ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GULA INDONESIA. Oleh : UTARI EVY CAHYANI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GULA INDONESIA. Oleh : UTARI EVY CAHYANI A"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GULA INDONESIA Oleh : UTARI EVY CAHYANI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN UTARI EVY CAHYANI. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gula Indonesia. Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA. Gula adalah hasil pengolahan tebu yang merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah. Selama kurun waktu , produksi gula dalam negeri mengalami peningkatan sebesar 6,36 persen per tahun. Namun peningkatan produksi ini masih tidak sebanding dengan peningkatan konsumsi gula domestik yang cenderung semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat pada produksi gula tahun 2007 mencapai 2,44 juta ton, sedangkan konsumsi 2,70 juta ton. Karena itu, Indonesia masih memerlukan gula impor untuk mencukupi kebutuhan gula domestik. Masalah-masalah yang dihadapi agribisnis gula di Indonesia terkait dengan masalah produksi dan konsumsi. Dari sisi produksi, masalah yang dihadapi oleh agribisnis gula antara lain menurunnya produktivitas karena penerapan teknologi on farm dan efisiensi pabrik gula yang rendah. Sedangkan dari sisi konsumsi, terjadi peningkatan konsumsi gula terutama disebabkan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan industri makanan dan minuman. Sebagai negara berpenduduk besar dengan pendapatan yang terus meningkat, Indonesia potensial menjadi salah satu konsumen gula terbesar di dunia. Indonesia juga menghadapi tantangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula domestik karena diperkirakan harga gula dunia di masa mendatang akan terus meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peramalan produksi dan konsumsi gula di Indonesia serta dayasaing agribisnis gula Indonesia. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat digunakan untuk merumuskan strategi Pengembangan agribisnis gula Indonesia dalam rangka pencapaian swasembada gula di Indonesia. Lingkup penelitian ini adalah pengolahan data gula secara nasional. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data yang digunakan antara lain peramalan produksi dan konsumsi, analisis berlian Porter, analisis SWOT, dan arsitektur strategik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model terbaik untuk meramalkan produksi gula Indonesia adalah ARIMA 1,1,2. Sedangkan model terbaik untuk meramalkan kosumsi gula Indonesia adalah Double Exponential Smoothing. Hasil peramalan menunjukkan konsumsi gula Indonesia sampai tahun 2025 terjadi peningkatan. Sedangkan produksi gula cenderung konstan. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi gula dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Hasil analisis dayasaing menggunakan pendekatan Teori Berlian Porter menunjukkan keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung dalam tiap komponen dayasaing agribisnis gula. Keterkaitan yang tidak saling mendukung lebih dominan dalam penelitian ini. Hal ini menyebabkan dayasaing agribisnis gula Indonesia masih lemah.

3 Strategi yang dirumuskan dari analisis SWOT untuk meningkatkan dayasaing agribisnis gula antara lain strategi S-O, S-T, W-O, dan W-T. Strategi S- O antara lain optimalisasi sumberdaya yang ada, pemanfaatan hasil samping pengolahan gula, penguatan kelembagaan, penyuluhan penerapan teknologi on farm. Strategi S-T antara lain, menjaga ketersediaan pasokan tebu, peningkatan kualitas dan efisiensi produksi gula, pengaturan produksi dan impor gula rafinasi. Strategi W-O antara lain, menciptakan lembaga permodalan bagi petani dan industri gula, rehabilitasi sarana prasarana penunjang PG, penataan varietas dan pembibitan, pengaturan ketersediaan pupuk dan bibit dalam waktu, jumlah, jenis, dan harga yang tepat, pengembangan industri gula di luar Jawa, perbaikan manajemen tebang muat angkut (TMA), mencari teknik budidaya yang sesuai untuk lahan bukan sawah. Sedangkan strategi W-T yang dirumuskan adalah rehabilitasi tanaman tebu keprasan (bongkar ratoon). Bentuk nyata dari strategi yang telah dirumuskan dari hasil analisis SWOT adalah program-program yang disusun untuk meningkatan dayasaing agribisnis gula Indonesia. Dari sasaran, tantangan, dan program yang telah dirumuskan, hasilnya dipetakan ke dalam gambar yang disebut Arsitektur Strategik Agribisnis Gula Indonesia. Rancangan arsitektur strategik Agribisnis Gula Indonesia merupakan rekomendasi yang penulis berikan sebagai jawaban atas tantangan yang dihadapi agribisnis gula. Rancangan ini merupakan peta strategi (blue print strategy) untuk mencapai sasaran agribisnis gula pada tahun 2025 mendatang, yaitu mencapai swasembada gula yang berdayasaing. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan antara lain: perlu adanya komitmen dari seluruh stake holder agribisnis gula untuk meningkatkan dayasaing agribisnis gula agar lebih baik dan mencapai sasaran yaitu swasembada gula berdayasaing. Konsistensi kebijakan pemerintah akan sangat membantu perkembangan agribisnis gula di Indonesia. Penelitian selanjutnya mengenai agribisnis gula Indonesia, akan lebih baik jika produksi dan konsumsi gula dihitung juga produksi hasil pengolahan raw sugar dan konsumsi gula untuk industri, karena dalam penelitian ini hanya dilihat dari produksi dan konsumsi langsung.

4 ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GULA INDONESIA Oleh : UTARI EVY CAHYANI A SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul Nama NRP : Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gula Indonesia : Utari Evy Cahyani : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GULA INDONESIA ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. Bogor, Mei 2008 Utari Evy Cahyani A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Utari Evy Cahyani lahir pada tanggal 21 Mei 1987 di Kendal, sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Drs. Harsudi dan Dra. Nila Dwi Harini. Penulis menjalani pendidikan di sekolah dasar tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 di SDN Tanjungmojo II, Kabupaten Kendal. Selanjutnya meneruskan pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1998 sampai tahun 2001 di SLTPN 2 Kendal. Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 penulis melanjutkan ke SMUN 1 Kendal. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis pada Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi yaitu Koperasi Mahasiswa (KOPMA), Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA), dan Forum Komunikasi Mahasiswa (Fokma Bahurekso Kendal).

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gula Indonesia. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis peramalan konsumsi dan produksi gula di masa yang akan datang serta dayasaing agribisnis gula di Indonesia. Hasil analisis tersebut digunakan untuk menyusun strategi pengembangan agribisnis gula dalam upaya pencapaian swasembada gula. Penulis telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menyusun skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa masih ada berbagai kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis dibantu oleh beberapa pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-nya penulis mendapat kemudahan dan kemampuan dalam setiap langkah penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Qudwah Hasanah kita, Rasulullah Saw, yang telah mengajarkan al-islam sebagai jalan hidup sehingga membawa keselamatan bagi umat manusia. 2. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Harsudi dan Ibunda Nila Dwi Harini, dan adikku tersayang Hardiat Dani Satria beserta keluarga besar atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian dan dukungan yang tercurah tiada henti kepada penulis. 3. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini. 4. Dr. Iwan Riswandi, M.Si selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, kritik dan ilmu yang bermanfaat untuk perbaikan penulisan skripsi ini. 5. Rahmat Yanuar, SP, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah mengoreksi kekurangan dalam penulisan ini dan menyempurnakan penulisan skripsi ini. 6. Dosen dan staf penunjang Program Studi Manajemen Agribisnis atas ilmu dan bantuan yang diberikan. 7. Bapak dan Ibu di Sekretariat Dewan Gula Indonesia atas bantuannya selama proses pengambilan data, semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi stake holder agribisnis gula Indonesia. 8. Pudik Rubianto dan keluarga atas doa, perhatian dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dengan tulus.

10 9. Yudhi Apriyadi yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar penulis dan Krishna Padja yang telah memberi kepercayaan kepada penulis untuk menjadi pembahas dalam seminarnya. 10. Teman-teman seperjuangan di C15, Lia, Mega, Irma, Anggi, Mbak Dewi, Mbak Ratih, Mbak Shinta dan Rindu terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan keceriaan yang tidak pernah akan terlupakan sampai kapanpun. 11. Dini Vidya yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dalam tampilan power point presentasi dengan cantik. 12. Teman-teman satu bimbingan Rudie, Irsan, Meisakh, Baiquni, Erick, Irma, Deny, Lisma, Yogi yang telah memberi semangat dan dukungannya. 13. Agus, Wachid, Mita, Purdianti, Novi Krisna yang telah bersedia berdiskusi dengan penulis selama pembuatan skripsi. 14. Seluruh mahasiswa AGB 41 terima kasih atas persahabatan dan bantuan selama proses pembuatan skripsi. 15. Alin Tanah, Rike HPT, Rani IE, Ridho Lanskap, Santoso Agr, dan warga Desa Mande terima kasih atas kebersamaan dalam Tim KKP IPB 2007 dan bantuannya selama di Desa Mande, Kabupaten Cianjur. 16. Forum Komunikasi Mahasiswa Bahurekso Kendal di Bogor, perasaan senasib dan seperjuangannya. 17. Sahabat penulis Artik Estuari dan Ratna Dwi K. Yang telah memberi semangat, doa, dan dukungan kepada penulis. 18. Semua pihak yang telah membantu penulis dengan ikhlas dan sukarela yang tidak dapat dicantumkan semuanya. Terima kasih banyak.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiii xiv xv I II III IV PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Agribisnis Gula Indonesia Usahatani Tebu Produksi Gula Tataniaga Gula Kelembagaan Swasembada Gula Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Dayasaing Industri Teori Peramalan Metode Peramalan Time Series Pemilihan Metode Peramalan Analisis SWOT Arsitektur Strategi Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi Gula Identifikasi Pola Data Metode Peramalan Model Time Series Pemilihan Metode Peramalan Terakurat Analisis Berlian Porter Analisis SWOT Arsitektur Strategi... 55

12 4.4 Definisi Operasional V VI VII PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN KONSUMSI GULA DI INDONESIA 5.1 Perkembangan Industri Gula di Indonesia Kondisi Agribisnis Gula Saat ini Perkembangan Produksi Tebu, dan Produktivitas Gula Perkembangan Harga Gula di Indonesia Impor Gula Indonesia Kebijakan Pergulaan di Indonesia Peramalan Produksi dan Konsumsi Gula Identifikasi Pola Data Identifikasi Pola Data Produksi Gula Identifikasi Pola Data Konsumsi Gula Penerapan Metode Peramalan Pemilihan Model Peramalan Terakurat Hasil Peramalan Produksi dan Konsumsi Gula DAYASAING AGRIBISNIS GULA DI INDONESIA 6.1 Analisis Komponen Porter s Diamond System Kondisi Faktor Sumberdaya Kondisi Permintaan Industri Terkait dan Industri Pendukung Persaingan, Struktur, dan Strategi Agribisnis Gula Nasional Peran Pemerintah Peran Kesempatan Identifikasi Faktor-faktor dalam Komponen Porter s Diamond System Keterkaitan Antar Komponen Porter s Diamond System STRATEGI PENINGKATAN DAYASAING AGRIBISNIS GULA INDONESIA 7.1 Analisis SWOT Strategi Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gula di Indonesia Analisis Komponen SWOT Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT Rancangan Arsitektur Strategik Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gula Indonesia Sasaran Agribisnis Gula Indonesia Tantangan Agribisnis Gula Indonesia Program Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gula Indonesia Tahapan Arsitektur Strategik VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Saran xi

13 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Luas Areal Perkebunan Tebu, Jumlah Tebu, Rendemen, dan Jumlah Hablur Tahun Produksi, Pangsa, dan Pertumbuhan Produksi dari Negara Produsen Utama Gula di Dunia Tahun Analisis Usahatani Tanaman Plant Cane (PC) Teknologi Standar PTPN Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian Pertumbuhan Luas Areal, Produksi Tebu, Produksi Hablur, dan Rendemen di Indonesia Tahun Tingkat Produksi dan Produktivitas Gula di Indonesia Tahun Nilai MSD Beberapa Metode Peramalan Time Series Pada Produksi dan Konsumsi Gula Hasil Peramalan Produksi Gula Indonesia Hasil Peramalan Konsumsi Gula Indonesia Ketersediaan Lahan untuk Komoditi Tebu di Indonesia Jenis Produk Turunan Tebu di Indonesia Identifikasi Komponen Dayasaing dalam agribisnis Gula Indonesia Matrik SWOT Agribisnis Gula Indonesia Program Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gula Indonesia

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Konsumsi dan Produksi Gula Indonesia Tahun Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula The Complete System of National Competitive Advantage Kerangka Operasional Penelitian Sistem Agribisnis Gula Indonesia Porter`s Diamond Matriks SWOT Perkembangan Rata-rata Harga Gula Eceran Diagram Alur Kebijakan Pergulaan di Indonesia Plot Data Produksi Gula Plot Data Konsumsi Gula Saluran Tataniaga Gula Milik Petani Harga Gula Internasional Keterkaitan Antar Komponen Porter`s Diamond System Arsitektur Strategik Agribisnis Gula Indonesia

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia Plot ACF dan PACF Produksi Gula Plot ACF dan PACF Konsumsi Gula ARIMA Model: Produksi Gula Double Exponential Smoothing for Konsumsi Gula Luas Areal dan Produksi Gula di Indonesia Teknologi-teknologi yang Dihasilkan P3GI Produk Turunan Tebu yang Masih Potensial untuk Dikembangkan di Indonesia Kebijakan Pergulaan di Indonesia

17 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumberdaya alam yang baik. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan Indonesia menjadi berkembang dan memiliki keterkaitan secara langsung dengan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi. Dalam aspek ekonomi, subsektor perkebunan berperan sebagai sumber devisa negara, sumber ekonomi wilayah serta sebagai sumber pendapatan masyarakat. Dalam aspek sosial, subsektor perkebunan telah mampu menyerap tenaga kerja yang besar baik sebagai petani ataupun tenaga kerja. Dalam aspek ekologi, dengan sifat tanaman berupa pohon, subsektor perkebunan mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta sumberdaya air, penyedia oksigen, dan mengurangi degradasi hutan (Hafsah 2002). Gula adalah hasil pengolahan tebu yang merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu ha pada periode , agribisnis gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 1,3 juta orang. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah (Badan Litbang Pertanian 2005). Kedudukan gula sebagai bahan pemanis utama di Indonesia belum dapat digantikan oleh bahan pemanis lainnya, seperti madu, gula merah, atau bahan pemanis buatan lainnya. Hal ini disebabkan gula masih merupakan bahan pemanis

18 2 dominan yang digunakan baik oleh rumah tangga maupun industri makanan dan minuman. Industri gula Indonesia menempati posisi yang penting dalam sejarah perkembangan perekonomian dan perindustrian di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-an. Ketika itu, Indonesia merupakan eksportir gula kedua terbesar di dunia yang hanya kalah oleh Kuba (Mubyarto 1984). Namun sekarang ini keadaannya menjadi terbalik, peningkatan kebutuhan gula tidak diimbangi dengan peningkatan produksi gula nasional. Akibatnya Indonesia harus mengimpor gula untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula domestik. Tabel 1 Luas Areal Perkebunan Tebu, Jumlah Tebu, Rendemen, dan Jumlah Hablur Tahun Tahun Luas Jumlah Tebu Rendemen Jumlah Hablur Areal (ha) (ton) (ton/ha) (%) (ton) (ton/ha) ,36 6, , ,25 7, , ,55 6, , ,93 7, , ,48 7, , ,84 5, , ,80 7, , ,54 7, , ,12 7, , ,80 7, , ,41 7, , ,56 7, , ,83 7, , ,26 7, , ,41 7, ,72 Sumber: Dewan Gula Indonesia (2008) Berdasarkan Tabel 1, produksi gula dalam negeri secara umum mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada tahun Produksi gula paling rendah tercapai pada tahun 1999, yaitu sebesar 1,49 juta ton. Penurunan produksi gula dalam negeri tersebut antara lain disebabkan oleh: 1) penurunan

19 3 areal dan peningkatan proporsi areal tebu tegalan; 2) penurunan produktivitas lahan; 3) penurunan efisiensi di tingkat pabrik (Susila 2005). Luas areal tebu mengalami penurunan dari 420,69 ribu hektar pada tahun 1993 menjadi 396,44 ribu hektar pada tahun Rendahnya rendemen gula nasional juga turut mempengaruhi penurunan produksi gula. Kondisi pabrik gula yang telah tua dan kesulitan tebang/angkut telah mempengaruhi rendemen dan kualitas tebu sehingga biaya produksi gula lebih mahal. Indonesia tidak mampu lagi menjadi negara pengekspor gula di dunia. Bahkan Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor utama gula di dunia. Saat ini produksi gula terbesar di dunia antara lain dipegang oleh Brazil, Uni Eropa, India, China, USA, Thailand, Mexico, Australia, Pakistan, dan Kuba. Produksi, pangsa, dan pertumbuhan produksi dari negara produsen utama gula di dunia tahun dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Produksi, Pangsa, dan Pertumbuhan Produksi dari Negara Produsen Utama Gula di Dunia Tahun Produksi (ribu ton) Pangsa Pertumbuan (%) Negara (%) 2003/ / / / / / /2006 Brazil ,42 6,7 1,9 Uni Eropa ,37 27,4-2,7 India ,47-6,2 29,7 China ,10-8,5 6,9 USA ,62-8,9-4,5 Thailand ,93-26,0-16,5 Mexico ,06 15,4-2,4 Australia ,52 4,1-3,5 Pakistan ,96-27,4-1,6 Kuba ,56 8,7 9,5 Dunia ,0 3,7 Sumber: USDA (2005) dalam Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi gula di dunia dari tahun 2004 sampai 2006 tetap dikuasai oleh Brazil. Produksi gula Brazil diperkirakan mencapai 30 juta ton atau meningkat sebesar 3,5 persen bila dibandingkan tahun

20 4 sebelumnya. Peningkatan produksi gula juga dialami negara India. Peningkatan tersebut terkait dengan perluasan areal sebagai akibat harga gula yang cukup tinggi pada periode 2004/2005. China sebagai salah satu produsen besar juga mengalami peningkatan produksi cukup signifikan sebesar enam persen. 1 Gambar 1 menunjukkan bahwa selama kurun waktu , produksi gula dalam negeri mengalami peningkatan dimana pada tahun 2007, produksi gula mencapai 2,44 juta ton. Namun peningkatan produksi ini masih tidak sebanding dengan peningkatan konsumsi gula domestik yang cenderung semakin meningkat. Peningkatan konsumsi gula terutama berkaitan dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan perkembangan industri makanan dan minuman. Produksi, Konsum si, Im p or ( ton) Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton) Impor (ton) Gambar 1 Konsumsi dan Produksi Gula Indonesia Tahun Sumber: Dewan Gula Indonesia (2008) 1 Wayan R. Susila Harga Gula Tinggi: Sudah Sewajarnya. [14 Desember 2007]

21 5 Di sisi lain, agribisnis gula nasional belum bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat. Untuk mencukupi kebutuhan gula tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang tataniaga impor gula yang mulai diberlakukan sejak tahun Impor gula Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami kenaikan hingga tahun Impor gula naik dari 236,72 ribu ton pada tahun 1993 dan mencapai jumlah terbesar pada tahun 1998 yaitu sebesar 1,73 juta ton. Menurut Sekretariat Jenderal Ketahanan Pangan (2004), tingginya volume impor gula di Indonesia disebabkan oleh tiga hal, yaitu: 1) rendahnya harga gula di pasar internasional sebagai akibat surplus pasokan dan distorsi kebijakan dari negara-negara eksportir, 2) rendahnya proteksi pemerintah terhadap produk-produk pertanian termasuk gula, dan 3) produksi gula dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional. Keadaan dan kenyataan bahwa Indonesia menjadi negara pengimpor gula utama di dunia cukup memprihatinkan. Di satu pihak Indonesia mengalami keterbatasan devisa, di pihak lain Indonesia terpaksa membelanjakan devisa untuk membeli gula demi mencukupi kebutuhan konsumsi gula masyarakat Indonesia. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, pemerintah mencanangkan program swasembada gula. Swasembada gula adalah suatu keadaan tercukupinya kebutuhan konsumsi gula dalam negeri oleh produksi gula nasional (Dirjen Perkebunan 2006). Pemerintah berupaya untuk mewujudkan swasembada gula di Indonesia yang akan ditempuh melalui tiga tahap, yaitu: 1) Tahap Jangka Pendek (sampai dengan 2009), pencapaian swasembada ditujukan untuk memenuhi konsumsi langsung rumah tangga (swasembada gula konsumsi), sedangkan kebutuhan gula industri

22 6 sepenuhnya dipasok dari gula impor. 2) Tahap Jangka Menengah ( ), pada tahap ini produksi gula dalam negeri sudah dapat memenuhi konsumsi gula dalam negeri, baik untuk konsumsi langsung rumah tangga, industri, dan sekaligus dapat menutup neraca perdagangan gula nasional (swasembada gula nasional). 3) Tahap Jangka Panjang (swasembada gula berdayasaing) mulai tahun 2015 sampai dengan 2025, difokuskan pada modernisasi industri berbasis tebu melalui pengembangan industri produk pendamping tebu (PPGT) yang memiliki nilai tambah. Pada akhir periode ini, bioethanol sebagai energi pengganti bahan bakar minyak diharapkan sudah diproduksi sesuai kebutuhan energi transportasi, karena diperkirakan pada tahun 2025 cadangan minyak sudah sangat tipis. 1.2 Perumusan Masalah Secara historis, agribisnis gula merupakan salah satu agribisnis perkebunan tertua di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan sejarah dimulainya industri gula sejak abad ke 17 pada zaman pemerintahan Belanda di Indonesia. Pada tahun 1928 Indonesia mengalami era kejayaan industri gula dimana terdapat 178 pabrik gula dengan luas areal panen kira-kira hektar dan menghasilkan hampir 3 juta ton gula. Pada saat itu Indonesia menjadi negara eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba (Mubyarto 1984). Namun, saat ini kondisi agribisnis gula mengalami perubahan yang drastis, dari negara eksportir menjadi negara importir terbesar di Asia dan terbesar kedua di dunia setelah Rusia. Masalah-masalah yang dihadapi agribisnis gula di Indonesia terkait dengan masalah produksi dan konsumsi. Dari sisi produksi, masalah yang

23 7 dihadapi oleh agribisnis gula antara lain menurunnya produktivitas karena penerapan teknologi on farm dan efisiensi pabrik gula yang rendah. Sebagian besar pabrik gula di Indonesia terutama di Jawa sudah tidak efisien yang mengakibatkan rendahnya rendemen riil dan cenderung terus turun. Sedangkan dari sisi konsumsi, terjadi peningkatan konsumsi gula terutama disebabkan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan industri makanan dan minuman. Sebagai negara berpenduduk besar dengan pendapatan yang terus meningkat, Indonesia berpotensi menjadi salah satu konsumen gula terbesar di dunia (Mardianto 2005). Selain masalah dari sisi produksi dan konsumsi, agribisnis gula di Indonesia juga menghadapi tantangan untuk memenuhi kebutukan konsumsi gula domestik karena diperkirakan harga gula dunia di masa mendatang akan terus meningkat. Menurut Dirjen Perkebunan (2006), paling tidak terdapat empat faktor yang menyebabkan peningkatan harga gula pada masa mendatang. Pertama, kesepakatan Hongkong Ministerial Meeting pada Desember 2005 tentang penghapusan subsidi ekspor pada tahun Kedua, adanya tekanan pada negara-negara maju, khususnya Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk segera mereformasi dan atau mengurangi proteksi terhadap industri gulanya. Ketiga, kebijakan pemerintah Cina membatasi penggunaan pemanis buatan untuk industri makanan dan minuman. Keempat, naiknya harga minyak mentah dunia. Tingginya harga minyak mentah tersebut telah mendorong beberapa produsen utama dunia, khususnya Brazil untuk meningkatkan jumlah produksi ethanol berbahan baku tebu sebagai bahan bakar alternatif. Kebijakan ini secara langsung

24 8 mengurangi jumlah pasokan gula di pasar internasional dan menyebabkan harga gula semakin mahal. Agribisnis gula di Indonesia yang ada sekarang belum bisa memenuhi kebutuhan gula nasional yang selalu meningkat, tetapi sesungguhnya sangat potensial untuk dikembangkan dan dapat memenuhi kebutuhan gula nasional. Ketidakseimbangan produksi dengan permintaan gula nasional tersebut menimbulkan keharusan bagi pemerintah untuk mengimpor gula. Hal ini menyebabkan gula impor berlebih di Indonesia termasuk ketika musim giling karena importir tetap mendatangkan gula dari luar negeri. Namun, impor ini menjadi ancaman bagi industri gula nasional karena harga gula impor lebih murah daripada gula domestik. Kemandirian pangan merupakan hal penting bagi negara berkembang dengan jumlah penduduk besar seperti Indonesia. Impor yang tinggi memerlukan anggaran belanja negara yang tidak sedikit. Anggaran belanja negara yang tidak diimbangi oleh anggaran pendapatan negara mengakibatkan pemerintah melakukan utang luar negeri. Karena itu perlu adanya penghematan pengeluaran yang salah satunya dengan meniadakan belanja impor gula dan mewujudkan kemandirian pangan melalui swasembada gula. Berdasarkan permasalahan yang ada maka menarik untuk dilakukan analisis dayasaing agribisnis gula di Indonesia untuk mengetahui sejauh mana kemampuan agribisnis gula dalam memenuhi kebutuhan konsumsi gula dalam negeri. Hal tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi faktor internal dan eksternal agribisnis gula serta perkembangan produksi dan konsumsi gula Indonesia di masa yang akan datang. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat

25 9 menghasilkan strategi untuk mengembangkan agribisnis gula Indonesia dalam rangka pencapaian swasembada gula di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan konsumsi dan produksi gula Indonesia di masa yang akan datang? 2. Bagaimana kondisi dayasaing agribisnis gula di Indonesia? 3. Strategi apa yang perlu dirumuskan untuk pengembangan agribisnis gula dalam upaya pencapaian swasembada gula? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari bagaimana dayasaing agribisnis gula serta strategi untuk meningkatkan dayasaing dalam upaya pencapaian swasembada gula di Indonesia. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis peramalan konsumsi dan produksi gula di masa yang akan datang. 2. Menganalisis dayasaing agribisnis gula Indonesia. 3. Menyusun strategi pengembangan agribisnis gula dalam upaya pencapaian swasembada gula.

26 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam bidang pertanian, pelaku industri gula, penulis, maupun pembaca. Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi pengambil kebijakan khususnya pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan di masa yang akan datang dalam upaya mengatasi masalah gula. 2. Bagi stakeholder agribisnis gula, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam upaya mengembangkan agribisnis gula di Indonesia. 3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama menuntut ilmu di IPB. 4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi, literatur, dan bahan bagi penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian terhadap permasalahan yang dihadapi agribisnis gula di Indonesia. Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis dayasaing agribisnis gula di Indonesia untuk mengetahui kondisi faktor internal dan eksternal agribisnis gula serta perkembangan produksi dan konsumsi gula Indonesia di masa yang akan datang. Analisis peramalan produksi dan konsumsi dilakukan hingga tahun Kemudian akan dirumuskan strategi dan rancangan arsitektur strateginya untuk mengembangkan agribisnis gula Indonesia dalam rangka pencapaian swasembada gula di Indonesia.

27 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Indonesia Usahatani Tebu Tebu (Sacharum officanarum) merupakan bahan baku utama produksi gula. Karena itu peningkatan produksi gula tidak terlepas dari pengembangan tanaman tebu. Dalam usaha meningkatkan produktivitas dan produksi tebu sangat penting untuk mengetahui karakteristik produksi dan komoditi bersangkutan terutama yang mempunyai implikasi ekonomi. Tanaman tebu merupakan tanaman yang sangat peka terhadap perubahan unsur-unsur iklim. Karena itu, waktu tanam dan panen harus diperhatikan agar tebu dapat membentuk gula dengan optimal. Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya dan membutuhkan sedikit air saat pertumbuhan generatifnya (Mubyarto dan Dayanti 1991). Teknologi budidaya yang tepat serta penggunaan varietas unggul yang paling sesuai dengan kondisi lahannya dapat menghasilkan tebu dengan bobot dan rendemen yang tinggi. Selain itu perlu diperhatikan juga kegiatan pasca panen dengan cara menghindari kerusakan tebu pada saat penebangan maupun pengangkutan, serta menjaga kebersihan tebu saat akan dikirim ke pabrik gula. Secara umum, ada dua tipe pengusahaan tanaman tebu. Untuk pabrik gula (PG) swasta, kebun tebu dikelola dengan menggunakan manajemen perusahaan perkebunan (estate) dimana PG sekaligus memiliki hak guna usaha (HGU) untuk pertanaman tebunya, seperti Indo Lampung dan Gula Putih Mataram. Sedangkan

28 12 PG milik BUMN, terutama yang berlokasi di Jawa, sebagian besar tanaman tebu dikelola oleh rakyat. PG di Jawa umumnya melakukan hubungan kemitraan dengan petani tebu yang menerapkan sistem bagi hasil, petani memperoleh sekitar 66 persen dari produksi gula petani, sedangkan PG sekitar 34 persen (Badan Litbang Pertanian 2005). Usahatani tebu termasuk usahatani yang memerlukan biaya yang relatif bervariasi, bergantung lokasi dan tingkat penerapan teknik budidaya. Tanaman tebu baru (PC), memerlukan biaya usahatani sebesar Rp 12,2 juta-rp 16,3 juta per hektar. Secara lebih spesifik, analisis usahatani tanaman PC (Plant Cane) dengan menggunakan teknologi yang standar diterapkan PTPN dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis Usahatani Tanaman PC, Teknologi Standar PTPN Uraian Nilai (Rp) Proporsi (%) Biaya Pengolahan tanah dan pemeliharaan Bibit Pupuk Herbisida Tebang angkut Bunga kredit Sewa lahan Total Biaya Nilai Produksi Gula Penerimaan petani (66%) B/C Ratio 1,19 Asumsi: 1 ton tebu, rendemen 7,5%, harga Rp 3.800/kg Sumber: Badan Litbang Pertanian (2005) 28,5 10,8 5,1 1,6 20,0 5,5 28,5 100,0 Jika diasumsikan tingkat produksi 1 ton tebu dan rendemen 7,5 persen, serta harga minimum di tingkat petani yang ditetapkan pemerintah adalah Rp3.800/kg, maka penerimaan petani mencapai Rp 18,81 juta/ha. Penerimaan tersebut menyebabkan nilai B/C untuk usahatani tebu adalah 1,19. Hal ini berarti usahatani tebu masih layak untuk diusahakan.

29 Produksi Gula Pengolahan tebu menjadi gula berlangsung melalui beberapa tahap yaitu pemerahan cairan tebu (ekstraksi nira), pembersihan kotoran dari dalam nira, penguapan, dan pemisahan kristal gula. Namun, sebelum sampai pada tahap pengolahan, didahului dengan tahap panen dan pengangkutan yang merupakan tahap penyediaan bahan baku. Diagram alir proses pembuatan gula dapat dilihat pada Gambar 2. Batang Tebu Air Imbibisi Penggilingan (ekstraksi) Ampas Bahan Pembersih Pembersihan (klarifikasi) Blotong Penguapan (evaporasi) Air Pengkristalan (kristalisasi) Air Pemisahan Kristal Molasse Kristal Gula Gambar 2 Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula. Sumber: Mubyarto dan Daryanti (1991)

30 14 Tugas subsistem pengolahan dalam agribisnis gula adalah memerah nira dari batang tebu dan memprosesnya menjadi gula kristal dengan tingkat kehilangan gula (pol) sekecil mungkin. Pada proses pengolahan tebu menjadi gula, tingkat kehilangan tersebut terjadi pada ampas, blotong, dan tetes. Rata-rata mutu tebu yang berada di pabrik gula di Jawa memiliki mutu yang rendah dengan nilai pol berkisar antara 8,3-11,2, nilai nira perahan pertama 9,9-12,4 dan kadar kotoran tebu antara 6-20 persen (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Rendahnya mutu tebu diperparah dengan kondisi beberapa pabrik gula yang sudah tua. Sekitar 68 persen dari jumlah pabrik gula yang ada telah berumur lebih dari 75 tahun dan kurang mendapat perawatan yang memadai. Hal ini menyebabkan efisiensi yang rendah serta meningkatkan biaya produksi per unit. Produksi gula tergantung dari beberapa faktor antara lain: produksi tebu per hektar, rendemen yang dicapai, dan luas tanaman (Darmawan 1983). Laju pertumbuhan produksi gula nasional dalam beberapa dasawarsa terakhir rata-rata cenderung terus menurun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat berarti semakin meningkat pula ketergantungan terhadap gula impor yang merupakan ancaman bagi kemandirian dan ketahanan pangan (gula) nasional. Penurunan pertumbuhan produksi gula tersebut terutama disebabkan oleh produktivitas lahan serta tingkat efisiensi pabrik yang masih rendah. Namun berdasarkan penelitian, pabrik gula di Jawa masih berpotensi untuk ditingkatkan produktivitasnya melalui optimalisasi kapasitas giling serta penggalangan dengan petani. Hasil giling tahun 2002 menunjukkan bahwa pabrik gula yang berada di Jawa mengalami kenaikan produksi sebesar 14 persen,

31 15 sedangkan pabrik gula di luar Jawa mengalami penurunan sebesar 13,9 persen (Sawit, et al. 2004). Adanya program akselerasi industri gula nasional telah memberikan insentif bagi petani tebu untuk kembali menanam tebu sehingga terjadi perluasan areal tanaman tebu Tataniaga Gula Adanya pengusahaan gula dengan sistem HGU (Hak Guna Usaha) dan sistem tebu rakyat maka gula yang dihasilkan terdiri dari gula milik pabrik gula dan gula milik petani. Pada akhir proses produksi gula, pada sistem tebu rakyat pola kemitraan dilakukan pembagian hasil gula, yaitu 66 persen milik petani dan 34 persen milik pabrik gula sebagai pihak pengolah. Gula 66 persen bagian petani dibagi menjadi 90 persen dalam bentuk DO (delivery order) dan 10 persen dalam bentuk natura. Pasca dihapuskannya monopoli BULOG, penjualan gula milik petani dan pabrik gula dilakukan dengan dua cara yaitu mekanisme lelang dan mekanisme jual lepas. Terdapat petani yang mendukung dan tidak mendukung dengan dibebaskannya sistem tataniaga atau pemasaran gula. Petani yang mempunyai lahan yang luas mendukung sistem tersebut karena mempunyai akses pasar yang luas sehingga tidak merasa kesulitan dalam menjual gulanya. Namun, petani yang berlahan sempit dan tidak memiliki akses pasar merasa kesulitan dalam menjual gulanya. Hal ini diperparah apabila harga gula yang terjadi di pasar mengalami fluktuasi.

32 Kelembagaan Sejak pembebasan pemasaran gula dalam negeri pada tahun 1998, berbagai kelembagaan pergulaan muncul seperti Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR), Asosiasi Pedagang, Asosiasi Gula Rafinasi dan lain-lain melengkapi asosiasi yang telah ada (AGI dan IKAGI). Kuatnya APTR telah mewarnai kebijakan pemerintah di bidang pergulaan melalui tekanan politiknya kepada instansi terkait seperti kebijakan di bidang tataniaga, tarif, dan subsidi input. Namun, kegiatan on farm masih belum terintegrasi secara optimal baik antar petani maupun dengan pabrik gula (Dirjen Perkebunan 2006). 2.2 Swasembada Gula Swasembada untuk suatu produksi di suatu negara akan tercapai apabila secara neto jumlah produksi dalam negeri minimal sama dengan jumlah konsumsi domestiknya, baik untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, industri, maupun neraca perdagangan gula nasional. Program swasembada gula bertujuan untuk: a) memenuhi kebutuhan nasional secara keseluruhan, baik untuk konsumsi langsung maupun industri, b) mendayagunakan sumberdaya/aset secara optimal berdasaran prinsip keunggulan kompetitif wilayah dan efisiensi secara nasional, c) meningkatkan kesejahteraan petani/produsen dan stakeholder lainnya, serta d) memperluas kesempatan kerja dan peluang berusaha di kawasan perdesaan, sehingga secara nyata berdampak positif terhadap pemberantasan kemiskinan (Dirjen Perkebunan 2006). Program swasembada gula di Indonesia akan ditempuh melalui tiga tahap, sebagai berikut: 1) Tahap Jangka Pendek (sampai dengan 2009), pencapaian

33 17 swasembada ditujukan untuk memenuhi konsumsi langsung rumah tangga (swasembada gula konsumsi), sedangkan kebutuhan gula industri sepenuhnya dipasok dari gula impor. 2) Tahap Jangka Menengah ( ), pada tahap ini produksi gula dalam negeri sudah dapat memenuhi konsumsi gula dalam negeri, baik untuk konsumsi langsung rumah tangga, industri, dan sekaligus dapat menutup neraca perdagangan gula nasional (swasembada gula nasional). 3) Tahap Jangka Panjang (swasembada gula berdayasaing) mulai tahun 2015 sampai dengan 2025, difokuskan pada modernisasi industri berbasis tebu melalui pengembangan industri produk pendamping tebu (PPGT) yang memiliki nilai tambah. Pada akhir periode ini, bioethanol sebagai energi pengganti bahan bakar minyak diharapkan sudah diproduksi sesuai kebutuhan energi transportasi, karena diperkirakan pada tahun 2025 cadangan minyak sudah sangat tipis (Dirjen Perkebunan 2006). 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian yang membahas mengenai analisis dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis gula di Indonesia belum pernah dilakukan sebelumnya sebagai topik penelitian di IPB. Namun, penelitian tentang gula di Indonesia sebelumnya pernah dilakukan oleh Purwanto (2006), yaitu analisis peramalan konsumsi dan produksi gula serta implikasinya terhadap pencapaian swasembada gula di Indonesia. Data yang dibutuhkan untuk meramal adalah data produksi dan konsumsi gula mulai tahun Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA untuk melihat kondisi konsumsi dan produksi sampai tahun Selanjutnya untuk implikasi terhadap pencapaian swasembada

34 18 gula menggunakan metode kausal. Hasil ramalan konsumsi dan produksi gula nasional menunjukkan peningkatan yang terus menerus dari tahun Namun target swasembada gula tahun 2014 belum dapat tercapai karena nilai konsumsi masih tetap lebih besar dibandingkan nilai produksi hasil ramalan. Tarsono (2006), meneliti tentang dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing industri gula (Kasus industri gula di Kabupaten Cirebon) dengan menggunakan analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Menurut penelitian tersebut, industri gula di Kabupaten Cirebon untuk kategori TRIS I dan TRIS II menguntungkan secara finansial maupun secara ekonomi. Tingkat keuntungan finansial dan ekonomi TRIS I relatif lebih besar dibandingkan dengan TRIS II. Tingkat keunggulan komparatif dan kompetitif untuk TRIS I lebih besar dibandingkan tingkat keunggulan komparatif dan kompetitif TRIS II. Adanya kebijakan pemerintah berupa Tariff Rate Quota (TRQ) menyebabkan transfer input output yang positif, transfer input tradeable yang negatif berupa subsidi pupuk dan transfer input non tradeable yang positif. Secara keseluruhan adanya kebijakan pemerintah menyebabkan adanya transfer yang positif kepada industri gula yang menyebabkan keuntungan industri gula lebih tinggi dibandingkan tanpa adanya kebijakan pemerintah. Industri gula di Kabupaten Cirebon tetap memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif meskipun terjadi kenaikan harga BBM sebesar 25 persen dan kenaikan harga gula sebesar 20 persen, serta kenaikan harga BBM 25 persen dan pada saat yang sama terjadi kenaikan sewa lahan sebesar 20 persen. Wiryastuti (2002), melakukan studi tentang peningkatan dayasaing industri gula di Jawa dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik

35 19 (PHA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor aktor utama yang berperan dalam meningkatkan dayasaing industri gula di Jawa adalah biaya produksi sedangkan aktor utama yang berperan terhadap peningkatan dayasaing industri gula di Jawa adalah manajemen perusahaan dan pemerintah pusat. Penelitian ini juga menghasilkan prioritas strategi utama yang dilakukan untuk meningkatkan dayasaing industri gula di Jawa yaitu peningkatan efisiensi dan menjalin kemitraan dengan mitra strategis yang menguasai bahan baku, pasar, modal, dan teknologi. Nainggolan (2006), meneliti tentang dampak impor gula terhadap harga gula domestik dan industri gula Indonesia. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Penelitian ini juga menganalisis simulasi kebijakan gula dengan indikator validasi statistik adalah Root Mean Square Error (RMSE), Root Mean Square Percent Error (RMSPE), dan Theil s Inequality Coefficient (U). Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan tataniaga impor gula tidak responsif atau bersifat inelastis terhadap perubahan harga gula eceran dan industri gula Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan tataniaga impor gula hanya mempunyai dampak yang kecil terhadap harga gula eceran domestik dan industri gula Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi harga gula dalam negeri adalah harga gula impor yang mempunyai hubungan positif terhadap perubahan harga gula eceran dalam negeri. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga gula eceran domestik secara nyata adalah impor gula, harga provenue gula, nilai tukar, dan harga gula eceran tahun sebelumnya. Sementara itu, harga gula dunia bersifat

36 20 elastis terhadap perubahan harga impor gula. Dengan demikian, perubahan harga gula dunia akan diikuti oleh harga gula domestik. Oktariani (2007), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik dan pengaruh kebijakan pergulaan nasional. Pada penelitian ini, analisis perkembangan kebijakan pergulaan nasional dilakukan secara deskriptif. Sedangkan untuk menilai dampak kebijakan pergulaan nasional terhadap kondisi pergulaan nasional menggunakan metode Regulatory Impact Assesment (RIA). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik dilakukan dengan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa kebijakan proteksi dan promosi mampu menyehatkan kondisi pergulaan nasional. Namun, adanya disparitas harga gula domestik yang lebih tinggi dari harga impor menunjukkan gejala penurunan dayasaing sehingga kebijakan ini belum mampu meningkatkan dayasaing gula domestik. Karena itu, kebijakan proteksi dan promosi harus didukung dengan kebijakan lain untuk meningkatkan dayasaing gula domestik secara komprehensif dari subsistem hulu sampai hilir. Widyastutik (2005), menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap output (komoditas gula) dan input dengan menggunakan analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Menurut penelitian ini, kebijakan pemerintah pada output berupa tarif impor gula dan penetapan mekanisme lelang dengan harga referensi menyebabkan harga output privat lebih besar dibandingkan harga output pada kondisi harga bayangan, dimana konsumen membayar lebih tinggi dari harga yang seharusnya dibayar.

37 21 Dampak kebijakan pemerintah terhadap input menunjukkan bahwa terdapat distorsi pada pasar pupuk. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa sistem komoditi baik input maupun output terdapat proteksi yaitu kebijakan harga output berupa tarif dan harga lelang serta subsidi input yang melindungi pelaku industri gula agar tetap mau berproduksi dan distorsi pasar yang ada pada industri gula, pelaku industri gula diuntungkan karena pelaku industri gula memperoleh keuntungan yang positif lebih tinggi dari seharusnya yang bernilai negatif dan adanya kebijakan pemerintah, pelaku industri gula membayar biaya produksi dengan nilai lebih rendah dari biaya imbangan berproduksinya (opportunity cost). Susila (2005), menganalisis dan merumuskan alternatif kebijakan industri gula Indonesia dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Validasi model dilakukan dengan kriteria Root Mean Square Percent Error (RMSPE). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan yang langsung berkaitan dengan harga output seperti harga provenue mempunyai efektivitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kebijakan input dan distribusi. Kebijakan harga provenue merupakan instrumen kebijakan pemerintah yang penting untuk mempengaruhi harga gula eceran dalam negeri. Kebijakan harga provenue dan kebijakan tataniaga impor tarif mempunyai efektivitas yang memadai dalam hal peningkatan areal, produksi, dan penurunan impor. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa berbagai kombinasi kebijakan harga provenue, tarif impor, Tariff Rate Quota (TRQ), dan subsidi input merupakan instrumen kebijakan yang efektif untuk mengembangkan industri gula nasional dan mengurangi impor. Tingkat tarif impor yang mengkompromikan kepentingan produsen dan konsumen diestimasi antara 49 persen hingga 56 persen.

38 22 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menganalisis dayasaing agribisnis gula dengan menganalisis faktor internal dan eksternal agribisnis gula di Indonesia dengan pendekatan Diamond Porter`s dan menganalisis peramalan konsumsi dan produksi gula di masa yang akan datang. Kedua analisis tersebut dapat digunakan sebagai informasi dalam membuat strategi untuk meningkatkan dayasaing dalam upaya pencapaian swasembada gula di Indonesia.

39 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Dayasaing Industri Konsep dayasaing pada tingkat nasional adalah produktivitas. Kemampuan untuk menghasilkan suatu standar kehidupan yang tinggi dan meningkat bagi para warga tergantung pada produktivitas di mana tenaga kerja dan modal suatu negara digunakan. Produktivitas adalah nilai output yang diproduksi oleh suatu unit tenaga kerja atau modal. Produktivitas tergantung baik pada kualitas dan penampilan produk (yang menentukan harga yang dapat mereka minta) maupun pada efisiensi di mana produk dihasilkan. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara yang berjangka panjang, produktivitas adalah akar penyebab pendapatan per kapita nasional. Produktivitas sumberdaya manusia menentukan upah karyawan, produktivitas di mana modal digunakan, dan return yang diperolehnya untuk para pemegang sahamnya (Cho dan Moon 2003). Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Menurut Porter (1990), terdapat empat faktor utama yang menentukan dayasaing suatu industri yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, kondisi industri pendukung dan industri terkait serta kondisi struktur, persaingan dan strategi perusahaan. Keempat faktor tersebut didukung oleh faktor kesempatan dan faktor pemerintah dalam meningkatkan keunggulan dayasaing industri. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu sistem yaitu the national diamond yang dapat dilihat pada Gambar 3.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Oleh : FITRI MEGA MULIANTI A14104042 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A14302003 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI Oleh Farina Fauzi NIM. 021510201206 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ Oleh : Raden Luthfi Rochmatika A14102089 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA)

DWIYANlP HENDRAWATL Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah Dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (Dibawah biiigan RITA NJRMALINA SURYANA) EFISIENSI PENGUSA N GUEA TEBU DI DENGAN ANALISIS BIAYA SUIWBEmAYA DOMESTIK (Studi Kasus di Witayah Ke rja PG. Gempolkrep Kab. Mojokerto dan Wilayah Kerja PG. Meritjan Kab. Kediri, Propinsi Jawa Timur)

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI KEDELAI NASIONAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI NASIONAL.

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI KEDELAI NASIONAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI NASIONAL. PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI KEDELAI NASIONAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI NASIONAL Oleh : DEDY MARETHA A14104530 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014 ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR GULA DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR GULA DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR GULA DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 1998-2012 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi : Agribisnis Oleh :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA GULA DOMESTIK DAN PENGARUH KEBIJAKAN PERGULAAN NASIONAL OLEH ANDINA OKTARIANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA GULA DOMESTIK DAN PENGARUH KEBIJAKAN PERGULAAN NASIONAL OLEH ANDINA OKTARIANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA GULA DOMESTIK DAN PENGARUH KEBIJAKAN PERGULAAN NASIONAL OLEH ANDINA OKTARIANI H14103063 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FANNYTA YUDHISTIRA A

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FANNYTA YUDHISTIRA A !. KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI KAKAO (Kasus di Perkebunan Rajamandala, P1P X1~ Kabupaten 8andung, Jawa Barat) FANNYTA YUDHISTIRA A 29.1599 JURUSAN ILMU-ILMU

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A 14104631 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula PENDAHULUAN Latar Belakang Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PENYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA Oleh: A 14105565 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. Namun secara umum tujuan untuk organisasi profit adalah untuk

BAB I. Pendahuluan UKDW. Namun secara umum tujuan untuk organisasi profit adalah untuk BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan pasti memiliki tujuan. Tujuan ini dibedakan menjadi tujuan jangka pendek (satu tahun) dan tujuan jangka panjang (lima tahun lebih). Tujuan

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD P3GI 2017 IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian Penelitian ini membahas tentang kondisi industri gula di Indonesia, kinerja dan dayasaing industri gula sebagai komoditas yang pokok di Indonesia.

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A07400606 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : MAYA ANDINI KARTIKASARI NRP. A14105684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini membahas tentang dayasaing minyak sawit dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal industri minyak sawit di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci