ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN GAMBIR DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT RONI AFRIZAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN GAMBIR DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT RONI AFRIZAL"

Transkripsi

1 ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN GAMBIR DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT RONI AFRIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN GAMBIR DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, September 2009 Roni Afrizal NRP. H

3 ABSTRACT RONI AFRIZAL. Analysis of Gambier Production and Marketing in Kabupaten Lima Puluh Kota West Sumatera Province (HENY K.S. DARYANTO as a Chairman and DEDI BUDIMAN HAKIM as a Member of the Advisory Committee). Gambier is one of West Sumatera export commodities which has been planted by many farmers in Kabupaten Lima Puluh Kota. As an export commodity, this product has not yet contributed adequately to the improvement of farmer s welfare. The purposes of this current work are to analyze the allocative efficiency of the use of production factors in gambier plantation, the market integration, the marketing efficiency and the interrelation between production and marketing activities of gambier commodity both of which are connected by a marketing system of agricultural product in Kabupaten Lima Puluh Kota. The analysis employed the Cobb-Douglas production function model and the structure-conduct-performance approach. Factors significantly affecting gambier production are labor, land size, a number of productive gambier trees, the plant s age, the use of pesticide, farmer s experience, cultivation frequency and planting procedure. The use of labor, fertilizer and pesticide were to increase due to their inefficient allocation. Gambier market in Kabupaten Lima Puluh Kota suffers from a weak oligopsony market structure and the gambier marketing activity seems not yet efficient. Keywords: gambier, cobb-douglas production function, allocative efficiency, structure-conduct-performance, oligopsony

4 RINGKASAN RONI AFRIZAL. Analisis Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat (HENY K.S. DARYANTO sebagai Ketua dan DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Sumatera Barat merupakan daerah sentra produksi gambir. Komoditas ini termasuk tanaman khas daerah tropis dengan manfaat serbaguna. Prospek pasar dan potensi pengembangannya cukup baik karena digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri. Gambir banyak diusahakan dalam skala usahatani perkebunan rakyat di Sumatera Barat. Kabupaten Lima Puluh Kota adalah salah satu daerah sentra produksi gambir di Sumatera Barat. Pengembangan komoditas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya, masih sangat prospektif bila dilihat dari potensi produksi dan pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Prospek yang potensial terhadap permintaan gambir di pasar dalam dan luar negeri, belum dibarengi dengan peningkatan produktivitas maupun pendapatan petani, meskipun sudah ada peningkatan luas areal maupun produksi. Agar produktifitas dapat ditingkatkan dan kualitas mutu olahan dapat diperbaiki yang memungkinkan akses ke pasar menjadi lebih baik, maka perlu dilakukan penelitian mengenai aspek produksi dan pemasaran gambir. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis efisiensi penggunaan faktorfaktor produksi dalam usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, dan (2) menganalisis efisiensi pemasaran gambir dengan menilai kinerja partisipan yang terlibat dalam pasar gambir menggunakan pendekatan structure-conductperformance (SCP) serta keterpaduan pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan sentra produksi gambir yang memberikan kontribusi terbesar, baik dari segi luas lahan maupun produksi gambir bagi provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya dari Kabupaten Lima Puluh Kota dipilih lagi tiga kecamatan secara sengaja (purposive) yang menjadi sentra produksi gambir yaitu Kecamatan Kapur IX, Lareh Sago Halaban dan Harau. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder dalam bentuk data cross section yang akan digunakan untuk analisis efisiensi produksi dan pemasaran, serta data time series yang dipakai untuk kelengkapan analisis kinerja pemasaran gambir mulai tahun Data cross section bersumber dari responden penelitian yaitu petani dan pedagang gambir. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung terhadap sampel petani dan pedagang gambir yang terpilih. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam kuisioner terstruktur yang telah disiapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Model fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama. Sedangkan untuk analisis efisiensi pemasaran menggunakan pendekatan SCP. Pengolahan data untuk analisis produksi gambir dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS). Data diolah dengan menggunakan program SAS 9.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi determinan produksi dalam usahatani gambir perkebunan rakyat di Kabupaten Lima Puluh

5 Kota yang berpengaruh secara nyata adalah tenaga kerja, luas lahan, jumlah pohon gambir yang menghasilkan, umur tanaman dan penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Selain itu pengalaman petani dalam berusahatani gambir, frekwensi panen dan cara tanam juga mempengaruhi tingkat produksi gambir secara nyata. Semua faktor tersebut berpengaruh positif terhadap tingkat produksi gambir, kecuali luas lahan dan pengalaman petani dalam berusahatani gambir. Pengalokasian faktor produksi tenaga kerja, terutama pupuk dan pestisida dalam usahatani gambir belum efisien. Pemakaian kedua input tersebut masih bisa ditingkatkan atau ditambah penggunaannya guna memaksimalkan keuntungan dalam usahatani gambir. Input tetap luas lahan, dalam pemanfaatannya sudah tidak efisien lagi. Kinerja pasar gambir berdasarkan indikator margin pemasaran dari lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran gambir relatif adil dan seimbang dalam pendistribusiannya dan rasio harga yang diterima petani relatif tinggi. Beberapa indikator lainnya memperlihatkan bahwa kinerja pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota belum efisien. Pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota berada pada kondisi weak oligopsony market structure atau pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini ditandai oleh sangat tidak seimbangnya rasio petani dan pedagang yang ditunjukkan oleh tingginya derajat konsentrasi pasar dan ada indikasi relatif tingginya hambatan untuk masuk pasar bagi pedagang baru yang tergambar dari tingginya nilai MES. Perilaku pasar terlihat bahwa petani tersebar di berbagai wilayah dengan waktu panen yang sangat beragam, tempat penjualan tersebar dan tidak serentak, jumlah yang dipanen masing-masing petani relatif sedikit, produk yang dihasilkan beragam, sedangkan pasar akhir gambir atau konsumen akhir sebagian besar berada di tempat yang sangat jauh dari sentra produksi, sehingga daya tawar petani menjadi rendah. Pasar di tingkat petani dan eksportir belum terintegrasi dengan baik. Kondisi di atas mengakibatkan tidak ada harga terbaik yang berlaku bagi petani, yang akhirnya hal tersebut berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Kata Kunci: gambir, fungsi produksi cobb-douglas, efisiensi alokatif, strukturperilaku-kinerja, oligopsoni

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN GAMBIR DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT RONI AFRIZAL Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS (Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor) Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang: Prof. Dr. Ir. Kuntjoro (Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

9 Judul Tesis : Analisis Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat Nama Mahasiswa : Roni Afrizal Nomor Pokok : H Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, MEc Ketua Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc Anggota Mengetahui, 2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 19 Agustus 2009 Tanggal Lulus: 4 September 2009

10 Tesis ini dipersembahkan untuk istriku tercinta Resa dan kedua anak kami, Atikah dan Hafizh

11 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul Analisis Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, MEc dan Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat membantu selama penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dalam proses pembelajaran selama penulis kuliah di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku Penguji Luar Komisi dan Prof. Dr. Ir. Kuntjoro sebagai Penguji yang mewakili Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis, yang telah memberikan masukan bagi perbaikan tesis ini. 3. Seluruh staf Mayor EPN, Mba Ruby, Mba Yani, Mba Aam, Ibu Kokom, Ibu Siti dan Pak Husen yang selalu sabar dan menyediakan waktu untuk membantu penulis selama perkuliahan sampai penulis menyelesaikan studi. 4. Keluarga besarku di Padang Balimbiang, Lareh dan Koto Nan Ampek. Teristimewa untuk kedua orang tuaku terkasih, Almarhum Ayahanda M. Husnan Kamil dan Ibunda Syamsudiar, Almarhumah Mak Tuo Barina,

12 keluarga Uda Husriadi, keluarga Uni Fitriani, keluarga Uni Rita Nitri, keluarga Uda Afrinaldi, Ama-Apa di Bendang, Gina Erwita, Dendi Pratama serta keluarga besar Mess Universitas Andalas di Bogor, Edi Syafri dan anggota Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Sumatera Barat (IMPACS). 5. Al Hendri dan keluarga besar Bapak Zulfahmi di Lambuak-Halaban, keluarga besar Mas Sugiman di Solok Bio-bio Harau dan keluarga besar Uda Bakar di Trans-Koto Bangun Kapur IX, yang telah bersedia menampung penulis selama pengambilan data lapangan. Jazaakumullaahu khairan katsiiran atas keikhlasan dan ketulusan bantuan serta jalinan persaudaraannya. 6. Istriku Resa Yulita dan yang tersayang anakku Atikah dan Hafizh. Jazaakumullaahu khairan katsiiran atas doa dan pengorbanannya. Teman-teman EPN angkatan 2007, Dian, Mba Wiwiek, Mba Desi, Wanti, Mba Asri, Fitri, Mba Ries, Mas Ambar, Mas Fer, Pak Narta, Pak Zul, Pak Suryadi, Pak Adi, Non Dewi dan Uni Aida untuk kebersamaan selama perkuliahan dan proses penulisan tesis ini, juga pada pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB. Akhir kata, tesis ini penulis persembahkan kepada pembaca sebagai pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, September 2009 Roni Afrizal

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Pakan Rabaa Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 1 April 1977 dari Ayah M. Husnan Kamil (Almarhum) dan Ibu Syamsudiar. Bungsu dari lima bersaudara. Tahun 1996 lulus dari SMA Negeri 1 Luhak dan diterima sebagai mahasiswa S1 pada Jurusan Manajemen, dengan pilihan konsentrasi Manajemen Pemasaran di Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas di Padang melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Tamat April Penulis melanjutkan studi S2 tahun 2007 pada Program Magister Sains di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, dengan pilihan konsentrasi Pemasaran dan Perdagangan Pertanian, di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Pertanian Universitas Andalas sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang. Mata kuliah yang pernah diasuh diantaranya adalah Manajemen Pemasaran, Manajemen Finansial dan Riset Operasi. Bidang ilmu yang menjadi konsentrasi adalah Manajemen Pemasaran. Penulis menetap di Kota Payakumbuh, menikah tahun 2003 dengan Resa Yulita binti Emris Jakfar dan telah dikaruniai dua orang anak, Atikah Muthmainnah Syahidah dan Abdurrahman Al Hafizh.

14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR LAMPIRAN.... Halaman xvi xviii xix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Keterbatasan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian Efisiensi Produksi pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian Penelitian Efisiensi Pemasaran pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian III. KERANGKA PEMIKIRAN Teori Produksi Fungsi Produksi Analisis Efisiensi Produksi Teori Pemasaran Komoditas Pertanian Pendekatan dalam Studi Pemasaran Konsep Efisiensi Pemasaran Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Margin Pemasaran Bagian Harga yang Diterima Petani Elastisitas Transmisi Harga... 45

15 Halaman Keterpaduan Pasar Tahapan Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengumpulan Data Model Analisis Analisis Produksi Analisis Pemasaran Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Margin Pemasaran Bagian Harga yang Diterima Petani Keterpaduan Pasar Definisi Operasional Pengolahan Data V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KERAGAAN USAHATANI GAMBIR Gambaran Umum Kabupaten Lima Puluh Kota Letak Geografis, Topografi dan Iklim Wilayah dan Penduduk Penggunaan Lahan dan Perkembangan Pertanian Potensi Pengembangan Gambir Keragaan Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Karakteristik Responden Keragaan Penerapan Teknologi Usahatani Gambir Karakteristik Usahatani Gambir VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Produksi Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota xiv

16 Halaman Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gambir Pengujian Fungsi Produksi Gambir Analisis Efisiensi Alokatif Produksi Gambir Analisis Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Struktur Pasar Gambir Jumlah Partisipan dan Derajat Konsentrasi Pasar Hambatan Keluar Masuk Pasar Kondisi dan Keadaan Produk Lembaga Pemasaran Perilaku Pasar Gambir Praktek Pembelian dan Penjualan Proses Pembentukan Harga Kerjasama Antarlembaga Pemasaran Kinerja Pasar Gambir Bagian Harga yang Diterima Petani Keterpaduan Pasar dan Elastisitas Transmisi Harga Implikasi Kebijakan VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv

17 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perbandingan Luas Semua Kecamatan dan Jumlah Nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Perkembangan Produksi Beberapa Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Perkembangan Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Perbandingan Luas Areal Tanam dan Produksi Gambir di Semua Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Karakteristik Responden Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Karakteristik Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Keragaan Produksi Gambir Berdasarkan Perlakuan Sampel di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Kelayakan Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota per Hektar Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi Komoditas Gambir Perkebunan Rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Tingkat Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Perbandingan Jumlah Partisipan Pasar Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Klasifikasi dan Market Share Sampel Pedagang Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Fungsi-Fungsi yang Dilakukan Lembaga Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun

18 14. Margin Pemasaran Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Farmer s Share Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Tingkat Hubungan Integrasi Pasar dalam Analisis Korelasi xvii

19 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Perkembangan Luas Areal Tanam Gambir di Sumatera Barat dan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Perbandingan Produksi Gambir Sumatera Barat dengan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Produktivitas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Produk Total, Produk Marginal, Produk Rata-Rata dan Tiga Tahapan Produksi Kurva Permintaan Asal, Permintaan Turunan, Penawaran Asal dan Penawaran Turunan Tahapan Analisis Produksi dan Pemasaran Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Saluran Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun xviii

20 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi Komoditas Gambir dengan Uji Statistik F dan Uji t Hasil Uji Asumsi OLS pada Model Fungsi Produksi Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Hasil Pengujian Skala Usahatani pada Model Fungsi Produksi Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Data untuk Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Data Primer untuk Analisis Produksi Usahatani Gambir Perkebunan Rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun xix

21 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Barat adalah barometer produksi gambir Indonesia karena merupakan daerah sentra produksi gambir. Komoditas ini termasuk tanaman khas daerah tropis dengan manfaat serbaguna. Prospek pasar dan potensi pengembangannya cukup baik karena digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri. Gambir banyak diusahakan dalam skala usahatani perkebunan rakyat di Sumatera Barat dan termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor utama provinsi ini. Ekspor gambir Indonesia lebih dari 80 persen berasal dari Sumatera Barat, disamping itu gambir juga diusahakan dalam skala yang lebih kecil di provinsi lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua (Nazir et al. 2007). Disamping sebagai penyumbang devisa, usahatani gambir juga merupakan mata pencaharian bagi lebih kurang kepala keluarga petani atau sekitar 15 persen penduduk Sumatera Barat (Ermiati, 2004). Luas areal dan produksi gambir di Sumatera Barat (Sumbar) menurut data Dinas Perkebunan Provinsi Sumbar, untuk tahun 2005 adalah hektar dengan produksi total mencapai ton. Daerah penghasil utama tanaman ini adalah Kabupaten Lima Puluh Kota. Terdapat 11 daerah tingkat dua, dari 19 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumbar, yang memproduksi gambir. Gambar 1 memperlihatkan perkembangan luas areal tanam gambir di Sumbar dan Kabupaten Lima Puluh Kota.

22 2 Total luas tanaman gambir di Sumbar cenderung mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2003 mengalami penurunan persen dibandingkan tahun Menurut Dinas Perkebunan Sumbar hal ini disebabkan banyaknya lahan baru untuk penanaman gambir pada tahun 2002 namun mengalami kegagalan, sehingga luas areal tanaman gambir mengalami penurunan pada tahun 2003 (Gambar 1). Sedangkan dari Gambar 2, terlihat bahwa produksi gambir Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kenaikan produksi dari tahun 2001 ke tahun 2007 sebesar persen. Hektar , , Tahun Luas areal gambir Sumbar Luas areal gambir 50 Kota Sumber: BPS, 2007b Gambar 1. Perkembangan Luas Areal Tanam Gambir di Sumatera Barat dan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Tahun 2006 produksi gambir Kabupaten Lima Puluh Kota mencapai ton atau naik 4.08 persen dari tahun 2005 dengan luas areal tanam gambir mencapai ha. Luas areal perkebunan gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2007 mencapai ha atau persen dari total luas areal perkebunan gambir Sumatera Barat. Pada tahun yang sama, dari total produksi

23 3 gambir Sumbar yang mencapai ton, sekitar persennya atau sebanyak ton merupakan hasil produksi gambir dari kabupaten ini. Ton Tahun Produksi gambir Sumbar Produksi gambir 50 Kota Sumber: BPS, 2007b Gambar 2. Perbandingan Produksi Gambir Sumatera Barat dengan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun Gambir yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota, sebagai salah satu daerah tingkat dua penghasil gambir yang ada di Sumbar, memiliki karakteristik yang relatif sama dengan gambir yang diproduksi di daerah tingkat dua lainnya. Karakteristik yang dimaksud meliputi produk, pola usahatani yang dilakukan oleh petani produsen, proses budidaya, pengolahan serta kegiatan panen dan pascapanen. Perkebunan gambir yang ada di Sumbar semuanya merupakan perkebunan rakyat, yang tahap proses produksinya mulai dari budidaya dan pengolahan dilakukan dengan cara tradisional. Teknologi produksi dan pengolahan gambir yang digunakan masih sangat sederhana dan dengan keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun antargenerasi, menyebabkan tingginya variasi gambir kering yang dihasilkan petani, bervariasi dari segi bentuk fisik, cetakannya, maupun mutu kandungan zat esensialnya.

24 4 Produk gambir yang dijual petani masih dalam bentuk gambir mentah karena belum memiliki standar kualitas yang jelas, baik standar menurut pasar atau pun standar menurut orientasi kegunaan dan pemakaiannya. Belum ada investor yang mencoba mengelola potensi usaha perkebunan gambir maupun pengolahan pascapanennya. Oleh karena itu, meskipun gambir merupakan salah satu komoditas perkebunan rakyat yang menjadi produk andalan Kabupaten Lima Puluh Kota dan sekaligus sebagai daerah sentra produksi untuk Sumbar, namun industri gambir masih tergolong dalam industri rumahtangga yang dikelola secara tradisional. Produksi gambir yang dilakukan petani produsen dengan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana ini menyebabkan produktivitas, mutu serta pendapatan petani masih rendah Perumusan Masalah Pengembangan komoditas gambir di Indonesia dan Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya, masih sangat prospektif bila dilihat dari potensi produksi dan pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Sejalan dengan berkembangnya jenisjenis barang industri yang memerlukan bahan baku dari gambir, maka kebutuhan akan gambir dalam industri akan semakin meningkat pula. Sebagai contoh, India membutuhkan ton gambir kering setiap tahunnya (Tinambunan, 2007). Berdasarkan data ekspor impor Sumbar untuk tahun 2006 dan 2007, ekspor gambir kering dari pelabuhan Teluk Bayur berturut-turut mencapai ton dan ton dengan nilai transaksi USD dan USD (BPS, 2008d). Ini belum termasuk jumlah produksi gambir asal Sumatera Barat yang di ekspor melalui perantara pedagang yang berada di luar Sumbar.

25 5 Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai sentra utama tanaman gambir di Sumatera Barat, belum mampu memberikan sumbangan atau pendapatan yang berarti, baik bagi daerah maupun bagi petaninya sendiri. Nazir (2000), mengemukakan bahwa sampai saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan gambir yaitu dari segi teknologi bercocok tanam, pengolahan pascapanen, perencanaan bisnis dan pemasaran, serta aspek sosial ekonomi budaya. Hal ini terlihat jelas dari cara bercocok tanam petani yang masih tradisional, jenis dan mutu produk tidak banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Agar produktifitas dapat ditingkatkan dan kualitas mutu olahan dapat diperbaiki yang memungkinkan akses ke pasar menjadi lebih baik, diperlukan kegiatan identifikasi, analisis permasalahan gambir dan sistem usahatani gambir di lapangan. Prospek yang potensial terhadap permintaan gambir di pasar dalam dan luar negeri, belum diikuti oleh peningkatan produktivitas maupun pendapatan petani, meskipun sudah ada peningkatan luas areal maupun produksi. (ton/ha) 0,750 0,700 0,650 0,618 0,674 0,674 0,635 0,642 0,702 0,723 0,600 0,632 0,635 0,550 0,500 0,450 0,505 0,478 0,523 0, Tahun Sumber: BPS, Diolah dari Data Produksi Gambir Tahun Gambar 3. Produktivitas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun

26 6 Gambar 3 memperlihatkan tingkat produktivitas gambir di Lima Puluh Kota yang diolah dari data BPS dari tahun Produktivitas gambir daerah ini masih dibawah rata-rata produktivitas yang seharusnya, seperti hasil penelitian yang dikemukakan Ermiati (2004). Tingkat produktivitas panen untuk gambir kering mencapai 0.75 ton per hektar untuk petani yang memanen kurang dari 3 kali setahun. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gambir di daerah ini masih memiliki potensi untuk ditingkatkan. Salah satu indikator dari efisiensi adalah respon jumlah produksi terhadap perubahan jumlah faktor produksi. Jika dalam kegiatan produksi persentase tambahan jumlah produksi lebih besar daripada persentase tambahan faktor produksi yang digunakan, maka kegiatan produksi yang demikian akan menuju pada produksi yang efisien, begitu juga sebaliknya. Dari permasalahan di atas muncul pertanyaan yang perlu dijawab yaitu apakah pengalokasian faktor-faktor produksi dalam usahatani gambir sudah efisien. Perkembangan areal tanam dan produksi gambir telah menarik banyak pihak untuk terlibat dalam proses pemasarannya. Ada banyak pedagang, lembaga pemasaran maupun pemerintah, dengan kepentingannya masing-masing ikut berperan dalam pemasaran gambir. Sementara mutu gambir yang dihasilkan petani belum memiliki standar yang jelas. Hal ini akan mempengaruhi proses pemasarannya karena mekanisme pembentukan harga komoditas gambir di pasar akan berdampak langsung pada perilaku partisipan yang terlibat dalam perdagangan komoditas ini. Eksportir, pedagang lokal, pedagang pengumpul dan petani sendiri, adalah pihak yang akan terkena dampak harga. Seberapa besar dampak harga yang dihadapi oleh lembaga pemasaran gambir, sangat tergantung

27 7 pada kekuatan masing-masing pelaku yang terlibat dalam rantai pemasaran gambir itu sendiri. Keadaan pasar gambir seperti yang digambarkan di atas berpotensi menimbulkan masalah dan bisa merugikan petani produsen. Pola pemasaran yang terjadi akan cenderung tidak terorganisir karena melibatkan pelaku pemasaran yang banyak dengan kepentingan yang berbeda-beda. Pola pemasaran gambir yang ada sekarang adalah melalui pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir, merupakan pola pemasaran gambir yang secara tradisional masih tetap bertahan sampai saat ini. Daya tawar petani juga cenderung rendah karena jumlah petani sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah, belum adanya koordinasi dan kerjasama antarpetani, persaingan pasar yang semakin kompetitif, lokasi konsumen akhir gambir yang jauh dari sentra produksi (di luar negeri) dan belum adanya rantai distribusi yang jelas dari petani sampai ke industri berbahan baku gambir, ditambah lagi dengan masalah produksi dan mutu seperti yang telah diuraikan di atas. Petani tidak akan menjadi penentu harga. Perilaku harga akan cenderung didominasi oleh kepentingan pedagang besar dan eksportir. Jumlah petani gambir di wilayah Lima Puluh Kota mencapai rumahtangga petani (B PS, 2003), yang tersebar di beberapa kecamatan dengan pola usahatani tradisional berskala rumahtangga, berhadapan dengan pedagang dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran gambir yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Hal tersebut mengindikasi bahwa pasar gambir bersifat oligopsoni. Selama ini hasil panen hanya ditampung oleh pedagang besar atau eksportir saja, melalui pedagang-pedagang perantara, yang nantinya akan

28 8 memperdagangkan gambir keluar wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota atau ke pasar luar negeri. Saluran pemasaran gambir yang terbentuk cenderung dikuasai oleh pedagang pengumpul. Dengan pola distribusi yang demikian, dimana informasi harga di tingkat eksportir/importir tidak diketahui dengan jelas, harga gambir bisa berubah dengan cepat dan cenderung fluktuatif yang menimbulkan ketidakpastian bagi petani. Dari uraian tersebut, pertanyaan yang muncul yang perlu dijawab adalah bagaimana struktur, perilaku dan kinerja pasar gambir, apakah kegiatan pemasaran gambir sudah efisien. Analisis dengan menggunakan pendekatan SCP ( Structure-Conduct- Performance) bisa memberikan alternatif solusi bagi permasalahan di atas, yang terjadi dalam pasar gambir. Pemahaman yang menyeluruh tentang bagaimana struktur pasar mempengaruhi mekanisme pembentukan harga dan perilaku partisipan dalam pasar gambir serta pengaruhnya pada kinerja pasar gambir akan didapatkan dengan pendekatan analisis ini. Permasalahan dalam penelitian ini dengan demikian bisa disimpulkan sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, apakah pengalokasian faktor-faktor produksi dalam usahatani gambir sudah efisien? 2. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, bagaimana tingkat keterpaduan pasar gambir dan apakah kegiatan pemasaran gambir sudah efisien? Berdasarkan uraian di atas, serta terbukanya prospek pengembangan gambir di masa yang akan datang, maka perlu dilakukan penelitian mengenai aspek

29 9 produksi dan pemasaran gambir. Bagaimana keterkaitan antara kegiatan produksi gambir di tingkat usahatani (on farm) dengan pemasaran gambir sebagai komoditas pertanian (off farm) yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem pemasaran, serta bagaimana peranannya dalam mempengaruhi dan menentukan harga gambir yang merupakan sinyal bagi produsen dan konsumen. Sehingga dengan adanya penelitian ini diperoleh informasi mengenai keragaan produksi dan pemasaran usahatani gambir di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota, sekaligus sebagai gambaran usahatani gambir di Provinsi Sumatera Barat Tujuan dan Kegunaan Penelitian Mengacu pada permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis aspek produksi dan pemasaran komoditas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Secara spesifik tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. 2. Menganalisis efisiensi pemasaran gambir dengan menilai kinerja partisipan yang terlibat dalam pasar gambir menggunakan pendekatan struktur, perilaku dan keragaan pasar, serta menilai keterpaduan pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka kegunaan atau kontribusi penelitian yang diharapkan adalah: 1. Pada tataran ilmu pengetahuan, dengan memadukan analisis kegiatan usahatani perkebunan rakyat mulai dari on farm sampai off farm dan

30 10 menjadikan Lima Puluh Kota sebagai daerah penelitian, diperoleh gambaran dan informasi yang menyeluruh mengenai kegiatan produksi, memberikan acuan model teoritis mengenai determinan efisiensi alokatif pada usahatani gambir perkebunan rakyat, serta gambaran mengenai struktur pasar dan perilaku partisipan yang dibandingkan dengan kinerja pasar yang terjadi, akan memberikan informasi yang lengkap bagi pengambil kebijakan dalam mengelola dan memperbaiki pasar gambir sebagai satu kesatuan dalam sistem yang utuh, mulai dari sisi petani produsen serta dari sisi pemasaran gambir oleh lembaga yang terlibat. 2. Sebagai landasan dan rujukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan guna mendorong produktivitas usahatani gambir secara berkelanjutan, dalam rangka memperluas kesempatan kerja, peningkatan dayasaing, serta peningkatan pendapatan petani. 3. Bagi petani sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola dan mengembangkan usahataninya, juga sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pelaku ekonomi atau investor swasta. 4. Sebagai bahan referensi maupun informasi bagi kalangan akademisi dan peneliti untuk penelitian lebih lanjut secara lebih mendalam dalam pengembangan metodologi maupun pengembangan introduksi teknologi gambir yang tepat guna Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini meliputi analisis produksi dan pemasaran gambir, yang mencakup analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dengan

31 11 menggunakan regresi linear berganda dan dilanjutkan dengan uji efisiensi alokatif. Sedangkan pendekatan struktur, perilaku dan keragaan pasar digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran gambir di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan data cross section. Fakta yang digambarkan merupakan kegiatan dan keadaan pada saat penelitian dilakukan, selanjutnya berdasarkan fakta tersebut dilakukan penyimpulan mengenai masalah-masalah penelitian yang ingin dibuktikan atau dicari hubungannya. Harga input dan harga output yang digunakan dalam analisis adalah harga yang berlaku pada saat penelitian berlangsung, walaupun pada kenyataannya harga input dan harga output sangat bervariasi sepanjang tahun. Gambir merupakan tanaman perkebunanan tahunan. Gambir yang dianalisis dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah gambir yang telah melalui proses pengolahan menjadi produk gambir kering sehingga tidak menjelaskan hasil produksi gambir seutuhnya yang langsung dihasilkan dari tanaman gambir. Nilai variabel yang diuji telah disetarakan untuk satu tahun produksi, karena pada saat penelitian berlangsung proses produksi yang dilakukan petani responden sedang berjalan dan belum sampai satu tahun berproduksi. Perhitungan faktor produksi, jumlah produksi dan biaya hanya diambil untuk satu tahun sehingga biaya yang tidak dikeluarkan dalam tahun tersebut tidak diperhitungkan sebagai biaya. Biaya bibit tidak diperhitungkan karena umur produksi gambir lebih dari 20 tahun, sedangkan gambaran produksi gambir dari tahun awal penanaman menggunakan referensi data sekunder.

32 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati (2004) dan Tinambunan (2007), masing -masing memiliki metode, lokasi dan waktu, serta tujuan penelitian yang berbeda, tapi menyimpulkan hal yang sama tentang usahatani gambir. Bahwa masalah utama dalam pengelolaan usahatani gambir adalah produksi, produktivitas serta mutu yang rendah. Teknologi budidaya dan pengolahan yang dilakukan petani masih bersifat tradisional sehingga mutu rendemen dan pendapatan petani rendah. Yuhono (2004), meneliti pendapatan usahatani gambir di Desa Manggilang Kecamatan Pangkalan Kotobaru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, sebagai daerah sampel yang dipilih secara sengaja karena merupakan desa sentra produksi gambir. Keragaan usahatani dianalisis secara deskriptif, pendapatan usahatani dianalisis melalui analisis pendapatan. Penelitian komoditas gambir yang dilakukan oleh Ermiati (2004), juga mengambil satu desa sebagai sampel yaitu Desa Solok Bio-bio di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitiannya tentang budidaya, pengolahan hasil dan kelayakan usahatani gambir. Beberapa hal yang dapat disimpulkan berdasarkan hasil penelitian keduanya adalah: (1) adopsi teknologi yang dilakukan petani masih rendah, (2) usahatani yang dilakukan petani tergolong tidak intensif, (3) kegiatan pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit belum pernah dilakukan, (4) pemeliharaan hanya berupa penyiangan, (5) keterampilan usahatani umumnya diperoleh secara turun-temurun, (6) latar belakang pendidikan petani umumnya rendah, sehingga

33 13 kemampuan managerial dan kewiraswastaan juga rendah, (7 ) pembaharuan dan alih teknologi sulit dilakukan, dan (8) biaya usahatani yang terbesar adalah biaya panen dan pengolahan hasil. Tinambunan (2007), yang melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usahatani di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, mengungkapkan hal yang relatif sama dengan yang disimpulkan oleh Yuhono dan Ermiati. Bahwa walaupun gambir termasuk salah satu komoditas unggulan Kabupaten Pakpak Bharat, tetapi prospek yang baik terhadap permintaan gambir di dalam maupun di luar negeri belum disertai dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Hal ini disebabkan antara lain karena terbatasnya informasi pasar, masalah pengolahan dan modal untuk pengembangan usahatani gambir, disamping teknik budidaya yang diterapkan belum sesuai dengan teknologi anjuran. Penelitiannya mengambil tiga kecamatan sebagai daerah studi yang ditetapkan secara sengaja yaitu Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kerajaan dan Tinada. Hal yang berdeda dalam usahatani di Kabupaten Pakpak Bharat adalah, produk yang dijual oleh petani di daerah ini selain dalam bentuk gambir kering, juga dalam bentuk daun dan ranting muda (tanpa pengolahan) dan getah basah (bubur gambir yang belum dicetak dan dikeringkan). Hasil analisis pendapatan dari ketiga bentuk output yang dijual petani, bentuk produk gambir kering lebih menguntungkan meskipun ada tambahan biaya dan waktu pengolahan. Kesimpulan mengenai kinerja usahatani gambir perkebunan rakyat, secara umum belum diusahakan secara intensif tetapi tetap menguntungkan serta layak untuk dikembangkan. Nilai Investasi Sekarang ( Net Present Value/NPV) dari usahatani gambir Rp , Internal Rate of Return (IRR) 57 persen dengan

34 14 discount factor 15 persen. Titik impas investasi ( Break Even Point/BEP) 3.27 tahun dengan nilai investasi Rp per hektar serta nilai R/C (Revenue/Cost Ratio) 1.61 (Ermiati, 2004). Yuhono (2004), yang juga melakukan penelitian usahatani gambir memperoleh R/C rasio 1.69 terhadap biaya total dan 2.11 terhadap biaya tunai, serta margin harga yang diterima petani sebesar 67 persen. Sedangkan menurut Tinambunan ( 2007), usahatani gambir juga layak untuk diusahakan, dengan perolehan pendapatan bersih petani Rp jika panen dalam bentuk daun dan ranting muda, Rp untuk output getah basah, serta Rp untuk menjual dalam bentuk gambir kering Penelitian Efisiensi Produksi pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian Harsoyo (1999), meneliti tentang kinerja produksi dan mengukur perbedaan efisiensi kinerja produksi salak pondoh antarpetani berdasarkan perbedaan skala pengusahaan dan letak geografis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan di empat desa di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Pendekatan analisis adalah model biaya dan keuntungan translog. Ia juga melakukan pembandingan antarskala pengusahaan dan antardesa untuk memperoleh efisiensi ekonomi relatif. Hasil analisis fungsi biaya translog menghasilkan kesimpulan yang konsisten dengan hasil analisis fungsi keuntungan translog, bahwa kondisi usaha dan produksi salak pondoh adalah increasing return to scale, artinya persentase tambahan produk lebih besar daripada persentase tambahan faktorfaktor produksi. Pengusahaan dalam skala lebih dari seribu rumpun lebih efisien dan produksi di Desa Girikerto dan Wonokerto lebih efisien dibandingkan dua desa lainnya.

35 15 Slameto (2003), meneliti efisiensi produksi usahatani kakao untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Provinsi Lampung. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yang mencakup tiga kabupaten sebagai daerah sampel. Analisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Produksi kakao rakyat sangat dipengaruhi oleh input tenaga kerja, pupuk kandang, pestisida, luas lahan, jumlah dan umur tanaman kakao, serta penggunaan klon unggul, seluruhnya memberikan pengaruh positif terhadap produksi. Penggunaan input produksi dapat meningkatkan produksi kakao rakyat dengan proporsi yang sama yang ditunjukkan oleh ekonomi skala usaha yang cenderung pada kondisi constant return to scale. Pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas relatif sering dipakai dalam penelitian efisiensi produksi pada berbagai usahatani komoditas pertanian. Berikut hasil ulasan singkat beberapa penelitian menyangkut efisiensi produksi usahatani berbagai komoditas pertanian, yaitu: (1 ) enam penelitian menyangkut efisiensi produksi pada komoditas tanaman perkebunan tahunan, yaitu: salak pondoh (Harsoyo, 1999), kakao (Slameto, 2003; Sahara et al. 2006), sawit (Hasiholan, 2005), lada (Sahara et al. 2004; Sahara dan Sahardi, 2005), (2 ) lima penelitian menyangkut efisiensi produksi pada komoditas tanaman musiman, yaitu: cabai merah (Sukiyono, 2005), ubi kayu (Asnawi, 2003), bawang merah (Suciaty, 2004), padi (Jauhari, 1999; Sahara dan Idris, 2005), melon (Yekti, 2004), dan (3 ) dari sebelas penelitian tersebut hanya satu penelitian yang memakai pendekatan translog, sedangkan yang lainnya memakai pendekatan Cobb-Douglas.

36 Penelitian Efisiensi Pemasaran pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian Tinambunan (2007), menel iti efisiensi pemasaran gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, sedangkan Yuhono (2004), menganalisis pemasaran gambir di Desa Manggilang, Kecamatan Pangkalan Kotobaru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Keduanya sama-sama menggunakan pendekatan margin pemasaran dan farmer s share sebagai alat analisis efisiensi pemasaran. Tinambunan menjelaskan bahwa margin pemasaran yang terbentuk pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran tiga macam output gambir (daun/ranting muda, bubur gambir dan gambir kering) sudah cukup seimbang dan efisien, sedangkan bagian harga yang diterima petani juga lebih dari 75 persen. Yuhono dengan menggunakan pendekatan yang sama, menyebutkan bahwa saluran pemasaran gambir cukup pendek dan sederhana, yaitu dari petani ke pedagang pengumpul dan dari pedagang pengumpul ke eksportir. Pendeknya rantai pemasaran membuat marjin pemasaran yang terjadi cukup seimbang dan cukup efisien. Keduanya lebih lanjut menyebutkan, meskipun usahatani gambir sudah menguntungkan dan layak untuk diusahakan, serta saluran pemasaran gambir sudah efisien, akan tetapi semuanya belum tentu dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Harsoyo (1999), meneliti tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di tingkat petani, apakah pasar salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannya. Alat analisis yang digunakan adalah elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran dan

37 17 farmer s share. Ia menemukan bahwa pemasaran komoditas salak pondoh sudah efisien. Berdasarkan analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang pengecer diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut dan dari analisis margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang dinikmati petani sudah cukup besar, yaitu lebih dari 70 persen. Hukama (2003), Kurniawan (2003) dan Slameto (2003), menggunakan pendekatan yang lebih menyeluruh jika dibandingkan dengan Harsoyo, Tinambunan dan Yuhono. Pendekatan SCP ( Structure-Conduct-Performance) digunakan dalam menganalisis efisiensi pemasaran. Hukama (2003), menganalisis pemasaran jambu mete dengan daerah sampel dua kecamatan di Kabupaten Buton dan satu kecamatan di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pendekatan SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang terbentuk dan perilaku pasar, faktor-faktor yang mempengaruhinya dan keterpaduan pasar kacang mete. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pemasaran jambu mete belum efisien karena saluran pemasaran untuk gelondongan maupun kacang mete masih panjang dan melibatkan banyak pelaku pemasaran. Struktur pasar mengarah ke oligopsoni, praktek pencampuran jenis mutu super dengan non super masih terjadi di pasar kacang mete. Keuntungan pemasaran sebagian besar masih dinikmati oleh pedagang. Farmer s share belum adil jika ditinjau dari aspek resiko karena resiko paling besar ditanggung petani. Jika ditinjau dari hasil analisis keterpaduan pasar kacang mete, dominasi pedagang besar dalam menetapkan harga menempatkan petani sebagai penerima harga.

38 18 Kurniawan (2003), yang meneliti kelembagaan pemasaran gaharu di Kalimantan Timur, menggunakan pendekatan SCP untuk menganalisis perilaku usaha pengumpul dan pedagang gaharu. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik kelembagaan pemasaran gaharu, dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kelembagaan yang diterapkan dalam kelembagaan pemasaran gaharu adalah sistem patron-klien, struktur pasar gaharu baik di tingkat kelembagaan pengumpul (des a), maupun pedagang gaharu (kota) adalah oligopsoni. Hasil lain yang dikemukakan adalah tidak seluruh patron (pedagang) dapat mengambil keuntungan dalam pemasaran gaharu. Perilaku patron cenderung eksploitatif kepada kliennya sehingga klien yang merasa dirugikan akan merespon dengan mengurangi loyalitasnya kepada patron dimana perilaku ini menimbulkan moral hazard dalam kelembagaan gaharu. Slameto (2003), menganalisis kinerja kelembagaan pemasaran kakao rakyat di Lampung dengan pendekatan SCP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar cenderung pada kondisi oligopoli dengan perilaku pasar cenderung terjadi transaksi pada pedagang yang sama. Harga ditentukan pedagang dan belum dipatuhinya grading dan standarisasi produk. Keragaan pasar kakao belum baik dimana hubungan antara pasar lokal (petani) dengan pasar acuan (eksportir) kurang padu, sehingga harga yang terjadi tidak ditransmisikan secara sempurna ke petani dan saluran pemasaran yang efisien adalah petani - pedagang pengumpul tingkat kecamatan - eksportir. Kesimpulan dari studi literatur menyangkut efisiensi produksi dan pemasaran pada berbagai usahatani komoditas pertanian, terdapat dua penelitian

39 19 yang menggabungkan sekaligus analisis produksi dan pemasaran dalam satu penelitian, yaitu penelitian tentang komoditas salak pondoh yang dilakukan Harsoyo (1999) dan kakao yang diteliti oleh Slameto (2003). Seperti halnya gambir, kedua komoditas tanaman perkebunan tahunan di atas juga didominasi oleh perkebunan rakyat yang dalam proses produksi sampai pemasarannya dihadapkan pada situasi dan kondisi dimana struktur pasar dan mekanisme pembentukan harga yang terjadi cenderung merugikan petani produsen. Karena itu penggabungan analisis kedua aspek (produksi dan pemasaran) dalam satu kajian, bertujuan agar dapat memberikan alternatif solusi yang lebih menyeluruh menyangkut semua partisipan dalam pasar, mulai dari petani, lembaga pemasaran terkait, sampai ke konsumen akhirnya.

40 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Terdapat berbagai macam fungsi produksi yang bisa digunakan sebagai alternatif dalam melakukan analisis untuk mengetahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output), diantaranya adalah: fungsi produksi linier, kuadratik, polinominal akar pangkat dua, eksponensial, CES (Constant Elasticity of Substitution) dan translog. Memilih fungsi produksi apa yang akan digunakan dalam suatu penelitian diperlukan banyak pertimbangan, karena masing-masing fungsi produksi memiliki keunggulan dan keterbatasan. Selain disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, jenis data yang digunakan dan tujuan analisis, Soekartawi (2003), juga menganjurkan tindakan berikut dalam memilih model atau bentuk fungsi produksi yaitu: (1) identifikasi masalah secara jelas, variabel-variabel apa saja yang berfungsi sebagai penjelas dan apa variabel yang dijelaskannya, (2) tindakan pertama tersebut kemudian harus dilanjutkan dengan studi pustaka untuk melihat apakah identifikasi masalah sesuai dengan teori yang benar yang dikombinasikan dengan pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3) melakukan trial and error untuk menguatkan model yang dipakai. Fungsi produksi eksponensial yang biasanya disebut juga dengan fungsi Cobb-Douglas adalah fungsi yang sering dipakai sebagai model analisis produksi dalam penelitian usahatani, karena penggunaannya yang lebih

41 21 sederhana dan mudah untuk melihat hubungan input-output. Menurut Debertin (1986), walaupun memiliki beberapa keterbatasan, penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan atas pertimbangan: (1) secara metodologis lebih representatif dibandingkan dengan fungsi keuntungan misalnya, karena variabel bebas yang dimasukkan adalah kuantitas dari input, data cross section akan lebih tepat dianalisis dengan fungsi produksi dibandingkan dengan fungsi keuntungan, (2) dalam penerapan secara empiris lebih sederhana dan lebih mudah karena nilai parameter dugaan sekaligus juga menunjukkan elastisitas produksi dan ekonomi skala usaha, dan (3) dari fungsi tersebut dapat diturunkan fungsi permintaan input. Soekartawi (2003), menyebutkan ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti yaitu: (1) penyelesaiannya relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain karena dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier, (2) hasil pendugaan garis fungsi ini menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas, dan (3) besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale. Terlepas dari kelebihan tertentu yang dimiliki fungsi produksi Cobb- Douglas jika dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain, bukan berarti fungsi tersebut sempurna. Kesulitan umum yang dijumpai dalam penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas atau kelemahan dan keterbatasan fungsi ini adalah: (1) spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Hal ini juga mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen yang

42 22 dipakai, masalah ini sering terjadi dalam pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil, (2) kesalahan pengukuran variabel, hal ini terletak pada validitas data apakah terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah, (3) bias terhadap variabel manajemen karena kadang-kadang sulit diukur dan dipakai sebagai variabel independen dalam pendugaan karena erat hubungannya dengan variabel independen yang lain, dan (4) multikolinearitas. Selain itu ada asumsi yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas, seperti misalnya asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda, tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama dan asumsi bahwa sampel dianggap price takers (Soekartawi, 2003) Fungsi Produksi Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Fungsi produksi merupakan fungsi dari kuantitas input tidak tetap dan input tetap. Menurut Debertin (1986), fungsi produksi menerangkan hubungan teknis yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas. Atau bisa juga dikatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan per satuan waktu. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Q = (X 1, X 2, X 3,...X n /Z n )...(1) dimana: Q = Output atau produksi X 1, X 2, X 3,...X n = Input tidak tetap ke-1, 2, 3,..., n

43 23 Z n = Input tetap ke-n Petani yang maju dalam melakukan usahatani akan selalu berfikir bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimum. Gambar 4 menggambarkan keterkaitan antara hasil produksi (Q) yang dalam grafik dilambangkan dengan Y, dengan faktor produksi yang digunakan (X). Keterkaita n tersebut bisa dilihat dari hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marginal (PM) dan Produk Rata-rata (PR). Produk Total (PT) merupakan produksi total yang dihasilakan oleh suatu proses produksi. Produk Marginal (PM) menunjukkan perubahan produksi yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan faktor produksi variabel, sedangkan Produk Rata-rata (PR) menunjukkan besarnya rata -rata produksi yang dihasilkan oleh setiap penggunaan faktor produksi. Berdasarkan Gambar 4 terlihat apabila faktor produksi X terus-menerus ditambah jumlahnya, pada mulanya pertambahan PT akan semakin banyak, tetapi ketika mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan yang akan diperoleh akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Keadaan yang menyebabkan pertambahan produksi yang semakin melambat sebelum akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun dikenal dengan hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (the law of deminishing marginal return). Hubungan antara tingkat produksi dengan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap daerah produksi, yaitu: (1) daerah I yang terjadi pada saat PR naik hingga PR maksimum di titik B, (2) daerah II yang dimulai dari saat PR

44 24 maksimum di titik B sampai hingga PT maksimum di titik C, dan (3) daerah III adalah daerah saat PT menurun mulai dari titik C. C B A Sumber: Doll dan Orazem, 1984 Gambar 4. Produk Total, Produk Marginal, Produk Rata-Rata dan Tiga Tahapan Produksi Daerah I dikatakan irrational region karena penggunaan input masih menaikkan PT sehingga pendapatan masih dapat terus diperbesar. Daerah II adalah rational region karena pada daerah ini dimungkinkan pencapaian pendapatan maksimum, pada daerah ini pula PT maksimum tercapai, sedangkan daerah III adalah irrational region karena PT telah menurun. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala usahatani pada model fungsi produksi komoditas gambir berada pada rational region.

45 Analisis Efisiensi Produksi Istilah efisiensi dikenal dalam teori produksi. Tersedianya faktor produksi belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Menurut Nicholson (2002), konsep efisiensi bisa dibedakan atas efisiensi teknis, efisiensi ekonomi dan efisiensi alokasi. Menurutnya alokasi sumberdaya disebut efisien secara teknis ( technically efficient) jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya. Jadi efisiensi teknis adalah suatu pengalokasian sumberdaya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi barang-barang lainnya. Berproduksi efisien secara teknis yaitu dengan berada pada batas kemungkinan produksi, jika kita ingin menggambarkan efisiensi teknis secara grafik. Sedangkan alokasi sumberdaya yang efisien secara ekonomis (economic efficiency) adalah sebuah alokasi sumberdaya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat. Agar alokasi sumberdaya menjadi efisien, harga harus sama dengan biaya marginal sosial yang sebenarnya pada setiap pasar (efisiensi alokasi). Lau dan Yotopoulus (1971), mendefinisikan efisiensi teknis sebagai hasil produksi yang dapat dicapai untuk suatu kombinasi faktor produksi yang diberikan. Efisiensi harga (alokatif) didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan dengan menyamakan nilai

46 26 produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan dengan harga inputnya, sedangkan efisiensi ekonomis adalah gabungan antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Produsen mengelola usahanya bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan, yang merupakan faktor penentu bagi produsen dalam mengambil keputusan untuk usahanya. Produsen akan meningkatkan produksinya apabila mengetahui bahwa tambahan faktor produksi yang diberikan memberi tambahan keuntungan. Peningkatan keuntungan itu didapat bila penerimaan marginal hasil lebih besar daripada biaya marginal faktor produksi. Karena itu diperlukan efisiensi usaha dimana efisiensi itu dapat dilakukan dengan pendekatan maksimalisasi produk dengan pengeluaran biaya tertentu, atau minimisasi biaya untuk mendapatkan output tertentu. Bisa juga dengan pendekatan maksimalisasi keuntungan dimana setiap faktor input harus digunakan pada nilai produk marginal masing-masing faktor sama dengan harganya. Pemilihan fungsi produksi yang baik dan benar dari berbagai fungsi produksi yang ada sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Sekalipun demikian ada beberapa pedoman yang perlu diikuti untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik dan benar yaitu: (1) bentuk aljabar fungsi produksi itu dapat dipertanggungjawabkan, (2) bentuk aljabar fu ngsi produksi itu mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah dianalisis, dan (4) mempunyai implikasi ekonomi ( Soekartawi et al. 1986). Untuk analisis fungsi produksi dengan menggunakan data survei usahatani yang dirancang secara khusus untuk memperoleh data bagi pendugaan fungsi

47 27 produksi, hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan ini adalah: (1) variasi dari berbagai variabel yang tidak disertakan dalam analisis seperti jenis tanah, cara bercocok tanam, iklim, hendaknya kecil, (2) sebaliknya variasi dari kombinasi masukan yang dipakai oleh sampel lebih beragam, misalnya tidak semua sampel memakai pupuk dalam dosis yang hampir sama, dan (3) jumlah sampel yang digunakan harus memadai, misalnya paling sedikit 40 responden (Soekartawi et al. 1986). Metode pengukuran efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi yang telah digunakan secara luas untuk analisis usahatani, salah satunya adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara metematis dituliskan sebagai berikut: Y = a x a x a x a n 1 2,...,...(2) n dimana: Y 0 X 1, X 2, X n 1, 2, n = Produksi komoditas pertanian atau output (variabel tidak bebas/dependent variable) = Konstanta atau intersep = Faktor produksi atau input ke-1, 2,..., n (variabel bebas/independent variable) = Koefisien arah regresi masing-masing variabel bebas ke-1, 2,..., n = Gangguan stokhastik/kesalahan (disturbance term) Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi berpangkat yang terdiri dari dua variabel atau lebih, dimana variabel yang satu disebut variabel yang dijelaskan Y (variabel tak be bas) dan yang lain disebut variabel yang menjelaskan X (variabel bebas). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya adalah dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi oleh

48 28 variasi X (Soekartawi, 2003 ). Fungsi di atas dapat dilinierkan dengan mentransformasi variabel tersebut menggunakan logaritma natural sebagai berikut: ln Y = ln ln x ln x n ln x n + ε.....(3) dimana: ln = Logaritma natural ε = Error term atau disturbance term Pendekatan yang digunakan sebagai alat untuk menganalisis tingkat efektivitas dan efisiensi usahatani melalui fungsi produksi adalah pendekatan produk marjinal. Dalam fungsi produksi ini sebagai variabel bebas adalah lahan garapan, bibit, pupuk buatan, pestisida dan tenaga kerja. Dengan cara analisis ini dapat diketahui sampai sejauh mana kontribusi faktor produksi terhadap hasil produksi yang dicapai. Mubyarto (1989), menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi dalam usahatani pada umumnya adalah bagaimana mengalokasikan secara tepat sumber-sumber daya atau faktor-faktor produksi yang terbatas agar dapat memaksimumkan pendapatan. Berkaitan dengan masalah efisiensi, ada dua pendekatan yang dapat mengukur efisiensi tersebut yakni: (1) pendekatan produk marjinal yaitu pendekatan melalui konsep produksi marjinal mencapai maksimum, dan (2) pendekatan efisiensi ekonomis yaitu pendekatan melalui konsep keuntungan mencapai maksimum. Kedua pendekatan ini merupakan cara analisis untuk mendapatkan gambaran tentang efisiensi usahatani dan apabila efisiensi ini tercapai maka keuntungan maksimum akan tercapai, sehingga pendapatan petani yang lebih tinggi akan tercapai pula.

49 29 Fungsi produksi merupakan hubungan teknis, maka fungsi produksi dapat berubah akibat pengaruh penggunaan faktor produksi. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh kenaikan hasil, karena itu terdapat tiga bentuk kenaikan hasil dalam fungsi produksi yaitu: (1) kenaikan hasil tetap artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan kenaikan hasil yang tetap dengan kata lain produk marjinal naiknya tetap, (2) kenaikan hasil bertambah artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan hasil yang bertambah dengan kata lain produk marjinal semakin meningkat, dan (3) kenaikan hasil berkurang artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan kenaikan hasil yang semakin berkurang dengan kata lain produk marjinal semakin berkurang. Untuk mengetahui tingkat efisiensi alokatif penggunaan faktorfaktor produksi pada usahatani gambir dilakukan dengan menghitung rasio nilai produk marjinal suatu input (NPM x ) dengan harga inputnya (P x ) Teori Pemasaran Komoditas Pertanian Kegiatan produksi dan pemasaran seperti dua sisi mata uang. Upaya peningkatan produksi dalam pengembangan suatu komoditas harus diikuti oleh kegiatan pemasaran yang baik, karena kedua kegiatan ini merupakan satu kesatuan yang berkaitan dan saling memperkuat. Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output yang akan dijual ke konsumen/pasar. Pemasaran adalah kegiatan yang menjembatani proses pertukaran produk dari produsen sampai produk tersebut diterima oleh konsumen. Kinerja pemasaran memegang peranan sentral dalam pengembangan komoditas pertanian. Perumusan strategi dan program pengembangan

50 30 pemasaran yang mampu menciptakan kinerja pemasaran yang kondusif dan efisien, akan memberikan kontribusi positif terhadap beberapa aspek yaitu: (1) mendorong adopsi teknologi, peningkatan produktivitas dan efisiensi, serta daya saing komoditas pertanian, (2) meningkatkan kinerja dan efektivitas kebijakan pengembangan produksi, khususnya kebijakan yang terkait dengan program stabilisasi harga keluaran, dan (3) perbaikan perumusan kebijakan perdagangan domestik dan internasional (ekspor dan impor) secara efektif dan optimal (Rusastra et al. 2003). Definisi pemasaran yang berorientasi pada pertanian sebagian besar merujuk pada peristiwa yang terjadi setelah produk atau komoditas meninggalkan titik awal produksi. Hal ini disebut dengan pendekatan gerbang pertanian ( farm gate). Kohls dan Uhl (2002), mendefinisikan pemasaran dalam pertanian sebagai sebuah sistem. Pemasaran menurut mereka adalah semua bentuk kegiatan bisnis yang meliputi seluruh sistem aliran produk dan jasa-jasa yang ada, mulai dari titik awal produksi pertanian sampai semua produk dan jasa tersebut di tangan konsumen. Sedangkan Dahl dan Hammond (1977), mendefinisikan pemasaran sebagai rangkaian urutan fungsi-fungsi yang dilakukan ketika produk bergerak dari titik produksi sampai ke konsumen akhir. Pemasaran merupakan suatu proses yang berjalan di dalam sistem pertukaran yang berfungsi menjembatani antara produsen dan konsumen. Tugas pemasaran dalam suatu sistem pertukaran tersebut adalah mempengaruhi koordinasi antara apa yang diproduksi dan apa yang dibutuhkan konsumen.

51 31 Kaitannya dengan analisis produksi dan pemasaran gambir dalam penelitian ini, pemasaran yang dimaksud pada intinya didefinisikan seperti yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002), yaitu sebagai semua kegiatan bisnis yang meliputi seluruh sistem aliran produk dan jasa-jasa yang terlibat dalam arus komoditas gambir, mulai dari titik awal produksi/petani produsen sampai gambir tersebut di tangan konsumen akhir. Lamb et al. (2001 ), berpendapat bahwa dari segi ekonomi, pemasaran merupakan tindakan atau kegiatan yang produktif, menghasilkan pembentukan kegunaan, yaitu kegunaan waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan, sehingga mempertinggi nilai guna dari suatu barang yang diminta atau dibutuhkan oleh konsumen. Fungsi penting lainnya dalam pemasaran ialah sistem harga dan mekanisme pembentukan harga yang banyak ditentukan oleh faktor waktu, tempat dan pasar. Hal tersebut di atas akan mempengaruhi penawaran dan permintaan suatu barang/jasa. Pembentukan harga suatu komoditas pada setiap tingkat pasar tergantung pada struktur pasar tersebut, sehingga hubungan harga antara tingkat pasar konsumen dengan tingkat pasar produsen tergantung kepada struktur pasar yang menghubungkannya. Dalam struktur pasar yang bersaing sempurna misalnya, hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar konsumen atau hubungan antar tingkat pasar, akan erat sekali. Keadaan ini merupakan salah satu cermin dari sistem pemasaran yang efisien. Mekanisme harga berfungsi sebagai sistem komunikasi untuk meneruskan informasi mengenai keinginan konsumen kepada produsen.

52 32 Sinyal harga menjadi pesan dari konsumen kepada produsen. Bila suatu produk atau mutu tertentu dari suatu produk sangat dibutuhkan oleh konsumen, maka harganya menjadi relatif lebih tinggi. Sinyal harga ini disampaikan melalui sistem tersebut menuju ke produsen, sehingga dalam waktu tertentu produsen melakukan penyesuaian yang menurutnya tepat secara ekonomi, dengan mengalokasikan faktor produksi untuk memproduksi produk dengan tingkat mutu seperti yang dikehendaki oleh konsumen. Prosesnya tentu tidak sesederhana uraian di atas. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi supaya mekanisme pembentukan harga ini sampai ke produsen dan mendorong respon yang dikehendaki yaitu: (1) nilai produk harus dijelaskan dan dikategorikan berdasarkan tingkatan atau istilah penjelas lainnya sehingga pembeli maupun penjual mempunyai sebuah penafsiran yang umum atau sama mengenai harga produk tersebut, (2) kekuatan permintaan dan penawaran yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi harga atau segi-segi lain dalam perdagangan, harus sama untuk pembeli dan penjual, dan (3) harga tidak terlalu mudah berubah -ubah pada tingkatan produsen atau tingkat lain dalam sistem pemasaran sehingga sinyal harga tersebut menjadi salah atau tidak jelas Pendekatan dalam Studi Pemasaran Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan studi pemasaran menurut Kohl dan Uhl (2002), yaitu: 1. Pendekatan serba fungsi, dimana berbagai aktivitas pemasaran diklasifikasikan kedalam berbagai fungsi pemasaran. Penekanannya pada

53 33 isu what is done. Beberapa fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengolahan, penyimpanan dan transportasi) dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, pengelolaan resiko, penelitian atau riset pasar). 2. Pendekatan institusi, dimana evaluasi pemasaran dilakukan dengan mempelajari perantara atau struktur bisnis yang membentuk proses pemasaran yang dititikberatkan pada siapa yang mengerjakan dan terlibat dalam proses pemasaran (who is involved). 3. Pendekatan perilaku, menggabungkan pendekatan fungsional dan institusional yang sangat berguna untuk menganalisis keberadaan aktivitas pemasaran, bagaimana perubahan dan perilaku lembaga pemasaran dalam proses pemasaran, mengapa ada perantara dalam industri. Purcell (1979), menjelaskan ada empat pendekatan yaitu pendekatan komoditas, pendekatan kelembagaan, pendekatan fungsional dan pendekatan sistem. Pada pendekatan komoditas (serba produk) dibahas segala aspek barang atau komoditas mulai dari titik produksi sampai pada titik konsumsi. Pendekatan ini mengikuti komoditas sepanjang lintasan antara produsen dan konsumen, sehubungan dengan apa yang dilakukan dan bagaimana komoditas tersebut bisa ditangani dengan lebih efisien. Misalnya tentang sifat khas dari barang, lembaga yang mentransfer, sumber permintaan dan penawaran, fasilitas pemasaran, serta peraturan pemerintah yang berhubungan dengan barang yang bersangkutan.

54 Konsep Efisiensi Pemasaran Pemasaran menginginkan adanya efisiensi yaitu pengorbanan yang sekecil mungkin terhadap barang atau jasa yang diminta konsumen. Efisiensi pemasaran menurut Soekartawi (2002 ), adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Ada beberapa faktor yang dapat dipakai sebagai ukuran efisiensi pemasaran yaitu keuntungan pemasaran, harga yang diterima petani, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan kompetisi pasar. Purcell (1979), menyebutkan ada dua ti pe efisiensi yang berkaitan dengan pemasaran yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis merujuk pada hubungan input-output yang terlibat dalam tugas pemanfaatan produksi diseluruh sistem pemasaran, dimana biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses untuk membawa barang ke tangan konsumen meliputi biaya perubahan bentuk, biaya penyimpanan dan biaya pengangkutan. Pada umumnya efisiensi pelaksanaan aktivitas dan fungsi ini dianggap tergantung pada teknologi yang tersedia. Efisiensi harga merujuk pada kemampuan sistem untuk mempengaruhi perubahan dan mendorong relokasi sumberdaya agar dapat mempertahankan kesesuaian antara apa yang diproduksi dan apa yang dibutuhkan konsumen. Kohls dan Uhl (2002), menyatakan bahwa perubahan sistem pemasaran yang berakibat mengecilnya biaya kegiatan pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen menunjukkan suatu perbaikan dari tingkat efisiensi pemasaran. Sedangkan perubahan yang mengurangi biaya pemasaran tetapi diikuti dengan berkurangnya kepuasan konsumen menunjukkan penurunan

55 35 tingkat efisiensi pemasaran. Efisiensi pemasaran akan tercapai jika struktur pasar dapat menciptakan iklim yang mendorong terjadinya proses yang seimbang antara pelaku-pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Efisiensi pasar secara teoritis dapat dicapai jika pelaku-pelaku pasar tidak melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar, atau bila pemasaran tersebut dapat memberikan semua pihak (petani produsen, pedagang perantara dan konsumen) kepuasan balas jasa yang seimbang sesuai dengan sumbangannya masing-masing meskipun sifatnya relatif (adil yang proporsional). Kohls dan Uhl (2002), lebih lanjut mengungkapkan bahwa analisis sistem pemasaran dapat juga dikaji melalui pendekatan struktur, perilaku dan keragaan pasar. Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara penjual dengan pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, pangsa pasar, konsentrasi pasar dan kondisi keluar masuk pasar. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang dihadapinya, yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga dan siasat pemasaran seperti potongan harga. Struktur, perilaku dan kinerja merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi di pasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut, yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan.

56 Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Soekartawi (2002 ), mengemukakan bahwa pemasaran hasil-hasil pertanian sering dihadapkan pada kata efisiensi, baik cara pengukurannya maupun kriteria yang dipakai. Setidaknya ada dua kesulitan untuk menilai efisien atau tidaknya suatu proses pemasaran. Pertama, efisiensi pemasaran tidak mampu menunjukkan ukuran yang konsisten untuk mengukur efisiensi pemasaran secara keseluruhan. Kedua, efisiensi pemasaran seringkali melupakan aspek kesejahteraan masyarakat ( welfare aspect of the society). Dalam hal ini untuk meningkatkan efisiensi pemasaran dan sekaligus juga memperhatikan welfare society, pendekatan dengan konsep SCP ( Structure- Conduct-Performance) merupakan pendekatan yang bisa digunakan untuk mengurangi tidak efisiennya suatu pemasaran. Pendekatan SCP adalah pendekatan organisasi pasar yang mencakup atau mengkombinasikan semua aspek dari sistem pemasaran atau tataniaga yaitu: market structure, market conduct dan market performance. Dasar paradigma SCP dicetuskan oleh Mason (1939), yang mengemukakan bahwa struktur ( structure) suatu industri akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct), yang pada akhirnya menentukan keragaan atau kinerja (performance) industri tersebut. a. Struktur Pasar Struktur pasar ( market structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan suatu resultan atau saling mempengaruhi perilaku dan keragaan pasar. Antara lain ada empat faktor yang menjadi penentu yaitu: jumlah dan

57 37 ukuran perusahaan (isu pangsa pasar dan konsentrasi pasar), kondisi dan keadaan produk (homogen atau diferensiasi), mudah atau sukarnya untuk masuk dan keluar pasar atau industri (barrier to entry) dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran. Struktur pasar dapat juga diartikan sebagai tipe dan jenis-jenis pasar, yang secara garis besar dibagi atas dua kelompok, yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna. Pasar Persaingan Sempurna (PPS) adalah kondisi pasar ideal dan kompetitif yang berjalan dengan efektif dan efisien dengan beberapa asumsi yang harus terpenuhi yaitu: (1) ada sangat banyak penjual dan pembeli di pasar, (2) tidak ada pelaku pasar yang dominan yang dapat mempengaruhi pesaingnya di pasar, (3) penjual dan pembeli hanya price taker serta tidak ada persaingan di luar harga, (4) tidak ada hambatan untuk masuk/keluar pasar, dan (5) jenis produk homogen dan identik, serta semua partisipan pasar mempunyai cukup informasi dan pengetahuan tentang produk dan harga. Sisi yang berlawanan sangat ekstrim dengan pasar persaingan sempurna adalah pasar monopoli dimana pasar dikuasai oleh satu penjual, berikutnya pasar oligopoli (sedikit penjual) dan pasar monopolistik (banyak penjual). Jika diurutkan menurut kedekatan karakteristik masing-masing pasar satu sama lain, maka struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, pasar monopolistik, pasar oligopoli dan terakhir pasar monopoli. Imperfect competition bisa juga dilihat dari perspektif pembeli atau konsumen, sehingga selain ketiga jenis pasar tidak bersaing sempurna tersebut (monopolistik, oligopoli dan monopoli) juga dikenal struktur pasar monopsoni

58 38 dan oligopsoni. Pasar monopsoni menurut Kohls dan Uhl (2002), adalah pasar dimana hanya terdapat satu pembeli atau kondisi dimana hanya ada satu perusahaan pengguna pada pasar input tertentu dan oligopsoni adalah sebuah situasi pasar dimana hanya ada beberapa pembeli dari satu produk atau komoditas (a few large buyers of a product). Struktur pasar sebagian besar komoditas hasil-hasil pertanian terutama di negara-negara berkembang, tergolong ke dalam struktur pasar monopsoni atau oligopsoni, yang mayoritas pertaniannya merupakan usahatani subsistem karena beragam faktor yang mempengaruhinya. Hal ini sangat merugikan petani karena dampak dari mekanisme pembentukan harga yang terjadi adalah tidak ada harga terbaik, pembeli membeli hasil panen di bawah harga pasar yang seharusnya (harga pada PPS) sehingga bagian harga yang seharusnya dinikmati petani diambil oleh pembeli. Struktur pasar biasanya diukur dengan rasio konsentrasi, indek atau share tertentu. Setiap perusahaan mempunyai pangsa pasar (market share) yang berbeda-beda berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar menggambarkan bagian yang diperoleh perusahaan dari total penjualan industri. Semakin tinggi share suatu perusahaan maka akan semakin besar peranan dan pengaruhnya di pasar. Derajat konsentrasi pasar dapat diukur dengan menggunakan Herfindahl Hirchman Index (HHI). Jika nilai HHI antara dinyatakan sebagai konsentrasi moderat, sedangkan lebih dari 1800 adalah konsentrasi tinggi. Concentration Ratio (CR) juga merupakan metode untuk mengukur derajat konsentrasi pasar. Cara penghitungan melalui CR terbagi atas CR1, CR2,

59 39 CR3, CR4 dan lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi struktur pasar yang akan dinilai. Angka 1, 2 dan seterusnya mengindikasikan jumlah share perusahaan yang akan dinilai CR-nya. Rasio konsentrasi merupakan akumulasi share perusahaan utama dalam industri, atau persentase dari total output masing-masing perusahaan yang mendominasi industri atau pendapatan penjualannya, dibagi dengan total output atau penjualan keseluruhan industri (rasio pangsa pasar relatif dari total output industri). b. Perilaku Pasar Perilaku pasar (market conduct) merupakan perilaku partisipan (pembeli dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar secara individu atau kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran tertentu. Misalnya praktek-praktek bisnis yang dilakukan perusahaan dalam kebijakan penentuan harga, promosi penjualan dan berbagai strategi penjualan lainnya yang dilakukan untuk mencapai hasil pasar yang spesifik. Pada prinsipnya hubungan pembeli dan penjual adalah hubungan persaingan, tetapi setelah ada kesepakatan atau negosiasi, hubungan itu menjadi transaksi. Firdaus et al. (2008), lebih lanjut menyebutkan bahwa perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar dapat dikelompokkan menjadi perilaku dalam strategi harga, produk dan promosi. Perilaku antara lain juga bisa dilihat dari tingkat persaingan ataupun kolusi antar partisipan di pasar.

60 40 c. Kinerja Pasar Kinerja atau keragaan pasar (market performance) merupakan hasil atau pengaruh dari struktur dan perilaku pasar yang dalam realita dapat terlihat dari produk atau output, harga dan biaya pada pasar-pasar tertentu. Misalnya efisiensi harga atau biaya produksi, biaya promosi penjualan, termasuk nilai informasi, volume penjualan dan efisiensi pertukaran di pasar. Keragaan atau kinerja suatu industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi dan profitabilitas (Firdaus et al. 2008). Struktur dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya pemasaran, margin serta distribusi pemasaran, jumlah komoditas yang diperdagangkan, korelasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen, elastisitas transmisi harga dan keterpaduan pasar. Terdapat sejumlah faktor intrinsik dan eksternal yang berpengaruh terhadap kinerja pemasaran produk pertanian. Secara intrinsik faktor yang berpengaruh diantaranya adalah struktur pasar, tingkat integrasi pasar dan margin pemasaran. Bentuk pasar yang terjadi dalam struktur suatu pasar akan mempengaruhi tingkat kompetisi yang akan berdampak pada proses pembentukan harga, transmisi harga dan bagian harga yang diterima petani. Jadi secara implisit struktur pasar akan berdampak terhadap kinerja integrasi pasar dan nilai margin pemasaran. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kinerja pemasaran produk pertanian adalah terkait dengan kebijakan pemerintah seperti pengembangan infra struktur pemasaran (fisik dan kelembagaan), program stabilisasi harga output, perpajakan dan retribusi, kebijakan pengembangan produk dan

61 41 pengolahan hasil pertanian dan lain-lain. Pemahaman di atas dan perbaikan terhadap kinerja pemasaran produksi pertanian akan bermanfaat dalam mendorong peningkatan produksi dan pendapatan petani, karena kinerja pemasaran yang kondusif akan mendorong adopsi teknologi dan bagian harga yang diterima petani. Kebijakan pemerintah yang kondusif akan mendorong peningkatan produksi, distribusi, pengembangan produk dan insentif yang proporsional bagi pelaku tataniaga dan kesejahteraan petani (Rusastra et al. 2003) Margin Pemasaran Nicholson (2002), mengemukakan bahwa pola pembentukan harga tergantung dari kekuatan-kekuatan pelaku dalam pasar. Dengan kata lain penjual dan pembeli bertemu langsung, harga hanya ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan secara agregat, sehingga jumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen sama dengan jumlah yang diterima produsen. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara harga di antara keduanya. Namun dari hasil penelitian dalam bidang pemasaran pertanian ternyata terdapat perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pengecer dan konsumen akhir. Perbedaan yang terjadi inilah yang disebut marjin pemasaran yang merupakan keuntungan dari kegiatan yang dilakukan dalam pemasaran (Cramer et al. 1997). Bila dalam pemasaran suatu produk pertanian terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran, maka marjin pemasaran diperoleh dari jumlah marjin pemasaran dari tiap-tiap lembaga pemasaran.

62 42 Irawan dan Sudjoni (2001), berpendapat banyaknya lembaga pemasaran dan jarak antara produsen ke konsumen sangat berpengaruh terhadap arus distribusi barang dan tingkat harga yang diterima oleh produsen ataupun tingkat harga yang harus dibayar oleh konsumen. Jika dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen melalui banyak lembaga pemasaran yang terlibat, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut pada produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen, dalam hal ini tidak memberikan keuntungan yang wajar, baik bagi petani maupun bagi konsumen. Dengan demikian pemasaran yang melibatkan banyak lembaga pemasaran dapat menyebabkan rendahnya harga di tingkat produsen dan tingginya harga di tingkat konsumen sehingga marjin pemasaran menjadi tinggi. Nilai marjin pemasaran pada tiap komoditas berbeda-beda, dikarenakan untuk tiap produk mempunyai jasa pemasaran yang berbeda-beda dan tiap bentuk nilai tersebut memiliki geometrik dalam proses penjualannya. Lebih lanjut Dahl dan Hammond (1977), mengemukakan nilai marjin pemasaran ini umumnya ditetapkan dalam bentuk absolut seperti dalam persen. Dalam hal ini pedagang besar dalam memberikan tambahan harga ( mark up) biasanya dalam bentuk konstan yaitu persen yang disebut sebagai biaya marjin tetap (margin fixed cost) dan untuk pengecer dalam menetapkan tambahan harga dalam bentuk absolut tetap secara marjin uang (absolute). Tomek dan Robinson (1977), mendefinisikan margin pemasaran sebagai berikut: (1) perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen, dan (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh

63 43 jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran. Dalam definisi yang pertama, margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang sederhana antara kurva permintaan asal ( primary demand) dan permintaan turunan ( derived demand) untuk setiap bagian produk. Permintaan asal ditentukan oleh respon dari kepuasan konsumen, yang tercermin dalam harga di tingkat konsumen, sedangkan kurva permintaan turunan adalah kurva yang sebenarnya dihadapi oleh petani produsen. Sumber: Tomek dan Robinson, 1977 Gambar 5. Kurva Permintaan Asal, Permintaan Turunan, Penawaran Asal dan Penawaran Turunan Gambar 5 menjelaskan margin secara grafis. Kurva tersebut dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa: (1) elastisitas substitusi antara produk pertanian dengan input tataniaga (misalnya tenaga kerja) adalah nol, dan (2) jumlah produk di tingkat petani atau Q f, sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Q r, dimana Q f = Q r = Q (kondisi ekuilibrium). Apabila asumsi

64 44 tersebut tidak digunakan, maka kemiringan ( slope) atau koefisien arah kurva permintaan maupun kurva penawaran di tingkat petani dengan di tingkat pengecer tidak akan sejajar (sama).besar kecilnya margin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah atau belum efisien. Tinggi rendahnya margin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan pemasaran, antara lain ketersediaan fasilitas fisik pemasaran seperti pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, pengelolaan resiko kerusakan dan lain-lain. Secara umum bisa dikatakan semakin panjang saluran pemasaran atau pihak yang terlibat dalam saluran pemasaran, maka margin pemasaran akan semakin besar Bagian Harga yang Diterima Petani Efisiensi pemasaran dapat juga dianalisis dengan menghitung bagian harga yang diterima petani atau farmer s share. Soekartawi ( 2002), mengemukakan untuk mengukur efisiensi pemasaran digunakan harga jual petani sebagai dasar (P f ) dan dibandingkan dengan harga beli pedagang di tingkat konsumen akhir (P r ) dikalikan dengan 100 persen. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati oleh petani. Besar farmer s share (FS) menurut Kohls dan Uhl (2002), dipengaruhi oleh: (1) tingkat pemrosesan, (2) biaya transportasi, (3) keawetan produk, dan (4) jumlah produk. Rumusannya sederhana, dinyatakan dalam persentase (%), yang dirumuskan dalam persamaan FS = P f /P r x 100%. Apabila dari hasil pengujian diperoleh bagian harga yang diterima petani rendah, maka saluran pemasaran tidak/belum efisien.

65 Elastisitas Transmisi Harga Elastisitas transmisi harga adalah nisbah perubahan relatif harga di tingkat pengecer (P r ) terhadap perubahan relatif harga di tingkat produsen (P f ) (George dan King, 1971). Pengertian ini erat kaitannya dengan anggapan bahwa margin tataniaga merupakan akibat adanya permintaan turunan dari pedagang eceran kepada petani produsen, atau margin tataniaga merupakan selisih dari harga di tingkat pedagang eceran dengan harga di tingkat petani. Secara matematik elastisitas transmisi harga adalah: E t = Pr P f Pr P f = Pr P f x Pf P r...(4) dimana: E t P r P f = Elastisitas transmisi harga = Perubahan harga di tingkat pedagang pengecer = Perubahan harga di tingkat petani Keterpaduan Pasar Pengertian keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komodidas pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Pengaruh ini dapat diduga melalui regresi sederhana, analisis korelasi harga di setiap tingkat baik secara vertikal maupun horizontal dan melalui elastisitas transmisi harga (E t ). Dalam suatu sistem pasar terpadu yang efisien akan terlihat adanya korelasi positif yang tinggi sepanjang waktu dari beberapa pasar (Heytens, 1986). Pada umumnya pendekatan ini banyak dipakai untuk menguji apakah pasar setempat terpadu dan efisien. Dalam hal ini kelancaran informasi dan

66 46 pengangkutan memberi peranan yang penting dalam membentuk perdagangan antarpasar yang efisien. Pengujian akan hubungan harga-harga ditambah dengan pengamatan tentang kegiatan perdagangan merupakan metode uji hipotesis yang berguna. Harga-harga pada suatu sistem pasar yang efisien cenderung bergerak bersama-sama, tetapi hal ini dapat terjadi karena sebabsebab yang lain. Pergerakan harga umum, musim bersama atau setiap faktor kebersamaan, dapat memberikan perubahan harga yang selaras walaupun pasar tersebut tidak berhubungan (Heytens, 1986). Pendekatan lain yang digunakan adalah metode autoregresive distributed lag yang dapat mengatasi masalah kelemahan model regresi sederhana yang menganggap perubahan harga di tingkat konsumen dan produsen bergerak pada waktu yang sama. Model ini dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Model didasarkan pada hubungan bedakala ( lag) bersebaran autoregresive antara harga disuatu tingkat atau pasar tertentu dengan harga di pasar atau tingkat lainnya. Analisis ini dapat menerangkan adanya hubungan antara perubahan harga di suatu pasar tertentu dengan harga di pasar lainnya. Lebih lanjut dapat diungkapkan proses pembentukan harga, misalnya Pi t adalah harga di pasar i waktu t, sedangkan PA t adalah harga di pasar acuan waktu t, maka model dapat dirumuskan sebagai berikut: (Pi t Pi t-1 ) = (α i - 1) (Pi t-1 - PA t-1 ) + β i0 (PA t - PA t-1 ) + (α i + β i0 + β i1-1 ) PA t-1 + γ i X + e...(5) dimana: Pi t = Harga di pasar i waktu t PA t = Harga di pasar acuan waktu t X = Vektor musiman atau variabel lain yang dianggap relevan

67 47 e = Error term di pasar i waktu t Persamaan (5) menjelaskan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah fungsi dari selisih harga pasar setempat dengan pasar acuan pada waktu yang sebelumnya, perubahan harga pasar acuan pada waktu sebelumnya, harga di pasar acuan waktu sebelumnya dan ciri-ciri pasar setempat. Persamaan (5) bisa dis ederhanakan dengan mengubah lambang-lambang koefisien: α i 1 = b 1, β i0 = b 2 dan α i + β i0 + β i1-1 = b 3, sehingga persamaan dapat ditulis sebagai berikut: (Pi t - Pi t-1 ) = b 1 (Pi t-1 PA t-1 ) + b 2 (PA t PA t-1 ) + b 3 PA t-1 + b 4 X + e...(6) Persamaan (6) dapat disusun kembali menjadi persamaan: Pi t = (1+b 1 ) Pi t-1 + b 2 (PA t PA t-1 ) + (b 3 -b 1 ) PA t-1 + b 4 X + e...(7) Apabila pasar acuan kita anggap berada pada keseimbangan jangka panjang maka (PA t PA t-1 ) = 0 dan juga b 4 = 0, sehingga didapatkan: Pi t = (1+b 1 ) Pi t-1 + (b 3 -b 1 ) PA t-1...(8) Nilai parameter (1+b 1 ) dan (b 3 -b 1 ) akan menggambarkan sumbangan relatif harga pasar setempat dan acuan terdahulu terhadap pembentukan harga tingkat sekarang. Apabila harga pasar acuan sebelumnya merupakan penentu dari harga, maka pasar-pasar ini terintegrasi dengan baik. Artinya keadaan penawaran dan permintaan pada pasar acuan akan dikomunikasikan secara efektif ke pasar-pasar setempat dan akan mempengaruhi harga-harga di sana walau bagaimanapun keadaan pasar lokal sebelumnya. Untuk menangkap besarnya pengaruh ini secara efektif, dikembangkan suatu indek hubungan pasar atau Index of Market Connection (IMC) atau disebut juga indek yang

68 48 dibatasi sebagai nisbah koefisien pasar setempat terdahulu terhadap koefisien pasar acuan terdahulu. Dari persamaan (8) diperoleh: IMC = 1 b1 b b (9) Secara umum, semakin dekat indek tersebut ke-0 atau koefisien bernilai lebih kecil dari 1 maka semakin tinggi derajat keterpaduan pasar Tahapan Penelitian Upaya peningkatan pendapatan petani tergantung pada pengelolaan produksi dan pengalokasian faktor produksi yang dimiliki, kemudian menindaklanjutinya dengan memasarkan komoditas yang telah diproduksi tersebut. Dengan demikian upaya peningkatan pendapatan petani salah satunya sangat ditentukan oleh faktor bagaimana petani melakukan pengelolaan produksi dan pemasaran komoditas yang diusahakannya. Kegiatan produksi dan pemasaran tidak bisa berjalan sendiri karena saling terkait dalam menentukan keberhasilan usahatani. Pengusahaan gambir sebagai komoditas pertanian tidak terlepas dari ketergantungan usahatani tanaman tropis ini pada faktor alam. Kondisi alam seperti curah hujan, karakteristik tanah, kesuburan tanah serta faktor lainnya akan sangat berpengaruh pada produksi dan produktivitas tanaman. Disamping faktor alam, teknologi yang digunakan petani dalam proses produksi, kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan serta situasi pasar yang berkaitan dengan permintaan, penawaran dan proses pemasaran gambir akan sangat berpengaruh pada pembentukan harga gambir di pasar.

69 49 G A M B I R Salah Satu Komoditas Unggulan Sumatera Barat dan Kabupaten Lima Puluh Kota Untuk Ekspor Usahatani perkebunan rakyat yang dikelola secara tradisional dengan teknologi pengolahan sederhana Masalah utama dalam pengelolaan komoditas gambir selama ini: 1. Produksi, produktivitas, serta mutu hasil gambir yang rendah 2. Rendahnya posisi tawar petani di pasar Bagaimana keterkaitan antara sektor on farm dengan off farm usahatani gambir yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem pemasaran serta peranannya dalam menentukan harga gambir Analisis Produksi Analisis Pemasaran Efisiensi pengalokasian sumberdaya Profil dan kinerja kelembagaan pemasaran gambir Pendekatan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan metode untuk analisis pemasaran menggunakan the market structure-conduct-performance relationship Gambaran menyeluruh mengenai keragaan usahatani gambir mulai dari on farm sampai off farm secara terpadu di Kabupaten Lima Puluh Kota Gambar 6. Tahapan Analisis Produksi dan Pemasaran Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Masalah utama dalam usahatani gambir seperti yang terlihat dalam di Gambar 6 adalah menyangkut produksi, produktivitas serta mutu hasil gambir

70 50 yang rendah. Proses produksi gambir memerlukan sumberdaya (input) yang bersifat tetap dan input tidak tetap. Faktor yang akan diuji sebagai hipotesis penelitian adalah bagaimana pengaruh luas areal tanam, jumlah pohon dan umur tanaman, tenaga kerja (curahan waktu kerja) serta penerapan faktor produksi lainnya, terhadap produksi gambir. Apakah pengaruhnya signifikan dan sudah efisien dalam pengalokasiannya. Disamping itu akan dilakukan juga analisis efisiensi pemasaran gambir dengan menggunakan pendekatan SCP untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai struktur pasar, perilaku dan keragaan usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota.

71 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan daerah sentra produksi gambir di Sumatera Barat. Menurut data BPS 2007/2008, sekitar persen produksi gambir Sumbar berasal dari kabupaten ini. Sumatera Barat sendiri adalah provinsi sentra produksi yang menyumbangkan lebih dari 80 persen produksi gambir Indonesia (Ermiati, 2004; Dhalimi, 2006). Selanjutnya dari Kabupaten Lima Puluh Kota dipilih lagi tiga kecamatan secara sengaja ( purposive) yang menjadi sentra produksi gambir yaitu Kecamatan Kapur IX, Lareh Sago Halaban dan Harau. Penentuan lokasi tersebut dengan pertimbangan: (1) ketiga kecamatan adalah daerah sentra produksi, (2) untuk melihat keragaman dan keragaan usahatani dan pemasaran gambir di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota, dan (3) supaya tidak terjadi pengelompokan pada wilayah tertentu sehingga memungkinkan lokasi penelitian tersebar. Namun demikian pemilihan ketiga kecamatan tersebut tidak dimaksudkan untuk dilakukan perbandingan. Kecamatan Kapur IX dipilih masih didasarkan pada pertimbangan bahwa kecamatan ini merupakan salah satu daerah sentra produksi di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan kontribusi tertinggi terhadap luas areal tanam dan produksi gambir, masing-masing sebesar persen dan persen (BPS, 2008a; 2008b). Pemilihan Kecamatan Lareh Sago Halaban

72 52 didasarkan pada pertimbangan karena kecamatan ini merupakan daerah pertama penghasil gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota dan sampai sekarang menghasilkan gambir dengan mutu kualitas A yang dikenal dengan nama Gambir Halaban I. Sedangkan Kecamatan Harau dipilih karena kecamatan ini adalah kecamatan dengan akses yang paling baik dan paling dekat dengan Kota Payakumbuh sebagai salah satu pasar utama gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Setelah dilakukan pemilihan lokasi penelitian pada tingkat kabupaten dan kecamatan, selanjutnya dilakukan penentuan lokasi penelitian pada tingkat kenagarian. Kenagarian atau nagari adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah sendiri dan merupakan ciri khas pemerintahan daerah Sumatera Barat, yang setingkat dengan desa. Kapur IX, Lareh Sago Halaban dan Harau merupakan kecamatan terpilih sebagai lokasi penelitian, masing-masing terdiri dari 7, 8 dan 11 kenagarian. Pemilihan kenagarian ditentukan secara sengaja di tiga kecamatan tersebut dan yang terpilih di Kecamatan Kapur IX adalah Kenagarian Koto Bangun, Muaro Paiti dan Lubuak Alai. Kenagarian Solok Bio-bio di Kecamatan Harau dan Kenagarian Halaban dan Sitanang di Kecamatan Lareh Sago Halaban Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder dalam bentuk data cross section maupun time series. Data cross section bersumber dari responden penelitian yaitu petani gambir dan pedagang gambir. Pedagang gambir dibedakan lagi berdasarkan volume perdagangannya menjadi

73 53 pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir gambir. Data primer ini yang digunakan untuk analisis efisiensi produksi dan pemasaran. Data time series dipakai untuk kelengkapan analisis kinerja pemasaran gambir mulai tahun Sumber data dan informasi berupa laporanlaporan ataupun dokumentasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Perkebunan, Perindustrian, Perdagangan dan asosiasi pedagang gambir yang berada di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Provinsi Sumatera Barat Metode Pengambilan Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani produsen gambir dan pedagang gambir yang ada di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Pengambilan sampel dari masing-masing lokasi ditentukan dengan cara sengaja ( purposive). Penentuan sampel petani di lokasi penelitian yang akan dijadikan responden adalah petani produsen gambir yang memiliki Batas Minimal Usaha (BMU) untuk usaha perkebuna n gambir yang ditetapkan sesuai dengan standar Sensus Pertanian tahun 2003 (ST 2003) yang dilakukan BPS, yaitu petani yang memiliki minimal 135 pohon gambir yang sudah berproduksi (BPS, 2003). Petani atau produsen dalam penelitian ini mungkin saja memiliki lebih dari satu usaha atau memiliki garapan usahatani dengan komoditas selain gambir. Populasi petani gambir menurut hasil Sensus Pertanian terakhir tahun 2003, di Kabupaten Lima Puluh Kota terdapat rumahtangga petani. Rumahtangga petani gambir untuk ketiga kecamatan terpilih sebanyak rumahtangga atau persen populasi, dengan sebaran sebanyak 1.27

74 54 persen atau 115 rumahtangga berada di Kecamatan Lareh Sago Halaban, persen atau 942 rumahtangga di Kecamatan Harau dan persen atau rumahtangga di Kecamatan Kapur IX. Parel et al. (1973), mengemukakan beberapa acuan yang dapat dipertimbangkan menyangkut ukuran pengambilan sampel berkaitan dengan ragam populasi, yaitu: (1) jika populasi besar, sampel dapat diambil dengan persentase kecil dan jika populasi kecil dapat diambil persentase besar, (2) ukuran sampel sebaiknya tidak kurang dari 30 satuan, dan (3) jumlah sampel disesuaikan dengan kemampuan biaya. Berdasarkan uraian di atas dan pertimbangan keterbatasan yang ada dari peneliti, maka rumahtangga petani yang menjadi sampel diambil dengan teknik quota sampling untuk memastikan bahwa beberapa karakteristik populasi terwakili dalam contoh yang akan terpilih (Juanda, 2009). Dari hasil survei yang dilakukan, diperoleh responden 30 rumahtangga petani di Kecamatan Lareh Sago Halaban, 35 rumahtangga petani di Kecamatan Harau dan 36 rumahtangga petani di Kecamatan Kapur IX. Namun demikian setelah dilakukan editing terhadap data yang diperoleh, ternyata hanya 96 rumahtangga petani sampel atau 1.06 persen dari populasi yang dianalisis datanya, dan sebanyak 5 sampel rumahtangga dikeluarkan dari hasil analisis karena adanya ketidaklengkapan data. Sampel yang dikeluarkan adalah 3 rumahtangga petani di Kecamatan Harau dan 2 rumahtangga petani di Kecamatan Kapur IX. Responden rumahtangga petani yang berjumlah 96 orang tersebut, setelah data rumahtangga terkumpul dan dilakukan tabulasi, dilakukan lagi

75 55 stratifikasi terhadap rumahtangga petani yang memiliki lebih dari satu lokasi perkebunan gambir dengan usia tanam yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan untuk analisis produksi guna mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi produksi gambir perkebunan rakyat. Sehingga ukuran sampel yang sebelumnya berjumlah 96 sampel rumahtangga petani, setelah dirinci lagi menurut usia tanaman gambir yang diusahakan, menjadi 133 sampel. Responden yang berhubungan dengan tataniaga gambir, sampel pedagang yang diambil adalah pedagang gambir dari setiap kecamatan yang dipilih secara sengaja (purposive) dari pedagang gambir yang ada di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Informasi awal mengenai pedagang pengumpul diperoleh dari petani dan pedagang pengumpul di kenagarian tempat pelaksanaan survei, selanjutnya didapat dengan metode snowball sampling guna mendapatkan pedagang di saluran pemasaran yang berada di atasnya. Penentuan pedagang dengan metode snowball sampling tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya pengambilan sampel yang tidak tepat, dimana pedagang pengumpul di bawahnya tidak menjadi agen (kepanjangan tangan) pedagang pengumpul di atasnya. Sampel pedagang yang dipilih adalah yang dianggap dapat mewakili karakteristik populasi dan kinerja dari masing-masing lembaga pemasaran pada lokasi penelitian. Berdasarkan informasi tersebut dan dengan mempertimbangkan karakteristik pedagang yang akan disurvei, diperoleh 20 responden sebagai sampel pedagang yang telah memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas. Sampel pedagang tersebut terdiri dari 11 sampel pedagang pengumpul, 6 sampel pedagang besar, 2 sampel eksportir dan 1 asosiasi pedagang gambir.

76 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung terhadap sampel petani dan pedagang gambir yang terpilih. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam kuisioner terstruktur yang telah disiapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada bulan Maret dan April Data yang dikumpulkan untuk sampel petani mencakup karakteristik rumahtangga petani, penguasaan dan luas lahan, pola tanam dan usia tanaman gambir yang diusahakan, input dan output usahatani per panen, curahan tenaga kerja, kegiatan pemasaran yang dijalankan serta kendala dan permasalahan yang dihadapi petani. Sedangkan untuk sampel pedagang, data yang dikumpulkan mencakup karakteristik pedagang, sistem dan daerah perdagangan, metode transaksi dan kuantitas gambir yang diperdagangkan serta aspek lainnya untuk memperoleh gambaran struktur pasar, perilaku dan kinerja pemasaran gambir Model Analisis Analisis Produksi Model ekonometrika dari fungsi produksi disusun bertujuan untuk menduga hubungan antara variabel tak bebas dan bebas dari suatu fungsi dalam usahatani gambir, yang sesuai dengan kriteria model yang baik dengan melihat kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrika. Pada analisis produksi menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas karena model inilah yang relevan untuk menganalisis usahatani. Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang

77 57 dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan. Parameter statistik serta parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi. Ada dua parameter statistik yang penting dan diperlukan, yaitu: (1) koefisien determinasi atau R 2 yaitu parameter yang menjelaskan besarnya variasi dari variabel yang dijelaskan oleh variabel penjelas, dan (2) uji t pada masing-masing variabel penjelas (Soekartawi et al. 1986). Analisis dilakukan untuk keseluruhan data sampel petani di daerah yang sudah dipilih di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Model penduga fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama. Adapun model fungsi produksi gambir di lokasi penelitian adalah sebagai berikut: dimana: 7 ln Y ln c0 dk ln X k ei Di u...(10) k 1 5 i 1 Y c 0 X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 D 1 D 2 = Produksi gambir (kg) = Intersep = Tenaga kerja (HOK) = Luas lahan (ha) = Jumlah tanaman menghasilkan (pohon) = Umur rata-rata pohon (tahun) = Pengalaman bertani gambir (tahun) = Penggunaan pupuk Urea (kg) = Penggunaan pestisida (liter) = Dummy lama pendidikan petani, dimana: 1 = SLTP ke atas (> 6 tahun) 0 = SD ( 6 tahun) = Dummy frekwensi panen, dimana: 1 = Panen 3 kali setahun dan 0 = Panen < 3 kali setahun

78 58 D 3 D 4 D 5 u d k, e i = Dummy jenis gambir yang diproduksi, dimana: 1 = Gambir campur 0 = Gambir murni = Dummy cara budidaya, dimana: 1 = Monokultur 0 = Tumpang sari = Dummy bibit unggul, dimana: 1 = Menggunakan bibit unggul (varietas udang) 0 = Campuran semua bibit (udang, riau dan cubadak) = Galat atau error term = Parameter yang diduga Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah: d 1, d 2, d 3, d 4, d 5, d 6, d 7, e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 > 0 Penilaian apakah fungsi produksi ini dapat dipertanggungjawabkan dimana terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan atau tidak terjadi kesalahan spesifikasi adalah dengan melakukan pengujian model secara keseluruhan dengan menggunakan statistik uji F. Uji F adalah pengujian serentak terhadap variabel independen apakah secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman produksi gambir sebagai variabel dependennya, dengan hipotesis: H 0 : α 0 = α 1 =... α i = 0 (Tidak ada X yang berpengaruh terhadap Y atau model tidak dapat menjelaskan keragaman produksi gambir) H 1 : α i 0 (Minimal ada satu X yang berpengaruh nyata terhadap Y atau model dapat menjelaskan keragaman produksi gambir) Jika dalam pengujian model dengan uji F disimpulkan bahwa model tersebut dapat menjelaskan keragaman produksi gambir (Y), maka permasalahan selanjutnya adalah variabel apa yang berpengaruh nyata

79 59 terhadap Y. Pengujian menggunakan uji statistik t pada masing-masing variabel independen, yaitu uji hipotesis yang berkaitan dengan masing-masing koefisien model regresi untuk melihat faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap produksi gambir. Perumusan hipotesisnya adalah: H 0 : α i = 0 (Variabel ke-i tidak berpengaruh terhadap Y atau produksi gambir) H 1 : α i 0 (Variabel ke-i berpengaruh nyata terhadap Y atau produksi gambir) Berdasarkan hipotesis tandingan ( H 1 ) yang dikemukakan di atas mempunyai rumusan tidak sama ( ), maka pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji dua arah (two-tailed test), dimana luas daerah kritis atau daerah penolakan H 0 pada tiap ujung adalah 1/2 α. Nilai level signifikansi yang digunakan atau derajat α adalah pada taraf 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Kriteria keputusan dilakukan dengan menggunakan angka probabilitas (P_value atau sign.) yang diperoleh dari perhitungan komputer kemudian dibandingkan dengan taraf nyata pengujian yang dilakukan, misalnya (α =5 persen). Jika probabilitas ( sign.) lebih kecil dari taraf nyata (α=5 persen), maka keputusannya adalah menolak H 0 atau menerima hipotesis alternatif H 1. P_value atau significance yang dikeluarkan oleh software statistik tertentu dapat juga diinterpretasikan sebagai peluang (resiko) kesalahan dalam menyimpulkan H 1 (Juanda, 2009). Pengujian model dilanjutkan dengan uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) untuk melihat apakah model yang ada sudah menghasilkan estimator yang linier, tidak bias dengan varian yang minimum, atau model regresi sudah memenuhi asumsi BLUE ( Best Linear Unbiased Estimator) dan pengujian

80 60 ekonomi skala usaha. Data untuk analisis produksi adalah data cross section, maka uji asumsi OLS pada model fungsi produksi komoditas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota tersebut meliputi: 1. Uji kenormalan residual (nilai galat) untuk melihat apakah galat menyebar normal (H 0 ) atau tidak menyebar normal ( H 1 ). Galat atau error term adalah selisih dari nilai Y aktual (Y t ) dengan nilai Y ketika data X dimasukkan ke dalam model (Ŷ). Harapannya adalah nilai E (Ŷ) = Y, atau error kecil, yang berarti model yang ada mendekati kondisi sebenarnya. 2. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ragam atau varians dari residual model, apakah ragamnya konstan (homoskedastisitas/h 0 ) atau model memiliki ragam tidak konstan (heteroskedastisitas/ H 1 ). Pengujian bisa dilakukan dengan melihat grafik atau dengan meregresikan Y = [U t ] atau residual. Harapannya adalah nilai yang didapatkan tidak signifikan atau ragam sudah memenuhi asumsi homoskedastisitas. 3. Uji multikolinieritas untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel independen dalam satu model. Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk menilai multikolinieritas ini adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil pendugaan model. Jika nilai VIF kecil dari sepuluh (VIF < 10) berarti tidak terjadi multikolinieritas dalam model. Pengujian skala usahatani diketahui dengan menjumlahkan koefisien regresi dari variabel atau parameter elastisitasnya. Dengan mengikuti kaidah Return to Scale (RTS) diketahui jika jumlah parameter elastisitasnya > 1 maka terjadi increasing RTS, artinya proporsi penambahan faktor produksi akan

81 61 menghasilkan tambahan produksi gambir yang proporsinya lebih besar. Jika jumlah parameter elastisitasnya = 1, terjadi constant RTS artinya dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi gambir yang diperoleh. Jika jumlah parameter elastisitasnya < 1, artinya terjadi decreasing RTS yang berarti proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi gambir. Perumusan hipotesisnya adalah: H 0 : α = 1 (Model sudah memenuhi constant return to scale) H 1 : α 1 (Model tidak memenuhi constant return to scale) Jika F hitung < F tabel terima H 0, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penggunaan faktor produksi berada pada tahap constant rate, artinya penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi gambir yang diperoleh. Berdasarkan hasil rangkaian pengujian di atas, setelah itu baru dilakukan pendugaan parameter model fungsi produksi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Analisis fungsi produksi ini menggunakan data survei usahatani sehingga untuk data pengamatan yang bernilai nol maka cara mengatasinya adalah mengganti nilai variabel yang bernilai nol tersebut dengan bilangan yang sangat kecil sehingga diharapkan tidak berpengaruh besar terhadap hasil analisis (Soekartawi et al. 1986). Hal ini karena analisis menggunakan model Cobb-Douglas yang telah diubah menjadi bentuk double log ( ln) tidak menghendaki faktor yang bernilai nol karena perhitungan tidak bisa dilakukan (ln nol tidak ada).

82 62 Efisiensi adalah rasio yang mengukur keluaran atau produksi suatu sistem atau proses untuk setiap unit masukan (Downey dan Erickson, 1992). Efisiensi produksi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input atau faktor produksi yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil produksi yang sebesar-besarnya, sedangkan efisiensi alokatif akan tercapai apabila petani mampu mengupayakan Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk suatu input (X) usahatani yang digunakan sama dengan harga input (P x ) tersebut. NPM x = P x atau NPM x /P x = 1...(11) Kriterianya adalah: (1) jika NPM x /P x = 1 artinya pada tingkat harga yang berlaku saat penelitian, penggunaan faktor produksi (input X) sudah berada pada tingkat yang optimum atau sudah efisien, (2) NPM x /P x > 1 artinya penggunaan faktor produksi masih belum efisien, untuk mencapai tingkat optimum input X perlu ditambah, dan (3) NPM x /P x < 1 artinya penggunaan faktor produksi tidak efisien atau sudah melebihi tingkat optimum, sehingga untuk mencapai efisien input X harus dikurangi (Rahim dan Retno, 2007) Analisis Pemasaran Analisis pemasaran dilakukan secara deskriptif menggunakan berbagai analisis data sederhana dengan menggunakan perhitungan, analisis tabulasi dan pendugaan secara statistik dengan metode regresi. Data berasal dari responden pedagang gambir dan hasil pengamatan selama berada di lokasi penelitian. Khusus untuk analisis keterpaduan pasar digunakan data time series yang diperoleh dari instansi terkait.

83 Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Analisis struktur pasar dan pemasaran gambir diidentifikasi dengan pendekatan observasi selama pelaksanaan survei lapangan. Observasi adalah pengumpulan data primer dengan cara pengamatan (Simamora, 2004). Untuk menganalisis struktur pasar observasi dilakukan terhadap seluruh kegiatan dan perilaku semua lembaga yang terlibat dalam rantai pemasaran gambir, bagaimana saluran pemasaran yang terjadi, sistem transaksi yang dilakukan, jumlah partisipan dan ukuran distribusinya (derajat konsentrasi), serta kondisi relatif mudah atau sulit untuk keluar masuk pasar. Metode yang dipilih untuk analisis struktur pasar adalah dengan melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing pembeli (pedagang) dengan menghitung konsentrasi rasio empat pedagang terbesar (CR4) sesuai yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002). Penghitungan nilai CR4 dilakukan pada empat pedagang gambir terbesar di Kabupaten Lima Puluh Kota, yang pengelompokannya didasarkan pada nilai output yang dihasilkan oleh empat pedagang terbesar tersebut. Rasio konsentrasi diperoleh dengan mengukur besarnya kontribusi output yang dihasilkan oleh empat pedagang terbesar terhadap total volume gambir atau output yang dibeli oleh pedagang selevel mereka untuk wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. CR 4 4 i 1 Si j...(12) dimana S ij adalah pangsa pasar (market share) empat pedagang gambir yang terbesar di Kabupaten Lima Puluh Kota. Market share (MS i ) didapat dengan: S i MSi x (13) S total

84 64 dimana: S i S total = Penjualan pedagang terbesar pertama, kedua, ketiga dan keempat di Kabupaten Lima Puluh Kota (ton/tahun) = Produksi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota (ton/tahun) Jika nilai CR4: 33 % : Competitive market structure % : Weak oligopsony market structure > 50 % : Strongly oligopsony market structure Hambatan untuk masuk ke pasar dihitung dengan menggunakan indikator Minimum Efficiency Scale (MES). Salah satu penyebab yang dapat menjadi hambatan masuk pasar adalah keberadaan perusahaan terbesar yang telah ada sebelumnya dalam sebuah industri. Hal ini dapat dilihat dari nilai MES yang diperoleh dari persentase output perusahaan terbesar terhadap total output industri. Tingginya MES dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru untuk memasuki pasar. MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri (Jaya, 2001). Penjualan Pedagang Terbesar MES...(14) Pr oduksi Gambir Kab. Lima Puluh Kota Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku partisipan di pasar, yang meliputi analisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh partisipan (pembeli) untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaingnya. Analisis ini sengaja dilakukan karena variabel yang mencerminkan perilaku sifatnya kualitatif dan sulit dikuantitatifkan. Pengamatan untuk analisis perilaku dilakukan terhadap praktek pembelian dan penjualan, praktek pembentukan harga dan praktek lembaga terkait dalam menjalankan fungsi pemasaran.

85 65 Analisis keragaan atau kinerja pasar gambir menggunakan metode yang sudah baku yang meliputi analisis margin pemasaran, farmer s share, elastisitas transmisi harga dan keterpaduan pasar. Untuk menganalisis efisiensi sistem pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota sekaligus mengidentifikasi kendala-kendala pelaku pasar yang mempengaruhi kinerja pasar gambir, hal yang harus dijelaskan sehubungan dengan analisis SCP meliputi: (1) bagaimana sistem kelembagaan pemasaran gambir, seperti apa koordinasi antarpartisipannya dan apakah perdagangan gambir dibentuk oleh banyak unit pedagang kecil yang berkompetisi ataukah didominasi oleh sedikit pedagang besar, (2) pendekatan apa yang digunakan pedagang dalam pembelian, penjualan dan penentuan harga gambir, (3) apakah ada hambatan untuk masuk pasar, apa saja faktor utama penghambat tersebut, (4) apakah ada masalah dan kendala dalam transportasi, penyimpanan, kredit keuangan dan informasi pasar, dan (5) bagaimana struktur, perilaku pasar serta kendalakendala dan permasalahan yang ada mempengaruhi kinerja pemasaran gambir. (Dessalegn et al. 1998) Margin Pemasaran Margin pemasaran atau juga biasa disebut margin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat petani produsen (harga beli) dengan harga ditingkat konsumen akhir (harga jual). Margin tataniaga adalah harga dari semua nilai guna (nilai tambah) dari aktivitas dan penanganan fungsi -fungsi pemasaran, termasuk jasa-jasa pemasaran dari lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam rantai pemasaran suatu produk atau komoditas. Margin tataniaga

86 66 merupakan jumlah dari biaya-biaya dan keuntungan yang didapat oleh lembaga pemasaran. Secara matematis besarnya margin tataniaga adalah: dimana: M i = Pr i Pf i...(15) M i = C i + π i...(16) M i = Margin pemasaran pada lembaga (saluran) pemasaran di tingkat (pasar) i Pr i = Harga jual gambir di pasar i Pf i = Harga beli gambir di pasar i C i π i = Biaya pemasaran di pasar i = Keuntungan pemasar (lembaga) di pasar i Dengan demikian total margin tataniaga (M) adalah: n M = i 1 M i...(17) Bagian Harga yang Diterima Petani Bagian harga konsumen yang diterima petani ( farmer s share atau FS) dinyatakan dalam bentuk persentase, yang berguna untuk mengetahui porsi harga yang dinikmati petani dari harga yang berlaku di tingkat eksportir. Dihitung dengan menggunakan rumus: FS = (P f / P e ) x 100 %...(18) dimana: P f = Harga gambir di tingkat petani P e = Harga gambir di tingkat eksportir Cara lain yang bisa digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan bagian harga yang diterima petani (P f ) akibat perubahan harga di

87 67 tingkat eksportir (P e ), maka variabel tersebut dapat difungsikan terhadap perubahan harga di tingkat eksportir (P e ) yaitu: P f = a + b P e + u 2...(19) Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar atau tingkat integrasi suatu pasar dapat dinilai dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya yaitu: (1) elastisitas transmisi harga atau E t, dimana jika nilainya mendekati satu maka dikatakan pasar semakin bersaing atau mendekati pasar persaingan sempurna, dimana perubahan harga di tingkat pasar yang dinilai telah ditransmisikan mendekati satu atau secara sempurna/e t =1, (2) metode autoregresive distributed lag, yang dikembangkan oleh Ravallion dengan ukuran index of market connection, dan (3) menggunakan analisis korelasi. Analisis keterpaduan pasar dalam penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan menggunakan analisis korelasi sebagai pembanding. Harga pasar setempat diidentifikasi sebagai harga gambir yang dihasilkan oleh petani (P f ), sedangkan harga di pasar acuan adalah harga gambir yang berlaku di tingkat eksportir (P e ), sehingga model dapat ditulis sebagai berikut: (Pf t - Pf t-1 ) = b 1 (Pf t-1 Pe t-1 ) + b 2 (Pe t Pe t-1 ) + b 3 Pe t-1 + u 4...(20) dan dapat disusun kembali menjadi persamaan: Pf t = (1+b 1 ) Pf t-1 + b 2 (Pe t Pe t-1 ) + (b 3 -b 1 ) Pe t-1 + u 4...(21) dimana: Pf t = Harga gambir di tingkat petani (waktu t) Pf t-1 = Harga gambir di tingkat petani (waktu t-1)

88 68 Pe t = Harga gambir di tingkat eksportir (waktu t) Pe t-1 u 4 = Harga gambir di tingkat eksportir (waktu t-1) = Galat Koefisien b 2 pada Persamaan (21 ) menunjukkan seberapa jauh perubahan harga di tingkat eksportir di transmisikan ke tingkat petani. Apabila nilai parameter dugaan b 2 bernilai 1 maka perubahan harga 1 persen pada suatu tingkat pasar, akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu semakin dekat nilai parameter b 2 dengan 1 maka akan semakin baik keterpaduan pasar. Sedangkan koefisien (1+b 1 ) dan (b 3 -b 1 ) masing-masing mencerminkan seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya, baik ditingkat petani maupun eksportir, terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua koefisien tersebut (1+b 1 )/(b 3 -b 1 ) menunjukkan indeks hubungan pasar (Index of Market Connection atau IMC) yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Cara perhitungan IMC: IMC = (1 b1) (b b ) (22) Nilai IMC yang semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar jangka panjang antara harga pasar di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir. Konsep pengukuran satuan dalam analisis ini adalah sebagai berikut: 1. Margin pemasaran dihitung berdasarkan perbedaan harga beli dengan harga jual gambir (Rp/kg). 2. Tingkat harga beli dihitung dari harga rata-rata pembelian gambir (Rp/kg).

89 69 3. Tingkat harga jual dihitung berdasarkan harga rata-rata penjualan gambir (Rp/kg). 4. Tingkat harga di petani adalah harga jual gambir yang diterima petani yang dihitung dengan menggunakan harga rata-rata tertimbang (Rp/kg). 5. Tingkat harga di konsumen akhir adalah harga gambir di tingkat eksportir (FOB). 6. Biaya pemasaran (tataniaga) adalah seluruh jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam kegiatan pemasaran gambir (Rp/kg). 7. Bentuk produk komoditas yang diperdagangkan berupa gambir yang sudah dicetak dan dikeringkan (gambir kering) Definisi Operasional Beberapa definisi yang perlu dijelaskan sehubungan dengan analisis produksi dan pemasaran gambir, adalah: 1. Petani gambir adalah petani yang membudidayakan tanaman gambir minimal 135 pohon dengan umur rata-rata minimal 1.5 tahun. 2. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang langsung membeli gambir dari petani dan menjualnya kepada pedagang besar dan volume penjualan rata-ratanya 100 kg/hari atau tidak lebih dari 1 ton per minggu. 3. Pedagang besar adalah pedagang gambir yang volume penjualan rata-rata lebih dari 1 ton per minggu dan hanya melakukan penjualan untuk pasar lokal atau untuk pasar dalam negeri saja. 4. Eksportir gambir adalah pedagang yang secara berkala (rutin) melakukan penjualan gambir ke pasar luar negeri (ekspor).

90 70 5. Biaya faktor produksi merupakan masing-masing biaya faktor produksi yang dikeluarkan selama setahun, berdasarkan pengeluaran riil yang dihitung dalam rupiah. 6. Upah tenaga kerja adalah upah yang dihitung dalam satuan rupiah per hari orang kerja (HOK). 7. Luas areal tanam gambir merupakan jumlah areal gambir yang dimiliki petani dalam ukuran hektar ( m 2 ). 8. Produk atau output gambir merupakan hasil produksi gambir kering dalam setahun yang dihitung dalam satuan kilogram Pengolahan Data Pengolahan data untuk analisis produksi dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas dan keterpaduan pasar gambir dengan model autoregresive distributed lag menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS). Data diolah dengan menggunakan program SAS 9.1.

91 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KERAGAAN USAHATANI GAMBIR 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Lima Puluh Kota Letak Geografis, Topografi dan Iklim Kabupaten Lima Puluh Kota secara geografis terletak antara 0 o Lintang Utara dan 0 o Lintang Selatan serta 100 o o Bujur Timur dengan luas km 2 atau 7.93 persen dari wilayah Sumatera Barat. Kabupaten ini terletak di bagian tengah Pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman di sebelah barat, Kabupaten Tanah Datar dan Sijunjung di selatan, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar Provinsi Riau dan di sebelah timur dengan Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Topografi daerah yang dilalui gugusan pegunungan bukit barisan dan memiliki tiga buah gunung ini adalah berbukit atau cenderung bergelombang dengan ketinggian rata-rata m dpl. Curah hujan per tahunnya mm atau ada 209 hari hujan per tahun (BPS, 2008a). Gambir sudah dibudidayakan secara tradisional di daerah ini secara turuntemurun dan sangat sesuai dengan iklim dan topografi daerah Lima Puluh Kota. Tanaman ini merupakan tanaman spesifik lokasi, dapat tumbuh dan berkembang baik pada kondisi lahan dengan jenis tanah podsolik merah kuning sampai merah kecoklatan, tipe iklim B2 menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, ketinggian sekitar 500 m dpl dan rata-rata curah hujan sekitar mm per tahun (Tinambunan, 2007).

92 Wilayah dan Penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari 13 kecamatan dimana ada 76 nagari dan 384 jorong dengan 8 kecamatan diantaranya adalah daerah sentra penghasil gambir. Sensus Penduduk terakhir (SP tahun 2000) menginformasikan jumlah penduduk kabupaten ini sebanyak jiwa, tahun 2006 dan 2007 berturutturut diperkirakan jiwa dan jiwa yang terdiri dari rumahtangga, jiwa penduduk laki-laki dan perempuan. Sensus Pertanian terakhir (ST tahun 2003) yang dilakukan BPS memberikan informasi hasil survei rumahtangga usaha perkebunan, terdapat laki-laki dan perempuan yang berusaha di sektor pertanian atau persen jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Lima Puluh Kota tahun Sebanyak diantaranya bekerja di subsektor perkebunan atau 6.21 persen dari jumlah penduduk tahun 2007, dengan jumlah petani gambir rumahtangga atau 44 persen dari jumlah petani yang bekerja di subsektor perkebunan. Tabel 1. Perbandingan Luas Semua Kecamatan dan Jumlah Nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 No. Kecamatan Luas Area (km 2 ) Jumlah Nagari 1. Payakumbuh Akabiluru Luhak Lareh Sago Halaban Situjuah Limo Nagari Harau Guguak Mungka Suliki Bukit Barisan Gunuang Omeh Kapur IX Pangkalan Kotobaru Sumber: BPS, 2007a

93 73 Kecamatan sentra produksi gambir tersebar di delapan dari 13 kecamatan yang ada. Hanya lima kecamatan yang bukan merupakan sentra produksi gambir di kabupaten ini yaitu: Akabiluru, Luak, Situjuah Lima Nagari, Suliki dan Gunuang Omeh. Tiga kecamatan yang dijadikan sampel adalah Kecamatan Lareh Sago Halaban, Harau dan Kapur IX dengan jumlah nagari masing-masingnya secara berurutan 8, 11 dan 7 nagari Penggunaan Lahan dan Perkembangan Pertanian Luas lahan yang telah dimanfaatkan untuk budidaya di Kabupaten Lima Puluh Kota mencapai km 2 atau persen dari luas wilayah dan kawasan lindung seluas km 2 atau persen dari luas wilayah. Perincian penggunaan lahan adalah sebanyak ha sebagai tegalan/kebun, ha untuk ladang, ha ditanami tanaman perkebunan, ha pohon hutan rakyat, ha untuk kolam atau empang dan ha padang pengembalaan atau padang rumput. Tabel 2. Perkembangan Produksi Beberapa Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun (ton) No. Komoditas Aren (enau) Cengkeh Gambir Kakao Karet Kulit Manis Kelapa Kopi Pinang Teh Tebu Tembakau Sumber: BPS, 2008c

94 74 Sektor pertanian masih mempunyai peranan yang besar dalam struktur perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota, sekitar persen penduduk di kabupaten ini bekerja di sektor pertanian berdasarkan data Sensus Pertanian Produksi tanaman perkebunan yang paling banyak menghasilkan di Kabupaten Lima Puluh Kota menurut data BPS adalah komoditas gambir, kelapa, karet, kopi, kulit manis, aren, kakao, pinang, tembakau dan cengkeh. Tabel 3. Perkembangan Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun (%) No. Sektor/Subsektor Pertanian Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil Kehutanan Perikanan Industri Pengolahan Sektor Lainnya Sumber: BPS, 2008c Berdasarkan distribusi persentase PDRB atas harga berlaku, kontribusi sektor pertanian pada tahun 2007 sebesar persen dan subsektor tanaman perkebunan menyumbangkan 9.22 persen, naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 9.05 persen. Subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi terbesar pada distribusi PDRB sektor pertanian yaitu sebesar persen Potensi Pengembangan Gambir Pengembangan tanaman gambir di Sumatera Barat khususnya di Kabupaten Lima Puluh Kota masih sangat prospektif. Adanya tren meningkat dari permintaan gambir baik di dalam negeri maupun untuk ekspor menunjukkan kecenderungan

95 75 adanya peningkatan pemakaian gambir. Hal ini hendaknya mampu diimbangi dengan kinerja produksi yang baik oleh petani gambir untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal. Komoditas gambir sudah tercatat resmi dalam statistik perdagangan luar negeri Sumatera Barat. Berdasarkan klasifikasi tarif Indonesia tahun 1989 tentang pengelompokan jenis barang ekspor impor, gambir sudah dikode menurut Harmonized System (HS) yang merupakan perluasan dari Custom Cooperation Council Nomenclatur (CCCN) dan Standard International Trade Classification (SITC) Revisi ketiga. Kode HS gambir sebagai komoditas perdagangan dunia adalah: , dengan nama dagang gambier atau gambier extract. Potensi untuk mengekspor gambir terbuka luas terutama ke negara-negara Asia Baratdaya seperti India, Pakistan dan Bangladesh (BPS, 2008d). Tabel 4. Perbandingan Luas Areal Tanam dan Produksi Gambir di Semua Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2007 No. Kecamatan Luas Lahan (ha) Produksi (ton) 1. Payakumbuh Akabiluru Luak Lareh Sago Halaban Situjuah Limo Nagari Harau Guguak Mungka Suliki Bukik Barisan Gunuang Omeh Kapur IX Pangkalan Kotobaru Jumlah Sumber : BPS, 2008a Perkebunan gambir rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota tersebar di delapan kecamatan atau diproduksi hampir merata diseluruh wilayah kabupaten

96 76 ini, dengan daerah sentra produksi di Kecamatan Kapur IX, Pangkalan Kotobaru, Bukik Barisan, Mungka, Payakumbuh, Harau, Lareh Sago Halaban dan Guguak Keragaan Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Karakteristik Responden Jumlah petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 96 orang dari populasi berdasarkan data sensus pertanian terakhir (BPS, 2003) atau sebesar 1.06 persen populasi. Tabel berikut ini memberikan informasi deskripsi statistik karakteristik responden petani di lokasi penelitian. Tabel 5. Karakteristik Responden Petani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 No. Simpangan Karakteristik Responden Kisaran Rata-Rata Baku 1. Umur (tahun) Lama Pendidikan (tahun) Pengalaman berusahatani gambir (tahun) Jumlah anggota keluarga (jiwa) Pekerjaan utama (persen) a. Petani (on farm) b. Lainnya Jarak rumah ke lahan (km) Rata-rata kepemilikan lahan (ha) Pendidikan responden persen sekolah hanya sampai tingkat dasar dan sisanya persen sudah menamatkan SD dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Umumnya responden memiliki pekerjaan lain selain berusahatani untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan mengusahakan komoditas pertanian lain selain gambir. Sebanyak persen responden bekerja sampingan sebagai buruh tani dengan menerima upah harian atau dari sektor jasa

97 77 lainnya, sebanyak 12.5 persen berdagang dan sisanya memiliki usaha pertanian tambahan seperti di subsektor tanaman pangan, peternakan dan perikanan air tawar. Rata-rata pengalaman responden dalam berusahatani gambir adalah 14 tahun lebih. Usia responden persennya didominasi oleh usia produktif yang berada pada kisaran tahun. Sisanya sebesar persen sudah tergolong lanjut usia, berumur 55 tahun ke atas. Responden yang sudah berkeluarga dan memiliki tanggungan rata-rata 3 orang, mencapai persen. Status kepemilikan lahan persen lahan petani adalah lahan milik sendiri dan 2.08 persen sisanya adalah lahan tanah ulayat milik bersama kelompok tani, dengan jarak rata-rata dari rumah ke ladang sejauh 1.5 km Keragaan Penerapan Teknologi Usahatani Gambir Gambir merupakan tanaman daerah tropis yang berbentuk seperti semak perdu, dan dalam taksonomi termasuk famili Rubiaceae atau kopi-kopian. Gambir adalah sejenis getah yang disedimentasikan dan kemudian dicetak dan dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama sama ( Uncaria gambir Roxb.). Hampir 95 persen produksi tanaman gambir dibuat menjadi produk ini, yang dinamakan betel bite atau plan masala. Bentuk cetakan biasanya silinder dalam ukuran kecil. Warnanya coklat kehitaman. Bentuk lainnya adalah bubuk atau berbentuk seperti koin. Nama lainnya adalah catechu, gutta gambir, catechu pallidum ( pale catechu). Dalam perdagangan antarnegara gambir dikenal dengan nama gambier. Gambir mengandung tiga senyawa utama yaitu asam katecin ( catechin), asam kateku ( catechu tanat) dan kuersetin ( quercetine). Selain itu gambir juga

98 78 mengandung zat tamim, flouresin, lendir, lemak dan lilin. Saat ini penggunaan gambir semakin berkembang karena digunakan dalam berbagai industri farmasi, makanan, kosmetik, tekstil, perekat dan penyamak kulit. Di Indonesia gambir pada umumnya digunakan pada saat menyirih dan sebagai ramuan obat tradisional, salah satunya obat untuk sakit perut (Dhalimi, 2006). Berikut ini gambaran keragaan penerapan teknologi pada usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. 1. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan yang dilakukan petani di daerah penelitian mayoritas dengan cara manual dengan membawa kelompok tani untuk bergotong royong yang dilakukan bergantian di lahan masing-masing anggota atau diupahkan ke kelompok tani pekerja dengan sistem borongan. Pengolahan lahan dilakukan bersamaan dengan pembibitan, persiapan lahan untuk penanaman di lapang dilakukan hanya dengan cara membabat semak-semak atau pohon-pohon kecil, dikumpulkan, setelah kering kemudian dibakar. Selain syarat tumbuh seperti yang diuraikan di awal bab ini, tanaman gambir juga memiliki sifat yang toleran terhadap tanah-tanah marginal dan berlereng, serta memiliki aspek konservasi yang baik. Umumnya gambir ditanam di tanah berlereng di sekitar Gunung Sago dan Bukit Barisan di Kecamatan Lareh Sago Halaban yang memiliki ketinggian rata-rata m dpl, Bukit Barisan di Kecamatan Harau dengan ketinggian rata-rata juga m dpl. Lahan di Bukit Barisan dan perbukitan serta tegalan di Kecamatan Kapur IX dengan ketinggian rata-rata di atas 500 m dpl (BPS, 2008b; 2008e; 2008f).

99 79 2. Pembibitan dan Penyemaian Bibit yang digunakan petani di daerah penelitian umumnya bukan dari jenis bibit yang unggul secara keseluruhan. Umumnya petani tidak mengetahui varietas bibit unggul dan kesulitan untuk memurnikan pembibitan ketiga jenis varietas yang ada. Hanya 3 persen petani yang menggunakan bibit unggul, sisanya sebanyak 97 persen sampel menggunakan bibit campuran. Ada tiga jenis varietas gambir yaitu varietas udang, riau dan cubadak. Menurut literatur, varietas udang merupakan bibit jenis unggul karena memberikan hasil produksi yang lebih baik. Petani umumnya menyiapkan bibit di kebun sendiri atau dibeli, karena ada petani yang sudah melaksanakan pembibitan untuk tujuan komersial sebatas memenuhi kebutuhan lingkungan sendiri. Gambir diperbanyak secara generatif dengan biji dan vegetatif dengan cara mencangkok, stek dan layering, tetapi cara yang umum dilakukan adalah dengan biji karena mempunyai tingkat keberhasilan yang sangat tinggi mencapai persen tergantung dari keadaan benih, semakin lama benih disimpan maka tingkat keberhasilan makin rendah. Tanaman gambir mempunyai biji yang sangat halus, biji diambil dari tanaman yang tidak pernah dipangkas dan dipanen, dikeringanginkan kemudian disemai. Biji akan tumbuh 15 hari setelah tanam dan setelah bibit berumur 2 bulan sudah bisa dipindahkan ke lahan (Ermiati, 2004). 3. Penanaman Penanaman dilakukan setelah lahan siap dan bibit sudah cukup umur. Lubang tanam berukuran 30 x 30 x 30 cm atau dibuat lubang tanam dengan cara ditugal. Bibit gambir ditanam di pertengahan lobang tugal dengan arah yang

100 80 berlawanan dengan sinar matahari. Jarak tanam bervariasi antara 2 x 2 m, 2 x 1.5 m, 2 x 1 m dan 1.5 x 1.5 m atau kombinasi lainnya. Tanaman yang mati disulam jika petani mempunyai cadangan bibit dan pemeliharaan dilakukan intensif sampai gambir berumur setahun. Cara tanam yang dijalankan petani di daerah penelitian adalah sebanyak persen petani menanam dengan sistem monokultur atau gambir saja dan sisanya sebesar persen menanam dengan sistem tumpang sari. Mayoritas petani yang melakukan tumpang sari menanam gambir dengan karet, besarnya mencapai 50 persen, hanya sebagian kecil petani menggabungkan dengan sawit, mahoni, petai, kopi dan kakao. 4. Pemeliharaan Sebanyak persen petani melakukan pemupukan tambahan dengan pupuk kimia, sisanya sebanyak 39.1 persen hanya menggunakan pupuk organik yang berasal dari ampas/ketapang dari limbah pengolahan gambir. Pemberian pupuk kimia biasanya hanya dilakukan sekali setahun, terutama pada pokok tanaman yang kurang subur. Jenis pupuk konsentrat yang digunakan didominasi oleh Urea dan sedikit sekali yang menambahkan dengan pupuk majemuk seperti pupuk KCL, TSP dan SP18. Ada juga petani yang menggunakan pupuk ZA untuk pengganti Urea. Tetapi untuk kebutuhan penelitian ini data yang disurvei terbatas hanya pada petani yang menggunakan pupuk Urea saja. Pengendalian hama dan penyakit dengan memakai pestisida dilakukan oleh persen petani dan sisanya sama sekali tidak menggunakan pestisida. Pemberian pestisida hanya dilakukan sekali dalam setahun, umumnya untuk

101 81 gulma berdaun sempit dengan menggunakan round-up atau merk lainnya. Sebelum tanaman menghasilkan, penyiangan rata-rata dilakukan sebanyak 4 6 kali setahun, tetapi setelah tanaman menghasilkan umumnya dilakukan setiap selesai panen, dua atau tiga kali setahun, tergantung frekwensi panen. Besar biaya pemeliharaan rata-rata di lokasi penelitian mencapai persen dari biaya total per tahunnya. 5. Panen dan Pengolahan Panen puncak didapatkan oleh petani saat gambir berumur 4-14 tahun, sedangkan masa hidup tanaman gambir bisa mencapai lebih dari 70 tahun. Produktif atau tidaknya tergantung pemeliharaan. Gambir biasa dipanen 2 kali setahun, atau maksimalnya 3 kali dalam setahun, tergantung kondisi dan karakteristik spesifik daerah dan iklim. Berturut-turut ada persen petani dan persen petani yang melakukan panen 3 kali dan 2 kali setahun. Tanaman mulai dipanen setelah berumur 1.5 tahun dengan cara memotong ranting bersama daunnya sepanjang lebih kurang 50 cm. Panen berupa daun dan ranting kecil, dipotong dengan sabit atau tuai pada jarak 5 15 cm dari pangkal cabang tanaman, dimaksudkan agar pertumbuhan tunas baru untuk dipanen beberapa bulan berikutnya dapat tumbuh lebih baik. Kegiatan panen dan pengolahan dilakukan secara berkesinambungan atau serentak, begitu daun dipanen langsung diolah ( dikampo) hari itu juga. Petani yang memiliki lahan 2 hektar atau lebih, biasanya bisa melakukan kegiatan pengolahan sepanjang tahun. Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam usahatani gambir di lokasi penelitian adalah pada proses pengolahan atau mencapai persen dari biaya total atau

102 persen dari penjualan per hektar per tahunnya. Pengolahan daun menjadi gambir disebut dengan istilah mangampo. Keseluruhan petani yang ada dalam penelitian ini bekerjasama dengan tukang/anak kampo dalam pengolahan gambir dengan sistem bagi hasil. Masing-masing pemilik lahan dan tenaga kerja sewa atau anak kampo mendapatkan 50 persen dari hasil penjualan gambir. Pengolahan dilakukan langsung di kampaan atau rumah kampo tempat pengolahan gambir yang terletak di lahan yang umumnya jauh dari rumah petani. Anak kampo biasanya terdiri dari 2 atau 3 orang. Petani masih menggunakan alat pengolahan sederhana, berupa alat kempa yang dirakit sendiri dengan sistem dongkrak. Sebanyak persen petani memiliki rumah pengolahan milik sendiri, sedangkan 18.8 persen petani menyewa dan 6.76 persen sisanya memakai kampaan milik kelompok. Bagi petani yang menyewa, sistem sewa kampaan disesuaikan dengan kebiasaan penduduk nagari setempat, ada yang dibayar dengan hasil panen yaitu 1 kg gambir kering per hari, sistem sewa cash dan ada juga dengan sistem kekeluargaan. Sebanyak 62.5 persen petani menghasilkan gambir campur dan 37.5 persen petani memproduksi gambir murni. Gambir campur adalah gambir yang dalam proses pengolahannya dicampur dengan material lain selain getah gambir seperti: tanah lempung, ketapang/limbah rebusan daun gambir dan umumnya air limbah rebusan gambir ( kalincuang) digunakan berulang-ulang. Gambir jenis ini relatif lebih berat dan berwarna hitam yang biasanya dijual ke pasar luar negeri (untuk ekspor). Sedangkan gambir murni jauh lebih ringan dan berwarna kuning kecoklatan. Gambir murni ini dikenal dengan banyak nama diantaranya gambir

103 83 kuning, halaban satu, halaban godang, tolang, lumpang. Jenis gambir ini umumnya dipasarkan di dalam negeri untuk konsumsi langsung atau industri tertentu, sebagiannya ada juga yang di ekspor. Perbandingan berat gambir murni dengan gambir campur per karungnya berturut-turut kg per karung dan 80 sampai 90 kg per karung. Pengolahan gambir memiliki banyak titik kritis yang berpotensi mengurangi kadar zat yang dikandung oleh gambir. Pengolahan yang tidak sempurna akan membuat rendahnya kualitas gambir yang dihasilkan. Pengolahan yang dilakukan oleh petani umumnya masih sangat tradisional. Secara rinci teknis pengolahan gambir urutan prosesnya adalah sebagai berikut: a. Perebusan Daun. Daun dan ranting hasil panen diikat, masing-masing sekitar 3 4 kg per ikat, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang yang memiliki semacam jala rajut dan direbus dengan air yang sudah dididihkan terlebih dahulu. Untuk gambir murni per rajutnya dihasilkan kg gambir kering atau rata-rata 12 kg gambir per hari, sedangkan untuk gambir campur mencapai 4 5 kg per rajut atau setara kg gambir kering per hari. Lama perebusan berkisar antara jam. Selama proses perebusan dilakukan pembalikan bahan agar matangnya rata. b. Pengempaan/Pengepresan. Tahap ini dianggap sebagai tahap yang terpenting, karena menentukan banyaknya hasil getah gambir. Proses pengempaan membutuhkan waktu sekitar 1 jam. c. Pengendapan. Getah gambir yang diperoleh dari proses pengepresan diendapkan terlebih dahulu. Pengendapan memerlukan waktu sekitar 8 12

104 84 jam. Endapan yang diperoleh berbentuk kristal-kristal seperti pasta tetapi lebih encer. d. Penirisan. Getah dalam bentuk pasta encer disaring dengan kain, diikat dan dipres lagi dengan alat pemberat supaya pasta menjadi lebih pekat, padat dan dapat segera dicetak. Penirisan biasanya memakan waktu jam, tergantung pada banyaknya bahan yang ditiriskan. e. Pencetakan. Setiap kilogram bahan baku gambir mampu dicetak dalam waktu sekitar 25 sampai 30 menit per orang. f. Pengeringan. Caranya dengan dijemur di panas matahari. Bila cuaca mendung, dikeringkan di atas tungku perebusan daun ( disalai). Manyalai biasanya dilakukan jika petani akan segera menjual hasil panennya. Pengeringan memerlukan waktu 2 3 hari tergantung cuaca. 6. Pemasaran dan Penjualan Petani biasanya menjual hasil panen mereka sekali seminggu untuk mendapatkan uang kas secepatnya guna menutupi pengeluaran. Setiap nagari di lokasi penelitian memiliki budaya dan aturan sendiri dalam memasarkan gambir. Sebanyak persen petani menjual hasil panennya di rumah, persen menjual ke pasar yang sudah ditentukan dan ditetapkan oleh peraturan nagari, persen menjual langsung di ladang ke pedagang pengumpul dan sisanya 2.08 persen menjual ke tempat lainnya. Hari pasar tradisional di daerah setempat umumnya dijadikan sebagai hari patokan untuk menjual hasil panen oleh petani dan pedagang.

105 Karakteristik Usahatani Gambir Secara garis besar karakteristik usahatani yang dilakukan petani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota rata-rata mempunyai luas 1.41 ha dengan jenis bibit yang digunakan adalah campuran dari ketiga jenis varietas yang ada. Tabel 6 memberikan informasi bahwa luas lahan terendah perkebunan gambir di lokasi penelitian yang dimiliki petani adalah seluas 0.25 ha dengan rata-rata umur tanaman masih dalam usia produktif dan rata-rata populasi tanaman pohon per hektar. Keragaman petani dalam menggunakan pupuk kimia jenis Urea sangat tinggi, nilai simpangan bakunya jauh lebih tinggi dari rata-rata. Salah satu penyebabnya adalah hanya sedikit responden yang mengaplikasikan pupuk kimia dalam budidaya gambir. Berikut ini gambaran karakteristik usahatani gambir di lokasi penelitian. Tabel 6. Karakteristik Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 No. Deskripsi Kisaran Rata-Rata Simpangan Baku 1. Kepemilikan lahan rata-rata (ha) Umur tanaman gambir (tahun) Populasi tanaman (pohon/ha) Penggunaan pupuk Urea (kg) Penggunaan pestisida (liter) Tenaga kerja pemeliharaan (HOK) Tenaga kerja pengolahan (HOK) Kondisi perkebunan gambir yang tersebar di Kabupaten Lima Puluh Kota menunjukkan bahwa usahatani gambir, teknik budidaya dan pengolahan pascapanen yang dilakukan petani masih bersifat tradisional. Seluruh perkebunan gambir di wilayah ini merupakan perkebunan rakyat. Usahatani gambir yang dilakukan di daerah ini merupakan warisan dari generasi sebelumnya dan hingga

106 86 kini usahatani gambir menjadi salah satu andalan untuk menopang hidup keluarga petani. Berdasarkan data, secara umum diketahui produksi rata-rata gambir di daerah penelitian sebesar kg per tahun. Untuk melihat keragaan produksi gambir ini, data bisa dikelompokkan menurut karakteristik tertentu seperti yang bisa dilihat di Tabel 7 dimana sampel awal telah diklasifikasikan lagi berdasarkan variasi panen, jenis gambir yang diproduksi, cara tanam, klasifikasi luas lahan serta berdasarkan umur tanaman. Tabel 7. Keragaan Produksi Gambir Berdasarkan Perlakuan Sampel di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 No. Perlakuan Sampel N Nilai Mak Min Produksi Gambir (kg) Rata-Rata Simpangan Baku 1. Awal Panen 3 kali setahun Panen < 3 kali setahun Memproduksi gambir campur Memproduksi gambir murni Monokultur Tumpang sari Lahan sempit (0 0.5 ha) Lahan sedang ( ha) Lahan luas (> 1 ha) Umur tanaman tahun Umur tanaman 4 14 tahun Umur tanaman > 14 tahun Informasi keragaman produksi berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara umum jumlah petani yang bisa melakukan panen tiga kali setahun persen dan yang kurang dari tiga kali sebesar persen. Ada petani yang menanam dengan cara tumpang sari dan umumnya petani luas lahan petani antara hektar atau kurang dari itu, yaitu persen, serta persen umur

107 87 tanaman gambir yang dibudidayakan masih berada dalam rentang produktif atau antara berumur kurang dari 14 tahun. Tabel 8 berikut ini merupakan gambaran kelayakan usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota berdasarkan hasil penelitian Ermiati (2004) yang digunakan sebagai pembanding produksi daun dan ranting muda pada beberapa tingkatan umur per hektar per tahun mulai dari tahun awal penanaman. Tabel 8. Kelayakan Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota per Hektar Tahun Produksi Gambir Kering (kg) Harga (Rp) Penerimaan Biaya Manfaat Present Value 15% Penerimaan Biaya Manfaat ( ) ( ) Sumber: Ermiati, 2004 Berdasarkan cash flow usahatani gambir di Tabel 8 di atas terlihat bahwa usahatani gambir layak untuk diusahakan dan dikembangkan, dengan besar manfaat yang diperoleh bernilai positif pada tingkat discount factor 15 persen. Pengembalian investasi diperoleh setelah tahun ketiga dan tingkat produksi cenderung stabil ditahun keempat setelah penanaman awal. Keterangan tersebut sekaligus dipakai sebagai asumsi bagi analisis produksi usahatani gambir dalam penelitian ini, dimana umur tanaman yang digunakan untuk menilai tingkat skala produksi usahatani gambir adalah umur rata-rata dari umur tanaman keseluruhan responden.

108 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Produksi Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gambir Produksi komoditas pertanian (on farm) merupakan tahapan awal yang akan mempengaruhi proses selanjutnya hingga menghasilkan output, atau dapat juga dinyatakan sebagai seperangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya seperti penangkapan dan beternak (Rahim dan Retno, 2007). Proses produksi dalam penelitian ini merupakan kegiatan budidaya gambir sebagai salah satu komoditas tanaman perkebunan tahunan dengan menggunakan faktor-faktor produksi (masukan atau input). Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah hasil yang berkurang ( law of deminising return), dimana tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Data yang dipakai untuk analisis adalah data cross section yang berasal dari hasil survei terhadap usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota yang telah ditentukan sebagai sampel penelitian. Penyelesaian lebih lanjut dari fungsi produksi gambir dilakukan dengan cara regresi kuadrat terkecil dengan menggunakan data produksi dan berbagai data masukan yang dikumpulkan dari usahatani gambir di lokasi penelitian. Langkah selanjutnya sebelum persamaan regresi dari fungsi produksi gambir diduga, persamaan tersebut harus memenuhi spesifikasi. Spesifikasi model dalam ekonometrika menyangkut tiga hal yaitu: (1) pemilihan variabel -variabel

109 89 independen yang tepat, (2) pemilihan bentuk fungsi yang tepat, dan (3) error term yang bersifat stokastik (Sarwoko, 2005). Berikut ini penjelasan tentang cara mengukur variabel atau masukan yang digunakan dalam analisis produksi usahatani gambir dan definisi terhadap masing-masing variabel. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi produksi gambir tersebut adalah sebagai berikut. 1. Tenaga Kerja Secara umum semakin banyak tenaga kerja yang dilibatkan dalam proses produksi usahatani maka akan semakin besar jumlah yang diproduksi atau dihasilkan. Untuk memudahkan penghitungan jumlah tenaga kerja yang benarbenar dipakai dalam proses produksi, digolongkan dalam satuan unit kerja Hari Orang Kerja (HOK), dimana satu HOK adalah setara dengan 7 jam bekerja per hari. Nilai satu unit HOK dihitung dengan upah setara kerja pria. 2. Luas Lahan Luas lahan pertanian yang digunakan untuk budidaya gambir merupakan penentu yang mempengaruhi produksi gambir. Secara umum semakin luas lahan yang digarap/ditanami, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hektar (1 ha = m 2 ) atau are. Responden penelitian ini ada yang menggunakan standar ukuran tradisional yaitu patok (1 patok = 200 x 200 m atau 400 m 2 ), karenanya dilakukan proses transformasi ke satuan hektar. Lahan yang diperhitungkan adalah lahan yang sudah menghasilkan. 3. Jumlah Tanaman Jumlah pohon gambir yang dibudidayakan akan sangat mempengaruhi hasil produksi, semakin banyak jumlah pohon maka akan semakin besar produksi.

110 90 Pendekatan yang digunakan dalam menentukan jumlah pohon adalah dengan menanyakan jarak tanam untuk menghitung populasi tanaman gambir per satuan lahan yang digarap. Pohon yang dihitung adalah dari lahan gambir yang sudah menghasilkan. 4. Umur Tanaman Umur tanaman merupakan unsur penting dalam pengusahaan tanaman perkebunan tahunan seperti gambir, hal tersebut berkaitan dengan sifat agronomis tanaman dimana suatu tanaman memiliki masa tertentu untuk berproduksi optimal. Asumsinya adalah semakin berumur tanaman maka semakin meningkat produksinya. Gambir mulai berproduksi/bisa dipanen setelah berumur minimal 1.5 tahun, dengan masa hidup bisa lebih dari 70 tahun tergantung pada pemeliharaan. Produksi optimal adalah saat umur tanaman 4 sampai 14 tahun. 5. Pengalaman Petani Pengalaman petani dalam usahatani gambir akan menentukan hasil produksi usahatani gambir. Asumsinya adalah semakin berpengalaman petani dalam usahatani gambir maka akan semakin tinggi produksi usahataninya. Hal ini menjadi lebih relevan daripada memasukkan variabel umur petani. 6. Penggunaan Pupuk Urea Penggunaan pupuk kimia diasumsikan akan meningkatkan produksi gambir. Jenis pupuk kimia yang umumnya diaplikasikan petani dan diukur untuk penelitian ini adalah jenis Urea. Sebagian petani di lokasi penelitian hanya menggunakan pupuk organik yang berasal dari ampas gambir yang sudah dipres getahnya, pupuk kimia hanya dipakai pada kondisi tertentu saja karena

111 91 keterbatasan dana dan adanya anggapan dari petani kalau pemberian pupuk kimia berlebihan akan menyebabkan tanaman gambir berkurang hasil getahnya. Cara penghitungan pupuk Urea adalah dalam satuan fisik, bukan nilainya. 7. Penggunaan Pestisida Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk menjaga serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya, sehingga asumsinya adalah petani yang menggunakan pestisida secara tepat maka akan meningkatkan produksi usahataninya. Penghitungan pemakaian yang digunakan responden dalam penelitian ini adalah dalam satuan fisik. 8. Lama Pendidikan Petani Lama pendidikan petani dikategorikan menjadi dua kelompok yang kemudian dijadikan sebagai variabel dummy dalam model. Kelompok pertama adalah petani berpendidikan SD dan tidak tamat SD (lama pendidikan 6 tahun) dan kelompok kedua adalah petani yang berpendidikan SD ke atas (lama pendidikan > 6 tahun). Asumsi dalam analisis bahwa pendidikan petani berpengaruh positif terhadap hasil produksi usahatani gambir. Artinya tingkat pendidikan petani yang lebih tinggi dari 6 tahun akan memberikan hasil produksi usahatani yang lebih besar dan variabel dummy-nya diberi bobot 1 (satu), sedangkan yang tamat SD ke bawah dibobot 0 (nol) karena diasumsikan memberikan hasil produksi usahatani yang lebih kecil. 9. Frekwensi Panen Petani gambir yang menjadi responden di Kabupaten Lima Puluh Kota umumnya melakukan panen kurang dari tiga kali setahun, walaupun ada yang

112 92 bisa panen tiga kali setahun dikarenakan karena faktor spesifik dari derah tersebut memungkinkan petani memanen tanaman gambir tiga kali. Asumsinya adalah petani yang panen tiga kali akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi yang dalam model dijadikan dummy dengan bobot 1 (satu). Petani yang panen kurang dari tiga kali setahun dummy-nya dibobot 0 (nol). 10. Jenis Gambir Ada dua jenis gambir kering yang dihasilakan petani yaitu gambir campur dan gambir murni. Karena gambir campur relatif lebih berat dari yang murni, maka label dummy-nya adalah 1 (satu) dan 0 (nol) untuk responden yang memproduksi gambir murni. 11. Cara Tanam Asumsinya adalah produksi gambir akan lebih tinggi jika petani menanam dengan sistem monokultur (nilai dummy satu) dan relatif lebih rendah jika petani menanam gambir dengan cara ditumpangsarikan dengan tanaman lainnya (nilai dummy nol). 12. Bibit Petani yang menanam dengan bibit unggul atau varietas udang produksinya akan relatif lebih tinggikan jika dibandingkan dengan petani yang mencampur menggunakan semua varietas bibit, yaitu udang, riau dan cubadak. Bobot dummy bibit unggul 1 (sat u). Petani yang menggunakan bibit campuran dari ketiga bibit yang ada bobot dummy-nya adalah 0 (nol). Responden umumnya mengetahui bahwa ada beberapa jenis bibit gambir, tetapi mereka belum dapat membedakannya satu dengan yang lain dan belum mengetahui bibit mana yang memberikan hasil yang relatif lebih baik.

113 Pengujian Fungsi Produksi Gambir Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan yang sebenarnya, mudah diukur atau dihitung secara statistik serta dapat dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut (Soekartawi et al, 1986). Model yang digunakan dalam analisis produksi gambir adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Persamaan fungsi produksi tersebut dalam banyak pengalaman menghasilkan hasil analisis yang lebih baik karena fungsi produksi usahatani umumnya mencakup lebih dari dua masukan dan masing-masing faktor atau masukan tersebut saling berhubungan. Model produksi Cobb-Douglas yang terbentuk adalah seperti pada Persamaan (2) Bab III, dimana terdapat tujuh variabel independen dan lima variabel dummy yang diduga mempengaruhi produksi gambir yaitu: tenaga kerja (X 1 ), luas lahan (X 2 ), jumlah pohon gambir (X 3 ), umur tanaman gambir (X 4 ), pengalaman bertani gambir (X 5 ), penggunaan pupuk kimia (X 6 ), penggunaan pestisida (X 7 ), dummy lama pendidikan petani (D 1 ), dummy frekwensi panen (D 2 ), dummy jenis gambir yang diproduksi (D 3 ), dummy cara tanam (D 4 ) dan terakhir dummy bibit (D 5 ). Model ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural ( ln) atau bentuk double-log, untuk menaksir parameter-parameternya, sehingga menjadi bentuk linier berganda seperti pada Persamaan (10) Bab IV. Model kemudian dianalisis dengan analisis regresi berganda menggunakan metode OLS ( Ordinary Least Square). Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SAS 9.1. Pengujian parameter dilakukan pada taraf nyata pengujian 99 persen (α = 1 persen), taraf nyata 95 persen (α = 5 persen) dan taraf nyata 90 persen (α = 10 persen).

114 94 Berdasarkan pengujian secara statistik dengan uji-f terlihat bahwa model sudah sesuai, dengan P_value atau significance mendekati nol. Nilai P (0.0001) < α 1 persen, artinya tolak Ho dimana minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap Y pada taraf nyata pengujian 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dibentuk sudah baik, terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan. Hasil analisis regresi berganda dengan metode OLS terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang cukup tinggi yaitu Nilai koefisien tersebut berarti 94 persen keragaman dari produksi gambir (Y) dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (X) dalam model, sedangkan 6 persen sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai R 2 Adjusted sebesar persen. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengujian model dengan uji-f adalah bahwa model yang dibuat dapat menjelaskan keragaman produksi gambir. Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji-t pada masing-masing variabel independen, untuk menguji faktor apa saja yang dapat menjelaskan atau berpengaruh nyata terhadap produksi gambir. Hasil pendugaan model fungsi produksi gambir seperti pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa secara statistik ada delapan variabel yang mempengaruhi produksi gambir secara signifikan. Variabel bebas tersebut lima diantaranya yaitu: tenaga kerja (X 1 ), luas lahan (X 2 ), umur tanaman gambir (X 4 ), dummy frekwensi panen (D 2 ) dan dummy cara tanam (D 4 ), berpengaruh sangat signifikan pada keragaman produksi gambir pada taraf nyata pengujian α = 1 persen. Dua variabel berpengaruh nyata pada taraf pengujian α = 5 persen pada keragaman produksi gambir, yaitu: jumlah pohon gambir (X 3 ) dan

115 95 penggunaan pestisida (X 7 ). Variabel pengalaman bertani gambir (X 5 ) berpengaruh nyata pada taraf pengujian α = 10 persen pada keragaman produksi gambir. Variabel independen lainnya tidak berpengaruh nyata pada produksi gambir. Penggunaan pupuk kimia (X 6 ) hanya berpengaruh jika tingkat signifikansi ditoleransi pada tingkat α = 15 persen, dummy jenis gambir yang diproduksi (D 3 ) hanya berpengaruh jika tingkat signifikansi ditoleransi pada tingkat α = 35 persen. Sedangkan dummy lama pendidikan petani (D 1 ) dan terakhir dummy bibit (D 5 ), tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata pada keragaman produksi gambir. Pengujian model dilanjutkan dengan uji asumsi OLS dan didapatkan bahwa model yang ada sudah menghasilkan estimator yang linier, tidak bias, dengan varian yang minimum. Berdasarkan hasil pengujian yang ditampilkan pada Lampiran 2, terlihat bahwa tidak ada permasalahan multikolinieritas dan heteroskedastisitas dalam model. Model regresi sudah memenuhi asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Pengujian model kemudian dilanjutkan untuk melihat skala usaha produksi gambir apakah model sudah memenuhi Constant Return to Scale (CRS), dimana hipotesis H 0 adalah model sudah memenuhi CRS (H 0 : α i = 1). Hasilnya terlihat bahwa nilai F hitung < F tabel dengan nilai P (0,6013) > α 5 persen. Artinya model sudah memenuhi kaidah constant return to scale. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penggunaan faktor produksi berada pada tahap constant rate, artinya penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi gambir yang diperoleh. Bisa juga dikatakan bahwa model fungsi produksi gambir yang diduga telah memenuhi asumsi awal bahwa produksi

116 96 gambir secara rata-rata berdasarkan data survei berada pada tahapan rational region saat penelitian dilakukan. Berdasarkan informasi tersebut terlihat bahwa model fungsi produksi gambir perkebunan rakyat di Lima Puluh Kota dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya dapat dipertanggungjawabkan dan tidak terjadi kesalahan spesifikasi. Model dapat digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi keragaman produksi gambir di Lima Puluh Kota. Berikut ini hasil analisis pendugaan parameter model fungsi produksi gambir di Lima Puluh Kota. Tabel 9. Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi Komoditas Gambir Perkebunan Rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 Variabel Bebas Parameter Dugaan P_value (Significance) Intersep atau Konstanta Tenaga Kerja (X 1 ) *** Luas Lahan (X 2 ) *** Jumlah Pohon Gambir (X 3 ) ** Umur Tanaman Gambir (X 4 ) *** Pengalaman Bertani Gambir (X 5 ) * Penggunaan Pupuk Urea (X 6 ) Penggunaan Pestisida (X 7 ) ** Dummy Lama Pendidikan Petani (D 1 ) Dummy Frekwensi Panen (D 2 ) *** Dummy Jenis Gambir yang Diproduksi (D 3 ) Dummy Cara Tanam (D 4 ) *** Dummy Bibit (D 5 ) F Hitung *** Koefisien Determinasi (R 2 ) R 2 Adjusted Jumlah Sampel 133 Keterangan: *** : Signifikan pada α 1 persen ** : Signifikan pada α 5 persen * : Signifikan pada α 10 persen Nilai parameter dugaan juga merupakan nilai elastisitas produksi yang menunjukkan perubahan produksi akibat adanya perubahan pada input. Hasil

117 97 pendugaan model fungsi produksi gambir memperlihatkan bahwa variabel tenaga kerja (X 1 ) berpengaruh sangat signifikan pada keragaman produksi gambir pada taraf nyata pengujian α 1 persen dengan nilai parameter dugaan Artinya bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar 1 persen, produksi gambir akan naik sebesar 0.98 persen, cateris paribus, atau dengan asumsi yang sama, 98 persen produksi gambir dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan. Alokasi terbesar dalam usahatani gambir, adalah di kegiatan pengolahan dan pemeliharaan yaitu persen dan persen dari penerimaan per hektarnya karena tenaga kerja digunakan disetiap tahapan produksi. Seluruh responden yang disurvei mempekerjakan 2-3 orang tenaga kerja dari luar keluarga untuk kegiatan pengolahan gambir, dengan sistem pembayaran bagi hasil. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya tenaga kerja dalam keluarga yang bisa dipekerjakan untuk kedua kegiatan tersebut. Rata-rata responden sudah berumur 46 tahun dengan rata-rata tanggungan per rumahtangga sebanyak 3 orang. Responden juga mengusahakan lebih dari satu komoditas pertanian sehingga untuk tenaga kerja di perkebunan gambir diupahkan pada orang di luar keluarga dengan kemampuan yang sudah bisa terpercaya dalam melakukan kegiatan pengolahan gambir yang membutuhkan keahlian khusus dalam pelaksanaannya. Penggunaan tenaga kerja juga terkait erat dengan jumlah produksi, semakin tinggi produksi maka jumlah hari kerja tenaga kerja akan ikut menyesuaikan. Luas lahan (X 2 ) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai parameter dugaan adalah Tanda koefisien arah regresinya negatif. Hal ini bertentangan dengan dengan asumsi awal atau teori produksi dimana seharusnya nilai parameter dugaannya bernilai positif karena pertambahan luas lahan berarti terjadi

118 98 pertambahan populasi tanaman, sehingga produksi akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah tanaman. Penyebab hal ini adalah karena dalam budidaya tanaman perkebunan tahunan, selain luas lahan, ada banyak faktor lain yang mempengaruhi produksi gambir yang terkait secara tidak langsung dengan luas lahan seperti: jumlah pohon yang ditanam, pemeliharaan yang dilakukan, cara tanam dan umur tanaman. Populasi atau jumlah pohon yang ada dalam lahan juga dipengaruhi oleh jarak tanam. Jumlah pohon gambir yang sudah berproduksi yang ada di lahan juga dimunculkan sebagai salah satu variabel bebas. Jumlah pohon gambir (X 3 ) berpengaruh nyata pada α 5 persen dengan nilai parameter dugaan Artinya setiap penambahan pohon yang sudah menghasilkan sebanyak 1 persen maka produksi gambir akan meningkat 0.14 persen, cateris paribus. Jumlah pohon secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh cara tanam yang dilakukan petani, apakah dengan cara monokultur atau tumpang sari. Rata-rata populasi pohon per hektar di lokasi penelitian adalah sebesar pohon dengan simpangan baku atau tingkat variasi sampel relatif bervariasi. Umur tanaman gambir (X 4 ) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai parameter dugaan Artinya setiap 1 persen peningkatan pada umur tanaman yang sudah menghasilkan, secara individu (parsial) akan berpengaruh nyata terhadap produksi gambir yang akan meningkat sebesar 0.12 persen. Umur produktif tanaman gambir bisa di atas 70 tahun tergantung pada pemeliharaan, dengan produksi puncak diperoleh saat tanaman berumur 3 14 tahun. Berdasarkan karakteristik usahatani diketahui umur rata-rata tanaman gambir dari sampel adalah tahun atau masih berada dalam masa produksi optimal.

119 99 Pengalaman bertani gambir (X 5 ) berpengaruh nyata pada α 10 persen dengan nilai parameter dugaan Tanda koefisien arah regresi yang negatif bertentangan dengan dengan asumsi awal dimana seharusnya nilai parameter dugaannya bernilai positif. Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh faktor sosial ekonomi lainnya selain pengalaman petani, yang juga akan berpengaruh pada tingkat produksi gambir baik secara langsung maupun tidak seperti: usia petani, lama pendidikan dan teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan gambir. Dari hasil survei ditemukan bahwa semua responden petani dalam kegiatan pemeliharaan umumnya menggunakan tenaga kerja luar keluarga dan untuk pengolahan bahkan semua responden menyewa tenaga kerja dengan kerjasama bagi hasil, sehingga petani yang tidak berpengalaman pun relatif bisa melakukan usahatani gambir karena bisa mengupahkan pekerjaannya. Rata-rata usia petani di lokasi penelitian adalah tahun atau sudah tidak muda lagi untuk melakukan kegiatan pengolahan dengan pendidikan rata-rata hanya 7 tahun atau tamat SD, maka secara tidak langsung hal ini menyebabkan pengalaman tidak terlalu berpengaruh pada usahatani gambir. Penggunaan pupuk Urea (X 6 ) berpengaruh pada α 15 persen dengan nilai parameter dugaan Artinya 75 persen pemupukan yang dilakukan petani secara parsial berpengaruh pada produksi tetapi nilai pengaruhnya sangat kecil yaitu 0.02 persen. Berdasarkan hasil survei di lokasi penelitian, hanya persen petani yang melakukan pemupukan Urea dan jumlah pupuk yang digunakan pun relatif sedikit. Pemberian pupuk Urea yang dilakukan petani ratarata hanya kg per petani atau kg per hektarnya. Variasi responden juga sangat tinggi dengan standar deviasi jauh lebih tinggi dari rata-rata

120 Artinya data yang ada sangat beragam atau sangat tinggi variasinya. Umumnya petani di lokasi penelitian hanya menggunakan pupuk organik yang berasal dari ampas gambir yang sudah dipres getahnya. Pupuk Urea dipakai pada kondisi tertentu saja dan hanya diaplikasikan sekali per tahun. Hal ini terjadi karena keterbatasan dana petani untuk membeli pupuk dan adanya anggapan dari sebagian petani bahwa pupuk kimia dalam jangka panjang akan membuat produksi turun, walaupun jumlah daun bertambah dengan adanya pupuk kimia, tetapi getah yang dihasilkan daun tanaman yang dipupuk menggunakan Urea menjadi jauh berkurang. Selain itu faktor jarak lahan dari pemukiman yang rataratanya mencapai 1.5 km, infrastruktur jalan yang kurang memadai, lokasi sentra produksi yang berada dilahan pegunungan juga menyebabkan sulit bagi petani untuk melakukan pemupukan dengan pupuk kimia (Urea). Semua petani juga mengusahakan lebih dari satu komoditas pertanian sehingga pengalokasian dana untuk membeli pupuk kimia lebih diprioritaskan pada komoditas yang dianggap lebih menguntungkan. Penggunaan pestisida (X 7 ) berpengaruh nyata pada α 5 persen dengan nilai parameter dugaan Artinya secara parsial penggunaan pestisida sebanyak 1 persen dalam pemeliharaan akan meningkatkan produksi sebesar 0.09 persen. Petani umumnya hanya sekali pertahun menggunakan pestisida dalam pemeliharaan, jumlah yang digunakan pun sedikit, rata-rata 3.11 liter per petani atau 2.2 liter per hektarnya dengan standar deviasi 2.4. Jenis pestisida yang digunakan adalah herbisida untuk gulma berdaun sempit seperti rumput, semak dan alang-alang. Hal ini dikarenakan tanaman gambir relatif tidak memiliki penyakit dan hama tertentu dalam pembudidayaannya. Jika pemakaian berlebihan

121 101 juga akan berakibat tidak baik pada tanaman gambir. Petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja untuk melakukan penyiangan dalam pemeliharaan, dari pada menggunakan herbisida. Dummy yang dipakai dalam model adalah dummy intersep dimana pengaruhnya tidak langsung kepada produksi gambir (Y), tetapi pengaruhnya adalah pada nilai intersep atau nilai konstanta dari model fungsi produksi. Dummy lama pendidikan petani (D 1 ), tidak berpengaruh nyata dengan nilai P-value (0.83). Hal ini dikarenakan rata-rata pendidikan petani hanya 7.92 atau sampai kelas dua SMP. Hal ini berarti tidak ada perbedaan hasil produksi gambir yang nyata antara kelompok petani yang berpendidikan SMP ke atas dengan petani yang berpendidikan hanya sampai SD atau tidak tamat SD. Dummy frekwensi panen (D 2 ) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai parameter dugaan Hal tersebut berarti terdapat perbedaan hasil produksi yang nyata antara kelompok petani yang bisa panen tiga kali per tahun dengan petani yang panen kurang dari tiga kali setahun. Artinya jumlah produksi petani yang panen tiga kali relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan petani lainnya. Tetapi jumlah petani yang bisa panen tiga kali setahun disebabkan pengaruh spesifik dari daerah tersebut seperti jenis tanah, kondisi alam dan iklim. Faktor tersebut tidak dimasukkan sebagai variabel ke dalam model. Hanya ada dua daerah sentra produksi, dari delapan sentra produksi yang ada di Lima Puluh Kota yang sebagian besar petaninya bisa panen tiga kali setahun. Walaupun tidak seluruh populasi petani gambir yang ada di kecamatan tersebut. Keduanya adalah Kecamatan Kapur IX yang merupakan kecamatan sampel dan Kecamatan Pangkalan Kotobaru yang bukan merupakan kecamatan

122 102 sampel. Petani yang panen tiga kali pertahun mencapai 36.1 persen dari seluruh responden dan sisanya panen kurang dari tiga kali setahun. Dummy jenis gambir yang diproduksi (D 3 ) berpengaruh pada α 35 persen dengan nilai parameter dugaan Berarti ada perbedaan jumlah produksi antara petani yang memproduksi gambir campur dengan petani yang memproduksi gambir murni. Petani yang menghasilkan gambir campur relatif lebih banyak memperoleh hasil produksi. Sebanyak persen petani memproduksi gambir campur. Dummy cara tanam (D 4 ) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai parameter dugaan Hal ini semakin membuktikan bahwa jumlah pohon yang telah menghasilkan, berpengaruh signifikan pada hasil produksi gambir. Terbukti bahwa kelompok petani yang menanam dengan cara monokultur jumlah produksinya relatif lebih banyak dari petani yang menanam dengan cara tumpang sari. Ada persen petani yang menanam dengan cara monokultur dan persen menanam dengan cara tumpang sari. Tumpang sari terbanyak dilakukan dengan tanaman karet yaitu sebanyak 50 persen, dengan sawit, kakao dan kopi masing-masing 1 persen. Sebanyak 2 persen petani menumpangsarikan gambir dengan tanaman lainnya seperti petai, mahoni dan dengan pinang. Dummy bibit (D 5 ) tidak berpengaruh secara nyata pada produksi gambir. Berarti tidak ada perbedaan jumlah produksi antara kelompok petani yang murni menggunakan bibit unggul, dengan kelompok petani yang menggunakan campuran semua varietas bibit yang ada. Hal ini disebabkan karena petani sulit mendapatkan bibit dari jenis unggul untuk dibudidayakan. Umumnya petani tidak memperhatikan apakah bibit yang mereka gunakan dari jenis unggul atau tidak.

123 103 Hal ini karena petani kesulitan untuk memurnikan pembibitan dari ketiga jenis varietas yang ada dan belum ada sosialisasi mengenai hal ini dari instansi terkait kepada petani. Petani biasanya menyiapkan bibit di kebun sendiri atau dibeli ke petani yang sudah melaksanakan pembibitan untuk tujuan komersial sebatas memenuhi kebutuhan lingkungan sendiri. Dari data yang diperoleh hanya 3 persen sampel petani yang memakai bibit unggul jenis udang, 97 persen petani membudidayakan bibit campuran/semua jenis bibit. Petani gambir pada umumnya tidak memperhatikan jenis bibit yang mereka gunakan dalam membudidayakan gambir Analisis Efisiensi Alokatif Produksi Gambir Persoalan yang dihadapi dalam usahatani pada umumnya adalah bagaimana mengalokasikan secara tepat sumberdaya atau faktor produksi yang terbatas agar dapat memaksimumkan pendapatan (Mubyarto, 1989). Analisis efisiensi alokatif bertujuan untuk mengetahui rasionalitas petani dalam melakukan kegiatan usahatani dengan tujuan untuk mencapai keuntungan maksimal. Keuntungan maksimal akan tercapai jika semua faktor produksi sudah dialokasikan secara optimal (Nicholson, 2002). Berkaitan dengan masalah efisiensi ini maka ada satu pendekatan yang dapat mengukur efisiensi ini yaitu pendekatan produk marginal. Uji efisiensi alokasi penggunaan sarana produksi ini secara matematis ditulis seperti Persamaan (11) di Bab IV dimana: NPMx i = Px i atau NPMx i / Px i = 1. Tabel 10 menjelaskan tingkat efisiensi alokatif penggunaan faktor produksi tenaga kerja, luas lahan, pupuk kimia (Urea) dan pestisida. Hasilnya terlihat bahwa nilai produk marginal (NPM x ) tidak sama dengan (P x ) atau harga inputnya.

124 104 Tabel 10. Tingkat Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 Jenis Rata-Rata Input Input Output PM x NPM x P x NPM x /P x Tenaga Kerja Luas Lahan Pupuk Urea Pestisida Input tenaga kerja, pupuk Urea dan pestisida NPM x /P x > 1, artinya penggunaan ketiga input tersebut belum efisien. Pemakaian ketiga input tersebut masih bisa ditingkatkan atau ditambah penggunaannya untuk mencapai efisien, terutama pemakaian pupuk dan pestisida yang jumlah pengalokasiannya relatif masih sangat sedikit dengan rasio jauh lebih besar dari satu. Hal ini antara lain disebabkan oleh: 1. Petani tidak memiliki insentif yang cukup dari hasil penjualan gambir yang bisa digunakan untuk mengaplikasikan secara optimal pengalokasian penggunaan pupuk dan pestisida dalam berusahatani. Pemberian kedua input ini hanya dilakukan sekali setahun atau pada saat petani mendapatkan harga jual yang relatif baik. Hal ini disebabkan karena fluktuasi harga gambir di tingkat petani sangat tinggi sehingga tidak ada kepastian dalam berusahatani. 2. Kurangnya sosialisasi dan kegiatan penyuluhan oleh dinas terkait kepada petani gambir terkait topik pemupukan dan pemberantasan hama penyakit dalam usahatani gambir. Dari hasil survei diketahui hanya 10 persen petani yang pernah mendapatkan penyuluhan terkait usahatani gambir, itupun

125 105 dengan tema penyuluhan yang tidak terkait langsung dengan kegiatan pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit pada usahatani gambir. 3. Daerah sentra produksi gambir umumnya jauh dari pemukiman. Lokasi lahan perkebunan gambir rata-rata berjarak 1.5 km dari rumah petani dan berada pada lahan-lahan marginal di perbukitan dan pegunungan bukit barisan dengan sarana jalan yang tidak memadai bagi alat transportasi. Jalan menuju lahan umumnya jalan setapak. Hal ini menyebabkan harga pupuk dan pestisida ditingkat petani menjadi relatif mahal dan petani kesulitan dalam penggunaan sarana transportasi menuju lahan. 4. Umumnya petani memiliki komoditas pertanian lainnya yang diusahakan dalam waktu bersamaan, dimana 92 persen petani di lokasi penelitian juga mengusahakan komoditas lainnya selain gambir, baik dari jenis komoditas tanaman pangan seperti padi, maupun komoditas tanaman perkebunan lainnya seperti karet, sawit, kopi dan kakao. Sehingga pengalokasian sumberdaya seperti pupuk dan pestisida lebih diprioritaskan pada komoditas utama ini yang relatif lebih banyak menyumbangkan pendapatan pada petani secara keseluruhan. Sedangkan hasil uji efisiensi terhadap lahan NPM x /P x < 1, artinya pemanfaatan lahan sudah tidak efisien lagi. Hal ini tidak berarti petani harus mengurangi penggunaan lahan untuk mencapai efisiensi. Lahan yang sudah ada sekarang masih bisa dioptimalkan penggarapannya, tetapi penambahan luas lahan untuk meningkatkan hasil produksi gambir juga sudah sangat tidak efisien lagi. Pendekatan intensifikasi usahatani yang perlu dilakukan petani, dengan memperhatikan jenis bibit yang digunakan, jarak tanam yang mempengaruhi

126 106 populasi tanaman yang menghasilkan, pengaplikasian pupuk anorganik dan pengendalian hama yang optimal, serta cara tanam yang dipilih, akan lebih berpengaruh dari pada pendekatan ekstensifikasi atau menambah luas lahan garapan untuk meningkatkan produksi gambir. 6.2 Analisis Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Struktur Pasar Gambir Struktur pasar di daerah penelitian diidentifikasi dengan melihat empat indikator utama yaitu: (1) jumlah partisipan dan derajat konsentrasi pasar, (2) barrier to entry atau kondisi keluar masuk pasar, (3) kondisi dan keadaan produk, dan (4) lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran gambir. Langsung dilanjutkan dengan analisis efisiensi operasional saluran pemasaran. Efisiensi operasional adalah ukuran biaya minimum untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke konsumen yang dinilai dari margin pemasaran dan farmer s share Jumlah Partisipan dan Derajat Konsentrasi Pasar Metode yang dipilih untuk analisis struktur pasar adalah dengan melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing pedagang dengan menghitung konsentrasi rasio empat pedagang terbesar (CR4). CR4 adalah metode yang paling sesuai untuk merepresentasikan konsentrasi pasar food industry, seperti yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002). Salah satu indikator untuk menilai konsentrasi pasar adalah dengan cara membandingkan antara jumlah petani sebagai produsen dengan jumlah pedagang yang terlibat dalam memasarkan komoditas tersebut. Berikut ini perbandingan jumlah partisipan pada pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota.

127 107 Tabel 11. Perbandingan Jumlah Partisipan Pasar Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 Kecamatan Populasi Petani 1) Perkiraan Jumlah Pedagang L.S. Halaban Harau Kapur IX Lainnya Jumlah Keterangan: 1) BPS, 2003 Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa perbandingan jumlah pedagang dengan petani sebagai produsen gambir sangat tidak seimbang. Sampel pedagang hasil survei terdiri dari 11 sampel pedagang pengumpul, 6 sampel pedagang besar, 2 eksportir yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota dan 1 ketua asosiasi pedagang gambir sekaligus juga merupakan eksportir gambir yang berada di Kota Padang (Ibukota Provinsi Sumatera Barat). Berikut ini gambaran klasifikasi dan market share pedagang gambir di lokasi penelitian. Tabel 12. Klasifikasi dan Market Share Sampel Pedagang Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 Lembaga Pemasaran Perkiraan Market Share Sampel Pedagang Populasi Terendah Tertinggi Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Eksportir Berdasarkan informasi dari Tabel 11 dan 12, terlihat bahwa jumlah petani sebagai produsen dengan jumlah pedagang pengumpul sebagai pembeli, dapat dikatakan bahwa struktur pasar gambir yang terbentuk adalah pasar oligopsoni dari sisi pembeli. Hal ini dikarenakan jumlah petani jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah pedagang pengumpul. Akibatnya petani cenderung

128 108 menjadi pihak penerima harga ( price taker) sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul, daya tawar petani dalam menentukan harga relatif rendah. Perbandingan antar jumlah pedagang pengumpul dengan pedagang besar bila dilihat lagi di level pasar berikutnya juga berbanding jauh sehingga juga cenderung mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah pedagang besar yang ada di suatu wilayah. Umumnya pedagang besar yang ada di lokasi penelitian, memiliki daerah operasional yang tidak hanya terbatas di daerah domisilinya saja, tetapi juga masuk ke daerah atau kecamatan sentra produksi lainnya baik secara langsung dengan armada sendiri, maupun melalui perantara pedagang pengumpul yang telah dimodali. Hambatan pasar yang besar juga berpengaruh terhadap kondisi ini seperti yang akan dijelaskan di sub bab berikutnya. Akibat situasi ini pedagang pengumpul juga cenderung menjadi pihak penerima harga ( price taker) sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pedagang besar yang berada di atasnya. Sedangkan pada tingkat eksportir struktur pasar yang terbentuk juga mengarah pada oligopsoni atau lebih dekat ke monopsoni dari sudut pembeli, dimana daya tawar pedagang besar relatif kecil. Eksportirlah yang bertindak sebagai penentu harga dalam pemasaran gambir. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pasar gambir di lokasi penelitian berada dalam struktur pasar persaingan tidak sempurna. Nilai CR4 digunakan untuk membuktikan kesimpulan di atas. Penghitungan nilai CR4 dilakukan pada empat pedagang gambir terbesar di Kabupaten Lima Puluh Kota, yang pengelompokannya didasarkan pada nilai output yang

129 109 dihasilkan oleh empat pedagang terbesar tersebut. Rasio konsentrasi yang diperoleh adalah sebesar persen atau berdasarkan indikator yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002), struktur pasar gambir di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota berada dalam kondisi weak oligopsony market structure Hambatan Keluar Masuk Pasar Kontrol dan intervensi pemerintah daerah dan pusat dalam perdagangan gambir dalam bentuk peraturan yang membatasi ataupun mengatur mekanisme perdagangan gambir secara spesifik tidak ada. Hambatan keluar masuk pasar dalam pemasaran gambir sangat dipengaruhi oleh besarnya modal yang dimiliki oleh lembaga pemasaran yang terlibat, misalnya untuk akses pada fasilitas penyimpanan/gudang dan transportasi, serta yang tidak kalah pentingnya adanya hubungan kepercayaan di antara para pelaku pasar. Umumnya lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran gambir di lokasi penelitian memiliki pengalaman yang cukup lama (lebih dari 10 tahun), memiliki modal yang besar dan bankable, memiliki hubungan kepercayaan yang baik dengan lembaga pemasaran lainnya sehingga memiliki akses informasi yang baik. Faktor-faktor yang diuraikan di atas akan menyulitkan pelaku pasar yang masih baru, terutama untuk pemasaran gambir ke luar negeri. Hal tersebut dikarenakan adanya persyaratan tertentu terutama menyangkut standarisasi yang dibutuhkan baik terhadap kualitas, kuantitas dan kontiniutas dari komoditas gambir yang akan di ekspor. Hambatan masuk pasar bisa juga diartikan sebagai segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau

130 110 kecepatan masuknya pesaing baru. Masuknya perusahaan baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang menjadi bertambah, terjadinya perebutan pasar ( market share) serta perebutan sumberdaya produksi yang terbatas. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang sudah ada (Firdaus et al, 2008). Salah satu yang dapat menjadi hambatan masuk pasar adalah keberadaan perusahaan terbesar yang telah ada sebelumnya dalam sebuah industri. Hal ini dapat dilihat dari nilai Minimum Efficiency Scale (MES). Hasil perhitungan terhadap nilai MES di lokasi penelitian adalah sebesar persen. Artinya ada indikasi bahwa hambatan untuk masuk ke pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota relatif besar karena nilai MES > 10. Tidak mudah bagi pendatang baru untuk masuk ke dalam pasar. Pendatang baru disamping harus memiliki modal yang sangat besar untuk melakoni transaksi jual beli gambir, untuk membeli peralatan, mengupah buruh, mempekerjakan karyawan, memiliki armada untuk pembelian dan penjualan, perizinan dan gudang serta lokasi penjemuran yang memadai, ia juga harus memiliki jaringan yang kuat dengan partisipan pasar lainnya Kondisi dan Keadaan Produk Produk gambir yang diperdagangkan relatif beragam atau terdiferensiasi karena belum ada standarisasi yang baku di tingkat petani. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan dalam proses pengolahan disamping bibit yang digunakan petani dalam membudidayakan gambir juga belum seragam. Akibatnya manipulasi kualitas sering terjadi baik atas kesadaran petani sendiri maupun atas anjuran pedagang pengumpul.

131 111 Getah gambir kering yang diperdagangkan secara umum terbagi atas dua, yaitu gambir murni dan gambir campur. Gambir campur adalah gambir yang dalam proses pengolahannya dicampur dengan material lain selain getah gambir seperti tepung tanah lempung, ketapang/limbah rebusan daun gambir dimana air limbah rebusan gambir ( kalincuang) digunakan berulang-ulang. Gambir jenis ini relatif lebih berat dan berwarna hitam yang biasanya dijual ke pasar luar negeri (untuk ekspor). Sedangkan gambir murni jauh lebih ringan dan berwarna kuning kecoklatan. Gambir murni biasanya untuk konsumsi pasar dalam negeri dan banyak dijual ke pedagang besar terutama ke Jawa. Proses standarisasi dan grading hanya dilakukan di tingkat pedagang berdasarkan jenis gambir dan tingkat kekeringan/kadar air gambir. Selain itu tidak ada proses penambahan nilai pada gambir yang diperdagangkan baik untuk gambir yang akan di ekspor maupun untuk konsumsi pasar domestik Lembaga Pemasaran Pemasaran komoditas pertanian dimulai pada saat petani merencanakan produknya untuk memenuhi permintaan pasar. Gambir sebagai salah satu komoditas perkebunan tahunan melalui sejumlah perlakuan agar dapat di konsumsi oleh konsumennya. Proses pengolahan dari daun dan ranting muda tanaman gambir menjadi produk gambir kering dilakukan sejalan dengan saat panen. Sebelum dipasarkan gambir harus melalui terlebih proses pengolahan terlebih dahulu di ladang petani yang tersebar dan relatif jauh dari lokasi pemukiman. Jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen gambir serta lokasi ladang yang umumnya terpencar

132 112 dan berjauhan membutuhkan peran serta lembaga pemasaran dalam pemasarannya. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran gambir di lokasi penelitian adalah: petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir. Berdasarkan data penelitian terlihat bahwa terdapat empat saluran pemasaran yang digunakan petani di lokasi penelitian dalam memasarkan gambir, seperti yang terlihat pada Gambar 7 yaitu: 1. Saluran pemasaran I adalah saluran pemasaran yang digunakan petani dengan melibatkan pedagang pengumpul (57.29 persen), pedagang besar, kemudian ke pedagang yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat (75 persen). 2. Saluran pemasaran II adalah saluran pemasaran yang digunakan petani dengan melibatkan pedagang pengumpul (57.29 persen), pedagang besar, kemudian ke eksportir lokal yang berada di Provinsi Sumatera Barat (25 persen). 3. Saluran pemasaran III adalah saluran pemasaran yang digunakan petani dengan langsung melibatkan pedagang besar (42.71 persen), kemudian ke pedagang yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat (75 persen). 4. Saluran pemasaran IV adalah saluran pemasaran yang digunakan petani dengan melibatkan pedagang besar (42.71 persen), kemudian ke eksportir lokal yang berada di Provinsi Sumatera Barat (75 persen). Kecenderungan saluran pemasaran yang digunakan petani di lokasi penelitian adalah salah satunya dipengaruhi oleh jenis gambir yang diproduksi oleh petani. Saluran I dan II digunakan oleh petani jika di daerah tempatnya berdomisili tidak terdapat pedagang besar dikarenakan: (1) keadaan atau kondisi spesifik daerah yang terisolir dibandingkan daerah sentra produksi lain dan

133 113 letaknya tersebar, (2) keadaan infrastruktur yang tidak memungkinkan armada pedagang besar menjangkau daerah ini dikarenakan tingginya biaya transportasi untuk mengumpulkan hasil panen dari lokasi yang terpisah-pisah, dan (3) telah ada kerjasama antara pedagang pengumpul di daerah tersebut dengan pedagang besar yang berada di daerah lainnya. Gambar 7. Saluran Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 Petani yang memproduksi gambir murni lebih cenderung memakai saluran pemasaran I atau III dalam pemasarannya, dimana sebagian besar gambir murni ini dipasarkan untuk konsumsi dalam negeri. Sebaliknya gambir campuran umumnya di ekspor untuk konsumen luar negeri dan menggunakan semua saluran pemasaran yang ada (I, II, III dan IV) dalam pemasarannya. Hasil analisis memperlihatkan bahwa mayoritas petani menggunakan saluran pemasaran I dalam memasarkan hasil panennya, yang melibatkan pedagang pengumpul (57.29 persen), pedagang besar, kemudian ke pedagang yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat (75 persen). Artinya tidak banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati (2004) dan Tinambunan (2007), masing-masing memiliki metode, lokasi dan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan daerah sentra produksi

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI

INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI INTEGRASI PASAR BERAS DAN GULA DI THAILAND, FILIPINA DAN INDONESIA DESI ARYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH 1 INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR Oleh: MARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perkebunan telah lama diusahakan oleh masyarakat Sumatera Barat yang berkaitan langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dari aspek ekonomi, usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN digilib.uns.ac.id ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA Oleh : ALLA ASMARA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ALLA ASMARA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CENGKEH DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CENGKEH DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CENGKEH DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Disusun Oleh: ISTIANA F0108156 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI CABAI MERAH (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI CABAI MERAH (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI CABAI MERAH (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) SKRIPSI HANS PUTRA PANGGABEAN 120304043 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) dikenal sebagai tanaman serbaguna. Bagi Indonesia, tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bukan impor kolonialis

Lebih terperinci

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR Oleh: MARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PETANI DENGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG DALAM PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK

ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PETANI DENGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG DALAM PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PETANI DENGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG DALAM PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK OLEH YEL SEPTRIA 06114034 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Vera Anastasia

ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Vera Anastasia ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT Vera Anastasia Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl.Prof.A.Sofyan No.3 Medan HP: 85296624812 E-mail:

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan untuk ekspor. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa Negara. Telah

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR. Oleh: Novie Fajar Ismanto

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR. Oleh: Novie Fajar Ismanto STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR Oleh: Novie Fajar Ismanto PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam perekonomian nasional, baik langsung maupun tidak langsung. Peran secara langsung antara lain berupa kontribusi

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA Oleh: Laura Juita Pinem P056070971.38 PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Hak cipta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama gambir (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir

Lebih terperinci

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT BANK NAGARI ZEDNITA AZRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat cocok sebagai media tanam untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi kayu merupakan komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK.

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. Oleh: Gusri Ayu Farsa PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA

ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA OLEH ELSA THESSIA YENEVA 06114052 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK SUSU NUTRISI ENTERAL KLINIKAL

STRATEGI PEMASARAN PRODUK SUSU NUTRISI ENTERAL KLINIKAL STRATEGI PEMASARAN PRODUK SUSU NUTRISI ENTERAL KLINIKAL Oleh: Ety Sri Setiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN ENDANG SARI SIMANULLANG

ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN ENDANG SARI SIMANULLANG ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN (Studi Kasus : Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera

Lebih terperinci