PENGETAHUAN DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT LINDU TERKAIT KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGETAHUAN DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT LINDU TERKAIT KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH"

Transkripsi

1 PENGETAHUAN DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT LINDU TERKAIT KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH KNOWLEDGE AND BEHAVIOUR HEALTH SCHISTOSOMIASIS AT HIGHLANDS COMMUNITY SIGI LINDU IN CENTRAL SULAWESI Ningsi 1, Yamin Sani 2, Pawenari Hijjang 2 1 Balai Litbangkes P2B2 Donggala 2 Bagian Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanudin Alamat Korespondensi: Ningsi Kantor Balai Litbangkes P2B2 Donggala Jl. Masitudju Labuan Panimba no 58. Kab Donggala HP: ningbarmawi@yahoo.co.id

2 Abstrak. Schistosomiasis adalah salah satu penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Hal yang dapat mempengaruhi kesehatan dan penyakit adalah faktor pengetahuan dan perilaku manusia. Penelitian ini menjelaskan pengetahuan, perilaku masyarakat terkait schistosomiasis. Penelitian dilakukan di Dataran Tinggi Lindu Kabupaten Sigi. Tehnik pengumpulan yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam dan studi dokumen. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Lindu telah mengetahui penyebab, gejala-gejala dan penularanan schistosomiasis. Perilaku masyarakat dalam hal pencegahan schistosomiasis masih kurang menunjukkan perilaku yang positif, terutama untuk mencegah diri agar tidak tertular schistosomiasis. Hasil observasi rata-rata masyarakat tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot saat beraktivitas di sawah maupun di kebun. Perilaku pencarian pengobatan schistosomiasis dilakukan dengan mendahulukan pengobatan medis. Peran petugas kesehatan dan lembaga lokal dalam penanggulangan schistosomiasis masih dalam bentuk pemeriksaan tinja dengan pengobatan pada penderita. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan, perilaku, dan lingkungan masyarakat memiliki peran yang lebih dominan terhadap kejadian schistosomiasis dan bisa dikatakan sebagai faktor resiko utama terjadinya schistosomiasis di kawasan Lindu. Kata kunci : Pengetahuan, perilaku, schistosomiasis Abstract. Schistosomiasis is a continous and deadly desease to human. The factors were available to influence on healty and pathologiest condition were the knowledge and behavoiural. This study aims to explain the knowledge behavior, and combating schistosomiasis. The study was conducted in the Highlands Lindu Sigi. Collection techniques used were observation, in-depth interviews and research document. Data were Analyzed by descriptive kualitatif. Results of this study indicate that the Lindu people already know the causes, symptoms and penularanan schistosomiasis. People's behavior in terms of prevention of schistosomiasis still fails to demonstrate positive behavior. Especially to prevent yourself from getting infected schistosomiasis. The observation of the average people do not use personal protective equipment such as boots when on the move in the fields and in the garden. Schistosomiasis treatment seeking behavior is done by giving priority to medical treatment. Role of health workers and local agencies in the prevention of schistosomiasis is still in the form of stool examination in patients with treatment. The results demonstrate the knowledge, behavior and society have a more dominant role on the incidence of schistosomiasis and can be regarded as a major risk factor for the occurrence of schistosomiasis in Lindu region. Keywords: Knowledge, behavior, schistosomiasis 2

3 PENDAHULUAN Masalah kesehatan masyarakat adalah masalah kompleks yang merupakan resultance dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika dan sebagainya. Lingkungan menyediakan sumber daya alam di mana manusia yang hidup bermasyarakat mengelola sumber daya tersebut sedemikian rupa berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang diwarisinya secara turun-temurun. Manusia dengan pengetahuannya dapat mengubah, mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang dapat memberikan sumber kehidupan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Seringkali manusia mendayagunakan alam lingkungannya dan berusaha melakukannya dengan cermat dan penuh kehati-hatian, namun di sisi lain manusia kadang tidak menyadari bahwa lingkungan dapat menyebabkan sumber penyakit bagi mereka (Notoatmodjo, S 2003). Salah satu penyakit yang merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh terhadap kehidupan suatu komunitas adalah schistosomiasis. Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu, Napu dan Bada. Hasil survei tinja oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi prevalensi schistosomiasis di Dataran Lindu masih cukup tinggi yaitu 3,22% (2010), 2,67 % (2011) dan 1,13 % (2012). Kasus schistosomiasis di atas 1 % sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat. Schistosomiasis adalah salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Lindu yang penduduknya sering melakukan aktivitas di luar rumah, dan selalu melakukan kontak dengan air ataupun melewati daerah genangangenangan air yang telah terinfeksi cacing schistosomiasis (Kasnodihardjo,1990). Schistosomiasis atau disebut juga demam keong disebabkan oleh parasit cacing. Parasit ini muncul dari siput (keong) untuk mencemari air tawar, dan kemudian menginfeksi manusia ataupun hewan mamalia yang kulitnya bersentuhan dengan air. Schistosomiasis selain menginfeksi manusia juga dapat ditularkan dari manusia 3

4 kehewan mamalia dan dari hewan mamalia melalui perantara keong oncomelania hupensis lindoensis (Hadidjaja P, 1985). Penelitian schistosomiasis di Indonesia telah dimulai pada tahun 1940 yaitu sesudah ditemukannya kasus schistosomiasis di Tomado, Dataran Tinggi Lindu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun Pada tahun 1940 Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176 penduduk yang diperiksa tinjanya positif ditemukan telur cacing Schistosoma (Rosmini dkk, 2010). Sampai saat ini, persoalan schistosomiasis di Dataran Lindu masih menjadi fenomena masyarakat dan petugas kesehatan, di mana prevalensi schistosomiasis di Lindu masih cukup tinggi, meskipun secara medis tindakan preventif, promotif sudah dilakukan oleh petugas kesehatan setempat. Hal ini memberikan gambaran, bahwa persoalan kesehatan yang terjadi pada masyarakat Lindu perlu pengkajian lebih, guna mengetahui permasalahan yang terjadi terkait dengan semakin tingginya kasus schistosomiasis di Lindu. Dapat dikatakan masalah schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu tidak hanya menyangkut keong sebagai perantara dan cacing sebagai penular, akan tetapi juga menyangkut aspek lain seperti aspek sosial budaya. Aspek sosial budaya mempunyai peranan dalam penularan schistosomiasis meliputi: pengetahuan, perilaku, kepercayaan masyarakat terhadap schistosomiasis. Perilaku masyarakat dalam mendukung ataupun mencegah terjadinya penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat terhadap penyakit tersebut. Dengan pengetahuan yang baik terhadap suatu penyakit akan memberikan pengaruh untuk bersikap dan bahkan melakukan tindakan yang mendukung upaya pencegahan penularan terhadap penyakit (Kasnodihardjo, 1994). Penelitian yang pernah dilakukan oleh (Kasnodihardjo,1997) di Dataran Lindu, bahwa hampir sebagian besar masyarakat masih memiliki kebiasaan mandi,mencuci, dan buang air besar di aliran-aliran sungai. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat akan lebih rentan terinfeksi schistosomiasis diakibatkan oleh kebiasaan/perilaku mereka. 4

5 Penelitian-penelitian di atas bisa menjadi bahan perbandingan peneliti untuk membandingkan kondisi masyarakat Dataran Lindu saat ini, khususnya mengenai pengetahuan dan perilaku kesehatan masyarakat. Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait atau yang dapat mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari penyakit. Perilaku kesehatan untuk hidup sehat yaitu semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan dan tindakan untuk menghindari penyakit (Notoatmodjo, S 2007). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan medis dan perilaku masyarakat Lindu terkait schistosomiasis. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dataran Tinggi Lindu Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Jenis penelitian yang digunakan adalah non-intervensi menggunakan desain secara deskriptif-kualitatif. Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan Lindu. Kabupaten Sigi. Sampel sebanyak 14 orang yang dipilih secara Purpossive Sampling. yaitu sengaja memilih beberapa orang informan warga Kecamatan Lindu yang dianggap memiliki pengalaman dan pemahaman yang baik terhadap lingkunga sosial dan budaya serta penyebaran schistosomiasis di Dataran Lindu. Sampel informan terdiri tokoh adat, tokoh agama,kepala dusun, kepala desa, kader, penderita schistosomiasis dan petugas kesehatan setempat. Metode pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan (observasi), wawancara mendalam dan penelaah dokumen. Pengamatan (observasi) dilakukan guna mengetahui 5

6 kebiasaan/perilaku masyarakat pada umumnya khususnya kebiasaan masyarakat terkait dengan kejadian schistosomiasis. Dalam kegiatan wawancara mendalam hal-hal yang ditanyakan adalah pengetahuan masyarakat mengenai penyebab, gejala dan penularan schistosomiasis yang dipahami oleh masyarakat Lindu, serta kebiasaan/perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan kejadian schistosomiasis meliputi perilaku pencegahan, pengobatan, penyembuhan penyakit dan pemeliharaan kesehatan. Analisa Data Data yang berhasil dikumpulkan baik data primer dan data sekunder, dianalisis dengan menggunakan teknik kualitatif dan dianalisis dalam bentuk narasi secara deskrpitif, data di olah menggunakan software. HASIL Karakteristik sampel Informan dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, kader, petugas kesehatan dan aparat desa, informan adalah warga asli masyarakat Dataran Tinggi Lindu, yang mengetahui secara jelas lingkungan sosial dan budaya masyarakat Lindu, khususnya terkait dengan kejadian schistosomiasis. Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Lindu secara administrasi terletak di wilayah Kabupaten Sigi, kurang lebih 97 Km arah selatan Kota Palu, dengan jarak 80 Km dari kota Palu ke desa transit desa Sadaunta dan 17 Km dari Sadaunta menuju Lindu. Desa yang pertama dijumpai saat sampai di Lindu adalah desa Puroo. Kecamatan Lindu merupakan bagian dari Taman Nasional Lore Lindu, dibagi menjadi 4 desa yaitu, Desa Puroo, Langko, Tomado, dan Anca atau yang populer disingkat PLTA. Jumlah penduduk sebanyak jiwa, penduduk yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah atau 53,19 %. Sedangkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan berjumlah atau 46,81%. Jumlah penduduk terbanyak adalah desa Tomado dengan Luas Wilayah Ha. Ada beberapa sub desa dari desa Anca terdiri dari Paku, Kalinco, Bamba &Muara, Pongku, Langkasa. Sub desa Puroo 6

7 terdiri dari Wongkodono, Owo dan untuk desa Tomado terdiri dari Malo, Lombu, Powongi, Salutui, Kanawu dan Luwo. Ketinggian wilayah Kecamatan Lindu berkisar 1000 m dpal, dengan luas wilayah ha, ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 522/Kpts/Um/10/1973. Secara administrasi kecamatan Lindu memiliki batas-batas wilayah yaitu: Sebelah Utara dengan Kec. Palolo, sebelah Timur dengan Kec. Lore Utara/Napu, sebelah Barat dengan Kec. Gumbasa, sebelah Selatan dengan Kec. Kulawi. Dataran Lindu merupakan daerah dengan topografi yang relatif bervariasi, dari dataran sampai perbukitan. Sebagian besar wilayah Lindu merupakan kawasan hutan taman nasional dan perairan berupa danau yang dikenal dengan Danau Lindu, Penggunaan lahan di wilayah ini berupa: sawah, tanah ladang, perkebunan coklat dan kopi, sedangkan selebihnya merupakan semak belukar dan hutan. Danau Lindu dikelilingi oleh delapan pegunungan yakni Nokilalaki, Adale, Kona a, Tumaru, Gimba, Jala, Rindi, dan Toningkolue. Di Dataran Lindu terdapat sebuah bangunan laboratorium schistosomiasis dan puskesmas tepatnya berada di desa Tomado. Laboratorium dibangun guna untuk dapat mengetahui warga yang terinfeksi schistosomiasis. Adapun fungsi dari Laboratorium ini yaitu untuk kegiatan musyawarah masyarakat dan petugas kesehatan dalam hal pelaksanaa kegiatan survey tinja dan kegiatan penelitian schistosomiasis. Semua masyarakat yang terinfeksi diberikan pengobatan secara gratis oleh petugas laboratorium secara bertahap berdasarkan lokasi tempat tinggal warga. Semua kegiatan survey tinja dilakukan oleh kader-kader schisto dari penyaluran dan pengumpulan stool tinja, sampai pada tahap pengobatan. Petugas laboratorium dan petugas puskesmas berfungsi mengkoordinir kegiatan ini. Obat yang diberikan adalah Praziquantel dengan takaran-takaran yang sudah ditetapkan oleh petugas kesehatan setempat. Sejarah singkat Schistosomiasis di Dataran Lindu Tahun orang Lindu diserang oleh satu wabah penyakit sehingga mengorbankan ratusan jiwa manusia yang meninggal dunia terutama penduduk di desa Anca. Hal ini dilaporkan oleh kepala desa Anca kepada pihak kesehatan, maka diutuslah Mayor Kelson yang berasal dari Kanada yang pada waktu itu seorang Opsir 7

8 Bala Keselamatan yang menjadi pimpinan Rumah Sakit Betesda Kulawi untuk datang ke Lindu khususnya di desa Anca. Maka dengan demikian informasi schistosomiasis sampai ke badan WHO, sehinggga pada tahun 1970 diadakanlah penelitian di sekitar Dataran Lindu terutama di sekitar areal persawahan dan perkebunan warga. Sejak itu dataran Lindu merupakan salah satu tempat atau daerah yang ditemukannya penyakit schistosomiasis yang merupakan penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Penularan schistosomiasis terjadi saat berenang, menyeberangi, atau mandi di air bersih yang terkontaminasi dengan parasit schistosoma. Daerah yang mudah disebari oleh schistosomiasis adalah daerah Tropis. Tempat tumbuh keong ini berkembang biak di daerah-daerah lembab seperti sawah dan air tergenang. Sehingga masyarakat Lindu diharuskan untuk dapat mengolah sawah dan tidak membiarkan air-air tergenang yang dapat menyebabkan perkembangbiakan keong. Salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah penyebaran schistosomiasis ialah, di mana para petugas kesehatan memberikan tanda-tanda daerah fokus keong pada tempat-tempat yang positif terkontaminasi dengan schistosomiasis atau yang biasa disebut masyarakat Lindu yaitu keong. Menurut data yang diperoleh dari laboratorium schistosomiasis di Lindu, bahwa daerah fokus aktif schistosomiasis tersebar di kawasan persawahan, kawasan kebun/aliran air, kawasan hutan/aliran air dan kawasan padang rumput. Seluruh kawasan tersebut berjumlah 90 fokus dengan 62 fokus aktif dan 28 fokus tidak aktif (Sumber : bapak Pinus (petugas Lab schisto) dan Bapak. S. Toley salah satu Lembaga Adat di Kecamatan Lindu). PEMBAHASAN Dalam penelitian ini memberikan gambaran bahwa sebelum informasi schistosomiasis diketahui oleh masyarakat di Lindu masyarakat sangat percaya bahwa penyebab schistosomiasis berasal dari mahluk halus penghuni hutan dan penyakit turunan nenek moyang dahulu. Namun setelah adanya penemuan dan penelitian schistosomiasis yang dilakukan sejak tahun 1970, informasi tentang penyebab schistosomiasis sudah banyak diketahui oleh kalangan masyarakat Lindu, dan sampai 8

9 saat ini secara turun temurun mereka mengatakan schistosomiasis adalah penyakit keong dalam bahasa orang Lindu disebut susu. Bagi sebagian penduduk di Lindu, schistosomiasis bukan lagi penyakit yang ditakuti warga, karena bagi mereka pengobatan secara rutin yang dilakukan setiap enam bulan oleh petugas laboratorium schistosomiasis, sudah memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Lindu. Bagi masyarakat Lindu schistosomiasis bukanlah penyakit tradisional yang diakibatkan oleh mahluk-mahluk ghaib. Keseluruhan informan memiliki pengetahuan medis dan percaya bahwa penyebab schistosomiasis adalah dari keong. Pengetahuan tentang gejala schistosomiasis. Beberapa informan mengatakan gejala pertama orang terinfeksi schistosomiasis adalah gatal-gatal. Gatal-gatal terjadi saat pertama kali seseorang menginjakkan kakinya di air atau melewati daerah-daerah becek, jika tubuh terasa gatal parasit sudah masuk dalam tubuh manusia dan dalam beberapa hari orang akan mengalami gejala muntah, pusing, demam dan sakit kepala. Masyarakat Lindu telah memiliki pemahaman yang baik tentang gejala-gejala schistosomiasis. Pengetahuan masyarakat Lindu tentang proses penularan schistosomiasis membuktikan, bahwa rata-rata informan khususnya penderita masih kurang mengetahui cara-cara penularan schistosomiasis. Sebagian besar informan mengatakan penularan schistosomiasis dari keong. Adapula yang mengatakan penularan terjadi akibat sering buang air besar disembarang tempat, tidak menggunakan sepatu boot dan menginja kotoran hewan seperti sapi, kerbau dan anjing. Ini menandakan pengetahuan masyarakat Lindu tentang proses penularan schistosomiasis masih sangat minim. Masyarakat Lindu dalam hal pengobatan schistosomiasis sangat percaya pada pengobatan secara medis. karena bagi mereka schisto bukan penyakit personalitik (sihir, mahluk ghaib). Pengetahuan informan tentang pencegahan rata-rata mengatakan pencegahan schistosomiasis hanya bisa dilakukan dengan menggunakan sepatu boot saat berada di sawah, di kebun, dan minum obat praziguantel. Namun kenyataan yang peneliti dapatkan, konsep pengetahuan yang baik tentang schistosomiasis tersebut tidak selamanya memberikan efek baik terhadap upaya pencegahan penyakit. Saat observasi berlangsung rata-rata petani di Lindu saat bekerja di sawah, tidak menggunakan sepatu 9

10 boot dengan alasan sepatu mereka sering tertanam di dalam lumpur hingga menimbulkan kemalasan untuk menggunakannya. Sepatu boot adalah alat pelindung diri yang harus digunakan saat melewati areal fokus keong atau lumpur, karena ratarata areal pertanian masyarakat berada di areal fokus keong. Dalam teori WHO, dijelaskan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor di luar orang tersebut seperti lingkungan, baik lingkunga fisik maupun nonfisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi perilaku (Marimbi H, 2009). Namun teori WHO tersebut tidak selamanya berhubungan dengan kenyataan bahwa dengan pengetahuan yang baik tentang kesehatan, belum tentu memberikan perilaku yang baik dalam upaya pencegahan penyakit. Hal ini terjadi pada sebagian masyarakat di Dataran Lindu, di mana masyarakat masih kurang menunjukkan perilaku baik dalam hal pencegahan schistosomiasis, khususnya untuk melindungi diri agar tidak tertular penyakit ini. Masyarakat masih memiliki kebiasaan mandi dan buang air besar di sungai dan aliranaliran air yang mengandung parasit schistosoma. Hal ini terlihat masih seringnya masyarakat Lindu MCK (mandi, cuci, kakus) di sungai. Penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penularan schistosomiasis menunjukkan penularan schistosomiasis terjadi karena adanya kontribusi bersama-sama antara faktor keong O.h. lindoensis, kontak manusia dan binatang mamalia yang berperan sebagai reservoir dengan daerah fokus. Kejadian schistosomiasis sangat berhubungan dengan perilaku buang air besar di jamban keluarga, mandi/mencuci di sungai, menggunakan alat pelindung diri bila ke daerah fokus dan menggunakan sumber air minum dari mata air. Begitu pula halnya penelitian schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, menunjukkan adanya hubungan antara perilaku pemanfaaatan air terhadap tingkat kejadian schistosomiasis serta penggunaan sepatu boot dan pemanfaatan jamban. (Rosmini dkk, 2010). Begitu pula halnya penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, bahwa kebiasaan masyarakat yang sering melakukan aktifitas di areal fokus keong memungkinkan penularan schistosomiasis pada manusia akan terus terjadi. Hasil studi 10

11 (Kasnodihardjo 1997) di Dataran Lindu bahwa sebagian besar penduduk masih bekerja sebagai petani dan kadang-kadang menebang rotan dn berburu rusa di hutan. Pekerjaan seperti itu erat kaintannya dengan penularan schistosomiasis. Dengan mengolah sawah, berburu di hutan, memungkinkan orang terinfeksi schistosomiasis cukup besar. Untuk mengairi sawah penduduk umumnya memanfaatkan air yang berasal dari air fokus keong. Berbicara mengenai pengetahuan dan perilaku kesehatan sedikitnya terkait dengan masalah nilai-nilai budaya dan lingkungan masyarakat. Faktor-faktor sosialpsikologi dan faktor budaya sering memainkan peran dalam mencetuskan penyakit (Djeky, R 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Lindu, tidak melakukan pencegahan terhadap schistosomiasis, meskipun mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis penyakit ini baik dari segi penyebab, gejala dan penularan. Tindakan yang mereka lakukan hanyalah pengobatan schistosomiasis, tanpa memikirkan cara yang baik agar tidak terinfeksi schistosomiasis. Secara medis efek samping obat schistosomiasis bisa mengakibatkan efek buruk bagi tubuh orang yang sering meminumnya. Sebagai masyarakat yang masih memegang nilai-nilai budaya, tentunya pola kebiasaan semacam ini bagi mereka adalah suatu tindakan positif, yang sifatnya mengikat. Walaupun diakui banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal orang lain. Dengan demikian masyarakat berpikir dan melakukan tindakan sesuai pemahaman dan pengalaman yang mereka rasakan (Boedihartono, 1997). Pengetahuan masyarakat Lindu dalam menanggulangi schistosomiasis dapat dilihat dalam bentuk tindakan mereka, dengan cara melakukan dan menerima sistem perawatan kesehatan secara medis yaitu, bersedia mengumpulkan tinja setiap enam bulan sekali dan bersedia minum obat yang diberikan petugas kesehatan. Pengetahuan masyarakat Lindu dalam hal pencarian pengobatan, sudah merupakan pengetahuan budaya. Faktor lingkungan sosial dan lingkungan fisik memberikan pengaruh yang besar dalam meningkatkan kejadian schistosomiasis di Dataran Lindu. 11

12 KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan, pengetahuan masyarakat Lindu tentang penyebab, gejala, penularan dan pengobatan schistosomiasis sudah menunjukkan pengetahuan yang baik. Ini terbukti saat dilakukan wawancara dengan beberapa informan baik penderita maupun tokoh-tokoh masyarakat, mereka menyatakan penyebab schistosomiasis akibat dari keong ataupun tertular cacing schistosomiasis, dengan gejala-gejala awal demam, gatal-gatal, mual, sakit kepala, yang sering disebut oleh warga Lindu penyakit keong. Proses penyembuhan schistosomiasis hanya bisa dilakukan secara medis dan tidak dapat disembuhkan melalui penyembuhan secara tradisonal. Begitu pula halnya dengan proses penularan schistosomiasis, informan menyatakan penularan terjadi jika melewati daerah-daerah fokus, ada yang menyatakan karena sering BAB (buang air besar) disembarang tempat. Tingkah laku penduduk rata-rata tidak menggunakan alat pelindung diri saat beraktifitas, dan mengandalkan pada pengobatan medis, tanpa memikirkan cara pencegahan dan penanggulangan yang baik untuk tidak tertular schistosomiasis, di dukung pula oleh lingkungan alam yang senantiasa menyediakan habitat keong untuk tetap hidup dan berkembang biak di seputar Kawasan Lindu. Perlunya pemberdayaan masyarakat dalam hal penanggulangan schistosomiasis, di mana masyarakat diharapkan memiliki kesadaran individual maupun kelompok, untuk melindungi diri dan keluarganya dari bahaya schistosomiasis. Diharapkan pemerintah dapat memberikan perhatian pada lingkungan masyarakat Lindu, khususnya tempat berkembangbiak keong, untuk dijadikan lahan kering ataupun lahan pertanian warga Lindu. 12

13 DAFTAR PUSTAKA Boedihartono. (1997). Usaha pengendalian kusta dan Aspek sosial Budaya dalam Koenjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta : Penerbit Asosiasi Yayasan Obor Indonesia. Djkeky,R.Djhotn. (2002). Penerapan Ilmu Antropologi kesehatan Dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Papua: Jurnal Antropologi Papua ISSN vol 1. (1):13). Hadidjaja, P. (1985). Schistosomiasis di Sulawesi Tengah Indonesia. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kasnodiharjo. (1990). Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Penduduk Dalam Hubungannya Dengan Schistosomiasis Setelah Dilakukan Pemberantasan Di Daerah Lindu, Napu Sul-Tengah. Jakarta : Badan penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Jurnal cermin Dunia Kedokteran no 60. Ditjen PPM dan PLP. (60): 23. Kasnodiharjo. (1994). Penularan Schistosomiasis dan Penanggulangannya Pandangan dari Perilaku. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Jakarta : Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. (96) :37. Kasnodiharjo. (1997). Masalah Sosio Budaya Dalam Upaya Pemberantasan Schistosomiasis Di Sulawesi Tengah. Jakarta : Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Jurnal Cermin Kedokteran. (118):45. Marimbi, H. (2009). Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika. Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta. Rosmini, dkk. (2010). Penularan Schistososmiasis di Desa Dodolo dan Mekarsari Dataran Tinggi Napu Sulawesi Tengah: Jurnal Media Litbang Kesehatan Volume XX (3):

Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah Pengetahuan Masyarakat Lindu... ( Ningsi dan Ikhtiar Hatta) Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah Community Knowledge on Schistosomiasis in Lindu, Sigi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 215 Anggun Wiwi Sulistin*, I Nyoman Widajadnya** *Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 Rasyika Nurul 1, Muh. Jusman Rau 2, Lisdayanthi Anggraini 2 1.Bagian Promosi Kesehatan, Program Studi

Lebih terperinci

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI Kegiatan Infeksi cercaria Schistosoma japonicum pada hewan coba (Tikus putih Mus musculus) 1. Latar belakang Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan

Lebih terperinci

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013,

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENCEGAH PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DI DUA DESA DI DATARAN TINGGI NAPU KAPUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2010 FACTORS RELATED TO COMMUNITY

Lebih terperinci

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. Ada tiga spesies Schistosoma yang

Lebih terperinci

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni**

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** THE TRANSMISSION OF SCHISTOSOMIASIS IN DODOLO AND MEKARSARI VILLAGES OF

Lebih terperinci

Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah https://doi.org/10.22435/blb.v13i2.5732.183-190 Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah The Relationship Between Elementary

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB. SIGI Vail Alfadri A. Mahmud 1, Yusran Haskas 2, Akmal 3 1 2 3 (Alamat

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan. Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR RISIKO HOST

BEBERAPA FAKTOR RISIKO HOST BEBERAPA FAKTOR RISIKO HOST TERHADAP KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS JAPONICUM (Studi Kasus di Taman Nasional Lore-Lindu Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah) ARTIKEL PENELITIAN Untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI LINDU PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI LINDU PROVINSI SULAWESI TENGAH Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pengendalian... (Ahmad Erlan, et. al) DOI : 10.22435/vk.v9i2.5298.101-110 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI LINDU PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit infeksi pada balita adalah diare.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH

FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH Faktor Risiko Kejadian Schistosomiasis... (Rosmini, et. al) FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO SULAWESI TENGAH Rosmini, Jastal, Ningsi Balai Litbang P2B2 Donggala

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN 11-15 Wilhelmus Olin,SF.,Apt.,M.Scˡ Mariana Hartini Dhema Deto² ABSTRAK Penyakit

Lebih terperinci

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen (Saroso, 2003). Leptospirosis adalah suatu zoonosis yang disebabkan suatu mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap

Lebih terperinci

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data) Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 4, Desember 2013 Hal : 175-180 Penulis : 1. Junus Widjaja 2. Hayani Anastasia 3. Samarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat

Lebih terperinci

Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti)

Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti) Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti) KONTRIBUSI HEWAN MAMALIA SAPI, KERBAU, KUDA, BABI DAN ANJING DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan, yaitu memelihara kesehatan yang bermutu (promotif), menjaga kesehatan (preventif),

Lebih terperinci

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak pra sekolah merupakan kelompok yang mempunyai resiko besar terkena gizi kurang. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tumbuh kembang anak dalam masa yang

Lebih terperinci

Diterima: 27 Januari 2014; Direvisi: 3 Juli 2014; Disetujui: 27 Maret 2015 ABSTRACT

Diterima: 27 Januari 2014; Direvisi: 3 Juli 2014; Disetujui: 27 Maret 2015 ABSTRACT KO-INFEKSI SCHISTOSOMA JAPONICUM DAN SOIL TRANSMITTED HELMINTH DI DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS KECAMATAN LORE UTARA DAN LORE TIMUR, KAB. POSO, SULAWESI TENGAH Co-infection of Schistosoma japonicum and

Lebih terperinci

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN Fitria Nelda Zulita, Gustina Indriati dan Armein Lusi Program Studi

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Sanitasi Lingkungan

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Sanitasi Lingkungan GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI LINGKUNGAN DI PESISIR PANTAI SINDULANG SATU KECAMATAN TUMINTING TAHUN 2014 Jessy Desiere*, Henky Loho*, Johan Josephus* *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia hingga saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan makin meningkatnya angka kesakitan diare

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi, budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan jika masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU Norhalida Rahmi 1, Syamsul Arifin 2, Endang Pertiwiwati 3 1,3 Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Visi pembangunan kesehatan yaitu hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat diantaranya memiliki kemampuan hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 Nurjanatun Naimah 1, Istichomah 2, Meyliya Qudriani 3 D III Kebidanan Politeknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air rob merupakan fenomena meluapnya air laut ke daratan. Tarikan bulan dan matahari menjadi jauh lebih besar dibandingkan waktu lainnya ketika bulan, bumi, matahari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerugian akibat water-borne diseaseterjadi pada manusia dan juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Kerugian akibat water-borne diseaseterjadi pada manusia dan juga berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Water-borne diseases merupakan penyakit yang ditularkan ke manusia akibat adanya cemaran baik berupa mikroorganisme ataupun zat pada air. Kerugian akibat water-borne

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini:

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini: LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini: N a m a : U s i a : Alamat : Pekerjaan : No. KTP/lainnya : Dengan sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia, memiliki 10 Kabupaten dengan status malaria dikategorikan endemis tinggi (>50 kasus per 1000 penduduk),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke manusia. Penyakit Leptospirosis

Lebih terperinci

GAMBARAN KONDISI FISIK SUMUR GALI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI

GAMBARAN KONDISI FISIK SUMUR GALI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI GAMBARAN KONDISI FISIK SUMUR GALI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI DI DESA KAWANGKOAN KECAMATAN KALAWAT KABUPATEN MINAHASA UTARA TAHUN 2015 Wildan Akbar*, Jootje M.L. Umboh *, Paul A.T. Kawatu*

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang, agar dapat mewujudkan derajad kesehatan yang optimal.

Lebih terperinci

KONDISI IKLIM DAN MIKROHABITAT FISIK DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

KONDISI IKLIM DAN MIKROHABITAT FISIK DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 1 ISBN: 978-02-31-044-0 KONDISI IKLIM DAN MIKROHABITAT FISIK DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Mujiyanto1,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit infeksikecacingan yang ditularkan melalui tanah(soil transmitted

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan

Lebih terperinci

INFECTION RATE HOST PERANTARA DAN PREVALENSI RESERVOIR Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI BADA SULAWESI TENGAH

INFECTION RATE HOST PERANTARA DAN PREVALENSI RESERVOIR Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI BADA SULAWESI TENGAH INFECTION RATE HOST PERANTARA DAN PREVALENSI RESERVOIR Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI BADA SULAWESI TENGAH Infection Rate of The Intermediate Host and The Prevalence of Schistosoma Japonicum reservoirs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting agar masyarakat tahu dan mau serta mampu menerapkan pola perilaku hidup

BAB I PENDAHULUAN. penting agar masyarakat tahu dan mau serta mampu menerapkan pola perilaku hidup 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga adalah suatu pemahaman yang penting agar masyarakat tahu dan mau serta mampu menerapkan pola perilaku hidup bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara adil serta merata (Depkes RI, 2009). Masalah penyehatan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. secara adil serta merata (Depkes RI, 2009). Masalah penyehatan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan derajat kesehatan dapat terwujud

Lebih terperinci

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 Summary Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 Merliyanti Ismail 811 409 043 Jurusan kesehatan masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat

Lebih terperinci

Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah Endemis Schistosomiasis di Sulawesi Tengah

Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah Endemis Schistosomiasis di Sulawesi Tengah http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v45i4.7570.215-222 Situasi Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah... (Junus Widjaja, Hayani Anastasia, at.al) Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis atau penyakit kuning merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyakit ini disebabkan bakteri Leptospira Icterohaemorrhagiae

Lebih terperinci

TATALAKSANA SKISTOSOMIASIS. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

TATALAKSANA SKISTOSOMIASIS. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman : Revisi Halaman 1. Pengertian Skistosoma adalah salah satu penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing trematoda dari genus schistosoma (blood fluke). 2. Tujuan Prosedur ini sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENANGANAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

HUBUNGAN PENANGANAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR HUBUNGAN PENANGANAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR WASTE HANDLING CORRELATION WITH THE OCCURRENCE OF DIARRHEA ON TODDLER WORKING AREA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun Development Goals (MDGs) yang disepakati seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, menetapkan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

POTENSI HEWAN RESERVOAR DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS PADA MANUSIA DI SULAWESI TENGAH

POTENSI HEWAN RESERVOAR DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS PADA MANUSIA DI SULAWESI TENGAH 2004 Yusuf Ridwan Posted 14 December 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng, M.F (Penanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kesehatan berupaya membangun perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat diharapkan mampu melakukan upaya pencegahan secara lebih efisein dan efektif.

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DBD DI DESA LUHU KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN Ade Rahmatia Podungge

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DBD DI DESA LUHU KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN Ade Rahmatia Podungge Summary GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TENTANG UPAYA PENCEGAHAN DBD DI DESA LUHU KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 Ade Rahmatia Podungge NIM : 841 409 002 Program Studi Ilmu Keperawatan Jurusan

Lebih terperinci

Hafsah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Jl. Soekarno-Hatta Km 8 Kampus Bumi Tadulako Palu Sulawesi Tengah

Hafsah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Jl. Soekarno-Hatta Km 8 Kampus Bumi Tadulako Palu Sulawesi Tengah 144 J. MANUSIA J. MANUSIA DAN DAN LINGKUNGAN, LINGKUNGAN Vol. 20, No. 2, Juli. 2013: Vol. 144 20, No. - 152 2 KARAKTERISTIK HABITAT DAN MORFOLOGI SIPUT Ongcomelania hupensis lindoensis SEBAGAI HEWAN RESERVOIR

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA 1 Melisa Pantow 2 Josef S. B. Tuda 2 Angle Sorisi 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Lebih terperinci

Mujiyanto* ), Jastal **)

Mujiyanto* ), Jastal **) PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM IDENTIFIKASI FOKUS BARU SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Mujiyanto* ), Jastal **) *) Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga Negara Indonesia, termasuk anak-anak. Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sehat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Mimika memiliki luas sekitar km 2 atau 4,75% dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Mimika memiliki luas sekitar km 2 atau 4,75% dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum tempat penelitian Kabupaten Mimika adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Timika. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut.

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HABITAT Oncomelania hupensis lindoensis, KEONG PERANTARA Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI LINDU, KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH

DISTRIBUSI HABITAT Oncomelania hupensis lindoensis, KEONG PERANTARA Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI LINDU, KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 3, September 2014: 139-152 DISTRIBUSI HABITAT Oncomelania hupensis lindoensis, KEONG PERANTARA Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI LINDU, KABUPATEN SIGI, SULAWESI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sumba Barat beribukota Waikabubak, mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 (Factors Related to Hygiene of Scabies Patients in Panti Primary Health Care 2014) Ika Sriwinarti, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit berbasis lingkungan merupakan penyakit yang proses kejadiannya atau fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berlokasi di wilayah yang rawan terhadap berbagai kejadian bencana alam, misalnya bahaya geologi (gempa, gunung api, longsor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia dari waktu ke waktu terus bertambah, namun demikian jumlah korban jiwa akibat serangan penyakit berbahaya ini cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Giardiasis adalah penyakit diare yang disebabkan oleh protozoa patogen Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi protozoa

Lebih terperinci

FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG

FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG Wulansari 1, Kriswiharsi Kun Saptorini 2 1 Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1).

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan tropis terkaya di dunia setelah Brazil dan masih menyimpan banyak potensi sumber daya alam hayati sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,

Lebih terperinci