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA JESSICA TAMBUN 130302053 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2 HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa 2) Politeknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA 1 HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA Length Weight Relationship and Gonado Somatic Index

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Kejer Hasil tangkapan jaring kejer selama penelitian menunjukkan bahwa proporsi jumlah rajungan tertangkap adalah 42,07% dari total hasil

Lebih terperinci

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA ADISTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI

KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Laksito Nugroho M 0401037 JURUSAN

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI KECAMATAN SINGKIL UTARA KABUPATEN ACEH SINGKIL. Tesis. Oleh: NOMI NOVIANI SIREGAR

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI KECAMATAN SINGKIL UTARA KABUPATEN ACEH SINGKIL. Tesis. Oleh: NOMI NOVIANI SIREGAR FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI KECAMATAN SINGKIL UTARA KABUPATEN ACEH SINGKIL Tesis Oleh: NOMI NOVIANI SIREGAR NIM : 107039025 PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG. TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Restia Nika 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi Z 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci