TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.
|
|
- Adi Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Fetro Dola Samsu 1, Ramadhan Sumarmin 2, Armein Lusi, Z. 1 1 Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP PGRI) Sumatera Barat 2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang Abstract: Scylla paramamosain E. is one type of crab that lives in mud substrat at mangrove areas Buo Gulf. Scylla Paramamosain E. is favored by the people in the Buo Gulf. Now Scylla paramamosain E. population has begun to decrease and sizes caught are relatively small. Based on at this research take plan to identification gonad maturity of Scylla paramamosain E. at mangrove forest in the Buo Gulf Bungus of Padang. This study was conducted in May until July 2013 used the descriptive method. The results showed there were different gonad maturity of Scylla paramamosain was caught in the Buo Gulf. In May, Scylla paramamosain E. had immature gonads % while the percentage of matured at a rate of %. In June, the percentage of immature gonads and matured amount 30.0 % and 70 %. In July, there were 41, 66 % in the immature stage and % matured. Among of the three months, gonad maturity Scylla paramamosain E in July at the mostly mature gonad condition and ready for spawning. In addition biogeochemical cycles can influence and bring sufficient nutrients for survival Scylla paramamosain E. In general the level gonad maturity in Scylla paramamosain E. in the Gulf Buo mangrove forest in May to July 2013 I 5.68 %, % II, III %, % IV, V %. Environmental factors such as temperature measured during the study ranged from 280C, salinity ranges from 31 % o - 32 % o, ph around 7 ( Neutral ) and an average water depth of 58.5 cm. Key word: Scylla paramamosain E., Mud Crab, Maturity Gonad Level Pendahuluan Scylla paramamosain E adalah salah satu dari tiga jenis kepiting di Teluk Buo Kecamatan bungus Teluk Kabung. Kepiting jenis Scylla paramamosain E ini memiliki Warna morfologi menarik yang terdiri dari warna hijau, merah hingga keunguan. Kepiting jenis Scylla paramamosain E sangat digemari
2 oleh masyarakat Teluk Buo, sehingga populasinya mulai menurun. Ukuran kepiting yang tertangkap relative berukuran kecil dengan rata-rata lebar karapaks 5 cm. Teluk Buo kecamatan Bunguns Teluk Kabung ini memiliki hutan mangrove yang luas. Hutan mangrove ini- menjadi kunci dari ekosistem laut dan darat (Pantai). Diantaranya, hutan mangrove berfungsi sebagai nursery ground, Penyedia nutrisi bagi biota laut dan darat, dan sumber obat-obatan bagi penduduk di sekitar teluk Buo. Dari segi konservasi, Teluk Buo sangat berpotensi untuk dijadikan kawasan budidaya khususnya perikanan (kepiting). Dalam budidaya kepiting diantaranya perlu adanya pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad kepiting. Tingkat kematangan gonad merupakan siklus dari perkembangan gonad kepiting dari mulai bertelur hingga bertelur lagi. Dengan mengetahui tingkat kematangan gonad dapat mengetahui seberapa cepat repopulasi kepiting. Metode penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2013 di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Teluk Buo merupakan kelurahan yang terletak di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang, Sumatera Barat. Batas wilayah Teluk Buo ini sebelah utara dengan Laut Teluk Kabung, sebelah selatan dengan Kelurahan Sungai Pisang, sebelah barat dengan Samudera Indonesia dan sebelah timur dengan Kelurahan Teluk Kabung. Luas kelurahan 480 ha, diperkirakan jarak dari pusat pemerintahan ke Kecamatan 8 Km, sedangkan jarak dari kota Padang 27 Km serta jarak dari Ibu Kota Padang 28 Km (Isnita dalam Ritawati, 2001). Jenis penelitian ini adalah penelitan deskriptif. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode survey. Perbedaan warna dan ukuran diameter telur menjadi indikator untuk menentukan Scylla paramamosain E. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan penelitian tingkat kematangan gonad kepiting Scylla paramamosain Estampador yang
3 telah dilakukan selama tiga bulan yang dimulai dari bulan Mei, Juni dan Juli di hutan mangrove Teluk Buo kecamatan Bungus Teluk Kabung diperoleh data yang beragam. Pola tingkat kematangan gonad Scylla paramamosain Estampador berbeda setiap bulannya. Morfologi gonad dan diameter gonad Scylla paramamosain Estampador dijadikan acuan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Berikut ini adalah Tabel 1 menunjukkan letak gonad dan warna gonad untuk menentukan tingkat kematangan gonad Scylla paramamosain Estampador; Tingkat kematangan gonad Scylla paramamosain Estampador yang tertangkap berbeda setiap bulannya. Perbandingan tingkat kematangan gonad tersebut dapat terlihat dari persentase tingkat kematangan gonad pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Persentase Scylla paramamosain Estampador dari bulan Mei-Juli Bulan Penelitian Mei Juni Juli Scylla paramamosain Estampador Kepiting Betina (ekor) Persentase (%) Jumlah persentase Ket I 9,53 % immature 33,33 % II 23,80 % immature III 21 23,80 % matured IV 14,28 % 66,67% matured V 28,59 % matured I 7,5 % immature 30,0 % II 22,5 % immature III % matured IV 2,5 % 70 % matured V 52,5 % matured I 0 % immature 41, 66 % II 41,66% immature III 12 25% matured IV 16,67 % 58,34% matured V 16,67 % matured
4 Dari hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Mei 2013 didapat Scylla paramamosain Estampador betina yang tertangkap sebanyak 21 ekor dari total seluruh stasiun, dengan tingkat kematangan gonad immature pertama ( I) dengan persentase 9,53 % dan pada II dengan persentase 23,80 % dan terlihat jumlah persentase dari kedua tingkat kematangan gonad 33,33 % dengan kondisi immature. Scylla paramamosain Estampador yang tertangkap pada III, IV dan V secara berurut adalah 23,80 %, 14,28 % dan 28,59%. Jumlah persentase gonad dengan kondisi matured III, IV dan V adalah sebanyak 66,67%. Penelitian di bulan Juni diperoleh Scylla paramamosain Estampador betina yang tertangkap 40 ekor pada I 7,5 % dan Scylla paramamosain Estampador yang tertangkap pada II sebanyak 22,5 % dan jumlah persentase kondisi gonad immature dari kedua (I dan II) adalah 30,0 %. III 15 %, IV 2,5 % dan V 52,5 % sehingga jumlah persentase matured yaitu III-V adalah 70%. Pada bulan ketiga yakni bulan Juli diperoleh diperoleh Scylla paramamosain Estampador betina yang tertangkap 12 ekor. Scylla paramamosain Estampador pada I 0%, pada II 41,66% sehingga jumlah persentase pada I dan II sebanyak 41,66% dengan kategori immature. Untuk III persentasenya adalah 25 %, IV 16,67 % dan V juga 16,67 %. Sehingga jumlah persendase gonad dengan kategori matured yang didapat pada III- V sebanyak 58,34%. Jika dilihat pada setiap bulannya, maka terlihat ada tingkatan tertentu dari kepiting Scylla paramamosain Estampador yang pada tingkat tertentu lebih dominan terhadap tingkatan lain. Pola-pola tingkatan tersebut contohnya pada bulan Mei. Pada bulan ini, I adalah yang paling sedikit ditemukan yaitu sebanyak 9,53% sedangkan II dan III merupakan yang paling dominan yakni sama-sama sebanyak 23,80%. Artinya, pada bulan Mei ini
5 Persentase 0,00% 100,00% menunjukkan pola peralihan immature menjadi matured. Pada bulan Juni, III lebih sedikit yakni 15% dan V lebih dominan dari pada lainnya yaitu sebanyak 52,5%. Artinya, dibulan Juni lebih dari setengah persen kepiting betina yang tertangkap sudah siap untuk melakukan pemijahan. Pada bulan Juli 2013, I tidak ditemukan atau 0%. II lebih banyak ditemukan yakni 41,66%. Hal ini menunjukkan perbandingan immature lebih banyak dari pada yang matured. Tabel 2. Persentase Scylla paramamosain Estampador di hutan mangrove Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang dalam satu musim. Jumlah kepiting (Betina) Persentase I 5 6,85% II 20 27,40% III 13 17,81% IV 7 9,59% V 28 38,35% Perbandingan persentase kepiting bakau Scylla paramamosain Estmpador pada setiap pada bulan Mei, Juni, Juli tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: I II III IV V Mei Juni Juli Gambar 1. Grafik Persentase Scylla paramamosain Estampador yang tertangkap dari bulan Mei-Juli 2013.
6 Kesimpulan 1. Tingkat Kematangan Gonad Kepiting Bakau (Scylla paramamosain Estampador) pada bulan Mei sampai Juli 2013 I 5,68%, II 29,32%, III 21,27%, IV 11,15%, V 32,59%. 2. Faktor lingkungan yang terukur selama penelitian seperti suhu berkisar antara 28 0 C, salinitas berkisar 31%o-32%o, ph berkisar 7 (Netral) dan kedalaman rata-rata 58,5 cm. Daftar pustaka Retnowati, T. C Menentukan Tingkat Kematangan Gonad Kepiting Bakau Scylla serrata (Forskal) Secara Morfologi dan Kaitannya Dengan Perkembangan Gamet. Ritawati Komposisi dan Zonasi Hutan Mangrove di Teluk Buo, Padang. Skripsi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang Rukmana, M.T pengaruh penurunan suhu terhadap kelangsungan hidup larva megalopa kepiting bakau (Scylla serrata). Laporan praktek keterampilan lapangan.fakultas perikanan bogor Wakhid, A Kondisi Mangrove di Teluk Bungus,Padang, Sumatera Barat.
TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG
TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG SS Oleh: Ennike Gusti Rahmi 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi
Lebih terperinciTINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.
TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Restia Nika 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi Z 1) Mahasiswa
Lebih terperinciJOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :
JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
Lebih terperinciKepadatan Populasi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus L.) Di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang Sumatera Barat
Kepadatan Populasi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus L.) Di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang Sumatera Barat Sugeng Santoso, Nurhadi dan Armein Lusi Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pada habitat perairan pantai, khususnya di daerah hutan bakau (mangrove). Kawasan hutan mangrove
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SUNGAI SERAPUH KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT
KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SUNGAI SERAPUH KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH: MEYLAN P SIHOMBING 051202006/BUDIDAYA HUTAN
Lebih terperinciRESPON PERTUMBUHAN BIBIT BAKAU (Rhizophora apiculata Bl.) TERHADAP PEMBERIAN AIR KELAPA PADA BERBAGAI KONSENTRASI E JURNAL
RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BAKAU (Rhizophora apiculata Bl.) TERHADAP PEMBERIAN AIR KELAPA PADA BERBAGAI KONSENTRASI E JURNAL JUWITA RATNA SARI NIM. 11010097 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI
Lebih terperinciTingkat Kematangan Gonad Kepiting Bakau (scylla serrata) di Kawasan Hutan Mangrove Sicanang Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara
Tingkat Kematangan Gonad Kepiting Bakau (scylla serrata) di Kawasan Hutan Mangrove Sicanang Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara (Gonad maturity level mud crabs(scylla serrata) in the mangrove area Sicanang,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis
Lebih terperinciSTRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN
STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN Yefri Oktiva, Rizki, Novi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
Lebih terperinciPROFIL HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh:
PROFIL HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Novia Monika Elva 1), Irma LeilaniEka Putri 2), Rizki 1) 1)ProgramStudiPendidikanBiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2) JurusanBiologiUniversitasNegeri
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi
Lebih terperinciBIOEKOLOGI KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI EKOSISTEM MANGROVE KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT DISERTASI LAURA SIAHAINENIA
BIOEKOLOGI KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI EKOSISTEM MANGROVE KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT DISERTASI LAURA SIAHAINENIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
Lebih terperinciVIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau S. oceanica Kepiting bakau S. oceanica dapat digolongkan ke dalam kelas Krustase, ordo Decapoda, famili Portunidae dan genus Scylla
Lebih terperinciStudi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak
ISSN 0853-7291 Studi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak Edi Wibowo*, Suryono, R. Ario, Ali Ridlo dan Dodik S. Wicaksono Departemen Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,
Lebih terperinciSeminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
POTENSI KEPITING BAKAU DI WILAYAH PERAIRAN SEKITAR TAMBAK DESA MOJO KAB PEMALANG pms-12 Arthur Muhammad Farhaby 1 * Johannes Hutabarat 2 Djoko Suprapto 2 dan Jusup Suprijanto 2 1 Mahasiswa Program Double
Lebih terperinciRINGKASAN. Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan satusatunya
RINGKASAN MISWAR BUDI MULYA. Kelimpahan dan Distribusi Kepiting Bakau (Scylla spp) serta Keterkaitannya dengan Karakteristik Biofisik Rutan Mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur
Lebih terperinciHUBUNGAN KERAPATAN MANGROVE TERHADAP KEPADATAN KEPITING BAKAU (Scylla sp) DI KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KABUPATEN BINTAN
HUBUNGAN KERAPATAN MANGROVE TERHADAP KEPADATAN KEPITING BAKAU (Scylla sp) DI KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KABUPATEN BINTAN Siti Kholifah Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ddeg.olifa@gmail.com
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara 1. Kondisi Goegrafis Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Gorontalo dengan luas yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa
Lebih terperinciARTIKEL ILMIAH. STUDI POPULASI KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI ITIK KECAMATAN SADU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
ARTIKEL ILMIAH STUDI POPULASI KEPITING BAKAU (Scylla spp.) PADA KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI ITIK KECAMATAN SADU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR OLEH ASMARIYA NIM A1C412039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN MEDAN BELAWAN HASIL PENELITIAN
VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN MEDAN BELAWAN HASIL PENELITIAN Oleh: MARIA KRISTINA SIHOMBING 051201032/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI PERAIRAN KAWASAN MANGROVE DESA JARING HALUS KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA
STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI PERAIRAN KAWASAN MANGROVE DESA JARING HALUS KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA RASWIN NASUTION 130302031 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciMorphometric and Meristic Character of Mangrove Crab (Scylla serrata) in Mangrove Ecosystem at West Sentosa Village, Medan Belawan Subdistrict
KARAKTER MORFOMETRIK DAN MERISTIK KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN MANGROVE KAMPUNG SENTOSA BARAT KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN Morphometric and Meristic Character of Mangrove
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI
KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumber daya pesisir
Lebih terperinciMENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET
MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Lebih terperinciEFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN
EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN Silka Tria Rezeki 1), Irwandy Syofyan 2), Isnaniah 2) Email : silkarezeki@gmail.com 1) Mahasiswa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan
Lebih terperinciAkuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 ISSN
Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan 48 Kajian Karakteristik Biometrika Kepiting Bakau (Scylla sp) di Kabupaten Pemalang, Studi kasus di Desa Mojo Kecamatan Ulujami Biometrical Characteristic Study of Mudcrab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau besar dan pulau kecil, serta garis pantai sepanjang 81.000 km yang didalamnya
Lebih terperinciIndeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak
Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak ENDRI JUNAIDI, ENGGAR PATRIONO, FIFI SASTRA Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sriwijaya,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo
Lebih terperinciANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT
MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):9-16 ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT Arsyat Sutarso Lumban Gaol 1),
Lebih terperinciPENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak
Lebih terperinciFattening of Soft Shell Crab With Different Food
Fattening of Soft Shell Crab With Different Food By Elvita Sari 1 ), Rusliadi 2 ), Usman M.Tang 2 ) Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries and Marine Science Faculty Riau University Email : elvitasurbakti@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2016 STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO (Structure Community of Mangrove at Tongkaina Village, Manado) Juwinda Sasauw 1*, Janny
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
HUBUNGAN NILAI AKUMULASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) PADA KERANG BATIK (Paphia undulata) DENGAN UKURAN KERANG DI PERAIRAN SIDOARJO SKRIPSI Oleh : SONY ANGGA SATRYA SURABAYA JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN
Lebih terperinciPENENTUAN LOKASI BALAI BENIH KEPITING BAKAU DI KABUPETAN INDRAGIRI HILIR. oleh:
PENENTUAN LOKASI BALAI BENIH KEPITING BAKAU DI KABUPETAN INDRAGIRI HILIR oleh: Rusliadi Dosen Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Abstrak Kabupaten Indragiri
Lebih terperinciPARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH
PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperinciKELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI
KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Laksito Nugroho M 0401037 JURUSAN
Lebih terperinci4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang
4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang
Lebih terperinciPENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU
PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU MAROS, 10 MEI 2016 SPECIES KEPITING BAKAU (Keenan et al,. 1998) : Scylla serrata (Forskal, 1775), Scylla tranquiberica (Fabricius, 1798), Scylla paramamosain (Estampador,
Lebih terperinciANALISIS POTENSI KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
Bimafika, 2010, 2, 114-121 ANALISIS POTENSI KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Tahir Tuasikal*) Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Darussalam Ambon Diterima 15-04-10;
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di
Lebih terperinciLAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH:
LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH: SAPRIL ANAS HASIBUAN 071202026/BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai
Lebih terperinciBALAI TAMAN NASIONAL BALURAN
Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,
Lebih terperinciANALISIS DAERAH PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN PERAIRAN DENGAN JARING ARAD (Mini Trawl) DI PERAIRAN DEMAK
Volume 3, Nomor 3, Tahun 4, Hlm 57-66 ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN PERAIRAN DENGAN JARING ARAD (Mini Trawl) DI PERAIRAN DEMAK The Analysis of
Lebih terperinciPERUBAHAN WARNA SUBSTRAT PADA DAERAH HUTAN MANGROVE DESA PASSO. (Change of Substrate Colour at Mangrove Forest in Passo Village)
Jurnal TRITON Volume 10, Nomor 2, Oktober 2014, hal. 85 90 85 PERUBAHAN WARNA SUBSTRAT PADA DAERAH HUTAN MANGROVE DESA PASSO (Change of Substrate Colour at Mangrove Forest in Passo Village) L. Siahainenia,
Lebih terperinciAPLIKASI CRYSTAL SOIL DI LAPANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst)
APLIKASI CRYSTAL SOIL DI LAPANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst) SKRIPSI Oleh: Indra M.S.M Haloho 061202028 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciHUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI
1 HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI PERAIRAN SELAT MALAKA TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : JULIA SYAHRIANI HASIBUAN 110302065
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciLampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian.
Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian Perlakuan A B C Ulangan L P (gr/hari) L K (cm) P K (cm) L P (gr/hari) L K
Lebih terperinciPENGARUH KEPADATAN YANG BERBEDA TERHADAP KECEPATAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) YANG DIPELIHARA SECARA MASSAL DALAM KARAMBA
PENGARUH KEPADATAN YANG BERBEDA TERHADAP KECEPATAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) YANG DIPELIHARA SECARA MASSAL DALAM KARAMBA S K R I P S I Oleh : MUCHAMMAD HASANUDDIN PASURUAN JAWA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah
Lebih terperinciKANDUNGAN LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) PADA SIPUT MERAH (Cerithidea sp) DI PERAIRAN LAUT DUMAI PROVINSI RIAU
KANDUNGAN LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) PADA SIPUT MERAH (Cerithidea sp) DI PERAIRAN LAUT DUMAI PROVINSI RIAU Elya Febrita, Darmadi dan Thesa Trisnani Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas
Lebih terperinciPotensi Terumbu Karang Luwu Timur
Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai
Lebih terperinciA. LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN B. DRAF ARTIKEL ILMIAH C. LAMPIRAN RINGKASAN DAN SUMMARY RINGKASAN Pembibitan Mangrove secara Ex Situ dengan Air Tawar Telah dilakukan penelitian pembibitan Bruguiera gymnorrhiza,
Lebih terperinciJENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN
JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN Ayu Wahyuni 1, Armein Lusi 2, Lora Purnamasari 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut
Lebih terperinciPENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri
17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di 11 daerah yang meliputi 5 pulau besar di Indonesia, antara lain Bintan dan Jambi (Sumatera), Karawang, Subang dan Cirebon (Jawa),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air
Lebih terperinciKUALITAS PERAIRAN TELUK BUNGUS BERDASARKAN BAKU MUTU AIR LAUT PADA MUSIM BERBEDA
MASPARI JOURNAL Juli 2016, 8(2):135-146 KUALITAS PERAIRAN TELUK BUNGUS BERDASARKAN BAKU MUTU AIR LAUT PADA MUSIM BERBEDA WATERS QUALITY IN BUNGUS BAY BASED ON SEA WATER QUALITY STANDARDS IN DIFFERENT SEASON
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tingkat Kelangsungan Hidup Larva
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup larva rajungan setiap stadia diperlihatkan pada Lampiran 9 dan Gambar 3. 120 100 Survival Rate (%)
Lebih terperinciPengaruh Ablasi Mata dan Penembakan Soft Laser sebagai Biostimulator untuk Meningkatkan Kemampuan Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Pengaruh Ablasi Mata dan Penembakan Soft Laser sebagai Biostimulator untuk Meningkatkan Kemampuan Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Maria Agustini Prodi Budidaya Perairan Universitas Dr.Sutomo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciKAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR
KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata di Indonesia tetap bertumbuh walaupun pertumbuhan perekonomian global terpuruk, pertumbuhan industri pariwisata di Indonesia tahun 2014 mencapai 9,39 persen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terdiri atas 13.667 pulau tetapi baru sekitar 6.000 pulau yang telah mempunyai nama, sedangkan yang berpenghuni sekitar 1000 pulau. Jumlah panjang garis
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN
STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK
Lebih terperinciPENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE)
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) TESIS MAGISTER Oleh DIDA HAMIDAH 20698009 BIDANG KHUSUS ENTOMOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI PROGRAM
Lebih terperinciPEMIJAHAN IKAN MASKOKI (Carrasius auratus) DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI SUBSTRAT
PEMIJAHAN IKAN MASKOKI (Carrasius auratus) DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI SUBSTRAT TOMMY PATRIA MARBUN 090302066 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala
Lebih terperinciJ. Aquawarman. Vol. 2 (1) : April ISSN : Karakteristik Oksigen Terlarut Pada Tambak Bermangrove Dan Tambak Tidak Bermangrove
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 19-23. April 2016. ISSN : 2460-9226 AQUAWARMAN JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan
Lebih terperinciPOTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)
Potensi Sumberdaya Kepiting Bakau (Natanael dan Dhimas Wiharyanto) POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA Natanael 1), Dhimas Wiharyanto
Lebih terperinciPertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai
ISSN 0853-7291 Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai Ali Djunaedi *, Sunaryo dan Bagus Pitra Aditya Jurusan Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANODA KORBAN PADUAN ALUMINIUM PADA PELAT BAJA KAPAL AISI E 2512 TERHADAP LAJU KOROSI DI DALAM MEDIA AIR LAUT
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANODA KORBAN PADUAN ALUMINIUM PADA PELAT BAJA KAPAL AISI E 2512 TERHADAP LAJU KOROSI DI DALAM MEDIA AIR LAUT EFFECTIVENEES OF USING SACRIFICIAL ANODE OF ALUMINUM ALLOY FOR SHIP STEEL
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter
Lebih terperinciSp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA
PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang di dunia setelah Kanada. Di sepanjang pantai tersebut, yang potensil sebagai
Lebih terperincioaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI
&[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KEBERADAAN DAN PERKEMBANGAN KLASTER UKM FURNITUR DI JEPARA THE EXISTENCE AND DEVELOPMENT OF. SMEs FURNITURE CLUSTER IN JEPARA.
IDENTIFIKASI KEBERADAAN DAN PERKEMBANGAN KLASTER UKM FURNITUR DI JEPARA THE EXISTENCE AND DEVELOPMENT OF SMEs FURNITURE CLUSTER IN JEPARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Guna
Lebih terperinci