BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disiplin seni beladiri populer di Jepang. Selain karate negara Jepang memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disiplin seni beladiri populer di Jepang. Selain karate negara Jepang memiliki"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Permasalahan Karate adalah sebuah disiplin seni beladiri yang berasal dari negara matahari terbit yaitu Jepang. Beladiri ini merupakan salah satu dari banyak disiplin seni beladiri populer di Jepang. Selain karate negara Jepang memiliki puluhan jenis beladiri lain di antaranya: Judo, Jujutsu, Aikido, Aikijutsu, Iaido, Iaijutsu, Shorinji Kempo, Kendo, Kenjutsu, Naginata, Kyuudo, dan Kyuujutsu. Jika melihat beberapa seni beladiri yang ada di Jepang secara umum dibagi menjadi dua, yaitu beladiri yang diakhiri dengan kata Do dan beladiri yang diakhiri dengan kata jutsu, Gichin Funakoshi pendiri aliran karate Shotokan sekaligus bapak dari karate secara umum menjelaskan bahwa karate yang berakhiran Do menekankan pada konsep-konsep ideal dan dipahami sebagai sebuah jalan way of life sedangkan yang berakhiran jutsu dipahami sebagai sebuah teknik bertarung (tool of fight) atau sebagai teknik membunuh (tool of killing) (Egami, 1986: 9-10). Beberapa aliran beladiri di Jepang yang menggunakan kata Do lebih menekankan pada aspek-aspek filosofis, jadi bukan hanya melatih fisik sebagai bentuk substantif seni beladiri tetapi juga melatih jiwa sebagai bentuk esensial 1

2 2 dari seni beladiri itu sendiri. Pada umumnya sebagai salah satu beladiri yang termasyhur di Jepang karate memiliki sejarah yang panjang dan berakar pada beberapa prinsip pemikiran Timur yang berpadu dengan etika bushido sebagai semangat yang mendasar dalam praktik kehidupan dan disiplin saat latihan. Kata Do sendiri jika dibaca dalam cara baca Cina maka akan berbunyi Dao/Tao yang secara harfiah berarti jalan, jalan di sini selalu erat kaitannya dengan aspek-aspek kosmis, sehingga para praktisi karate dari aliran apapun sering melakukan latihan di gunung, sungai, dan pantai. Hal demikian dilakukan agar pikiran, tubuh, dan jiwa dapat selaras dengan alam. Sangat terlihat bahwa beladiri Jepang yang diakhiri dengan kata Do banyak terpengaruh pemikiran Timur yaitu Taoisme karena ajaran Taoisme menekankan manusia agar mencapai kemanunggalan dengan alam (Creel, 1990: 107). Secara umum karate dibagi menjadi dua kubu yaitu karate tradisional yang cenderung memiliki bentuk kuda-kuda yang panjang dan karate modern yang cenderung memiliki bentuk kuda-kuda yang lebih pendek. Kemudian yang menjadi ciri khas yang mencolok dari kedua aliran tersebut terlihat pada cara bertarungnya atau dalam bahasa Jepang disebut sebagai kumite. Dalam karate tradisional yang masuk dalam keanggotaan World Karate Federation (WKF) seperti Shotokan, Shito Ryu, Wado Ryu, dan Goju Ryu secara umum kumite dilakukan dengan menggunakan beberapa perlengkepan seperti pelindung tangan, gum shields (karet penahan gigi), dan pelindung selangkangan. Kemudian sabuk yang digunakan tidak menggunakan sabuk tingkatan yang disandang oleh karateka yang hendak melakukan kumite melainkan di bedakan menjadi dua yaitu

3 3 warna merah dan biru dengan sistem point dan tidak boleh menciderai atau membahayakan lawan, jika hal tersebut terjadi, maka karateka yang melakukan hal tersebut diberikan peringatan (chui), jika peringatan diberikan lebih dari tiga kali, maka karateka tersebut akan didiskualifikasi (Gunawan, 2007: 22-23). Aliran karate modern seperti kyokushinkai, seidokai, dan ashihara yang identik dengan istilah full contact karate style menggunakan sistem kumite yang menekankan pada kontak langsung tanpa perantara dan pelindung, pelindung hanya digunakan di area selangkangan (groin protector). Pelindung seperti shin protector, glove, dan head protector hanya digunakan bagi anak-anak dibawah umur. Meski keras dan terkesan brutal tetap ada peraturan bagi para karateka aliran modern dalam melakukan kumite, larangan tersebut adalah tidak diperbolehkannya untuk menyerang bagian vital seperti kemaluan dan persendian, menyerang kepala diperbolehkan dengan syarat menggunakan serangan kaki, serangan tangan secara langsung ke wajah tidak diperbolehkan. Tidak ada sistem point dalam aturan ini, karateka dianggap menang jika lawannya mengalami cidera, memperlihatkan rasa sakitnya, menyerah dan merasa tidak lagi sanggup melanjutkan pertarungan. Jika dalam waktu yang ditentukan kedua karateka masih bertahan maka hasil pertandingan akan ditentukan dari seberapa agresif mereka dalam melakukan kumite, jadi jika salah satu karateka dianggap lebih agresif dari lawannya, maka yang lebih agresif akan dinyatakan menang melalui hantei, namun jika sampai akhir kumite keduanya dianggap sama-sama agresif dan dinyatakan seri (draw), maka akan ada babak tambahan sampai ada yang dinyatakan lebih agresif. Sistem kumite dalam karate modern sering disebut

4 4 sebagai knockdown karate kerena sering kali hasil pertandingan antara kedua karateka yang melakukan kumite diakhiri dengan KO atau TKO, sehingga menambah kesan bahwa karate adalah beladiri keras (Tanpa Nama, 2013: Tanpa Halaman). Gambaran singkat mengenai aliran karate modern seperti aliran Kyokushinkai yang menganut sistem full contact kumite menekankan pada substansi seni beladiri pada umumnya dan karate pada khususnya, yang menuntut para praktisinya agar berani dalam melakukan pertarungan senyata mungkin dengan realitas pertarungan yang sesungguhnya. Hal tersebut dimaksudkan agar para praktisi memahami tentang diri (self), seberapa jauh seseorang memahami dirinya, emosinya, ketakutannya, keberaniannya, dan kapasitasnya. Tak jarang jika seseorang yang awam diminta untuk melakukan kumite atau pertarungan dengan sistem full contact banyak yang tidak sanggup dan tak cukup nyali untuk melakukannya karena takut akan cidera dan rasa sakit yang akan dialami. Sistem full contact karate yang dipelopori oleh aliran Kyokushinkai memiliki sandaran filsofis bahwa karate atau beladiri secara umum bukanlah suatu jalan atau cara untuk menghindari rasa sakit tetapi menerima rasa sakit yang akan ditimbulkan dalam suatu pertarungan, karena beberapa tradisi dan aliran beladiri lain mulai melupakan esensi dari beladiri itu sendiri, sehingga para praktisi berlatih terlalu aman dan tidak siap dengan realitas, terutama rasa sakit. Rasa sakit di sini bukan hanya dipahami sebagai rasa sakit dalam konteks materi saja seperti benturan fisik, melainkan juga rasa sakit yang konteksnya immaterial yang bersifat abstrak dalam kehidupan sehari-hari. Layaknya beladiri Jepang yang lain

5 5 karate modern yang menganut sistem full contact kumite system banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat Timur seperti, Taoisme, Neo-Konfusianisme, dan Buddhisme Zen. Hal itu terlihat dari berbagai aspek terutama dalam memahami realitas, dan yang sangat mencolok adalah pemahaman mengenai rasa sakit yang banyak dipengaruhi oleh Buddhisme Zen. Buddhisme Zen merupakan salah satu sekte dalam agama Buddha yang menjadikan meditasi sebagai fungsi yang paling spesial dan utama, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Buddha Sakyamuni dalam upayanya memperoleh pencerahan, dengan bermeditasi di bawah pohon bodhi selama enam hari dan enam malam. Pencerahan yang didapatkan oleh sang Buddha tersebut adalah penjelasan mengenai bagaimana seseorang dapat terbebas dari penderitaan dan keterbatasan (Leggett, 1960 :13). Zen adalah salah satu aliran Buddha Mahayana. Kata Zen berasal dari bahasa Jepang. Dalam bahasa Sansekerta adalah Dhyana, di Cina dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi. Buddhisme Zen memberikan fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan. Menurut Koesbyanto, dalam perkembangannya, Buddhisme Zen di Jepang terbagi dalam dua aliran yaitu Soto Zen dan Rinzai Zen. Aliran Soto mengembangkan ajaran pencerahan yang hening. Ciri aliran ini adalah ketenangan, menekankan kerja dalam keheningan serta 'kepatuhan'. Metode yang dilakukan untuk mencapai ketenangan adalah melalui zazen, yaitu meditasi dalam posisi duduk bersila. Aliran Rinzai berusaha mencapai penerangan dengan menggunakan metode penerangan cara koan dan mondo. Koan dan mondo merupakan usaha untuk mencapai penerangan secara

6 6 aktif. Aliran ini memiliki sifat yang lebih dinamis dan aktif dibandingkan dengan aliran-aliran Buddhisme Zen lainnya (Jobs, 2015: 1). Koan adalah suatu problem semacam teka-teki, kecuali untuk pikiran yang sadar (tercerahkan) koan biasanya terdiri dari satu kata atau frasa tanpa arti, atau sebanyak pernyataan yang tampaknya nonsense dari sudut pandang umum, namun koan bertindak sejenis cantelan yang dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sehingga dapat menyisihkan pemikiran-pemikiran yang salah dan pertimbanganpertimbangan intelektual. Contoh-contoh koan yang diberikan kepada para pemula adalah Mu, yang secara literal berarti tidak ada apa-apa, Sekishu, yang berarti suara satu tangan, soku shin soku butsu, artinya satu pikiran, satu buddha Honrai no memmoku bagaimana wujud aslimu sebelum ayah dan ibumu memperanakkan kamu? dan Nanimono ka immoni kita aru?, yang berarti darimana Anda datang? (Kapleau, 1989: 144). Hal terpenting dalam praktik hidup Buddhisme Zen adalah zazen. Zazen adalah suatu praktik meditasi dalam Buddhisme Zen. Secara umum meditasi ini dilakukan dengan cara bersila atau duduk bersimpuh dengan kedua lutut ditekuk, kemudian tangan berada di atas lutut dengan posisi tangan kiri dan tangan kanan bersentuhan atau tangan berada dan menempel pada paha. Dalam zazen terdapat semacam pemahaman mendasar tentang segala realitas, hal tersebut dijelaskan oleh Shunryu Suzuki (1973: 25) sebagai berikut: Pemahaman tentang segala yang ada bukanlah satu (monisme), bukan juga dua (dualisme). Tubuh juga tidaklah satu, tidak juga dua. Pikiran juga tidaklah satu dan tidak juga dua, jika kamu berfikir demikan itu adalah sebuah kesalahan. Tubuh dan pikiran kita adalah satu dan dua. Pada umumnya kita berfikir bahwa sesuatu itu tidak satu, tetapi lebih dari satu;

7 7 itu tidaklah tunggal tetapi plural. Tetapi dalam pengalaman aktual, hidup kita tidak hanya plural, ada juga yang tunggal. Karena tiap-tiap yang satu dan yang dua, memiliki bagian yang berfungsi ter-independensi dan terdependensi. Praktik zazen ini banyak diadopsi oleh beladiri Jepang sebagai media untuk mendapatkan kejernihan pikiran, ketenangan batin, dan ketajaman intuisi. Dalam karate sendiri praktik ini dilakukan dengan duduk bersimpuh (seiza) proses tersebut dimulai dengan aba-aba mokusho! yang berarti meditasi di mulai dan diakhir dengan aba-aba mokusho yame! Yang berarti meditasi selesai. Praktik ini biasanya dilakukan ketika hendak memulai latihan dan mengakhiri latihan yang dimaksudkan agar karateka memahami dengan sesadar-sadarnya mengenai eksistensi diri dan mengintrospeksi segala kekurangan dan kelemahannya baik di dalam maupun di luar Dojo. Seorang master dari Matsubayashi Ryu Karate yaitu Shoshin Nagamine (1990: ) menjelaskan: bahwa karate dan Zen adalah satu kesatuan, hal tersebut tidak dapat dipisahkan, jika seseorang mempelajari karate secara mendalam secara tidak langsung juga mendalami dan mempraktikkan Zen dalam kehidupannya. Penjelasan selanjutnya yang paling tendensius dalam Buddhisme Zen mengenai kehidupan manusia adalah tentang mortalitas atau kematian. Setelah bertahun-tahun manusia hidup tentunya akan mengalami apa yang dinamakan kematian, ketika kematian datang biasanya manusia akan berpikir bahwa itulah akhir dari kehidupan, hal tersebut adalah sebuah pemahaman yang salah. jika berpikir bahwa diri tidak mati, itu juga sebuah pemahaman yang salah. Mati sekaligus hidup itulah sebuah kebenaran. Seseorang akan berkata bahwa jiwa atau

8 8 roh akan tetap hidup abadi, dan yang mati hanyalah tubuh, hal tersebut juga bukanlah merupakan sebuah kebenaran yang mutlak dan hakiki, antara tubuh dan jiwa keduanya dalam waktu yang sama berakhir atau mati, namun dalam waktu yang bersamaan keduanya tetap ada dan abadi (Suzuki, 1973: 25). Rasa sakit merupakan hal yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Hal tersebut merupakan kodrat manusia sebagai makhluk materi. Bahkan dalam Buddhisme sebagai salah satu aliran filsafat sekaligus suatu gerakan spiritual menjelaskanan bahwa hakikat manusia itu adalah menderita secara eksistensi. Mudji Sutrisno (1993: 22-23) mengatakan dalam Buddhisme ada sebuah konsep yang disebut sebagai empat kebenaran luhur yang isinya sebagai berikut : a. Hidup adalah menderita (dukkha) b. Penderitaan atau sengsara itu ada sebabnya (samudaya) c. Sengsara bisa diatasi dengan melenyapkan keinginan (nirodha) d. Mengatasi sebab-sebab derita itu terdiri dari delapan jalan (marga) mengenai delapan jalan (marga) Mudji Sutrisno (1993: 22-23) menjelaskan lebih lanjut bahwa kehidupan manusia harus berpijak pada delapan cara untuk membebaskan diri dari derita di antaranya: 1) Memandang dengan benar (samma ditthi) 2) Memecahkan (masalah) dengan benar (samma sankappa) 3) Berbicara dengan benar (samma vaca) 4) Bertindak dengan benar (samma kammanta)

9 9 5) Hidup dengan benar (samma ajiva) 6) Berikhitiar dengan benar (samma vayama) 7) Berpikir/bernalar dengan benar (samma sati) 8) Berkonsentrasi/bermeditasi dengan benar (samma samadhi) Manusia selalu memiliki kegiatan rutin hampir diseluruh kesempatan hidupnya, seluruh kegiatan itu merupakan sebuah kegiatan dengan motif-motif yang kemudian menjadi identitas dari indivudu tersebut. salah satu faktor utama yang menjadi latar belakangnya adalah kehendak yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar. Sigmund Freud seorang filsuf sekaligus psikolog dari lingkaran Vienna menjelaskan bahwa alam bawah sadar merupakan sumber dorongan jasmaniah yang paling mendasar (Pals, 2012: 87). Dari pernyataan Freud tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa motif bukan hanya satunya alasan bagi manusia untuk bertindak, ada faktor lain yaitu alam bawah sadar. Peneliti ingin memberikan sebuah perspektif baru mengenai hakikat beladiri, karena dalam pemikiran masyarakat pada umumnya ketika mendengar kata beladiri biasanya yang muncul adalah persepsi bahwa beladiri haruslah aman dan bebas cidera, secara implisit hal ini menjelaskan bahwa beladiri haruslah sebisa mungkin menghindari rasa sakit. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman bahwa beladiri tidak selamanya demikian. Beladiri adalah sebuah upaya pertahanan karena dalam sebuah pertarungan kemungkinan cidera bahkan kematian sangat mungkin untuk terjadi, sehingga pembiasaan terhadap keadaan genting dan kemungkinan yang demikian haruslah dibiasakan

10 10 melalui metode dan latihan. Metode tersebut adalah metode full contact dalam beladiri Kyokushinkai Karate. 2. Rumusan masalah Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya maka permasalahan pokok yang akan diambil adalah: a. Apa itu makna rasa sakit dalam Kyokushinkai Karate? b. Apa yang dimaksud dengan Buddhisme Zen? c. Bagaimana tinjauan Buddhisme Zen terhadap Kyokushinkai Karate dalam memaknai rasa sakit? 3. Keaslian penelitian Fokus penelitian ini adalah melihat bagaimana para praktisi karate aliran Kyokushinkai dalam memaknai rasa sakit baik ketika berlatih di dalam Dojo dan dalam kehidupan sehari-hari di luar Dojo, dengan Buddhisme Zen sebagai refleksi dalam melihat realitas para praktisi karate aliran Kyokushinkai. Sejauh ini peneliti sudah melakukan penelusuran terhadap skripsi, buku, dan jurnal yang mungkin memiliki kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, namun tidak ditemukan kesamaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti masih sangat orisinil. Adapun penelitian yang

11 11 menggunakan objek formal yang sama ataupun objek material yang mirip antara lain: a. Bakti Karnoaji Konsep Pengetahuan dalam Buddhisme Zen menurut Lin-Chi Lu. Skripsi Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menjelaskan Buddhisme Zen sebagai salah satu epistemologi dalam perspektif salah satu filsuf Cina-Kontemporer yaitu Lin-Chi Lu. b. Dika Hadijayanto S Sejarah dan Perkembangan Karate Shoutoukan serta Prospeknya di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Skripsi Jurusan Sastra Jepang. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menjelaskan mengenai perkembangan karate aliran Shotokan mulai dari Jepang sampai dengan di Sleman, Yogyakarta. Basis pengambilan data dari penelitian ini adalah UKM karate Inkai Universitas Negeri Yogyakarta dan UKM karate Inkai Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. c. Eko Winarno Etika Bushido dalam Seni Beladiri Karate (Studi Kasus: Aliran Karate Shotokan). Skripsi Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menjadikan karate aliran Shotokan sebagai objek formal dan menjelaskan bagaimana hubunganya dengan etika bushido sebagai sistem moral yang dipegang oleh kaum Samurai feodal di Jepang. d. Firman Adi Juwono Makna Pencerahan dalam Zen-Buddhisme. Skripsi Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini memberikan penjelasan yang cukup mendalam tentang metode-metode Buddhisme Zen

12 12 dalam mencapai kesempurnaan dan kecerahan intuisi serta pemahamaan mengenai eksistensi diri. e. Riza Vutri Japan Karate Assosiation (JKA) sebagai Aktor Transnasional dalam Mendukung Diplomasi Budaya Jepang melalui Olahraga di Indonesia. Skripsi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menjelaskan JKA sebagai salah satu organisasi yang mewadahi karate aliran Shotokan di Jepang yang juga berperan dalam membangun diplomasi di bidang kebudayaan antara Jepang dengan negara-negara lain salah satunya Indonesia. f. Marcella W.T Mamengko Nilai Zen-Buddhisme dalam Seni Beladiri Karate. Skripsi Jurusan Sastra Jepang. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia. Skripsi ini menjelaskan bagaimana pengaruh Buddhisme Zen terhadap perkembangan karate secara umum. Skripsi ini memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, namun yang membedakannya adalah pada objek materinya, jika dalam skripsi ini menyoroti perkembangan karate secara umum, sedangkan skripsi yang dikerjakan oleh peneliti ini, menjadikan rasa sakit sebagai efek dari latihan dan pengalaman-pengalaman kodrati manusia yang berhubungan dengan pemaknaan rasa sakit dan penderitaan sebagai objek materinya.

13 13 4. Manfaat penelitian Penelitian berjudul Tinjauan Buddhisme Zen Terhadap Makna Rasa Sakit dalam Kyokushinkai Karate (Studi Kasus: Dojo-Dojo di Yogyakarta) ini bermanfaat untuk: a. Untuk Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah Ilmu dan pengetahuan mengenai olahraga karate pada umumnya dan aliran Kyokushinkai pada khususnya. Selain itu penelitian ini juga dilakukan agar dapat memberikan penjelasan deskriptif dan Ilmiah mengenai hubungan rasa sakti sebagai dampak benturan fisik dan relasinya dengan pengalaman pribadi yang sifatnya psikis secara personal yang dialami oleh para praktisi karate aliran Kyokushinkai dalam perspektif Buddhisme Zen. Buddhisme Zen sebagai filsafat yang pragmatis juga dapat digunakan sebagai media kontemplasi untuk mendapatkan ketenangan batin dan ketajaman intuisi. b. Untuk Ilmu Filsafat Bagi ilmu filsafat, hasil penelitian ini dapat memberi gambaran mengenai Buddhisme Zen sebagai salah satu filsafat praktis yang menawarkan seperangkat metode untuk mencapai ketenangan dan ketajaman intuisi. Penelitian ini juga akan memperkaya pemahaman tentang filsafat yang berkembang di Timur. c. Bagi Pembangunan dan Masyarakat Bagi pembangunan dan masyarakat hasil penelitian ini akan memberi pemahaman yang komprehensif tentang relasi antara Buddhisme Zen sebagai

14 14 salah satu aliran filsafat yang mendasari karate aliran Kyokushinkai sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang utuh mengenai relasi antara keduanya. Selain itu hasil penelitian ini juga akan memberikan semacam refleksi terhadap masyarakat mengenai cara membebaskan diri dari penderitaan dalam perspektif Buddhisme Zen. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan dan membuat sistematisasi Kyokushinkai Karate dalam memaknai rasa sakit. 2. Mendeskripsikan dan membuat sistematisasi berkaitan dengan paham Buddhisme Zen. 3. Menelaah bagaimana tinjauan Buddhisme Zen terhadap makna rasa sakit dalam Kyokushinkai Karate. C. Tinjauan Pustaka Rasa sakit merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Simon Blackburn (2013: 633) menjelaskan bahwa rasa sakit adalah suatu pengalaman pereduksian menurut perilaku. Meski rasa sakit jelas-jelas memiliki konsekuensi bagi perilaku seperti rasa tidak nyaman, rasa terganggu, dan kadang tidak berdaya. Permasalahan ini pada dasarnya adalah permasalahan yang

15 15 paling mendasar mengenai hubungan jiwa dan tubuh mind and body problem bahwa jiwa dipahami sebagai bagian dari manusia yang posisinya terpisah dari tubuh, oleh karena itu rasa sakit yang dialami oleh fisik tidak ada hubungannya dengan jiwa (Blackburn, 2013: 562). Jiwa dipahami sebagai aku yang non-material yang memiliki pengalaman sadar, pengendalian hasrat, keinginan, tindakan, dan mengandung identitas sempurna sejak lahir (atau sebelumnya) hingga kematian (atau sesudahnya) (Blackburn, 2013: 821). Jika dihubungkan dengan doktrin Buddhisme apa yang melekat pada jiwa seperti keinginan, dan tindakan merupakan akar dari penderitaan bahkan dalam keadaan diam pun manusia tetap menderita, itulah mengapa sisi lain dari pesimisitas tersebut bertransformasi menjadi optimisitas yang mengharusakan manusia agar tetap berusaha dan berjuang untuk terbebas (Suzuki, 1962: ). Penderitaan dan rasa sakit juga dipahami sebagai buah karma, sekecil apapun yang dilakukan oleh manusia hal tersebut akan menimbulkan karma. Berbuat baik sekecil apapun akan mendapat balasan, bahkan berbuat buruk meski sedikit dan terlihat sangat sepele itu pun akan dibalas. Karma merupakan sebuah konsekuensi dari tindakan manusia. Karma bersumber dari tindakan melalui rasio manusia, namun ada bagian dari diri manusia yang tidak bersumber dari karma yaitu hati. Hati sebagai sumber intuisi cenderung akan mempertimbangkan suatu tindakan sedangkan niat yang melatarbelakangi suatu tindakan berasal dari rasio manusia yang merefleksikan setiap pengalaman yang dialami (Suzuki, 1962: 405). Pada dasarnya karma merupakan kaidah universal tentang sebab akibat,

16 16 diaplikasikan pada perilaku yang diniatkan, yaitu yang bebas dipilih mengarahkan takdir seseorang ke arah tertentu. Membebaskan diri dari tindakan yang diniatkan (Blackburn, 2013: 476). Aliran Kyokushinkai pada dasarnya berakar pada dua aliran tradisional yaitu Shotokan Karate dan Goju Ryu Karate yang keduanya berasal dari Okinawa yaitu salah satu pulau dari beberapa pulau di kepulauan Ryukyu yang berada di daerah paling selatan dari wilayah kekaisaran Jepang. Kedua aliran tersebut berdasar pada semangat perdamaian dan semangat Buddhisme Zen yang penuh dengan welas asih, hal ini dikarenakan jauh sebelum masa pra-perang dunia bahkan pada masa awal Okinawa merupakan sebuah tempat yang mencekam dimana banyak kejahatan dan kekerasan terjadi di sana (Toguchi, 1976: 12-13). Hal ini yang menjadi latar belakang mengapa di daratan ini pemikiran Buddhisme Zen sangat cepat berkembang dan juga diterima. Secara epistemik metode yang dikembangkan dan dimaknai dalam karate aliran Kyokushinkai tidak akan terlepas dari aspek sejarah, hal itu akan selalu berkaitan. Di Okinawa sendiri sebagai tempat lahirnya karate untuk pertama kali merupakan tempat yang sering sekali terjadi konflik, pastinya masyarakat yang tinggal di sana memiliki beban psikologis berbeda dengan masyarakat yang hidup dan tinggal di tempat yang cenderung aman dan damai. Pemahaman mereka mengenai penderitaan dan juga rasa sakit akan berbeda tentunya, beberapa konflik besar yang pernah terjadi di Okinawa di antaranya: masa perang klasik ( ) masa ini merupakan sejarah sengketa perang antara kerajaan Ryukyu dengan beberapa dinasti dari daratan Cina, sengketa ini juga melibatkan kerajaan Peninsula Korea. Kemudian

17 17 pada masa modern yang paling besar dampaknya adalah pada saat perang dunia kedua berkecamuk ( ), bisa dikatakan bahwa tidak pernah ada masa damai di Okinawa sampai perang dunia kedua usai. Barulah setelah perang dunia kedua benar-benar berakhir Okinawa menjadi sebuah kepulauan yang damai dan nyaman untuk ditempati. Oleh karena itu para penduduk Okinawa sudah terbiasa dengan perang, konflik, kejahatan, dan kekerasan, sehingga pemahaman terhadap rasa sakit dan penderitaan cenderung lebih mendalam (Kerr, 2000: 6-10). Perkembangan sejarah peradaban modern telah banyak melakukan eksplorasi dan mencoba menjelaskan mengenai rasa sakit dan penderitaan yang dialami manusia. Ekspresi afektif dari sakit, merupakan pengalaman emosional berkaitan dengan rasa sakit (dengan atau tidak adanya luka fisik) dan pengalaman yang diindikasikan sebagai rasa sakit di antaranya muncul karena adanya perasaan simpati, terharu, kasihan, dan kelembutan hati baik terhadap diri sendiri dan juga orang lain (Boddice, 2014: 1). Dapat dikatakan bahwa penderitaan adalah permasalahan ganda antara permasalahan psikologikal dan neurologikal karena bukan hanya yang material saja sumber rasa sakit melainkan yang immaterial juga bisa menjadi sumber dari rasa sakit. D. Landasan Teori Buddhisme Zen berasal dari dua kata yaitu Buddhisme dan Zen, kata Zen sendiri merupakan pelafalan lidah Jepang untuk menunjuk Chan dalam lidah Cina, yang merujuk pada Dhyana (meditasi) dalam bahasa sansekerta selain

18 18 Jepang dan Cina Buddhisme Zen juga berkembang dan menyebar di Korea di sebelah utara dan juga Vietnam di sebelah selatan, pelafalan lidah Korea atas Zen adalah Seon dan pelafalan lidah Vietnam atas Zen adalah Thien (Blackburn, 2013: 931). Kata berikutnya adalah Buddhisme mengacu pada sistem filosofis di India abad kelima sebelum masehi oleh Sidharta Gautama. Buddhisme mengajarkan keselamatan lewat penyelamatan diri dari samsara, siklus tanpa akhir dan kelahiran kembali (reinkarnasi). Kondisi tercerahkan adalah keadaan terbebas dari hasrat dan frustrasi hidup sehari-hari, sebuah kondisi yang berseri-seri tentang hidup masa kini (Blackburn, 2013: 117). Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Buddhisme Zen adalah sebuah metode meditasi yang berasaskan pada sosok Sang Buddha atau yang tercerahkan sebagai sebuah upaya untuk dapat terbebas dari segala bentuk hasrat dan derita yang menjadi permasalahan dasar manusia. Charless Taliaferro dan Elsa J. Marty (2010: 249) menerangkan dalam buku mereka A Dictionary of Philosophy of Religion bahwa Buddhisime Zen adalah bagian dari Buddhisme Mahayana yang memusatkan pada meditasi sebagai media pelepasan dari samsara. Perkembangannya dimulai dari Cina kemudian masuk ke wilayah Korea, Jepang, dan Vietnam. Aliran ini pada awalnya dikembangkan oleh Bodhidharma seorang mistikus beragama Buddha yang melakukan perjalanan ke Cina pada abad keenam untuk menyebarkan agama Buddha. Seiring perkembangannya Buddhisme Zen terbagi menjadi lima aliran di antaranya: Caodong (Soto), Linji (Rinzai), Fayan (Hogen), Guiyang (Igyo), dan Yunmen (Unmon). keseluruhan aliran tersebut didirikan oleh murid-murid

19 19 Bodhidharma, namun dalam perkembangannya hanya dua aliran yang tetap bertahan dan tetap eksis yaitu Soto Zen yang fokus pada praktik meditasi zazen dan Rinzai Zen yang fokus pada pemahaman teks dan pemahaman kehidupan melalui pertanyaan dan dialog atau koan. Ada sebuah pertanyaan mendasar apakan Zen adalah bagian dari Buddhisme? Zen bukanlah bagian dari Buddhisme, Zen terintegrasi dengan Buddhisme dan menjadi sebuah bagian fundamental dari segala kegiatan yang dilakukan. Di dalam Zen tercermin bentuk yang esensial dari sifat dan gambaran Kebuddhaan, dan ini adalah suatu kesatuan (Abe, 1997: 3). Ada sebuah formula yang menjadi dasar dari Buddhisme Zen yang dikutip oleh Masao Abe (1997: 4) dalam bukunya Zen and Comparative Studies, bunyi dari formula itu adalah: Furyu-moji 不立文字 Tidak mudah percaya pada perkataan dan tulisan. Kyoge-betsuden 教外別伝 Secara mandiri memahami ajaran dan mengajarkannya pada orang lain. Jikishi-ninshin 直指人心 Secara langsung mengarah pada diri dan pemahaman manusia. Kensho-jobutsu 見性成佛 Sadar pada satu hukum kodrat. Dari kutipan tersebut dapat dimaknai bahwa Buddhisme Zen merupakan pemahaman yang mendalam dan tidak hanya melihat sesuatu dari ekstensinya saja tetapi lebih mendalam hingga menyentuh pada bagian yang paling esensial dari segala yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Setelah memahami semua hal tersebut seseorang memiliki kewajiban untuk menyampaikannya kepada orang lain dan membantu orang tersebut agar dapat terbebas. Dalam Buddhisme Mahayana yang merupakan fondasi awal dari Buddhisme Zen menekankan kepada setiap orang yang telah tercerahkan agar menunda menuju Nirvana karena

20 20 memiliki concern ingin membantu sesama untuk melenyapkan sengsara atau penderitaan (Sutrisno, 1993: 33). Buddhisme Zen adalah filsafat yang menekankan pada pemecahan atau solusi atas segala kesulitan manusia dalam menghadapi segala permasalahan yang dihadapi, dan yang menjadi metode untuk melihat itu semua adalah melalu pengalaman atau empirik, hal tersebut pernah dikatakan oleh Philip Kapleau (1989: ) dalam bukunya The Three Pillars of Zen: Anda kini dapat menghargai betapa indah dan menarik pengalaman yang saya temukan ini pada akhirnya, karena semuanya tanpa kurang suatu apapun. Buddhisme Zen berbicara tentang masa kini dan yang sekarang, seseorang tidak harus mengeluh pada segala hal yang telah terjadi, tidak khawatir pada masa depan yang akan datang, seseorang harus bisa hidup sepenuhnya pada saaat ini dan tidak membeda-bedakannya Bisa disimpulkan bahwa ketidaksempurnaan, perasaan kesepian dan keterasingan yang mendasari sengsara batin kebanyakan karena diri yang mau melekat pada berbagai macam proses, terjerat dalam usaha sia-sia untuk menyatakan eksistensinya (Sutrisno, 1993: 45). E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian ini merupakan penelitian filsafat dan berjenis penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Objek material yang dibahas adalah makna rasa sakit dalam karate aliran Kyokushinkai di Dojo-Dojo yang ada di Yogyakarta. Objek

21 21 formal yang digunakan untuk menganalisis adalah tinjauan Buddhisme Zen sebagai pisau analisis dalam memahami makna rasa sakit. Data-data objek materi diperoleh melalui wawancara, observasi partisipan, dan data kepustakaan, sedangkan objek formal tentang Buddhisme Zen diperoleh melalui studi kepustakaan kemudian diolah sebagai pisau analisis dalam memaknai rasa sakit yang ada dalam karate aliran Kyokushinkai. 2. Bahan penelitian a. Sumber primer Data primer untuk objek material dalam penelitian ini diperoleh di lapangan melalui wawancara serta terjun langsung di lokasi dengan melakukan pengamatan dan mengikuti rangkaian latihan di Dojo karate aliran Kyokushinkai (observasi partisipan). Sedangkan untuk objek formal yaitu Buddhisme Zen, peneliti melakukan studi pustaka yang bersifat komprehensif mengenai Buddhisme Zen sebagai objek formal yang digunakan. 1) Hasil wawancara yang didapat dari narasumber yang merepresentasikan objek material (para pelatih dan para praktisi karate aliran Kyokushinkai di Dojo-Dojo yang ada di Yogyakarta). 2) Abe, Masao Zen and Comparative Studies. Palgrave Macmillan Press: London. 3) Baroni, Helen Josephine The Illustrated Encyclopedia of Zen Buddhism. The Rosen Publishing Grup: New York. 4) Boddice, Rob Pain and Emotion in Modern History. Palgrave Macmillan Press: London.

22 22 5) Dumoulin, Heinrich A History of Zen Buddhism. Pantheon Books: New York. 6) Green, Thomas A Martial Art of the World. ABC-Clio: California. 7) Kit, Wong Kiew The Complete Book of Zen. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Andre Wiriadi. Elex Media Komputindo: Jakarta. 8) Pincikowski, Scott E Bodies of Pain: Suffering in the Works of Hartmann von Aue. Routledge Taylor & Francis Group: London. 9) Senyata, Hening Budi Zen Buddhisme. Ar-ruzz Media: Yogyakarta. 10) Suzuki, Daisetz T The Essential of Zen Buddhism. Greenwood Press: Westport. 11) Tanpa Nama. Tanpa Tahun. Buku Panduan Anggota Shinkyokushinkai Karate Indonesia: Pengurus Daerah Yogyakarta. Tanpa Penerbit: Yogyakarta. 12) Wood, Ernest Zen Dictionary. Charles E. Tuttle Company: Tokyo. 13) Vetlesen, Arne Johan A Philosophy of Pain. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh John Irons. Reaktion Books: London. b. Sumber sekunder 1) Ferguson, Andy Tracking Bodhidharma: A Journey to the Heart of Chinese Culture. Counterpoint: Berkeley.

23 23 2) Kerr, George Okinawa: The History an Island Poeple. Charles E. Tuttle Company: Tokyo 3) Leggett, Trevor A First Zen Reader. Charles E Tuttle Company: Tokyo. 4) Nagamine, Shoshin The Essential of Okinawan. Charles E Tuttle Company: Tokyo. 5) Sheng-yen Zen Wisdom. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Team Penerjemah Penerbit Karaniya. Suwung: Yogyakarta. 6) Sutrisno, Mudji Buddhisme: Pengaruhnya di Abad Modern. Kanisius: Yogyakarta. 7) Suzuki, Shunryu Zen Mind, Beginner s Mind. Weatherhill: Tokyo. 8) Suzuki, Shunryu Branching Streams Flow in the Darkness: Zen Talks on the Sandokai. University of California press: Berkeley. 9) Toguchi, Seikichi Okinawan Goju Ryu: Fundamental of Shorei- Kan Karate. Ohara Publications: California. 3. Alur penelitian Alur penelitian merupakan penggambaran proses penelitian: a. Inventarisasi data: Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara, observasi di Dojo-Dojo yang ada di Yogyakarta, dan mengumpulkan referensi pustaka yang beragam untuk menjelaskan objek material dan objek formal.

24 24 b. Klasifikasi data: Referensi pustaka yang telah diperoleh akan menjadi bahan penelitian sehingga akan diklasifikasikan menjadi sumber primer dan sekunder. c. Pengolahan dan sistematisasi data: Mengolah dan menyusun data secara sistematis. d. Analisis dan refleksi hasil penelitian: Setelah data terkumpul dan disistematisasikan barulah dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang disusun, objek formal menjadi pisau analisis terhadap objek material. 4. Analisis hasil penelitian Dalam melakukan analisis, penelitian ini menggunakan metode penelitian filsafat berdasarkan buku Metodologi Penelitian Filsafat karya Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair (1994: 42) menggunakan metode hermeneutik dengan langkah: a. Deskripsi, memberikan penjelasan mengenai makna rasa sakit secara umum, makna rasa sakit dalam aliran Karate Kyokushinkai dan deskripsi mengenai Buddhisme Zen. b. Interpretasi, yaitu menafsirkan bagaimana makna rasa sakit dalam aliran Kyokushinkai ditinjau dari sudut pandang Buddhisme Zen. c. Holistik, yaitu memahami secara menyeluruh mengenai makna rasa sakit dalam karate aliran Kyokushinkai ditinjau dari perspektif Buddhisme Zen, dan bagaimana relasi antara keduanya.

25 25 F. Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai dari penelitian filsafat ini mengacu pada rumusan masalah sebagai berikut: a. Mendeskripsikan apa itu makna rasa sakit dalam Kyokushinkai Karate. b. Mendeskripsikan secara menyeluruh paham Buddhisme Zen. c. Menemukan makna dan menjelaskan bagaimana tinjauan Buddhisme Zen terhadap Kyokushinkai Karate dalam memaknai rasa sakit. G. Sistematika Penulisan Rencana penulisan skripsi ini akan disistematisasikan secara garis besar dalam lima bab sebagai berikut: BAB I : Menguraikan pendahuluan, yang memuat: Latar belakang masalah yang terdiri dari permasalahan, rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian; tinjauan pustaka; landasan teori; metode penelitian yang terdiri dari jenis, bahan, alur, dan analisis hasil penelitian; hasil yang dicapai; serta sistematika penulisan skripsi. BAB II : Mendeskripsikan tentang seluk-beluk karate aliran Kyokushinkai dan pemahaman akan makna rasa sakit di dalamnya (studi kasus: Dojo-Dojo kyokushikai karate di Yogyakarta) sebagai objek material penelitian ini, yang isinya yaitu: Sejarah Kyokushinkai Karate dan Kyokushinkai Karate; Dojo dan perkembangannya di

26 26 Yogyakarta; makna rasa sakit dalam Kyokushinkai Karate (studi kasus: Dojo-Dojo di Yogyakarta); serta pengaruh aliran-aliran filsafat dalam Kyokushinkai Karate yang terdiri dari: Taoisme sebagai filsafat alam, Neo-Konfusianisme sebagai sandaran moral, Bushido sebagai ajaran moral dan hakikat kaum samurai, serta Buddhisme Zen sebagai upaya pencerahan. BAB III : Mendeskripsikan Buddhisme Zen sebagai objek formal. Dalam bab ini akan membahas mengenai sejarah Buddhisme Zen secara terperinci yang terdiri dari: Sejarah Buddhisme Zen; perkembangan Buddhisme Zen di Jepang; dimensi filosofis dalam Buddhisme Zen yang isinya terdiri dari: dimensi metafisika dalam Buddhisme Zen, dimensi epistemologi dalam Buddhisme Zen, dan dimensi aksiologi dalam Buddhisme Zen. BAB IV : Menguraikan hasil analisis atau studi kasus yang diteliti, yaitu memaparkan secara kritis makna rasa sakit dalam karate aliran Kyokushinkai dari perspektif Buddhisme Zen. Isi dari bab ini di antaranya: Tinjauan metafisika Buddhisme Zen terhadap makna rasa sakit dalam Kyokushinkai Karate (Studi kasus: Dojo-Dojo di Yogyakarta); tinjauan epistemologi Buddhisme Zen terhadap makna rasa sakit dalam Kyokushinkai Karate (Studi kasus: Dojo- Dojo di Yogyakarta); tinjauan aksiologi Buddhisme Zen terhadap makna rasa sakit dalam Kyokushinkai Karate (Studi kasus: Dojo-

27 27 Dojo di Yogyakarta); serta refleksi kritis atas Buddhisme Zen dan Kyokushinkai Karate. BAB V : Menyimpulkan hasil penelitian yang berisi jawaban dari rumusan masalah yang telah diteliti. Pada bab penutup ini terdiri kesimpulan dan saran yang terkait dengan penelitian.

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi.

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi. Bab 5 Ringkasan Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju tetapi masyarakatnya tetap berpegang teguh pada tradisi budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karate bukan merupakan kebudayaan asli dari Jepang melainkan. merupakan kebudayaan turunan dari China daratan yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Karate bukan merupakan kebudayaan asli dari Jepang melainkan. merupakan kebudayaan turunan dari China daratan yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karate bukan merupakan kebudayaan asli dari Jepang melainkan merupakan kebudayaan turunan dari China daratan yang mengalami peleburan dengan masyarakat Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas, yaitu sebagai tindakan melindungi diri. Definisi yang kami gunakan lebih sempit

BAB I PENDAHULUAN. luas, yaitu sebagai tindakan melindungi diri. Definisi yang kami gunakan lebih sempit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kamus bahasa Inggris Webster mendefinisikan beladiri dalam batasan yang sangat luas, yaitu sebagai tindakan melindungi diri. Definisi yang kami gunakan lebih

Lebih terperinci

Oleh: D. Tiala CARA PANDANG KONSEP AGAMA (RELIGION) MENURUT SIGMUD FREUD DAN AJARAN (DOKTRIN) BUDDHISME

Oleh: D. Tiala CARA PANDANG KONSEP AGAMA (RELIGION) MENURUT SIGMUD FREUD DAN AJARAN (DOKTRIN) BUDDHISME CARA PANDANG KONSEP AGAMA (RELIGION) MENURUT SIGMUD FREUD DAN AJARAN (DOKTRIN) BUDDHISME Oleh: D. Tiala I. Konsep Agama menurut Sigmund Freud dalam artikel Religion and Personality. 1 1. Freud dan Psikoanalisis

Lebih terperinci

Gatha Dasar Jalan Tengah (Mulamadhyamakakarika) The Fundamental Wisdom of the Middle Way oleh Arya Nagarjuna. Pengantar

Gatha Dasar Jalan Tengah (Mulamadhyamakakarika) The Fundamental Wisdom of the Middle Way oleh Arya Nagarjuna. Pengantar 1 Gatha Dasar Jalan Tengah (Mulamadhyamakakarika) The Fundamental Wisdom of the Middle Way oleh Arya Nagarjuna Pengantar Arya Nagarjuna yang hidup di India Selatan sekitar abad kedua Masehi, tak diragukan

Lebih terperinci

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis Modul ke: Pendidikan Pancasila Berisi tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id Pancasila

Lebih terperinci

Do menjadi konsep yang lazim, setidaknya sejak kelahiran pelajar dari Okinawa, Teijinsoku pada tahun 1663, seperti yang dia tulis di puisinya:

Do menjadi konsep yang lazim, setidaknya sejak kelahiran pelajar dari Okinawa, Teijinsoku pada tahun 1663, seperti yang dia tulis di puisinya: SEJARAH KARATE Menurut legenda, evolusi karate dimulai lebih dari ribuan tahun yang lalu, kemungkinan pada awal abad ke-5 SM ketika Bodhidharma tiba di kuil Shaolin, China dari Indiadan mengajarkan Zen

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Tahun 1936 buku Karate-do Kyohan diterbitkan Funakoshi telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada Tahun 1936 buku Karate-do Kyohan diterbitkan Funakoshi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Tahun 1936 buku Karate-do Kyohan diterbitkan Funakoshi telah menggunakan istilah karate dalam huruf kanji Jepang. Dalam pertemuan bersama para master di

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KARATE-DO. Kata Karate-Do terdiri dari tiga kata, yaitu Kara = berarti

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KARATE-DO. Kata Karate-Do terdiri dari tiga kata, yaitu Kara = berarti BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KARATE-DO 2.1 Pengertian Karate-Do Kata Karate-Do terdiri dari tiga kata, yaitu Kara = berarti kosong/hampa/tidak berisi, Te = berarti tangan (secara keseluruhan), Do = berarti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan 1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH AGAMA BUDDHA PADA EKSISTENSI BONEKA DARUMA DALAM DUNIA POLITIK JEPANG

PENGARUH AGAMA BUDDHA PADA EKSISTENSI BONEKA DARUMA DALAM DUNIA POLITIK JEPANG PENGARUH AGAMA BUDDHA PADA EKSISTENSI BONEKA DARUMA DALAM DUNIA POLITIK JEPANG Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata 1 Jurusan Sastra Jepang Oleh Ester Veronika

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beladiri yang beragam. Beladiri asli dan yang paling tua di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. beladiri yang beragam. Beladiri asli dan yang paling tua di Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia dari zaman dahulu kala sudah mengenal berbagai macam seni beladiri yang beragam. Beladiri asli dan yang paling tua di Indonesia adalah Pencak Silat.

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

Oleh: Budhy Munawar-Rachman

Oleh: Budhy Munawar-Rachman Oleh: Budhy Munawar-Rachman PERSOALAN Timur dan Barat lebih berbentuk persaingan, konflik dan perang, daripada saling mengerti, bersahabat dan kerjasama. Barat: Kapitalisme, teknologi, imperialisme Timur:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tengah menunjuk pada cara pandang dan bersikap. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. tengah menunjuk pada cara pandang dan bersikap. Dalam kehidupan sehari-hari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencerahan dalam Budhisme tidak terlepas dari ajaran jalan tengah dan pengertian tentang mata rantai sebab akibat kehidupan manusia. Ajaran jalan tengah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korea Selatan termasuk salah satu negara yang sangat unik dan menarik untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan kehidupan bermasyarakatnya

Lebih terperinci

BAB VIII SEJARAH FILSAFAT CINA

BAB VIII SEJARAH FILSAFAT CINA BAB VIII SEJARAH FILSAFAT CINA A. PENGANTAR Filsafat Cina bermula pada masa awal seribu tahun pertama sebelum Masehi. Pada awal abad ke-8 sampai dengan abad ke-5 sebelum Masehi filsafat Cina mempunyai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini mempunyai nilai keindahan. Nilai keindahan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. olahraga prestasi yang dipertandingkan baik di tingkat nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. olahraga prestasi yang dipertandingkan baik di tingkat nasional maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karate adalah satu dari sekian banyak olahraga khususnya beladiri yang cukup lama berkembang di Indonesia. Karate juga merupakan suatu cabang olahraga prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK A. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma 1. Pengertian Nilai Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan

Lebih terperinci

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis MATERI KULIAH ETIKA BISNIS Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, nilai, etika, norma,dan moral seringkali diabaikan oleh rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki kesempurnaan lebih dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dalam al-quran, Allah berfirman:

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pandu Fauzi Fahmi, 2014 Profil Kualitas Interaksi Sosial Atlet Cabang Olahraga Beladiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pandu Fauzi Fahmi, 2014 Profil Kualitas Interaksi Sosial Atlet Cabang Olahraga Beladiri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembinaan olahraga di Indonesia dewasa ini semakin maju, hal ini tidak lepas dari peran serta masyarakat yang semakin sadar dan mengerti akan arti pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan kegiatan berolahraga. Olahraga yang dilakukanpun berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan kegiatan berolahraga. Olahraga yang dilakukanpun berbeda-beda, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang menginginkan tubuh sehat dan bugar biasanya pasti melakukan kegiatan berolahraga. Olahraga yang dilakukanpun berbeda-beda, mulai dari jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (isolasi) dari dunia luar dengan sistem feodal, yang merupakan transisi ke. Restorasi Meiji kelak sebagai antiklimaks isolasinya.

BAB I PENDAHULUAN. (isolasi) dari dunia luar dengan sistem feodal, yang merupakan transisi ke. Restorasi Meiji kelak sebagai antiklimaks isolasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara di kawasan Asia Timur yang patut diperhitungkan.dengan kehebatannya dalam memadukan tradisi dan modernisasi, menjadikan Jepang

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN RELAKSASI TERHADAP KECEMASAN PADA ATLET KARATE

PENGARUH PELATIHAN RELAKSASI TERHADAP KECEMASAN PADA ATLET KARATE PENGARUH PELATIHAN RELAKSASI TERHADAP KECEMASAN PADA ATLET KARATE Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Disusun Oleh: Fahrur Azhar Ghazalba F 100 040 023 FAKULTAS

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 07 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Modul ini membahas mengenai Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, Pengertan Filsafat, filsafat pancasila, karakteristik sistem filsafat

Lebih terperinci

sama maka diadakan babak tambahan untuk menentukan pemenang.

sama maka diadakan babak tambahan untuk menentukan pemenang. Pengaruh Kondisi Fisik Dan AgresivitasTerhadap Performance Olahragawan Pada Pertandingan Karate Nomor Kumite A. Latar Belakang Masalah Karate merupakan cabang olahraga beladiri yang mempertandingkan dua

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang atau disebut juga dengan 日本 (Nippon/Nihon) adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi atau pesan dalam ruang lingkup individu, antar individu, maupun kelompok. Pada dasarnya komunikasi adalah sarana

Lebih terperinci

Bahasan Kajian Filsafat

Bahasan Kajian Filsafat PENGERTIAN FILSAFAT Secara etimologi istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani philein yang artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom. Secara harfiah istilah filsafat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Latar belakang..., Ardhanariswari, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Latar belakang..., Ardhanariswari, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Novel Shitsurakuen karya Watanabe Jun ichi adalah sebuah karya yang relatif baru dalam dunia kesusastraan Jepang. Meskipun dianggap sebagai novel yang kontroversial,

Lebih terperinci

KARATE OLIMPIADE BRAWIJAYA 2014

KARATE OLIMPIADE BRAWIJAYA 2014 KARATE OLIMPIADE BRAWIJAYA 2014 I. NOMOR PERTANDINGAN Putra : 1. Kata Perseorangan Putra 2. Kumite Perseorangan 60 kg Putra 3. Kumite Perseorangan + 60 kg Putra Putri : 1. Kata Perseorangan Putri 2. Kumite

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Jika melihat negara Cina sekarang, kita akan melihat negara yang maju.

BAB I PEDAHULUAN. Jika melihat negara Cina sekarang, kita akan melihat negara yang maju. BAB I PEDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jika melihat negara Cina sekarang, kita akan melihat negara yang maju. Kemajuan negara Cina tentu tidak terjadi begitu saja, ada suatu proses yang cukup panjang untuk

Lebih terperinci

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS Tugas Makalah pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Dosen: Drs. Yusuf A. Hasan, M. Ag. Oleh: Wahyu

Lebih terperinci

Ceramah Dharma dan Lokakarya. bersama David R. Loy. "Money, Romance, War & Karma"

Ceramah Dharma dan Lokakarya. bersama David R. Loy. Money, Romance, War & Karma Ceramah Dharma dan Lokakarya bersama David R. Loy "Money, Romance, War & Karma" Latar Belakang Pertemuan antara ajaran Buddha dengan dunia Barat selama beberapa dekade terakhir telah membawa tantangan

Lebih terperinci

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul IPTEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu, dan tempat dengan selalu menjaga kehormatan masing-masing secara

BAB I PENDAHULUAN. waktu, dan tempat dengan selalu menjaga kehormatan masing-masing secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pencak silat adalah gerak bela serang yang teratur menurut sistem, waktu, dan tempat dengan selalu menjaga kehormatan masing-masing secara ksatria, tidak

Lebih terperinci

BAB IV PERKEMBANGAN DAN PENGARUH ZEN BUDDHISME DI VIHARA MAHAVIRA GRAHA KOTA SEMARANG

BAB IV PERKEMBANGAN DAN PENGARUH ZEN BUDDHISME DI VIHARA MAHAVIRA GRAHA KOTA SEMARANG BAB IV PERKEMBANGAN DAN PENGARUH ZEN BUDDHISME DI VIHARA MAHAVIRA GRAHA KOTA SEMARANG A. Perkembangan Zen Buddhisme di Vihara Mahavira Graha Kota Semarang Semenjak berdirinya Vihara Mahavira Graha Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan, manusia kerap memanfaatkan kaki dan tangannya sebagai senjata.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan, manusia kerap memanfaatkan kaki dan tangannya sebagai senjata. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah kehidupan manusia, konflik kerap terjadi. Konflik ini membuat manusia berpikir bagaimana cara untuk melindungi diri sendiri. Hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Kihon (gerakan dasar) yang mencakup antara lain : a) Dachi (kudakuda) b) Uke (Tangkisan) c) Tsuki (pukulan) d) Geri (tendangan)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Kihon (gerakan dasar) yang mencakup antara lain : a) Dachi (kudakuda) b) Uke (Tangkisan) c) Tsuki (pukulan) d) Geri (tendangan) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga semakin digemari semua lapisan masyarakat, bahkan olahraga telah menjadi salah satu kebutuhan hidup bagi manusia dalam mencapai kesehatan jasmani setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pencak silat merupakan hasil karya budaya bangsa Indonesia yang telah dikembangkan secara turun temurun hingga mencapai bentuknya seperti sekarang ini. Definisi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan

Lebih terperinci

Tugas Filsafat. Mohamad Kashuri M

Tugas Filsafat. Mohamad Kashuri M Tugas Filsafat Mohamad Kashuri 090810530M PROGRAM STUDI ILMU FARMASI FAKULTAS FARMASI PASCA SARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA 2008 1. Pendahuluan Sejalan dengan kemajuan pola berpikir manusia saat ini, ilmu

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme menarik untuk dicermati dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM.

LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM. LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM Nama : Suhada Tawang NIM : 15105241018 Prodi Dosen Pembimbing : Teknologi Pendidikan B : Prof. Dr. Anik Ghufron http://suhadatawang@blogs.uny.ac.id/ Dalam pengembangan

Lebih terperinci

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara Sekilas tentang filsafat Hendri Koeswara Pengertian ilmu filsafat 1. Etimologi Falsafah (arab),philosophy (inggris), berasal dari bahasa yunani philo-sophia, philein:cinta(love) dan sophia: kebijaksanaan(wisdom)

Lebih terperinci

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian Penelitian tentang karakteristik organisasi petani dalam tesis ini sebelumnya telah didahului oleh penelitian untuk menentukan klasifikasi organisasi petani yang ada

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PENGERTIAN FILSAFAT FILSAFAT (Philosophia) Philo, Philos, Philein, adalah cinta/ pecinta/mencintai Sophia adalah kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran Cinta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga menjadi salah satu aktivitas yang banyak dilakukan oleh manusia demi menjaga dan meningkatkan kebugaran tubuh. Olahraga sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup

Lebih terperinci

Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu

Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu Filsafat Sejarah Latar belakang Masalah Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu sejarah berbicara mengenai masa lalu,

Lebih terperinci

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran ix Tinjauan Mata Kuliah F ilsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara filsafat, yakni mengkaji hukum hingga sampai inti (hakikat) dari hukum. Ilmu hukum dalam arti luas terdiri atas dogmatik hukum,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Eksistensi Soren Kierkegaard Eksistensialisme secara etimologi yakni berasal dari kata eksistensi, dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Hari ini kita akan melihat mengapa kita harus memberitakan Injil Tuhan? Mengapa harus repot-repot mengadakan kebaktian penginjilan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga semakin digemari semua lapisan masyarakat, bahkan olahraga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga semakin digemari semua lapisan masyarakat, bahkan olahraga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga semakin digemari semua lapisan masyarakat, bahkan olahraga telah menjadi salah satu kebutuhan hidup bagi manusia dalam mencapai kesehatan jasmani. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam budaya. Setiap daerah di Kepulauan Indonesia memiliki budayanya sendiri. Bahkan di setiap kota/kabupaten

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU Filsafat: upaya sungguh-sungguh dlm menyingkapkan segala sesuatu, sehingga pelakunya menemukan inti dari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana peranan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan? 2. Bagaimana perkembangan ilmu geografi? 3. Apa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut

Lebih terperinci

IDEALISME (1) Idealis/Idealisme:

IDEALISME (1) Idealis/Idealisme: Idealis/Idealisme: IDEALISME (1) Orang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya; Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taekwondo adalah olahraga bela diri modern yang berakar pada bela diri tradisional Korea. Taekwondo terdiri dari tiga kata dasar, yaitu: tae berarti kaki untuk menghancurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karate merupakan olahraga bela diri yang mempunyai ciri khas yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Karate merupakan olahraga bela diri yang mempunyai ciri khas yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karate merupakan olahraga bela diri yang mempunyai ciri khas yang dapat dibedakan dari jenis olahraga bela diri lainnya seperti Silat, Judo, Kung Fu, Kempo dan bela

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB IV BELA DIRI. 108 Kelas X SMA/MA/SMK/MAK

BAB IV BELA DIRI. 108 Kelas X SMA/MA/SMK/MAK BAB IV BELA DIRI 108 Kelas X SMA/MA/SMK/MAK Pencak Silat Olahraga bela diri pencak silat merupakan salah satu alat pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, juga merupakan upaya melestarikan

Lebih terperinci

B A B P E N D A H U L U A N

B A B P E N D A H U L U A N B A B P E N D A H U L U A N I 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan utama manusia. Dalam perspektif teologis, makanan bahkan merupakan salah satu casus belli (faktor utama) yang menentukan

Lebih terperinci

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL 071211133053 KETUA 2. MAS ULA 071211132008 SEKRETARIS 3. VINANDA KARINA D. P

Lebih terperinci

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm.

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm. Filsafat Antropologi 1 Filsafat antropologi merupakan salah satu cabang dari filsafat teoritika. Selain itu filsafat antropologi juga dapat disebut sebagai ilmu. Palmquis memahami bahwa filsafat mengalami

Lebih terperinci

FILSAFAT PENDIDIKAN. Oleh Drs. Dwi Siswoyo, M. Hum

FILSAFAT PENDIDIKAN. Oleh Drs. Dwi Siswoyo, M. Hum FILSAFAT PENDIDIKAN Oleh Drs. Dwi Siswoyo, M. Hum MAKNA FILOSOFI Kata filosofi berasal dari perkataan yunani philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) dan berarti cinta kebijaksanaan. Filosofi adalah tidak

Lebih terperinci

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik)

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik) Kesalahan Umum Penulisan Disertasi (Sebuah Pengalaman Empirik) Setelah membimbing dan menguji disertasi di sejumlah perguruan tinggi selama ini, saya memperoleh kesan dan pengalaman menarik berupa kesalahan-kesalahan

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI PANJANG TUNGKAI DAN FLEKSIBILITAS SENDI PANGGUL TERHADAP HASIL TENDANGAN USHIRO GERI DALAM KARATE

2015 KONTRIBUSI PANJANG TUNGKAI DAN FLEKSIBILITAS SENDI PANGGUL TERHADAP HASIL TENDANGAN USHIRO GERI DALAM KARATE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karate adalah seni beladiri yang berasal dari Jepang pada tahun 1869 di Okinawa yang pertama kalinya memperagakan Tea atau Okinawa-Te. Pada tahun 1929 banyak

Lebih terperinci

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI Modul ke: Pokok Bahasan : PENGANTAR BIDANG FILSAFAT Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi (Marcomm) www.mercubuana.ac.id MENGAPA HARUS

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA. Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI. Firman Alamsyah AB, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA. Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI. Firman Alamsyah AB, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah AB, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Person dan Individu

Lebih terperinci

meningkatkan prestasi dalam pertandingan kumite dan kata. Kata adalah jurus

meningkatkan prestasi dalam pertandingan kumite dan kata. Kata adalah jurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan kebudayaan masyarakat pada masa sekarang ini telah beralih ke arah teknologi industri yang semakin modern. Perubahan tersebut tentu membawa perubahan

Lebih terperinci