ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH MARYADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH MARYADI"

Transkripsi

1 ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH MARYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Usaha Tani Lada dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bangka Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Maryadi A * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4 RINGKASAN MARYADI. Analisis Usaha Tani Lada dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bangka Tengah. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan IVANOVICH AGUSTA. Indonesia merupakan negara penghasil lada nomor 2 (dua) di dunia setelah Vietnam. Lada merupakan salah satu komoditas unggulan yang mempunyai peran utama sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani, dan penciptaan lapangan kerja. Luas areal lada di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2013 mengalami penurunan rata-rata 1.38%. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan penghasil lada putih dan sudah memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG) untuk komoditi Lada Putih Bangka (Muntok White Pepper) dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Salah satu daerah penghasil lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Kabupaten Bangka Tengah. Penelitian ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan serta memberikan solusi dalam rangka pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menentukan lokasi pengembangan perkebunan lada yang sesuai berdasarkan aspek geobiofisik; (2) menganalisis kelayakan usaha tani lada: (3) menganalisis marjin pemasaran dalam sistem pemasaran lada putih; (4) menganalisis kelembagaan usaha yang terlibat dalam pengembangan lada; dan (5) menyusun arahan pengembangan perkebunan lada yang ada di Kabupaten Bangka Tengah. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, Kabupaten Bangka Tengah hanya memiliki kelas kesesuaian lahan untuk tanaman lada untuk kelas lahan S2 dan S3. Luas lahan S2 adalah ha dan S3 seluas ha serta N seluas 553 ha. Kecamatan yang memiliki kelas lahan S2 terluas adalah Kecamatan Sungai Selan kemudian Kecamatan Simpang Katis. Hasil dari analisis marjin pemasaran dari 3 rantai pemasaran lada di Kabupaten Bangka Tengah yaitu rantai pemasaran I (petani pedagang pengumpul tingkat desa pedagang pengumpul tingkat kecamatan eksportir), rantai pemasaran II (petani pedagang pengumpul tingkat kecamatan eksportir), dan rantai pemasaran III (petani eksportir) diketahui bahwa marjin pemasaran terkecil terdapat pada rantai pemasaran III dan hal ini menunjukkan bahwa rantai pemasaran III lebih menguntungkan bagi petani lada. Luas arahan pengembangan lada di Kabupaten Bangka Tengah adalah ha. Dari luasan tersebut, ha berada di Kecamatan Sungai Selan. Dengan demikian, maka Kecamatan Sungai Selan menjadi lokasi arahan prioritas utama untuk pengembangan lada. Kata kunci: arahan pengembangan, lada, marjin pemasaran, kesesuaian lahan

5 SUMMARY MARYADI. Farming Analysis and Development of Pepper in District of Bangka Tengah. Supervised by ATANG SUTANDI and IVANOVICH AGUSTA. Indonesia is the second world pepper producer, below Vietnam. Pepper is one of the leading commodity that has a major role as a source of national foreign exchange, the source of farmers' income, and job creation. The area of pepper in Indonesia from 2010 to 2013 on average decreased 1.38%. The Province of Bangka Belitung Islands is a producer of white pepper and already have a certificate of Geographical Indications for commodity Bangka White Pepper (Muntok White Pepper) of the Ministry of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia. One area of pepper in Bangka Belitung Islands is District of Bangka Tengah. The purpose of this study are: (1) to determine the location of the pepper plantations development suite based geobiophysics aspects; (2) to analyze the feasibility of farming of pepper; (3) to analyze marketing margins in the market system of white pepper; (4) to analyze the institutional effort involved in the development of pepper; and (5) developing direction of pepper plantation development in District of Bangka Tengah. Based on the analysis of land suitability, District of Bangka Tengah only had land suitability classes for pepper crops for land class S2 and S3. The land class S2 was hectares and S3 area of hectares and covering an area of 553 hectares N. Class subdistrict that had the widest area S2 was Sungai Selan and Simpang Katis later. Results of the analysis of marketing margins of 3 market chain pepper in District of Bangka Tengah was the market chain I (farmers - traders village level - traders subdistrict level - exporters), the market chain II (farmers - traders subdistrict level - exporters), and chain market III (farmers - exporters) note that the smallest marketing margin III contained in the marketing chain and it show that the marketing chain more profitable for farmers was market chain III. Based on direction of development of white pepper in District of Bangka Tengah suggested for land extensification about hectares, of the areas about of hectares located in Subdistrict of Sungai Selan, that became high priority for development of the white pepper. Keywords: direction of development, land suitability, marketing chain, pepper.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH MARYADI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iskandar Lubis, MS

9

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Usaha Tani Lada dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bangka Tengah berhasil diselesaikan Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Dr. Dra. Khursatul Munibah, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas segala motivasi dan arahan yang diberikan selama penyelesaian studi. 2. Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ivanovich Agusta, SP., M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas segala dukungan, motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan sejak persiapan penelitian hingga penyelesaian tesis ini. 3. Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S sebagai dosen penguji luar komisi pembimbing atas masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini. 4. Prof. Dr. Ir. Santun RP Sitorus atas segala motivasi adan arahan yang diberikan selama penyelesaian studi. 5. Seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas ilmu dan kemudahan yang diberikan selama penyelesaian studi. 6. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis. 7. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini. 8. Rekan-rekan mahasiswa PWL khusus(bappenas) dan reguler angkatan 2014, serta Priyo Suprayogi, S.Hut, M.Si atas dukungan, bantuan, dan kerja samanya selama ini dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam membantu penyelesaian studi ini. Terima kasih yang teristimewa disampaikan kepada istri dan kedua anakku beserta seluruh keluarga besar di Bangka atas segala doa dan dukungan selama ini. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat. Amin Bogor, Maret 2016 Maryadi

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 3 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 6 Kerangka Pemikiran 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 Evaluasi Kesesuaian Lahan 8 Analisis Kelayakan Usaha Tani 10 Prospek Pengembangan Lada 13 Pengembangan Wilayah 16 Penelitian Terdahulu 18 3 METODE PENELITIAN 19 Lokasi dan Waktu Penelitian 19 Jenis dan Sumber Data 20 Metode Pengumpulan Data 20 Teknik Analisis Data 21 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 26 Pembentukan Kabupaten Bangka Tengah 26 Letak Geografis 26 Kondisi Geobifisik Wilayah 27 Kondisi Demografi 29 Aktivitas Perekonomian 31 Perkembangan Perkebunan Lada 38 Karakteristik Usaha Tani Lada 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 40 Persebaran Lahan Potensial 40 Ketersediaan Lahan 44 Kelayakan Usaha Perkebunan Lada 45 Pemasaran Lada Putih 56 Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Lada 64 5 SIMPULAN DAN SARAN 70 Simpulan 70 Saran 71 DAFTAR PUSTAKA 72 xiv xv xv

13 LAMPIRAN 75 RIWAYAT HIDUP 85

14 DAFTAR TABEL 1 Perkembangan ekspor lada putih Bangka Beitung dan Indonesia 1 2 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2 3 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada di Kab. Bangka Tengah 3 4 Tabel dan teknik analisis 20 5 Luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah 26 6 Nama sungai per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah 28 7 Jumlah penduduk Kabupaten Bangka Tengah tahun Jumlah penduduk berumur 10 tahun yang bekerja berdasarkan lapangan usaha dan jenis kelamin di Kab. Bangka Tengah tahun Persentase penduduk miskin dan garis kemiskinan di Kabupaten Bangka Tengah tahun Laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan dengan timah di Kabupaten Bangka Tengah tahun (persen) Laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan tanpa timah di Kabupaten Bangka Tengah tahun (persen) Kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bangka Tengah tahun (persen) Distribusi PDRB Kabupaten Bangka Tengah atas harga konstan menurut lapangan usaha tahun (persen) Luas areal, produksi, dan sentra tanaman perkebunan di Kabupaten Bangka Tengah tahun Luas areal dan produksi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah menurut kecamatan tahun Karakteristik usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah Luas kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah Rata-rata produksi riil lada putih per kelas kesesuaian lahan Luas lahan tersedia dan penyebarannya di kabupaten Bangka Tengah Sebaran responden petani lada di Kabupaten Bangka Tengah Karakteristik responden petani lada di Kabupaten Bangka Tengah Rata-rata pendapatan responden petani lada di Kab. Bangka Tengah Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah dengan menurunkan volume produksi sebesar 30% Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di kabupaten Bangka Tengah dengan menurunkan harga jual produk sebesar 29% Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah dengan menaikkan harga bibit lada sebesar 50% Syarat mutu lada putih (SN ) Matriks keragaan pasar lada putih di Kabupaten Bangka Tengah Indeks keuntungan pemasaran lada putih di Kabupaten Bangka Tengah Nilai dan persentase marjin penjualan lada putih per kilogram di Kabupaten Bangka Tengah tahun

15 31 Pembagian prioritas arahan pengembangan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah Luas arahan lokasi pengembangan tanaman lada di Kab. Bangka Tengah (ha) Proyeksi kebutuhan lahan dan volume ekspor lada putih Kabupaten Bangka Tengah 10 tahun ke depan 66 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran penelitian 7 2 Peta administrasi Kabupaten Bangka Tengah 19 3 Diagram alir metode penelitian 25 4 Jumlah rumah tangga pertanian subsektor perkebunan per kecamatan tahun Perkembangan indeks yang diterima petani (IT), indeks yang dibeli petani (IB), dan nilai tukar petani (NTP) subsektor perkebunan Kabupaten Bangka Tengah tahun Peta kesesuaian lahan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah 42 7 Peta sebaran desa sample kelayakan usaha tani lada 47 8 Rantai pemasaran komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah 58 9 Peta arahan pengembangan lada di Kabupaten Bangka Tengah 69 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kriteria kesesuaian tanaman lada 76 2 Peta kuasa penambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah 77 3 Peta kawasan hutan di Kabupaten Bangka Tengah 78 4 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan Sungai Selan 79 5 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan Namang 80 6 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan Lubuk Besar 81 7 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S3 di Kecamatan Simpang Katis 82 8 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S3 di Kecamatan Koba 83 9 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S3 di Kecamatan Pangkalan Baru 84

16

17 1 PENDAHULUAN Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memainkan peranan penting dalam sejarah peradaban dan perdagangan di dunia karena menjadi komoditi pertama yang diperdagangkan secara internasional. Secara makro ekspor lada Indonesia mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Kedudukan lada sebagai penyumbang devisa komoditas ekspor hasil perkebunan cukup penting, yaitu urutan 6 setelah kelapa sawit, karet, kelapa, kopi dan kakao (Pusdatin Kementan 2015). Indonesia yang pernah menjadi pengekspor utama komoditi lada saat ini hanya menjadi pengekspor kedua setelah Vietnam pada 10 tahun terakhir, namun masih menjadi pengekspor utama untuk komoditi lada putih. Setiap tahunnya Indonesia memasok 20% ( ton) komoditi lada dari rata-rata ton kebutuhan lada dunia. Adapun pemenuhan untuk konsumsi domestik mencapai ton setiap tahun (IPC 2014). Komoditi lada putih dari Indonesia untuk pasar internasional sudah terkenal sejak dulu, yaitu Lada Putih Bangka (Muntok White Pepper), sedangkan untuk lada hitam yaitu komoditi Lada Hitam Lampung (Lampong Black Pepper). Komoditi Muntok White Pepper menjadi brand image yang terkenal di perdagangan internasional karena cita rasanya yang khas dengan rasa yang lebih pedas, artinya kualitas lada putih di pasar internasional selalu mengacu pada kualitas Lada Putih Bangka. Indonesia masih menjadi salah satu pengekspor utama komoditi lada putih di dunia meskipun volumenya cenderung mengalami penurunan. Komoditi lada putih memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian daerah. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan penghasil dan pengekspor utama komoditi lada putih di Indonesia. Harga lada putih terus meningkat sesuai dengan permintaan negara tujuan ekspor seperti dari Eropa, Amerika Serikat, Singapura, Jepang dan negara lainnya. Ekspor lada putih tertinggi terjadi pada tahun 2000, yaitu ton (37% dari total ekspor dunia) di mana ton atau 53.6%-nya merupakan lada putih asal Bangka Belitung (AELI 2009). Berikutnya terjadi penurunan yang cukup signifikan hingga tahun 2012, ekspor lada putih Indonesia sebanyak ton dan kontribusi Bangka Belitung terhadap volume ekspor ton seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan ekspor lada putih Bangka Belitung dan Indonesia Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kep. Bangka Belitung (2013) dan International Pepper Community (2013)

18 2 Penurunan ekspor lada putih tersebut sejalan dengan penurunan produksi lada putih, terutama yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penurunan produksi lada putih mencerminkan adanya permasalahan dalam pengusahaannya yang tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap keragaan komoditi lada putih Indonesia. Perkembangan luas areal pertanaman lada selama beberapa tahun terakhir pada dasarnya merupakan respon masyarakat terhadap harga jual komoditi lada putih di pasar domestik yang telah terintegrasi dengan harga pasar dunia. Tingginya respon masyarakat untuk kembali mengusahakan lada merupakan sebuah peluang yang harus ditangkap dan dimaksimalkan oleh pengambil kebijakan. Tabel 2 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Keterangan: TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman Menghasilkan; TT/TR: Tanaman Tua/Tanaman Rusak Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kep. Bangka Belitung Beberapa permasalahan pada pengembangan perkebunan lada, yaitu : (1) perkebunan lada merupakan perkebunan rakyat yang dikelola secara swadaya murni, sehingga pertumbuhan produktivitas kebun menjadi lambat. Hal ini disebabkan oleh teknologi yang diterapkan masih tradisional, (2) berkurangnya luas areal tanam lada yang disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk penambangan timah dan perkebunan kelapa sawit, (3) serangan hama dan penyakit, dan (4) sistem kelembagaan ekonomi petani masih sangat lemah baik dalam kegiatan pengadaan input, usaha tani, serta pengolahan dan pemasaran hasil. Seperti komoditi pertanian lainnya, komoditi lada sebagai hasil dari perkebunan rakyat memiliki beberapa kelemahan sangat mendasar, yaitu kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas pasokan tidak selalu dapat mencukupi permintaan pasar, serta sistem pemasaran hasil yang kurang efisien. Terlepas dari permasalahan-permasalahan tersebut, komoditi lada masih memiliki kekuatan dan peluang untuk dikembangkan dan ditingkatkan lagi daya saingnya. Lahan yang sesuai untuk tanaman lada masih cukup luas, tersedia teknologi budidaya yang efisien, adanya peluang melakukan diversifikasi produk apabila harga lada jatuh, serta animo masyarakat untuk mengusahakan lada masih tinggi.

19 3 Latar Belakang Kabupaten Bangka Tengah merupakan salah satu daerah otonomi yang ada dalam wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Bangka yang resmi dibentuk tanggal 25 Februari 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003, kabupaten ini memiliki luas wilayah hektar. Pada tahun 2014 daerah ini memiliki luas areal perkebunan rakyat sebesar hektar, dengan luas areal perkebunan lada hektar atau mencapai 13% dari total areal perkebunan selain karet, kelapa sawit, dan tanaman perkebunan lainnya (Disbunhut Kab. Bateng 2014). Luasan ini terbilang kecil untuk daerah yang memiliki potensi lahan yang cukup baik untuk tanaman lada. Keragaan pertanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada di Kab. Bangka Tengah Keterangan: TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman Menghasilkan; TT/TR: Tanaman Tua/Tanaman Rusak Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kep. Bangka Belitung Pada awal diterbitkannya kebijakan mengenai dibolehkannya masyarakat ikut menambang mineral timah (Tambang Inkonvensional), hingga tahun 2012 roda perekonomian Kabupaten Bangka Tengah sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan. Rata-rata uang yang beredar dari aktivitas perdagangan timah mencapai Rp 2.8 triliun yang artinya secara virtual masyarakat Kabupaten Bangka Tengah memperoleh tambahan pendapatan Rp 17 juta per jiwa setiap tahunnya. Pada tahun 2013 saat kandungan timah menipis dan berakhirnya kontrak karya PT. Koba Tin yang berada di Kabupaten Bangka Tengah, pendapatan rata-rata menjadi Rp 11 juta per jiwa (BTDA 2014). Keadaan tersebut membuat masyarakat beralih kembali ke mata pencaharian sebagai petani lada. Data yang bersumber dari BPS Kab. Bateng (2014) tercatat sebanyak 29.50% penduduk Kabupaten Bangka Tengah bekerja di sektor pertanian atau nomor 2 setelah sektor pertambangan (31.42%). Komoditi lada putih bagi Kabupaten Bangka Tengah memiliki peranan penting dalam menggerakkan perekonomian Kabupaten Bangka Tengah. Rata-rata peredaran uang dari hasil perdagangan lada putih sebesar Rp 71 miliar per tahun. Jumlah tersebut dibandingkan dengan populasi penduduk berarti memiliki andil sebesar Rp 430

20 4 000 pada pendapatan per kapita atau bisa memberi pendapatan rata-rata Rp per petani lada setiap tahunnya. Membandingkan keadaan pada saat perekonomian bergantung pada timah dan pasca timah, terjadi kehilangan pendapatan sebesar Rp 5.5 juta per jiwa. Pengembangan perkebunan lada diharapkan menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Memperhatikan potensi yang ada dan prospek masa depan, komoditi lada putih tetap menjadi komoditi unggulan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan di Kabupaten Bangka Tengah khususnya yan terus dikembangkan dalam rangka pengembangan wilayah. Perumusan Masalah Semakin menipisnya kandungan logam timah di Pulau Bangka, khususnya di Bangka Tengah dan membaiknya harga komoditi lada putih membuat masyarakat Bangka Tengah kembali ke mata pencaharian yang sudah turun temurun digeluti yaitu berkebun lada. Berdasarkan data BPS Kab. Bateng (2014), kontribusi subsektor perkebunan untuk sektor pertanian dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2013 Kabupaten Bangka Tengah menempati posisi kedua (3.43%) setelah subsektor tanaman pangan (4.45%). Permasalahan yang ada dalam pengembangan perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah adalah rendahnya produktivitas lada, belum efisiennya sistem pemasaran komoditi lada putih di tingkat petani, keterbatasan modal untuk memperoleh bibit unggul dan sarana produksi lainnya, serta belum optimalnya peran kelembagaan lembaga pendukung untuk pengembangan komoditi lada putih. Rendahnya produktivitas lada disebabkan belum optimalnya pengelolaan pengusahaan tanaman seperti tidak menggunakan bibit unggul, kurang pemupukan, terserang penyakit, dan kurangnya pemeliharaan kebun secara intensif. Pemilihan lokasi lahan yang sesuai untuk tanaman lada juga meruakan faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas lada putih. Hal ini karena kurangnya pengetahuan petani untuk mengadopsi teknologi baru dan lemah dalam aspek permodalan. Pewilayahan komoditas, baik yang telah ada maupun yang akan dikembangkan di Bangka tengah perlu diatur agar tidak saling menekan atau meniadakan. Tanaman tradisional seperti lada yang telah diusahakan masyarakat setempat terus diberdayakan sehingga petani dapat memperoleh manfaat sebaik mungkin. Aspek sosial budaya dan aspek teknis hendaknya menjadi bahan pertimbangan. Komoditi lada yang secara sosial budaya telah diterima masyarakat (tentu ada pasarnya) dan sesuai dengan kondisi lingkungan terus diperbaiki pengusahaannya agar mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Aspek teknis seperti pemilihan lokasi berdasarkan kesesuaian lahan untuk tanaman lada penting dilakukan agar petani memperoleh keuntungan maksimal. Perkebunan lada masih sangat potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bangka Tengah melalui penanganan secara komprehensif sebagai upaya untuk mengembalikan kejayaan komoditi lada putih di daerah ini. Untuk itu perlu dilakukan berbagai analisis seperti memberikan arahan dan pertimbangan kepada masyarakat untuk memperhatikan aspek geobiofisik dan aspek ekonomi. Aspek geobiofisik digunakan untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk kriteria tumbuh

21 tanaman lada agar masyarakat tidak terlalu melakukan upaya perbaikan lahan yang imbasnya juga memerlukan tambahan biaya. Aspek ekonomi diperlukan agar masyarakat dapat mengetahui dan mendapatkan informasi tentang kelayakan usaha. Melalui analisis kelayakan finansial akan diperoleh berapa jumlah modal yang harus disediakan dalam pengelolaan per luasan tanam. Selain itu, perhitungan kelayakan finansial hingga ke aspek pemasaran dapat menginformasikan ke petani berapa keuntungan yang diperoleh dari pengusahaan kebun lada. Aspek pemasaran merupakan hal penting dalam pengusahaan perkebunan lada rakyat. Fluktuasi harga yang sangat signifikan dapat mempengaruhi minat petani dalam berkebun. Pada saat harga anjlok pada kisaran di bawah Rp /kg, banyak petani menelantarkan kebun dan memilih berusaha di sektor lain terutama penambangan timah. Petani lada juga sangat sedikit membuka areal pertanaman baru setelah memperkirakan kerugian yang akan diperoleh dengan harga seperti itu. Pemasaran komoditi lada putih tidak sulit karena biasanya pedagang pengumpul tingkat desa langsung mendatangi ke rumah petani untuk membeli yang kemudian dijual ke pedagang tingkat kecamatan atau bahkan ke eksportir yang cukup banyak di Kota Pangkalpinang, Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Namun permasalahannya, apakah rantai pemasaran komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah sudah efisien? Dalam artian keuntungan yang diperoleh cukup sebanding dengan modal dan pengorbanan yang dikeluarkan oleh petani. Jika belum efisien, perlu dicari penyebabnya agar diperoleh alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi inefisiensi rantai pemasaran. Arahan dan analisis usaha tani lada sangat diperlukan untuk pengembangan perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah sebagai upaya mengembalikan kejayaan lada putih di pasar internasional yang tentunya berdampak positif dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang diharapkan dapat dijawab melalui penelitian ini. 1. Dimanakah lokasi perkebunan lada yang sesuai berdasarkan aspek geobiofisik? 2. Bagaimanakah kelayakan usaha tani perkebunan lada? 3. Bagaimanakah besaran marjin tata niaga dalam rantai pemasaran komoditi lada putih? 4. Bagaimanakah efisiensi kelembagaan dalam pemasaran lada? 5. Bagaimanakah arahan tentang potensi pengembangan perkebunan lada? 5 Tujuan Penelitian Memperhatikan rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menentukan lokasi pengembangan yang sesuai untuk perkebunan lada; 2. Menganalisis kelayakan usaha perkebunan lada; 3. Menganalisis marjin pemasaran dalam rantai pemasaran komoditi lada putih; 4. Menganalisis kelembagaan pemasaran lada;

22 6 5. Menyusun arahan pengembangan perkebunan lada yang ada di Kabupaten Bangka Tengah. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberi masukan berupa arahan pengembangan perkebunan lada kepada Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah yang berpedoman pada pembangunan berkelanjutan untuk peningkatan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan latar belakang terdapat beberapa pengertian akan dijadikan referensi sebagai konsepsi dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu : 1. Penelitian ini dilakukan pada lahan aktual milik petani dan lahan-lahan potensial berdasarkan kesesuaian lahan dan kelayakan usaha di Kabupaten Bangka Tengah yang memungkinkan untuk dibudidayakan perkebunan lada. 2. Batasan penelitian adalah untuk merekomendasikan lokasi lahan perkebunan lada dalam rangka menyusun arahan pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kerangka Pemikiran Sejalan dengan meningkatnya harga komoditi lada putih di tingkat petani, maka minat masyarakat untuk berkebun lada juga semakin besar. Kondisi ini juga ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan membuat Program Revitalisasi Lada yang disambut baik oleh semua kabupaten di provinsi ini. Pengembangan perkebunan lada telah menjadi komitmen bersama dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan luas areal perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah dari tahun 2013 hingga tahun 2015 mengalami peningkatan. Fenomena seperti ini harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah untuk memberi akses berupa penyediaan sarana produksi untuk kebutuhan petani. Dalam rangka pengembangan perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah, potensi sumberdaya fisik wilayah juga harus mendapatkan perhatian dalam penentuan kesesuaian lahan yang akan digunakan. Dengan melakukan evaluasi kesesuaian lahan maka dapat memperkirakan produktifitas optimal yang diharapkan. Aspek fisik lahan merupakan salah satu yang harus diperhatikan selain aspek tata ruang dalam rangka membuat arahan pengembangan perkebunan lada. Selain aspek sumberdaya fisik, aspek kelayakan usaha merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalm rangka pengembangan wilayah. Perbedaan karakteristik sumberdaya fisik lahan akan menyebabkan terjadinya perbedaan

23 biaya dan pendapatan yang diterima oleh petani dalam usaha perkebunan lada. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Bangka Tengah perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui daerah-daerah mana yang sesuai dan menguntungkan untuk dijadikan lokasi pengembangan perkebunan lada. Selain faktor tersebut diatas, ada faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan usaha perkebunan lada, yaitu kelembagaan pemasaran. Harga komoditi lada putih di tingkat petani umumnya rendah karena kurang efisiennya rantai pemasaran, terhambatnya akses informasi pasar, dan rendahnya kualitas hasil. Kualitas hasil masih rendah karena sebagian besar produk yang dihasilkan adalah produk primer. Untuk melihat efisiensi rantai pemasaran komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah perlu dilakukan analisis marjin pemasaran. Lada putih merupakan komoditi yang memiliki peran yang cukup besar dalam peningkatan pendapatan masyarakat terutama di daerah sentra komoditi tersebut. Hal ini didasari terus meningkatnya harga dan besarnya minat masyarakat untuk kembali mengusahakan komoditi ini serta adanya dukungan kebijakan dari pemerintah daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan adanya Program Revitalisasi Lada. Untuk itu perlu adanya arahan mengenai potensi pengembangan perkebunan lada yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. Latar Belakang Prospek Komoditi Lada Putih cukup Bagus Minat Masyarakat yang Tinggi Program Revitalisasi Lada Potensi Lahan 7 Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Lada Evaluasi Kesesuaian Lahan Kelayakan Usaha Efisiensi Lembaga Pemasaran Peta Arahan Pengembangan Lada Kelayakan Usaha Secara Finansial Rekomendasi Peningkatan Efisensi Pemasaran Arahan Pengembangan Perkebunan Lada di Kabupaten Bangka Tengah Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

24 8 2 TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi Kesesuaian Lahan Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Karakteristik lahan mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia, dan sebagainya. Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang tidak dapat diukur langsung karena merupakan interaksi dari beberapa karakteristik lahan yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang rinci ke dalam kualitas lahan, dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat yang sama atau hampir sama dan penyebarannya digambarkan dalam peta sebagai hasil dari suatu survei sumber daya alam disebut sebagai satuan peta lahan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan utuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini (aktual) dan kondisi setelah dilakukan perbaikan (potensial). Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan pada kapasitas berbagai penggunaan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Jadi, semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah, maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi. Sedangkan kesesuaian lahan adalah kecocokan dari sebidang lahan untuk tipe penggunaan tertentu, sehingga harus mempertimbangkan aspek manajemennya. Evaluasi kesesuaian lahan adalah suatu cara yang dilakukan dengan membandingkan kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang ditetapkan. Tujuannya adalah untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tujuan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Untuk menentukan metode yang akan digunakan dalam evaluasi lahan harus mencakup ketentuan-ketentuan sebagai berikut : (1) kesesuaian lahan harus didasarkan atas penggunaan lahan untuk tujuan tertentu, (2) diperlukan perbandingan antara biaya dan keuntungan, (3) diperlukan penghampiran multidisiplin, (4) harus relevan terhadap sifat-sifat fisik, ekonomi, dan sosial daerah yang dimaksud, (5) berdasarkan atas penggunaan untuk waktu yang tidak terbatas, dan (6) evaluasi meliputi lebih dari satu macam penggunaan lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi menurut metode FAO (1976). Hasil penilaian kesesuaian lahan dapat berupa kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kelas kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data dari hasil survei tanah atau sumber daya lahan yang belum mempertimbangkan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang berupa sifat lingkungan fisik

25 termasuk sifat-sifat tanah dalam hubungannya dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan yang akan dicapai apabila atau setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut: Ordo Kelas : Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo, kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N). : Keadaan tingkat kesesuain lahan dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam 3 (tiga) kelas, yaitu: S1 (sangat sesuai) : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata. S2(cukup sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. S3(sesuai marginal) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat yang akan berpengaruh terhadap produktivitasnya dan memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan pemerintah/pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut, petani tidak mampu mengatasinya. N(tidak sesuai) Subkelas Unit : Lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. : Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat. Faktor pembatas sebaiknya dibatasi maksimum dua pembatas. : Keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Unit yang satu berbeda dnegan unit yang lainnya dalam sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detil dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat unit tersebut memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usaha tani. Pertumbuhan suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan. Kondisi tersebut mengharuskan perlunya pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas dengan tetap memperhatikan tindakan konservasinya untuk penggunaan di masa yang akan datang (Sitorus 2004). 9

26 10 Analisis Kelayakan Usaha Tani Salah satu tugas penting seorang perencana wilayah adalah mengevaluasi usaha yang dilakukan, termasuk usaha tani. Menurut Soekartawi (2002), analisis usaha tani mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada dengan konsep memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya, secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan pada waktu tertentu. Disebut efektif jika petani (produsen) dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya serta dikatakan efisien jika pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan output yang melebihi input. Ciri-ciri usaha tani di Indonesia adalah; (1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, (2) kurangnya modal, (3) pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang dinamis, dan (4) masih rendahnya pendapatan petani. Menurut Indraningsih (2013), dalam menentukan suatu komoditi, ketersediaan sumber daya (lahan, tenaga kerja, modal) merupakan faktor yang penting untuk menunjang kinerja usaha tani. Selain itu, kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien merupakan landasan utama bagi kelangsungan kegiatan usaha tani, terutama apabila dikaitkan dengan orientasi usaha yang komersial. Peningkatan pendapatan masyarakat dari usaha tani berdampak pada peningkatan tabungan dan konsumsi masyarakat yang tentunya akan meningkatkan pendapatan pemerintah (Siregar et al. 2008). Analisis kelayakan usaha atau juga dapat disebut studi kelayakan proyek perlu dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat memberikan manfaat atas investasi yang telah ditanamkan. Definisi studi kelayakan proyek menurut Husnan dan Suwarsono (2000) adalah suatu penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Proyek yang dimaksudkan disini biasanya merupakan proyek investasi. Penerimaan usaha tani merupakan nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pengeluaran usaha tani adalah nilai semua input yang habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja keluarga. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang harus dibayar dengan uang, seperti pembelian sarana produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani apabila bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran usaha tani disebut pendapatan usaha tani (net farm income). Pendapatan bersih usaha tani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu pendapatan usaha tani merupakan ukuran keuntungan usaha tani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usaha tani. Kegiatan dalam menjalankan suatu proyek terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek apa yang akan dipelajari. Aspek-aspek studi kelayakan usaha yang biasanya dianalisis antara lain menyangkut aspek pasar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi. Menurut Gittinger (1986) menyatakan bahwa proyek dapat dievaluasi dari aspek teknis, aspek institusional manajerial, aspek komersil, aspek sosial, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Aspek Pasar Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek pasar dan pemasaran

27 mempelajari tentang : 1. Permintaan, baik secara total maupun diperinci dan proyeksi permintaan di masa mendatang. 2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor. Perkembangan di masa lalu dan yang akan datang, jenis barang yang menyaingi, dan sebagainya. 3. Harga, perbandingan dengan barang-barang impor dan produksi dalam negeri lainnya, serta pola perubahan harganya. 4. Program pemasaran, mencakup stategi pemasaran yang akan dipergunakan, marketing mix, identifikasi siklus kehidupan produk, dan pada tahap apa produk akan dibuat. 5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai oleh perusahaan. Pengkajian aspek pasar dilakukan karena tidak ada proyek yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang/jasa. Pemasaran adalah kegiatan perusahaan yang bertujuan menjual barang/jasa yang diproduksi perusahaan ke pasar. Oleh karena itu, aspek ini bertanggung jawab dalam menentukan ciri-ciri pasar yang akan dipilih. Saluran pemasaran sangat penting bagi produsen untuk menyalurkan hasil produksinya ke konsumen. Dalam saluran pemasaran ada ruang yang diisi oleh perantara yang dikenal sebagai rantai pemasaran. Kotler and Keller (2009) mendefinisikan saluran pemasaran sekelompok organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses pembuatan produk atau jasa yang disediakan untuk digunakan atau dikonsumsi. Menurut Kashmir dan Jakfar (2010), rantai pemasaran adalah suatu jaringan dan fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen kepada konsumen akhir. Rantai pemasaran juga didefinisikan proses dari pedagang besar yang menerima barang langsung dari produsen atau dari pedagang pengumpul lokal dan kemudian mengirim kepada beberapa pedagang eceran, yang selanjutnya dijual kepada konsumen akhir dan mungkin pula pedagang ekspor (Hanafiah dan Saefudin, 1986). Untuk mengukur efisiensi suatu sistem pemasaran dapat menggunakan pendekatan marjin tata niaga. Marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang harus dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (Suratiyah 2008). Menurut Azzaino(1991) dalam Anita et al. (2012), marjin tata niaga adalah perbedaan harga yang harus dibayar konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang diterima petani produsen untuk produk yang sama. Aspek Teknis Dalam pemilihan teknologi yang akan dipergunakan sebaiknya tidak dipergunakan teknologi yang telah usang, atau teknologi yang masih tahap cobacoba (Husnan dan Suwarsono 2000). Teknologi yang sudah usang akan mengakibatkan sebuah perusahaan sulit untuk bersaing dengan perusahaan yang lain, sedangkan teknologi yang masih dicoba-coba mengakibatkan kesulitan dalam perawatan fasilitas. 11

28 12 Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa aspek teknis menyangkut berbagai hal berkaitan dengan proses produksi yasng dijalankan, seperti teknologi yang digunakan dan skala produksi yang dipilih, fasilitas lokasi dan produksi, dan pemilihan proses produksi mencakup teknologi, perlengkapan dan alat-alat, bahan, tenaga kerja dan pengawasan kualitas. Aspek Manajemen Aspek manajemen menurut Gittinger (1986) berkisar di antara penetapan institusi, organisasi dan manajerial yang tepat dan tidak tumpang tindih, yang secara jelas memiliki pengaruh yang penting terhadap pelaksanaan proyek. Lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran di mana barang-barang bergerak dari pihak produsen ke konsumen (Hanafiah dan Saefuddin 2006). Munculnya lembaga pemasaran sebagai pedagang perantara dikarenakan keengganan petani untuk langsung memasarkan produknya ke eksportir. Kelembagaan (institution) adalah kumpulan aturan main dan organisasi yang berperan penting dalam mengatur penggunaan/alokasi sumber daya secara efisien, merata, dan berkelanjutan. Kelembagaan tidak hanya sekedar organisasi. Dalam konsep ekonomi kelembagaan (institutional economic), organisasi merupakan suatu bagian (unit) pengambil keputusan yang di dalamnya diatur oleh sistem kelembagaan atau aturan main. Aturan main mencakup pada kesepakatan antara dua pihak tentang suatu pembagian manfaat dan biaya yang harus ditanggung oleh setiap pihak guna mencapai tujuan tertentu. Aspek Ekonomi dan Sosial Kuntjoro (2002) menyatakan adanya keterkaitan aspek ekonomi dan sosial, sehingga dalam pelaksanaan suatu proyek, harus memperhatikan manfaat proyek tersebut bagi masyarakat, penambahan atau pengurangan devisa, penambahan kesempatan kerja, dan pengaruh terhadap perkembangan industri lain. Aspek sosial dapat dilihat manfaatnya pada lingkungan sekitar, dapat berupa manfaat maupun pengorbanan yang dirasakan. Menurut Gittinger (1986) analisis ekonomi dilakukan dengan mempertimbangkan apakah suatu proyek bisa memberikan sumbangan atau peranan nyata terhadap perekonomian secara keseluruhan dan apakah sumbangan tersebut cukup besar dalam menentukan penggunaan sumberdaya yang diperlukan. Analisis sosial harus mempertimbangkan pola dan kebiasaan dari pihak yang dilayani oleh proyek, karena pertimbangan ini berhubungan langsung dengan kelangsungan suatu proyek. Aspek Finansial Kadariah et, al. (1978) menyatakan bahwa analisis finansial dimulai dengan analisis biaya dan manfaat suatu proyek. Analisis finansial bertujuan untuk membandingkan pengeluaran uang dengan revenue earning dari suatu proyek, apakah proyek akan menjamin atas dana yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut, dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri. Gittinger (1986) menyebutkan beberapa biaya yang menyangkut proyek pertanian antara lain meliputi barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, cadangan-

29 cadangan yang tidak terduga, pajak, jasa pinjaman dan biaya yang tidak diperhitungkan. Penambahan nilai suatu proyek bisa diketahui melalui peningkatan produksi, perbaikan kualitas, perubahan dalam waktu penjualan. Perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi, pengurangan biaya pengangkutan, penghindaran kerugian dan manfaat tidak langsung proyek. Analisis perbandingan antara biaya dan manfaat adalah cara yang penting dalam menetapkan skala usaha, karena jika dilakukan dengan benar akan merupakan evaluasi yang bersifat komprehensif atas kelayakan suatu usaha (Tarigan 2008). Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa untuk mengetahui secara komprehensif tentang kinerja layak atau tidaknya suatu aktivitas usaha atau proyek maka dikembangkan berbagai kriteria yang pada dasarnya membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu tingkat harga umum tetap yang diperoleh suatu industri menggunakan nilai sekarang (present value) yang telah didiskonto selama umur usaha atau industri tersebut. Dalam unit usaha, sumber-sumber yang digunakan untuk mendapatkan manfaat dapat berupa barang-barang modal, bahan baku, tenaga kerja, dan waktu. Cara untuk menilai suatu kelayakan usaha dapat menggunakan BC Ratio. Menurut Rustiadi et al. (2011), BC Ratio merupakan cara evaluasi usaha atau industri dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh suatu usaha atau industri dengan nilai sekarang seluruh biaya usaha atau kegiatan. Dengan demikian BC Ratio merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan satu satuan rupiah biaya yang digunakan. Analisis Break Event Point (BEP) digunakan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal atau investasi suatu kegiatan usaha atau sebagai penentu batas. BEP adalah suatu keadaan dimana usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian (Rustiadi et al. 2011). Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisis yang menguji secara sistematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu usaha apabila terjadi hal yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk menganalisis kembali suatu kelayakan usaha agar dapat mengetahui berbagai pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya dan manfaat. 13 Prospek Pengembangan Lada Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah-rempah yang sudah lama ditanam di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Ghats Malabar di India. Tanaman lada diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji) Sub Divisi : Angiospermae (biji berada dalam buah) Kelas : Monocotyledoneae (biji berkeping satu) Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper nigrum Linn.

30 14 Menurut Rukmana (2003), genus Piper memiliki sekitar spesies yang sebagian besar tersebar di daerah tropis. Dari jumlah tersebut, terdapat beberapa spesies yang telah dibudidayakan antara lain lada (Piper nigrum), sirih (Piper betle), dan cabai jawa (Piper retrofractum). Produk tanaman lada di Indonesia dikelompokkan ke dalam 2 (dua) komoditas yaitu Lada Putih (Muntok White Pepper) dan Lada Hitam (Lampong Black Pepper). Lada Putih Pemanenan lada putih dilakukan pada buah yang sudah masak, biasanya dalam satu tangkai terdiri dari buah lada berwarna merah (18%), kuning (22%), dan hijau (60%). Waktu panen biasanya pada bulan Mei sampai September. Tahap-tahap pengolahan lada putih sebagai berikut: 1. Perendaman; buah lada hasil panen dimasukkan ke dalam karung dan direndam dalam air mengalir dan bersih selama 7 10 hari untuk melunakkan kulit agar mudah terlepas dari biji, 2. Pembersihan atau Pencucian; lada hasil rendaman dikeluarkan dari karung dan dimasukkan ke alat pencuci berupa saringan, lalu tangkai dan kulitnya dipisahkan dari biji dengan menggunakan tangan, 3. Pengeringan; buah lada bersih kemudian dijemur selama 3 7 hari sampai cukup kering. Pengeringan/penjemuran dilakukan dibawah sinar matahari menggunakan alas tikar atau lantai penjemuran. lada dianggap kering dapat diuji secara tradisional dengan menggigit butiran lada, jika pecahan lada lebih dari 2 keping sudah dianggap kering. Lada Hitam Proses pengolahan lada hitam lebih singkat dibandingkan pengolahan lada putih. Pemanenan dilakukan apabila buah pada tangkai sudah ada yang berwarna merah (2%), kuning (23%), dan hijau (75%). Waktu panen sama pada waktu panen untuk pengolahan lada putih. Tahap-tahap pengolahan lada hitam sebagai berikut: 1. Perontokan; buah lada yang sudah dipetik ditumpuk pada lantai beralas tikar selama 2 3 hari dan biasanya ditutup dengan karung, kemudian pisahkan dari tangkainya menggunakan saringan, 2. Pengeringan; Buah lada yang sudah terpisah dari tangkai dijemur di bawah sinar matahari selama 3 7 hari. Penentuan akhir dari pengeringan dilakukan dengan cara memijat dengan jari tangan, jika pecah menggeretak berarti sudah dianggap kering. Sebagai komoditi ekspor, lada putih mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga perspektif tanaman lada terhadap ekonomi daerah maupun nasional sangat besar. Di samping sebagai sumber devisa, komoditi ini juga sebagai penyedia lapangan kerja dan pemenuhan bahan baku industri. Dalam kelompok rempah-rempah, lada merupakan primadona sehingga dijuluki king of spices sehingga prospek lada masih cukup cerah. Tujuan ekspor lada putih Indonesia adalah negara-negara Eropa Barat (Belanda, Perancis, Jerman, Inggris, Italia) melalui lembaga pemasaran BV. UNIPRO yang berkedudukan di Amsterdam. Ekspor ke Amerika Serikat lembaga

31 pemasaran Central Indonesia Trading Coy (CITC) yang berkedudukan di New York. Tujuan ekspor lada putih Indonesia berikutnya adalah negara-negara Asia seperti Singapura, Malaysia, Cina, Korea Selatan, Jepang dan ke Australia. Lembaga pemasaran di Amerika Serikat menetapkan syarat mutu sendiri yaitu mutu American Spice Trade Association (ASTA) dan di pasar Eropa memiliki syarat mutu yang disebut Fair Average Quality (FAQ). Kemala (1996) dalam Oktarina (2009), mengemukakan bahwa analisis prospek lada berdasarkan proyeksi permintaan dan penawaran akan terjadi trend permintaan sebesar 5.44% yang terbagi atas trend konsumsi 2% dan trend ekspor 3.44%, sedangkan trend penawaran hanya 4.69%. Trend permintaan yang lebih besar daripada trend penawaran menggambarkan bahwa pada tahun-tahun yang akan datang jumlah permintaan lada akan melebihi jumlah persediaan karena konsumsi lada dunia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, khususnya negara-negara tujuan ekspor yang tentunya diikuti oleh meningkatnya kebutuhan lada, maka pengembangan komoditi ini masih memiliki prospek yang sangat tinggi di masa depan. Hal ini terbukti pula dengan terus meningkatnya upaya pengembangan lada di berbagai negara produsen lain seperti Vietnam, Brasil, India, dan Malaysia. Bahkan Vietnam telah menggeser Indonesia sebagai produsen lada hitam dunia. Menurut IPC (2014), Indonesia memasok 20% dari total permintaan lada dunia rata-rata 400 ribu ton/tahun dan setiap tahunnya terjadi peningkatan 5-7%. Volume ekspor lada indonesia terdiri atas lada hitam (Lampong Black Pepper) dan lada putih (Muntok White Pepper). Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki kontribusi mencapai 53.6% dari total volume ekspor lada putih Indonesia. Konsumsi lada di Indonesia rata-rata mencapai 60 gram/kapita/tahun (Ditjenbun 2006). Apabila jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta, maka dalam setahun dibutuhkan ton atau 19.60% dari produksi nasional. Lada putih merupakan penyumbang devisa keenam untuk komoditas perkebunan setelah kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, dan kakao. Lada putih dari Indonesia masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk terus dikembangkan karena lahan yang sesuai untuk pengusahaan tanaman ini masih cukup luas dan tersedianya teknologi budidaya yang cukup efisien serta adanya peluang untuk melakukan diversifikasi produk dalam mengantisipasi fluktuasi harga. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan penghasil utama komoditi lada putih di Indonesia, dimana di dalamnya termasuk Kabupaten Bangka Tengah sebagai salah satu daerah penghasil. Lada putih merupakan komoditi ekspor andalan yang berperan penting dalam peningkatan pendapatan petani dan perekonomian daerah. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan produsen lada putih terbesar di Indonesia dimana produksinya mencapai 97% dari total produksi lada putih Indonesia. Dari persentase tersebut, sekitar 70% berasal dari Pulau Bangka (Dishutbun Kab. Bangka 2008). Untuk mempertahankan kejayaan Lada Putih Bangka, pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan Revitalisasi Lada pada tahun Kebijakan yang dinilai tepat untuk meningkatkan penawaran ekspor lada putih dan menjadikan lada putih tetap memiliki daya saing di pasar dunia dan untuk menjaga dan bahkan meningkatkan pangsa pasar lada putih. 15

32 16 Lada Putih Bangka (Muntok White Pepper) telah memperoleh pengakuan hak Indikasi Geografis (IG) nomor ID IG dari Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 28 April Implementasi hak tersebut merupakan jaminan bahwa hanya komoditi lada putih asli dari wilayah tertentu yang dibolehkan untuk dipasarkan dengan mencantumkan nama Muntok White Pepper. Makna khusus dari hak IG juga memberikan perlindungan terhadap Lada Putih Bangka sebagai komoditi perdagangan yang terkait erat dengan Bangka Belitung sebagai tempat asal komditi tersebut. Pengembangan perkebunan lada akan tetap menjadi prioritas pengembangan di sub sektor perkebunan. Hal ini juga tidak terlepas dari semakin membaiknya harga lada dan kelebihan lainnya seperti : (1) merupakan usaha turun temurun, (2) persyaratan tumbuhnya lebih mudah, (3) lebih banyak diusahakan rakyat sehingga mendukung pemberdayaan ekonomi rakyat, (4) sumber pendapatan yang berkesinambungan, dan (5) mampu memperbaiki kondisi hidrologis dan kelestarian lingkungan. Pengembangan Wilayah Evaluasi sumber daya merupakan proses untuk menduga potensi dan daya dukung sumber daya untuk berbagai penggunaan. Dengan demikian, evaluasi sumberdaya adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan suatu sumber daya dengan sifat yang dimiliki oleh sumber daya tersebut. Hasil dari suatu evaluasi sumber daya menjadi suatu dasar bagi tahaptahap selanjutnya dalam perencanaan pengembangan wilayah (Rustiadi et al. 2011). Secara harfiah, ilmu wilayah dapat dipandang sebagai ilmu yang mempelajari aspek-aspek dan kaidah-kaidah kewilayahan dan mencari cara-cara yang efektif dalam mempertimbangkan aspek-aspek dan kaidah-kaidah tersebut ke dalam proses perencanaan pengembangan kualitas hidup dan kehidupan manusia (Rustiadi et al. 2011). Hal ini memberikan pemahaman bahwa setiap pembangunan pasti dilakukan pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan. Konsep pengembangan wilayah sangat berorientasi pada permasalahan pokok wilayah secara saling terkait. Pengembangan wilayah tidak semata-mata menyangkut aspek sosial dan ekonomi, tetapi juga berbagai hal tentang interaksi antara komponen-komponen wilayah, yaitu komponen geobiofisik, ekonomi, kelembagaan, dan politik dalam suatu ruang. Dalam perjalanannya, konsep pengembangan wilayah telah mengalami perkembangan dan saling koreksi terhadap satu teori ke teori lainnya. Menurut Rustiadi et al. (2011), pengembangan wilayah dapat dianggap sebagai suatu bentuk intervensi positif terhadap pembangunan di suatu wilayah. Diperlukan

33 strategi-strategi yang efektif untuk suatu percepatan pembangunan. Di samping strategi-strategi untuk wilayah yang sedang berkembang, strategi pengembangan wilayah-wilayah baru seperti di luar Pulau Jawa menjadi sangat penting. Kebijakan pembangunan selalu dihadapkan pada pilihan pendekatan pembangunan yang terbaik. Pengembangan wilayah memiliki sifat-sifat : (1) berorientasi kewilayahan, (2) futuristik, dan (3) berorientasi publik. Selanjutnya Todaro (2000) dalam Rustiadi et al. (2011) berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensi yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan harus memenuhi 3 (tiga) komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki, yaitu kecukupan (suistance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self esteem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Terjadinya perubahan baik secara inkremental maupun paradigma menurut Anwar (2001) dalam Rustiadi et al. (2011) mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability). Konsep pembangunan yang memperhatikan ketiga aspek tersebut, dalam proses perkembangannya secara evolusi dengan berjalan melintas waktu yang ditentukan oleh perubahan tata nilai dalam masyarakat, seperti perubahan keadaan sosial, ekonomi, serta realitas politik. Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara/wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pembangunan harus dipandang sebagai sebuah proses dimana terdapat saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut. Pembangunan juga pada dasarnya dapat dianggap sebagai proses perubahan yang disusun secara sengaja dan terencana untuk mencapai situasi yang salah satu sendinya terdapat proses perencanaan. Tujuan utama pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan. Untuk mengembangkan suatu wilayah secara optimal, dibutuhkan kebijakan pemerintah agar mekanisme pasar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Kebijakan pengembangan wilayah adalah berupa arahanarahan pengembangan kawasan produksi, pusat permukiman, simpul transportasi, serta jaringan infrastruktur pendukungnya sesuai dengan tujuan pembangunan sosial ekonomi yang diharapkan (BPPT 2002). 17

34 18 Penelitian Terdahulu Beberapa hasil penelitian terdahulu yang terkait dan relevan dengan penelitian ini akan diuraikan secara singkat untuk memberikan gambaran dan memperkuat argumentasi serta analisis dalam pengembangan lada putih. Djulin dan Malian (2006) dalam penelitian mengenai struktur dan integrasi pasar ekspor lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memberikan hasil analisis integrasi harga petani dan harga eksportir sangat lemah. Penentuan harga di tingkat petani tidak ditentukan oleh harga di tingkat eksportir, tetapi antara petani dan pedagang desa atau antara petani dan pedagang pengumpul. Lemahnya posisi tawar ini terkait dengan tidak tersedianya informasi pasar yang cukup, sehingga petani selalu menerima tingkat harga yang ditetapkan oleh para pedagang. Sementara itu, hasil analisis integrasi harga eksportir dan harga dunia memperlihatkan bahwa harga jual di tingkat eksportir dipengaruhi oleh tingkat harga jual eksportir dan tingkat harga dunia pada bulan sebelumnya. Menurut Yuhono (2007), sistem agribisnis lada menghadapi kendala dan ancaman. Pada subsistem hulu, harga sarana produksi cukup tinggi serta prasarana jalan di daerah pengembangan belum baik. Pada subsistem produksi (on farm), teknologi produksi yang diterapkan petani masih konvensional dengan pola tanam sebagian masih monokultur. Pada subsistem hilir, pengolahan produk belum higienis dan adanya ancaman dari negara pesaing. Kendala pada subsistem pendukung adalah peran kelembagaan di tingkat petani sampai tingkat pemasaran belum berpihak kepada petani. Hasil penelitian Daras dan Pranowo (2009) menyimpulkan bahwa penurunan luas areal pertanaman lada disebabkan oleh faktor fluktuasi harga lada, gangguan OPT, dampak penambangan timah ilegal, dan introduksi tanaman perkebunan lainnya. Solusi alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah berupa pewilayahan komoditas, diversifikasi usaha tani, penataaan tata niaga, serta penguatan modal dan kelembagaan usaha tani. Kemala (2011) melakukan penelitian mengenai strategi pengembangan agribisnis lada untuk meningkatkan pendapatan petani, memberikan gambaran akan berbagai persoalan yang dihadapi petani lada baik pada subsistem hulu maupun subsistem hilir. Penelitian ini memberikan berbagai strategi pemecahan masalah meliputi pentingnya membangun kebun bibit untuk penangkaran lada, pengembangkan pusat pertumbuhan lada berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah serta penguatan kelembagaan dan teknologi. Penelitian mengenai analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan daya saing komoditi lada putih (Muntok White Pepper) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dilakukan oleh Pranoto (2011). Hasilnya menunjukkan bahwa usaha tani lada layak dikembangkan karena memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain itu perlunya pengembangan teknologi budidaya dan menciptakan pasar domestik agar kestabilan harga dapat dipertahankan. Penelitian yang dilakukan Riyadi (2012) menganalisis arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Hasil penelitian memberikan gambaran tentang sentra perkebunan lada berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Hasil lain dari penelitian tersebut juga

35 diketahuinya rantai pemasaran yang ada serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan lada di Kabupaten Belitung METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan di Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kabupaten ini mempunyai wilayah seluas hektar dengan jumlah penduduk jiwa. Berdasarkan data statistik Kabupaten Bangka Tengah dalam Angka pada tahun 2013, Kabupaten Bangka Tengah terdiri dari 6 kecamatan, serta 7 kelurahan dan 56 desa. Secara geografis, Kabupaten Bangka Tengah terletak pada 2 11' Lintang Selatan sampai 2 46' Lintang Selatan dan ' Bujur Timur sampai ' Bujur Timur (Gambar 2). Gambar 2 Peta administrasi Kabupaten Bangka Tengah Unit lokasi pengamatan dalam penelitian ini adalah kecamatan. Pemilihan kecamatan yang dijadikan lokasi pengamatan adalah kecamatan-kecamatan yang memiliki luas kebun lada yang dominan. Dari kecamatan terpilih, diambil sampel desa pada masing-masing kelas kesesuaian lahan. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Pelaksanaan penelitian termasuk penyusunan proposal, pengumpulan data di lapangan, dan penyusunan tesis direncanakan selama 7 bulan mulai bulan April 2015 hingga bulan Oktober Diagram alir metode penelitian disajikan pada Gambar 3.

36 20 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini membutuhkan data primer dan sekunder. Data primer berupa wawancara, isian kuesioner, dan cek lapangan. Data sekunder dikumpulkan dari instansi yang berwenang mengeluarkan data. Jenis data, sumber data, teknik analisis data, dan output dari masing-masing tujuan penelitian tertera pada tabel 4. Tabel 4 Data dan teknik analisis Keterangan: BBSDLP: Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian; BEP: Break Event Point; BC: Benefit Cost ; PBP: Pay Back Period; AELI: Asosiasi Eksportir Lada Indonesia; BP3L: Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada Metode Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan studi melalui telaah literatur (pustaka) dan survei langsung di lokasi. Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan berbagai macam data dan informasi yang terkait dengan penelitian. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara dengan responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Responden dalam penelitian ini adalah petani dan pedagang pengumpul. Pengambilan sampel untuk petani lada dilakukan secara purposive sampling, dimana setelah ditentukan lokasi penelitian maka sampel diambil dari petani yang memiliki mata pencaharian utama pada usaha tani lada dan pemilik lahan lada serta petani mengusahakan sendiri kebunnya sejak awal (bukan lahan warisan atau lahan yang dibeli yang telah ditanami). Pertimbangan lainnya dalam pengambilan sampel petani yaitu kebun lada tersebut telah berproduksi. Banyaknya sampel yang diambil secara sengaja (purposive) adalah 30 orang yang dibagi secara proporsional per desa sampel.

37 Untuk analisis pemasaran, pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive) yang diambil adalah pedagang lada putih. Pedagang lada putih yang dijadikan sampel meliputi pedagang pengumpul tingkat desa, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, dan eksportir dengan jumlah 2 orang per tingkatan dalam rantai pemasaran. Sampel pedagang dipilih secara sengaja (purposive) dengan tujuan menghindari pengambilan sampel yang tidak tepat, dimana dihindari pedagang pengumpul yang menjadi kaki tangan pedagang pengumpul di atasnya. 21 Teknik Analisis Data Penggunaan teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan guna mengetahui keluaran yang ingin dicapai sebagai tujuan dari penelitian. Dalam menentukan arahan pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah terlebih dahulu harus diketahui gambaran umum potensi dan karakeristik daerah berdasarkan data-data sekunder yang terkumpul. Data-data sekunder dan data primer dari hasil wawancara/kuisioner dipadukan untuk diolah dan dijadikan dasar dalam penentuan arahan pengembangan lada di Kabupaten Bangka Tengah. Penentuan Lahan Potensial Menentukan dan menganalisis lokasi yang berpotensi untuk pengembangan lada dilakukan melalui analisis kesesuaian lahan secara spasial dan biofisik yang dipadukan dengan peta administrasi Kabupaten Bangka Tengah dengan metode Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis yang digunakan tetap mengacu pada persyaratan kualitas lahan untuk tanaman lada. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman lada disusun berdasarkan ketersediaan data sumber daya lahan (tanah dan iklim). Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman lada bersumber dari Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (2011). Peta kesesuaian lahan aktual dibuat dengan memadukan peta satuan lahan Kabupaten Bangka Tengah dengan persyaratan kualitas lahan untuk tanaman lada. Kelas kesesuaian lahan yang digunakan penelitian ini menjadi 3 (tiga) kelas dalam ordo S (sesuai) dan 1 (satu) kelas dalam ordo N (tidak sesuai). Dari hasil kesesuaian lahan dapat ditentukan ketersediaan lahan untuk perkebunan lada dengan melakukan overlay peta kesesuaian lahan terhadap peta RTRW Kabupaten Bangka Tengah, peta kawasan hutan, peta kuasa penambangan timah, dan peta penggunaan lahan (eksisting). Hasilnya akan diperoleh lahan potensial untuk perkebunan lada berdasarkan peta kesesuaian lahan dan peta ketersediaan lahan. Analisis Kelayakan Usaha Hasil dari peta kesesuaian lahan di Kabupaten Bangka Tengah dijadikan dasar untuk melakukan analisis kelayakan usaha pada lokasi yang mewakili kelas kesesuaian lahan. Data didapatkan dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuisoner dengan petani pada desa-desa yang ditentukan. Desa yang menjadi lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan kriteria: (1) desa-desa yang penduduknya dominan mengusahakan tanaman lada, (2) tanaman lada yang diusahakan telah berproduksi, dan (3) desa tersebut merupakan mewakili kelas

38 22 kesesuaian lahan. Penentuan lokasi untuk pengambilan data dari analisis ini sebanyak 2 desa per kelas kesesuaian lahan. Analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usaha tani dan analisis kelayakan usaha tani. Analisis pendapatan usaha tani digunakan untuk menghitung nilai kuantitatif suatu usaha berupa pendapatan dan nilai RC Ratio. Dalam penggunaan analisis pendapatan usaha tani, data yang dipakai adalah data dari perhitungan rata-rata usaha tani responden yang memiliki syarat kuantitatif untuk penghitungan nilai pendapatan dan nilai RC Ratio. Pendapatan petani lada dalam penelitian ini dibedakan atas pendapatan biaya tunai, pendapatan biaya total dan pendapatan tunai. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan penerimaan total usaha tani dengan biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan dalam bentuk uang tunai atau pendapatan atas biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani (explicit cost). Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan biaya input milik keluarga sebagai biaya (imputed cost). Pendapatan biaya total didapat dari penerimaan total petani setelah dikurangi oleh biaya tunai ditambah biaya yang diperhitungkan. Sedangkan pendapatan tunai adalah pendapatan dari hasil penerimaan tunai dalam bentuk uang tunai setelah dikurangi oleh biaya tunai. Penerimaan tunai didapat dari penerimaan total yang dikurangi dengan penerimaan diperhitungkan yang merupakan penerimaan atas nilai produksi dari jumlah fisik produk yang dikonsumsi sendiri. Ketiga pendapatan tersebut dirumuskan sebagai berikut (Hantari 2007): πbiaya tunai = Ptotal Btunai π biaya total = P total B total B diperhitungkan π tunai = P tunai B tunai - B diperhitungkan dimana: πbiaya tunai Btunai π biaya total B diperhitungkan π tunai P tunai P total = pendapatan atas biaya tunai = biaya tunai = pendapatan atas biaya total = biaya yang diperhitungkan = pendapatan dari penerimaan tunai = penerimaan tunai = penerimaan total Analisis berikutnya adalah analisis kelayakan usaha tani dengan parameter Break Even Point (BEP), BC Ratio, Payback Period (PBP), dan analisis sensitivitas. Analisis titik impas (Break Event Point/BEP) untuk menilai kondisi dimana hasil usaha yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Produksi minimal suatu kegiatan usaha harus menghasilkan atau menjual produknya agar tidak mengalami kerugian. Titik BEP dicapai pada saat total penerimaan (TP) sama dengan total biaya (TB), yaitu TP = TB (Rustiadi et al. 2011). Secara sederhana, perhitungan BEP dilakukan terhadap 2 (dua) aspek, yaitu : 1. BEP volume produksi = Jumlah biaya produksi Harga rata-rata

39 23 2. BEP harga produksi = Jumlah biaya produksi Jumlah produksi BC Ratio digunakan untuk menganalisis tingkat kelayakan usaha agar dapat diketahui besarnya penerimaan yang diperoleh dari sejumlah modal yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak untuk dilaksanakan jika nilai Net BC > 1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan demikian sebaliknya. Secara sederhana dapat dihitung sebagai berikut : BC Ratio = Jumlah pendapatan Jumlah biaya produksi Secara matematis dapat dirumuskan: Dimana Bt Ct n t i B/C = n t=1 Bt/ 1 + r t = benefit tahun ke-t = cost tahun ke-t = umur usaha tani = jangka waktu n / Ct/ 1 + r t t=1 = tingkat bunga yang berlaku Net B/C > 1, usaha layak dikembangkan Net B/C < 1, usaha tidak layak dikembangkan Net B/C =1, Break Event Point (BEP) atau TR=TC Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk menganalisis kembali suatu kelayakan usaha agar dapat mengetahui berbagai pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya dan manfaat. Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisis yang menguji secara sistematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu usaha apabila terjadi hal yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Hal ini didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian yang akan terjadi di masa yang akan datang sebagai akibat dari permasalahan utama, yaitu : 1. Perubahan harga jual produk. 2. Keterlambaan pelaksanaan usaha. 3. Kenaikan biaya. 4. Perubahan volume produksi. Jadi, analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa peka penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria usaha (Gittinger 1986). Analisis sensitivitas pada penelitian ini dihitung dengan skenario:

40 24 1. Menghitung BEP harga jual lada putih petani. 2. Menghitung BEP volume produksi lada putih petani. 3. Meningkatkan biaya-biaya input dalam pengusahaan lada. Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran Efisiensi pemasaran merupakan sistem pemasaran yang efisien apabila memenuhi syarat mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui siapa yang menikmati keuntungan terbesar dari rantai pemasaran yang ada. Semakin besar nilai proporsi marjin keuntungan yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai pemasaran yang terbentuk dalam pemasaran komoditi lada putih, maka akan dapat diketahui efisiensi pemasaran dengan melakukan analisis rantai pemasaran. Masukan tersebut marupakan hal yang terpenting dalam pengembangan perkebunan Lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data hasil wawancara dengan semua pelaku yang terkait dalam pemasaran lada putih. Marjin pemasaran diketahui dengan menghitung perbedaan harga di tingkat petani dan eksportir dengan persamaan sebagai berikut : M = m m j=1 Mj j=1 n i=1 Cij + j=1 Pj Dimana M = marjin pemasaran (Rp/kg) Mj Cij Pj = marjin pemasaran(rp/kg) lembaga pemasaran ke-j m (j=1,2,..,m) dan m adalah jumlah lembaga pemasaran yang terlibat = biaya pemasaran ke-i (Rp/kg) pada lembaga pemasaran ke-j (i=1,2,..,n) dan n adalah jumlah jenis pembiayaan = marjin keuntungan lembaga pemasaran ke-j (Rp/kg) Menurut Azzaino (1997), untuk mengetahui bagian harga yang diterima petani (farmer s share) menggunakan rumus : FS = (Hj/Ho) x 100% Dimana FS = farmer s share Hj = harga jual di tingkat petani (Rp/kg) Ho = harga jual di tingkat konsumen (Rp/kg) Kelembagaan Pemasaran Analisis tentang kelembagaan difokuskan pada keterlibatan dalam pengusahaan komoditi lada putih dan dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui seberapa besar fungsi dan peranannya dalam pengembangan komoditi

41 lada putih. Untuk mengetahui besarnya nilai keuntungan dari semua lembaga pemasaran yang terlibat dengan menggunakan rumus sebagai berikut: PI = ki / bi Dimana PI = profitability index ki = keuntungan pemasaran (i = 1,2,...,m; m= jumlah lembaga Pemasaran yang terlibat) bi = biaya pemasaran (i= 1,2,...,z: z= jumlah jenis biaya) 25 Arahan Pengembangan Perkebunan Lada Menyusun arahan pengembangan pengusahaan lada putih di Kabupaten Bangka Tengah dilakukan secara spasial dan deskriptif. Peta arahan pengembangan berupa lokasi yang tersedia untuk perkebunan lada dan telah dilakukan analisis kelayakan usaha pada berbagai kelas kesesuaian lahan. Peta administrasi Peta penggunaan lahan Peta satuan lahan Peta kawasan hutan Peta kuasa penambangan Overlay Peta kesesuaian lahan aktual lada Kriterialahan untuk tanaman lada Peta RTRW Overlay Peta lokasi yang berpotensi Peta lokasi arahan pengembangan lada Arahan pengembangan perkebunan lada Analisis rantai pemasaran dan permintaan lada dunia Gambar 3. Diagram alir metode penelitian Arahan lokasi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah didasarkan pada aspek kesesuaian dan ketersediaan lahan (aspek biofisik dan spasial). Dalam pengembangan areal untuk perkebunan lada, kedua aspek tersebut penting untuk dipertimbangkan. Aspek kesesuaian lahan menjadi faktor yang digunakan untuk menentukan arahan pengembangan lada karena pengembangan pada lahan yang sesuai diharapkan akan mampu meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman lada. Aspek ketersediaan lahan digunakan dalam menentukan lokasi arahan karena pengembangan perkebunan lada perlu disesuaikan dengan penggunaan lahan yang ada dan tidak bertentangan dengan pola ruang sebagaimana tertuang dalam RTRW Kabupaten Bangka Tengah. Untuk mendapatkan data ini, dapat dilakukan dengan cara memadukan data spasial kesesuaian lahan dengan data spasial penggunaan lahan sehingga diperoleh data luas dan penyebaran lahan yang sesuai dan belum dimanfaatkan untuk penggunaan lain. Mengingat di Kabupaten Bangka Tengah terdapat kawasan penambangan timah dan kawasan hutan, maka peta-peta tersebut juga dipadukan dengan peta kelas kesuaian lahan aktual agar lokasi arahan pengembangan berada di luar kawasan penambangan timah dan kawasan hutan.

42 26 Menyusun lokasi arahan pengembangan lada didasarkan pada peta spasial lokasi arahan dan memperhitungkan lokasi yang memiliki nilai parameter kelayakan usaha dan rantai pemasaran yang paling menguntungkan petani lada. Selain itu, dengan menggunakan data ekspor lada putih dari Kabupaten Bangka Tengah dalam memenuhi permintaan lada dunia dapat diproyeksikan berapa luas lahan yang harus disediakan untuk produksi lada. Selain itu untuk membuat proyeksi kebutuhan lahan untuk tanaman lada di masa mendatang menggunakan model regresi linier dengan least square method menggunakan data tabular berupa data luas lahan tanaman lada, data konsumsi lada, dan data ekspor lada. 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pembentukan Kabupaten Bangka Tengah Kabupaten Bangka Tengah merupakan salah satu dari 7 Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai hasil pemekaran Kabupaten Bangka yang resmi dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung Timur. Wilayah Kabupaten Bangka Tengah Pada awal pembentukan, Kabupaten Bangka Tengah terdiri dari 4 kecamatan, 1 kelurahan, 39 desa, dan 74 dusun. Dalam rangka akselerasi pembangunan daerah, diterbitkanlah Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Tengah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Namang dan Kecamatan Lubuk Besar, sehingga menjadi 6 kecamatan. Selanjutnya diterbitkan lagi Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Tengah Nomor 32 Tahun 2006 tentang Pembentukan 16 desa dan 6 kelurahan, sehingga saat ini secara administratif terbagi menjadi 6 kecamatan, 7 kelurahan, dan 56 desa. Letak Geografis Secara geografis wilayah Kabupaten Bangka Tengah terletak di Pulau Bangka dengan luas lebih kurang 2.309,11 km 2 atau ,00 Ha dan dikelilingi oleh 12 pulau-pulau kecil dengan panjang garis pantai ± 195 km. Secara geografis, Kabupaten Bangka Tengah terletak pada 2 11' Lintang Selatan sampai 2 46' Lintang Selatan dan ' Bujur Timur sampai ' Bujur Timur. Luas wilayah per kecamatan ditampilkan pada Tabel 5. Kabupaten Bangka Tengah berbatasan langsung dengan lautan dan daratan wilayah kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu : Batas bagian Utara : Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang Batas bagian Timur : Laut Cina Selatan Batas bagian Selatan : Kabupaten Bangka Selatan Batas bagian Barat : Selat Bangka

43 27 Tabel 5 Luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah Sumber: BPS Kabupaten Bangka Tengah 2013 Kondisi Geobiofisik Wilayah Dilihat dari sudut morfologi dan topografi, wilayah Kabupaten Bangka Tengah tersusun dari dataran bergelombang, berombak, berbukit dan rawa-rawa, dengan ketinggian di bawah 500 m dpi. Iklim Kabupaten Bangka Tengah menurut perhitungan iklim Oldeman merupakan tipe iklim B3 dengan jumlah bulan basah 7 bulan berturut-turut dan bulan kering sebanyak 4 bulan. Berdasarkan Stasiun Meteorologi Kelas I Pangkalpinang, pada tahun 2014 Kabupaten Bangka Tengah memiliki variasi curah hujan antara 0.8 mm pada bulan September hingga mm bulan April. Rata-rata curah hujan pada tahun 2014 adalah mm. Suhu rata-rata di Kabupaten Bangka Tengah menunjukkan variasi antara C hingga 28,2 0 C. Sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 70% hingga 86% pada tahun Sementara, rata-rata penyinaran matahari pada tahun 2014 bervariasi antara 21.9% hingga 85.3% dan tekanan udara antara mb hingga mb. Kecepatan angin rata-rata dari 2.7 knots hingga 6.4 knots. Hidrologi Pada umumnya sungai-sungai di daerah Kabupaten Bangka Tengah berhulu di daerah perbukitan dan bermuara di pantai laut. Sungai-sungai tersebut ditampikan pada Tabel 6. Tanah Tanah di Kabupaten Bangka Tengah sebagian besar mempunyai ph di bawah 5.0 karena berasal dari bahan induk granit. Topografi dan keadaan tanah di Kabupaten Bangka Tengah adalah sebagai berikut : 4% berbukit dengan jenis tanah komplek podsolik coklat kekunigkuningan dan litosol berasal dari batu plutonik masam 51% berombak dan bergelombang dengan jenis tanah asosiasi podsolik coklat kekuning-kuningan dari bahan induk komplek batu pasir kwarsit dan batuan plutonik masam

44 28 20% lembah/datar sampai berombak dengan jenis tanah asosiasi podsolik berasal dari komplek batu pasir dan kwarsit 25% rawa dengan jenis tanah asosiasi alluvial hedromotif dan gley humus sera regosol kelabu muda yang berasal dari endapan pasir dan tanah liat. Pada umumnya sungai di daerah Kabupaten Bangka Tengah berhulu di daerah perbukitan dan pegunungan dan bermuara di pantai laut, selain itu di Kabupaten Bangka Tengah tidak ada danau alam, hanya ada bekas penambangan bijih timah yang luas seperti danau dan disebut kolong. Tabel 6 Nama sungai per kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah Sumber: Bappeda Kab. Bangka Tengah 2014 Geologi Pulau Bangka memiliki 2 (dua) generasi granit, yaitu granit generasi tua dan generasi muda (Sukandarrumidi 2009). Granit tua tidak mengandung kasiterit dan banyak terdapat di daerah rendah, seperti granit Klabat. Granit generasi muda sebagai pembawa timah umumnya telah tererosi lanjut seperti granit Mangkol

45 dan ganit Pading-Koba yang terdapat di Kabupaten Bangka Tengah. Endapan yang mengandung bijih timah yang ada di Kabupaten bangka Tengah yaitu lapisan alluvium muda, terdapat di lembah, di atas batuan pra tersier dan dialasi lapisan lempung berliat. 29 Kondisi Demografi Dari hasil registrasi penduduk Kabupaten Bangka Tengah pada tahun 2013 menunjukkan jumlah penduduk jiwa. Dari data tersebut, jumlah penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Data persebaran penduduk per kecamatan dapat dilihat di Tabel 7. Tabel 7 Jumlah penduduk Kabupaten Bangka Tengah tahun 2013 Sumber: Bappeda Kabupaten Bangka Tengah 2014 Dilihat dari jumlah penduduk, meskipun Kecamatan Koba sebagai Ibukota Kabupaten Bangka Tengah, tapi jumlah penduduk terbanyak ada di Kecamatan Pangkalan Baru. Hal ini tidak lepas dari faktor geografis Kecamatan Pangkalan Baru yang berbatasan langsung dengan Kota Pangkalpinang sebagai Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagai wilayah penyanggga ibukota provinsi dan terdapat Bandar Udara Depati Amir, tingkat pertumbuhan penduduk di Kecamatan Pangkalan Baru pun menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Bangka Tengah. Bila dibandingkan dengan tingkat kepadatan penduduk yang terdapat di kabupaten/kota di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, maka tingkat penduduk di Kabupaten Bangka Tengah relatif masih kecil. Dari data jumlah penduduk dan luas wilayah akan dapat diketahui kepadatan penduduk suatu wilayah dengan satuan jiwa/km 2. Luas wilayah Kabupaten Bangka Tengah adalah km 2, sedangkan jumlah penduduknya adalah jiwa, sehingga tingkat kepadatan penduduknya menjadi 72 jiwa/km 2. Oleh karena itu, masih banyak lahan yang dapat ditempat atau digunakan untuk kegiatan di sektor pertanian khususnya perkebunan lada. Persebaran penduduk yang bekerja per lapangan usaha ditampilkan pada Tabel 8. Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa persentase teringgi (44.0%) penduduk Kabupaten Bangka Tengah yang bekerja pada lapangan usaha perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi dan berikutnya adalah pada usaha pertanian, perkebunan, perikanan, perburuan, dan kehutanan sebanyak 17.6%. Lapangan usaha angkutan, pergudangan, dan komunikasi sebesar 1.2%

46 30 dan industri sebesar 1.4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor jasa transportasi, komunikasi, dan industri juga belum berkembang secara nyata di Kabupaten Bangka Tengah. Tabel 8 Jumlah penduduk berumur di atas 10 tahun yang bekerja berdasarkan lapangan usaha dan jenis kelamin di Kab. Bangka Tengah tahun 2013 Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase - Pertanian, perkebunan, % perburuan, perikanan, dan kehutanan - Pertambangan dan % penggalian - Industri % - Listrik, gas, dan air minum - Konstruksi % - Perdagangan, rumah % makan, dan jasa akomodasi - Angkutan, pergudangan, % dan komunikasi - Lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan % - Jasa kemasyarakatan, % sosial, dan perorangan Jumlah % Sumber : BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2014 Garis kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Persentase penduduk miskin di Kabupaten Bangka Tengah cenderung menurun dalam 11 tahun terakhir. Kondisi pada tahun 2013 hanya terdapat 5.46% penduduk miskin dengan garis kemiskinan pada Rp / bulan/ kapita. Penafsiran data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa penurunan persentase penduduk miskin bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain penyerapan tenaga kerja yang cukup baik dan dan tersedianya ruang dan dukungan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang cukup baik di Kabupaten Bangka Tengah. Pengembangan perkebunan lada diharapkan dapat membantu semakin menurunkan persentase penduduk miskin dengan satu caranya menumbuhkan UMKM pengolahan bubuk lada putih.

47 31 Tabel 9 Persentase penduduk miskin dan garis kemiskinan di Kabupaten Bangka Tengah tahun Sumber: BPS Kabupaten Bangka Tengah 2014 Aktivitas Perekonomian Sektor pertanian saat ini masih memiliki peranan strategis, yakni sebagai sumber utama kehidupan dan pendapatan masyarakat petani, kehidupan sebagai penghasil pangan bagi masyarakat, sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku bagi industri pengolahan, sebagai penyedia lapangan pekerjaan dan lapangan usaha yang menjadi sumber penghasilan masyarakat, sebagai sumber penghasil devisa negara, sebagai produk mata perdagangan serta sebagai salah satu unsur pelestarian lingkungan hidup. Pembangunan pertanian meliputi pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perternakan, perikanan, dan kehutanan. Pembangunan sub sektor perkebunan pada hakekatnya adalah kelanjutan dan peningkatan dari semua usaha yang telah dilaksanakan pada pembangunan sebelumnya. Untuk Kabupaten Bangka Tengah subsektor perkebunan merupakan salah satu program strategis, karena memegang peranan yang relatif penting dalam perekonomian masyarakat. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bangka Tengah Pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan mengingat hal tersebut mencerminkan output yang lebih lanjut menjadi pendapatan bagi suatu perekonomian tertentu. Secara keseluruhan, semua sektor perekonomian di Kabupaten Bangka Tengah mengalami pertumbuhan, hanya bedanya pada persentase peningkatan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bangka Tengah berdasarkan harga yang berlaku pada tahun 2013 meningkat 12.98% dibandingkan pada tahun sebelumnya. Sedangkan berdasarkan harga konstan

48 32 yang mencerminkan produksi kotor riil daerah -, PDRB Kabupaten Bangka Tengah meningkat 4.94% dibandingkan tahun Tabel 10 Laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan dengan timah di Kabupaten Bangka Tengah tahun (persen) Sumber: Bappeda Kabupaten Bangka Tengah 2014 Pertumbuhan ekonomi tahun merupakan hasil yang didapatkan dari penghitungan dengan menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Secara umum semua sektor perekonomian mengalami pertumbuhan positif sehingga rata-rata pertumbuhan PDRB selama lima tahun terakhir mencapai 5.97 persen.

49 Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bangka Tengah secara sektoral cenderung mengalami peningkatan yang bervariasi. Secara sektoral pertumbuhan ekonomi yang terbesar tercipta pada sektor jasa-jasa yakni sebesar 11.27%. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 9.44%, sektor pertanian berada pada peringkat ketiga dengan pertumbuhan sebesar 9.32%. Peringkat selanjutnya adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dengan pertumbuhan sebesar 9,18%, kemudian diikuti oleh sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 9.04%, sektor bangunan sebesar 8.42%. Sedangkan pertumbuhan yang terkecil dialami oleh sektor pertambangan dan penggalian, yaitu sebesar (0.12)%. Tabel 11 Laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan tanpa timah di Kabupaten Bangka Tengah tahun (persen) 33 Sumber: Bappeda Kabupaten Bangka Tengah 2014

50 34 Struktur Ekonomi Struktur perekonomian menunjukkan besarnya kontribusi masing-masing sektor ekonomi di suatu daerah. Besarnya pengaruh suatu sektor ekonomi, sesuai dengan arah kebijakan baik eksternal maupun internal serta kemampuan daya dukung dalam meningkatkan nilai tambah bruto. Dengan mengamati struktur perekonomian dapat dilihat seberapa besar kebijakan yang telah dilakukan tepat sasaran. Dengan kata lain, analisis ini penting karena dapat digunakan sebagai ukuran kemajuan dan keberhasilan pembangunan suatu daerah. Tabel 12 Kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bangka Tengah tahun (persen) Sumber: Bappeda Kabupaten Bangka Tengah 2014 Struktur perekonomian daerah Kabupaten Bangka Tengah pada tahun 2013, masih didominasi oleh sektor tersier dengan kontribusi sebesar 35.95% sementara sektor primer sebesar 33.37% dan sektor sekunder sebesar 30.69%. Secara teori semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dan diikuti melambatnya pertumbuhan penduduk, akan mendorong terjadinya peningkatan dalam pendistribusian PDRB per kapita maupun pendapatan regional per kapita. Berdasarkan harga berlaku PDRB per Kapita tahun 2013 dengan Migas maupun Tanpa Migas adalah sebesar Rp setelah pada tahun sebelumnya sebesar Rp Bila dilihat dalam kurun waktu lima tahun terakhir sejak tahun 2009, PDRB per kapita Kabupaten Bangka Tengah mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 10.07%. Sementara berdasarkan harga konstan baik dengan migas maupun tanpa migas PDRB per kapita Kabupaten Bangka Tengah tahun 2013 sebesar Rp setelah pada tahun 2012 sebesar Rp Dalam kurun waktu lima tahun sejak tahun 2009 PDRB per kapita Kabupaten Bangka Tengah atas dasar harga konstan mengalami rata rata pertumbuhan sebesar 2.57%.

51 Peranan Subsektor Perkebunan Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian Tahun 2013 (ST2013), terdapat sekitar rumah tangga pertanian pada sub sektor perkebunan atau sekitar 60.64% dari seluruh rumah tangga pertanian di Kabupaten Bangka Tengah. Sebagai salah satu satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bangka Tengah, secara rata-rata subsektor perkebunan mengalami pertumbuhan tertinggi dan selanjutnya subsektor perikanan dalam kontribusi terhadap PDRB pada sektor pertanian. 35 Gambar 4 Jumlah rumah tangga pertanian subsektor perkebunan per kecamatan tahun 2013 Salah satu unsur kesejahteraan petani adalah kemampuan daya beli dari pendapatan petani untuk memunuhi kebutuhan pengeluaran rumah tangga petani. Peningkatan kesejahteraan petani dapat diukur dari peningkatan daya beli pendapatan untuk memenuhi pengeluarannya tersebut. Semakin tinggi daya beli pendapatan petani terhadap kebutuhan konsumsi maka semakin tinggi NTP dan berarti secara relatif lebih sejahtera. Nilai Tukar Petani untuk subsektor perkebunan tahun 2014 yang paling tinggi terdapat pada bulan September yaitu sebesar Hal ini didorong oleh perkembangan harga komoditas perkebunan yang tubuh positif sedangkan perkembangan harga komoditas kebutuhan petani untuk usaha dan rumah tangga relatif menurun sehingga pada bulan tersebut petani mengalami surplus usaha. NTP terendah terjadi pada bulan Januari sebesar (BPS Kab. Bangka Tengah 2015). Perkembangan NTP subsektor perkebunan disajikan pada Gambar 5. Selama tahun 2014, perkembangan harga di subsektor perkebunan berfluktuasi. Harga di tingkat produsen untuk produk perkebunan naik turun, begitu juga untuk perkembangan harga di tingkat konsumen juga naik turun. Jika dihitung rata-rata persentase nilai PDRB atas harga konstan per subsektor tahun , subsektor perkebunan menyumbang rata-rata sebesar

52 % kemudian diikuti subsektor perikanan sebesar 3.49 dari nilai PDRB sektor pertanian. Tanaman perkebunan yang menonjol di Kabupaten Bangka Tengah didominasi oleh tanaman karet dengan luas tanaman ha dengan produksi ton pada tahun 2014, selanjutnya diikuti oleh tanaman kelapa sawit dan lada dengan masing-masing luas ha dan ha serta masingmasing produksi ton dan ton. Luas areal, produksi, dan sentra tanaman perkebunan di Kabupaten Bangka Tengah ditampilkan pada Tabel 14. Sumber: BPS Kabupaten Bangka Tengah 2015 Gambar 5 Perkembangan indeks yang diterima petani (IT), indeks yang dibeli petani (IB), dan nilai tukar petani (NTP) subsektor perkebunan Kabupaten Bangka Tengah tahun Berdasarkan Tabel 13, distribusi PDRB sektor pertanian terus mengalami peningkatan rata-rata 0.5% per tahun, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian yang selama beberapa tahun terakhir selalu menjadi andalan mengalami penurunan 1.0% setiap tahunnya. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya kesempatan berusaha akibat semakin menipisnya cadangan mineral dan perizinan areal penambangan yang semakin dipersulit. Sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan memiliki distribusi PDRB tertinggi dari tahun dengan kecenderungan yang selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa subsektor perkebunan masih sangat diandalkan bagi peningkatan perekonomian di Kabupaten Bangka Tengah. Subsektor perikanan juga memberikan andil yang cukup besar dan hal ini juga tak terlepas dari posisi Kabupaten Bangka Tengah yang berbatasan langsung dengan laut lepas, yaitu Laut Cina Selatan di sebelah timur dan Selat Bangka di sebelah barat. Secara umum terjadi peningkatan nilai PDRB pada semua sektor kecuali pada sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan. Berdasarkan data tersebut, sudah menjadi sebuah keniscayaan agar Kabupaten Bangka Tengah mulai memikirkan untuk mengoptimalkan sektor lain di luar

53 sektor pertambangan yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian daerah. Tabel 13 Distribusi PDRB Kabupaten Bangka Tengah atas harga konstan menurut lapangan usaha tahun (persen) 37 Sumber: Bappeda kabupaten Bangka Tengah 2014 Merujuk pada Tabel 14, kecamatan yang menjadi sentra pengusahaan lada berada di Kecamatan Sungai Selan dan Kecamatan Simpang Katis. Hal ini berdasarkan pada luasnya lahan perkebunan lada pada kedua kecamatan tersebut.

54 38 Tabel 14 Luas areal, produksi, dan sentra tanaman perkebunan di Kabupaten Bangka Tengah tahun 2014 Keterangan: TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman menghasilkan; TT/TR: Tanaman Tua/Tanaman Rusak Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bangka Tengah 2015 Perkembangan Perkebunan Lada Secara umum, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah penghasil utama lada putih di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Bangka Tengah. Meskipun Kabupaten Bangka Tengah bukan sentra utama perkebunan lada, namun belakangan peningkatan luas tanaman lada cukup signifikan seiring dengan membaiknya harga komoditi lada putih di pasar internasional yang otomatis juga meningkatkan harga di pasar lokal. Tanaman lada bagi masyarakat Bangka Tengah merupakan tanaman penting sebagai tanaman tabungan. Semula tanaman lada dalam 10 tahun ke belakang kurang diperhatikan akibat rendahnya harga jual dan adanya keleluasaan uasaha pada tambang timah rakyat. Tetapi dengan melonjaknya harga lada putih dan semakin menipisnya kandungan logam timah, maka banyak masyarakat beralih ke perkebunan lada dan merangsang petani untuk merawat tanaman ladanya lebih intensif. Di kabupaten Bangka Tengah, produksi lada putih terpusat di Kecamatan Sungai Selan dengan menghasilkan lada putih sebesar ton pada semester 1 tahun 2014 atau 24.17% disusul Kecamatan Simpang Katis yang memproduksi ton atau 21.18% dari produksi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah. Tabel 15 memperlihatkan produksi lada putih tahun 2014 di Kabupaten Bangka Tengah menurut kecamatan.

55 39 Tabel 15 Luas areal dan produksi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah menurut kecamatan tahun 2014 Keterangan: TBM: Tanaman Belum Menghasilkan; TM: Tanaman menghasilkan; TT/TR: Tanaman Tua/Tanaman Rusak Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bangka Tengah 2015 Karakteristik Usaha Tani Lada Secara keseluruhan usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah diusahakan oleh masyarakat/petani dengan rata-rata kepemilikan 0.81 ha tanaman lada per petani, dengan jenis tanaman lada lokal dari stek 7 ruas dan 1 buku berdaun tunggal (polybag). Bibit tanaman diperoleh dari kebun sendiri, bantuan dari Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta membeli dari petani lada lainnya. Karakteristik usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah disajikan pada Tabel 16. Proses produksi diawali dengan pembukaan lahan yang umumnya pada areal penggunaan lain dan perkebunan karet yang tidak produktif lagi. Pembukaan lahan dilakukan dengan cara pembakaran karena dianggap lebih cepat dan murah. Pengajiran dilakukan pada kondisi lahan sudah cukup bersih. Pada umumnya populasi tanaman per hektar sebanyak pohon lada dengan jarak tanam 2 m x 2 m, namun pada beberapa tahun terakhir mulai menggunakan jarak tanaam 2 m x 2.5 m dengan populasi pohon lada. Umumnya sebagai panjatan tanaman lada, petani menggunakan panjatan sementara. Pada umur tanaman bulan sebagian petani memangkas pohon ladanya untuk dijadikan bibit kembali. Panjatan sementara digantikan dengan panjatan permanen dari kayu dengan kualitas baik/tahan lama. Kayu yang biasa digunakan untuk panjatan mati permanen antara lain mengkeris, gelam, pelawan, pelangas, rengas, mendaru, ramin, dan mentangor. Panjatan hidup permanen menggunakan pohon dadap, gamal, dan randu. Keuntungan pohon lada yang dipangkas untuk dijadikan bibit antara lain akan membuat pohon lada menjadi rimbun dan menghasilkan buah yang banyak serta bibit hasil pangkasan bisa dijual kembali untuk dijadikan pendapatan awal, sedangkan kerugiannya waktu panen akan menjadi lama yaitu mencapai 3-4 tahun setelah tanam. Pohon lada yang tidak dilakukan pemangkasan memiliki keuntungan dapat dilakukan pemanenan lebih cepat, yaitu 2 tahun setelah tanam, namun memiliki kerugian berupa pohon lada yang ramping dengan jumlah buah yang sedikit.

56 40 Tabel 16 Karakteristik usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah Sumber: Data primer (diolah) Pengolahan lada masih dilakukan secara tradisional. Buah lada yang masih menempel pada tangkai dimasukkan ke dalam karung kemudian direndam dalam air selama 7-10 hari. Perendaman yang dilakukan dalam air yang mengalir akan menghasilkan warna lada lebih putih dibandingkan perendaman dalam air yang tidak mengalir. Pencucian dilakukan apabila kulit buah lada sudah dianggap lunak dengan membuang kulit dan tangkai buah. Penjemuran dilakukan lebih kurang selama 4 hari atau bergantung dari penyinaran matahari. Lada putih kering dapat diketahui dengan cara menggigit lada, apabila pecahan buah lada melebihi 2 kepingan menandakan lada putih sudah kering. Pengolahan lada secara tradisional memiliki rendemen 17% lebih rendah dari pengolahan secara mekanis yang mencapai 20% (Hidayat et al. 2009). Produksi tanaman lada makin berkurang pada umur 7 tahun dan biasanya sudah tidak dilakukan perawatan lagi(terlantar). Penanaman karet menjadi kebiasaan petani pada kebun lada yang tidak produktif. Pergiliran tanaman lada dengan karet sudah menjadi kebiasaan masyarakat sejak dahulu dan masih berlangsung hingga sekarang. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Persebaran Lahan Potensial Analisis dan pemetaan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan lada dilakukan dengan menggunakan metode Sistem Informasi geografis dengan memadukan peta kesesuaian lahan aktual dan peta administrasi Kabupaten Bangka Tengah. Menurut Sitorus (2004), analisis kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya untuk

57 berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari analisis kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Hasil evaluasi atau analisis kesesuaian lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tata guna lahan yang rasional sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah dilakukan setelah mengoverlay Peta administrasi Kabupaten Bangka Tengah skala 1 : dan Peta kesesuaian lahan yang bersumber pada peta sistem lahan RePPProT skala 1 : Peta kesesuaian lahan untuk tanaman lada yang telah dibuat akan menggambarkan persebaran lahan yang potensial secara fisik untuk pengembangan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah. Penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman lada dilakukan dengan mencocokkan (matching) persyaratan kesesuaian lahan yang dikeluarkan Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian dengan kriteria dari tiap-tiap satuan lahan. Ada 5 (lima) kriteria kesesuaian lahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu curah hujan, kedalaman efektif media perakaran, drainase tanah, tekstur tanah, dan kemiringan. Dari peta kesesuaian lahan untuk tanaman lada tersebut diperoleh informasi bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Bangka Tengah sesuai (S) untuk tanaman lada yaitu seluas ha atau mencapai 99.7% dari luas lahan yang ada dan sisanya lahan yang tidak sesuai (N) mencapai ha (0.3%). Secara aktual sebagian besar masuk dalam kelas cukup sesuai (S2) yaitu seluas ha (65.2%),sedangkan yang masuk dalam kelas sesuai marjinal (S3) seluas ha (34.5%) untuk tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah. Secara spasial lokasi lahan dengan kelas kesesuaian lahan aktual disajikan pada Gambar 6. Kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) tidak ditemukan dari hasil pengolahan data persyaratan kesesuaian lada karena dibatasi oleh faktor ketersediaan air (w) berupa curah hujan yang dipersyaratkan mm/th tidak dapat dipenuhi oleh curah hujan di Kabupaten Bangka Tengah yang berada pada kisaran mm/th. Faktor ketersediaan air (curah hujan) agak sulit diubah dan meskipun bisa diubah tentu menggunakan biaya yang besar. Seluruh wilayah di Kabupaten Bangka Tengah memiliki kriteria tekstur tanah sangat sesuai (S1) untuk tanaman lada yaitu agak kasar, sedang, agak halus, dan halus. Sebagian besar kedalaman efektif media perakaran hampir memiliki kelas kesesuaian S1 yaitu lebih dari 75 cm. Sebanyak 87% karakteristik drainase tanah memiliki kelas kesesuaian S1 dan 13% merupakan kelas kesesuaian S2. Luasan lahan dengan kelas kesesuaian S2, S3, dan N pada setiap kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah disajikan pada Tabel

58 42 Gambar 6. Peta kesesuaian lahan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah Kelas kesesuaian lahan yang cukup sesuai (S2) terluas terdapat di Kecamatan Sungai Selan yaitu ha dan di Kecamatan Lubuk Besar yaitu ha. Selanjutnya, untuk kelas lahan sesuai marjinal (S3) mempunyai penyebaran terluas di Kecamatan Sungai Selan yaitu ha dan Kecamatan Simpang Katis yaitu ha. Tabel 17 Luas kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah Keterangan: S2: cukup sesuai; S3: sesuai marjinal; N: tidak sesuai Kelas S2, S3, dan N memiliki faktor pembatas. Faktor pembatas pada kelas kesesuaian S2 adalah media perakaran (r) dan ketersediaan air (w). Pada kelas kesesuaian S3 faktor pembatas adalah ketersediaan air (w). Kelas kesesuaian lahan N dibatasi oleh media perakaran (r). Media perakaran dalam persyaratan ini mengacu pada drainase tanah dan kedalaman efektif. Faktor pembatas ketersediaan air (w) mengacu pada data curah hujan aktual dengan persyaratan

59 kesesuaian lahan tanaman lada. Faktor pembatas berupa drainase, kedalaman efektif masih bisa diatasi, sedangkan faktor pembatas berupa curah hujan sulit untuk diatasi. Faktor pembatas drainase dapat diatasi dengan pemberian pupuk dan pembuatan saluran drainase. Faktor kedalaman efektif dapat diatasi melalui pemberian pupuk. Faktor pembatas rendahnya curah hujan dapat diatasi dengan melakukan penyiraman meskipun sulit karena sumber air juga berkurang dan memerlukan biaya tinggi untuk penyediaan mesin penyedot air serta peralatan lain. Biaya yang tinggi tentunya memberikan pengaruh terhadap biaya usaha yang akan dilakukan petani lada dan tentunya mengurangi keuntungan yang diperoleh atau bahkan mengalami kerugian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) bahwa usaha perbaikan pada faktor pembatas yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonomi. Artinya, apabila melakukan perbaikan pada kendala-kendala yang ada, maka harus memperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan dalam usaha tani tersebut. Produksi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah saat ini terpusat di Kecamatan Sungai Selan yang pada tahun 2014 menghasilkan lada putih sebesar ton yang berarti memberikan kontribusi produksi 24.17% dan di Kecamatan Simpang Katis dengan produksi ton atau 21.18% dari keseluruhan produksi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah. Tingginya produksi lada putih di kecamatan-kecamatan tersebut juga tidak lepas dari luasnya wilayah kecamatan tersebut dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Bangka Tengah. Memperhatikan hasil dari evaluasi terhadap lahan yang telah dilakukan, secara umum 2 (dua) kecamatan sentra lada tersebut memiliki lahan dengan kelas kesesuaian lahan S2 dan S3. Apabila dilakukan upaya dalam mengatasi faktor pembatas kesesuaian lahan yang ada, maka lahan-lahan di kecamatan-kecamatan sentra lada tesebut dapat menjadi lahan yang sangat sesuai (S1) untuk budidaya lada. Upaya perlakuan tersebut tentunya akan meningkatkan produktivitas lada putih yang pada tahun 2014 hanya mencapai rata-rata 1.1 ton/ha/tahun lada putih menjadi lebih optimal. Produktivitas lada putih mencapai 2.5 ton/ha/tahun untuk potensi di tingkat lapangan dan 4 ton/ha/tahun sesuai potensi di tingkat penelitian (Ditjenbun 2013). Menurut FAO(1983), perkiraan produksi pertanian pada lahan-lahan kelas kesesuaian lahan S2 dapat mencapai 60%-80%, sedangkan pada lahan S3 berada pada kisaran 40%-60% dari produksi optimum. Berdasarkan hal tersebut, maka jumlah produksi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah pada kelas S2 dan pada lahan S3 belum mencapai standar produksi. Oleh karena itu, produktivitas kebun lada di Kabupaten Bangka Tengah masih dapat ditingkatkan lagi agar mencapai produksi optimum. Perbandingan produksi riil lada putih dengan produksi optimum FAO 1983 ditampilkan pada Tabel 18. Melalui penerapan Good Agriculture Practices (GAP) dengan penggunaan bibit unggul pada kelas kesesuaian lahan untuk tanaman lada diharapkan dapat meningkatkan produksi 60% dari potensi 2.5 ton/ha. 43

60 44 Tabel 18 Rata-rata produksi riil lada putih per kelas kesesuaian lahan Keterangan: S2: cukup sesuai; S3: sesuai marjinal Upaya peningkatan produksi yang dapat dilakukan petani diantaranya dengan peningkatan kualitas lahan, yaitu dengan melakukan upaya mengatasi faktor pembatas yang layak dilakukan, seperti pemupukan dan pembuatan saluran drainase. Selain itu, usaha pemeliharaan tanaman seperti penyiangan dan pengendalian hama terpadu merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan. Namun semua kembali ke kualitas bibit. Apabila kualitas bibit yang digunakan merupakan bibit unggul, maka upaya di atas akan signifikan meningkatkan produksi, tentunya juga sampai taraf tertentu (optimum) dan berlaku dalam umur produktif tanaman tersebut. Ketersediaan Lahan Lahan yang tersedia untuk tanaman lada diperoleh dengan cara melakukan overlay peta spasial kesesuaian lahan dengan peta penggunaan lahan, peta kawasan hutan, peta kuasa penambangan timah, dan data luas lahan eksisting perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bangka Tengah sehingga diperoleh data luas dan penyebaran lahan yang sesuai dan belum dimanfaatkan untuk penggunaan lain. Lahan yang berpotensi yang tersedia untuk pengembangan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah tersebar pada 6 kecamatan dengan luasan ha atau 12.4% dari luas daratan wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Kecamatan dengan lahan arahan tersedia terluas adalah Kecamatan Sungai Selan dengan luasan ha (29,7%), kemudian diikuti oleh Kecamatan Simpang Katis dan Kecamatan Namang dengan masing-masing luas lahan ha (29.3%) dan ha (23.2%). Kecamatan Pangkalan Baru memiliki luas lahan tersedia terkecil yaitu 31.4 ha karena selain luas wilayahnya terkecil dibandingkan dengan 5 (lima) kecamatan lain, juga disebabkan karena kedudukannya sebagai kecamatan satelit yang berbatasan langsung dengan Kota Pangkalpinang sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal tersebut menyebabkan lahan yang ada banyak digunakan untuk pembangunan permukiman, perkantoran, pergudangan, bandara, dan penggunaan lahan lainnya yang terkait pada sektor perdagangan dan jasa.

61 Tabel 19 Luas lahan tersedia dan penyebarannya di Kabupaten Bangka Tengah 45 Kelayakan Usaha Perkebunan Lada Analisis Pendapatan Usaha Tani Pendapatan merupakan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Secara harfiah pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk mengukur keberhasilan usahatani dapat dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani, dengan melakukan analisis ini dapat diketahui gambaran usahatani saat ini sehingga dapat melakukan evaluasi untuk perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Responden pada analisis kelayakan usaha merupakan petani lada yang ada di desa-desa pewakil kelas kesesuaian lahan pada semua kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah (Tabel 20). Kecamatan Koba merupakan lokasi ibukota Kabupaten Bangka Tengah dan kantor perusahaan perusahaan swasta asing PT. Koba Tin yang bergerak di bidang penambangan timah dengan wilayah kontrak karya di Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Selatan. Meskipun begitu, mata pencaharian utama penduduk Kecamatan Koba adalah pada sektor pertanian (BPS Kab. Bateng 2015). Hampir seluruh desa di Kecamatan Koba merupakan desa pesisir, kecuali Desa Nibung yang sangat mengandalkan pada sektor pertambangan. Desa Terentang dengan luas wilayah ha adalah desa yang memiliki lahan perkebunan lada terluas di Kecamatan Koba. Desa Terentang memiliki ketinggian 3 meter dari permukaan laut dan memiliki jarak 10 km dari Kota Koba sebagai ibukota Kabupaten Bangka Tengah. Jumlah keluarga petani di Desa Terentang sebanyak 301 kepala keluarga. Sebagai bentuk terobosan kreatif untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan solusi pemasaran hasil pertanian, di Desa Terentang telah berdiri Pasar Tani Mandiri Pangan pada tanggal 12 Juni 2015.

62 46 Tabel 20 Sebaran responden petani lada di Kabupaten Bangka Tengah No. Kecamatan Desa Jumlah responden (petani) 1. Koba Terentang 3 2. Sungai Selan Sarang Mandi 3 3. Pangkalan Baru Air Mesu 3 Mangkol 3 4. Simpang Katis Sungkap 1 Celuak 2 Puput 3 5. Namang Namang 3 Cambai 3 6. Lubuk Besar Perlang 3 Belimbing(Kulur) 3 Jumlah 30 Desa Sarang Mandi dengan luas wilayah dan jumlah penduduk jiwa masuk dalam wilayah Kecamatan Sungai Selan. Menurut BPS Kab. Bateng (2015), sektor usaha yang potensial di Desa Sarang Mandi adalah pada subsektor perkebunan. Desa Air Mesu dengan luas wilayah ha merupakan desa terluas di Kecamatan Pangkalan Baru namun memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu 1.01 jiwa/km 2. Jumlah penduduk Desa Air Mesu pada akhir tahun 2014 sebanyak jiwa (BPS Kab. Bateng 2015). Sebaliknya, Desa Mangkol memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu 9.17 jiwa/km 2 dengan luas wilayah ha dan jumlah penduduk jiwa. Pada umumnya desa-desa di Kecamatan Pangkalan Baru memiliki potensi yang besar pada sektor pertanian. Desa-desa pesisir memiliki potensi pada subsektor perikanan, desa non pesisir termasuk Desa Air Mesu dan Desa Mangkol memiliki potensi di subsektor perkebunan, dan desa-desa yang berpenduduk mayoritas etnis tionghoa mengandalkan pertanian sayur mayur/palawija. Desa Puput, Sungkap, dan Celuak berturut-turut merupakan desa-desa yang memiliki wilayah terluas setelah Desa Teru di Kecamatan simpang Katis dengan masing-masing jumlah penduduk jiwa, jiwa, dan jiwa. Ketiga desa tersebut juga memiliki luas areal lada yang cukup luas yaitu mencapai 34% dari total luas areal tanaman lada di Kecamatan Simpang Katis dengan masingmasing 56 ha, 54 ha, dan 46 ha (BPS Kab. Bateng 2015). Secara geografis letak Kecamatan Namang berada pada ketinggian 0 10 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata mm/tahun. Desa Namang dan Cambai masing-masing memiliki luas wilayah ha dan ha serta luas lahan pertanian ha dan 206 ha. Desa Namang juga memiliki lahan persawahan seluas 66 ha. Sebagai ibukota kecamatan, Desa Namang memiliki jumlah penduduk cukup tinggi yaitu jiwa, sedangkan Desa Cambai sebanyak jiwa. Desa Perlang merupakan desa terluas di Kecamatan Lubuk Besar dengan luas ha dan jumlah penduduk mencapai jiwa. Luas areal tanaman lada di Desa Perlang pada tahun 2014 terluas di Kecamatan Lubuk Besar mencapai ha atau 34% dari total luas areal tanaman lada di Kecamatan

63 Lubuk Besar. Desa Belimbing merupakan desa hasil pemekaran dari Desa Kulur pada tahun 2012 memiliki luas wilayah ha dengan jumlah penduduk jiwa. Areal tanaman lada di Desa Belimbing mencapai 55 ha. 47 Gambar 7 Peta sebaran desa sample kelayakan usaha tani lada Petani lada yang dijadikan responden dipilih dengan kriteria: (1) kebun milik sendiri dan diusahakan sejak persiapan lahan, (2) bermatapencaharian utama sebagai petani lada. Petani responden masih digolongkan usia kerja (28-60 tahun) dengan rata-rata memiliki tanggungan 3 orang, sementara tingkat pendidikan masih realatif rendah walaupun terdapat juga petani yang berpendidikan perguruan tinggi. Karakteristik responden pada desa sampel disajikan pada Tabel 21. Kepemilikan lahan tanaman lada berkisar antara hektar yang terdiri dari tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan, dan tanaman tua. Pendapatan para responden terutama diperoleh dari berkebun lada, di samping itu ada yang memiliki kebun karet, kebun sawit, dan sebagai perangkat desa. Sebagian besar petani responden menyatakan bahwa mereka tetap memiliki rasa optimisme yang besar meskipun kerap terjadi fluktuasi harga. Mereka berangggapan lada putih akan tetap meiliki pangsa pasar internasional yang dilatarbelakangi kepercayaan bahwa lada putih selalu dibutuhkan dan diminati seiring perkembangan penduduk dunia.

64 48 Tabel 21 Karakteristik responden petani lada di Kabupaten Bangka Tengah Kriteria Karakteristik Jumlah petani(orang) Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 1 3 Usia <30 th th th >50 th 4 13 Pendidikan terakhir SD SMP 9 30 SMA 8 27 Perg. Tinggi 2 7 Luas lahan < 2 ha tanaman lada 2 4 ha 4 13 >4 ha 1 3 Tingkat pendapatan Jumlah tanggungan <Rp Rp Rp > Rp < 3 orang orang > 5 orang 1 3 Pendapatan usaha tani adalah sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usaha tani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu yang merupakan perkalian antara jumlah produksi total lada putih dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Komponen yang dihitung adalah penjualan rata-rata lada putih selama 3 musim panen. Jumlah produksi yang yang dihasilkan dari usaha tani lada mencapai kg dalam bentuk lada putih kering dengan harga jual rata-rata Rp per kilogram. Penerimaan total yang diperoleh produksi lada adalah Rp per hektar. Rata-rata pendapatan petani responden dapat dilihat pada Tabel 22. Biaya usaha tani lada terdiri atas dua komponen, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri atas pembelian bibit, upah tenaga kerja luar keluarga, pupuk, obat-obatan, tiang panjatan, dan peralatan. Biaya yang diperhitungkan diantaranya sewa lahan dan tenaga kerja dalam keluarga. Total biaya usaha tani yang dikeluarkan hingga panen ketiga adalah Rp per hektar dengan biaya tunai sebesar Rp dan biaya diperhitungkan sebesar Rp Pengeluaran terbesar untuk usaha tani lada adalah pembelian tiang panjatan yang mencapai 31.07% dari total biaya. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya tiang panjatan yang tahan lama akibat dari menyusutnya areal hutan serta adanya larangan mengambil kayu hutan. Di lain sisi, petani masih enggan untuk menggunakan tiang panjatan hidup yang secara

65 ekonomi lebih menguntungkan. Pengeluaran terbesar kedua adalah biaya tenaga kerja (luar dan dalam keluarga) mencapai 29.91%. Besarnya biaya tenaga kerja merupakan akibat dari mahalnya upah kerja dan banyaknya penggunaan tenaga kerja pada proses produksi. Pengeluaran terbesar untuk upah tenaga kerja adalah pada saat kegiatan pemanenan. Semua petani responden dalam penelitian ini merupakan petani pemilik lahan, maka biaya untuk sewa lahan dikategorikan biaya yang diperhitungkan. Tabel 22 Rata-rata pendapatan responden petani lada di Kab. Bangka Tengah 49 Keterangan: RC ratio: Revenue Cost ratio; HOK: Hari Orang Kerja Pengeluaran terbesar selanjutnya adalah pembelian bibit dengan persentase 21.6% dari total biaya. Akibat dari sulitnya memperoleh bibit lada, maka pemilik kebun lada atau penangkar bibit lada mematok harga tinggi. Hal ini juga disebabkan sedikitnya areal kebun induk lada yang dikelola Dinas Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu satu hektar tiap kabupaten. Harga bibit lada berkisar Rp hingga Rp per polybag atau pun per stek 7 ruas. Pendapatan atas biaya total usaha tani diperoleh dengan mengurangi total penerimaan usaha tani atas total biaya usaha tani sehingga diperoleh hasil Rp per hektar selama 3 kali panen. Hasil perhitungan imbangan penerimaan dan biaya (RC ratio) menunjukkan nilai rasio lebih dari satu. Nilai RC ratio atas biaya tunai adalah 2.1 yang artinya setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2.1. Apabila memasukkan biaya yang diperhitungkan dalam komponen biaya total, maka nilai RC Ratio menjadi

66 yang berarti setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.8. Nilai RC ratio yang lebih dari satu menunjukkan bahwa usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah layak dikembangkan. Pendapatan usaha tani lada merupakan pembentuk dalam perhitungan Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator kesejahteraan petani lada. Menurut Rachmat (2013), NTP dihitung dari rasio harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar petani. Kenaikan harga yang diterima petani dengan laju yang lebih besar akan menghasilkan kenaikan daya beli dan sebaliknya. Harga yang diterima petani sebagai indikator penerimaan petani mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani (NTP) dan harga yang dibayar petani sebagai indikator pengeluaran petani mempunyai arah negatif terhadap kesejahteraan petani (NTP). Garis kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu wilayah tertentu. Garis kemiskinan di Kabupaten Bangka Tengah pada tahun 2014 berada pada Rp / bulan/ kapita (BPS Kab. Bateng 2014). Pendapatan petani lada sebesar Rp apabila dirata-ratakan menjadi Rp per tahun atau Rp per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani lada di Kabupaten Bangka Tengah masih berada di atas garis kemiskinan. Tingginya pendapatan petani lada tentu berkontribusi terhadap laju penurunan persentase penduduk miskin di Kabupaten Bangka Tengah. Analisis kelayakan usaha yang dilakukan meliputi perhitungan Break Event Point (BEP), Benefit Cost Ratio (BCR), Payback Period dan analisis sensitivitas. Analisis dilakukan dalam skala pengusahaan kebun seluas 1 (satu) hektar dan selama umur produktif tanaman lada yaitu dua sampai lima tahun. Sampel desa yang diambil mewakili kelas kesesuaian lahan yang layak untuk pengembangan tanaman lada yaitu cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3), dikarenakan tidak ada yang masuk kategori sangat sesuai (S1). Selain itu desa-desa yang dipilih yang penduduknya sebagian besar membudidayakan tanaman lada. Petani sampel ditentukan dengan kriteria (1) bermatapencaharian utama sebagai petani lada, (2) kebun milik sendiri dengan luas minimal 1 hektar. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini bahwa produksi tanaman lada mulai berproduksi pada tiga tahun setelah tanam dan mengalami produksi maksimal pada empat tahun setelah tanam dan akan terus menurun hingga umur lima tahun setelah tanam. Dalam analisis ini, umur produktif tanaman lada dipakai sampai umur lima tahun walaupun umur produktifnya bisa mencapai 15 tahun. Selain itu juga diasumsikan bahwa bibit yang dipangkas pada umur tanaman bulan untuk dijual bisa tidak dianggap sebagai pendapatan usaha tani. Analisis kelayakan usaha tani pada 6 (enam) kecamatan terpilih disajikan dalam Tabel 22, sedangkan rincian perhitungan analisis usaha tani masing-masing desa dapat dilihat pada lampiran. Perhitungan analisis usaha tani ini berdasarkan data rataan struktur input dan output dari masing masing desa per kecamatan, yang terdiri dari 3 responden sampel per desa.

67 51 Tabel 23 Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah Keterangan: BEP: Break Event Point; BC: Benefit Cost Dari tabel diatas, usaha tani perkebunan lada rakyat layak dikembangkan di Kabupaten Bangka Tengah. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai BC Ratio yang memenuhi kriteria layak. BC Ratio yang lebih besar dari 1 ( ) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan dalam usaha tani ini akan memberikan tambahan manfaat (keuntungan) sebesar Rp 1.5 hingga Rp 4.4. Periode kembali modal usaha (payback period) tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap kelas kesesuaian lahan yaitu pada umur tanaman 4 tahun atau pada panen kedua, namun lahan pada kelas S2 rata-rata lebih cepat 4 bulan untuk balik modal. Dari Tabel 23 juga terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan pada parameter titik impas volume produksi dan harga produksi di setiap kelas kesesuaian lahan. Memperhatikan lampiran dari penelitian ini, terlihat bahwa penyebab perbedaan ini karena perbedaan yang cukup besar pada volume produksi di masing-masing kelas kesesuaian lahan. Hal mendasar terjadinya perbedaan ini tentu saja karena perbedaan kualitas lahan. Pada lahan kelas kesesuaian lahan S3 memiliki faktor penghambat bagi tanaman lebih besar dibandingkan lahan kelas S2 sehingga pada lahan kelas S2 produksinya lebih baik dibandingkan tanaman pada lahan kelas S3. Dari desa-desa pewakil lahan S2 dan S3 terlihat perbedaan produktivitas. Hal ini dapat diketahui, desa-desa pewakil yang termasuk kecamatan dengan kelas kesesuaian lahan S2 yaitu Kecamatan Sungai Selan dengan produktivitas rata-rata kg/ha/tahun, Kecamatan Namang dan Kecamatan Lubuk Besar masing-masing kg/ha/tahun dan kg/ha/tahun. Pada kecamatan dengan kelas kesesuaian lahan S3 yaitu Kecamatan Koba, Kecamatan Pangkalan Baru, dan Kecamatan Simpang Katis dengan masing-masing produktivitas rata-rata yaitu kg/ha/tahun, kg/ha/tahun, dan kg/ha/tahun. Dalam hal pemupukan, pada lahan dengan kelas kesesuaian S3 yang merupakan lahan dengan faktor pembatas yang agak berat, input pupuk yang dibutuhkan tanaman lebih besar dibandingkan lahan dengan kelas kesesuaian S2. Hal ini menyebabkan biaya produksi terutama untuk pembelian pupuk pada lahan S3 lebih tinggi dibandingkan lahan S2. Pengusahaan kebun lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah yang tergambar dari sampel yaang ada per kecamatan dibangun dengan modal awal rata-rata untuk kelas kesesuaian lahan S2 sebesar Rp 32 juta hingga Rp 47 juta dan untuk kelas kesesuaian lahan S3 sebesar Rp 40 juta hingga Rp 54 juta. Modal awal digunakan untuk pembelian bibit lada, tiang panjatan, pupuk, obat-obatan,

68 52 dan tenaga kerja. Biaya sewa lahan tidak ada karena keseluruhan lahan yang digunakan merupakan milik petani yang diperoleh secara turun temurun. Tiang panjatan merupakan komponen biaya yang sangat tinggi selain pupuk dalam pengusahaan kebun lada rakyat pada masing-masing kelas kesesuaian lahan. Penyebabnya adalah sulitnya untuk mencari tiang panjatan dengan kualitas yang baik karena semakin menyempitnya luas hutan akibat perluasan areal perkebunan kelapa sawit, pertambangan timah, dan kawasan hutan yang dilindungi. Harga tiang panjatan dengan kualitas yang baik mencapai Rp hingga Rp per batang. Komponen biaya tinggi berikutnya adalah pembelian pupuk. Pada kelas kesesuaian lahan S2, biaya pembelian pupuk sebesar Rp hingga Rp per tahun. Pembelian pupuk pada kelas kesesuaian lahan S3 sebesar Rp hingga Rp per tahun. Pemeliharaan tanaman lada yang dilakukan petani di Kabupaten Bangka Tengah secara umum belum mengikuti teknik budidaya anjuran dari pemerintah. Pemeliharaan yang dilakukan petani lada meiputi pemupukan, penyiangan, pemangkasan, penggunaan tiang panjatan, dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan umumnya dilakukan satu kali dalam setahun yang dilakukan pada awal musim hujan. Penyiangan secara umum dilakukan dua kali dalam setahun pada awal dan akhir musim hujan. Penggunaan tiang panjatan dengan kayu mati dengan harga tinggi lebih diminati petani lada dibandingkan tiang panjatan hidup yang lebih murah dan sesuai anjuran pemerintah. Pengendalian hama penyakit dilakukan petani lada di Kabupaten Bangka tengah umumnya hanya dilakukan pada saat tanaman lada terserang hama maupun penyakit. Pada tanaman lada pada daerah peneitian, penyakit utama yang sering menyerang adalah penyakit kuning (Yellow desease) dan busuk pangkal batang. Penyakit kuning merupakan masalah utama dalam berkebun lada karena belum ditemukan teknik pengendalian yang bisa mengatasi penyakit tersebut. Penyakit kuning akan menular ke tanaman lada sekitarnya sehingga akan menyebabkan kematian tanaman dalam jumlah besar. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian tanaman lada hingga 35% per tahun. Pencegahan yang biasa dilakukan petani lada adalah dengan memperbanyak pembuatan saluran drainase untuk mengurangi penularan ke tanaman sekitarnya. Penyakit busuk pangkal batang disebabkan nematoda yang menyerang akar dan pangkal batang lada hingga membusuk dan kemudian layu yang akhirnya akan mati. Hama yang sering menyerang tanaman lada biasanya kutu putih yang menghisap daun lada sehingga menjadi kecil mengeriting. Pada saat tanaman mulai berbuah biasanya akan muncul lalat buah yang menghisap dengan cara melobangi biji lada hingga kopong dan berkualitas jelek. Pengendalian haman pada tanaman lada lebih sering menggunakan cara kimiawi melalui penyemprotan pestisida. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas (sensitivity analysis). Menurut Gittinger (1986), analisis sensitivitas (kepekaan) dilakukan bertujuan meneliti kembali kelayakan dari suatu usaha (proyek) agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan biaya-manfaat. Analisis sensitivitas adalah suatu teknik analisis menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu usaha (proyek) apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Hal ini dibutuhkan dengan pertimbangan proyeksi yang

69 mengandung banyak ketidakpastian dan segala kemungkinan perubahan akan terjadi di masa yang akan datang sebagai akibat 4 (empat) permasalahan utama, yaitu: 1. Perubahan harga jual produk 2. Keterlambatan pelaksanaan proyek 3. Kenaikan biaya 4. Perubahan volume produksi Dari 4 (empat) permasalahan tersebut, pada penelitian ini hanya menganalisis skenario perubahan harga jual, kenaikan biaya input, dan perubahan (penurunan) volume produksi. Skenario tersebut untuk mengetahui sampai sejauhmana batas kelayakan kegiatan usaha lada rakyat serta mencoba mencari seberapa jauh kelayakan harga dan produksi untuk kondisi perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah dan semuanya dengan asumsi ceteris paribus. Perubahan volume produksi lada putih dengan besaran 30% disebabkan banyaknya kematian lada akibat pengaruh iklim dengan musim kemarau yang sangat lama. Skenario menurunkan harga jual komoditi lada putih sebesar 20% digunakan berdasarkan pengalaman terjadinya panen raya di Vietnam pada tahuntahun sebelumnya. Meningkatnya harga bibit lada pada saat ini yang mencapai 50% mendasari skenario menaikkan harga input berupa bibit lada. Hasil analisis sensitivitas dengan 3 (tiga) skenario tersebut disajikan pada Tabel Tabel 24 Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah dengan menurunkan volume produksi sebesar 30% Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa apabila produksi perkebunan lada turun sebesar 30% dengan asumsi variabel lain ceteris paribus (tetap), maka usaha perkebunan lada berdasarkan nilai BC Ratio masih layak untuk untuk diusahakan kecuali pada Kecamatan Koba dengan nilai 1.0 yang artinya usaha perkebunan lada tidak memberikan tambahan manfaat (keuntungan) bagi petani. Periode kembalinya modal usaha bertambah sebesar 1 hingga 3 bulan. Dalam menentukan persentase penurunan produksi sebesar 30% didasarkan pada fakta terjadinya kematian tanaman akibat serangan penyakit kuning dan busuk pangkal batang serta kekeringan pada musim kemarau panjang. Rataan tanaman mati sebelum masa panen mencapai 30% dan penyulaman tanaman mati tidak mungkin lagi

70 54 dilakukan karena selain jauhnya waktu penyulaman juga karena lubang bekas tanaman mati masih mengandung cemaran penyakit. Tabel 25 Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah dengan menurunkan harga jual produk sebesar 20% Selanjutnya, dalam menentukan skenario penurunan harga jual produk sebesar 20% didasari adanya penurunan harga lada putih di pasar internasional akibat terjadinya musim panen lada yang hampir bersamaan dengan negara produsen lainnya. Hasil skenario dengan menurunkan harga jual komoditi lada putih sebesar 20% pada pengusahaan perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah dengan asumsi variabel-variabel lain ceteris paribus masih layak untuk diusahakan. Hal ini karena dari perhitungan BC Ratio untuk kelas kesesuaian lahan S2 dari dan kelas kesesuaian lahan S3 masih di atas 1.0 yaitu Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 25. Selanjutnya analisis sensitivitas juga dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha apabila harga input berupa bibit lada dinaikkan sebesar 50%. Skenario menaikkan harga input dalam hal ini harga bibit lada sebesar 50% akibat dari adanya kesulitan dalam memperoleh bibit unggul. Kurangnya penyediaan kebun induk lada oleh pemerintah daerah dan sedikitnya kebun lada milik petani dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan melonjaknya harga bibit lada di daerah penelitian. Pada Tabel 25 dapat dilihat bahwa usaha perkebunan lada rakyat masih layak berdasarkan nilai BC Ratio yang masih di atas 1.0. Hal ini menandakan perkebunan lada rakyat masih memberikan manfaat (keuntungan) meskipun terjadi kenaikan harga bibit lada sebesar 50%. Ketiga skenario yang dijadikan dasar perhitungan analisis sensitivitas pada usaha perkebunan lada rakyat masih memberikan hasil yang layak untuk dilanjutkan. Skenario yang dilakukan hanya membuat manfaat (keuntungan) yang diperoleh petani lada berkurang cukup signifikan dibandingkan dengan kondisi normal.

71 55 Tabel 26 Analisis kelayakan usaha perkebunan lada rakyat di Kabupaten Bangka Tengah dengan menaikkan harga bibit lada sebesar 50% Peningkatan manfaat dari usaha perkebunan lada masih bisa ditingkatkan apabila petani lada dapat menerapkan teknologi yang dianjurkan oleh pemerintah. Penyebab sulitnya petani untuk menerapkan teknologi anjuran adalah faktor sosial ekonomi petani itu sendiri. Dalam segi pendidikan formal, tingkat pendidikan petani rata-rata digolongkan rendah dan pengetahuan tentang usahatani serta budidaya lada diperoleh berdasarkan pengalamannya. Mereka beranggapan bahwa mereka lebih ahli dalam hal pengusahaan lada sehingga sulit untuk menerima teknologi yang dianjurkan dan walaupun ada sejumlah kecil petani yang mau dan mengerti dengan teknologi anjuran, tetapi boleh dikatakan tingkat pengetahuan petani tentang usaha tani dan budidaya lada di daerah penelitian masih kurang. Salah satu teknologi yang sangat bermanfaat untuk mengurangi biaya produksi adalah penggunaan tiang panjatan hidup. Harga panjatan hidup hanya mencapai Rp 2 000/batang dibandingkan panjatan mati dengan harga di atas Rp /batang. Daun dari panjatan hidup yang berguguran atau hasil pemangkasan dapat berfungsi sebagai pupuk hijau. Tiang panjatan hidup yang dianjurkan adalah dari pohon dadap (Erythrina variegata), gamal (Glyricidia sepium), dan kapuk (Ceiba petandra). Penanaman tanaman penutup tanah (Arachis pintoi) pada lahan pertanaman lada juga dianjurkan untuk mengurangi kegiatan penyiangan sehingga biaya produksi dapat dikurangi. Berbagai upaya pembuatan kebun percontohan telah sering dilakukan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Bangka Tengah, Dinas Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung serta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bangka Belitung sebagai instansi pembina, namun petani masih enggan untuk menerapkan teknologi tersebut. Kesulitan untuk mendapatkan bibit unggul lokal juga merupakan kendala dalam pengusahaan perkebunan lada. Hal tersebut menyebabkan harga bibit menjadi cukup tinggi sehingga meningkatkan biaya produksi. Pada tiga tahun terakhir, petani lada di Kabupaten Bangka Tengah selalu mendapat bantuan bibit lada. Tahun 2014 Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memberi bantuan bibit lada sebanyak bibit. Dinas Perkebunan dan Kehutanan menyalurkan bibit lada dari tahun masing-masing sebanyak , , dan bibit. Akibat permasalahan tersebut satu-satunya yang menyebabkan petani dapat

72 56 menerima teknologi yang dianjurkan. Teknologi perbanyakan bibit lada stek satu buku berdaun tunggal mulai digunakan untuk menggantikan bibit dari perbanyakan konvensional berupa stek 7 ruas. Mengingat kebutuhan bibit lada yang begitu banyak maka diperlukan alternatif perbanyakan bibit satu buku berdaun tunggal melalui penyemaian terlebih dahulu. Keuntungan teknologi ini adalah dapat menyediakan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menghemat penggunaan bahan tanaman sebesar 400% dibandingkan stek panjang 7 ruas (Saefudin 2014). Pemasaran Lada Putih Kabupaten Bangka Tengah juga merupakan sentra perkebunan lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan luasan hektar perkebunan lada (Disbunhut Bateng 2014), kurang lebih 1% dari luas wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Dengan produksi lada putih yang cukup besar di kabupaten ini, maka rantai pemasaran merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah. Dari penelitian yang dilakukan, rantai pemasaran lada di Kabupaten Bangka Tengah terdiri dari beberapa lembaga pemasaran yaitu petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, dan eksportir. Lembaga-lembaga pemasaran ini hanya aktif menjalankan aktifitasnya ketika pada musim panen. Aktifitas pemasaran lada cenderung pasif di luar musim panen karena petani akan menjual persediaan lada hanya saat ada keperluan biaya tinggi dan tak terduga. Petani sebagai penjual dalam jual beli komoditi lada putih dapat mendatangi pedagang pengumpul ataupun didatangi oleh pedagang pengumpul. Umumnya petani dengan luasan lahan perkebunan yang luas memilih langsung menjual hasil lada ke eksportir karena tingkat harga yang berbeda dengan pedagang pengumpul. Petani dengan lahan perkebunan lada yang tidak banyak cenderung menjual ke pedagang pengumpul tingkat desa dan atau didatangi pedagang pengumpul tingkat desa. Petani dengan luasan seperti itu pastinya memerlukan tambahan biaya transportasi apabila memilih menjual langsung ke eksportir meskipun harganya lebih baik. Petani lada yang memiliki kedekatan jarak dengan pedagang pengumpul tingkat kecamatan tentu saja dapat menjual lada putihnya langsung ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Eksportir lada putih bertempat di Kota Pangkalpinang sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Saat ini tersisa 6 (enam) ekportir lada putih yaitu CV Panen Baru, PT Bangka Alam Sejahtera, PT Indobakti Makmur, PT Bangka Buana Internasional, PT Laris Jaya, dan PT Jaya Lestari. Harga pembelian lada putih dari petani oleh pedagang pengumpul tingkat desa dan kecamatan sangat bervariasi karena adanya persaingan harga sesama pedagang dan juga karena perbedaan mutu lada putih.

73 57 Tabel 27 Syarat mutu lada putih (SN ) Keterangan: b/b: berat/berat, 1.0% b/b artinya terdapat 1.0 gram benda asing dalam 100 gram lada putih; v/b: volume/berat, 1.0% v/b artinya terdapat 1.0 ml minyak atsiri dalam 100 gram lada putih Harga komoditi lada putih sangat fluktuatif yang ditentukan oleh para eksportir lada. Dalam satu hari bisa mengalami lima kali perubahan harga. Dalam penentuan harga pihak eksportir mengikuti harga yang sedang berlaku di pasar internasional. Pihak eksportir juga menerapkan kriteria mutu lada putih untuk diekspor seperti pada Tabel 27. Berdasarkan semua kriteria tersebut, pihak eksportir memberikan harga dan kadar yang berlaku sesuai dengan jenis mutu yang dijual petani maupun pedagang pengumpul dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak eksportir. Petani di Kabupaten Bangka Tengah sebagian besar menjual lada putih dalam mutu lada asalan sehingga pedagang pengumpul dan eksportir harus melakukan penyortiran agar mendekati mutu II atau mutu I. Pemasaran komoditi lada putih di daerah penelitian memiliki 3 (tiga) saluran pemasaran. Saluran pemasaran I adalah petani menjual ke pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat desa menjual ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang pengumpul tingkat kecamatan menjual ke eksportir. Saluran pemasaran II, petani menjual ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan kemudian pedagang pengumpul tingkat kecamatan menjual ke eksportir. Saluran pemasaran III, petani menjual langsung ke eksportir. Petani memiliki kebebasan untuk memilih saluran pemasaran yang disukainya. Hal tersebut lebih didasarkan pada pertimbangan petani sendiri yang umumnya mempertimbangkan faktor kemudahan transaksi, jarak ke calon pembeli, dan faktor harga yang lebih baik. Secara ringkas saluran pemasaran lada putih di Kabupaten Bangka Tengah disajikan pada Gambar 8.

74 58 PETANI PEDAGANG PENGUMPUL DESA PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN EKSPORTIR Gambar 8 Rantai pemasaran komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah Keterangan: Saluran I Saluran II Saluran III : Petani menjual ke pedagang pengumpul tingkat desa, lalu ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang selanjutnya pedagang tingkat kecamatan menjual ke eksportir : Petani menjual ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang selanjutnya dari kecamatan langsung ke eksportir : Petani langsung menjual ke eksportir Marjin Pemasaran Marjin pemasaran dianalisis untuk mengetahui nilai marjin harga lada putih antara petani dan eksportir. Selain itu, analisis marjin pemasaran juga dapat mengetahui nilai keuntungan dan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Marjin pemasaran dihitung dengan mengurangkan harga jual lada putih di tingkat petani dengan harga beli eksportir. Pada matriks keragaan pasar komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah tahun 2015 yang disajikan pada Tabel 28 diketahui bahwa terdapat tiga nilai marjin pemasaran untuk tiga saluran pemasaran yang ada. Marjin pemasaran pada saluran pemasaran III memiliki nilai relatif lebih kecil yaitu sebesar Rp (9.14%). Hal ini menunjukkan bahwa saluran pemasaran III lebih menguntungkan bagi petani dibandingkan dua saluran yang lain. Pada saluran pemasaran I dan II, marjin pemasaran masing-masing sebesar Rp (12.18%) dan Rp (10.66%). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tiga saluran pemasaran yang ada di Kabupaten Bangka tengah didapatkan bahwa bagian harga yang diterima petani sudah sangat tinggi. Saluran pemasaran III yang memberikan share lebih tinggi kepada petani berada di Kecamatan Namang yang memiliki jarak 20 km ke gudang penyimpanan lada milik eksportir. Hal ini tentunya memberikan kemudahan bagi petani lada untuk langsung menjual lada putih ke eksportir tanpa

75 59 melalui lembaga pemasaran lain. Saluran pemasaran I yang digunakan petani lada di Kecamatan Lubuk Besar dan petani lada di Kecamatan Simpang Katis menggunakan saluran pemasaran II. Tabel 28 Matriks keragaan pasar lada putih di Kabupaten Bangka Tengah Keterangan: PPD: Pedagang pengumpul tingkat desa; PPK: Pedagang pengumpul tingkat kecamatan Pemasaran yang efisien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran, yaitu petani sebagai produsen, konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran (Limbong 1987 dalam Anita et al. 2012). Suatu pemasaran juga dikatakan efisien jika bagian harga yang diterima petani (farmer s share) lebih besar dari marjin pemasaran (Azzaino 1997). Tabel 27 menunjukkan bahwa ketiga saluran pemasaran telah efisien dilihat dari besarnya bagian yang diterima petani lebih besar dari marjin pemasaran. Pada saluran pemasaran III, lembaga yang terlibat lebih sedikit sehingga biaya masuk ke saluran lebih kecil dan tentu saja menguntungkan bagi petani. Pada saluran pemasaran I dan II, rantai pemasaran relatif lebih panjang dan keuntungan bagi pedagang pengumpul yang cukup besar menjadikan keuntungan yang diterima petani semakin kecil atau marjin pemasaran menjadi lebih besar. Berdasarkan survei yang dilakukan pada tiga saluran pemasaran yang ada di Kabupaten Bangka Tengah diperoleh bagian harga yang diterima petani sudah cukup tinggi yaitu dari 87% sampai 90%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pemasaran komoditi lada putih di Kabupaten Bangka Tengah cukup baik karena hampir mencapai 90% keuntungan petani dapat dinikmati pada rantai pemasaran yang ada. Saluran pemasaran I dan II umumnya digunakan petani dengan produksi lada putih yang relatif rendah, lada putih dijual ke pedagang pengumpul yang ada di desa dan atau kecamatan. Pedagang pengumpul biasanya menawar lada putih petani dengan alasan kualitas atau mutu yang rendah (belum terlalu kering atau

76 60 terlalu banyak bercampur lada hitam) sehingga menyebabkan adanya pemotongan harga bagi petani. Hal ini menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani. Petani yang menerima harga dari pedagang pengumpul beralasan harga tersebut sudah cukup menguntungkan karena tidak perlu jauh dan tidak perlu membuang waktu untuk menjual ke eksportir. Pada saluran pemasaran III, petani lada langsung menjual lada putih ke eksportir. Saluran pemasaran ini biasanya digunakan oleh petani yang memiliki produk lada putih yang cukup besar dan mutu lada putih juga lebih baik. Meskipun terkadang petani mengeluarkan biaya untuk transportasi dalam penjualannya ke eksportir, namun pemilihan saluran pemasaran ini dianggap lebih menguntungkan. Harga lada putih tingkat petani pada saluran pemasaran ini mencapai Rp (90.86% dari harga FOB). Para petani yang memiliki lokasi kebun yang dekat dengan gudang eksportir sebagian juga melakukan saluran ini. Hal ini dikarenakan letak geografis Kabupaten Bangka Tengah yang berbatasan langsung dengan Kota pangkalpinang sebagai tempat gudang para eksportir lada. Dalam pemasaran lada putih di Kabupaten Bangka Tengah, arus informasi harga berasal dari ekportir, kemudian diteruskan ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang pengumpul tingkat desa hingga ke petani. Arus informasi seperti ini menjadikan petani sebagai penerima harga. Akibatnya petani terkadang menjadi pihak yang dirugikan. Masalah mutu lada putih yang dipasarkan merupakan alasan yang digunakan pedagang pengumpul untuk menekan harga lada putih. Dari segi keuntungan, akumulasi keuntungan di luar petani pada saluran pemasaran I yaitu sebesar 9.39%. Pada saluran pemasaran II akumulasi keuntungan sebesar 7.77% dan akumulasi keuntungan saluran III sebesar 6.60%. Keuntungan terbesar yang didapatkan oleh lembaga pemasaran didapatkan oleh eksportir, terutama pada saluran pemasaran I yang mencapai 7.11%. Pada saluran I, pedagang pengumpul tingkat desa memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Memperhatikan dari segi biaya, akumulasi biaya pemasaran di luar petani dari saluran pemasaran I sebesar 2.79%. Pada saluran pemasaran II dan III masing-masing sebesar 2.89% dan 2.54% dari harga lada putih di eksportir (FOB). Lembaga pemasaran di luar petani yang mengeluarkan biaya terbesar dalam saluran pemasaran adalah para ekportir. Hal ini karena besarnya biaya sortasi agar dapat memenuhi syarat mutu untuk kategori pasar Eropa (FAQ) dan pasar Amerika (ASTA). Meskipun begitu, para eksportir masih memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dari lembaga pemasaran yang lain. Lada yang dihasilkan petani biasanya diolah kembali di tingkat eksportir untuk mencapai syarat mutu ekspor, sehingga seringkali keuntungan ekonomi lebih banyak diperoleh oleh eksportir. Belum optimalnya efisiensi pengolahan dan rendahnya mutu yang dihasilkan menyebabkan kehilangan nilai tambah yang seharusnya diperoleh oleh petani. Para eksportir lebih mudah untuk memantau perkembangan harga di pasar internasional. Apabila harga di pasar internasional kurang menguntungkan biasanya eksportir menahan stok lada putih dalam gudang. Namun apabila eksportir sudah melakukan perjanjian kontrak dengan pihak pasar di luar negeri yang dikoordinir oleh BV UNIPRO, eksportir tetap mengapalkan lada putih ke negara tujuan.

77 61 Tabel 29 Indeks keuntungan pemasaran lada putih di Kabupaten Bangka Tengah Keterangan: PPD: Pedagang pengumpul tingkat desa; PPK: Pedagang pengumpul tingkat kecamatan Berdasarkan hasil perhitungan indeks keuntungan (profitability index) pada Tabel 29, profitability index pada setiap saluran pemasaran lebih tinggi dari lembaga pemasaran yang lain. Eksportir lada putih memperoleh nilai profitability index tertinggi pada saluran pemasaran I yaitu 4.67 yang artinya jika biaya pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp 1.00 maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp Pedagang pengumpul tingkat desa juga memiliki profitability index yang tinggi yaitu 3,29 yang disebabkan rendahnya biaya pemasaran yang dikeluarkan. Hal ini terjadi karena umumnya pedagang pengumpul tingkat desa kurang melakukan sortasi dan cenderung hanya mencampur lada putih dari petani untuk dijual ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Menurut Kasmir dan Jakfar (2010) apabila nilai profitability index lebih dari 1, maka pemasaran dikatakan efisien. Besarnya keuntungan yang diterima oleh eksportir antara lain terkait dengan kemampuan mereka untuk menaksir kecenderungan perubahan nilai tukar rupiah, mengingat harga pembelian lada di pasar domestik harus ditentukan oleh tingkat harga di pasar dunia dan nilai tukar rupiah. Belum adanya sumber informasi tentang harga yang bisa diakses langsung oleh petani atau kelompok tani dengan mudah merupakan hal yang mesti dipikirkan oleh semua pihak. Selama ini petani selalu beranggapan turun naik harga lada putih akibat permainan para eksportir. Peran pemerintah dalam hal ini cukup diharapkan karena memiliki kemampuan dalam penyediaan sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana dalam akses informasi. Secara lengkap nilai marjin dan persentase marjin penjualan per kilogram lada putih pada masingmasing pelaku pasar dan saluran pemasaran lada putih tahun 2015 di Kabupaten Bangka Tengah disajikan pada Tabel 30. Responden pedagang pengumpul tingkat desa pada saluran pemasaran I terdapat di Desa Belimbing Kecamatan Lubuk Besar yang memiliki jarak 25 km ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan di Kota Koba dan 85 km ke eksportir yang ada di Kota Pangkalpinang. Pedagang desa membeli lada dari petani dengan harga Rp /kg. Pedagang di Desa Belimbing menjual lada dengan harga Rp /kg ke pedagang di Kecamatan Koba dengan membebankan biaya pengarungan Rp 100/kg, biaya sortasi Rp 100/kg dan biaya pengangkutan Rp 500/kg serta mengambil keuntungan sebesar Rp 2 300/kg. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan menjual lada ke eksportir CV. Panen Baru yang ada di Kota Pangkalpinang dengan harga Rp /kg

78 62 dengan memperhitungkan biaya pengarungan Rp 200/kg, biaya sortasi Rp 500/kg, biaya pengeringan Rp 100/kg, dan biaya pengangkutan Rp 1 000/kg. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan mengambil keuntungan sebesar Rp 2 200/kg. Responden pada saluran pemasaran II menggunakan pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang ada di Kecamatan Namang dengan jarak 20 km ke eksportir lada. Pedagang pengumpul kecamatan membeli lada putih dari petani lada yang ada dalam wilayah Kecamatan Namang pada harga Rp /kg. Pedagang pengumpul kecamatan mengambil keuntungan sebesar Rp 2 300/kg setelah membebankan biaya pengarungan Rp 200/kg, biaya sortasi Rp 400/kg, biaya pengeringan Rp 100/kg, dan biaya pengangkutan Rp 1 000/kg. Pada saluran pemasaran III, petani memperoleh harga lebih tinggi dari setiap kilogram produk yang dijual. Petani lada langsung menjual produknya langsung ke eksportir pada harga Rp /kg. Faktor kedekatan jarak merupakan alasan petani menjual produk lada putihnya langsung ke eksportir. Pada saluran pemasaran ini petani memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Keuntungan yang diterima eksportir lebih tinggi pada saluran pemasaran I karena ekspotir bisa menekan biaya sortasi. Eksportir tidak terlalu mengeluarkan banyak biaya pada proses pengeringan dan sortasi karena telah dilakukan oleh pedagang pengumpul di tingkat desa dan kecamatan. Tabel 30 Nilai dan persentase marjin penjualan lada putih per kilogram di Kabupaten Bangka Tengah tahun 2015 Keterangan: FOB: Free on Board, harga yang sudah di atas kapal dan siap berlayar Penataan dan Penguatan Kelembagaan Pemasaran Faktor lain yang sangat menentukan pengembangan lada di Kabupaten Bangka Tengah adalah penataan pemasaran dan keberadaan lembaga terkait yang mendukung berkembangnya perkebunan lada sebagai subsektor unggulan di daerah penelitian.

79 Berdasarkan analisis rantai pemasaran, sistem pemasaran lada putih di Kabupaten Bangka Tengah relatif efisien karena marjin pemasaran berkisar 9% - 13% atau petani mendapat bagian 87% - 90%. Saluran pemasaran lada putih di Kabupaten Bangka Tengah umumnya diawali dari petani yang menjual lada putih ke pedagang pengumpul tingkat desa atau tingkat kecamatan. Pedagang pengumpul biasanya berkedudukan di desa sentra produksi dan ibukota kecamatan sehingga banyak dimanfaatkan oleh para petani lada di sekitarnya. Dengan penguasaan modal yang kuat, pedagang pengumpul bisa membayar secara tunai setiap lada putih yang dibeli dari petani. Akibat pola perdagangan seperti itu, di tingkat desa atau kecamatan terbentuk struktur pasar oligopolistik, yaitu para pedagang pengumpul menghadapi dan menentukan harga pembelian di tingkat petani. Ketika harga lada putih di pasar internasional rendah, lada putih dari Kabupaten Bangka tengah masih berpeluang untuk mengoptimalkan pasar dalam negeri. Menurut Nurasa (2002), 10% komoditi lada putih dari Pulau Bangka termasuk Kabupaten Bangka Tengah dijual untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan berkembangnya industri makanan dan minuman yang menggunakan lada sebagai bumbu penyedap, restoran, farmasi, dan obat-obatan maka tingkat konsumsi lada dalam negeri diperkirakan jauh lebih tinggi. Oleh karena itu dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang dengan berbagai industri makanan, minuman, dan obat-obatan yang makin berkembang, pasar dalam negeri merupakan pasar lada putih yang potensial yang selama ini kurang diperhatikan. Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L) Bangka Belitung merupakan organisasi non struktural yang bersifat independen yang bertanggung jawab atas pengelolaan, pengembangan, dan pemasaran lada dari Kepulauan Bangka Belitung turut memberikan informasi mengenai perkembangan harga. BP3L juga berperan untuk meyakinkan para pembeli dari luar negeri maupun dalam negeri bahwa komoditi lada putih bangka (Muntok White Pepper) telah memenuhi standar sesuai ketetapan Indikasi Geografis (IG). Petani lada di Kabupaten Bangka Tengah dikategorikan sebagai petani tradisional yang umumnya beranggapan keterbatasan modal menjadi penyebab mereka mengusahakan kebun lada dengan luasan yang kecil. Hal ini juga dipertegas oleh penjelasan dari instansi terkait bahwa petani lada dari dahulu hingga sekarang dihadapkan pada keterbatasan modal. Sebagian besar petani lada di Kabupaten Bangka Tengah memperoleh modal usaha dari simpanan usaha sebelumnya dan sebagian lagi diperoleh dari pinjaman kerabat atau teman. Dengan demikian, eksistensi kelembagaan penyedia modal tersebut di luar struktur kelembagaan petani (produsen). Kelembagaan petani seperti Koperasi Unit Desa (KUD) dan kelompok tani atau gabungan kelompok tani belum mampu mengambil fungsi tersebut karena pengelolaan yang belum profesional. Penyediaan modal usaha oleh pemerintah melalui koperasi atau bank belum menarik bagi petani karena prosedur yang berbelit, seperti perlunya jaminan sertifikat tanah. Selama ini pemerintah hanya mampu mentransfer teknologi dalam hal teknik budidaya meskipun belum optimal. Petani dan kelompok tani hanya memperoleh penyuluhan pada aspek budidaya tanpa adanya pendampingan dalam hal mencari akses permodalan dan pemasaran. 63

80 64 Modal yang paling banyak dikeluarkan untuk keperluan pembelian bibit, panjatan, dan pupuk. Petani yang kurang mampu, upaya yang umumnya dilakukan adalah mengurangi pemakaian pupuk dan meminjam modal usha ke pedagang lada. Ada beberapa alasan mengapa petani tidak mau meminjam ke lembaga keuangan yang resmi, antara lain adanya kekhawatiran tidak dapat mengembalikan pinjaman, bunga tinggi, dan persyaratan yang sulit. Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Lada Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Tanaman Lada Tujuan memetakan lokasi arahan untuk pengembangan tanaman lada rakyat adalah memberikan arajan agar masyarakat mendapatkan gambaran wilayahwilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman lada berdasarkan aspek spasial dan aspek biofisik. Aspek spasial dimaksudkan bahwa lahan yang akan diarahkan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Aspek biofisik dimaksudkan bahwa lahan yang diarahkan tersebut merupakan lahan yang sesuai berdasarkan hasil dari evaluasi kesesuaian lahan. Oleh karena itu, untuk memetakan lokasi yang menjadi arahan pengembangan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah, maka diperlukan peta arahan pengembangan yang merupakan hasil dari overlay peta kesesuaian lahan aktual, peta kawasan hutan, peta kuasa penambangan, dan peta penggunaan lahan. Dalam penelitian ini pengembangan lada juga diarahkan pada kawasan hutan produksi selain tentunya kawasan Areal Penggunaan Lain (APL). Hal ini bertujuan memanfaatkan hutan agar tetap lestari dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2007 jo PP Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Permenhut nomor P49/Menhut-II/2008 jo Permenhut nomor P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa. Dalam peraturan-peraturan tersebut dijelaskan bahwa kawasan hutan produksi dan hutan lindung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan mereka namun harus sesuai dengan peraturan dan kaidah-kaidah pelestarian hutan. Pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah diarahkan pada lahan kebun rakyat, padang rumput, alang-alang, dan semak. Pemilihan penggunaan lahan di atas dengan alasan masing-masing merupakan lahan yang belum termanfaatkan secara optimal, kecuali lahan kebun rakyat. Pemilihan lahan tersebut diharapkan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Penggunaan lahan kebun rakyat sengaja dimasukkan sebgai arahan karena diperkirakan banyak tanaman perkebunan rakyat terutama tanaman karet di Kabupaten Bangka tengah yang sebagian besar sudah tidak produktif lagi. Tingginya minat masyarakat saat ini untuk mengembangkan tanaman lada dan prospeknya yang cerah, sangat dimungkinkan adanya masyarakat yang ingin mengganti tanaman perkebunan lain dengan tanaman lada. Untuk mengakomodir minat masyarakat yang tinggi tersebut, maka arahan pengembangan tanaman lada

81 dilakukan dengan memasukkan penggunaan lahan kebun rakyat sebagai salah satu arahan pengembangan. Pembuatan peta lokasi arahan pengembangan perkebunan lada ini baru sebatas mengarahkan masyarakat bahwa lokasi-lokasi tersebut sesuai secara fisik dan spasial untuk pengembangan perkebunan lada, belum mempertimbangkan keberadaan tanaman perkebunan lain di lokasi tersebut atau bukan merupakan pewilayahan komoditas perkebunan. Hal tersebut mengandung arti bahwa masyarakat dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri tentang komoditi apa yang akan dikembangkannya. Tentunya hal ini merupakan salah satu kelemahan penelitian ini. Dalam penelitian ini, tanaman lada sengaja dijadikan obyek karena merupakan tanaman yang memiliki prospek pasar yang cerah, diminati masyarakat, dan telah diusahakan secara turun temurun di Kabupaten Bangka tengah. Penggunaan lahan pada lahan basah tidak diarahkan untuk pengembangan tanaman lada karena lahan basah merupakan modal yang sangat penting bagi ketahanan pangan, yaitu untuk areal persawahan. Lokasi arahan pengembangan tanaman lada dibagi menjadi beberapa prioritas arahan dengan mempertimbangkan ketentuan arahan pengembangan perkebunan lada di Kabupaten bangka Tengah seperti status areal kawasan hutan, kuasa penambangan, kelas kesesuaian lahan, penggunaan lahan saat ini, dan analisis kelayakan usaha tani. Kawasan hutan menjadi prioritas utama dalam pembagian prioritas. Oleh karena itu, lahan-lahan yang berada di luar kawasan hutan menjadi prioritas utama. Kelas kesesuaian lahan menjadi bahan pertimbangan untuk penentuan prioritas selanjutnya dan berikutnya adalah dengan mempertimbangkan penggunaan lahan saat ini. Tabel 31 Pembagian prioritas arahan pengembangan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah 65 Keterangan: S2: cukup sesuai; S3: sesuai marjinal Prioritas satu dan dua diarahkan pada lahan-lahan yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat (tersedia), yaitu pada lahan semak, padang rumput, tegalan, alang-alang dan perkebunan non sawit yang tidak produktif lagi (tua) yangberada di luar kawasan hutan. Prioritas ketiga adalah lahan-lahan yang telah digunakan masyarakat berupa lahan yang digunakan untuk pertanian lahan kering yang tidak produktif lagi. Prioritas keempat berupa hutan untuk Areal Penggunaan Lain (APL). Lahan arahan pada perkebunan rakyat yang sudah tua dimasukkan dalam skala prioritas untuk mengakomodir minat masyarakat terhadap tanaman lada. Areal dengan penggunaan lahan baik semak, padang rumput, tegalan, dan kebun rakyat yang tidak produktif yang berada di dalam kawasan hutan produksi juga diarahkan untuk pengembangan lada (meskipun tidak sebagai prioritas arahan) untuk mengakomodir peraturan pemerintah dan menteri kehutanan bahwa perkebunan di dalam kawasan hutan produksi dapat diusahakan untuk

82 66 peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan sebagai penyangga bagi hutan lindung dan hutan konservasi. Luas lahan arahan pengembangan tanaman lada pada masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Luas arahan lokasi pengembangan tanaman di Kab.Bangka Tengah (ha) Secara spasial lokasi arahan pengembangan tanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah dapat dilihat pada Gambar 9. Dalam menentukan kebutuhan lahan lada di masa mendatang digunakan proyeksi untuk 10 tahun ke depan. Ekspor lada putih dari Kabupaten Bangka Tengah memiliki share 12,6% terhadap total ekspor lada putih dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan trend ekspor dari Kabupaten Bangka Tengah meningkat 4,68% atau rata-rata ton setiap tahunnya. Selanjutnya, untuk memenuhi trend peningkatan volume ekspor lada putih tersebut, Kabupaten Bangka Tengah membutuhkan lahan rata-rata seluas ha atau dengan trend peningkatan rata-rata 5.39% per tahun. Tabel 33 Proyeksi kebutuhan lahan dan volume ekspor lada putih Kabupaten Bangka Tengah 10 tahun ke depan Arahan Kebijakan Dalam rangka mengembalikan kejayaan komoditi Lada Putih Bangka (Muntok White Pepper) di pasar internasional, pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah sangat berpotensi untuk ditingkatkan lagi. Hal ini

83 didasarkan atas pertimbangan prospek komoditi ini yang sangat menjanjikan dan dapat dilihat dari adanya dukungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berupa Program Revitalisasi Lada melalui Kegiatan Gerakan Pengembangan Lada Putih (Gerbang Latih). Potensi pengembangan usaha tani lada juga terlihat dari tingginya minat masyarakat terhadap tanaman lada. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan peningkatan luasan tanaman lada dalam lima tahun terakhir yang mencapai 60% (Disbunhut Kab. Bateng 2015). Mempertimbangkan peluang tersebut, perlu suatu perencanaan pengembangan perkebunan lada rakyat ke depan dengan tetap memperhatikan berbagai aspek sehingga usaha tani lada tersebut bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam peningkatan kesejahteraan dan memacu kinerja pembangunan daerah. Berdasarkan aspek fisik lahan, tata ruang, dan penggunaan lahan, maka lahan yang menjadi arahan untuk pengembangan usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah adalah seluas ha. Lahan tersebut tersebar di 6 kecamatan berdasarkan pemrioritasan yang secara umum masuk kelas kesesuaian lahan S2 dan S3 dimana yang memiliki luasan terbesar adalah Kecamatan Sungai Selan. Berdasarkan analisis usaha tani, pengusahaan perkebunan lada rakyat pada masing-masing kelas kesesuaian lahan (S1 dan S2) di Kabupaten Bangka Tengah cukup menguntungkan. Kecamatan Sungai Selan yang memiliki lokasi arahan pengembangan lada terluas juga memiliki hasil analisis usaha tani yang tinggi. Kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan Sungai Selan juga terluas dibandingkan lahan S2 di kecamatan lain. Meskipun begitu, hasil analisis rantai pemasaran lada petani masih kurang efisien karena menyebabkan bagian keuntungan yang diterima petani menjadi kecil. Ketidakefisienan rantai pemasaran ini disebabkan masih panjangnya rantai pemasaran dan adanya kesenjangan mengenai informasi harga. Peran penyuluh dan kelompok tani untuk pengembangan usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah dianggap sangat penting. Penyuluh dan kelompok tani merupakan suatu bentuk kelembagaan di perdesaan yang berfungsi sebagai agen pembaharu di lingkungan petani. Hal ini dikarenakan peran penyuluh dan kelompok tai sangat efektif sebagai media penyalur informasi, transformasi ilmu dan teknologi, dan media petani untuk saling bekerja sama dan bertukar informasi dalam rangka efisiensi dan meningkatkan nilai tawar produk. Menurut Hubeis (1992), peranan penyuluh adalah (1) memberi kemampuan masyarakat melihat permasalahan, (2) mendifusikan dan membimbing proses adopsi inovasi, (3) mendampingi proses pemecahan masalah, dan (4) menjadi mediator antara pembuat kebijakan pembangunan dan khalayak sasaran. Hal tersebut dapat berjalan dengan baik dan sangat membantu petani dalam mengatasi masalah jika peranan penyuluh dan kelompok tani juga baik serta memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni sehingga akhirnya berkorelasi positif terhadap peningkatan produktivitas pertanian dan kesejahteraan masyarakat. Paradigma pembangunan pertanian saat ini yang menuntut adanya kemauan dan inisiatif dari masyarakat. Keberadaan penyuluh dan mengaktifkan kelompok-kelompok tani di daerah pengembangan dalam upaya peningkatan kinerja usaha tani lada merupakan salah satu kebijakan yang harus diterapkan. Kebijakan tersebut sangat penting karena merupakan salah satu implikasi dlam perwujudan pembangunan perdesaan saat ini. Oleh karena itu, peningkatan peran penyuluh dan keaktifan kelompok tani menjadi hal yang cukup penting, karena 67

84 68 masing-masing merupakan motor penggerak agar pembangunan perdesaan dapat terlaksana. Ketersediaan sarana dan prasarana pertanian seperti kios pertanian merupakan komponen berikutnya yang cukup berpengaruh dalam peningkatan usaha tani lada. Kios pertanian yang menyediakan berbagai sarana pertanian tentunya dapat mempermudah petani lada mendapatkan berbagai keperluan seperti pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian. Kemudahan tersebut sangat mendukung dalam pengusahaan kebun dan tentunya akan berpengaruh positif dengan peningkatan produktivitas. Walaupun demikian, terkadang kelangkaan pupuk pada waktu petani membutuhkan merupakan permasalahan yang sering terjadi. Akibatnya pada saat diperlukan, harga pupuk menjadi sangat mahal dan tentunya hanya beberapa petani yang mampu membelinya. Melihat dari sisi lain, dalam keadaan normal pun, tidak semua petani mampu membeli sarana dan prasarana pada saat diperlukan karena harga yang tidak terjangkau. Kebijakan pemerintah diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut terutama kelangkaan pupuk dan pemberian insentif agar harga sarana produksi dapat diterima petani dengan harga murah. Secara umum dalam rangka peningkatan kinerja pengusahaan perkebunan lada, maka upaya peningkatan sarana dan prasarna pertanian merupakan suatu keniscayaan, disamping kebijakan pemberian insentif harga. Lada putih masyarakat selama ini dijual dalam bentuk lada putih butiran sehingga belum memberikan nilai tambah bagi kegiatan ekonomi daerah. Belum adanya industri pengolahan seperti pabrik tepung atau mesin penepung lada membuat belum adanya spread effect dari perkebunan lada rakyat terhadap masyarakat di luar petani lada. Keberadaan aktifitas pendukung di luar kegiatan on farm merupakan hal penting dalam mendukung pembangunan perdesaan. Adanya industri pengolahan lada di sentra-sentra produksi tentu akan menyebabkan terbukanya lapangan pekerjaan sehingga akan terjadi distribusi pendapatan ke masyarakat di luar petani lada. Berikutnya, barang-barang modal yang digunakan dalam pembukaan lahan dan pemeliharaan kebun umumnya dimasukkan dari luar daerah. Hal ini tentu mengakibatkan sedikitnya pengaruh yang ditimbulkan dari pengusahaan perkebunan rakyat terhadap perekonomian daerah. Idealnya suatu kegiatan ekonomi dapat menjadi perangsang tumbuhnya kegiatan-kegiatan lain baik dari sektor hulu maupun hilir. Selain itu, pajak dan retribusi dari lada putih tidak masuk ke kas daerah. Lada putih umumnya dijual ke pedagang pengumpul atau langsung ke eksportir untuk dipasarkan ke luar Kabupaten Bangka Tengah. Akibatnya Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah tidak mendapatkan pendapatan asli daerah dari pengusahaan lada putih. Dalam rangka pengembangan usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah, beberapa aspek penting yang perlu menjadi perhatian dalam rangka keberhasilan program adalah adanya peran penyuluh, kelembagaan petani, serta sarana dan prasarana pertanian. Ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan yang nyata terhadap peningkatan produktivitas perkebunan lada rakyat yang telah ada. Dari beberapa hal di atas dapat dijadikan sebagai saran pengembangan usaha tani lada dan sebagai arahan kebijakan pengembangan lada di Kabupaten Bangka Tengah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka masukan yang diberikan kepada pemerintah sebagai arahan kebijakan pengembangan usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah adalah sebagai berikut:

85 1. Pengembangan usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah dapat diarahkan ke lahan arahan pengembangan yang telah dibuat seluas ha dengan prioritas pengembangan seperti pada Tabel 32 yang secara spasial ditampilkan pada Gambar 9. Hasil tersebut perlu disosialisasikan oleh pemerintah agar masyarakat mengetahui lokasi arahan pengembangan perkebunan lada; 2. Memperhatikan hasil perhitungan analisis usaha tani per kecamatan, Kecamatan Namang layak dijadikan lokasi pengembangan perkebunan lada karena memiliki nilai parameter kelayakan usaha yang lebih baik dan berikutnya Kecamatan Sungai Selan dan Kecamatan Lubuk Besar. Selain itu Kecamatan Namang memiliki keunggulan lain yaitu dapat memangkai rantai pemasaran karena kedekatan jarak dengan ekportir lada putih; 3. Berdasarkan luas arahan pengembangan per kecamatan, Kecamatan Sungai Selan memiliki lokasi arahan pengembangan terluas dan berikutnya adalah Kecamatan Simpang Katis dan Kecamatan Namang; 4. Pemerintah perlu membuat kebijakan berupa program ekstensifikasi dan rehabilitasi tanaman lada dengan teknologi budidaya yang dianjurkan; 69 Gambar 9 Peta arahan pengembangan lada di Kabupaten Bangka Tengah 5. Pemerintah perlu berkoordinasi lebih intens dengan Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L) Bangka Belitung yang selama ini mampu bermitra dengan eksportir lada putih sehingga dapat menyusun kebijakan untuk membangun pusat informasi harga lada putih secara cepat, akurat, dan rutin. Kebijakan ini dapat mengurangi kesenjangan informasi harga lada putih di tingkat petani.

86 70 6. Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan kecenderungan penggunaan lahan untuk perkebunan lada sebesar ha per tahunnya untuk memenuhi permintaan ekspor lada putih dari Kabupaten Bangka Tengah; 7. Dalam hal untuk meningkatkan pendapatan dari usaha tani dan kestabilan harga, pemerintah perlu memfasilitasi atau menerapkan resi gudang yang dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk modal produksi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1. Sebagian besar lahan di Kabupaten Bangka Tengah sesuai untuk budidaya tanaman lada yaitu seluas seluas ,01 ha dengan rincian cukup sesuai (S2) seluas ha (65.2%), sesuai marjinal (S3) seluas ha (34.5%) dan sisanya lahan yang tidak sesuai (N) mencapai ha (0.3%). Jumlah lahan yang tersedia untuk perkebunan lada mencapai ha. 2. Hasil analisis pendapatan dengan nilai RC Ratio atas biaya total 2.2 menunjukkan usaha tani lada menguntungkan buat petani dan hasil analisis kelayakan usaha tani lada pada tiap kelas kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Bangka Tengah (S2 dan S3) tetap layak untuk dikembangkan. Hal tersebut terlihat dari nilai BC Ratio antara dengan payback period 4 5 tahun. 3. Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada kegiatan usaha tani lada di Kabupaten Bangka Tengah, pada tiga skenario yaitu menaikkan nilai input, menurunkan volume produksi, dan menurunkan harga produk dengan asumsi yang lain ceteris paribus diperoleh hasil bahwa masih tetap layak untuk kedua kelas kesesuaian lahan. 4. Kinerja pemasaran lada putih di Kabupaten Bangka Tengah relatif efisien yang ditunjukkan dengan besarnya bagian yang diterima petani dan nilai profitability index lebih dari Saluran pemasaran III dalam rantai pemasaran lada putih memberikan keuntungan lebih tinggi bagi petani. 6. Keuntungan yang diperoleh eksportir lebih tinggi pada saluran pemasaran I karena adanya pengurangan biaya, khususnya biaya sortasi dan pengeringan yang telah dilakukan pada lembaga pemasaran sebelumnya. 7. Kelembagaan dalam pengusahaan lada cenderung belum efisien karena lemahnya koordinasi antara Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bangka Tengah dan Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Badan Pengembangan, Pengelolaan, dan Pemasaran Lada Bangka Belitung.

87 8. Pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah dapat diarahkan pada lahan seluas ha. Berdasarkan hasil perhitungan analisis usaha tani dan luas lahan arahan pengembangan, Kecamatan Sungai Selan dan Kecamatan Namang dapat dijadikan kecamatan prioritas utama dalam pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Bangka Tengah. Namun demikian, arahan pengembangan ini bukan berarti menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk pengembangan tanaman lada, namun hanya bersifat arahan agar masyarakat yang berminat untuk mengembangkan tanaman lada dapat mengusahakannya di lokasi arahan ini. 9. Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah perlu menyiapkan lahan kurang lebih ha setiap tahun untuk memenuhi trend ekspor lada putih dari Kabupaten Bangka Tengah yang meningkat 4.68% setiap tahunnya. 71 Saran 1. Pengembangan usaha tani lada perlu menerapkan 5 (lima) aspek dalam sistem agribisnis, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek ekonoi dan sosial, aspek, dan aspek finansial. Pengakajian apsek pasar diperlukan untuk membuat proyeksi terhadap permintaan dan penawaran komoditi lada putih di masa mendatang. Upaya dalam mengurangi hambatan dalam akses informasi pasar dan memilih saluran pemasaran sependek mungkin perlu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan keuntungan yang diperoleh petani lada. Aspek teknis khususnya teknologi budidaya yang baik harus dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi dan produktivitas. Aspek manajemen terkait dalam hal efisiensi kelembagaan yang terlibat dalam pengembangan lada. Aspek ekonomi dan sosial memiliki pengaruh terhadap peningkatan perekonomian daerah dan manfaatnya terhadap masyarakat. Tak kalah pentingnya, pertimbangan aspek finansial diperlukan untuk menilai kelayakan dalam usaha tani lada. 2. Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah perlu segera merealisasikan rencana penerapan resi gudang mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup besar yang tentunya akan berimplikasi pada peningkatan perekonomian daerah. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai antisipasi menurunnya harga lada putih di pasar internasional yang terintegrasi ke pasar domestik. 3. Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah supaya lebih meningkatkan lagi peran para penyuluh dan mengaktifkan kelompok-kelompok tani di masyarakat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas lada yang dihasilkan dan meningkatkan bargaining position petani dalam pemasaran lada dan mengarahkan petani lada pada penggunaan varietas lada dengan produktivitas tinggi serta memiliki ketahanan terhadap penyakit kuning. 4. Penguatan lembaga di tingkat petani, baik dalam bentuk kelompok tani maupun koperasi untuk mencapai skala ekonomis. 5. Meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L) Bangka Belitung sebagai pemegang hak Indikasi Geografis (IG) komoditi Lada Putih Bangka (Muntok

88 72 White Pepper) agar masalah kesulitan dalam pengadaan bibit varietas anjuran serta akses informasi mengenai harga lada terkini dapat membantu petani lada. 6. Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) dengan penggunaan bibit unggul tersertifikasi dan penggunaan panjatan hidup perlu segera dilakukan untuk meningkatkan produktivitas minimal 60% dari potensi 2.5 ton/ha lada putih kering. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita R Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. [AELI] Asosiasi Eksportir Lada Indonesia Report of 35th Pepper Exporters Meeting. Jakarta(ID): Asosiasi Eksportir Lada Indonesia. Alma B Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung(ID): CV. Alfabeta. Anita A, Muamani, A. Suyatno Analisis Efisiensi Pemasaran Jeruk Siam di Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas. Jurnal Sains Mahasiswa Pertanian. 1(1): Azzaino Z Pengantar Tataniaga Pertanian. Bogor (ID): Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor. [Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Teknik Perbanyakan Lada secara Cepat dan Massal. Sinar Tani. sisipan [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Kajian Konsep dan Pengembangan. Jakarta(ID): CV. Cahaya Ibu. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Tengah dalam Angka. Koba(ID): BPS Kabupaten Bangka Tengah. [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik daerah Kecamatan Koba. Koba(ID): BPS Kabupaten Bangka Tengah Kecamatan Pangkalan Baru Dalam Angka. Koba(ID). BPS Kabupaten Bangka Tengah Kecamatan Sungai Selan Dalam Angka. Koba(ID). BPS Kabupaten Bangka Tengah Kecamatan Simpang Katis Dalam Angka. Koba(ID). BPS Kabupaten Bangka Tengah Kecamatan Namang Dalam Angka. Koba(ID). BPS Kabupaten Bangka Tengah Kecamatan Lubuk Besar Dalam Angka. Koba(ID). BPS Kabupaten Bangka Tengah. [BTDA] Bangka Tengah Dalam Angka Bangka Tengah Dalam Angka Tahun Koba(ID): Bappeda Kabupaten Bangka Tengah.. Daras U, Pranowo D Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung dan Alternatif Pemulihannya. Jakarta (ID): Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 28(1):1-6.

89 [Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bangka Permintaan dan Penawaran Lada Putih Bangka. Sungailiat (ID): Dishutbun Kabupaten Bangka. [Distanbunnak] Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Statistik Perkebunan Pangkalpinang (ID): Distanbunnak Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia: Lada. Jakarta(ID): Departemen Pertanian Republik Indonesia. Djakapermana RD Pengembangan Wilayah:Melalui Pendekatan Kesisteman. Bogor (ID): IPB Press. Djulin A, AH Malian Struktur dan Integrasi Pasar Ekspor Lada Hitam dan Lada Putih di Daerah Produksi Utama. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 7(4): Gittinger JP Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Terjemahan. Jakarta (ID): UI Press. Hanafiah HM, AM Saefudin Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta (ID): UI Press. Hardjowigeno S, Widiatmaka Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press. Hidayat T, N Nurdjannah, S Usmiati Analisis Teknis dan Finansial Paket Teknologi Pengolahan Lada Putih (White Pepper) Semi Mekanis. Bogor (ID): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 20(1): &id=54itemid=77, diakses pada 7 Februari Indraningsih KS Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Usaha Tani Sebagai Representasi Strategi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan di Lahan Marjinal. Bogor (ID): Jurnal Agro Ekonomi. 31(1): [IPC] International Pepper Community Statistical Year Book Jakarta (ID): International Pepper Community. Kanisius AA Bercocok Tanam Lada. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Kashmir, Jakfar Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Grup. Kemala S Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Lada untuk Meningkatkan Pendapatan Petani. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. 4(2): Kotler P, KL Keller Manajemen Pemasaran. Terjemahan. Edisi ketiga belas. Jakarta (ID). Penerbit Erlangga. Kuntjoro Kelayakan Finasial Proyek. Bogor (ID): Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nurasa T Analisis Kelayakan Finansial Lada Putih di Kabupaten Bangka. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Oktarina, Y Analisis Usaha Tani dan Pemasaran Lada di Desa Desa Tanjung Durian Kecamatan Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan. Palembang (ID): Universitas Baturaja. Jurnal Agronobis.1(2): Pranoto, YS Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Keuntungan dan Daya Saing Lada Putih (Muntok White Pepper) di Provinsi Bangka Belitung [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 73

90 74 [Pusdatin Kementan] Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian Statistik Makro Sektor Pertanian Jakarta(ID): Kementerian Pertanian Republik Indonesia. [Puslitbangtanak] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor (ID): Departemen Pertanian. Riyadi Arahan dan Strategi Pengembangan Perkebunan Lada di Kabupaten Belitung[Tesis]. Bogor (ID). Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Riyadi, DS Bratakusumah Perencanaan dan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Rukmana, R Tanaman Perkebunan: Usaha Tani Lada Perdu. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Rustiadi E, S Saefulhakim, DR Panuju Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Saefudin Tantangan dan Kesiapan Teknologi Penyediaan Bahan Tanam Mendukung Peningkatan Produktivitas Nasional Tanaman Lada (Piper nigrum L). Bogor(ID): Jurnal Perspektif. 13(2): Siregar H, Widyastutik, H. Mulyati. Usaha Kecil Lidah Buaya di Kabupaten Bogor: Sebuah Analisis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. Bogor (ID): Jurnal Manajemen dan Agribisnis. 5(1): Sitorus, SRP Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung (ID): Tarsito. Soekartawi Analisis Usaha Tani. Jakarta(ID). UI Press. Suratiyah, K Ilmu Usaha Tani. Depok (ID): Penebar Swadaya. Tarigan R Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta(ID): PT. Bumi Aksara. Yuhono, JT Sistem Agribisnis Lada dan Strategi Pengembangannya. Bogor (ID): Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26(2):

91 LAMPIRAN 75

92 76 Lampiran 1 Kriteria kesesuaian tanaman lada

93 Lampiran 2 Peta kuasa penambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah 77

94 78 Lampiran 3 Peta kawasan hutan di Kabupaten Bangka Tengah

95 Lampiran 4 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan Sungai Selan 79

96 Lampiran 5 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan Namang 80

97 Lampiran 6 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S2 di Kecamatan Lubuk Besar 81

98 Lampiran 7 Analisis usaha tani lada pada kelas kesesuaian lahan S3 di Kecamatan Simpang Katis 82

ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH

ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA TENGAH Maryadi 1, Atang Sutandi 2, Ivanovich Agusta 3 1 Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor 2 Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TATA LOKA VOLUME 18 NOMOR 2, MEI 2016, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP P ISSN E ISSN

TATA LOKA VOLUME 18 NOMOR 2, MEI 2016, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP P ISSN E ISSN TATA LOKA VOLUME 18 NOMOR 2, MEI 2016, 76-84 2016 BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP P ISSN 0852-7458- E ISSN 2356-0266 T A T A L O K A ANALISIS USAHA TANI LADA DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Sektor ini menyumbangkan peranan tersebut dalam beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Oleh: Agus Wahyudi (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (Sumber : SINAR TANI Edisi 17 23 November 2010)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting diantara rempah-rempah lainnya; sehingga seringkali disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penting diantara rempah-rempah lainnya; sehingga seringkali disebut sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lada Menurut Sarpian (Lilik Wuriyanto, 2012) tanaman lada merupakan salah satu tanaman perkebunan yang telah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan merupakan sektor dalam perekonomian negara berkembang termasuk Indonesia. Pentingnya sektor-sektor pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki banyak peran di Provinsi Bali, salah satunya adalah sebagai sektor pembentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN LADA (Piper nigrum L) DI KABUPATEN BELITUNG RIYADI

ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN LADA (Piper nigrum L) DI KABUPATEN BELITUNG RIYADI ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN LADA (Piper nigrum L) DI KABUPATEN BELITUNG RIYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 137-143 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Analysis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berkawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia adalah komoditas kopi. Disamping memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mencakup segala pengusahaan yang di dapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang penting karena secara tradisional Indonesia merupakan negara agraris yang bergantung pada sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci