BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan (BTP) dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999, adalah : Bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Bahan tambahan pangan berdasarkan keberadaannya dalam makanan pada umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: 1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan untuk mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan. Contoh: pengawet, pewarna dan pengeras. 2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan, dapat pula merupakan residu dari bahan yang sengaja ditambahkan. Contoh: residu pestisida, antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklis (Cahyadi, 2009). Penambahan bahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen. Dampak 5

2 penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat dan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis bahan tambahan pangan berdasarkan dampak penggunaannya ada dua jenis, yaitu: GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman penggunaannya dan tidak bersifat toksik dan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya demi menjaga atau melindungi kesehatan (Cahyadi, 2009). Penggolongan bahan tambahan pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang, oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/MenKes/Per/IX/1988, disebutkan bahwa: Golongan bahan tambahan pangan yang diizinkan diantaranya sebagai berikut: antioksidan; antikempal; pengatur keasaman; pemanis buatan; pemutih dan pematang telur; pengemulsi, pemantap, dan pengental; pengawet; pengeras; pewarna; penyedap rasa dan aroma, penguat rasa; dan sekuestran. Selain itu, golongan bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan yaitu: natrium tetraborat; formalin; minyak nabati yang dibrominasi; kloramfenikol; kalium klorat;dietilpirokarbonat; nitrofuranzon; P-phenetilkarbamida; asam salisilat dan garamnya. 2.2 Pengawet Pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang ditambahkan secara sengaja kedalam makanan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/1988, disebutkan bahwa: Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas 6

3 mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Efektifitas dari bahan pengawet yang ditambahkan tergantung terutama pada konsentrasi bahan pengawet yang digunakan, komposisi bahan makanan dan tipe organisme yang akan dihambat (Buckle, 1987). Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan ditambahkan selama proses pengolahan sifatnya adalah menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan bukannya mematikan organismeorganisme pencemar. Oleh karena itu, sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis. Jumlah bahan pengawet yang diizinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk suatu jangka waktu tertentu, tetapi kurang efektif jika dicampurkan kedalam bahan-bahan pangan yang membusuk atau terkontaminan secara berlebihan (Nurwantoro, 1999). 2.3 Nitrit dan Nitrat Nitrit dan nitrat terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna putih dan kalium nitrit berwarna kuning atau putih dengan kelarutan dalam air yang cukup tinggi (Pratiwi, 2008). Garam nitrit atau nitrat selama dalam saluran pencernaan dapat mengalami perubahan oleh mikroba.yang terdapat di dalam makanan berasal dari pemakaian nitrit sebagai pengawet sekaligus pemberi warna cerah pada daging olahan (bacon) dan daging kaleng (Silalahi, 2006). Nitrit dan nitrat adalah senyawa nitrogen yang terdapat di alam. Kalium/natrium nitrit dan kalium/natrium nitrat (nitrit dan nitrat dalam bentuk 7

4 garamnya) telah digunakan dalam daging olahan (curing) selama berabad-abad di berbagai negara, termasuk Indonesia. Nitrit merupakan senyawa nitrogen yang reaktif. Sumber utama nitrit secara umum adalah makanan, terutama sayuran dan air minum. Hal yang perlu diperhatikan adalah pemakaian pupuk pada sayuran. Jika pupuk urea banyak digunakan, akan menyebabkan paparan pada manusia melalui sayuran, terutama sayuran yang berwarna hijau serta sayuran dari umbi dan air minum (Cassens, 1995). Sifat-sifat nitrit sebagai bahan pengawet, antara lain: a. Nitrit yang ditambahkan dalam bahan pangan sebelum bahan pangan tersebut dipanaskan bisa meningkatkan daya awet 10 kali lebih lama daripada bahan pangan dipanaskan terlebih dahulu selanjutnya ditambahkan nitrit. b. Selama penyimpanan mengakibatkan konsentrasi nitrit semakin menurun c. Sifat anti-botulinum nitrit tidak dipengaruhi oleh ph, kandungan garam, suhu inkubasi, jumlah spora Clostridium botulinum (Nurwantoro, 1999). Nitrit dan nitrat dapat terbentuk secara alamiah dalam lingkungan dan juga sengaja ditambahkan pada beberapa makanan olahan seperti daging olahan dan awetan dimana nitrit berfungsi sebagai pengawet dan pewarna. Nitrit dan nitrat sebagai pengawet makanan yang diizinkan, tetapi perlu diperhatikan penggunaannya dalam makanan agar tidak melampaui batas, sehingga tidak berdampak negatif bagi kesehatan manusia (Walters, 1996). 2.4 Nitrit dan Nitrat dalam Daging dan Hasil Olahannya Curing adalah suatu proses pengolahan yang dapat menghambat pertumbuhan organisme melalui penggunaan garam nitrit dan nitrat dan juga 8

5 berfungsi untuk mempertahankan warna daging. Manfaat melakukan curing adalah untuk mempertahankan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama proses pengolahan, serta memperlama masa simpan produk daging (Soeparno, 1992). Penggunaan nitrit dan nitrat dalam proses pengolahan daging dapat dikombinasikan. Namun, nitrat sudah tidak lazim penggunaannya didalam proses pengolahan daging, meskipun selama proses pengolahan nitrat dapat terbentuk secara tidak sengaja (Soeparno, 1998). Tujuan pengguanaan nitrit dalam pengolahan daging ialah menghambat pertumbuhan bakteri klostridium botulinum, memperthankan warna merah daging agar tampil menarik, dan juga sebagai pembentuk cita rasa (Nurwantoro, 1999). Penggunaan nitrit berdasarkan Permenkes No.722/Menkes/IX/1988, adalah: Batas maksimum penggunaan nitrit pada kornet daging sapi adalah 50 mg/kg dan pada daging olahan dan daging awetan termasuk daging asap adalah 125 mg/kg. Sedangkan penggunaan nitrat pada daging olahan dan daging awetan termasuk kornet dan daging asap memiliki batas maksimum yakni 500 mg/kg Daging Daging adalah merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan. Hewan-hewan yang khusus diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies mamalia seperti: sapi, kerbau, kambing domba dan babi dan berbagai spesies unggas seperti ayam, kalkun dan bebek atau itik (Koswara, 2009). Daging menempati kedudukan penting dalam menu makanan, karena rasanya lezat dan merupakan sumber zat gizi utama, yaitu protein (Moehyi, 9

6 1992). Protein merupakan salah satu komponen zat makanan yang penting bagi tubuh karena berperan dalam pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak dan sebagai bahan bakar dalam tubuh. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah dari oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebih akan membentuk methemoglobin yang berwarna coklat (Lawrie, 2003) Kornet Kornet daging sapi dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2006 adalah: Produk yang dibuat dari daging sapi segar atau beku, tanpa tulang, boleh dicampur dengan daging bagian kepala dan jantung yang memenuhi persyaratan dan peraturan berlaku, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diijinkan melalui proses curing dan dikemas dalam wadah kedap udara (hermetis) dan disterilkan. Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling dan bahan tambahan lainnya adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak gula (SNI, 2006). Cara pembuatan kornet daging sapi yaitu: daging sapi yang sudah digiling dimasukkan ke dalam mixer, lalu ditambahkan bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan dengan suhu rendah (10º-16ºC). Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120ºC dan tekanan 0,55 kg/cm 2, 10

7 selama 15 menit. Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air selama menit. Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas (Anonim, 2012) Burger Daging burger berasal dari daging sapi yang sudah digiling dan diberi bumbu garam, merica dan pala. Agar bentuknya agak kaku dan mudah dibentuk maka tambahan suwiran kecil roti tawar putih. Setelah daging giling dan bumbu terduk rata, masukkan kedalam plastik atau cetakan lonjong kemudian dikukus. Setelah matang iris sesuai selera tebal tipisnya (Momies, 2005). Penggunaan nitrit dalam pengolahan burger terutama berfungsi sebagai pengawet. Bahan utama dalam burger disamping daging murni, daging berlemak juga ditambahkan untuk memberi rasa lezat. Daging hewan yang berbeda akan memberikan rasa yang berbeda dan produk yang berbeda dalam perbandingan protein dan juga lemak daging (Kramlich, 1978). 2.5 Kadar Nitrit dan Nitrat dalam Daging Penelitian tentang penetapan kadar nitrit dalam daging olahan telah dilakukan sebelumnya. Diantaranya pada sampel kornet daging sapi, daging burger sapi dan sosis daging sapi. Metode yang dipakai pada pemeriksaan kornet daging sapi, daging burger sapi dan sosis daging sapi tersebut adalah spektrofotometri sinar tampak dimana digunakan pereaksi asam sulfanilat dan NED. Hasil pemeriksaan kadar nitrit dan nitrat pada daging olahan secara spektrofotometri sinar tampak dapat dilihat pada Tabel

8 Dari Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa pemeriksaan kadar nitrit (daging burger sapi dan sosis daging sapi) dan nitrat (sosis daging sapi, kornet daging sapi dan daging sapi asap) oleh Lusiana dan Matondang masih memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi karena kadarnya berada di bawah batas maksimum yang diizinkan yaitu 125 mg/kg (nitrit) dan 500 mg/kg (nitrat) sedangkan kadar nitrit kornet daging sapi (Rangkuti, 2008), burger daging sapi (Lestari, 2011) dan sosis daging sapi (Lusiana, 2013) melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh Permenkes No. 722/Menkes/IX/1988. Tabel 2.1 Hasil pemeriksaan kadar nitrit dan nitrat pada daging olahan secara spektrofotometri sinar tampak No Sampel Kornet daging sapi Burger daging sapi Sosis daging sapi Kornet daging sapi Daging sapi asap Kadar (mg/kg) Persyaratan Nitrit Nitrat (mg/kg) Rujukan 70,34-109,75-50 Rangkut i, ,65-109, Lestari, ,96-107, Lusiana, - 2,00-47, ,95-34, ,69-32, Matond ang, 6,63-17, ,73-6, Efek Positif Nitrit dan Nitrat Penggunaan nitrit dalam makanan olahan terutama bertujuan sebagai pengawet yang hingga saat ini efektif digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen terutama Clostridium botulinum (Lawrie, 2003). Mikroba patogen paling berbahaya yang terdapat di dalam daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridium botulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora dan/atau dengan cara 12

9 membentuk senyawa penghambat yang akan terbentuk bila nitrat dalam daging dipanaskan (Soeparno, 1992). Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa adalah sifat nitrit sebagai antioksidan yaitu nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan keton yang menyebabkan bau dan rasa tengik (Soeparno, 1992). Penambahan nitrit pada daging olahan dapat memberi warna merah yang menarik pada daging olahan. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah dari oksimoglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebih akan membentuk methemoglobin yang berwarna coklat (Lawrie, 2003). Nitrogen monoksida merupakan suatu radikal bebas yang dapat terjadi didalam tubuh, dapat terbentuk melalui reaksi antara nitrit dan/atau nitrat, serta mempunyai peran yang menguntungkan diantaranya: pengaturan fungsi sel dan viabilitas jaringan (Silalahi, 2006). Nitrogen monoksida juga berperan sebagai vasodilator karena merupakan mediator berbagai bentuk vasodilatasi yang mengatur tekanan darah, bronchodilator, dan juga berperan dalam sistim kekebalan (Silalahi, 2005). 2.7 Efek Negatif Nitrit dan Nitrat Nitrit dapat bereaksi dengan zat-zat yang ada dalam saluran pencernaan. Nitrit juga dapat terbentuk melalui reduksi nitrat oleh bakteri pada infeksi kelenjar kemih. Sintesa nitrit dan nitrat juga terjadi didalam jaringan tubuh mamalia oleh 13

10 bakteri heterotrop. Jika ph lambung meningkat, bakteri akan berkembang yang kemudian dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Nitrat diabsorbsi dengan cepat pada saluran pencernaan bagian atas, dan sebagian besar dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran melalui urin mempunyai waktu paruh sekitar 5 jam. Sebagian nitrat yang diangkut dalam darah dikeluarkan melalui kelenjar ludah. Nitrat yang berada dalam rongga mulut dapat direduksi menjadi nitrit oleh mikroba rongga mulut dan kemudian tertelan. Sebanyak 25% dari asupan nitrat dikeluarkan melalui kelenjar ludah. Sekitar 20% dari nitrat dalam kelenjar ludah direduksi menjadi nitrit, dengan demikian sekitar 5% dari seluruh asupan nitrat akan direduksi menjadi nitrit dalam ludah dan tertelan kembali (Cassens, 1995). Efek negatif dari nitrit dan Nitrat diantaranya yaitu dapat menyebabkan terjadinya methaemoglobinemia dan terbentuknya nitrosamin yang bersifat karsiogenik. 1. Methaemoglobinemia adalah dan berkurangnya kemampuan hemoglobin untuk mengangkut oksigen disebabkan karena hemoglobin terpapar oksidator, termasuk nitrit. Hemoglobin yang di dalamnya ferro (Fe 2+ ) diubah menjadi ferri (Fe 3+ ) menyebabkan kemampuan mengangkut oksigen berkurangdan dan warna darah menjadi coklat. Sebenarnya darah manusia secara normal mengandung methaemoglobin pada konsentrasi tidak melebihi 2%. Tetapi, jika kadarnya meningkat menjadi 20% dapat menyebabkan gangguan pada pengangkutan oksigen yang nyata, namun masih dapat ditoleransi. Darah yang mengandung methaemoglobin yang tinggi disebut methaemoglobinemia, terjadi gejala kulit biru (sianosis), sesak napas, mual dan muntah, serta shock. Kematian dapat terjadi jika kadar methaemoglobin mencapai 70% (Hill, 1996). 14

11 2. Penggunaan nitrit dan nitrat sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Mirvish, 2008). Senyawa nitrosamin yang dihasilkan dari reaksi nitrit dengan amin sekunder merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Nitrosamin terbentuk melalui reaksi kimia antara agen nitrosasi dan senyawa amin yang mudah dinitrosasi. Pada umumnya, prekursor (bahan baku) pembentuk nitrosamin adalah amin sekunder dan tertier. Agen nitrosasi yang paling penting dalam pembentukan nitrosamin adalah N2O3 yang mudah terbentuk dari nitrit dalam suasana asam sebagai berikut: NO H + HNO 2 HNO2 + H + H2NO2 + H 2 NO NO 2 - N 2 O 3 + H 2 O N2O3 bereaksi dengan pasangan elektron bebas yang ada pada amin sekunder membentuk nitrosamin. R2NH + N2O3 R2N N=O + HNO2 (Winarno, 1992). Kondisi ph juga berpengaruh terhadap reaksi kimia yang dapat berlangsung. Kondisi ph yang optimum untuk nitrosasi senyawa amin sekunder berkisar antar 2,5 dan 3,5 (Winarno, 1992). Amin-amin sekunder yang paling banyak ditemukan dalam daging adalah piperidin, dietil amin, pirolidin, dan dietil amin (Lawrie, 2003). 15

12 Untuk mencegah terbentuknya nitrosamin maka dianjurkan untuk menambahkan zat yang dapat menghambat proses tersebut misalnya penambahan vitamin C dan vitamin E (Cassens, 1995). 2.8 Analisis Nitrit dan Nitrat Analisis Secara Kualitatif Pemeriksaan kualitatif nitrit dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi asam sulfanilat dan N-(1-naftil) etilen dihidroklorida (NED). Larutan yang mengandung nitrit dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes asam sulfanilat dan NED lalu dikocok, dibiarkan beberapa menit, terbentuk warna ungu merah (Vogel, 1979). HSO 3 NH 2 +HNO 2 HSO 3 N + Cl+ 2H 2 O Asam sulfanilat N Garam diazonium HSO 3 N + Cl + NHCH 2 CH 2 NH 2 N Garam diazonium NED HSO3 N = N NHCH2CH2NH2 + HCl Senyawa azo (merah) Reaksi antara nitrit dengan asam sulfanilat dan NED (Roth dan Gottfried, 1998). 16

13 Pemeriksaan kualitatif nitrat dapat dilakukan dengan mereduksi nitrat menjadi nitrit menggunakan logam Zn, pereaksi asam sulfanilat dan NED. Larutan yang mengandung nitrat direduksi menjadi nitrit dengan cara ke dalam filtrat dimasukkan sedikit logam Zn dalam larutan asam asetat. Kemudian nitrat dapat dideteksi memakai pereaksi asam sulfanilat dan NED, warna ungu merah menunjukkan adanya nitrat Analisis Secara Kuantitatif Penetapan kadar nitrit dan nitrat dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri sinar tampak dan volumetrik, yaitu permanganometri dan serimetri (Hess, 2000) Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tesebut akan menyerap radiasi elektromagnetik. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi (Rohman, 2007). Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal sel dan konsentrasi larutan serta berbanding terbalik dengan transmitan. Cara kerja alat spektrofotometer sinar tampak ini adalah dimana sinar dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator kemudian cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui 17

14 blanko dan sampel dengan sebuah cermin berotasi. Kedua cahaya lalu bergantian berubah arah karena pemantulan dari cermin yang berotasi secara kontinyu. Detektor menerima cahaya dari blanko dan sampel secara bergantian secara berulang-ulang. Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dibandingkan antara sampel dengan blanko (Rohman, 2007). Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif dan radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yang diamati,dengan kata lain warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati, (Harris, 1982). Daftar tabel panjang gelombang dan warna komplementernya dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Daftar panjang gelombang dan warna komplementer Panjang Gelombang Serapan Maksimum (nm) Warna yang Diserap Warna yang Diamati Lembayung (violet) Kuning kehijauan Biru violet Kuning Biru Jingga Hijau kebiruan Merah Hijau Lembayung (violet) Hijau kekuningan Ungu Kuning Biru violet Jingga Biru Merah Hijau kebiruan Ungu Hijau Sumber: Harris, D.C (1982) Metode spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif nitrit dengan pereaksi asam sulfanilat dan NED yang membentuk warna ungu merah dan dapat diukur dengan panjang gelombang maksimum 540 nm (Hess, 2000). Metode ini berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin 18

15 primer aromatik dikopling dengan NED. Dengan adanya nitrit maka akan menghasilkan senyawa yang berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Pada analisis menggunakan alat spektrofotometer sinar tampak dapat dilakukan pemilihan panjang gelombang dan pembuatan kurva kalibrasi. Waktu kerja (operating time) digunakan untuk mengetahui kapan pengukuran dilakukan karena pembentukan warna paling stabil terjadi pada rentang waktu tersebut. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorban larutan. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang memiliki absorbansi maksimum dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Kurva kalibrasi menunjukkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi baku sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Persamaan regresi ini dipakai untuk menghitung kadar analit dalam sampel (Rohman, 2007). Logam Zn dapat dipakai untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit. Prosedur yang umum dilakukan untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit menggunakan reduktor logam Zn dan penentuan hasil nitrit berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin primer aromatik dikopling dengan NED. Dengan adanya nitrit akan menghasilkan senyawa berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Maka kadar nitrat adalah selisih total nitrit sebelum reduksi dengan nitrit sesudah reduksi (Vogel, 1990) 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daging Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Pada makanan terdapat senyawa-senyawa yang diperlukan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dan dapat memulihkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging (kadang-kadang dari ikan)

BAB II LANDASAN TEORI. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging (kadang-kadang dari ikan) digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Sosis Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging (kadang-kadang dari ikan) yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sosis berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang berarti digarami atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sosis berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang berarti digarami atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosis Sosis berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang berarti digarami atau daging yang disiapkan melalui penggaraman. Sosis adalah produk daging giling yang dimasukkan ke

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan nitrit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan nitrit digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan nitrit dan juga untuk menetapkan kadar nitrit dalam sosis bermerek yang beredar di Surakarta.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003). Daging dapat dibagi dalam dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003). Daging dapat dibagi dalam dua BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daging Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food additive) saat ini sering ditemui pada makanan dan minuman. Salah satu bahan tambahan pada makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali, merupakan konsumen pangan. Pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Oleh karena tingkat pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau mencegah tumbuhnya mikroorganisme, sehingga tidak terjadi proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau mencegah tumbuhnya mikroorganisme, sehingga tidak terjadi proses 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Zat Pengawet 1. Definisi zat pengawet Zat pengawet adalah bahan yang ditambahkan dengan tujuan menghambat atau mencegah tumbuhnya mikroorganisme, sehingga tidak terjadi proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk menganalisa kandungan bahan pengawet nitrit dan yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makanan Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kusharisupeni (2010) menyatakan bahwa pola makan vegetarian telah banyak diadopsi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari jumlah vegetarian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyebutkan bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO. Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1

ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO. Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1 ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan MATA PELAJARAN : PRAKARYA Kelas : IX SEMESTER : II Tema : Pengolahan Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Siswa mampu: 3.3 menganalisis prinsip perancangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 523.927 ton, hasil tersebut meningkat dibandingkan produksi daging sapi pada tahun 2014 yang mencapai 497.670

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS OLEH NAMA : RAHMAD SUTRISNA STAMBUK : F1F1 11 048 KELAS : FARMASI A JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. amino, protein dan asam nukleat pada makhluk hidup. Siklus nitrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. amino, protein dan asam nukleat pada makhluk hidup. Siklus nitrogen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Nitrogen Nitrogen adalah unsur yang paling penting dalam pembentukan asam amino, protein dan asam nukleat pada makhluk hidup. Siklus nitrogen menjelaskan tentang perubahan

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). Lampiran 1. Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel Gambar 1. Sampel Brokoli Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). 45 Lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN 1 MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN Pengalengan Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengertian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu jenis ikan olahan yang dikemas dalam kaleng. Ikan tuna memiliki kualitas daging yang sangat baik, lembut, dan lezat, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bubur kacang hijau Bubur kacang hijau adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kacang hijau dengan perebusan, penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga didapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 39 BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 3.1. Alat-alat dan bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Lampu hallow katoda - PH indikator universal - Alat-alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Nitrogen Sumber utama nitrogen didalam tanah berasal dari berbagai sumber. Sumber utama adalah dari nitrogen bebas di atmosfir, hasil dekomposisi bahan organik, loncatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan protein. Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan ataupun penggantian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minuman Sari Buah 1. Definisi Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Penentuan Kadar Glukosa Darah

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Penentuan Kadar Glukosa Darah LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA Penentuan Kadar Glukosa Darah Oleh : Kelompok 4 - Offering C Desy Ratna Sugiarti (130331614749) Rita Nurdiana (130331614740)* Sikya Hiswara (130331614743) Yuslim Nasru S. (130331614748)

Lebih terperinci

Harryara Sitanggang

Harryara Sitanggang IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu: PENDAHULUAN Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorbans suatu sampel yang dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat dan hampir setiap hari dijumpai dalam makanan sehari hari. Di Cina, tahu sudah menjadi daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Bahan makanan umumny mudah rusak (perishable). Perhatikan saja, buah-buahan dan sayuran yang kita panen. Kita dapat melihat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya dan merupakan sumber penting protein hewani. Konsumsi daging ayam mencapai hingga 30% dari konsumsi daging

Lebih terperinci

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga kesadaran dan kemampuan masyarakat sebagai konsumen juga masih

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu penyedia sumber bahan pangan memiliki banyak macam produk yang dihasilkan. Salah satu produk pangan yang berasal dari peternakan yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Pada umumnya bahan pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Pada umumnya bahan pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pangan Pangan adalah bahan (biasanya berasal dari hewan dan tumbuhan) yang dimakan/diminum oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Pangan yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

TES HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah disediakan

Lebih terperinci

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA A. TUJUAN 1. Mempersiapkan larutan blanko dan sampel untuk digunakan pengukuran panjang gelombang maksimum larutan sampel. 2. Menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN

BAB IV HASIL PENGAMATAN BAB IV HASIL PENGAMATAN 4.1 Absorbansi Panjang Gelombang Maksimal No λ (nm) Absorbansi 1 500 0.634 2 510 0.555 3 520 0.482 4 530 0.457 5 540 0.419 6 550 0.338 7 560 0.293 8 570 0.282 9 580 0.181 10 590

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori PERCOBAAN III A. Judul : Penetapan Besi secara Spektrofotometri B. Tujuan : dapat menetapkan kandungan besi dalam suatu sampel dengan teknik kurva kalibrasi biasa dan teknik standar adisi. C. Dasar Teori

Lebih terperinci

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Tahap Awal Proses Pengolahan (1) Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sayur-sayuran berupa bagian dari tanaman

BAB I PENDAHULUAN. semua itu sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sayur-sayuran berupa bagian dari tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayur-mayur merupakan makanan yang sangat menyehatkan bagi tubuh karena memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizinya meliputi mineral, lemak,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani 25010113140382 Gresi Amarita Rahma 25010113140400 Indana Aziza Putri 25010113130406 Aprilia Putri Kartikaningsih 25010113130415 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

SPEKTROFOTOMETRI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

SPEKTROFOTOMETRI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. SPEKTROFOTOMETRI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. PENGERTIAN SPEKTROFOTOMETRI SPEKTROFOTOMETER JENIS SPEKTROFOTOMETER PRINSIP KERJA UV-Vis MENENTUPAN λ MAKSIMUM MEMBUAT KURVA STANDAR ANALISA SAMPEL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut

I. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan pangan pada umumnya mudah mengalami kerusakan apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak dan relatif murah harganya. Daging ayam mengandung 22 persen protein dan 74 persen air dalam 100 gram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat di Indonesia. Berdasarkan data statistik, produktivitas ubi jalar pada tahun 2015 mencapai

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( ) Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari (08312244013) PRODI PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2012 DEFINISI BTP Bahan Tambahan Pangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER A. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa dapat membuat kurva kalibrasi 2. Mahasiswa mampu menganalisis sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer 3. Mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, bukan merupakan bahan khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci