BAB I PENDAHULUAN. penggantian kedudukan harta kekayaan yang mencakup himpunan aktiva dan pasiva

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. penggantian kedudukan harta kekayaan yang mencakup himpunan aktiva dan pasiva"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris dapat dipaparkan sebagai seluruh aturan yang menyangkut penggantian kedudukan harta kekayaan yang mencakup himpunan aktiva dan pasiva orang yang meninggal dunia. 1 Pewarisan hanya terjadi bilamana ada kematian (dari pewaris). Prinsip ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 830 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Civil Code/Burgerlijke Wetboek). 2 Seketika seseorang meninggal dunia, para ahli waris demi hukum akan menggantikan kedudukan pewaris sebagai pihak yang berwenang memiliki atau mengurus harta kekayaan yang ditinggalkan. Mulai terhitung sejak meninggalnya pewaris, maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada para penerima waris. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 834 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penerima waris berhak menguasai kekayaan pewaris (boedel) berlandaskan pada haknya sebagai penerima waris dari pewaris. Klaim ini serupa dengan klaim kepemilikan lainnya dalam arti bahwa hak tersebut dapat ahli waris pertahankan terhadap siapapun juga (ahli waris lainnya) yang memiliki klaim sama. 3 Harta kekayaan pewaris sebagai satu kesatuan pada prinsipnya menjadi milik seluruh ahli waris bersama-sama. 1. M.J.A Van Mourik, Studi Kasus Hukum Waris, (Bandung : Eresco, 1993), hlm.1. 2 Wilbert D. Kolkman et.al. (eds), Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga Dan Hukum Waris Di Belanda Dan Indonesia, (Denpasar: Pustaka Larasan; Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2012), hlm Ibid, hlm

2 2 Konsekuensi hukum dari itu ialah bahwa dalam hal pengalihan, semua ahli waris harus bersama-sama menyepakati pengalihan demikian. Ketentuan Pasal 1066 Kitab Uundang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa pemegang hak waris tidak dapat dipaksa untuk membiarkan atau mempertahankan warisan dalam keadaan tidak terbagi. Pembagian waris dapat dituntut setiap saat, terlepas dari adanya kesepakatan bersama para ahli waris yang melarang pembagian demikian. Sekalipun begitu, para ahli waris dapat membuat perjanjian atau kesepakatan untuk menunda pembagian atau pemberesan boedel atau kekayaan pewaris untuk sementara waktu. Perjanjian demikian akan berlaku dan mengikat hanya selama 5 tahun, dan dapat diperbaharui setiap kali jangka waktu tersebut terlampaui. Setelah harta warisan dibagi-bagikan, maka masing-masing ahli waris satu per satu sesuai porsi yang diterimanya menggantikan kedudukan pewaris sebagai pemilik harta kekayaan pewaris. Maka itu pula masing-masing ahli waris tidak dapat dianggap memperoleh kebendaan yang bukan bagiannya. Notaris dapat dilibatkan dalam proses pembagian ataupun pemberesan harta warisan. Setelah dibagi-bagi dan dibereskan, harta kekayaan pewaris tidak lagi berstatus sebagai milik bersama para ahli waris. Pada pembagian waris dimana Notaris dapat dilibatkan dalam hal pembuatan akta-akta yang berkaitan untuk harta peninggalan yang akan dibagi sesama ahli waris. Akta Notaris merupakan akta otentik yang dibuat oleh di hadapan Notaris menurut

3 3 bentuk dan cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. 4 Dalam pembagian harta peninggalan Notaris salah satunya membuat akta Pemisahan dan Pembagian yang akan memuat dengan jelas keseluruhan ahli waris serta harta peninggalan. Pembagian warisan atau harta peninggalan melalui dua cara, yaitu adanya cara sukarela dan cara paksaan. Terlepas dari unsur Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Pembagian harta peninggalan melalu cara sukarela ialah pembagian yang dilaksanakan sesuai dengan kehendak seluruh ahli waris, baik secara undang-undang yang menyatakan tegas bagian masing-masing para ahli waris, termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maupun terlepas dari peraturan pembagian tersebut. Maksudnya lebih kepada pembagian berupa barang langsung tidak dinominalkan terlebih dahulu. Pembagian warisan dengan cara sukarela tidak selamanya harus langsung dibagi untuk masing-masing ahli waris, bisa saja pada mulanya untuk pemilikan bersama terhadap harta tersebut, seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan pelaksanaan secara sukarela adanya perdamaian yang ahli waris buat di hadapan Notaris untuk awal permulaan pelaksanaan pembagian waris. Perdamaian mana dibuat sesuai dengan pernyataan setiap ahli waris setuju dengan pelaksanaan pembagian waris yang mana telah disepakati bersama. Perdamaian yang dalam bahasa Belanda disebut juga dading atau juga compromis merupakan suatu perjanjian/persetujuan (overeenkomst) dengan mana para pihak,dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu 4 Pasal 1 angka 7, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

4 4 barang, mengakhiri suatu perkara yang belum putus (aanhangig) atau untuk mencegah timbulnya suatu perkara. 5 Setiap perdamaian hanya terbatas pada soal yang termaktub didalamnya; pelepasan segala hak dan tuntutan yang dituliskan di situ harus diartikan sekedar hak-hak dan tuntutan-tuntutan itu ada hubungannya dengan perselisihan yang menjadi lantaran perdamaian tersebut. Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan-perselisihan yang termaktub didalamnya, baik para pihak merumuskan maksud mereka dalam perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak satu-satunya dari apa yang dituliskan". 6 Pada pembagian waris yang melalui cara sukarela yang diawali dengan akta perdamaian bukan berarti menutup kemungkinan timbulnya sengketa. Karena dalam hal pembagian waris kebanyakan timbul permasalahan setelah adanya pembagian secara sukarela sesama ahli waris. Hal yang memicu timbulnya sengketa adanya halhal yang oleh sebagian atau salah seorang ahli waris merasakan hak mewarisnya hilang atau bagiannya yang tidak sepadan. Salah satu contoh mengenai pembagian waris atau kepemilikan bersama yang melalui perdamaian pada mulanya yang memicu konflik dikemudian hari adalah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 841 K/Pdt/2012. Dalam kasus ini adanya kakak beradik berenam saudara, telah meninggal dunia satu orang. Dimana pada awalnya yang berlima saudara ini membuat akta perdamaian mengenai harta peninggalan dari kedua orang tua mereka, berupa beberapa bangunan rumah dan 200 kg emas. Dari berlima saudara tersebut, anak pertama atau anak yang tertua merasakan hak warisnya dihilangkan oleh saudara-saudaranya. Dalam gugatan 5 Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, (Bandung : Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1990), hlm Pasal 1855 dan 1856 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

5 5 dinyatakan adanya penandatanganan akta perdamaian dengan blanko kosong oleh anak tertua, yang mana ternyata isi dari perdamaian tersebut ada klausula yang menyatakan penguasaan, penempatan,dan pemeliharaan untuk harta peninggalan yang dikuasai oleh saudara-saudara kandungnya. Sehinga adanya penghilangan hak waris bagi anak tertua. Pada penyelesaian sengketa waris melalui luar Pengadilan melalui jalur musyawarah dengan mediasi atau negosisasi. Sebenarnya negosiasi dan mediasi terdapat pada sengketa bisnis namun tidak menutupi untuk diterapkan dalam sengketa perdata lainya, yang berujung pada akta perdamaian nantinya. Negosiasi merupakan fact of life atau keseharian. Setiap orang melakukan negosiasi dalam kehidupan sehari-hari. Negosiasi adalah merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang. 7 Sedangkan mediasi merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan. 8 Pembagian warisan yang berujung konflik atau sengketa, adanya pilihan penyelesaian baik secara mufakat dan musyawarah keluarga maupun dengan jalur hukum, yaitu mengajukan gugatan waris ke Pengadilan Negeri. Dalam hal ini putusan 7 Suyud Margono. ADR (Alternavie Dispute Resolution) dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000), hlm Ibid, hlm. 59.

