BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah
|
|
- Irwan Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan hidup. Kehendak setiap manusia dengan kepentingannya tersebut harus diselaraskan dengan kepentingan dari manusia lain dalam sebuah komunitas sosial. Hal ini yang membuat manusia sebagai mahluk sosial harus membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah pranata sosial yang otoritatif sehingga masing-masing kepentingan tersebut dilindungi oleh sebuah hukum dan menimbulkan hak dan kewajiban. Hukum memiliki peranan sebagai pembeda kepentingan mana yang benar dan salah, baik dan buruk, berguna sekarang dan kemudian, akan mengatur bagaimana manusia saling hidup dan berkehendak sehingga menjadi lebih tertib dan damai. Pada perkembangannya, selalu dapat ditemui ketidaksesuaian kepentingan di antara manusia. Mengingat besar dan kecil, dan rumit dan sederhananya ketidaksesuaian tersebut dapat mengakibatkan terganggunya tata tertib dan perdamaian hubungan sosial antar manusia, maka hukum harus menjadi panglima dalam pemecahannya. Dalam kedudukan ini, hukum menjadi jalan keluar bagaimana konflik tersebut dapat diselesaikan, karena tujuan dari hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. 1 1 LJ van Apeldoorn, 1971, Pengantar Ilmu Hukum, tjetakan kesebelas, Pradnja Paramita, Djakarta, hlm. 20.
2 2 Proses penyelesaian perbedaan kepentingan ini harus berbasiskan sebuah hukum, sehingga hasil jalan keluarnya dapat mengikat menjadi hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang saling bersengketa (berbeda pendapat). Secara prosedural, pengadilan adalah struktur hukum yang memiliki otoritas untuk menegakkannya. Dalam masyarakat terdapat persoalan tertentu dalam meniti acara pengadilan. Kenyataan kasus-kasus dalam sengketa perdata yang digelar di pengadilan memakan waktu, biaya, tenaga dan pikiran, bahkan itu terkadang sangat melelahkan secara fisik maupun mental. Meskipun dalam penyelesaian sengketa melalui proses litigasi di muka pengadilan, berasaskan sederhana, cepat dan biaya ringan. Memahami kelemahan tersebut, sistem hukum di Indonesia mengenal adanya lembaga alternatif penyelesaian sengketa dan upaya perdamaian yang wajib ditekankan oleh hakim dalam persidangan. Terbitnya Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut dengan UU No. 30 Tahun 1999) memberikan pengaturan untuk alternatif penyelesaian sengketa, sedangkan ketentuan dalam Pasal 1851 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan KUHPerdata) memberikan pengaturan mengenai perdamaian. Pasal 1851 KUHPerdata mengatur bahwa perdamaian dapat dilakukan atas perkara yang telah ada baik sedang berjalan di pengadilan atau akan diajukan ke pengadilan. Artinya penyelesaian menuju perdamaian dengan itikad baik para pihak adalah aspek yang diutamakan. Aspek perdamaian di sini bila merujuk pada tujuan hukum menurut Gustav Radbruch, dalam Heather Leawoods, untuk
3 3 memenuhi adanya kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. 2 Syarat lain dalam perdamaian tersebut adalah adanya perjanjian tertulis, dengan tujuan mencegah timbulnya perkara baru. 3 Berdasarkan hal tersebut, perjanjian perdamaian yang dihasilkan dari suatu proses penyelesaian sengketa harus dituangkan dalam bentuk tertulis. Pasal 130 Het Herziene Indonesisch Reglement (selanjutnya disebut dengan HIR), Pasal 154 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (selanjutnya disebut dengan RBg) memberikan pedoman bagi hakim untuk wajib mengusahakan dengan sungguh-sungguh penyelesaian dengan perdamaian bagi para pihak yang bersengketa. Ayat (1) dari pasal tersebut memberi arahan bahwa ketika pada hari yang telah ditentukan datang kedua belah pihak, maka Pengadilan Negeri melalui ketuanya wajib mencari jalan damai bagi keduanya. Hasil dari perdamaian itu harus dituangkan dalam sebuah surat (akta) yang berkekuatan seperti sebuah putusan hakim biasa, di mana tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi setelahnya (Pasal 130 ayat (2) dan (3) HIR). Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (selanjutnya disebut Perma No. 1 Tahun 2008) menyebutkan bahwa akta perdamaian adalah akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa. Akta yang memuat kesepakatan perdamaian ini dapat berupa akta di bawah tangan maupun akta otentik yang dibuat oleh seorang notaris. 2 Heather Leawoods, Gustav Radbruch: An Extraordinary Legal Philosopher, Washington University Journal of Law and Policy, Vol. 2, January 2000, hlm Pasal 1851 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
4 4 Kedudukan akta perdamaian berkekuatan hukum tetap dan memiliki aspek eksekutorial seperti putusan hakim pada umumnya. Pasal 1858 KUHPerdata memberi penjelasan tentang akibat hukum akta perdamaian, yang berbunyi: Segala perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan seperti putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan. Tidaklah dapat perdamaian itu dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan. Perdamaian dapat dijalankan dalam perkara sengketa yang telah diputus dalam tingkat Pengadilan Negeri dan dilakukan upaya banding. Pasal 21 Perma No. 1 Tahun 2008 memberikan ketentuan prosedural tentang perdamaian di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Peluang untuk mengadakan perdamaian melalui mediasi tidak tertutup hanya dalam lingkup pengadilan, Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008 memberi jalan diadakannya kesepakatan di luar pengadilan. Hal-hal tersebut adalah keluwesan dari penyelesaian sengketa dengan perdamaian baik di pengadilan maupun di luar pengadilan. Harapan terbesar dari ketentuanketentuan hukum ini adalah dapat terpecahkannya sengketa dengan mengutamakan aspek perdamaian yang memenuhi rasa keadilan, asas kemanfaatan, dan kepastian hukum. Terdapat satu contoh proses penyelesaian sengketa di tingkat banding dan pembuatan akta perdamaian di hadapan notaris sebagai alat bukti telah diadakannya perjanjian perdamaian dalam peristiwa hukum yang terjadi pada sengketa perdata antara pengurus Yayasan Pendidikan Tujuh Belas Yogyakarta (selanjutnya disebut sebagai Yayasan) di satu pihak dengan para ahli waris eks
5 5 ketua pengurus Yayasan di pihak lain. Dasar sengketa adalah kepemilikan tanah dan bangunan yang menjadi kegiatan Yayasan. Sengketa kepemilikan atas tanah berikut bangunan gedung berdiri di atasnya tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta, tanggal 6 Juli 2009 di bawah Nomor 40/Pdt.G/2008/PN.Yk. Putusan tersebut dimohonkan pemeriksaan banding ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Para pihak yang bersengketa bersepakat mengakhiri sengketa perdata No. 40/Pdt.G/2008/PN.Yk tersebut dengan Akta Perdamaian Nomor 02 tanggal 5 Januari 2010 (dan Akta Adendum Pertama Atas Perjanjian Perdamaian Nomor 11 tanggal 20 Februari 2010) yang dibuat di hadapan Notaris Ika Farikha di Bantul sebelum Pengadilan Tinggi Yogyakarta memutuskan perkara tersebut dalam Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 07/PDT/2010/PTY. Dalam penelitian ini diketahui bahwa akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris tersebut tidak diajukan menjadi alat bukti dalam pemeriksaan perkara di tingkat banding, sehingga di dalam pemberitaan media massa dapat diperoleh informasi bahwa tetap terjadi konflik dan sengketa menyangkut obyek sengketa yang melibatkan para pihak tersebut, walaupun telah diadakan perdamaian. Peristiwa hukum tersebut membawa pada perlunya diadakan sebuah penelitian hukum untuk menjawab tentang bagaimana kedudukan akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa di tingkat banding dan mengapa akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris tidak dijadikan alat bukti pada pemeriksaan di tingkat banding dalam kasus Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 07/PDT/2010/PTY.
6 6 Uraian di atas membawa penulis, untuk merumuskan sebuah penelitian dengan judul: Kedudukan Akta Perdamaian Yang Dibuat Di Hadapan Notaris Sebagai Alat Bukti Penyelesaian Sengketa Di Tingkat Banding (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 07/PDT/2010/PTY) B. Perumusan Masalah Dari uraian dalam Latar Belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa di tingkat banding? 2. Mengapa akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris tidak dijadikan alat bukti dalam pemeriksaan di tingkat banding pada kasus Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 07/PDT/2010/PTY? C. Keaslian Penelitian Setelah melakukan penelitian awal di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan akta perdamaian dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Di antaranya adalah: 1. Tinjauan Yuridis Akta Perdamaian Yang Dilakukan Para Pihak Di Hadapan Notaris.
7 7 Tesis Program Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2011 dengan penulis Abdul Khair Razikin. Permasalahan yang diteliti adalah: a. Bagaimana ketentuan hukum kewenangan yang dimiliki oleh notaris dalam membuat akta perdamaian berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris? b. Bagaimana kedudukan hukum akta perdamaian yang dibuat notaris terhadap putusan pengadilan berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman? Kesimpulan yang ditarik adalah: a. Notaris berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, berwenang membuat akta perdamaian sebagai salah satu produk hukum dalam menjalankan tugas dan fungsi jabatannya. b. Kedudukan akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris dapat dilakukan terhadap suatu perkara yang sedang berjalan di pengadilan maupun terhadap putusan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap, dan eksekutorialnya dengan adanya penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dengan isi perintah eksekusi agar akta perdamaian dapat dilaksanakan. 4 4 Abdul Khair Razikin, Tinjauan Yuridis Akta Perdamaian yang Dilakukan Para Pihak Di Hadapan Notaris, Tesis, Program Pascasarjana, Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011, hlm
8 8 2. Tinjauan Akta Perdamaian Yang Dibuat Notaris Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Perdata. Tesis Program Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2013 dengan penulis Ahmad Anta Setiawan. Permasalahan yang diteliti adalah: a. Bagaimana implementasi Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris terkait kewenangan pembuatan perjanjian perdamaian? b. Apakah akta perdamaian yang dibuat notaris dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan para pihak yang bersengketa? Kesimpulan yang ditarik adalah: a. Notaris berperan penting dalam pembuatan kesepakatan perdamaian dalam bentuk secara tertulis khususnya sengketa sebagai implementasi Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dengan cara: pertama, notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan atributif dari negara untuk melayani kebutuhan masyarakat yang melakukan hubungan hukum dengan membuat akta otentik sebagai alat bukti yang sah dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna; kedua, sebagai implementasi Pasal 15 angka (2) huruf e Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, notaris memberikan penyuluhan dan nasihat hukum demi terjadinya kesepakatan perdamaian.
9 9 b. Dapat terakomodasi ataupun tidaknya kepentingan para penghadap tersebut, sangat tergantung pada itikad baik masing-masing pihak. Untuk itu notaris harus berprakarsa untuk memberikan penjelasan tentang akibat hukum dari kepentingan-kepentingan tersebut kepada para pihak Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perdamaian Terhadap Pihak Yang Bersengketa Di Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat. Tesis Program Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2013 dengan penulis Dhonny Tri Laksono. Permasalahan yang dirumuskan adalah: a. Apakah notaris memiliki kewenangan dalam pembuatan akta perdamaian terhadap pihak yang bersengketa? b. Bagaimana kekuatan hukum akta perdamaian yang dibuat oleh notaris terhadap pihak yang bersengketa? c. Mengapa akta perdamaian yang dibuat oleh notaris mampu memenuhi kepentingan para pihak yang bersengketa? Kesimpulan yang ditarik adalah: a. Notaris memiliki kewenangan tersebut berdasarkan Pasal 15 Undangundang Nomor 30 Tahun 2004, dalam kaitannya dengan kewenangan notaris untuk membuat akta otentik. 5 Ahmad Anta Setiawan, Tinjauan Akta Perdamaian yang Dibuat Notaris Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Perdata, Tesis, Program Pascasarjana, Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013, hlm
10 10 b. Kekuatan hukum akta perdamaian tidak selalu memerlukan pengesahan pengadilan, karena telah dilaksanakan secara sukarela berdasarkan itikad baik dan kesepakatan win win solution. c. Akta perdamaian mampu memenuhi kepentingan para pihak karena sesuai dengan sifatnya sebagai akta para pihak (partij acten) mendasarkan pada kesepakatan para pihak dengan itikad baik. 6 Dari permasalahan dan hasil penelitian terdahulu tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis berpusat pada kedudukan akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa di tingkat banding dan sebab-sebab akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris tidak dijadikan alat bukti dalam pemeriksaan di tingkat banding pada kasus Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 07/PDT/2010/PTY. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan pada khususnya yang berkaitan dengan pembuatan perjanjian perdamaian pada penyelesaian sengketa di tingkat banding, pembuktian, dan 6 Dhonny Tri Laksono, Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perdamaian Terhadap Pihak yang Bersengketa di Kabupaten Sintang Propinsi Kalimatan Barat, Tesis, Program Pascasarjana, Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013, hlm
11 11 pelaksanaannya. Kemudian hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah bahan kajian penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh masyarakat secara luas terutama bagi para ahli, penegak, dan praktisi hukum dalam menjawab tantangan ke depan mengenai perdamaian di tingkat banding dan pembuatan akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris sebagai alat bukti sah dengan kekuatan sempurna, dan pelaksanaan dari perdamaian tersebut. Secara praktis agar selalu dapat dibangun jalan keluar yang memenuhi tujuan hukum demi kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, pada penyelesaian sengketa melalui perjanjian perdamaian. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui dan memaparkan kedudukan akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa di tingkat banding. 2. Mengetahui dan memaparkan sebab-sebab akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris tidak dijadikan alat bukti dalam pemeriksaan di tingkat banding pada kasus Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 07/PDT/2010/PTY.
BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan meningkatnya akumulasi perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh
Lebih terperinci2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene
No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta
Lebih terperinciMEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Eksekusi adalah pelaksanaan isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara paksa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik hakekatnya merupakan bentuk aktualisasi dari suatu perbedaan dan atau pertentangan antara dua pihak atau lebih. Sebagaimana dalam sengketa perdata,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI. (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI. Oleh: Lailatul Qomariyah NIM
KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI Oleh: Lailatul Qomariyah NIM 11210103 JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun
Lebih terperinciUNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank
Lebih terperinciUNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benar dan adilnya penyelesaian perkara di depan pengadilan, bukan dilihat pada hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:
EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan
Lebih terperinciMahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkup khusus. 1 Kekhususan
Lebih terperinciPENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO
PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO. O1 TAHUN 2008 DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan diajukan untuk
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN
KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN Oleh : Ni Komang Wijiatmawati Ayu Putu Laksmi Danyathi, S.H., M.Kn Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Mediation is the one of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik
10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.
Lebih terperinciEFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI
EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,
Lebih terperinciBAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak
BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan
Lebih terperinciUPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)
UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks seiring dengan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu dengan yang lainnya.interaksi sosial ini dimulai dari tingkat yang paling sederhana sehingga ke tahap yang
Lebih terperinciKODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap
KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciUNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
1 of 27 27/04/2008 4:06 PM UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia saling berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia
Lebih terperincidengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).
MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Arbitrase sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengeketa di Luar Pengadilan sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal ini ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan baik dan sempurna. Manusia sebagai makhluk sosial tentu akan selalu berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 318 K/Pdt/2010 tertanggal 26 Juli
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yayasan Pendidikan Kerja Sama merupakan suatu badan hukum yang telah berdiri sebelum tahun 1970-an. Yayasan Pendidikan Kerja Sama sejak tahun 1998 telah mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Pada tahun 2015 Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana yang telah di atur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana yang telah di atur didalam undang-undang 1. Notaris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika sosial yang terjadi dewasa ini terus berkembang demikian pesat sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut, sebagaimana
Lebih terperinciPENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara
Lebih terperinci2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d
No.2059, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Ekonomi Syariah. Penyelesaian Perkara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA EKONOMI
Lebih terperinciSURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA I. PENDAHULUAN Bahwa dalam beracara di Pengadilan Agama tidak mesti berakhir dengan putusan perceraian karena ada beberapa jenis
Lebih terperinciBAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan
BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI A. Pengertian Eksekusi Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015
PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti saat sekarang ini merupakan wujud dari perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di dalamnya manusia bergerak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud dalam banyak aspek. Pangkal suatu sengketa tanah tidak selamanya berasal dari tuntutan warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah istilah yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana ada hukum ) 1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 31 Desember 1981, Bangsa Indonesia telah memiliki Undangundang Hukum Acara Pidana karya bangsa sendiri, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara beraneka ragam adat dan budaya. Daerah yang satu dengan daerah yang lainnya memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Demikian juga
Lebih terperinciNOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciDisusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pogram Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh : ANGGA PRADITYA C
TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN JALUR MEDIASI OLEH PENGADILAN BERDASARKAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga karena dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum. Tugas dan pekerjaan notaris sebagai
Lebih terperinciBAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS
BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan kemajuan teknologi yang semakin modern saat ini, ikut mendorong peningkatan perekonomian yang semakin maju, sehingga berdampak terhadap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciA.Latar Belakang Masalah
A.Latar Belakang Masalah Setiap manusia hidup mempunyai kepentingan. Guna terpenuhinya kepentingan tersebut maka diperlukan adanya interaksi sosial. Atas interaksi sosial tersebut akan muncul hak dan kewajiban
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014
PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :
ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Putusan dalam persidangan perdata adalah puncak dari suatu proses pencarian kebenaran hukum yang dilakukan hakim berdasarkan prinsip-prinsip dan asas-asas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya
Lebih terperinci