BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup"

Transkripsi

1 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Kualitas Hidup Kualitas hidup didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU no 23/1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut Donald kualitas hidup merupakan suatu terminologi yang menunjukan tentang kesehatan fisik, sosial dan emosi seseorang serta kemampuannya untuk melaksanakan tugas sehari-hari ( Donald dalam Rubyyana, 2012) World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup, dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran. Kualitas hidup mencakup empat domain, yaitu kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (WHO. 1997). Kualitas hidup adalah berbagai pengalaman manusia yang salah satunya terkait dengan secara keseluruhan kesejahteraan. Ini berarti nilai berdasarkan fungsi subjektif dibandingkan dengan harapan pribadi dan didefinisikan oleh pengalaman subjektif, negara bagian dan persepsi (Revicki dalam Burckhardt & Anderson, 2003).

2 27 Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi (Cohen & Lazarus dalam Larasati, 2011). Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kesehatan fisik, sosial dan emosi yang dimilikinya. Hal tersebut berkaitan dengan keadaan fisik dan emosi individu tersebut dalam kemampuannya melaksanakan aktifitas sehari-hari yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekitar. 2. Aspek- Aspek Kualitas Hidup Aspek aspek kualitas hidup berdasarkan skala kualitas hidup dari WHO yang disebut dengan WHO Quality of Life (WHOQOL-BREF) terdiri dari 4 domain/aspek, yaitu : a. Keadaan fisik (Physical) Kesehatan fisik disini merupakan penggambaran dari kepuasan individu terhadap kesehatan fisiknya, yang mencakup tingkat energi dan kelelahan (energy and fantigue), rasa sakit dan ketidaknyamanan (pain and discomfort), dan lama waktu untuk tidur dan beristirahat (sleep and rest).

3 28 b. Keadaan Psikologis (Psychological). Keadaan psikologis disini merupakan persepsi individu terhadap keadaan dirinya yang meliputi, gambaran diri dan penampilan (bodily and appearance), seberapa sering seseorang memiliki perasaan yang negatif seperti sedih, dan marah (negative felly), perasaan positif (positive felly), gambaran tentang kepuasan terhadap diri (self esteem), dan mengenai kemampuan seseorang dalam berfikir, belajar, mengingat dan berkonsentrasi (thingking, learning, memory and concentration). c. Hubungan sosial (Social Relationship). Hubungan sosial disini merupakan kemampuan individu dalam bergaul yang meliputi, hubungan personal antara individu dengan orang disekitarnya (personal relationship), dukungan yang didapat individu dari lingkungan sosialnya (social support), dan aktivitas seksual (sexual activity). d. Hubungan dengan Lingkungan (Environment) Hubungan dengan lingkungan disini lebih menunjukan tentang keadaan disekitar kehidupan individu yang meliputi, sumberdaya keuangan/ kemapuan finansial yang dimiliki individu (financial resources), kebebasan individu, keselaman fisik dan keamanan yang dimiliki individu (freedom, safety phisical and security), ketersedian akses dan kualitas fasilitas kesehatan dan sosial (health and social care : accessbility and quality), keadaan

4 29 lingkungan sekitar rumah (home environment), ketrampilan dan kesempatan untuk memperoleh informasi baru (opportunities for acquiring new information and skill), partisipasi dalam kegiatan rekreasi dan olahraga (partisipation in and opportunities for recreation/leisure), kesehatan lingkungan seperti polusi, kebisingan, lalu lintas dan iklim (physical environment (pollution/noise/traffic/cimate)), dan ketersediaan sarana transportasi di lingkungan sekitar tempat tinggal individu (transport). (WHO, 1997). Aspek-aspek kualitas hidup dalam The Flanangan Quality of Life Scale (QOLS) oleh ( dalam Burckhardt & Anderson, 2003), aspek kualitas hidup adalah sebagai berikut : a. Kesejahteraan Fisik Kesejahteraan fisik meliputi kesejahteraan dan keamanan finansial, kesehatan fisik dan keselamatan pribadi. b. Hubungan dengan orang lain Hubungan dengan orang lain meliputi hubungan dengan orang tua, saudara dan kerabat lainnya, memiliki dan membesarkan anak-anak, hubungan dengan pasangana atau orang penting lainnya, dan hubungan dengan teman. c. Sosial, Masyarakat dan kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah.

5 30 Aspek tersebut terkait dengan membantu dan menolong orang lain, dan kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah daerah dan nasional. d. Pengembangan dan pemenuhan pribadi Pengembangan dan pemenuhan pribadi meliputi pengembangan intelektual, pemahaman pribadi, peran dalam pekerjaan, kreatifitas dan eksoresi pribadi. e. Aspek Rekreasi Aspek rekreasi meliputi sosialisasi, kegiatan rekreasi pasif dan pengamatan, kegiatan rekreasi aktif dan partisipasi. Berdasarkan uraian diatas maka aspek-aspek kualitas hidup mencakup empat domain, yaitu kesehatan fisik, keadaan psikologis, hubungan sosial dan lingkunganm keempat domain tersebut telah mencakup berbagai aspek yang dapat digali untuk menggambarkan kualitas hidup seseorang. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Berdasarkan uraian dari beberapa tokoh, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah : a. Sosial demografi (Socio-demographic ) Berdasarkan literatur sebelumnya yang ditulis oleh Ardalan (2011) yang penelitiannya mengenai kualitas hidup lansia korban gempa Bam, menunjukan bahwa faktor sosial demografi mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Fakfor sosial demografi

6 31 meliputi, jenis kelamin, umur seseorang, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. b. Besarnya Jaringan dan Religiusitas Besarnya jaringan yang dimaksud disini adalah hubungan individu yang meliputi jumlah saudara yang dimiliki, kalangan orang yang dikenal, jumlah keluarga yang dimiliki dan kepercayaan/agama yang diyakini individu (Lim, 2008). c. Kecerdasan Emosi Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya adalah mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan penderitaan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati (Ghozally, dalam Larasati, 2011). Jadi berdasarkan uraian tersebut maka faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang diantaranya adalah, faktor sosial demografi, jaringan sosial, mengenali diri sendiri, kemampuan menyesuakan diri dan juga kepercayaan/ religiusitas seseorang. Koping religius merupakan usaha agar memiliki kecerdasan emosi yang dibalut dengan religiusitas seseorang atau kepercayaan seseorang.

7 32 B. Koping Religius 1. Pengertian Koping Religius Koping adalah segala bentuk usaha, pikiran, serta tindakan untuk mengatasi situasi penuh tekanan (Lazarus & Folkman dalam Angganantyo, 2014). Terdapat beberapa jenis koping salah satunya adalah koping yang didasarkan pada kepercayaan atau agama. Koping tersebut sering disebut sebagai koping religius. Koping religius merupakan suatu strategi dimana seseorang memiliki hubungan baik dengan Allah, dimana hal tersebut memiliki hubungan yang positif terhadap kesehatan mental dan kinerja seseorang, (Aldwin & Yancura dalam Komar, 2011). Seperti yang diungkapkan Wong dan Gorusch koping religius adalah suatu cara individu menggunakan keyakinannya dalam mengelola stres dan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan (Wong- McDonald dan Gorsuch dalam Utami, 2012). Pendapat Wong dan Gorush didukung oleh pertanyaan Wong dan Wong bahwa koping religius adalah strategi koping dengan memasukan pemahaman akan suatu kekuatan yang amat besar dalam hidup, dimana kekuatan tersebut dikaitkan dengan unsur ketuhanan (Wong & Wong dalam Angganantyo, 2014). Kemudian Pargament mengungkapkan bahwa koping religius adalah upaya memahami dan mengatasi sumber-sumber stress dalam hidup dengan melakukan berbagai cara untuk mempererat hubungan individu dengan Tuhan (Pargament dalam Anggraini, 2014). Lebih

8 33 lanjut, Pargament menjelaskan bahwa keragaman koping religious dilihat berdasarkan individu, situasi, dan budaya yang membentuk berbagai religious coping tersebut (Pargament dalam Anggraini, 2014). Berdasarkan uraian sebelumnya maka koping religius merupakan salah satu strategi untuk mengurangi tingkat stress melalui aktivitas ibadah, memperbaiki hubungan dengan Tuhan, dan aktivitas spiritual lainnya (Anggraini, 2014). Koping religius yang diungkapkan Anggraini didukung oleh Safarian yang menyatakan bahwa koping religius memainkan peran penting dalam menurunkan atau menahan (reducing and buffering) efek stressor kerja pada individu (Safaria dalam Rachmawati dan Nashori, 2013). 2. Aspek-aspek Koping Religius Aspek-aspek koping religius menurut Alfakseir & Goleman (2011) antara lain : a. Merefleksikan dan fokus pada perbuatan dan praktik keagamaan ( Reflected a focus on religious deeds and practice). Meliputi mencari ketenangan dengan mengingat Allah, mencari ketenangan dan bimbingan dengan membaca Al- Qur an, memohon pada Nabi dan kyai (appealed to prophet and imams), membaca do a tertentu, menghadiri pengajian ketika marah, memohon kemudahan dengan berdo a.

9 34 b. Perasaan negatif terhadap Allah ( Highlighted negative fellings toward God). Meliputi merasa bahwa Allah telah melupakan hambanya (bertanya-tanya apakah Allah benar-benar peduli), kecewa dengan rahmat dan kasih sayang Allah, marah terhadap Allah karena membiarkan masalah ini terjadi, dan menyadari bahwa Allah tidak dapat menjawab semua do a. c. Pemaknaan dalam hati ( Related to the benevolent reapprasial). Aspek pemaknaan dalam hati meliputi menganggap bahwa situasi tersebut merupakan cobaan dari Allah, melihat situasi sebagai kehendak dari Allah, penderitaan adalah untuk pemurnian dosa-dosa, berusaha sabar karena Allah bersama orang-orang yang sabar, penderitaan dan kesulitan memperkuat keimanan, dan penderitaan dapat membawa hambanya lebih dekat kepada Allah. d. Merefleksikan cara pasif dari koping religius (Reflected the passive way of religious coping). Merefleksikan cara pasif antara lain adalah tidak mencoba untuk berbuat banyak ; hanya menduga Allah akan menanganinya, ditakdirkan untuk memiliki situasi tersebut sehingga tidak mencoba untuk mengubahnya, dan tidak berbuat banyak hanya mengaharapkan Allah memecahkan masalah hambanya.

10 35 e. Relevan dengan cara aktif untuk melakukan koping (Relevant to an active way of coping). Mengembalikan situasi kepada Allah setelah melakukan semua secara maksimal, melakukan apa yang mampu untuk dilakukan dan menyerahkan sisanya kepada Allah, melakukan semua yang mampu dilakukan dan meminta kepada Allah atas kehendaknya (tawakal). Dari 5 aspek yang dipaparkan oleh Alfakseir & Goleman, aspek-aspek tersebut dibagi menjadi 2 jenis yaitu koping positif dan koping negatif. Pargament mengidentifikasi dua jenis koping religious, yaitu positive koping religius dan negative koping religious yang berimplikasi terhadap kesehatan mental (Pargamaent dalam Anggraini, 2014). a. Koping Religius Positif Menurut Pargament, Koenig & Perez ( dalam Anggraini, 2014) koping religius Positif adalah sebuah ekspresi spiritualitas, hubungan yang aman dengan Tuhan, keyakinan bahwa ada makna yang dapat ditemukan dalam hidup, serta adanya hubungan spiritualitas dengan orang lain. Pargament (dalam Anggraini, 2014) menyebutkan beberapa bentuk koping religius positif, yaitu dukungan spiritualitas, penilaian kembali mengenai kebaikan dalam agamanya, serta adanya pendekatan kolaboratif atau aktif dalam mengatasi masalah.

11 36 Gaya pendekatan kolaboratif atau aktif ini menunjukkan adanya tanggungjawab bersama dalam proses penyelasaian masalah dan kerjasama individu dengan Tuhan untuk menyelesaikan masalah tersebut. b. Koping Religius Negatif Menurut Pargament, Koenig & Perez (dalam Anggraini, 2014) koping religious negatif adalah sebuah ekspresi dari hubungan yang kurang aman dengan Tuhan, pandangan yang lemah dan kesenangan terhadap dunia, serta adanya perjuangan religiusitas dalam pencarian makna. Pargament (dalam Anggraini, 2014) menyebutkan bentuk dari koping religius negatif meliputi ketidakpuasan terhadap anggota jama ah tertentu dan adanya penilaian mengenai hal-hal negatif terhadap agamanya. Gaya pendekatan penangguhan atau pasif, yaitu individu tunduk pasrah pada tanggungjawab Tuhan dan menunggu solusi muncul melalui upaya aktif Tuhan dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya. Strategi religius koping menurut Pargament dalam Utami (2012) a. Collaborative ( Kolaboratif ) Merupakan strategi koping yang paling umum, dalam hal ini individu dan Tuhan tidak memainkan peran yang pasif dalam proses pemecahan masalah, tetapi keduanya bekerja

12 37 bersama-sama memecahkan masalah individu. Tuhan memberikan active voice yang digunakan sebagai petunjuk oleh individu dalam mempertimpangkan keputusan untuk menyelesaikan masalahnya. b. Self-directing ( Mengarahkan diri ) Individu dibantu tindakannya dalam memecahkan masalahnya. Individu yang menggunakan strategi ini memandang dirinya sebagai orang yang diberi Tuhan kemampuan dan sumber-sumber untuk memecahkan masalah. c. Deferring ( Menunda ) Individu bergantung pada Tuhan dalam mencari tandatanda/isyarat untuk mengatakan kepada individu pendekatan pemecahan masalah yang akan digunakan. Seperti individu melakukan sholat tahajut atau sgolat istiqarah yang ditujukan untuk mencari petunjuk dari Allah dalam menyelesaikan masalah individu tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka koping religius terdiri dari lima aspek yakni, prektek ibadah, perasaan negatif terhadap Allah, pemaknaan dalam hati, pasif dalam melakukan koping, dan cara aktif utuk melakukan koping. Dari lima aspek tersebut terbagi menjadi 2 jenis yakni positif koping religius dan negatif koping religius.

13 38 C. Hubungan Antara Religius Coping dan Kualitas Hidup Warga Penyintas Erupsi Gunung Merapi Tahun Koping religius merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk mengatasi masalahnya dengan menggunakan unsur keagamaan seperti yang telah diungkapkan (Pargament dalam Anggraini, 2014) koping religius adalah upaya memahami dan mengatasi sumber-sumber stress dalam hidup dengan melakukan berbagai cara untuk mempererat hubungan individu dengan Tuhan. Koping religius memiliki aspek-aspek yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan kualitas hidupnya, karena kualitas hidup yang baik tidak lepas dari upaya yang dilakukan individu agar dirinya tetap sehat baik secara fisik maupun psikis. Aspek koping religius yang pertama adalah perbuatan dan praktek ibadah, dalam melakukan ibadah sesuai yang diperintahkan Allah yakni sholat, membaca Al-Qur an, puasa dan lain sebagainya. Seorang individu yang melaksanakan sholat dan membaca Al-Quran dan memaknainya akan mendapatkan kesehatan rohani karena perasaan positif yang didapatkan dari ibadah dan do anya, sedangkan dengan melakukan puasa individu mendapatkan kesehatan secara jasmani, karena puasa juga sebagai upaya pembersihan organ pencernaan dan tubuh. Sehingga seseorang yang melakukan praktek ibadah juga akan memiliki kualitas hidup yang baik karena kondisi rohani, psikis dan fisiknya yang sehat.

14 39 Aspek yang kedua adalah perasaan negatif terhadap Allah, jika seorang individu merasa menyerah dengan situasi yang dialami dan memiliki perasaan negatif terhadap Allah maka individu tersebut akan merasa gundah, karena merasa tidak memiliki siapapun yang mampu menolongnya dalam situasi tersebut. Aspek berikutnya adalah pasif dalam melakukan Koping, seorang individu hanya diam dan menerima situasi yang rumit, tidak melakukan sesuatu dan tidak berusaha untuk keluar dari situasi yang rumit tersebut, dan hanya pasrah dengan keadaan dan sehingga hal tersebut justru membuat individu berkubang dalam situasi yang rumit. Seperti yang diungkapkan Gardner, Krageloh & Marcus (2013) dalam hasil penelitianya bahwa negatif koping religius justru meningkatkan stres pada subjeknya, dan sebaliknya positif koping religius mampu mengurangi stres pada subjeknya. Konsep negatif koping religius dan positif religius coping dikemukakan oleh Pargamen (dalam Anggraini, 2014). Aspek berikutnya adalah pemaknaan dalam hati hal tersebut berpengaruh pada kondisi psikis seorang individu ketika menghadapi situasi yang sulit, seperti mengidap penyakit atau mengalami masalah yang cukup berat, sehingga pemaknaan dalam hati ini akan membuat seseorang mampu memaknai setiap situasi yang dialami dengan mengambil hikmah dari setiap kejadian, karena segala yang terjadi dalam kehidupan manusia tidak akan lepas dari ketentuan yang telah direncanakan oleh Allah. Seorang individu yang mampu memaknai setiap

15 40 situasi dengan mengingat Allah akan memiliki perasaan yang optimis, dan fikiran yang positif, individu tersebut akan merasa baik-baik saja sehingga dalam kegiatan sehari-hari tetap berjalan normal dan hubungan dengan orang lain dan lingkuangan tetap berjalan dengan baik. Aspek yang terahir adalah menyerahkan segalanya kepada Allah setelah melakukan semua usaha, umat Allah mempunyai kehendak masing-masing sesuai rencana Allah, sehingga setelah seorang individu berusaha dan berbuat yang terbaik untuk mengatasi situasi yang sulit dalam hidup, individu tersebut harus mampu tawakal dan pasrah terhadap ketentuan yang akan terjadi karena segala yang terbaik hanya Allah yang tau. Individu akan memiliki perasaan yang tenang ketika menyerahkan segala sesuatunya kepada sang pencipta setelah melakukan segala hal dengan sekuat tenaga, sehingga memiliki hubungan yang baik dengan Tuhannya. Individu yang mampu menyerahkan diri kepada Allah akan memiliki perasaan dan fikiran yang sehat, karena tidak mengalami stress akibat situasi yang dihadapi, sehingga dengan berserah diri kepada Allah kualitas hidup seseorang akan tetap baik karena kondisi psikis yang tetap baik walaupun dalam situasi yang sulit. Berdasarkan uraian berikut peneliti berasumsi bahwa kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh koping religius, jika seseorang mampu menhadapi permasalahanya dengan baik maka tidak akan timbul efek yang negatif dalam hidupnya, dan kualitas hidup individu tetap baik.

16 41 D. Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini terdapat 2 hipotesia yaitu : 1. Ada hubungan positif antara koping religius positif dengan kualitas hidup seseorang, dimana bila tingkat koping religiusnya positif tinggi maka tingkat kualitas hidupnya juga tinggi, sebaliknya bila seseorang memiliki koping religius positif yang rendah maka kualitas hidupnya juga rendah. 2. Ada hubungan negatif antara koping religius negatif dan kualitas hidup seseorang, seseorang yang memiliki tingkat koping religius negatif yang rendah akan memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi, sedangkan seseorang dengan tingkat koping religius negatif yang tinggi akan memiliki kualitas hidup yang rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Koping Religius A. Koping Religius Proses yang digunakan seseorang untuk menangani tuntutan yang menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan mengatasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi variabel-variabel penelitian. Variabel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu :

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi variabel-variabel penelitian. Variabel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu : 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi variabel-variabel penelitian Variabel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu : Variabel Tergantung Variabel Bebas : Kualitas Hidup : Koping

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. aktif di dunia, yang memiliki siklus letusan 4 tahun sekali dan terakhir kali

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. aktif di dunia, yang memiliki siklus letusan 4 tahun sekali dan terakhir kali 15 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Gunung Merapi adalah salah satu gunung berapi yang terletak provinsi D. I. Yogyakarta dan termasuk dalam rangkaian 129 gunung berapi aktif dari ring on fire,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ayat di atas bermakna bahwa setiap manusia yang tunduk kepada Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ayat di atas bermakna bahwa setiap manusia yang tunduk kepada Allah BAB I PENDAHULUAN Dalam Firman-Nya Al-Qalam ayat 43 : A. Latar Belakang Masalah (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehidupan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan tidak pernah lepas dari masalah. Masalah dapat muncul dari berbagai setting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan tidak pernah lepas dari masalah. Masalah dapat muncul dari berbagai setting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap aspek kehidupan mahasiswa merupakan suatu hal yang kompleks dan tidak pernah lepas dari masalah. Masalah dapat muncul dari berbagai setting dan setiap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM

BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM BAGI PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG Fisik dan psikis adalah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Penelitian Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus - 1 September 2016. Data dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stroke 2.1.1 Defenisi Stroke Stroke adalah berhentinya pasokan darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi otak (Smeltzer dan Bare, 2002). Kurangnya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelbagai kemunduran fungsi diri yaitu fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pelbagai kemunduran fungsi diri yaitu fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa akhir merupakan masa tatkala seseorang mengalami pelbagai kemunduran fungsi diri yaitu fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Orang dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami

BAB I PENDAHULUAN. secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia atau lanjut usia adalah tahap akhir dari proses penuaan. Pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. tergantung, adapun variabel-variabel tersebut adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. tergantung, adapun variabel-variabel tersebut adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung, adapun variabel-variabel tersebut adalah:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROLANIS 1. Pengertian Prolanis PROLANIS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegratif yang melibatkan peserta, Fasilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Menurut WHOQOL Group (1997) kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan sistem nilai dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi pada saat ini yang begitu pesat membuat banyak masalah kompleks yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada kalanya masalah tersebut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya terhadap 31 responden

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya terhadap 31 responden BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya terhadap 31 responden (dewasa akhir) yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Indonesia pada tahun 2013 adalah 342.084 kasus sehingga dapat ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap orang. Dalam menjalani kehidupan ini seseorang seringkali merasakan kebahagian dan kesedihan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1999), masa dewasa awal dimulai pada umur 18 40 tahun, saat perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung : Kualitas Hidup 2. Variabel Bebas : Efikasi Diri B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan kondisi keberuntungan diri sendiri (Ghufron, 2011:98).

BAB II LANDASAN TEORI. dan kondisi keberuntungan diri sendiri (Ghufron, 2011:98). BAB II LANDASAN TEORI A. Optimisme 1. Pengertian Optimisme Carole (2007:296) mengatakan optimisme adalah harapan bahwa semua hal akan berjalan dengan baik, tidak peduli apapun halangan yang muncul membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang hidup di dunia ini tidak pernah lepas dari permasalahan. Berbagai permasalahan datang silih berganti mulai dari yang ringan sampai yang berat. Pada awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan yang dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan

Lebih terperinci

menilai kondisi kehidupannya saat ini dengan melihat jarak antara posisi kehidupannya saat ini dengan kehidupan yang diinginkan. Dalam hal ini bisa di

menilai kondisi kehidupannya saat ini dengan melihat jarak antara posisi kehidupannya saat ini dengan kehidupan yang diinginkan. Dalam hal ini bisa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti menginginkan kualitas hidup yang baik dan memiliki standar tersendiri mengenai kualitas hidup, begitu pun dengan wirausahawan. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat dapat mempengaruhi kesehatan individu. Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan kurangnya olahraga telah menjadi pola hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 57 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Obyek Penelitian 1. Nama dan Motto Lembaga Lembaga ini bernama Griya Baca dengan motto Berbagi Asa dan Karya, artinya setiap anak bangsa mempunyai hak dan kesempatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat 1 menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres LAMPIRAN Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres Petunjuk pengisian : Kuesioner ini terdiri dari 80 pernyataan mengenai cara Anda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Narapidana hukuman mati dapat terlibat dalam kasus karena telah memiliki pengalaman hidup yang negatif. Pengalaman hidup yang negatif sebelum terlibat dalam kasus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross sectional, karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Efendi 1995). Penelitian

Lebih terperinci

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA Letkol Laut (K/W) drg. R. Bonasari L.T, M.Si Dikum Terakhir : Magister Sains Psikologi UI Jakarta Dikmil Terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nugroho (2006) menjelaskan bahwa menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Kemunduran fisik yang di alami saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA

DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA Environment & Social Responsibility Division ESR Weekly Tips no. 30/III/2006 Sent: 20 Maret 2006 DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA Sebagian besar bahkan mungkin semua orang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang tumbuh dan berkembang sehat sebagaimana anak pada umumnya memiliki kecerdasan, perilaku yang baik, serta dapat bersosialisasi dengan orang lain dan kelak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Konsep Lansia a. Definisi Lanjut Usia Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A : SKALA PENELITIAN A-1 Skala Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus A-2 Skala Konsep Diri

LAMPIRAN A : SKALA PENELITIAN A-1 Skala Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus A-2 Skala Konsep Diri LAMPIRAN 63 LAMPIRAN A : SKALA PENELITIAN A-1 Skala Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus A-2 Skala Konsep Diri 64 A-1 Skala Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus 65 Identitas Nama : Usia : Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga bahagia merupakan dambaan bagi semua keluarga. Untuk menjadi keluarga bahagia salah satu syaratnya adalah keharmonisan keluarga. Keharmonisan keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian motivasi Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut Departemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang 85 BAB IV ANALISA DATA A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang Remaja Akibat Hamil di Luar Nikah di Desa UjungPangkah Gresik. Berdasarkan data yang dilakukan oleh konselor dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tingkat depresi terhadap kualitas hidup lanjut usia. Penelitian tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tingkat depresi terhadap kualitas hidup lanjut usia. Penelitian tersebut 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian untuk menganalisis hubungan antara tingkat depresi terhadap kualitas hidup lanjut usia. Penelitian tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur budaya universal yang menjadi cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di awal tunanetra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia merupakan suatu proses alami yang di tentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam yang indah ditambah suasana yang sejuk dengan di selimuti kabut. Beriring

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam yang indah ditambah suasana yang sejuk dengan di selimuti kabut. Beriring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Bandung adalah salah satu kota metropolitan bahkan terbesar di Jawa Barat dan menjadi ibu kotanya. Kota Bandung sendiri dulunya dinamakan kota kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi Skala 1 Skala Kecerdasan Emosional 1. UNFAVORABLE Kesadaran Diri o Saya merasa tidak mengerti perasaan saya sendiri o Saya kurang tahu penyebab kekecewaan yang saya rasakan o Saya malas bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk pada usia 60 tahun keatas di negara berkembang diperkirakan meningkat menjadi 20% antara tahun 2015-2050. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POSITIVE RELIGIOUS COPING STYLE DENGAN PENERIMAAN DIRI SURVIVOR GEMPA YOGYAKARTA INTISARI

HUBUNGAN ANTARA POSITIVE RELIGIOUS COPING STYLE DENGAN PENERIMAAN DIRI SURVIVOR GEMPA YOGYAKARTA INTISARI 1 HUBUNGAN ANTARA POSITIVE RELIGIOUS COPING STYLE DENGAN PENERIMAAN DIRI SURVIVOR GEMPA YOGYAKARTA INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara positive religious coping style

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran

Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran Bab 5 Simpulan, Diskusi dan Saran 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisa data serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan oleh peneliti pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang di gunkan dalam penelitian ini survei analitik, yaitu penelitian yang menggali bagaimana tingkat pengetahuan dan kualitas hidup lansia.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak peristiwa kekerasan seksual hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha L1. Aktivis Gereja Pengertian Aktivis Gereja Yang dimaksud aktivis gereja adalah jemaat aktif dan memiliki kehidupan kristiani yang baik (baik yang sudah anggota/terdaftar dalam gereja lokal maupun simpatisan),

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sampling selama kegiatan IPE berjalan dari bulan Juni 2015 Desember Tabel 1. Karakteristik responden penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sampling selama kegiatan IPE berjalan dari bulan Juni 2015 Desember Tabel 1. Karakteristik responden penelitian 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini yaitu pasien rawat jalan yang terpapar proses pembelajaran IPE di AMC Yogyakarta. Kuesioner ini

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN 26 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian sebagai tempat melakukan kegiatan penelitian guna memperoleh data yang berasal dari responden. Lokasi

Lebih terperinci