6 6 Hakim yang telah berkekuatan tetap merupakan paksaan untuk pembagian waris atau harta peningalan, yang demikianlah disebut dengan pembagian waris atau harta peninggalan secara paksa. Tuntutan hukum untuk membatalkan suatu pemisahan meliputi setiap akta yang dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan harta tidak terbagi di antara para kawan waris, tak peduli apakah akta tersebut telah dilakukan dengan nama jual-beli, pertukaran, perdamaian, atau lain sebagainya. Namun apabila pemisahan harta peninggalan atau suatu akta yang seperti itu telah dilaksanakan, maka tak dapatlah dimintakan pembatalan terhadap suatu perdamaian yang kiranya telah dibuat untuk menghilangkan keberatankeberatan yang nyata, yang terdapat dalam akta pertama. 9 Pembagian waris atau harta peninggalan secara paksa dimana adanya pelaksanaan pembagian waris ditentukan oleh Hakim dengan putusan hukum yang berkekuatan tetap bahkan dapat dengan eksekusi. Pasal BW di Belanda atau New BW di Belanda memberikan kepada Hakim wewenang untuk memerintahkan cara mengadakan pembagian atau menetapkan sendiri pembagian tersebut. Menurut ayat (1) Hakim wajib memperhatikan kepatuhan dalam pembagian tersebut, baik yang menyangkut kepentingan para pihak maupun kepentingan umum. Ayat 2 memberikan Hakim peluang untuk memilih tiga cara pembagian, yaitu: 11 9 Pasal 1117 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 10 Pasal 185 BW Belanda dengan tegas mengatur mengenai pembagian warisan dengan kekuasaan atau kewenangan Hakim, sedangkan di BW/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia tidak adanya pengaturan yang tegas dan jelas mengenai kewenangan Hakim dalam pembagian waris, melainkan pembagian waris yang dimohonkan kepada Hakim atau masuk dalam Pengadilan, maka Hakim dengan pertimbangan berdasarkan ketentuan undang-undang dan literatur pendukung untuk memutuskan pembagian dan pembagian tersebut keseringan kepada pembagian taksiran bukan berupa pembagian in-natura. Sehingga menunculkan ketidak puasan para pihak yang bersengketa atau pihak yang memohonkan memohonkan pembagian waris kepada Hakim. 11 M.J.A. Van Mourik, Op.Cit, hlm

7 7 a. Memberikan sebagian dari barang tersebut kepada masing-masing rekan peserta pembagian; b. Memberikan bagian lebih kepada seorang atau lebih rekan peserta dengan membayar ganti rugi atas nilai lebih; c. Pembagian hasil bersih barang tersebut atau sebagian dari barang itu, setelah ini dijual menurut cara yang telah ditetapkan oleh Hakim. Putusan Hakim mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak-pihak yang berperkara, dan kekuatan pembuktian, yang berarti bahwa dengan adanya putusan telah diperoleh suatu kepastian tentang sesuatu, serta kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara. 12 Putusan Hakim tersebut tidak selalu memberikan kenyamanan serta rasa keinginan yang tidak terpenuhi, karena dari itu tidak memungkinkan adanya akta perdamaian yang mengenyampingkan putusan Hakim tersebut. Perdamaian dilaksanakan untuk menghindari serta menyelesaikan permasalahan, baik permasalahan tersebut masih bersifat musyawarah keluarga yang tidak terpecahkan maupun permasalahan yang telah masuk ranah hukum, dalam hal ini maksudnya sedang proses peradilan atau telah proses peradilan. Perdamaian yang dilaksanakan ketika putusan Hakim telah keluar dan para pihak masih tidak merasa nyaman serta keinginan tidak terpenuhi, maka para pihak mengenyampingkan putusan Hakim dan membuat akta perdamaian di hadapan Notaris. Hal yang 12 Rima Nurhayati, Tinjauan Hukum Akta Perdamaian Yang Menyampingkan Putusan Pengadilan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap(Studi Kasus Perdata No. 305/Pdt.G/2007/PN.Bekasi), Tesis, (Semarang : Universitas Diponegoro, 2010), hlm.8.

8 8 demikian bukan berarti salah, karena hukum perdata selalu memberi peluang untuk perdamaian, lain dengan hukum pidana. Salah satu contoh kasus perdamaian yang mengenyampingkan putusan Hakim adalah perdamaian yang dilaksanakan para pihak dalam upaya menyelesaikan sengketa waris melalui proses persidangan, yang pada akhirnya diputus oleh Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor perkara : 305/ Pdt. G/2007/PN. Bks. Realisasi putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat dijalankan dengan sukarela dan eksekusi. Para pihak berkehendak untuk upaya damai. Akta perdamaian dibuat karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan. Akta perdamaian yang dijalankan bukan perdamaian dading, tetapi akta perdamaian yang dibuat oleh para pihak dihadapan Notaris yang merupakan bentuk perjanjian pada umumnya. 13 Akta perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu keputusan Hakim pada tingkat akhir. Perdamaian itu tidak dapat dibantah dengan alasan bahwa terjadi kekeliruan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan. 14 Perdamaian mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan suatu putusan Hakim telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, namun tidak diketahui oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak, adalah batal. Jika keputusan yang tidak diketahui 13 Ibid. 14 Pasal 1858 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

