GEOLOGI DAN HUBUNGAN STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TEGALOMBO, KECAMATAN TEGALOMBO, KABUPATEN PACITAN, PROVINSI JAWA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GEOLOGI DAN HUBUNGAN STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TEGALOMBO, KECAMATAN TEGALOMBO, KABUPATEN PACITAN, PROVINSI JAWA TIMUR"

Transkripsi

1 GEOLOGI DAN HUBUNGAN STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TEGALOMBO, KECAMATAN TEGALOMBO, KABUPATEN PACITAN, PROVINSI JAWA TIMUR Aulia Kurnia Hady Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Jl. SWK 104, Condong Catur 55283, Yogyakarta, Indonesia Fax/Phone : ; SARI Daerah Tegalombo dan sekitarnya secara administrasi teletak ±35 km di timur laut Kota Pacitan, yang termasuk dalam Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Secara geografis daerah telitian berada diantara ,44 Bujur Timur dan ,11 Lintang Selatan, atau zona UTM 49 S; N me me dan N me me, luas daerah telitian ± 35 Km 2 dengan skala peta 1: Geomorfologi pada daerah penelitian terdapat tiga satuan asal, yaitu struktural, denudasi, dan vulkanik, yang didalamnya terdapat empat satuan geomorfik pada daerah penelitian, yaitu : Perbukitan Piroklastik (V1), Perbukitan Vulkanik (V2), Perbukitan Intrusi (V3), Lembah Sesar (S1). Berikut adalah tabel pembagian satuan geomorfik disertai dengan aspek aspek geomorfologi. Statigrafi pada daerah penelitian dikelompokan menjadi 7 (tujuh) satuan batuan berdasarkan vulkanostratigrafi tidak resmi dengan urutan umur tua sampai muda yaitu Satuan Breksi Arjosari, Satuan Tuff Arjosari, Satuan Lava-andesit Mandalika, Satuan Breksi Mandalika, Satuan Lava-basal Watupatuk, Intrusi Dasit, dan Intrusi Andesit. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan kemudian di analisa streografis dengan berbasis klasifikasi Rickard (1972) maka didapat struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian yaitu, kekar gerus, kekar tarik, sesar mendatar dan sesar turun. Alterasi hidrotermal yang berkembang pada daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) zona yaitu : zona filik, zona argilik, dan zona profilitik. Zona profilitik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu sub-zona profilitik pola pervasif, sub-zona profilitik pola selektif perpasif, dan sub-zona profilitik pola non-pervasif. Mineralisasi pada daerah penelitian terjadi dalam dua fase mineralisasi, yaitu : fase hipogen, berupa hadirnya kumpulan mineral bijih berupa pirit, kalkopirit, galena, sphalerit, hematit, dan magnetik. Kehadiran mineral supergen berupa kovelit, malakit, dan azurit. Tipe endapan epitermal pada daerah penelitian adalah epitermal sulfidasi rendah (epitermal low sulfidation). Proses pembentukan alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian terbagi 2 proses yaitu: proses pembentukan alterasi dan mineralisasi sebelum terbentuknya struktur geologi yang dijumpai pada daerah penelitian, dan proses terbentuknya alterasi dan mineralisasi setelah terbentuknya struktur geologi pada daerah penelitian.

2 PENDAHULUAN Pemetaan geologi merupakan dasar utama dalam interpretasi terhadap kondisi geologi suatu daerah. Dari pemetaan tersebut dapat dikumpulkan data data lapangan, sehingga dapat menemukan hubungan geologi yang ada melalui suatu interpretasi berdasarkan teori, hipotesis, konsep, dan model yang sudah ada. Pemetaan geologi sangat penting dalam aspek merekontruksi atau mengetahui kondisi geologi suatu daerah tertentu.tatanan tektonik pulau jawa dipengaruhi oleh intraksi konvergen ortogonal yang disertai gejala subduksi antara lempeng kerak samudera India Australia yang bergerak relatip ke utara dan lempeng kerak benua Asia tenggara yang bergerak relatip ke selatan (Katili, 1975 dan Asikin, 1974 ), dimana salah satu unsur produk subduksi adalah busur magmatik. di jawa dihasilkan oleh subduksi tersebut dan terjadi dari tersier awal sampai sekarang. Daerah penelitian berada di selatan Jawa timur khususnya kabupaten Pacitan bagian utara yaitu Desa Tegalombo. Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan tatanan tektoniknya termasuk kedalam busur magmatik tersier Sunda Banda (Carlie dan Mitchell, 1994). Batuan dari busur magmatik ini pada umumnya banyak mengandung endapan bijih yang ekonomis. Daerah penelitian pada umumnya terdiri dari batuan volkanik, batuan terobosan asam basa yang telah mengalami proses alterasi dan mineralisasi (Samodra dkk, 1990). Dalam tahapan eksplorasi mineral, pemahaman terhadap gejala struktur geologi berupa sesar, kekar, urat kuarsa (vein) sangat perlu dipelajari dan dipahami, hal ini dikarenakan dengan pemahaman terhadap gejala struktur geologi yang berkembang pada suatu daerah pemetaan dapat menjadi fokus utama terhadap gejala alterasi ataupun mineralisasi pada suatu daerah pemetaan. Dan dalam hal ini, daerah penelitian memiliki keterdapatan perkembangan gejala struktur yang sangat baik, berupa sesar, kekar, dan urat kuarsa (vein). Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk meneliti geologi dan alterasi, mineralisasi daerah tegalombo, kecamatan tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, dengan mempelajari persebaran alterasi daerah penelitian. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan kondisi atau keadaan geolgi, berupa stratigrafi, struktur geologi dan hubungannya terhadap proses alterasi mineralisasi daerah Tegalombo, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jawa timur. Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi Administratif Lokasi penelitian secara administratib berada pada Desa Tegalombo, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Secara umu wilayah administrasi Kabupaten Pacitan. Khususnya pada daerah telitian memiliki batas batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur - Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kota Pacitan - Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur

3 - Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah Lokasi Geografis Secara geografis, adapun batas area penelitian berdasarkan koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) WGS84 adalah N , E Hasil Penelitian Adapun hasil penelitian yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Peta lintasan dan lokasi pengamatan yang mengcakup segala informasi lintasan pengukuran kedudukan dan litologi, serta lokasi positif dan negatif dari aspek geologi. 2. Peta geomorfologi daerah telitian yang mengandung informasi mengenai geomorfologi daerah penelitian meliputi aspek bentuk asal dan bentuk lahan. 3. Peta geologi daerah telitian yang memberi informasi geologi daerah telitian yang mencakup persebaran litologi batuan penyusun daerah telitian serta struktur geologi yang berkembang. 4. Peta semi detail analisa sesar yang mencakup segala hasil dari analisa data pengukuran struktur geologi berupa sesar yang berkembang pada daerah telitian. 5. Peta lintasan persebaran alterasi yang dapat memberikan informasi lintasan daerah teralterasikan pada daerah telitian. 6. Peta zona alterasi yang memberikan informasi mencakup penyebaran mineralisasi pada daerah telitian. Mamfaat Penelitian Adapun mamfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hubungan struktur geologi terhadap pembentukan alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian. 2. Mengetahui pola struktur geologi yang terisi oleh mineral mineral hasil mineralisasi pada daerah penelitian. 3. Mengetahui tipe tipe alterasi pada daerah penelitian. 4. Mengetahui sejarah geologi pada daerah penelitian. Metode Penelitian Metode penelitian menggunakan sistem pemetaan permukaan sebagai cara dalam pengambilan dan pengumpulan data yang selanjutnya dianalisa distudio dan laboraturium. Pemetaan geologi yang dilakukan bersifat pemetaan permukaan melalui observasi lapangan dengan menggunakan jalur lintasan yang sudah direncanakan. Adapun bentuk observasi lapangan meliputi orientasi medan, pengamatan morfologi, pengindefikasian kejanggalan fenomena geologi melalui pola pengaliran, pengamatan morfologi, pengamatan singkapan batuan, pengukuran data struktur, serta pengambilan sampel batuan yang telah ditentukan. Dalam mencapai tujuan yang diharapkan, penulis membuat bagan alir untuk mencapai tahapan penelitian agar berjalan baik.

4 Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini terbagi menjadi beberapa metode, yaitu : 1. Metode awal 2. Metode pengerjaan 3. Metode akhir Metode Awal Studi Referensi Studi referensi merupakan studi awal yang dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian dengan mengacu terhadap peneliti sebelumnya. Adapun studi referensi yang dilakukan oleh penulis terhadap peneliti sebelumnya mencakup pembahasan berupa : 1. Tatanan tektonik pulau jawa. 2. Fisiografi pulau jawa. 3. Tatanan stratigrafi dan tektonik pegunungan selatan Jawa timur antara Pacitan dan Ponorogo. 4. Geokronologi vulkanisme tersier dijawa Metode Pengerjaan Pekerjaan Lapangan atau Pengambilan Data Tahapan ini merupakan pencarian dan pengumpulan data primer atau data skunder. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengumpulan data (data primer) adalah pemetaan geologi permukaan dengan skala 1 : (data skunder). Detail kegiatan pada tahapan ini diantaranya : 1. Observasi geomorfologi, terdiri dari : pengamatan morfologi dan bentang alam, pengamatan pola pengaliran sungai melalui tipe genetik dan tahapan erosi sungai serta penentuan satuan geomorfologi. 2. Observasi singkapan, meliputti : deskripsi litologi mencakup hipotesis batuan, alterasi dan stratigrafi awal, pengukuran elemen struktur geologi, dan juga pengambilan conto batuan untuk analisis laboraturium. 3. Observasi kenampakan struktur geologi permukaan, meliputi pengukuran terhadap bidang sesar, gores garis, breksiasi, kekar tarik dan kekar gerus, vienlet, dan vien yang terdapat dipermukaan pada daerah telitian. 4. Observasi tekstur urat kuarsa dipermukaan. 5. Dokumentasi dan pembuatan peta lintasan. Analisa Laboraturium Tahapan ini merupakan analisa sampel batuan yang diambil dari lapangan lokasi penelitian laboraturium. Analisa laboraturium ini dilakukan untuk mengetahui secara spesifik mengenai kenampakan mikroskopis suatu batuan (sampel). Sehingga menjadi dasar suatu penamaan atau pentipean alterasi daerah penelitian. Adapun analisa laboraturium yang dilakukan berupa

5 1. Analisa Petrografi Analisa ini bertujuan untuk mengetahui nama dari setiap contoh batuan yang diperoleh dari lapangan penelitian, dilihat dari tekstur, struktur, dan komposisi mineral pada batuan yang terdapat pada daerah penelitian. Penulis membuat sayatan tipis berukuran 0,03 mm pada sampel yang akan dianalisa, hal ini dimaksud unruk mengetahui nama dari batuan secara rinci (Williams, H., Turner, F.J., Gilbert, C.M., 1954) 2. Analisa Mineralgrafi Analisa ini bertujuan untuk mengetahui secara spesifik tekstur, komposisi mineral skunder dari setiap contoh batuan yang teralterasikan pada lapangan penelitian. Penulis membuat sayatan poles dengan ketebalan ± 1,5 cm pada sampel yang akan dianalisa, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tipe alterasi dari batuan pada daerah penelitian secara lebih rinci. Analisa Studio Tahapan ini merupakan tahapan dilakukan analisis dan pengolahan data yang dilakukan pada studio disertai diskusi antara pembimbing dan penulis. Analisa dan pengolahan data ini harus berdasarkan konsep konsep geologi dan juga didukung dari referensi studi literatur peneliti terdahulu tentang topik yang terkait. Adapun detail analisis yang dilakukan penulis pada tahapan ini diantaranya : 1. Analisis Satuan Geomorfik Terdiri dari penentuan satuan geomorfik daerah telitian menurut Verstappen, Th., (1985), Van Zuidam (1983). 2. Analisa Struktur Geologi Tahapan ini diawali dengan analisis pemerian unsur unsur sktuktur yang dimaksudkan untuk mengindefikasi jenis, kedudukan, dan orientasi skaligus dimensi dari unsur struktur yang ada. Sedangkan analisis selanjutnya merupakan analisis dinamika dan kinematika dengan menggunakan metode streografi dan program Dips version 5.1 dan penamaan struktur sesar didasarkan pada klasifikasi Rickard, M.J., (1972). Analisa struktur geologi ini berupa, yaitu : analisis kekar, dan analisis urat kuarsa (vein). Metode Akhir Analisa Studio Tahapan ini merupakan tahap akhir berupa hasil hasil peta dan laporan akhir dengan berdasarkan data data yang diperoleh dari lapangan penelitian pada daerah Tegalombo. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk peta lintasan lokasi pengamatan, peta geomorfo, peta geologi, peta analisa sesar, peta persebaran zona alterasi.

6 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Geomorfologi Daerah Penelitian Secara regional daerah penelitian termasuk dalam Zona Selatan bagian timur yag berupa Pegunungan diman tersusun oleh litologi beraneka ragam seperti batuan beku, batuan sedimen, batuan sediman, batuan piroklastik dan meimiliki kenampakan morfologi dataran pegunungan yang merupakan cerminann batuan gunung api berumur Oligosen. Satuan Geomorfik Perbukitan Piroklastik (V1) Satuan geomorfik perbukitan Piroklastik ini menepati 30% dari keseluruhan luasan daerah penelitian. Satuan geomorfik ini umumnya berada pada bagian utara dan selatan daerah penelitian. Morfologi berupa perbukitan yang secara keseluruhan memiliki tingkat kelerengan 12% - 57% yaitu miring sampai dengan curam (Van Zuidam., 1983), memiliki pola lereng yang secara umum mengarah ke segala arah, akan tetapi memiliki kecendrungan timur barat dan utara selatan serta pola cekung sampai cekungan, satuan geomorfik ini memiliki relief mdpl, memiliki pola pengaliran berupa rectangular dan sub-parallel dibentuk dengan lembah U V secara morfogenesa satuan geomorfik ini dipengaruhi oleh struktur perlapisan miring (tilting strata), kekar, dan sesar sebagai penyebab terbentuknya. Litologi berupa tuf, breksi piroklastik, yang secara umum seluruhnya berupa piroklastik dimana litologi ini memiliki resistensi yang lemah sampai dengan sedang terhadap proses pelapukan dan erosi. Satuan Geomorfik Perbukitan Vulkanik (V2) Satuan geomorfik pegunungan Vulkanik ini menepati 60% dari daerah penelitian. Satuan geomorfik ini umumnya berada hampir diseluruh daerah penelitian. Morfologi berupa perbukitan bergelombang dengan pola lereng tegak lurus dan arah relatif mengarah ke segala arah, dengan kemiringan lereng agak curam curam (14% - 90%) (Van Zuidam, R.A., 1983). Mempunya relief mdpl, bentuk lembah U V, dengan pola pengaliran rectangular. Secara morfogenesa satuan geomorfik ini dipengaruhi oleh struktur berupa kekar, vein, dan sesar, serta terdiri dari litologi lava andesit, breksi, dan dasit. Dimana litologi ini memiliki resistensi yang lemah sampai sedang terhadap proses pelapukan dan erosi Satuan Geomorfik Lembah Sesar (S1) Satuan geomorfik lembah sesar ini menepati 12% dari daerah penelitian, satuan geomorfik ini umumnya berada pada sungai utama Grindulu dan anak sungai dari sungai utama daerah penelitian. Morfologi berupa sungai dengan pola cekung dan arah dari sungai yaitu utama timur ke barat dan pola arah cekung sungai dari anak sungai utama yaitu selatan ke utara mengikuti pola bidang sesar pada daerah penelitian. Kemiringan lereng miring curam (8% - 55%) (Van Zuidam, R.A., 1983). Mempunyai relief mdpl, bentuk sungai U, dengan pola pengaliran rectangular. Secara morfogenesa satuan geomorfik ini dibentuk dan dikontrol oleh struktur berupa sesar, serta penyerta lainnnya berupa kekar, dan vein. Terdiri dari litologi lava andesit, dasit, intrusi andesit, dan breksi. Litologi pada satuan ini memiliki tingkat resitesi dari sedang sampai kuat terhadap proses pelapukan dan erosi

7 Satuan Geomorfik Perbukitan Intrusi (V3) Satuan geomorfik perbukitan intrusi menepati 8% dari keseluruhan daerah penelitian. Satuan geomorfik ini umumnya berada pada bagian tengah daerah penelitian. Morfologi berupa pegunungan bergelombang dengan pola lereng cembung relaif mengarah tenggara baratlaut, dengan kemiringan lereng agak curam sangat curam (14% - 90%) (Van Zuidam, R.A., 1983). Mempunyai relief mdpl, membentuk lembah U V, dengan pola pengaliran rectangular. Secara morfogenesa satuan geomorfik ini dipengaruhi oleh struktur berupa kekar, vein, dan sesar. Litologi terdiri dari intrusi andesit, dan dasit dimana litologi ini memiliki resistensi yang lemah sampai sedang terhadap proses pelapukan dan erosi.\ Stratigrafi Daerah Tegalombo dan Sekitarnya Penyusun stratigrafi daerah telitian didasarkan pada kesamaan ciri litologi dominan yang ada pada daerah penelitian. Secara umum, daerah penelitian disusun oleh batuan batuan vulkanik dan beberapa batuan terubosan. Satuan Tuf Arjosari Satuan ini tersusun atas tiga litologi batuan, yaitu: terdiri dari litologi tuff, batupasir vulkanik, dan breksi piroklastik. Satuan ini secara setempat telah mengalami ubahan propilitik berupa mineral mineral klorit, dan ubahan argilik dengan hadirnya mineral lempung berupa kaolin, illit, monmorilonit, dan smektit. Satuan Breksi Arjosari Satuan ini terdiri dari litologi breksi-polemik, secara umum litologi ini sudah mengalami ubahan propilitik dengan kehadiran mineral skunder klorit, ubahan argilik dengan kehadiran mineral lempung berupa smektit, illit, kaoline, dan monmorilonit, dan ubahan filik pada bagian urat yang mengisi rekahan. Satuan Lava-andesit Mandalika Satuan lava-andesit Mandalika ini terdiri dari litologi lava andesit. Satuan ini sudah mengalami ubahan profilitik dengan kehadiran mineral klorit, epidot, kaolin, ubahan argilik dengan kehadiran mineral lempung berupa illite, kaloin, monmorilonit, smektit, dan ubahan filik yang terbentuk pada urat yang mengisi rekahan akibat sesar dan kekar. Satuan Lava-basal Watupatuk Satuan ini terdiri dari litologi lava basal yang merupakan batuan beku basa vulkanik, secara umum sudah mengalami ubahan profilitik dengan kehadiran mineral epidot dan klorit. Pada kenampakan dilapangan memperlihatkan perselang selingan anatara lava basal, lava andesit dan breksi Mandalika

8 Satuan Intrusi Dasit Intrusi dasit pada lokasi penelitian ini, merupakan batuan asam vulkanik. Satuan ini memiliki kenampakan intrusi baik berupa stock yang berspot dalam bentuk besar, serta bentuk kekar tiang. Satuan Intrusi Andesit Intrusi andesit pada lokasi penelitian ini, merupakan batuan beku intermedit vulkanik. Satuan ini memiliki kenampakan intrusi baik berupa stock pada beberapa tempat dalam dimensi yang besar, serta bentuk kekar tiang mupun retas retas yang menerobos batuan yang lebih tua. Didasarkan keterdapatan pada lokasi penngamatan dilapangan dengan skala besar makan penulis mengkelompokkan satuan ini kedalam satuan intrusi andesit pada lokasi penelitian. Hal ini pun memiliki kesamaan terhadap acuan penulis, yaitu Samodra (1990), yang mengklasifikasikan batuan andesit ini kedalam saah satu intrusi relative muda pada Kabupaten Pacitan. Struktur Kekar Kekar relatif dijumpai pada daerah penelitian adalah berupa shear fracture sebagai dari hasil compression stress, dan gash fragture sebagai hasil dari tensional joint. Kenampakan kekar shear fracture dilapangan ditunjukan oleh bidang lurus dan rata, dan umumnya berpasangan. Sedangkan gash fracture dilapangan terlihat dengan bidang kekar yang sedikit terbuka dan kasar. Pengukuran kekar kekar dilapangan bertujuan untuk mengetahui arah umum kekar dan selanjutnya mengetahui tegasan utama dari kekar kekar tersebut sehingga dapat diinterpretasikan arah umum gaya yang berkembang dikontrol oleh struktur geologi didaerah penelitian. Hasil analisis dilapangan didapat tegasan relatif berarah Struktur Sesar Gejala sesar yang dijumpai pada lokasi penelitian berupa data struktur bidang sesar, zona hancuran (breksiasi), slickensides, dan struktur penyerta lainya berupa kekar, jejak hasil sebab sesar pada daerah penelitian dapat terlihat berupa kelurusan sungai, dan pembelokan sungai ekstrim, hal ini didasarkan terhadap analisis arah pola pengaliran pada peta pola pengaliran, dari analisis tersebut menunjukkan keberadaan struktur geologi berupa sesar pada daerah penelitian relatif berkembang dengan baik Sesar Mendatar Tegalombo Penamaan sesar Tegalombo diambil dari nama daerah pada sekitar daerah tersingkapnya sesar ini, yaitu pada lokasi pengamatan 6. Pada sesar Tegalombo ini ditemukan data pendukung sesar berupa bidang sesar, gores garis, dan zona hancuran (breksiasi). Hasil analisa didapatkan bidang sesar N 355 E / 66, gores garis 33 / N 352 E, dan rake 37. Dari hasil anilisis pada data pendukung sesar Tegalombo diperoleh nama sesar mendatar menganan atau (riverse right slip fault), Rickard., Sesar ini relatif memanjang ke arah utara selatan pada lokasi penelitian

9 Sesar Mendatar Bondring Penamaan sesar Bondring diambil dari nama sungai pada daerah tersingkapnya sesar ini. Sesar Bondring bukti dilapangan ditemukan pada lokasi pengamatan 8. Pada lokasi pengamatan 8 ditemukan bukti berupa bidang sesar, bidang hancuran (breksiasi), serta gash fracture dan shear fracture. Hasil analisa didapatkan bidang sesar N 302 E / 76, net slip 22 / N 117 E, rake 24, shear fracture N 245 E / 64, dan gash fracture N 188 E / 74. Dari hasil analisa didapatkan nama sesar mendatar kanan (normal right slip fault) Rickard., Sesar Mendatar Gemaharjo Penamaan sesar Gemaharjo berdasarkan letak singkapan dari sesar tersebut berada pada Desa Gemaharjo, yaitu pada lokasi pengamatan 135. Bukti lapangan yang didapat yakni bidang sesar, gores garis, dan shear fracture. Dari hasil analisa data pendukung sesar Gemaharjo didapatkan arah bidang sesar N 175 E / 70, gores garis 12 / N 180 E, dan rake 14. Hasil analisa tersebut didapati nama sesar mendatar kanan naik (riverse right slip fault) Rickard., Sesar ini relatif memanjang dari utara selatan pada lokasi penelitian. Sesar Mendatar Grindulu Penamaan sesar Grindulu diambil dari nama sungai pada daerah tersingkapnya sesar ini. Sesar Grindulu bukti dilapangan ditemukan pada lokasi pengamatan 5. Pada lokasi pengamatan 5 ditemukan bukti berupa bidang sesar, dan gores garis. Hasil analisa didapatkan bidang sesar N 216 E / 66, net slip 22 / N 117 E, dan rake 24. Dari hasil analisa didapatkan nama sesar mengiri turun (reverse left slip fault) Rickard., Sesar ini relatif memanjang dari baratdaya- timur laut. Sesar Mendatar Mojo 1 Penamaan sesar Mojo 1 diambil dari nama sungai pada sekitar daerah tersingkapnya sesar ini, yaitu pada lokasi pengamatan 14. Pada sesar Mojo 1 ini ditemukan data pendukung sesar berupa bidang sesar, dan kekar pendukung sesar berupa gash fracture. Hasil analisa didapatkan bidang sesar N 050 E / 74, net slip 03 / N 233 E, rake 4, dan gash fracture N 026 E / 76. Dari hasil anilisis pada data pendukung sesar Mojo 1 diperoleh nama sesar mendatar kiri atau (left slip fault), Rickard., Sesar ini relatif memanjang ke arah timurlaut baratdaya pada lokasi penelitian. Sesar Mendatar Mojo 2 Penamaan sesar Mojo 2 diambil dari nama sungai pada sekitar daerah tersingkapnya sesar ini, yaitu pada lokasi pengamatan 128. Pada sesar Mojo 2 ini ditemukan data pendukung sesar berupa bidang sesar, gores garis, dan cermin sesar (step gash dan step shear). Hasil analisa didapatkan bidang sesar N 074 E / 72, gores garis 33 / N 240 E, dan rake 38. Dari hasil anilisis pada data pendukung sesar Mojo 2 diperoleh nama sesar mendatar mengiri atau (riverse left slip fault), Rickard., Sesar ini relatif memanjang ke timurlaut baratdaya pada lokasi penelitian. Sesar Mendatar Plaosan Penamaan sesar Plaosan diambil dari nama sungai pada sekitar daerah tersingkapnya sesar ini, yaitu pada lokasi pengamatan 87. Pada sesar Plaosan ini ditemukan data pendukung sesar

10 berupa bidang sesar, kekar pendukung sesar (shear fracture dan gash fracture), dan cermin sesar (step gash). Hasil analisa didapatkan bidang sesar N 305 E / 88, net slip 12 / N 308 E, rake 5, shear farcture N 029 E / 73, dan gash fracture N 343 E / 77. Dari hasil anilisis pada data pendukung sesar Mojo 2 diperoleh nama sesar mendatar kanan atau right slip fault, (Rickard., 1972). Sesar ini relatif memanjang ke tenggara baratlaut pada lokasi penelitian. Sesar Mendatar Mering Penamaan sesar Mering diambil dari nama daerah dan pada daerah tersingkapnya sesar ini. Sesar Mering bukti dilapangan ditemukan pada lokasi pengamatan 38. Pada lokasi pengamatan 38 data yang didapat adalah bidang sesar, dan gores garis. Hasil analisa didapatkan bidang sesar N 329 E / 82, gores garis 35 / N 142 E, dan rake 37. Dari hasil analisa didapatkan nama sesar mendatar kanan atau normal right slip fault (Rickard., 1972). Sesar Mering lokasi pengamatan 38, relatif mengarah baratlaut tenggara pada lokasi penelitian. Sesar Mendatar Tumpang Penamaan sesar Tumpang diambil dari nama daerah dan pada daerah tersingkapnya sesar ini. Sesar Tumpang bukti dilapangan ditemukan pada lokasi pengamatan 12. Pada lokasi pengamatan 38 data yang didapat adalah bidang sesar, dan gores garis. Hasil analisa didapatkan bidang sesar N 141 E / 80, gores garis 37 / N 312 E, dan rake 38. Dari hasil analisa didapatkan nama sesar mendatar kanan atau normal right slip fault (Rickard., 1972). Sesar Tumpang pada lokasi pengamatan 12, relatif mengarah baratlaut tenggara pada lokasi penelitian. Potensi Geologi Daerah Penelitian Berdasarkan manfaat dan ancaman, potensi geologi daerah penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : potensi positif dan potensi negatif. Potensi positif pada daerah penelitian berupa mata air, mineral pasiran dan bongkah batuan pada sungai Grindulu. Sedangkan potensi negatif yang dampaknya merugikan seperti longsoran, dll. Potensi Positif Daerah Penelitian Potensi positif yang berada pada daerah penelitian berupa mata air, yang dindentifikasikan merupakan akibat dari adanya pergerakan sesar Plaosan (berdasarkan peta semi detail analisis sesar), yang sangat menguntungkan masyarakat karena pemanfaatannya sebagai wadah air untuk keperluan sehari hari. Selain itu pemanfaatan pasir dan batu dari sungai grindulu sebagai mata pencaharian masyarakat pada daerah penelitian. ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TEGALOMBO DAN SEKITARNYA Alterasi Hidrotermal Daerah Penelitian Altetarsi hidrotermal telah banyak diteliti oleh para ahli geologi sebagai salah satu cara untuk menentukan kehadiran mineral bijih secara ekonomis. Teori ini pertama digunakan yaitu sejak urat kuarsa dapat diterima sebagai penambahan material baru yang mewakili suatu pengisian

11 ruangan terbuka dalam batuan dilingkungan pengendapannya. Dalam hal ini fluida hidrotermal mempunyai kondisi fisika kimia tertentu yang melewati suatu batuan (wall rock), melewati permeabelitas sekunder maupun primer, menghasilkan atau merubah batuan yang ada menjadi kumpulan / asosiasimineralisasi mineral ubahan (alteration). Proses ubahan batuan dinding pada batuan dikenal dengan istilah wallrock alteration, yaitu : suatu proses kimia yang mengubah batuan asal oleh media larutan panas yang mengalir dan biasanya akan terendapkan mineal mineral baru. Asosiasi mineral mineral baru tersebut biasanya tercenmin sebagai suatu tipe alterasi. Secara umum daerah penenilitian dibagi menjadi tiga zona alterasi, yaitu : zona filik, zona argilik, dan zona profilitik. Pembagian ini berdasarkan pengamatan megaskopis dilapangan menggunakan alat bantu lup, dan analisis petrografi, serta mineralgrafi. Kisaran temperatur zona alterasi pada daerah penelitian mengacu pada kisaran temperatur dan ph menurut Corbet and Leach (1998). Zona Filik Zona alterasi ini menyebar hampir 10% dari keseluruhan daerah penelitian. Zona ini tersebar pada bagian dalam zona argilik dan profilitik tepatnya pada zona sesar Tegalombo, sesar Plaosan, sesar Mojo 1 dan Mojo 2. Alterasi ini mengubah batuan batuan yang ada pada daerah penelitian. Pengamatan dilapangan pada lokasi pengamatan 21, zona filik ini memiliki ciri berwarna abu abu kehitaman sampai kekuningan, umumnya terbentuk pada batuan intrusi dasit, dan lava andesit, keterbentukan alterasi ini juga dipengaruhi oleh struktur geologi yaitu sesar Mojo 1 yang memotong batuan lava-andesit. Zona filik pada lokasi penelitian berasosiasi dengan urat kuarsa berstruktur veinlet atau stockwork dengan hadirnya mineral sulfida berupa pirit didalamnya, serta memiliki bidang kedudukan ubahan N 039 E / 66 Zona Argilik Zona alterasi ini menyebar hampir 20% dari total luas daerah penelitian. Zona alterasi ini menyebar dibagian luar dari zona alterasi filik dan berada relatif didalam zona alterasi profilitik. Kontrol struktur terhadap ubahan ini sangat berpengaruh, sesar Tegalombo, sesar Mojo 2, dan sesar Plaosan merupakan zona tebentuknya alterasi argilik ini. Pengamatan dilapangan pada lokasi pengamatan 31, zona argilik ini memperlihatkan ciri fisik warna putih coklat kekuningan hinga putih kemerahan, bersifat lunak seperti britle, lengket jika dirasa pada kulit, dan berkilap lemak. Alterasi ini dijumpai pada beberapa tempat pada satuan lava-andesit Mandalika, batuan terobosan dasit, dan breksi Arjosari. Secara umum dibeberapa tempat masih memperlihatkan mineral primer dari batuan asal. Zona Profilitik Zona alterasi ini menyebar hampir 65% dari luas daerah penelitian. Himpunan mineral terdiri dari klorit, epidot, ±kalsit, ±kalkopirit, ±pirit, ±hematit, ±2 nd kuarsa, illit, dan kaolin. Zona alterasi ini menyebar dibagian luar dari zona alterasi filik dan zona alterasi argilik. Zona ini memiliki intensitas ubahan yang bervariasi, yaitu mulai dari intensitas ubahan lemah sampai dengan intensitas ubahan kuat (Browne, 1989).

12 Dalam peta zonasi alterasi hidrotermal, zona alterasi ini dibagi menjadi 3 (tiga) sub-zona, yaitu: kelompok alterasi propilitik dengan pola pervasive, selektif-pervasif, dan non-pervasif. Pembagian kelompok dalam alterasi propilitik ini dengan didasarkan terhadap kenampakan pola alterasi perubahan atau pengaruh dari kloritisasinya secara fisik pada singkapan batuan di lapangan daerah penelitian, serta kenampakan beberapa mineral primer yang masih belum terubah. Dalam pembagian kelompok pada zona alterasi propilitik ini, penulis mengacu terhadap batas perkiraan pola ubahan pengaruh dari kloritisasi yang terlihat di lapangan yang berubah secara berangsur. Sub-zona Alterasi Profilitik (pola pervasif) Pengamatan dilapangan pada lokasi pengamatan 5 dan 3 yang sudah mengalami ubahan profilitik dengan pola pervasif pada satuan lava-andesit memperlihatkan ciri fisik berwarna putih kehijauan pekat sampai keburuan, dominasi himpunan mineral yang terlihat secara megaskopis dilapangan yaitu : kuarsa dalam bentuk urat kuarsa (vein), ataupun veinlets, klorit, kaolin, epidot, dan mineral fluida berupa kalkopirit pirit, satin hematit. Sub-zona Alterasi Profilitik (pola selektif-pervasif) Pengamatan dilapangan pada lokasi pengamatan 158 pada satuan batuan terobosan dasit sudah mengalami ubahan alterasi profilitik dengan pola selektif-pervasif. Ubahan tersebut memiliki ciri berwana abu abu hijau keptihan, himpunan mineral ubahan yang terlihat secara megaskopis relatif berkurang atau sedikit, yaitu :kalonit, epidot, klorit, dan mineral slfida berupa pirit dengan jumlah yang sedikit, selain itu mineral primer masih memperlihatkan kenampakan yang baik seperti kuarsa, hornblande, dan plagioklas. Sub-zona Alterasi Profilitik (non-pervasif) Zona alterasi profilitik dengan pla non-pervasif teresebar pada bagian utara dan selatan lokasi penelitian. Pada pengamatan lapangan pada lokasi pengamatan 168, memiliki ciri fisik berwarna abu abu hijau pudar yang tidak merata pada tubuh batuan. Zona aleterasi ini menyebar dibagian luar dari zona argilik dan sub-zona alterasi profilitik dengan pola pervasif dan non-pervasif serta zona batuan yang tidak mengalami ubahan hidrotermal. Paragenesa Alterasi Daerah Penelitian Dari penjabaran 3 (tiga) zona alterasi pada daerah penelitian, yaitu : zona alterasi filik, zona alterasi argilik, dan zona alterasi profilitik, penulis mengasumsikan terjadinya perubahan ph dari larutan hidrotermal. Berdasarkan Corbett and Leach., (1998), yang mengkelompokkan himpunan mineral mineral dari alterasi hidrotermal, penulis dapat mengasumsikan perkiraan terhadap terbentuknya dari ketiga zona alterasi pada daerah penelitian. Tahapan zona alterasi pada daerah penelitian diawali dengan terbntuknya zona filik dengan kisaran temperatur 280 C C, dan nilai ph 4-6, yang menandakan adanya proses pendinginan sistem hdrotermal. Tahapan selanjutnya adalah terbentuknya dari zona argilik yang terbentuk pada temperatur 200 C C, nilai ph 4-5, lalu dilanjutkan dengan terbntuknya zona alterasi profilitik yang mmpunyai kisaran temperatur 220 C C, nilai ph 5-6. Ketiga zona alterasi ini

13 menunjukkan adanya perubahan secara fisik, mineralogi, akibat perubahan temperatur dan ph larutan hidrotermal. Mineralisasi Daerah Penelitian Mineralisasi yang terdapat pada daerah penelitian relatif berasosiasi terhadap urat kuarsa (vein ataupun veinlets), breksi hidrotermal, maupun terdapat pada tubuh batuan. Mineralisasi yang terjadi pada daerah penelitian melibatkan proses sirkulasi fluida hidrotermal yang kompleks sehingga dalam menentukan endapan bijih didaerah penelitian harus menggunakan pendekatan pendekatan geologi dan pengumpulan data geologi yang detail. Mineral bijih pada lokasi penelitian merupakan logam dasar yang hadir dalam urat kuarsa, breksi hidrotermal maupun pada tubuh batuan. Kehadiran mineral mineral ini dapat diamati dilapangan dengan menggunakan lup dengan pembesaran 20x. Mineral bijih dapat diidentifikasi dengan mengamati ciri fisik dari mineral tersebut. Hadirnya mineral mineral ini berasosiasi dengan kehadiran mineral lain, terutama mineral mineral dari kelompok sulfida dan oksida. Mineralsasi didaerha penelitian lebih ke arah masif dan tak beraturan, diman endapan bijih ekonomis terkumpul dala rkahan utamajalur alterasi. Dan pada batuan sampign (host-rcok). Selain pada urat kuarsa, endapan bijih juga terkonsentrasi dalam breksi hidrotermal dan pada batuan samping (host-rcok). Tekstur pengendapan mineral bijih yang pada umumnya ditemukan didaerah penelitian cendrung mengarah ke diseminasi (penyebaran) dan cavity filling (pengisian) rongga- rongga pada batuan. Endapan bijih didaerah penelitian yang bersifat ekonomis berupa emas, perak, dan logam dasar. Logam dasar yang banyak dijumpai antara lain pirit (FeS2), kalkoporit (CuFeS2), sfalerit (ZnS), kovelit (CuS), kalkosit (Cu2S). Sedangkan untuk mineral oksida terdiri dari limonit (FeO(OH).nH2O), magnetit (Fe3O4), mangan (MnO2), hematit (Fe2O3), serta mineral akibat proses supergen (pengkayaan) terdiri dari brokanit (Cu4SO4(OH)6), azurit (Cu3(OH/CO3) 2), dan geotit (FeO(OH)). Pirit Mineral bijih pirit merupakan mineral bijih yang banyak dijumpai pada daerah penelitian dengan ukuran relatif sedang (1 5 mm) sampai sangat kasar (> 30 mm). Dari kenampakan megaskopis dan mikroskopis sering memperlihatkan tekstur mineralisasi yang menyebar (disseminated) dan setempat (spotted), secara umum berbentuk euhedral subhedral. Mineral bijih pirit secara fisik di lapangan maupun dianalisa mikroskopis secara umum berwarna kuning pucat, perawakan kotak (reguler), kekerasan 6 6,5, gores hitam, kilap logam. Mineral sulfida pirit ini hampir dapat di temukan di setiap lokasi pengamtan baik dalam jumlah sedikit banyak dan berukuran sedang sangat kasar di daerah Tegalombo, Kasihan, Pucangombo dan sekitarnya. Kalkopirit Mineral bijih kalkopirit yang memiliki warna kuning gelap serta merupakan mineral isotropik, opaq mineral dan electrum pada daerah penelitian relatif menyebar dalam jumlah sedang dengan keterdapatan pada urat-urat kuarsa (vein/veinlets), breksi hidrotermal, serta pada batuan

14 samping yang terkadang dapat dijumpai pada batuan di daerah penelitian. Dalam analisa sayatan mineragrafi logam, mineral ini terkadang dijumpai bersamaan dengan mineral bijih lainya berupa: pirit, dan juga kalkosit. Sphalerit Mineral sphalerit (ZnFe)S hadir dalam beberapa contoh analisa pada batuan didaerah penelitian dan relatif dijumpai dalam jumlah kecil. Keterdapatan biasanya ditemukan dalam urat kuarsa halus (veinlets) ataupun vein dan juga pada breksi hidrotermal. Berasosiasi terhadap mineral pirit ataupun kalkopirit, yang memiliki ciri berwarna hitam dengan kilap kaca, serta memiliki kekerasan 3,5 4 skala mohs, dan merupakan mineral yang isotropic serta transparan, gelap. Kovelit Mineral kovelit (CuS) hadir dalam kuantitas yang mimin dalam beberapa contoh analisa pada batuan didaerah penelitian dan relatif dijumpai dalam jumlah kecil. Keterdapatan biasanya ditemukan dalam urat kuarsa halus (veinlets) ataupun vein. Berasosiasi terhadap mineral pirit ataupun kalkopirit dan kalkosit, yang memiliki ciri berwarna biru indigo dengan kilap intan, serta memiliki kekerasan 1,5 skala mohs, dan merupakan mineral yang isotropic serta transparan sampai dengan gelap. Mineral kalkosit (Cu2S) hadir dalam kuantitas yang minim dalam beberapa contoh analisa pada batuan di daerah penelitian yang sebagian besar membentuk pola tekstur diseminasi pada tubuh urat (vein) maupun urat kuarsa yang lebih halus (veinlets). Berasosiasi dengan mineral pirit, kalkopirit, maupun kovelit. Mineral ini memiliki ciri berwarna hitam dengan kilap logam, memiliki belahan yang prismatic pada umumnya, dan memiliki kekerasan 2,5 3 skala mohs. Mineral limonit (FeO(OH).nH2O) hadir dalam kuantitas yang melimpah tapi dengan kualitas rendah pada singkapan, karena hanya sekedar mineral yang terbentuk akibat pelapukan mineral logam besi, dan merupakan mineral yang termasuk ke dalam mineral oksida. Mineral limonit ini memiliki ciri di lapangan berwarna kuning pucat, kilap tanah, serta memiliki kekerasan 4-5,5 skala mohs. Mineral ini berasosiasi dengan mineral yang bergenetik hipogen, yaitu pirit pada umumnya. Magnetit Mineral magnetit (Fe3O4) yang termasuk kedalam golongan mineral oksida besi, yang dimana kenampakan di lapangan berwarna hitam dengan kilap logam serta memiliki kekerasan 5,5 6,5 skala mohs, bentuk kristal yang dapat diamati berbentuk kubus (reguler), tidak ada belahan dengan pecahan yang uneven, serta gores yang berwarna hitam ini hadir dalam kuantitas yang kecil di daerah penelitian dan berasosiasi dengan mangan yang termasuk dalam mineral logam oksida, yang memiliki kuantitas yang kecil di daerah penelitian yang dilapangan di cirikan dengan warna coklat tua (gelap), kilap tanah, kekerasan 4 skala mohs, bentuk kristal yang tidak dapat diamati dengan baik karena telah terjadi pelapukan yang intesif, tidak terlihat pecahan, serta memeiliki gores yang berwarna hitam dan coklat, serta bersifat brittle.

15 Geotit Mineral goetit (FeO (OH) yang termasuk ke dalam golongan mineral oksida besi hidroksida, yang mana hanya ditemukan berupa alluvial float di lapangan, tepatnya di Sungai Grindulu Desa Tegalombo ini memiliki ciri berwarna hitam dengan kilap hitam kecoklatan, serta memiliki kekerasan 5-5,5 skala mohs, bentuk kristal yang dapat diamati berbentuk botryoidal, belahan yang sempurna belahan dengan pecahan yang uneven, serta gores yang berwarna hitam kecoklatan ini hadir bersamaan dengan mineral oksida lainnya seperti halnya hematit, selain itu juga terdapat mineral yang juga hasil dari pengkayaan pada zona oksidasi yaitu brokantit (Cu4SO4(OH)6) yang memiliki ciri di lapangan berwarna hijau cerah, memiliki kekerasan 3,5 4 skala mohs, bentuk kristal yang prismatik dan vitrous, gores berwarna hijau. Pecahan yang sempurna serta memiliki sifat brittle. Azurit Mineral azurite (Cu3(OH/CO3)2) yang termasuk ke dalam golongan tembaga karbonat ini merupakan mineral yang terbentuk akibat terjadinya pelarutan fluida yang bersifat karbonat dan berasosiasi dengan bijih tembaga yang hipogenetik seperti halnya kalkopirit. Mineral ini ditemukan di urat kuarsa di gunung Kurung, Desa Pucangombo, tepatnya di LP 69. Mineral ini memiliki ciri berwarna biru terang dengan kilap kaca, serta memiliki kekerasan 3,5-4 skala mohs, bentuk kristal yang dapat diamati membentuk druzzy mineral, belahan yang sempurna pecahan yang konkoidal, serta gores yang berwarna hitam biru dan bersifat brittle. Hematit Mineral hematit (Fe2O3) yang termasuk ke dalam golongan mineral oksida besi, yang dimana ditemukan sebagai urat dengan kenampakan di lapangan berwarna coklat kemerahan dengan kilap logam sampai dengan kilap tanah, serta memiliki kekerasan 5 6 skala mohs, bentuk kristal yang dapat diamati berbentuk massif mengisi rekahan, tidak ada belahan dengan pecahan yang uneven sampai dengan sub-konkoidal, serta gores yang berwarna coklat kemerahan, dan bersifat brittle ini hadir dalam kuantitas yang kecil di daerah penelitian. Paragenesa Mineralisasi Daerah Penelitian Paragenesa adalah urutan waktu relatif pengendapan mineral ; beberapa kali suatu pengendapan mineral terbentuk (Park dan MacDiarmid., 1970; Taylor et all., 1996). Sedangkan menurut Guilbert and Park (1986) mendefinikan paragenesa sebagai himpunan mineral bijih yang terbentuk pada kesetimbangan tertentu meilibatkan komponen tertentu, kronologi pengendapan mineral disebut sebagai sukuen paragenesa (Guilbert, G.M., and Park, C.F., 1986). Dengan melihat tipe struktur endapan mineral bijih (stockwork, vein/veinlet), komposisi mineral dan kenampakan tekstur secara mikroskopis (ekoludi, pengisian, dan penggantian), seperti yang telah dijabarkan sebelumnya makan akan dapat disusun proses proses urutan pembentukan mineral bijih pada daerah penelitian. Dari pengamatan tersebut, daerah penelitian diasumsikan terdapat dua episode mineralisasi (pembetukan sulfida, oksidasi). Episode awal berkaitan dengan proses mineralisasi hipogen, sedangkan episode kedua dicirikan oleh proses supergen (pengkayaan mineral).

16 Dalam zona hipogen, mineral bijih terbentuk dari hasil rekasi batuan dengan fluida hidrotermal dibawa zona oksidasi, sehinggga pada saat pembentukan mineralisasi hipogen ini diperkirakan berlangsung pada kisaran temperatur 260 C C (Ryes, 1990 dalam Hadenquist J.W., 1987), kronologi mineralisasi hipogen didaerah penelitian diawali dengan pembentukan mineral sphalerit (didasarkan pada data yang ditemukan pada analisa mikroskopis) dalam bentuk persebaran, kemudian disusul oleh mineralisasi sulfida dan logam lainnya berupa pirit, kalkopirit, dan galena. Akan tetapi karena galena tidak ditemukan pada analisa mineragrafi maka proses tersebut masih berlangsung dan diikuti oleh mineral oksida berupa kovelit, malakit, hematit, dan azurit. Sedangkan pengkayaan supergen didaerah penelitian ditandai dengan adanya mineral mineral oksida berupa : kovelit, malakit, hematit, dan azurit yang berkaitan dan mengganti sebagian dari kalkopirit, dan pirit. Dominasi pirit sebagai mineral sulfida kemungkinan sangat berperan dalam pembentukan agregat pelarut. Menurut Jansen dan Bateman, A.M., 1981 dalam Harjanto, A., 2008), yang mana pirit (FeS2) akan membentuk agen pelarut ferric sulfate, yang kemudian bereaksi terhadap sulfida primer disekitarnya. Tipe Endapan Epitermal Daerah Penelitian Berdasarkan data geologi dilapangan, serta hasil analisis alterasi dan mineralisasi, penulis melakukan pendekatan dalam menentukan tipe endapan pada daerah penelitian pada sistem mineralisasi daerah penelitian dijumpai pada zona rekahan zona sesar, dengan dasar tersebut penulis melakukan kesebandingan terhadap pendekatan endapan epitermal baik endapan epitermal sulfida rendah dan epitermal sulfida tinggi.sistem epitermal sulfidasi rendah yang banyak mengandung zat rektan pelarut yang naik dan bereaksi terhadap batuan samping. Sistem endapan epitermal dimana fluida pembentuk bijih dengan ph netral, dan sulfur dominan dalam senyawa H2S. Kondesat uap menyebabkan pembentukan mineral ubahan yang bersifat asam (Hadenquist, 1987 dalam Corbett and Leach., 1998). Sistem epitermal sulfidasi rendah digunakan untuk menunjukkan terdapatnya mineral sulfida berupa sphalerit, kalkopirit, dan galena. Sistem epitermal sulfidasi tinggi merupakan sistem endapan epitermal dimana fluida magmatik berupa SO2, CO2, H2S, HCL, yang bersifat asam. Istilah sulfidasi tinggi telah digunakan untuk menunjuk keberadaan batuan yang mengandung mineral berupa enargite, luzonit, dan tennatit (White, N.C and Hadenquist J.W., 1990 dalam Corbett and Leach, 1998). Pada waktu fluida menuju kepermukaan melalui rekahan dan breksi dengan batuan samping serta air meteorik, dan akan menghasilkan endapan emas (Au) dan Tembaga (Cu), (Ryes et all, 1992 dalam Corbett and Leach., 1998). Dari penjelasan diatas, makan penulis menyimpulkan, bahwa tipe endapan pada daerah penelitian adalah Sistem Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah (perlu adanya analisis lebih lanjut).

17 HUBUNGAN STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP ALTERASI MINERALISASI DAERAH TEGALOMBO DAN SEKITARNYA Fase Alterasi dan Mineralisasi Pada Daerah Penelitian Dalam proses terbentuknya alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian, penulis mengasumsikan 2 kejadian dalam proses terbentuknya alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian, yaitu : 1. Terbentuknya alterasi dan mineralisasi sebelum proses struktur geologi yang berkembang didaerah penelitian. 2. Terbentuknya alterasi dan mineralisasi setelah proses struktur geologi yang berkembang didaerah penelitian. Terbentuknya Alterasi dan Mineralisasi Sebelum Terbentuknya Struktur Geologi Yang Berkembang Pada Daerah Penelitian Terbentuknya alterasi dan mineralisasi sebelum terbentuknya struktur geologi yang dijumpai pada daerah penelitian ini, diasumsikan adalah awal dari pembentukan proses alterasi dan mineralisasi yang terjadi pada daerah penelitian akibat adanya post magmatisme yang disebabkan akibat penerobosan batu samping oleh intrusi dangkal (sub volcanic intrusion) berjenis dasit dan andesit pada daerah penelitian, sehingga batuan yang diterobos maupun yang menerobos sama sama mengalami mineralisasi (Samodra, H. dkk. a. 1990). Proses pembentukan mineralisasi tersebut didasarkan karena umur dari intrusi pada daerah penelitian lebih tua dari umur permulaan terbentuknya struktur geologi pada daerah penelitian yaitu berkisar awal Miosen Tengah sampai akhir Miosen Tengah. Terbentuknya Alterasi dan Mineralisasi Setelah Terbentuknya Struktur Geologi Yang Berkembang Pada Daerah Penelitian Terbentuknya alterasi dan mineralisasi setelah terbentuknya struktur geologi pada daerah penelitian, diasumsikan adalah fase muda dari penyebab terbentuknya proses alterasi dan mineralisasi yang terjadi pada daerah penelitian. Hal ini didasari keran umur struktur geologi khususnya sesar yang didapat pada daerah penelitian terbentuk pada kisaran umur tengah Miosen Tengah dengan mengacu pada sesar regional pada lembar Peta Geologi Pacitan menurut Samodra., dkk (1990). Sesar Grindulu pada peta regional Pacitan memperlihatkan kelurusan yang berarah relatif baratdaya timur laut memotong formasi Wonosari, dan sesar Tegalombo yang berarah relatif utara selatan juga memperlihatkan kelurusan yang memotong formasi Wonosari, sehingga penulis mengasumsikan terbentuknya struktur geologi pada daerah penelitian dengan kisaran umur setelah formasi Wonosari terbentuk yaitu kisaran umur tengah Miosen Tengah akhir Miosen Akhir. Dalam penjelasan diatas, hal ini yang menjadi fokus penulis untuk membahas mengenai hubungan alterasi dan mineralisasi setelah terbentuknya struktur geologi pada daerah penelitian

18 didasarkan gejala alterasi dan mineralisasi yang berkembang akibat adanya struktur geologi pada daerah penelitian. Hubungan Struktur Geologi Terhadap Alterasi dan Mineralisasi Dalam sistem pengendapan bijih logam diperlukan tiga syarat, yaitu heat source berupa aktifitas magmatisme, host rock dapat berupa batuan sedimen, dan channel way (jalur lintas) umumnya berupa kekar dan sesar akibat aktifitas tektonik pada suatu daerah. Pengaruh tektonik yang mengontrol pembentukan mineralisasi yaitu saat terjadinya tumbukan lempeng dimana sesar sesar yang terbentuk akibat aktifitas tektonik menjadi jalan larutan fluida hidrotermal menuju tempat pengendapan mineral. Dalam hubungan struktur geologi terhadap suatu proses alterasi dan mineralisasi, sangat berhubungan erat dikarenakan hasil dari proses struktur geologi tersebut yang berupa kekar dan sesar akan menjadikan jalur (channel way) untuk keluarnya fluida hidrotermal dari magma menuju permukaan sampai kontak terhadap batuan samping. Dari proses tersebut tentunya akan menjadikan suatu perubahan dalam bentuk kimia dan fisika pada batuan samping yang dilalui fluida hidrotermal, dan juga dijumpai keberadaan mineral mineral ekonomis didalam tubuh batuan samping tersebut. Selain itu akibat dari fluida yang tertinggal dan terendapkan pada zona rekahan yang dilaluinya akan membentuk hasil berupa urat kuarsa (vein), dan terkadang terdapat kandungan mineral bijih dalam tubuh urat kuarsa itu sendiri. Hubungan Struktur Geologi Terhadap Alterasi dan Mineralisasi Di Daerah Penelitian Struktur geolgi memiliki peran aktif terhadap alterasi dan mineralisasi. Hal ini didasarkan terhadap kenampakan yang dijumpai dilapangan, baik pada zona bidang sesar, ataupun batuan samping dekat terhadap zona bidang sesar, serta dalam tubuh urat kuarsa (vein), memiliki kandungan mineral mineral skunder hasil perubahan akibat fluida hidrotermal yang berupa mineral mineral sulfida seperti pirit, kalkopirit, galena, hematit, sphalerit, dll sangat kaya atau banyak dijumpai. Hal ini yang membuat penulis mengasumsikan, bahwa terbentuknya struktur geologi pada daerah penelitian merupakan kunci awal dari terbentuknya alterasi dan mineralisasi daerah penelitian. Sesar dan kekar pada daerah penelitian merupakan jalur keluarnya fluida hidrotermal (channel way), dan akibat dari pengaruh fluida hidrotermal tersebut menyebabkan perubahan kimia dan fisik pada batuan samping (wallrock). Akibat dari proses tersebut penulis mengasumsikan fluida hidrotermal yang mengandung larutan sulfida menyebabkan pembentukan mineral mineral bijih atau himpunan mineral lainnya dan pengkayaan minral pada batuan samping. Larutan sulfida tersebut akan membentuk urat kuarsa. Berdasarkan zona ubahan dan hasil analisa struktur (sesar, kekar, vein) menunjukkan bentuk geometri dari sistem hidrotermal dan mineralisasi di daerah penelitian, berupa : tekahan dan urat urat berpola renggang (tension fracture vein), flexure, dan splays (pemisahan blok hanging wall). Oleh karena itu mineralisasi pada daerah penelitian pada umumnya dijumpai pada zona urat kuarsa dan zona sesar.

19 Adapun struktur geologi yang mengontrol alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian terdapatnya bukti urat kuarsa (vein), dan kenampakan mineral ubahan mineralisasi pada batuan samping dan sekitar zona sesar. Hubungan Urat Kuarsa Terhadap Alterasi dan Mineralisasi Di Daerah Penelitian Urat kuarsa adalah retakan yang terisi oleh mineral (kuarsa, mineral bijih, logam, dan sebagainya) yang berasal dari pengendapan cairan magma sisa dengan tekanan dan suhu tinggi masuk melalui rekahan pada batuan (Davis., 1996). Pada daerah penelitian, urat kuarsa yang menerobos batuan relatif dijumpai dalam jumlah banyak, dan memiliki pola urat kekar tarikan, kekar tekanan, urat kuarsa tarikan, dan urat kuarsa tekanan dengan berdasarkan model sifat kekar dan urat kuarsa (Purwanto, H.S., 2002). Urat kuarsa yang hadi pada daerah penelitian ditemukan hampir menerobos hampir diseluruh jenis batuan pada daerah penelitian serta memiliki tekstur bervariasi dan relatif mengikuti pola struktur geologi pada daerah penelitian. Tipe Urat Kuarsa Urat Kuarsa Tarikan Urat kuarsa tipe tarikan paling umum dijumpai pada daerah penelitian. Urat ini berasosiasi dengan kekar gerus. Terkadang memperlihatkan struktur sisir (comb strukture), rongga (vuggy quartz). Urat kuarsa ini dijumpai berupa urat kuarsa halus (singgle veinlet) dan terkadang membentuk suatu jaringan (stockwork), memiliki tebal bervariasi, mumunya berkisar 1-50 cm, arah urat bersifat tarikan pada daerah pada daerah penelitian relatif memiliki 2 arah yaitu baratlaut tenggara dan baratdaya tumur laut (Analisi pada lampiran). Urat kuarsa yang bersifat tarikan yang berasosiasi dengan sesar relatif banyak pada daerah penelitian. Salah satu lokasi pengamatan (LP) 3 pada daerah penelitian menunjukkan kenampakan urat kuarsa memiliki dimensi tebal ±5 cm. Urat kuarsa ini mengikuti pola sesar mendatar kanan turun Tegalombo N 355 E / 66. Dimensi yang cukup lebar menurut Corbett and Leach., (1998), diperkirakan hadir sebagai flexure dimana sesar geser yang bersifat eksrensif akan membentuk rekahan terbuka yang memungkinkan masuknya larutan hidrotermal pembentuk urat, sehingga urat leratif sejajar terhadap bidang sesar. Urat bertipe tarikan ini pada umumnya didaerah penelitian berasosiasi terhadap mineral mineral bijih berupa pirit, kalkopirit daman jumlah yang banyak. Jenis Urat Kuarsa Faktor proses pembentukan urat kuarsa yang menjadikan suatu urat memiliki jenis komposisi mineral mineral yang berbeda adalah fase pembentukan urat dimana adanya pengisian rekahan dari mineral yang telah terbentuk sebelumnya. Dalam hal ini penulis mengasumsikan proses pembentukan urat kuarsa yang diisi oleh fluida hodrotermal terjadi dalam kurun waktu yang lama maka kehadiran mineral yang terkandung dalam urat kuarsa tersebut akan semakin kompleks dan beragam. Sebaliknya, jika pembentukan urat kuarsa dalam kurun waktu yang relatif lebih singkat maka komposisin kandungan mineral pada urat akan sedikit bahkan hanya terisi oleh suatu jenis utama mineral.

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4 Daftar Isi v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang lalui oleh 3 lempeng benua dan samudra yang masih aktif sampai saat ini. Pergerakan ketiga lempeng tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LEMBAR PETA... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV STUDI UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Sapto Heru Yuwanto (1), Lia Solichah (2) Jurusan Teknik Geologi

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN 4.1 Tinjauan Umum Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Endapan mineral Batu Hijau yang terletak di Pulau Sumbawa bagian baratdaya merupakan endapan porfiri Cu-Au. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTHERMAL DAN MINERALISASI DI DAERAH BUKIT DELIMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN OBA TENGAH, KOTA TIDORE KEPULAUAN, PROPINSI MALUKU UTARA SKRIPSI Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM.

Lebih terperinci

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25 v DAFTAR ISI Hal. JUDUL LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii LEMBAR PERNYATAAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv SARI... xv ABSTRACT... xvii

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum gunung api pasifik (ring of fire) yang diakibatkan oleh zona subduksi aktif yang memanjang dari

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 20 Desember Penyusun III

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 20 Desember Penyusun III KATA PENGANTAR Syaloom, Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, berkat kasih-nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan judul Geologi, Alterasi dan Mineralisasi

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan fluida cair panas (hidrotermal) yang dikontrol

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar keuangan di banyak

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB V PENGOLAHAN DATA BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksplorasi di daerah tambang, khususnya tambang emas memerlukan pengetahuan dan konsep geologi yang memadai serta data geospasial yang akurat dan aktual. Oleh karena

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alterasi hidrotermal adalah suatu proses kompleks yang meliputi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keterdapatan mineralisasi emas di Indonesia terdapat salah satu nya berada di Selogiri,

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi Gunung Ungaran Survei geologi di daerah Ungaran telah dilakukan pada hari minggu 15 Desember 2013. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu ( S-1) pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, maka setiap mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL II.1 Tektonik Regional Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem busur kepulauan Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin meningkat seperti emas, tembaga dan logam lainnya. Hal tersebut didasari dengan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan perekonomian secara global dapat mempengaruhi kondisi ekonomi pada suatu negara. Salah satunya adalah nilai tukar uang yang tidak stabil, hal tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN 4.1 Alterasi Hidrotermal Daerah Penelitian 4.1.1 Pengamatan Megaskopis Pengamatan alterasi hidrotermal dilakukan terhadap beberapa conto batuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan sumber daya energi dan mineral semakin banyak. Salah satu yang paling banyak diminati oleh penduduk di dunia

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tembaga dan emas yang melimpah. Sebagian besar endapan tembaga dan emas ini terakumulasi pada daerah busur magmatik.

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1. Mineralisasi Urat Arinem Carlile dan Mitchell (1994) menyatakan bahwa endapan urat epitermal dan stockwork di Indonesia umumnya terkonsentrasi pada busur kepulauan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tugas akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi Thorp dkk. (1990; dalam Suwarna dkk., 1993) membagi fisiografi wilayah Singkawang, Kalimantan Barat, menjadi 5 zona fisiografi (Gambar 2.1,

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. Teori Dasar Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Secara morfologi, Patahan Lembang merupakan patahan dengan dinding gawir (fault scarp) menghadap ke arah utara. Hasil interpretasi kelurusan citra SPOT menunjukkan adanya kelurusan

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci