PENYELAMAN BAWAH LAUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYELAMAN BAWAH LAUT"

Transkripsi

1 PENYELAMAN BAWAH LAUT ABDUL HAKAM MUWAFFAQ INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN

2 1 UNDERWATER SERVICE 1. Survey / Inspeksi Bawah Air Jalur pipa yang sudah ada di dasar laut bukan berarti boleh dibiarkan terpasang begitu saja namun harus dilakukan inspeksi terhadap pipa di dasar laut tersebut. Menurut Pipeline Safety Regulations tahun 1996, kegiatan inspeksi terhadap pipa di dasar laut dilakukan untuk mengendalikan resiko yang akan terjadi pada pipa tersebut. Selain itu, kegiatan inspeksi pada pipa di dasar laut dilakukan agar tidak terjadi kebocoran dan kerusakan yang lebih besar yang mengakibatkan tercemarnya lingkungan sekitar, produksi berkurang, dan biaya perbaikan yang lebih mahal. Gambar 1. Pipa bawah laut Berdasarkan peraturan dari ESDM atau Dirjen Migas, survei inspeksi pada pipa dasar laut dikerjakan 1 kali dalam 2 tahun. Tapi dalam pelaksanaannya ada yang 1 kali dalam 1 tahun atau bahkan ada yang 1 kali dalam 3 4 tahun. Tergantung dari kebijakan tiap perusahaan, jenis material permukaan dasar laut, dan kedalaman pipanya. Jarang sekali survei inspeksi pada pipa dasar laut dikerjakan lebih dari 1 kali dalam 1 tahun karena umumnya faktor biaya dan tidak ada perubahan yang signifikan pada kondisi pipa dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun. Adapun

3 2 macam-macam metode survei inspeksi pada pipa di dasar laut idealnya ada 2, yaitu General Imaging (GI) dan General Visual Inspection (GVI). a. General Imaging (GI) General Imaging (GI) adalah survei inspeksi semacam quick and dirty survey pada pipa dengan tujuan melakukan pengecekan yang umum saja, seperti verifikasi posisi, deteksi free span, deteksi pipa yang terkubur (buried), dan debris. Peralatan yang sering dipakai menggunakan prinsip gelombang akustik, seperti Singlebeam Echosounder, Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, Magnetometer, dan Sub- Bottom Profiler. Adapun sensor platform yang sering digunakan adalah DP Vessel, Towfish, ROTV, dan AUV. Inspeksi pipa di dasar laut menggunakan metode General Imaging biasanya dilakukan setiap 2 tahun sekali. Pada gambar di bawah merupakan contoh salah satu dari ROTV yang biasa digunakan untuk survei inspeksi metode GI. Gamvar 2. ROTV b. General Visual Inspection (GVI) General Visual Inspection (GVI) adalah metode survei inspeksi yang komprehensif dengan cara melihat langsung kondisi pipa saat itu juga. Alat yang digunakan pada metode ini adalah ROV yang dilengkapi dengan tiga kamera untuk melihat kedua sisi pipa dan bagian atas pipa, profiler untuk mengetahui posisi vertikal relatif terhadap sekitarnya,

4 3 pipetracker untuk mendeteksi pipa yang terkubur (buried), alat penentuan posisi horizontal, dan sensor-sensor lainnya seperti Side Scan Sonar, sensor temperatur, dan Multibeam Echosounder. Pada gambar dibawah ini berikut merupakan ilustrasi ROV yang sedang melakukan survei inspeksi pada pipa di dasar laut dengan metode GVI. Gambar 3. ROV yang sedang melakukan inspeksi 2. Pengelasan dan Pemotongan Bawah Air Teknologi pengelasan (welding) sering sekali digunakan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada badan kapal, bangunan lepas pantai serta konstruksi lainnya yang terendam air. Pada pelaksanaannya, pengelasan di permukaan air masih merupakan prioritas utama sedangkan pengelasan di bawah air adalah alternatif lain yang dipilih bilamana tidak memungkinkan untuk dikerjakan di permukaan air. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari teknik pengelasan ini, diantaranya adalah biaya yang relatif lebih murah dan persiapan yang dibutuhkan jauh lebih singkat dibanding dengan teknik yang lain, namun ada hal-hal lain yang mesti dipertimbangkan sebelum mengaplikasikannya. Selama masa operasinya, struktur lepas pantai akan membutuhkan beberapa intervensi bawah air untuk perawatan, perbaikan atau perubahan, seperti: a. Penguatan untuk resertifikasi struktur yang telah habis desain life-nya. b. Perbaikan karena kesalahan desain. c. Perbaikan karena kerusakan yang disebabkan oleh:

5 4 Kesalahan pada saat instalasi, Insiden, misalkan tertabrak kapal, badai kejatuhan benda dari atas dek, dan sebagainya, keretakan pada sambungan karena keadaan lingkungan (ombak, angin). d. Penambahan struktur karena adanya perubahan operasi (pemasangan riser clamp, caisson, dan sebagainya) e. Pemasangan anode Untuk intervensi dari jenis-jenis tersebut, terdapat beberapa teknik umum yang digunakan seperti: Grinding out cracks 1. Clamps 2. Grout filling 3. Pengelasan hyperbaric 4. Pengelasan bawah air Terdapat beberapa pihak belum tertarik untuk menerapkan teknik pengelasan di bawah permukaan air. Hal ini terbukti bahwa hanya ada 50 kegiatan pengelasan bawah air untuk perbaikan struktur lepas pantai yang dipublikasikan selama 40 tahun terakhir, itu juga dengan sedikit informasi yang bersifat teknik. Pihak industri masih tertarik untuk memakai pengelasan hyperbaric atau pemasangan clamp meskipun butuh persiapan yang lebih rumit dan biaya yang lebih mahal. Teknologi pengelasan basah bawah air ( Underwater Welding) adalah pengelasan yang dilakukan di bawah air, umumnya laut. sering sekali digunakan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada badan kapal dan perbaikan struktur kapal, konstruksi pipa air, konstruksi pipa minyak dan gas, konstruksi jembatan di atas air maupun konstruksi rig atau pengeboran lepas pantai, bangunan lepas pantai serta konstruksi lainnya yang terendam air. Pada pelaksanaannya, pengelasan di permukaan air masih merupakan prioritas utama sedangkan pengelasan ( LAS ) bawah air adalah alternatif lain yang dipilih bilamana tidak memungkinkan untuk dikerjakan di permukaan air. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari teknik las dalam air ini, diantaranya

6 5 adalah biaya yang relatif lebih murah dan persiapan yang dibutuhkan jauh lebih singkat dibanding dengan teknik yang lain. Kendala pada Underwater Welding a. Class, baik DNV atau LR belum menerima teknik ini untuk perbaikan yang sifatnya permanen. Terdapat weld defects yang hampir selalu menyertai (porosity, lack of fusion, cracking) yang memberatkan teknik pengelasan ini untuk tujuan-tujuan perbaikan permanen. Pada perbaikan elemen yang dapat dikatakan kurang penting, class sudah bisa menerimanya sebagai permanen bersyarat yaitu bisa dianggap sebagai permanen asal dalam inspeksi mendatang tidak ditemukan penurunan yang signifikan dari kualitas pengelasan. b. Mengacu pada AWS D3.6:1999 yaitu Specification for underwater welding, hasil terbaik yang bisa diperoleh dari teknik ini adalah baru Class B. Hasil seperti ini hanya bisa diterima kalau tujuan pengelasan hanya untuk aplikasi yang kurang penting/kritis dimana ductility yang lebih rendah,porosity yang lebih banyak, discontinuities yang relatif lebih banyak masih bisa diterima. Kalaupun pengelasan ini dipakai biasanya hanya diaplikasikan untuk tujuan-tujuan yang sifatnya fit for purpose saja. c. Tingginya resiko hydrogen cracking di area HAZ terutama untuk material yang mempunyai kadar karbon equivalent lebih tinggi dari 0.4%. Terutama di Laut Utara, struktur lepas pantainya biasa menggunakan material ini. d. Berdasarkan pengalaman yang ada di industri, teknik pengelasan ini hanya dilakukan sampai kedalam yang tidak lebih dari 30 meter. e. Kinerja proses shieldedmetal arc (SMA) dari elektroda ferritic memburuk dengan bertambahnya kedalam. Produsen elektroda komersial juga membatasai penggunaannya sampai kedalaman 100 meter saja. f. Sifat hasil pengelasan juga memburuk dengan bertambahnya kedalaman, teruatama ductility dantoughness (charpy impact). g. Karena kontak langsung dengan air, maka air di sekitar area pengelasan menjadi mendidih dan terionisasi menjadi gas oksigen dan hidrogen. Sebagian

7 6 gas ini melebur ke area HAZ tapi sebagian besar lainnya akan mengalir ke udara. Bila aliran ini tertahan, maka akan terjadi resiko ledakan yang biasanya membahayakan penyelam. Perusahaan pengeboran lepas pantai dan indusrti perkapalan adalah konsumen terbesar terhadap jasa pengelasan bawah air ini. Mengingat pengerjaan las bawah air tersebut rentan terhadap resiko kecelakaan terhadap sang welder seperti mendapatkan electrical shock atau biasa kita sebut kesetrum, gas tabung yang digunakan untuk mengelas didalam laut berpotensi meledak, nitrogen yang digunakan untuk pengelasan bisa terhirup dan bercampur dengan darah welder, hingga resiko karena factor alam bawah laut ( Arus pusaran air laut dan serangan ikan hiu). Resiko pekerjaan yang begitu tinggi sebagai tukang las bawah laut tentunya berbanding lurus dengan hasil atau sallary yang didapat. Perlu diketahui, di Indonesia sendiri untuk mendapatkan pekerjaan seperti ini tidaklah mudah, mereka harus memiliki sebuah ijin atau sertifikat dari badan yang berwenang. Yaitu sebuah sertifikasi yang dikeluarkan oleh API yaitu Asosiasi Pengelasan Indonesia atau biasa di kenal dengan (Indonesian Welding Society). Selain itu yang tidak kalah penting juga sertifikasi sebagai penyelam. Lokasi pendidikan keahlian pengelasan di bawah air (welding under water) pertama di Indonesia yang masih langka itu berada di Solo Techno Park. Lembaga pendidikan yang didirikan Pemerintah Kota Surakarta didukung Kementerian Perindustrian dan Perdagangan itu bergerak khusus di bidang pengelasan dengan standar internasional. Peserta pelatihan pengelasan bawah air di STP dipatok dalam waktu 2-3 bulan sudah mahir dan bersertifikasi underwater wet welding. Tak sembarang orang boleh mengikuti pendidikan selama dua bulan itu. Hanya mereka yang bisa berenang, lalu ikut pendidikan menyelam dan sudah memiliki sertifikat menyelam yang boleh ikut pendidikan ini. Syarat itu harus dipenuhi karena resiko pekerjaan tersebut sangat tinggi Materi pelatihan yang diberikan meliputi teknik las umum, teknik dan konstruksi las bawah air, salvage dan penyelaman serta pengelasan bawah air.

8 7 Kurikulum pelatihan mengacu pada Manhein University Jerman. Para instruktur merupakan tenaga ahli dari ATMI dan INLASTEK. Untuk beberapa bidang khusus, STP juga mendatangkan tenaga expert darijerman. Fasilitas pelatihan yang pengadaannya didukung penuh oleh Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi terdiri dari mesin untuk las octogen, MIG/MAC/TIG, electric (MMA) perlengkapan las bawah air (UW), mesin uji radiografi, tensile test, impact, magnetic test, dye penetrant test dan X-ray test. 3. Underwater cleaning Karena pengalaman besar dalam karya pembersihan bawah air, dan setelah menggunakan sistem pembersihan lebih dikenal, teknisi kami telah merancang sistem baru dan unik, sangat khusus untuk membersihkan air dari lambung, yang meliputi: Pembersihan sisi kiri dan sisi kanan, dari permukaan air sampai keels lambung kapal dan dari bulbuous bow ke sternpost. Dari dasar kapal ke keels lateral keel pusat dan dari bulbuous bow ke sternpost. Kedua sisi penggerak bilah baling-baling dan bos baling-baling propulsi. Kemudi dan grid. Pembersihan lambung sudah termasuk laporan foto digital lengkap, yang akan berlangsung sebelum dan setelah dibersihkan. Untuk pembersihan lambung kapal, hal yang dikerjakan meliputi: Pembersihan bawah air yakni semua bagian yang terendam dan sisi kanan dari permukaan air ke lambung kapal keels dan dari bola ke sternpost. Pembersihan bawah laut dari kedua sisi bilah baling-baling. Pembersihan Bawah air bos baling-baling. Pembersihan bawah air dari kedua sisi pisau kemudi. Pembersihan bawah air dari kedua keels lambung kapal lateral. Pembersihan bawah air dari daerah bawah datar dari keels lambung kapal untuk keel pusat dan dari bulb ke sternpost. Pembersihan bawah laut dari kisi-kisi dada laut di luar (lewat mesin pembersih selama hanya kisi-kisi, tidak membersihkan antara bar).

9 8 Berikut ini adalah gambar lambung kapal sebelum dan sesudah dibersihkan. (a) Gambar 4. (a) Lambung sebelum dan (b) sesudah di bersihkan (b) 4. Surver Dasar Laut Teknologi untuk mengetahui karakter bawah permukaan laut semakin berkembang. Setelah teknologi mengenai deep-tow saat ini telah berkembang teknologi aoutonomous underwater vehicle (AUV). Deep -tow merupakan alat untuk survei dasar laut yang dilengkapi kamera, ditarik menggunakan kabel yang diikat di kapal induk. Survei seperti ini kurang efesien karena memerlukan waktu sampai 6 jam untuk memindahkan line survei. Sedangkan, survei menggunakan AUV sangat efesien, waktu pindah line survei hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Selain itu data yang dihasilakan lebih baik dibandingkan menggunakan deep-tow. AUV merupakan robot survei dasar laut yang dapat memotret permukaan dasar laut dan dapat mengetahui kondisi dibawah permukaan dibawah permukaan. AUV digunakan untuk survei bawah permukaan yang dangkal seperti untuk geohazard, arkeologi, survei pipa gas, arkeologi,geoteknik dan struktur geologi. Alat ini sering digunakan untuk industri pengeboran minyak lepas pantai ataupun untuk kegiatan penelitian mengenai lingkungan. AUV digerakan dengan menggunakan motor listrik. Sumber tenaga yang digunakan untuk menggerakan motor listrik berasal dari battre litium dengan durasi antara 24 jam sampai 40 jam. Lamanya durasi battre tergantung keperluan survei dan kondisi sekitar seperti temperature, kecepatan arus laut dan perangkat yang digunakan. Prinsip kerjanya AUV diturunkan dari kapal induk kemudian motor listrik yang ada pada alat tersebut menggarakan AUV untuk masuk kedalam air.

10 9 Sistem navigasi yang ada pada AUV digunakan untuk menentukan arah dan posisi survey. Navigasi dan system penggerak pada AUV dapat dikontrol dari kapal induk. Program yang dirancangan pada AUV digunakan untuk segala macam keperluan termasuk dalam keadaan darurat sehingga AUV harus diangkat kepermukaan laut.. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan frekuensi radio dan wireless local-area network (WLAN), local area network (LAN) apabila diluar jangkauan tersebut komunikasi menggunakan satelit. Gambar 5. Autonomous underwater vehicle (AUV)

BAB I PENDAHULUAN. pipa-pipa minyak dan gas bumi maupun konstruksi-konstruksi lainnya

BAB I PENDAHULUAN. pipa-pipa minyak dan gas bumi maupun konstruksi-konstruksi lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pengelasan bawah air merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mereparasi atau memperbaiki kerusakan yang terjadi pada badan kapal, bangunan lepas pantai,

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Pengertian Dan Sejarah ROV

BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Pengertian Dan Sejarah ROV BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Pengertian Dan Sejarah ROV Berdasarkan Marine Technology Society ROV Committee s dalam Operational Guidelines for ROVs (1984) dan The National Research Council Committee s dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi proses produksi yang saat ini sedang populer adalah teknologi penggabungan yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam konsumsi sumber daya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul ) BAB 4 ANALISIS 4.1. Penyajian Data Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan kajian dan menganalisis sistem penentuan posisi ROV dan bagaimana aplikasinya

Lebih terperinci

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI No Klaster Unit Kompetensi Kode Unit Judul Unit Elemen Persyaratan Dasar Metode Uji Durasi Biaya Uji 1 Operator Utama M.711000.015.01 Mengamati Pasut Laut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah lautannya sebesar 2/3 (dua per tiga) dari luas wilayah Indonesia.wilayah laut Indonesia mengandung potensipotensi

Lebih terperinci

BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak merupakan salah satu sumber daya alam utama di Indonesia. Jumlah sumber daya dan cadangan minyak bumi yang mencapai 94,98 miliar barel menjadikan Indonesia lahan

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah karena sifat-sifat dari logam jenis ini yang bervariasi, yaitu bahwa

BAB I PENDAHULUAN. adalah karena sifat-sifat dari logam jenis ini yang bervariasi, yaitu bahwa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini penggunaan baja semakin meningkat sebagai bahan industri. Hal ini sebagian ditentukan oleh nilai ekonominya, tetapi yang paling penting adalah karena sifat-sifat

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PENGELASAN

DASAR-DASAR PENGELASAN DASAR-DASAR PENGELASAN Pengelasan adalah proses penyambungan material dengan menggunakan energi panas sehingga menjadi satu dengan atau tanpa tekanan. Pengelasan dapat dilakukan dengan : - pemanasan tanpa

Lebih terperinci

Persentasi Tugas Akhir

Persentasi Tugas Akhir Persentasi Tugas Akhir OLEH: MUHAMMAD RENDRA ROSMAWAN 2107 030 007 Pembimbing : Ir. Hari Subiyanto,MSc Program Studi Diploma III Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

Pengujian Impak (Hentakan) Pengujian Metalografi Pengujian Korosi Parameter pada Lambung Kapal...

Pengujian Impak (Hentakan) Pengujian Metalografi Pengujian Korosi Parameter pada Lambung Kapal... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT...

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) G-100

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) G-100 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-100 Analisa Perbandingan Laju Korosi Pada Pengelasan di Bawah Air Karena Pengaruh Variasi Jenis Pelindung Flux Elektroda Septian

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN JENIS DAN TARIF ATAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN IV-1 BAB IV ANALISA HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN Prosedur pengujian kualifikasi reparasi pengelasan pada proses pembuatan pipa dilakukan berdasarkan kriteria penerimaan dalam API 5L edisi ke 43 tahun

Lebih terperinci

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW) Page : 1 LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW) 1. PENDAHULUAN. Las busur listrik elektrode terbungkus ialah salah satu jenis prose las busur listrik elektrode terumpan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena suhu

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pekerjaan pemasangan pipa bawah laut dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu Pre- Lay Survey, Pipeline Installation, As Laid Survey [Lekkerkekerk,et al.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan pemeliharaan dari semua alat-alat yang terbuat dari logam, baik sebagai proses penambalan retak-retak,

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP DAERAH HAZ LAS PADA BAJA KARBON

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP DAERAH HAZ LAS PADA BAJA KARBON TUGAS AKHIR PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP DAERAH HAZ LAS PADA BAJA KARBON Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata Satu Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SPESIMEN UNTUK KEBUTUHAN ULTRASONIC TEST BERUPA SAMBUNGAN LAS BENTUK T JOINT PIPA BAJA. *

RANCANG BANGUN SPESIMEN UNTUK KEBUTUHAN ULTRASONIC TEST BERUPA SAMBUNGAN LAS BENTUK T JOINT PIPA BAJA. * RANCANG BANGUN SPESIMEN UNTUK KEBUTUHAN ULTRASONIC TEST BERUPA SAMBUNGAN LAS BENTUK T JOINT PIPA BAJA Riswanda 1*, Lenny Iryani 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 *E-mail

Lebih terperinci

Muhammad

Muhammad Oleh: Muhammad 707 100 058 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pembimbing: Ir. Muchtar Karokaro M.Sc Sutarsis ST, M.Sc Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia industri, bahan-bahan yang digunakan kadang kala merupakan bahan yang berat. Bahan material baja adalah bahan paling banyak digunakan, selain jenisnya bervariasi,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan industri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam dan besi.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG TUGAS AKHIR Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG Disusun : MUHAMMAD SULTON NIM : D.200.01.0120 NIRM

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR PENGARUH BENTUK KAMPUH LAS TIG TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 CAHYANA SUHENDA (20408217) JURUSAN TEKNIK MESIN LATAR BELAKANG Pada era industrialisasi dewasa ini teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pada saat ini, banyak sekali alat-alat yang terbuat dari bahan plat baik plat fero maupun nonfero seperti talang air, cover pintu, tong sampah, kompor minyak, tutup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bumi tempat kita berpijak ini terdiri dari daratan serta perairan, dimana sekitar 70% dari area bumi berupa perairan. Julukan bumi sebagai planet biru memang tepat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut: 1. Pembuatan kampuh dan proses pengelasan dilakukan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung, 2.

Lebih terperinci

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION Bab 4 RISK BASED UNDERWATER INSPECTION 4.1 Pendahuluan Dalam laporan tugas akhir ini area platform yang ditinjau berada di daerah laut jawa dimana pada area ini memiliki 211 platform yang diantaranya terdapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SPESIFIKASI PENYAMBUNGAN PIPA GAS DAN INSTALASI PIPELINE GAS PADA PIPELINE PROJECT BOJONEGARA - CIKANDE

PERHITUNGAN SPESIFIKASI PENYAMBUNGAN PIPA GAS DAN INSTALASI PIPELINE GAS PADA PIPELINE PROJECT BOJONEGARA - CIKANDE PERHITUNGAN SPESIFIKASI PENYAMBUNGAN PIPA GAS DAN INSTALASI PIPELINE GAS PADA PIPELINE PROJECT BOJONEGARA - CIKANDE Oleh Nama : Roby Pratomo NPM : 26409806 Fakultas : Teknologi Industri Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulis membuat laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Fabrikasi Logam setelah melakukan praktek di workshop. Pembuatan laporan ini bersifat wajib

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Uji Tarik

Pelaksanaan Uji Tarik Pelaksanaan Uji Tarik Hasil Uji Tarik Repair 3x No. Code Materi al C.S.A (mm 2 ) Tensile Test Results F ult (kn) σ ult (Kgf/mm 2 ) Remark 1. 4.1.1 284.39 145.5 52.17 Break at WM 2. 4.1.2 281.36 144.5 52.37

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT Kapal laut sebagai bangunan terapung yang bergerak dengan daya dorong pada kecepatan yang bervariasi melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu, akan

Lebih terperinci

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5448 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 156) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

1.1 ISOLASI Gagal Mengisolasi

1.1 ISOLASI Gagal Mengisolasi 1.1 ISOLASI 1.1.1 Gagal Mengisolasi Sebuah pompa sedang dipreteli untuk perbaikan. Ketika tutupnya dibuka, minyak panas di atas temperatur nyala-otomatis, menyembur dan terbakar. Tiga orang terbunuh, dan

Lebih terperinci

KUALIFIKASI WELDING PROCEDURE SPECIFICATION (WPS) DAN JURU LAS (WELDER) BERDASARKAN ASME SECTION IX DI INDUSTRI MIGAS

KUALIFIKASI WELDING PROCEDURE SPECIFICATION (WPS) DAN JURU LAS (WELDER) BERDASARKAN ASME SECTION IX DI INDUSTRI MIGAS KUALIFIKASI WELDING PROCEDURE SPECIFICATION (WPS) DAN JURU LAS (WELDER) BERDASARKAN ASME SECTION IX DI INDUSTRI MIGAS Ikhsan Kholis *) ABSTRAK Untuk peningkatan kompetensi seorang Inspektur Migas atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design,

I. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design, I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair, dengan atau tanpa tekanan. Perlu diketahui bahwa ada

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI

ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print G-95 ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI Adrian Dwilaksono, Heri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 01 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBONGKARAN I NSTALASI LEPAS PANTAI MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi dalam bidang konstruksi yang semakin maju dewasa ini, tidak akan terlepas dari teknologi atau teknik pengelasan karena mempunyai peranan yang

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

PRODI TEKNIK PERMESINAN KAPAL JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011

PRODI TEKNIK PERMESINAN KAPAL JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 July 20 2011 PRODI TEKNIK PERMESINAN KAPAL JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 Presented by: WILDANUM MUKHOLLADUN 6308030004 Latar

Lebih terperinci

Latar Belakang. Perlunya inovasi & pengembangan metode training pengelasan konvensional. Kebutuhan akan welder yang berkualifikasi

Latar Belakang. Perlunya inovasi & pengembangan metode training pengelasan konvensional. Kebutuhan akan welder yang berkualifikasi Kebutuhan akan welder yang berkualifikasi Mahalnya biaya training welder Perlunya inovasi & pengembangan metode training pengelasan konvensional Latar Belakang Bagaimana proses pelatihan pengelasan dilakukan?

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM LAS DAN TEMPA

LAPORAN PRAKTIKUM LAS DAN TEMPA LAPORAN PRAKTIKUM LAS DAN TEMPA Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktek Las dan Tempa Disusun Oleh: FAJAR RIZKI SAPUTRA K2513021 PTM A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 213 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pada banyak kasus pekerjaan dilakukan pada pipa atau alat yang salah. Contoh:

Pada banyak kasus pekerjaan dilakukan pada pipa atau alat yang salah. Contoh: 1.2 IDENTIFIKASI 1.2.1 Perlunya Label Pada banyak kasus pekerjaan dilakukan pada pipa atau alat yang salah. Contoh: (a) Sambungan yang harus dipotong ditandai dengan kapur. Mekanik memotong sambungan lain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini pada prosesnya dilakukan pada bulan Juli Tahun 2011 sampai. 2. BLK Disnaker Kota Bandar Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini pada prosesnya dilakukan pada bulan Juli Tahun 2011 sampai. 2. BLK Disnaker Kota Bandar Lampung. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini pada prosesnya dilakukan pada bulan Juli Tahun 2011 sampai dengan bulan September Tahun 2011 bertempat di 4 tempat yang berbeda pada

Lebih terperinci

Gambar 1.7 Pengelasan busur plasma

Gambar 1.7 Pengelasan busur plasma Gambar 1.7 Pengelasan busur plasma Suhu plasma sekitar 28.000 O C atau lebih besar, cukup panas untuk mencairkan setiap logam yang dikenal. Panas ini diperoleh akibat terkonstrasinya daya sehingga dihasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut adalah dengan mendekatkan elektroda las ke benda kerja pada jarak beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut adalah dengan mendekatkan elektroda las ke benda kerja pada jarak beberapa TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Las listrik SMAW dan GTAW Menurut Boentarto (1995) mengelas listrik adalah menyambung dua bagian logam atau lebih dengan jalan pelelehan dengan busur nyala listrik. Cara membangkitkan

Lebih terperinci

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang * ANALISA PENGARUH KUAT ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKUATAN TARIK PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN LAS SMAW MENGGUNAKAN JENIS ELEKTRODA E7016 Anjis Ahmad Soleh 1*, Helmy Purwanto 1, Imam Syafa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tugas Akhir Akhmad Faizal 2011310005 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Pengelasan Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja karyawan. Di samping itu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. kerja karyawan. Di samping itu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hak asasi karyawan dan salah satu syarat untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Di samping itu, Keselamatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN 3.1.1 DEFINISI SUATU PROSES Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA Pudin Saragih 1 Abstrak. Kekuatan sambungan las sangat sulit ditentukan secara perhitungan teoritis meskipun berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM)

VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM) VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh MUHAMMAD FIRDAUS NIM. 15108028

Lebih terperinci

LAB LAS. Pengelasan SMAW

LAB LAS. Pengelasan SMAW 1. Tujuan Mahasiswa memahami prinsip kerja dari las SMAW (Shileded Metal Arc Welding) dan fungsi bagian-bagian dari perlatan las SMAW serta keselamatan kerja las SMAW, sehingga mahasiswa dapat melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia industri saat ini tidak lepas dari suatu konsruksi bangunan baja

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia industri saat ini tidak lepas dari suatu konsruksi bangunan baja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia industri saat ini tidak lepas dari suatu konsruksi bangunan baja ataupun konstruksi sebuah mesin, dimana nilai kekakuan yang tinggi dari suatu material yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan, karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.

Lebih terperinci

Jumlah Anoda (N) Tahanan Kabel (R2) Tahanan Total (Rt) = Ic / Io = 21,62 / 7 = 3,1. R2 = R1 + α (T2 T1) = 0, ,00393 (30-24) = 0,02426 ohm/m

Jumlah Anoda (N) Tahanan Kabel (R2) Tahanan Total (Rt) = Ic / Io = 21,62 / 7 = 3,1. R2 = R1 + α (T2 T1) = 0, ,00393 (30-24) = 0,02426 ohm/m Jumlah Anoda (N) N = Ic / Io = 21,62 / 7 = 3,1 Tahanan Kabel (R2) R2 = R1 + α (T2 T1) = 0,00068 + 0,00393 (30-24) = 0,02426 ohm/m Tahanan Total (Rt) Rt = Tahanan Anoda Rectifier + Tahanan Anoda = 1,02

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 901 K/30/MEM/2003 TANGGAL 30 JUNI 2003 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA 04-6292.2.80-2003 MENGENAI PERANTI LISTRIK UNTUK RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi literature dan pengumpulan bahan Pengolahan dan analisa Mempersiapkan Alat dan Bahan Prosedur pengujian Non Destructive Test Pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada sebuah kapal banyak sekali terdapat system permesinan yang salah satunya terkadang berkaitan pada saat kapal beroperasi, salah satunya adalah bow thruster yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK Syaripuddin Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : syaripuddin_andre@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi dalam bidang konstruksi yang semakin maju dewasa ini, tidak akan terlepas dari teknologi atau teknik pengelasan karena mempunyai peranan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian (flow chat) Mulai Pengambilan Data Thi,Tho,Tci,Tco Pengolahan data, TLMTD Analisa Grafik Kesimpulan Selesai Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Lebih terperinci

RESUME PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN

RESUME PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN RESUME PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat kompetitif dari segi kehandalan, kekuatan, jangkauan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat kompetitif dari segi kehandalan, kekuatan, jangkauan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan aplikasi robot yang terus berkembang pesat dan sangat kompetitif dari segi kehandalan, kekuatan, jangkauan kemampuan maupun harganya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 5,9% di bulan Agustus 2014 (International Labour Organization Key

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 5,9% di bulan Agustus 2014 (International Labour Organization Key BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2010, Indonesia telah mengalami pergeseran pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya di dominasi oleh sektor pertanian menjadi sektor industri/manufaktur serta

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD. Pengantar

KUISIONER PENELITIAN PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD. Pengantar KUISIONER PENELITIAN No : PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD Pengantar Kuesioner ini disusun untuk melihat dan mengetahui tingkat penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam industri, teknologi konstruksi merupakan salah satu teknologi yang memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan manusia. Perkembangannya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN PENELITIAN Baja karbon rendah lembaran berlapis seng berstandar AISI 1010 dengan sertifikat pabrik (mill certificate) di Lampiran 1. 17 Gambar 3.1. Baja lembaran SPCC

Lebih terperinci

SUBMARGED ARC WELDING (SAW)

SUBMARGED ARC WELDING (SAW) SUBMARGED ARC WELDING Pengertian (SAW) Submerged Arc Welding (SAW) merupakan salah satu jenis pengelasan busur listrik dengan memanaskan serta mencairkan benda kerja dan elektroda oleh busur listrik yang

Lebih terperinci

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi permintaan konsumennya. Konsumen merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi permintaan konsumennya. Konsumen merupakan faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Keberadaan perusahaan, baik perusahaan jasa maupun manufaktur adalah untuk memenuhi permintaan konsumennya. Konsumen merupakan faktor yang sangat penting

Lebih terperinci

MENGELAS DENGAN PROSES PENGELASAN BUSUR BERPERISAI (SAW) LOG.OO

MENGELAS DENGAN PROSES PENGELASAN BUSUR BERPERISAI (SAW) LOG.OO MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR LOGAM MESIN SUB SEKTOR PENGELASAN MENGELAS DENGAN PROSES PENGELASAN BUSUR BERPERISAI (SAW) BUKU KERJA DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I. DIREKTORAT

Lebih terperinci

Analisa Perbandingan Kualitas Hasil Pengelasan Dan Struktur Mikro Material Aluminium 5083 Dan 6082 Menggunakan Metode Pengelasan GMAW Dan GTAW

Analisa Perbandingan Kualitas Hasil Pengelasan Dan Struktur Mikro Material Aluminium 5083 Dan 6082 Menggunakan Metode Pengelasan GMAW Dan GTAW TUG AS AK HIR Analisa Perbandingan Kualitas Hasil Pengelasan Dan Struktur Mikro Material Aluminium 5083 Dan 6082 Menggunakan Metode Pengelasan GMAW Dan GTAW DIS US UN OLEH : AC HMAD VENDY NAFIYANTO 4104.100.013

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR S T U DI LAJU KOROSI WELD JOINT M A T ERIAL PHYTRA AGASTAMA

TUGAS AKHIR S T U DI LAJU KOROSI WELD JOINT M A T ERIAL PHYTRA AGASTAMA TUGAS AKHIR S T U DI LAJU KOROSI WELD JOINT M A T ERIAL BAJA A 36 PADA U N DERWATER WELDING PHYTRA AGASTAMA 4305 100 027 DOSEN PEMBIMBING : Yeyes Mulyadi, ST. M.Sc. Ir. Heri Supomo, M.Sc. HOME LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Teknologi Dan Rekayasa TUNGSTEN INERT GAS WELDING (TIG / GTAW)

Teknologi Dan Rekayasa TUNGSTEN INERT GAS WELDING (TIG / GTAW) Teknologi Dan Rekayasa TUNGSTEN INERT GAS WELDING (TIG / GTAW) Pengesetan mesin las dan elektroda Tujuan : Setelah mempelajari topik ini, siswa dapat : Memahami cara mengeset mesin dan peralatan lainnya.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi

Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi B6 Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi Dani Urippan dan Eko Minarto Departemen Fisika, Fakultas Ilmu Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) e-mail: e.minarto@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri minyak dan gas (migas) merupakan salah satu industri penggerak perekonomian di dunia. Industri migas ini di bagi menjadi dua bagian yaitu upstream dimana melingkupi

Lebih terperinci

Pembimbing: Prof.Dr.Ir Abdullah Shahab, MSc (Nip: )

Pembimbing: Prof.Dr.Ir Abdullah Shahab, MSc (Nip: ) Pembimbing: Prof.Dr.Ir Abdullah Shahab, MSc (Nip:195204171979031002) pengaruh GTAW kecepatan Baja Plat perbedaan Tahan tipis, komposisi morfologi pengelasan, material karat, kualitas dan benda Paduan rasio

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN AWAL RANCANG BANGUN PEMINDAI BAWAH AIR (UNDERWATER) DENGAN SENSOR YANG MAMPU MENGIDENTIFIKASI OBYEK

ANALISIS DESAIN AWAL RANCANG BANGUN PEMINDAI BAWAH AIR (UNDERWATER) DENGAN SENSOR YANG MAMPU MENGIDENTIFIKASI OBYEK ANALISIS DESAIN AWAL RANCANG BANGUN PEMINDAI BAWAH AIR (UNDERWATER) DENGAN SENSOR YANG MAMPU MENGIDENTIFIKASI OBYEK Shanty Manullang, Agustinus P. Kindangen, Agus Setiawan Program Studi Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-80 Studi Eksperimental Pengaruh Model Sistem Saluran dan Variasi Temperatur Tuang terhadap Prosentase Porositas, Kekerasan dan

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa industri lepas pantai, peranan survei hidrografi sangat penting, baik dalam tahap perencanaan, tahap konstruksi maupun dalam tahap eksplorasi, seperti

Lebih terperinci