9 9 itu masih dapat dimintakan banding, maka perdamaian mengenai sengketa yang bersangkutan adalah sah. 15 Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, adanya ketertarikan untuk melakukan penelitian yang dirangkai dengan Judul Kekuatan Hukum Pembagian Waris Melalui Akta Perdamaian Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata. B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan beberapa masalah yang harus dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penyelesaian pembagian harta warisan yang dilakukan atas dasar adanya akta perdamaian antara para ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? 2. Bagaimana kekuatan hukum dari pembagian harta warisan yang dilakukan melalui akta perdamaian? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian pembagian harta warisan yang dilakukan atas dasar dengan akta perdamaian antara para ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum dari pembagian harta warisan yang dilakukan atas dasar adanya akta perdamaian antara para ahli waris. 15 Pasal 1862 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

10 10 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Secara Teoritis Penulisan ini sekiranya dapat memperkaya khasanah pengetahuan di bidang Hukum Waris, khususnya Hukum Waris BW mengenai pembagian waris yang diawali dengan akta perdamain, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan hukum waris di Indonesia. 2. Manfaat Secara Praktis Hasil dari penulisan tesis ini diharapkan akan memberikan manfaat secara praktis, yaitu kepada: a. Masyarakat, memberi pengetahuan dan pemahaman mengenai dasar hukum pembagian warisan bagi ahli waris khususnya Warga Negara Indonesia yang tunduk kepada hukum waris perdata. b. Instansi terkait dan praktisi hukum, untuk memberikan masukan mengenai pembagian warisan menurut hukum waris perdata. c. Peneliti, memberikan masukan dan bahan pembandingan bagi para peneliti yang tertarik mendalami hal-hal yang berkaitan dengan hukum waris, khususnya hukum waris menurut perdata. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan sementara di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana

11 11 menunjukan bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik tesis ini antara lain: 1. Penelitian dengan judul Pembagian Harta Warisan Orang Yang berbeda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 51K/Ag/1999), oleh Sahriani NIM Rumusan Masalah: a. Hak-hak apakah yang didapat oleh ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris? b. Dapatkah diberlakukan wasiat wajibah bagi orang yang berbeda agama? c. Berapakah bagian harta pewaris yang dapat diterima melalui wasiat wajibah untuk orang yang berbeda agama? 2. Penelitian dengan judul Penerapan Pasal 916 a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Oleh Balai Harta Peninggalan Bagi Perlindungan Hak mewaris Anak Dibawah Umur Bagi Golongan Tionghoa (Studi Kasus Harta Peninggalan Tan Tjoen Kiah, oleh Rasanty Sribulan L Siallagan NIM Rumusan Masalah : a. Bagaimanakah penerapan Pasal 916a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dilakukan dalam penyelesaian warisan dalam kasus harta peninggalan Tan Tjoen Kiah? b. Mengapa Balai Harta Pemninggalan Medan melakukan penuntutan untuk kepentingan harta anak dibawah umur dalam kasus harta peninggalan Tan Tjoen Kiah?

12 12 c. Kendala apa-apa sajakah yang dihadapi oleh Balai Harta Peninggalan Medan sebagai wali pengawas dalam melaksanakan tugasnya dalam kasus harta peninggalan Tan Tjoen Kiah? 3. Penelitian dengan judul Akta Perdamaian Sebagai Jalan Penyelesaian Sengketa Tanah Di luar Pengadilan (Studi Kasus Penyelesaian Perkara Antara Pemilik Tanah Adat Ahli waris PA Nampati Purba Dengan PT. Bank Sumatera Utara Di Kabanjahe). Oleh Syafruddin Adi Wijaya, NIM : /Mkn. Rumusan Masalah : a. Bagaimanakah bentuk dan isi Akta Perdamaian dalam menyelesaikan sengketa tanah antara pemilik tanah adat yaitu ahli waris dari Pa Nampati Purba dan PT. Bank Sumatera Utara di luar Pengadilan? b. Apakah faktor-faktor yang harus dperhatikan dalam membuat akta perdamaian? c. Apakah hambatan-hambatan dan apakah upaya mengatasi hambatan yang dihadapai dalam pembuatan akta perdamaian? 4. Penelitian dengan judul Tinjauan Hukum Akta Perdamaian Yang Menyampingkan Putusan Pengadilan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap(Studi Kasus Perdata No. 305/Pdt.G/2007/PN.Bekasi). Disusun oleh Rima Nurhayati, NIM : B4B Dengan rumusan masalah : a. Bagaimana akibat hukum dari akta perdamaian yang isinya menyampingkan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap?

13 13 b. Bagaimana akibat hukum putusan Pengadilan yang disampingkan dengan akta perdamaian? F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lain atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah sarana yang ringkas untuk berbifikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja. 16 Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui. 17 Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya. 18 Teori itu bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk, analisis dari hasil penelitian yang dilakukan, sehingga merupakan eksternal bagi penelitian ini. 19 Teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan 16 HR. Otje Salman S dan Anton F Sutanto, Teori Hukum, (Bandung : Refika Aditama, 2005), hlm M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 27 dan Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm.10.

14 14 simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum. 20 Keberadaan teori dalam dunia ilmu pengetahuan sangat penting karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan ahli dianggap sebagai sarana yang memberi rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. 21 Pembahasan mengenai kekuatan hukum pembagian warisan pada hakekatnya tidak dapat terlepas dari hubungan dengan masalah kepastian hukum, dimana adanya kepastian hukum dalam pembagian warisan. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Penelitian ini berusaha untuk memahami kepastian hukum dari kekutan hukum pembagian waris melalui akta perdamaian ditinjau dari aspek hukum perdata. Menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum. Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu: Pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim 20 Mukti Fajar dan YuliantoAchmad, Dualisme Penelitian Hukum. Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 113.

15 15 antara putusan Hakim yang satu dengan putusan Hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan. 22 Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidak pastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Pemikiran mainstream beranggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, pandangan seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo hominilupus). Perkembangan pemikiran manusia modern yang disangga oleh rasionalisme yang dikumandangkan Rene Descartes (cogito ergo sum), fundamentalisme mekanika yang dikabarkan oleh Isaac Newton serta empirisme kuantitatif yang digemakan oleh Francis Bacon menjadikan sekomponen manusia di Eropa menjadi orbit dari peradaban baru. Pengaruh pemikiran mereka terhadap hukum pada abad XIX nampak dalam pendekatan law and order (hukum dan ketertiban). Salah satu pandangan dalam hukum ini mengibaratkan bahwa antara hukum yang normatif (peraturan) dapat diikuti ketertiban yang bermakna sosiologis. Sejak saat itu, manusia menjadi komponen dari hukum berbentuk mesin yang rasional dan terukur secara kuantitatif dari hukum-hukum yang terjadi karena pelanggarannya. Pandangan mekanika dalam hukum tidak hanya menghilangkan kemanusiaan di hadapan hukum dengan menggantikan manusia sebagai sekrup, mor atau gerigi, tetapi juga menjauhkan antara apa yang ada dalam idealitas aturan hukum dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Idealitas aturan hukum tidak selalu menjadi fiksi yang berguna dan benar, demikian pula dengan realitas perilaku sosial masyarakat tidak selalu mengganggu tanpa ada aturan hukum sebelumnya. Ternyata law and order menyisakan kesenjangan antara tertib hukum dengan ketertiban sosial. Law and order kemudian hanya cukup untuk the order of law, bukan the order by the law (ctt: law dalam pengertian peraturan/legal). Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa kepastian 2008), hlm Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Pranada Media Group,

16 16 hukum tidak mampu menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum secara benar-benar. 23 Kepastian hukum bagi subjek hukum dapat diwujudkan dalam bentuk yang telah ditetapkan terhadap suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Hukum yang berlaku pada prinsipnya harus ditaati dan tidak boleh menyimpang atau disimpangkan oleh subjek hukum. Ada tertulis istilah fiat justitia et pereat mundus yang diterjemahkan secara bebas menjadi meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan yang menjadi dasar dari asas kepastian dianut oleh aliran positivisme. Penganut aliran positivisme lebih menitik beratkan kepastian sebagai bentuk perlindungan hukum bagi subjek hukum dari kesewenang-wenangan pihak yang lebih dominan. Subjek hukum yang kurang bahkan tidak dominan pada umumnya kurang bahkan tidak terlindungi haknya dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Kesetaraan hukum adalah latar belakang yang memunculkan teori tentang kepastian hukum. Hukum diciptakan untuk memberikan kepastian perlindungan kepada subjek hukum yang lebih lemah kedudukan hukumnya. Kepastian hukum bermuara pada ketertiban secara sosial. Dalam kehidupan sosial, kepastian adalah mensyaratakan kedudukan subjek hukum dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Dalam paham positivisme, kepastian diberikan oleh negara sebagai pencipta hukum dalam bentuk undang-undang. Pelaksanaan kepastian dikonkritkan dalam bentuk lembaga yudikatif yang berwenang mengadili atau menjadi wasit yang memberikan kepastian bagi setiap subjek hukum. Dalam 23 Yance Arizona, Apa itu Kepastian Hukum?, http.//yancearizona.net/2008/04/13/apa-itukepastian-hukum/, 18 juni 2013.

17 17 hubungan secara perdata, setiap subjek hukum dalam melakukan hubungan hukum melalui perjanjian juga memerlukan kepastian hukum. Pembentuk undang-undang memberikan kepastiannya melalui Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian yang berlaku sah adalah undang-undang bagi para subjek hukum yang melakukannya dengan itikad baik. Subjek hukum diberikan keleluasaan dalam memberikan kepastian bagi masing-masing subjek hukum yang terlibat dalam suatu kontrak. Kedudukan yang sama rata dipresentasikan dalam bentuk itikad baik. Antar subjek hukum yang saling menghargai kedudukan masing-masing subjek hukum adalah perwujudan dari itikad baik. Kepastian dalam melakukan suatu perbuatan hukum terutama perjanjian tidak hanya dari suatu akibat suatu perjanjian yang hendak diinginkan, akan tetapi juga pada substansi perjanjian itu sendiri. Pembentuk Undang-undang juga mewajibkan kepastian dalam merumuskan suatu perjanjian. Pasal 1342 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa kata-kata yang digunakan juga harus jelas sehingga tidak dapat menyimpang dari penafsiran yang sudah dijelaskan. Oleh karena perjanjian merupakan undang-undang bagi para subjek hukum maka segala sesuatu yang tertulis harus pasti diartikan oleh para subjek hukum. Jika suatu perjanjian tidak memberikan kepastian dalam hal isinya maka kedudukan subjek hukum yang lemah akan tidak terlindungi dan menjadi tidak pasti. Pada kepastian hukum mengenai perjanjian tidak terlepas dari hal mengenai syarat sah dari suatu perjanjian. Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai perjanjian

18 18 yang sah apabila telah memenuhi empat syarat sahnya perjanjian, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, antara lain : 24 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat dimaksudkan kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dengan demikian tanpa adanya kesepakatan tersebut maka tidak akan lahir suatu perjanjian. Menurut Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu sepakat yang sah dipandang tidak ada apabila sepakat itu diberikan karena adanya kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang) ataupun penipuan (bedrog). Jadi dapat disimpulkan bahwa para pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan suatu perjanjian harus benar-benar bebas dari tekanan dan murni atas kehendak sendiri yang disepakati oleh kedua belah pihak. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kedua belah pihak harus cakap menurut hukum, artinya setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq 25 dan sehat pikirannya. Beberapa golongan orang yang oleh Undang-undang dinyatakan tidak cakap yakni, orang di bawah umur dan orang yang di bawah pengawasan (curatele), sedangkan perempuan yang telah kawin dicabut sesuai SEMA Nomor 3 Tahun Seseorang yang tidak cakap, maka tidak dapat melakukan perjanjian dengan pihak lain tetapi dapat diwakili oleh walinya atau pengampu/kuratornya. 24 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Binacipta, 1978), hlm. 25 Dalam Islam kedewasaan disebut dengan akil baliq, yang mana adanya tanda-tanda kedewasaan yang akan timbul pada diri seseorang, baik laki-laki maupun perempuan.

19 19 c. Suatu hal tertentu Hal yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu, yang mana tertuang dalam Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat ini diperlukan untuk menetapkan kewajiban si berhutang, jika terjadi perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian, paling sedikit harus ditentukan jenisnya. 26 d. Suatu sebab yang halal. Maksudnya adalah isi dan tujuan perjanjian itu tidak dilarang atau tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan atau nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Dua syarat yang pertama menyangkut subyek atau orang yang melakukan perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena menyangkut obyek dari perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Apabila syarat subyektif dari perjanjian tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya, pihak yang dapat memintakan pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang tidak menyetujui perjanjian tersebut, apabila perjanjian tersebut dilakukan secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat selama tidak dibatalkan oleh Hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut. Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka 26 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 1994), hlm. 136.

20 20 perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya sejak semula dianggap bahwa perjanjian itu tidak pernah ada. 2. Konsepsional Konsep (Inggris:conceptual,Latin : Conceptus dari concipere (yang berarti memahami, menerima, menangkap) merupakan gabungan dari kata con (bersama) dan capere ( menangkap, menjinakkan). Konsep memiliki banyak pengertian. Konsep dalam pengertian yang relevan adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam suatu bidang studi yang kadang menunjuk pada hal-hal universal yang diabtraksikan dari hal-hal yag pertikular. Salah satu fungsi logis dari konsep ialah memunculkan, objek-objek yang menarik perhatian dari sudut pandangan praktis dan sudut pengetahuan dalam pikiran dan atribut-atribut tertentu. Penggagabungan itu memungkinkan ditentukannya arti kata-kata secara secar tepat dan menggunakannya dalam proses pikiran. 27 Konsepsional penting dirumuskan agar tidak adanya kesalah pahaman dalam mengartikan maksud penulisan. Konsepsional ini merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental, yaitu suatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analisi Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayu Media, 2008), hlm Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta. Raja Grafindo Persada), 2005, hlm

21 21 Pada penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut : a. Hukum Waris yaitu serangkaian ketentuan yang mengatur peralihan warisan seseorang yang meninggal dunia kepada seorang lain atau lebih. 29 b. Pewarisan adalah merupakan tindakan menggantikan atau meneruskan kedudukan orang yang meninggal yang ada kaitan atau hubungannya dengan hak atas harta benda, demikian menyangkut hukum kekayaan (vermogensrechtelijke betrekkingen) orang itu. 30 c. Warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang msih hidup. 31 d. Pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia. 32 e. Ahli waris adalah orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukan hukum mengenai kekayaanya. 33 Orang-orang yang berhak menerima harta warisan (harta pusaka) Than Thong Kie, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, (Jakarta : IchtiarBaru Van Hoeve,2007), hlm Komar Andasasmita, Notaris III Hukum Harta Perkawinan Dan Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Teori & Praktek), (Bandung : Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat,1990), hlm R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia, (Bandung : Sumur,1991), hlm Pengertian meninggal dunia, pertama-tama tentulah apa yang dinamakan kematian alami (natuurlijke dood). Apa penyebabnya tidak relevan, apakah karena sakit, kecelakaan atau akibat pembunuhan, termasuk bunuh diri. Lihat M.U. Sembiring, Beberapa bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Medan : Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum,1989), hlm MR. A. Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda Jilid 1,( Jakarta : Intermasa,1986), hal Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta. Rineka Cipta, 2007), hlm.24.

22 22 f. Hak mewarisi adalah hak yang telah ditentukan secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bagi ahli waris, baik karena Undang-undang maupun karena penunjukan atau wasiat. g. Bagian mutlak atau legitime portie 35 adalah bagian seorang ahli waris yang dilindungi oleh Undang-undang. 36 h. Perdamaian merupakan suatu perjanjian/persetujuan (overeenkomst) dengan mana para pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang belum putus (aanhangig) atau untuk mencegah timbulnya suatu perkara. G. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu Sifat dan Jenis Penelitian a. Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Dikatakan bersifat deskriptif karena dalam penelitian ini diharapkan memperoleh 35 Bagian mutlak atau legitime portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat. Lihat Pasal 913 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 36 Than Thong Kie, Loc.Cit. 37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : UI Press, 2008), hlm. 42.

23 23 gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai kekuatan hukum pembagian waris melalui akta perdamaian ditinjau dari aspek hukum perdata. Bersifat analitis maksudnya bahwa penelitian ini tidak hanya memaparkan apa yang telah diteliti, akan tetapi juga dianalisis terhadap aspek hukum dari hukum waris Perdata. b. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai metode pendekatan yuridis normatif untuk mengkaji peraturan-peraturan yang berhubungan dengan hukum waris Perdata. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan perpustakaan atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. 38 Maka pendekatan yang yang dilakukan adalah pendekatan peraturan hukum yang berlaku baik itu dalam peraturan peraturan perundang-undangan hukum nasional terutama hukum waris. 2. Sumber Data Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahaan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum. 39 Data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari : 38 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm Fajat dan Yulianto, Dualisme Penelitan Hukum. Normatif dan Empiris, (yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010) hlm. 34.

24 24 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris 4) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi di Pengadilan b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasl-hasil penelitian, hasil karangan dari kalang hukum, dan seterusnya 40. c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus dan seterusnya Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menghimpun data yang berasal dari kepustakaan, berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur, jurnal ilmiah, majalah-majalah artikel, putusan Pengadilan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti serta tulisantulisan yang terkait dengan kekuatan hukum pembagian waris melalui akta perdamaian. 4. Analisis Data Keseluruhan data atau bahan yang diperoleh dianalisis secara kualtitatif, yaitu dengan memberi penilaian terhadap hasil penelitian berdasarkan peraturan 40 Ibid, hlm Ibid.

25 25 perundang-undangan, pendapat para ahli, dan akal sehat dengan uraian kalimatkalimat dan tidak menggunakan angka-angka. Analisis data ini bertolak dari teoriteori dan konsep yang telah disusun dan dikemukakan dalam kerangka teori dan kerangka konsepsional. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bagaimana pelaksanaan pembagian warisan dan hak mewaris. 5. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan pada penelitian ini yang berpedoman pada cara deduktif induktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kemudian mengarah kepada hal-hal yang bersifat khusus

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Zainuddin. Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Zainuddin. Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2008. 118 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Afandi, Ali. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Jakarta : Bina Aksara, 1986. Ali, Zainuddin. Pelaksanaan Hukum Waris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan waris muncul dan dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan waris muncul dan dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan waris muncul dan dialami oleh seluruh lapisan masyarakat. Berbagai kasus yang menyangkut sengketa waris tidak pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENETAPAN HAK WASIAT WAJIBAH TERHADAP AHLI WARIS NON MUSLIM (STUDI PUTUSAN NO. 0141/PDT.P/2012/PA. SBY) FEBRI SILVIA DEWI

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENETAPAN HAK WASIAT WAJIBAH TERHADAP AHLI WARIS NON MUSLIM (STUDI PUTUSAN NO. 0141/PDT.P/2012/PA. SBY) FEBRI SILVIA DEWI FEBRI SILVIA DEWI 1 ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENETAPAN HAK WASIAT WAJIBAH TERHADAP AHLI WARIS NON MUSLIM (STUDI PUTUSAN NO. 0141/PDT.P/2012/PA. SBY) FEBRI SILVIA DEWI ABSTRACT Inheritance occurs when

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Hukum Perdata di Indonesia khususnya hukum waris bersifat pluralisme (beraneka ragam). Belum adanya unifikasi dalam hukum waris di Indonesia yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk itu manusia juga dikatakan sebagai mahkluk sosial, karena pada diri manusia

BAB I PENDAHULUAN. Untuk itu manusia juga dikatakan sebagai mahkluk sosial, karena pada diri manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk individu ternyata tidak mampu hidup sendiri, dalam menjalankan kehidupannya senantiasa akan bergantung pada orang lain. Manusia saling membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) : Studi Kasus di Kantor Notaris dan PPAT Eko Budi Prasetyo, SH di Kecamatan Baki Sukoharjo Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia saling berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai konsep dasar ilmu sosial bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya membutuhkan bantuan dari orang lain, maka terciptalah

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) memberikan pengertian mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, meliputi permukaan bumi,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan salah satu instansi pemerintah yang bertugas melayani masyarakat dalam hal pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi secara harfiah diartikan sebagai aktifitas atau kegiatan penanaman modal, sedangkan investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mewujudkan kepastian hukum mengenai kedewasaan dan kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dalam rangka pelayanan pertanahan, perlu adanya kejelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN 1 KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN BANGUNAN YANG DIMILIKI OLEH PIHAK LAIN Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling menarik satu sama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : Premanti NPM : 11102114 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS OLEH : RYAN ADITYA, S.H NIM 12211044 PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C. PROSES PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN TERHADAP BARANG TIDAK BERGERAK YANG DIAGUNKAN ATAU DIJAMINKAN DI BANK SWASTA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci