PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI LINDU PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI LINDU PROVINSI SULAWESI TENGAH"

Transkripsi

1 Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pengendalian... (Ahmad Erlan, et. al) DOI : /vk.v9i PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI LINDU PROVINSI SULAWESI TENGAH Ahmad Erlan*, Ningsi*, Ikhtiar** *Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Donggala Jl. Masitudju no. 58 Desa Labuan Panimba, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia ** Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi, Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia erlan3001@gmail.com COMMUNITY PARTICIPATION AND ROLE OF THE SCHISTOSOMIASIS CONTROL SYSTEM IN THE HIGH PLATE LINDU PROVINSI CENTRAL SULAWESI Naskah masuk :01 Agustus 2016 Revisi I : 27 Maret 2017 Revisi II : 15 Mei 2017 Naskah Diterima : 07 Oktober 2017 Abstrak Semakin banyaknya warga yang tidak melakukan pemeriksaan tinja untuk pemeriksaan schistosomiasis, menyebabkan tidak terdeteksi positif schistosomiasis dan mempengaruhi angka cakupan pemeriksaan tinja. Angka cakupan pemeriksaan tinja oleh masyarakat tahun 2009 adalah 64,17%, dan pada tahun 2010 turun menjadi 63,72%. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan peran serta masyarakat melalui peran kader dan tokoh masyarakat dalam meningkatkan cakupan pemeriksaan tinja untuk pemeriksaan schistosomiasis. Penelitian dilakukan selama sembilan bulan (Maret-Desember) 2011 di dataran Lindu, Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini adalah penelitian intervensi dan disajikan secara deskriptif. Sampel sebanyak 30 orang yang terdiri dari kader, guru sekolah dasar dan tokoh masyarakat. Intervensi dilakukan dengan memberikan pelatihan tentang shistosomiasis dan pentingnya pengumpulan tinja untuk mengetahui prevalensi schistosomiasis. Hasil penelitian menunjukkan, telah terjadi peningkatan peran serta masyarakat dalam cakupan pemeriksaan tinja pada dua desa perlakuan dibandingkan sebelum dilakukannya penelitian ini yaitu meningkat menjadi 80%. Banyaknya kendala bagi para kader dan tokoh masyarakat dalam memberikan kesadaran kepada masyarakat dalam upaya peningkatan cakupan pemeriksaan tinja salah satunya adalah, masyarakat merasa jenuh mengumpulkan stool tinja dengan berbagai faktor antara lain merasa malu, jijik dan sibuk bekerja. Kata Kunci: Schistosomiasis, peran serta masyarakat, peningkatan cakupan pemeriksaan tinja. Abstract Increasing numbers of people who do not participate on the stool examination for schistosomiasis lead to undetectable positive schistosomiasis and generate low coverage rate of the examination. In 2009, the rate of stool examination in in Lindu community was 64,17%, but it slighly decreased by 63,72% in The objective of the study was to describe the participation of the Lindu community through the role of cadres and toma in order to enhance the coverage rate of the stool examination for schistosomiasis. The present study was conducted for nine months (March December 2011) in Lindu, Sigi Regency of Central Sulawesi Province. An intervention research design was applied and presented descriptively. A total of 30 people was involved in thi study consisting of cadres, primary school teachers and community leaders. The intervention was introduced by providing training programme on shistosomiasis and increasing awareness of the stool examination to evaluate the prevalence of schistosomiasis. The results showed that the coverage rate of stool examination 101

2 Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: conducted by the community increased by 80% in two treated villages. There were some problems faced by the cadres and community leaders during the examination. Many people remain reluctant to collect their stool, get bored, feel disgusted and busy. Keywords: Schistosomiasis, community participation, increased coverage stool examination. PENDAHULUAN Studi menjelaskan bahwa persepsi individu dan masyarakat, sikap terhadap schistosomiasis, dan perilaku kebersihan merupakan faktor penting untuk mencegah schistosomiasis (Liu et al., 2014). Walaupun prevalensi pada manusia telah rendah tetapi akan terjadi reinkfeksi secara terus menerus, karena hewan seperti tikus ikut juga terinfeksi schistosomiasis. Siput (keong) dapat hidup di daerah yang lembab tidak terlalu banyak air dan tidak terlalu kering, sehingga apabila habitat keong dikeringkan dan diubah menjadi kebun atau sawah yang selalu tergenang air, keong tidak dapat hidup (Sudomo and Pretty, 2007). Di Indonesia fluktuasi prevalensi schistosomiasis naik turun setiap tahunnya. Prevalensi infeksi pada manusia tahun 2008 adalah sebesar 2,11% dan terus meningkat cukup tinggi yaitu 2,47 % tahun 2009 dan bahkan meningkat lagi menjadi 3,22% pada tahun Begitu pula angka cakupan pemeriksaan tinja oleh masyarakat semakin menurun, tahun 2009 sebanyak 64,17 % dan pada tahun 2010 turun menjadi 63,72 % (Dinkes Propinsi Sulawesi Tengah, 2012). Hal ini tidak sesuai dengan target yang diharapkan oleh program kesehatan setempat yang menginginkan pencapaian 80 sampai 95%, sehingga banyak dari warga Lindu yang tidak terdeteksi positif schistosomiasis. Meningkatnya prevalensi dan menurunnya angka cakupan pemeriksaan tinja oleh masyarakat merupakan suatu masalah yang akan merugikan masyarakat dan penentu kebijakan kesehatan. Kerugian bagi masyarakat adalah semakin banyaknya masyarakat yang tidak terdeteksi positif schistosomiasis, sehingga dalam pemberian pengobatan hanya dilakukan pada warga yang mengumpulkan tinjanya. Sebagian masyarakat Lindu telah menganggap schistosomiasis adalah penyakit biasa. Sikap masyarakat yang semakin merasa jenuh dengan kegiatan pengumpulan tinja, sangat mempengaruhi upaya program kesehatan dalam pengendalian schistosomiasis. Pengetahuan (koginitif) bahaya atau tidaknya suatu penyakit akan mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit (Notoatmodjo, 2012). Peran serta masyarakat adalah suatu bentuk bantuan masyarakat dalam hal pelaksanaan upaya kesehatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitattif dalam bentuk bantuan tenaga, dana, sarana, prasarana serta bantuan moralitas sehingga tercapai tingkat kesehatan yang optimal.peran serta masyarakat adalah proses untuk; (1) menumbuhkan dan meningkatkan tanggung jawab individu, keluarga terhadap kesehatan dirinya, keluarganya dan masyarakat. (2) mengembangkan kemampuan untuk berkontribusi dalam pembangunan kesehatan, sehingga individu / keluarga tumbuh menjadi perintis pembangunan (agent of development) yang dilandasi semangat gotong royong (Erfandi, 2008). Pengembangan peran serta masyarakat tidak terlepas dari proses pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung suatu program pengendalian kasus (Notoatmodjo, 2005). Meskipun belum ada ukuran kontrol baru untuk penyakit ini, perubahan epidemiologi, dan reformasi dalam penyelenggaraan layanan kesehatan telah menyebabkan beberapa modifikasi metodologi dan manajemen dalam upaya pengendalian penyakit ini (Amaral et al., 2006). Upaya yang pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten adalah membentuk kader schistosomiasis yang berfungsi mengedarkan dan mengumpulkan stool tinja masyarakat dan hasilnya sudah cukup baik. Begitu pula dalam hal pemberantasan areal fokus keong, beberapa lokasi fokus telah diberantas dengan melakukan penimbunan fokus dan perbaikan saluran air, namun upaya program kesehatan tersebut terhambat karena keterbatasan dana (Jastal dkk, 2008). Dukungan dari lintas sektor dan sosialisasi kemasyarakat semakin berkurang. Hal ini terjadi karena penanggulangan schistosomiasis hanya dibebankan pada sektor kesehatan saja (Notoatmodjo, 2012). Sudah lima tahun terakhir ini kader di dataran Lindu sudah tidak aktif lagi. Salah satu permasalahan yang mengakibatkan kader sudah tidak aktif adalah karena kurangnya sosialisasi tentang fungsi dan peran kader. Faktor usia yang tidak memungkinkan lagi mereka untuk bekerja, serta kader sudah dibiasakan dengan bantuan, sehingga pada saat bantuan tersebut terhenti aktifitas kader mulai berkurang. 102

3 Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pengendalian... (Ahmad Erlan, et. al) Permasalahan dalam penanggulangan schistosomiasis khususnya dalam upaya meningkatkan cakupan pemeriksaan tinja oleh masyarakat adalah, dengan peran serta masyarakat. Bentuk peran serta masyarakat yang diharapkan adalah, kesadaran individual dalam menumbuhkan tanggung jawab bersama dengan memberikan motivasi warga dalam meningkatkan cakupan pemeriksaan tinja, meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku positif masyarakat dalam kaitannya dengan schistosomiasis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan salah satu cara dalam upaya meningkatkan cakupan pemeriksaan tinja masyarakat dengan peran serta kader, guru SD dan tokoh masyarakat. Kader terpilih siap berpartisipasi tanpa mengharapkan imbalan dan hanya atas dasar kesadaran individul. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di dataran tinggi Lindu Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah, pada bulan Maret-Desember tahun Lokasi penelitian di dataran Lindu di 4 desa yaitu Desa Puroo dan Desa Anca sebagai desa perlakukan. Desa Langko dan Desa Tomado sebagai desa kontrol. Penelitian ini adalah jenis penelitian intervensi yaitu memberikan materi pelatihan mengenai schistosomiasis kepada kader, guru SD dan tokoh masyarakat dengan memberikan gambaran secara deskriptif. Sampel penelitian adalah kader dan tokoh masyarakat sebanyak 30 orang. Kader dibentuk sebanyak 10 orang dari masing-masing desa perlakukan, total kader berjumlah 20 orang. Pendidikan kader minimal tamat SD, pernah ikut dalam kegiatan-kegiatan sosial di Desa Lindu dan secara sukarela menjadi kader schistosomiasis. Keterlibatan tokoh masyarakat bertugas untuk mengontrol tugas dan keaktifan tiap kader dan juga berfungsi untuk membantu para kader mensosialisasikan pengetahuan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan kesadaran kesehatan masyarakat dan juga meningkatkan cakupan pemeriksaan tinja. Pembentukan kader bertugas secara operasional mencatat keluarga yang menjadi binaannya, membagi dan mengumpulkan stool tinja kepada warga binaannya, memberikan penyuluhan terhadap warganya. Pemberdayaan tokoh pendidik bertugas un tuk membantu mensosialisasikan pengetahuan me ngenai schistosomiasis tentang penyebabnya, cara pen cegahannya, gejala yang diderita ketika terkinfeksi, dan berbagai macam informasi. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak sedini mungkin dapat menerima informasi tersebut dan dapat menjaga atau mencegah terjangkitnya schistosomiasis khususnya terhadap diri mereka sendiri. Pemberdayaan tokoh Adat, Agama dan tokoh pemuda bertugas memberikan legitimasi politik lokal dan keyakinan terhadap keberadaan para kader. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang lainnya tidak melecehkan tugas dan keberadaan kader, bahkan sebaliknya justru menempatkannya pada kedudukan yang mulia di tengah-tengah masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan kuesioner kepada kader dan toma masing-masing sebanyak 5 orang. Intervensi dilakukan dengan memberikan materi pelatihan kepada kader, guru SD dan tokoh masyarakat. Wawancara dilakukan sebelum pemberian materi schistosomiasis oleh tim peneliti bekerjasama dengan petugas kesehatan setempat. FGD (fokus grup diskusi) dilakukan sekali kepada kader, guru SD dan tokoh masyarakat. Total peserta FGD berjumlah 30 orang. Pemeriksaan tinja kepada seluruh masyarakat yang berumur 2 tahun keatas di dataran tinggi Lindu dilakukan oleh petugas kesehatan setempat. Pembentukan kader adalah bentuk intervensi yang dilakukan di dua desa yaitu Desa Puroo dan Anca sebagai desa perlakuan. Prosedur kerja dalam penelitian ini adalah, membentuk kader secara langsung oleh tokoh-tokoh masyarakat, wawancara, pemberian materi schistosomiasis kepada kader, guru SD dan toma oleh tim peneliti dan petugas kesehatan. Tugas dan fungsi kader adalah memberikan penyuluhan terkait schistosomiasis pada kelompok rumah tangga yang menjadi binaannya, berpartisipasi dalam membagikan dan mengumpulkan stool tinja. Tugas dan fungsi tokoh masyarakat adalah, memberikan penyuluhan kepada masyarakat pada tempat-tempat ibadah, dan disetiap kegiatan sosial desa, mengontrol kader dalam melakukan kegiatan pembagian dan pengumpulan stool tinja masyarakat. Guru SD bertugas memberikan penyuluhan kepada siswa-siswanya agar mereka mau mengumpulkan tinjanya dalam mendukung keberhasilan pengendalian schistosomiasis. HASIL Dataran Tinggi Lindu berjarak ± 100 Km arah Selatan Kota Paludenganluas wilayah ha, ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Republik Indonesia No.522/Kpts/Um/10/1973. Dataran tinggi lindu merupakan daerah dengan topografi yang relatif bervariasi, dari dataran sampai perbukitan. Sebagian besar wilayah dataran tinggi Lindu merupakan kawasan hutan taman nasional dan perairan berupa danau yang dikenal dengan Danau Lindu, sedangkan selebihnya merupakan sawah, perkebunan cokelat, kopi, dan semak belukar.dataran Tinggi Lindu terbagi 103

4 Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: dalam empat desa yaitu desa Puroo, Langko, Tomado dan Anca. Desa Tomado memiliki bagian wilayah yang luas dibanding Desa Anca, Langko dan Puroo. Bagian wilayah Desa Tomado terdiri dari Dusun Kanawu, Kangkuru dan Salutui. Jumlah penduduk Desa Lindu sebanyak 4690 jiwa yang terdiri dari laki-laki 2495 orang dan perempuan 2195 orang. Hasil FGD dengan kelompok tokoh masyarakat dan beberapa kader sebagai berikut, schistosomiasis bagi masyarakat Lindu sudah dianggap biasa saja seperti penyakit lainnya. Walaupun schistosomiasis merupakan ancaman, dalam pemikiran orang Lindu menganggap bahwa penyebab kematian bukan hanya karena schistosomiasis tetapi mungkin karena sebab atau penyakit lain.terkait dengan pemeriksaan tinja, bahwa beberapa komunitas di Lindu merupakan penduduk musiman seperti di desa Puroo dan Anca mereka rata-rata tinggal di Desa Kulawi dan Sedonta, sehingga pada saat pembagian dan pengumpulan stool tinja mereka tidak berada di Lindu. Orang lindu terpapar schistosomiasis pada saat mereka melewati areal persawahan dan aliran air yang berasal dari fokus, kemungkinan terpapar schistosomiasis sangat besar. Kondisi lainnya saat ini adalah khususnya di desa Puroo penggunaan sumber air untuk kebutuhan rumah tangga masih diperoleh dari sumber air yang berasal dari aliran air fokus keong. Masih banyak warga Lindu yang tidak memiliki sarana MCK (mandi cuci kakus) mereka ratarata masih menggunakan air sungai untuk keperluan mandi dan buang air besar. Schistosomiasis adalah penyakit yang sangat mengancam kesehatan masyarakat Lindu dan sekaligus mengancam kehidupan sosialnya. Betapa tidak, penyakit ini secara biomedis mengganggu secara perlahan kondisi fisik manusia dan bila tidak diobati dengan segera akan menyebabkan tingkat keparahan yang lebih tinggi sehingga dapat mengganggu aktifitas dinamis mencari penghidupan. Semua penyakit juga akan mengganggu aktifitas keseharian setiap orang, namun bagi Orang Lindu penyakit ini seolah memberikan kondisi sosial yang negatif bagi yang menderita yakni rasa malu. Karena adanya rasa malu ini sehingga juga berdampak pada keengganan masyarakat untuk mengetahui tentang lebih dalam tentang penyakit ini. Bahkan masyarakat lebih banyak berusaha menyembunyikan penyakit tersebut. Seperti penuturan informan tokoh masyarakat: penyakit ini sudah lama diderita orang Lindu, bahkan sudah banyak yang menjadi korban, tetapi banyak yang tidak mau memeriksakan atau tidak mau tahu karena adanya rasa malu kalau terdeteksi penyakit ini, saya sendiri tidak tahu kenapa orang menjadi malu kalau terkena penyakit ini, saya menduga mungkin dulunya orang yang terkena yang saya dengar perutnya buncit membesar, barangkali itu yang membuat orang malu bagi siapapun yang menderitanya. Penanganan schistosomiasis dulu dengan sekarang berbeda karena dulunya merupakan bagian dari proyek. Setelah proyek berakhir maka secara perlahan-lahan aktivitas kader mulai berkurang. Kader sudah dibiasakan dengan bantuan. Kendala lainnya yang sering dihadapi oleh petugas kesehatan adalah, masyarakat sengaja dan sering lupa mengisi dan mengumpulkan stool tinja.kadang juga lupa mengembalikan atau mengisi tinjanya. Dan sebaliknya kader tidak mengumpulkan kembali stool tinja. Kendala yang sering dihadapi kader adalah masalah luas wilayah kerjanya, pembagian dan pengumpulan dilakukan berulang-ulang sehingga kader merasa capek, lokasi pembagian dan pengumpulan berjauhan dari lokasi tempat tinggalnya. 1. Cakupan Pemeriksaan Tinja di Dataran Tinggi Lindu Sebelum dan sesudah Intervensi Survei tinja dilakukan oleh Dinas kesehatan Kabupaten Sigi, bekerja sama dengan petugas Laboratorium schistosomiasis Lindu.Hasil survei tinja setelah intervensi di desa perlakuan mengalami peningkatan dibandingkan desa kontrol.data survey tinja sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 104

5 Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pengendalian... (Ahmad Erlan, et. al) Tabel 1. Data Survey Tinja Sebelum IntervensiTahun 2009 dan 2010 dan Sesudah Intervensi Tahun 2011 Desa Tahun Jmlh Persentase Jumlah Persentase Jumlah Jmlh pddk2 pddk yang Jmlh pddk positif Positif Penduduk thn ke atas diperiksa diperiksa japonicum Japonicum ,5 9 2,75 Anca , , ,85 9 1, ,7 32 2,35 Puroo , , , , ,7 8 1,90 Tomado , , , , ,7 17 3,02 Langko , , ,56 3 0,76 Sumber: Data sekunder Dapat dilhat pada tabel 1, hasil survey tinja di Desa Anca setelah intervensi meningkat menjadi 84,85 % (2011) dan desa Puroo 86,34 (2011). Nilai cakupan survey tinja ini meningkat setelah pembentukan dan pelatihan kader, guru dan toma. Sebelum pembentukan kader dan toma hasil pemeriksaan tinja di desa Anca dan Puroo hanya berkisar 70 %. Namun dapat dilihat hanya terjadi perbedaan sedikit jumlah cakupan pemeriksaan tinja antara Desa Puroo (desa intervensi) dengan Desa Tomado (desa kontrol). Dapat dilihat pula pada gambar 1, prevalensi schistosomiasis setelah intervensi mengalami penurunan di Desa Anca dan Puroo yang merupakan desa intervensi. Penurunan prevalensi ini terjadi pula pada Desa Tomadoyang merupakan desa kontrol. 2. Wawancara Mendalam dengan Tokoh-Tokoh Masyarakat - Kader Wawancara mendalam dilakukan pada petugas Gambar 1. Presentasi Positif Schistosomiasis tahun 2009, 2010 dan

6 Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: kesehatan setempat, sekretaris desa dan tokoh masyarakat lainnya. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan mengenai apa yang sudah pernah dilakukan khususnya pemberdayaan kader, bahwa dulunya sudah ada pembentukan kader, namun kurang lebih lima tahun terakhir ini kader sudah tidak berfungsi lagi, karena tidak adanya kompensasi lagi serta usia mereka sudah tidak memungkinkan untuk bekerja. Kader diberikan bantuan berupa pemberian sepeda, payung, sepatu bot, sarung tangan dan baju kaos. Namun setelah bantuan tersebut sudah tidak berfungsi peran kader mulai berkurang dan bahkan sampai saat ini sudah tidah aktif lagi. Hal ini yang menghambat program dalam kegiatan penanggulangan schistosomiasis khususnya peran kader sudah tidak aktif setelah bantuan yang diberikan sudah tidak berfungsi lagi. Mereka sudah terbiasa dengan bantuan, sehingga mempengaruhi program untuk menindaklanjuti peran mereka. Seperti ungkapan salah satu informan kader lama sebagai berikut : Sudah sepuluh tahun kami jadi kader yang dulunya kami aktif, namun karena tidak adanya sosialisasi lagi atau penyegaran dari petugas kesehatan setempat, maka kami sudah tidak aktif lagi. Sudah berkurangnya kompensasi yang diberikan sehingga kami tidak mampu lagi bekerja. Menurut petugas kesehatan setempat mereka sudah merasa berat hati untuk menyuruh kader bekerja, dengan beban pekerjaan yang menurut mereka sangat berat khususnya membagi dan mengumpulkan stool tinja, karena tidak adanya kompensasi lagi, dan dana petugas kesehatan setempat sangat terbatas hanya pada kegiatan survei tinja saja, sehingga petugas laboratorium schistosomiasis bekerja sendiri tanpa melibatkan kader lagi. Peran serta masyarakat tidak diukur dengan pemberian bantuan. Kesadaran individual merupakan hal yang sangat penting dalam pencegahan suatu penyakit. Menurut informan berkaitan dengan pemberdayaan kelompok masyarakat seperti toma dalam penanggulangan schistosomiasis belum pernah dilakukan, yang ada hanya kelompok masyarakat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya seperti, perlakuan sanski (ginvu) adat bagi yang melanggar dan kegiatan keagamaan lainnya. PEMBAHASAN Peran serta kader dan tokoh masyarakat yang telah dilatih telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan cakupan pemeriksaan tinja masyarakat di desa perlakuan. Meskipun para kader belum dapat melaksanakan tugasnya dengan sempurna, karena masih adanya hambatan-hambatan dari masyarakat itu sendiri, dimana saat pengumpulan tinja, beberapa warga belum mengumpulkan stool tinja walaupun sudah ditentukan batas pengumpulan tinja, dan pada saat ditemui orang yang bersangkutan tidak berada di tempat. Rata-rata warga yang tidak mengumpulkan stool tinja karena sedang berada di kebun dan di sawah. Menurut informan tokoh masyarakat, kesadaran masyarakat cukup baik dalam mengumpulkan tinja, akan tetapi masyarakat seringkali dihadapkan pada permasalahan saat pengambilan stool tinja ratarata warga sedang tidak berada di rumah. Olehnya itu kedepannya tokoh masyarakat dan kader akan berupaya semaksimal mungkin untuk menggerakkan masyarakatnya mengumpulkan tinja hingga mencapai 90%. Menurut informan belum pernah dilakukan pemberian materi tentang schistosomiasis kepada kader lama, mereka langsung dibentuk dengan fungsi sebagai pengumpul stool tinja. Pembagian poster dan liflet pada masyarakat belum pernah dilakukan, hanya sosialisasi tentang schistosomiasis dan itu sudah cukup lama, sedangkan semakin hari semakin banyak pergantian generasi-generasi muda yang belum tahu schistosomiasis. Pemberantasan daerah fokus sudah dilakukan, namun karena dana yang sangat terbatas pemberantasan daerah fokus berupa menimbun tempat fokus dengan tanah belum bisa dilakukan adapun mengaliri genangan-genangan air yang memungkinkan keong berkembang biak di tempat-tempat tersebut sudah dilakukan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan di Brasil, faktor risiko yang dievaluasi dalam studi ini memperkuat dampak penyakit ini di daerah endemik Negara Bagian Pernambuco, hal yang menarik perhatian bahwa pengobatan dan pendidikan merupakan faktor pencegahan penyakit ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan perlunya menerapkan intervensi pendidikan sosial, sanitasi, dan kesehatan yang ditujukan pada schistosomiasis untuk mengurangi atau mencegah terjadinya penyakit, yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (Silva, Leal and Domingues, 2013). Sikap dan prilaku masyarakat dengan rasa malu membuat masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang memadai baik dari segi pencegahan dan juga pengobatannya. Dari segi pencegahan misalnya, masyarakat pada saat turun beraktifitas di daerah yang teridentifikasi sebagai fokus schistosomiasis banyak di antara mereka yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), seperti pada saat turun ke sawah. Mereka 106

7 Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pengendalian... (Ahmad Erlan, et. al) tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat turun ke lahan persawahan dan kebun dengan beberapa alasan, (1). Mereka tidak memiliki pengetahuan bahwa dengan menggunakan APD maka mereka akan terlindungi dari potensi atau kemungkinan terjangkitnya schistosomiasis ke dalam tubuhnya; (2). Mereka tidak memiliki kemampuan secara ekonomi untuk membeli peralatan berupa APD yang dapat mencegah mereka dari bersentuhan langsung dengan keong yang ada di wilayah fokus; (3). Di antara mereka pada dasarnya sudah ada yang memiliki pengetahuan tentang penyebab terjadinya schistosomiasis, wilayah-wilayah yang menjadi fokus keong dan cara pencegahannya, namun pengetahuan yang mereka miliki tidak dibarengi dengan kesadaran pentingnya mencegah penyakit dengan menggunakan alat pelindung diri pada saat beraktifitas khususnya di daerah fokus. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pencegahan shistosomiasis berpengaruh terhadap cakupan pemeriksaaan tinja. Cakupan pemeriksaan tinja menurut keterangan dari petugas laboratorium menjelaskan bahwa, pemeriksaan tinja sangat rendah, padahal kasus penderita penyakit tersebut masih sangat besar. Hampir semua anggota keluarga sudah diberikan stool tinja, tetapi aplikasi pengembalian stool tersebut sangat rendah. Bahkan ada yang didatangi langsung diminta untuk mengisi stoolnya dengan tinja tetapi tetap tidak mengisi dengan berbagai alasan, kasus yang banyak ditemui adalah, warga yang sudah diberikan stool tinja secara bersamaan sedang tidak ada di tempat, keluar daerah Lindu seperti ke Palu atau ke wilayah lain. Kasus lain kaum muda yang memang tidak mau dengan berbagai alasan, misalnya jijik, malu. Sejumlah kasus tersebut kemudian menjadi faktor yang sangat determinan dalam mendorong peningkatan cakupan pemeriksaan tinja di wilayah Lindu, dengan peran serta masyarakat melalui pemberdayaan tokoh-tokoh masyarakat dan kader. Atas dasar berbagai kasus di atas yang menjadi faktor penghambat rendahnya cakupan pemeriksaan tinja maka melalui studi ini merekomendasikan perlakuan dalam bentuk model penanganan dengan melibatkan masyarakat setempat menjadi pelaku/ foluntir yakni menjadi kader. Pembentukan kader dan toma ini tentunya diharapkan meningkatkan partisipasi masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa kurangnya pengetahuan terhadap schistosomiasis tersebut menyebabkan terbentuknya stereotipe negatif terhadap penyakit schisto dan akan mempengaruhi peran serta yang aktif dari setiap orang untuk menyerahkan tinjanya melalui stool tinja yang sudah disediakan oleh petugas laboratorium. Studi yang telah dikembangkan, menemukan suatu ouput yang menggembirakan, karena dalam penelitian ini juga sudah dilakukan sosialisasi. Melalui sosialisasi dan memberikan otoritas pada para kader dan tokoh-tokoh masyarakat serta guru dalam mensosialisasikan berbagai informasi yang berkaitan dengan schistosomiasis. Hasil penelitian ini menunjukkan angka cakupan pemeriksaan tinja masyarakat mulai meningkat mencapai 80% setelah dilakukan pembentukan kader baru melalui peran tokoh-tokoh masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ernest Tambo, dkk yang menyatakan bahwa keterlibatan dan partisipasi masyarakat, pendidikan kesehatan dan pemahaman pada masyarakat sangat penting dalam program eliminasi schistosomiasis nasional yang berkelanjutan dan sampai pada pemberantasan secara tuntas (Ernest Tambo, Jia Tei-Wu, Xiao Ning, Wei Hu, 2017). Secara psikologis mereka yang terkena penyakit ini tidak lagi terpenjara secara sosial budaya dari stereotipe negatif yang ada selama ini dimasyarakat, bahwa schistosomiasis merupakan penyakit yang memalukan dan tidak pantas diketahui oleh banyak orang.kader juga memberikan peran yang cukup strategis.kader selain telah mampu memberikan kontribusi langsungnya dalam meningkatkan cakupan pemeriksaan tinja. Informasi tentang schistosomiasis yang mereka dapatkan saat pelatihan sudah mampu mereka informasikan kepada masing-masing rumah tangga di bawah naungannya minimal kepada orang-orang terdekat yang ada disekitar mereka. Pada saat evaluasi peran kader, sejumlah kader secara aktif memberikan beragam masukan atas berbagai macam kendala dan kelemahan yang harusnya diperbaiki untuk mencapai tujuan. Artinya dengan proses dan model yang telah diberikan, capaiannya bukan hanya mampu meningkatkan cakupan pemeriksaan tinja, tetapi juga bisa meningkatkan kemampuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya schistosomiasis, selain itu dan yang paling penting adalah model yang diterapkan telah mendekonstruksi pemahaman negatif yang selama ini melingkupi masyarakat bahwa penyakit schistosomiasis adalah penyakit yang gampang di obati, tidak berbahaya dan memalukan yang tidak perlu diketahui oleh banyak orang. Satu aturan khusus yang ditawarkan oleh para kader dan toma adalah, tidak memberikan obat bagi warga masyarakat yang tidak menyerahkan tinjanya ataupun yang mengeluh jika ada gejala-gejala schistosomiasis, walaupun orang tersebut telah terindikasi menderita schistosomiasis. Selain peran kader yang cukup baik, tokoh masyarakat memiliki peran yang sangat baik pula terhadap peningkatan cakupan pemeriksaan tinja 107

8 Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: masyarakat. Tokoh masyarakat akan memberikan sanksi kepada kader yang tidak aktif dalam pengumpulan stooltinja, dengan tidak memberikan pengobatan gratis kepada kader dan anggota keluarganya, karena salah satu konstribusi yang diberikan kepada kader yang aktif adalah dengan memberikan pengobatan gratis kepada kader dan anggota keluarganya. Bukan hanya kader yang diberikan sanksi, tokoh masyarakat bekerjasama dengan petugas laboratorium schisto Lindu, untuk memberikan sanski kepada warga yang tidak mengumpulkan stool tinja dengan tidak memberikan obat, meskipun warga tersebut memiliki gejala-gejala klinis schistosomiasis. Hal ini dilakukan untuk kebaikan masyarakat sendiri, karena prevalensi schistosomiasis semakin hari bukannya menurun malah semakin meningkat, dan jika masyarakat tidak aktif mengumpulkan tinjanya, penularan schistosomiasis akan terus menjadi ancaman bagi warga Lindu (Sudomo, 2008). Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa reaksi masyarakat terhadap inovasi baik berupa inovasi dalam bidang teknik, kesehatan, maupun kebudayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adanya kemanfaatan ide baru tersebut. Tokoh masyarakat dan masyarakat umumnya akan lebih mudah menerima suatu inovasi yang dapat dibuktikan kemanfaatannya secara nyata daripada sesuatu yang abstrak (Solita Sarwono, 2004). Di Cina pemberantasan dilakukan dengan mengutamakan peran serta masyarakat, serta pembangunan daerah endemis schistosomiasis secara besar-besaran. Semua habitat siput O.h hupensis telah berubah sehingga siput tersebut tidak dapat hidup lagi, contohnya tempat habitat O.h. hupensis di Wuxi sudah dirubah menjadi tempat wisata, sehingga tidak ada satu meterpun tempat siput untuk hidup. Hal tersebut dapat dilakukan dengan baik karena ada komitmen dari berbagai pihak untuk bersama secara lintas sektor melakukan pemberantasan schistosomiasis (Sudomo and Pretty, 2007). Lebih dari 60 tahun kerja keras dan usaha, Republik Rakyat Cina telah mencapai prestasi yang cukup besar dan mengurangi morbiditas dan prevalensi penyakit ini ke tingkat terendah yang pernah tercatat, terutama sejak diperkenalkannya strategi pengendalian terpadu yang baru pada tahun 2004 (Yang et al., 2016). Meskipun peran serta masyarakat di dataran tinggi Lindu masih sebatas pada peran serta masyarakat dalam pengumpulan tinja dan pencegahan terhadap penyakit, namun untuk pemberantasan siput (keong) akan sangat sulit dilakukan, karena ada beberapa daerah fokus yang sangat sulit untuk dijangkau dan diberantas, dan itu sangat membutuhkan bantuan dari berbagai lintas sektor. Sementara di Indonesia masih sulit untuk berhasil seperti di Cina karena masing-masing sektor masih berjalan sendiri-sendiri dalam pemberantasan schistosomiasis. Keberhasilan pemberantasan schistosomiasis tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan tapi harus didukung oleh lintas sektor. Sebagaimana yang dikemukan oleh Shi-Zhu Li bahwa kejadian infeksi schistosomiasis akut menurun secara signifikan dari tahun 2005 sampai 2012, dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penularan lokal yang berkelanjutan dari schistosomiasis telah berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian schistosomiasis secara terpadu antara pemerintah dan masyarakat telah memainkan peran yang signifikan dalam pengurangan beban penyakit, baik dalam pengendalian morbiditas maupun tahap pengendalian infeksi (Li et al., 2014). Selanjutnya promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan masih akan menjadi strategi yang efektif dan salah satu intervensi dalam program pengendalian nasional untuk schistosomiasis (Chen et al., 2016). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebelum dilakukan penelitian ini angka cakupan pemeriksaan tinja masyarakat Lindu hanya mencapai 60 sampai 70%. Namun setelah dilakukan intervensi berupa pembentukan kader dan pemberdayaan tokoh-tokoh masyarakat, cukup memberikan hasil yang memuaskan dalam upaya peningkatan cakupan pemeriksaan tinja hingga mencapai 80%. Kader lama sudah tidak aktif lagi disebabkan karena faktor usia yang memungkinkan mereka tidak mampu lagi bekerja, bahkan ada yang sudah meninggal. Berdasarkan hal tersebut sehingga dibentuklah kader baru, dan untuk memperkuat peran dari kader maka dilibatkan juga guru SD dan tokoh masyarakat. Saran Penelitian ini sangat penting untuk dipahami sebagai acuan dalam penanggulangan schistosomiasis oleh penentu kebijakan kesehatan. Keberhasilan program pengendalian schistosomiasis perlu dukungan dari seluruh masyarakat dengan melibatkan tokoh masyarakat dan guru SD sehingga kegiatan kader dalam pengumpulan tinja bisa mencapai target. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini mulai dari awal sampai berakhirnya penelitian. Ucapan terima kasih terutama kepada Kepala Balai Libang P2B2 Donggala, 108

9 Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pengendalian... (Ahmad Erlan, et. al) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi beserta staf yang turut serta dalam pelaksanaan penelitian, Kepala Puskesmas Lindu, Petugas Laboratorium schistosomiasis di Dataran Lindu,Tokoh-tokoh masyarakat dan kader yang bersedia menjadi informan dan berpartisipasi dalam penelitian ini. DAFTAR KEPUSTAKAAN Amaral, R. S. et al. (2006) An analysis of the impact of the Schistosomiasis Control Programme in Brazil, Memorias do Instituto Oswaldo Cruz, 101(1), pp doi: /S Chen, L. et al. (2016) Health Education as an Important Component in the National Schistosomiasis Control Programme in The People s Republic of China., Advances in parasitology, 92, pp doi: /bs.apar Dinkes Propinsi Sulawesi Tengah (2012) Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah Tahun Erfandi (2008) Peran Serta masyarakat. Available at: (Accessed: 23 September 2010). Ernest Tambo, Jia Tei-Wu, Xiao Ning, Wei Hu, Z. X.-N. (2017) Journal of Microbiology and Infectious Diseases, Journal of Microbiology and Infectious Diseases, 7(2), pp doi: /ahinjs Jastal dkk (2008) Analisis Spasial Epidemiologi Schistosomiasis dengan Menggunakan Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Sulawesi Tengah. Donggala. Li, S. Z. et al. (2014) Reduction Patterns of Acute Schistosomiasis in the People s Republic of China, PLoS Neglected Tropical Diseases, 8(5). doi: /journal.pntd Liu, L. et al. (2014) Knowledge of, attitudes towards, and practice relating to schistosomiasis in two subtypes of a mountainous region of the People s Republic of China., Infectious diseases of poverty, 3(1), p. 16. doi: / Notoatmodjo, S. (2005) Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2012) Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset. Silva, P. C. V., Leal, T. V. and Domingues, A. L. C. (2013) Treatment and education reduce the severity of schistosomiasis periportal fibrosis, Revista da Sociedade Brasileira de Medicina Tropical, 46(4), pp doi: / Solita Sarwono (2004) Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sudomo, M. (2008) Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan. Sudomo, M. and Pretty, M.. S. (2007) Pemberantasan Schistosomiasis di Indonesia, Buletin Penelitian Kesehatan, 35 No. I. Yang, Y. et al. (2016) Integrated Control Strategy of Schistosomiasis in The People s Republic of China, in Advances in Parasitology, pp doi: /bs.apar

10 110 Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017:

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) Paru merupakan salah satu jenis penyakit generatif yang telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang menyerang

Lebih terperinci

Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah Pengetahuan Masyarakat Lindu... ( Ningsi dan Ikhtiar Hatta) Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah Community Knowledge on Schistosomiasis in Lindu, Sigi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 215 Anggun Wiwi Sulistin*, I Nyoman Widajadnya** *Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013,

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENCEGAH PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DI DUA DESA DI DATARAN TINGGI NAPU KAPUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2010 FACTORS RELATED TO COMMUNITY

Lebih terperinci

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data) Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 4, Desember 2013 Hal : 175-180 Penulis : 1. Junus Widjaja 2. Hayani Anastasia 3. Samarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (www.datastatistik-indonesia.com)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (www.datastatistik-indonesia.com) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan tumpuan bagi masa depan bangsa. Mereka merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 Rasyika Nurul 1, Muh. Jusman Rau 2, Lisdayanthi Anggraini 2 1.Bagian Promosi Kesehatan, Program Studi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT LINDU TERKAIT KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH

PENGETAHUAN DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT LINDU TERKAIT KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH PENGETAHUAN DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT LINDU TERKAIT KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH KNOWLEDGE AND BEHAVIOUR HEALTH SCHISTOSOMIASIS AT HIGHLANDS COMMUNITY SIGI LINDU IN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

Mujiyanto* ), Jastal **)

Mujiyanto* ), Jastal **) PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM IDENTIFIKASI FOKUS BARU SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Mujiyanto* ), Jastal **) *) Balai

Lebih terperinci

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI Kegiatan Infeksi cercaria Schistosoma japonicum pada hewan coba (Tikus putih Mus musculus) 1. Latar belakang Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. Ada tiga spesies Schistosoma yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Malaria Report (2011) menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang merupakan hak dasar dan tidak bisa diganggu gugat dalam keadaan apapun. Namun dalam kenyataannya keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Visi pembangunan kesehatan yaitu hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat diantaranya memiliki kemampuan hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

Lebih terperinci

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni**

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** THE TRANSMISSION OF SCHISTOSOMIASIS IN DODOLO AND MEKARSARI VILLAGES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu investasi setiap manusia untuk bersosialisasi secara baik dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, tuntutan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang, agar dapat mewujudkan derajad kesehatan yang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian luar biasa (KLB) suatu penyakit memberikan dampak kerugian yang signifikan terhadap kesehatan, ekonomi maupun sosial. Ketika terjadi KLB, ilmu kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan perilaku yang dilakukan seseorang untuk selalu memperhatikan kebersihan, kesehatan, dan berperilaku sehat. Program PHBS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, serta dapat. menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, serta dapat. menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit infeksi pada balita adalah diare.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PROGRAM ODF (OPEN DEFECATION FREE) DENGAN PERILAKU BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PROGRAM ODF (OPEN DEFECATION FREE) DENGAN PERILAKU BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PROGRAM ODF (OPEN DEFECATION FREE) DENGAN PERILAKU BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN Cici Violita Dewi Cintya Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Selain menimbulkan masalah kesehatan penyakit kusta juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis banyak menghadapi masalah kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu penyakit

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi dari negara yang beriklim sedang, kondisi ini

Lebih terperinci

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 e-issn : 2443-3977 Volume 15 Nomor 1 Juni 2017 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah satu penyakit parasitik tertua di dunia. Penyakit menular ini bersifat menahun yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi parasit yaitu Plasmodium yang menyerang eritrosit.malaria dapat berlangsung akut maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia hingga saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan makin meningkatnya angka kesakitan diare

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Eliminasi Malaria di Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected Infectious Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi yang endemis pada masyarakat miskin atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi, budaya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia karena Mycobacterieum tuberculosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH

FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH Faktor Risiko Kejadian Schistosomiasis... (Rosmini, et. al) FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH Rosmini, Jastal, Ningsi Balai Litbang P2B2 Donggala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat 129 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Situasi Tuberkulosis (TB) paru di dunia masih buruk dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia yang menambah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama jumlah penderita DBD

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah BAB 1 PENDAHULUAN Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, identifikasi kerangka kerja konseptual, pertanyaan penelitian, variabel penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kata Kunci : Evaluasi, Program, STBM, Kepemilikan Jamban, Pemanfaatan jamban.

Lampiran 1. Kata Kunci : Evaluasi, Program, STBM, Kepemilikan Jamban, Pemanfaatan jamban. 79 Lampiran 1 EVALUASI PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DALAM KEPEMILIKAN JAMBAN DI DESA BUNGIN KECAMATAN TINANGKUNG KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2012 Leni Setyawati

Lebih terperinci

V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN 5.1 Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan Pada jaman awal kemerdekaan, upaya untuk mempromosikan produk atau jasa (jaman kemerdekaan istilahnya propaganda) di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 45 tahun terakhir, sejak tahun 1968 sampai saat ini dan telah menyebar di 33 provinsi dan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global utama. Hal ini menyebabkan gangguan kesehatan pada jutaan orang setiap tahunnya dan merupakan peringkat kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria umumnya menyerang daerah tropis (Cina daerah Mekong, Srilangka, India, Indonesia, Filipina) dan subtropis (Korea Selatan, Mediternia Timur, Turki

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health Organization (1) pada tahun 1984 mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2012) setiap tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka kesakitan diare pada tahun 2011

Lebih terperinci

Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah https://doi.org/10.22435/blb.v13i2.5732.183-190 Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah The Relationship Between Elementary

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB. SIGI Vail Alfadri A. Mahmud 1, Yusran Haskas 2, Akmal 3 1 2 3 (Alamat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria masih mendominasi masalah kesehatan di masyarakat dunia, menurut laporan WHO tahun 2009 ada 109 negara endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun

Lebih terperinci

Anisia Mikaela Maubere ( ); Pembimbing Utama: Dr. dr. Felix Kasim, M.Kes ABSTRAK

Anisia Mikaela Maubere ( ); Pembimbing Utama: Dr. dr. Felix Kasim, M.Kes ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU YANG MEMILIKI BALITA USIA 12-59 BULAN TERHADAP KEJADIAN GIZI BURUK DI DESA GOLO WUA KECAMATAN WAE RI I KABUPATEN MANGGARAI TAHUN 2010 Anisia Mikaela Maubere

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya

Lebih terperinci

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA 45 PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA (Studi Eksperimental di Dusun Paron II, Wilayah Kerja Puskesmas Ngasem) Widhi Sumirat Dosen Akper Pamenang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit cacar ular telah terjadi dari waktu ke waktu selama ribuan tahun, penyakit cacar muncul disebabkan oleh virus cacar yang muncul dalam populasi manusia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA MANCASAN WILAYAH PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA MANCASAN WILAYAH PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA MANCASAN WILAYAH PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA SKRIPSI Disusun oleh: WAHYU PURNOMO J 220 050 027 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 2. PRIORITAS NASIONAL KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA 2. PRIORITAS NASIONAL KESEHATAN 1 REPUBLIK 2. PRIORITAS NASIONAL KESEHATAN Kesehatan Ibu dan Anak: Angka Kematian Ibu (AKI), Stunting Balita, & Anemia Ibu Hamil Masih Tinggi Imunisasi Belum Merata Angka Kematian Ibu (AKI) Masih Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 2,5 milyar manusia yang merupakan 2/5 dari penduduk dunia mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya sekitar 50 sampai 100 juta penderita

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

Lebih terperinci

Penanggulangan Penyakit Menular

Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus dan menyeluruh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria tersebar hampir di seluruh dunia yaitu antara garis 60 lintang utara dan 40 lintang selatan, meliputi

Lebih terperinci

Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti)

Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti) Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti) KONTRIBUSI HEWAN MAMALIA SAPI, KERBAU, KUDA, BABI DAN ANJING DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, Indonesia menduduki peringkat ketiga perokok terbesar di dunia pada tahun 2008 setelah China dan India (WHO,

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI IBU TENTANG PENCEGAHAN ASCARIASIS ( CACINGAN ) PADA BALITA DI PUSKESMAS TAHTUL YAMAN KOTA JAMBI TAHUN 2015

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI IBU TENTANG PENCEGAHAN ASCARIASIS ( CACINGAN ) PADA BALITA DI PUSKESMAS TAHTUL YAMAN KOTA JAMBI TAHUN 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI IBU TENTANG PENCEGAHAN ASCARIASIS ( CACINGAN ) PADA BALITA DI PUSKESMAS TAHTUL YAMAN KOTA JAMBI TAHUN 2015 DESCRIPTION OF KNOWLEDGE AND MOTHER S MOTAVATION TOWARD PREVENTION

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURNAMA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURNAMA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURNAMA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN Wahyuni, Nurul Amaliyah dan Yulia Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes

Lebih terperinci

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013 Artikel Article : Hubungan Antara Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Pencegahan Dengan Kejadian Malaria Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Kema Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2013 : The Relation Between

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut : 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Kondisi Demografi Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama kehidupan merupakan suatu misi primer dalam program kesehatan masyarakat dunia yang direkomendasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang bersifat kronis yang ditularkan melalui tanah dan menyerang sekitar 2 milyar penduduk di dunia

Lebih terperinci