BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori a. Konsep

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori a. Konsep"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori a. Konsep Banyak ahli mendefinisikan arti dari konsep, secara umum konsep adalah suatu abstaksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa, atau fenomena lainnya. Menurut Ausubel (Vanden Berg, 1991 : 8) konsep merupakan benda-benda, kejadiankejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri-ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol. Konsep disebut sebagai suatu ide atau gagasan yang digeneralisasi dari pengalaman manusia dengan beberapa peristiwa benda dan fakta. Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara sesama manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Flavel (1970) dalam Dahar (2011: 62-63) mengemukakan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu: 1) Atribut Setiap konsep mempunyai sejumlah atribut yang berbeda. Contoh konsep harus mempunyai atribut yang relevan, termasuk juga atribut yang tidak relevan. Atribut dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi, bentuk, atau dapat juga berupa fungsional. 2) Struktur Struktur menyangkut cara tergabungnya atribut-atribut itu. Berikut tiga macam struktur yang dikenal yaitu konsep konjungtif, konsep disjungtif, dan konsep relasional. 7

2 8 3) Keabstrakan Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret atau konsep itu terdiri atas konsep-konsep lain. 4) Keinklusifan Ini ditujukan pada jumlah contoh yang terlibat dalam konsep itu. Bagi seorang anak kecil, konsep kucing ditujukan pada seekor hewan tertentu yaitu kucing keluarga. Bila anak itu telah mengenal beberapa kucing lainnya, konsep kucing akan menjadi lebih luas, termasuk lebih banyak contoh lainnya. 5) Generalitas Bila diklasfikasikan, konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinatnya. Konsep wortel adalah subordinat terhadap konsep sayuran. 6) Ketepatan Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan untuk membedakan contoh dengan noncontoh suatu konsep. 7) Kekuatan (power) Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting. Sedangkan menurut Klausmeier dalam Dahar (1989: 88-89) setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Tingkat pencapaian konsep dapat dibedakan menjadi empat yang diringkas sebagai berikut : 1) Tingkat Konkret Seorang siswa dikatakan telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila mengenal suatu commit benda to yang user telah dihadapi sebelumnya. Siswa 8

3 9 harus dapat memperhatikan suatu benda dan dapat membedakan benda dari stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya. Pada saat inilah anak sudah mampu menyimpan gambaran mental dalam struktur kognitifnya. 2) Tingkat Identitas Seorang siswa dikatakan telah mencapai konsep pada tingkat identitas jikamengenal suatu objek (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu balok dengan cara menyentuh bagian dari balok itu bukandengan melihatnya. 3) Tingkat Klasifikatori Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-batas tertentu ituekuivalen, mengklasifikasikan contoh- contoh dan noncontohnoncontoh dari konsep, sekalipun mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.misalnya anak mampu membedakan antara apel yang masak dengan apel yang mentah. 4) Tingkat Formal Pada tingkat formal, siswa dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep membedakannya, menentukan ciri-ciri, memberi nama atribut yang membatasinya, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal. Menurut Soedjadi (2000:14) pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. 9

4 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Teori mengajar konsep adalah teori yang memberikan pemahaman kepada guru/pendidik/instruktur dalam menginformasikan pesan-pesan pelajaran yang bersifat konsep pada peserta dididknya. Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan (TPIP) FIP-UPI (2007 :63) menjelaskan bahwa : Konsep itu sendiri dapat dipahami sebagai suatu pengetahuan yang telah diterima kebenarannya dan sering dipakai sebagai pengetahuan untuk menganalisis permasalahan ilmiah atau akademik yang dihadapi. TPIP FIP-UPI menyimpulkan mengajar konsep adalah proses penyampaian pesan tentang materi pengajaran yang berupa konsep kepada peserta didik dalam suatu keseluruhan proses mengajar. Konsep merupakan sebuah hal yang penting karena menurut Bungin, konsep merupakan sebuah generalisasi fenomena, dimana konsep kemudian dapat menjelaskan fenomena-fenomena tertentu (Bungin, 2001:73). Jadi konsep adalah suatu gambaran yang digunakan sebagai ciriciri untuk memahami hal lain berupa objek-objek, kejadian-kejadian, atau situasi-situasi. b. Konsepsi Rohayati (2005) menjelaskan bahwa konsepsi didefinisikan sebagai pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu (Zakaria, 2012:7). Meskipun dalam pelajaran sains kebanyakan konsep memiliki arti yang jelas, tetapi konsepsi pembelajaran berbeda-beda. Ada konsepsi ilmuan, konsepsi guru, dan konsepsi siswa. Pada umumnya konsepsi ilmuan merupakan konsepsi yang paling lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak dimanfaatkan dibandingkan konsep lainnya, sehingga konsepsi ilmuan dianggap benar dan paling banyak diterima. Jadi seseorang dapat memiliki konsepsi yang berbeda dengan konsepsi yang 10 10

5 11 dimiliki orang lain karena pengalaman hidup atau cara penafsiran yang berbeda, dimana konsepsi adalah tafsiran yang dimiliki oleh seseorang mengenai suatu konsep. c. Prakonsepsi Gagasan-gagasan atau ide-ide yang dimiliki oleh siswa sebelum menerima suatu pembelajaran disebut prakonsepsi. Siswa sering kali mengalami konflik dalam dirinya ketika berhadapan dengan informasi baru bertentangan dengan prakonsepsi siswa atau dengan ide-ide yang dibawa sebelumnya. Vanden Berg (1991: 10) menyatakan, Prakonsepsi adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran formal. Saat siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang Fisika yang disebut prakonsep. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsepsi siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar, karena prakonsepsi merupakan konsepsi awal yang dimiliki siswa dimana konsepsi awal tersebut merupakan konsepsi yang belum tentu benar. d. Miskonsepsi Tafsiran perorangan terhadap banyak konsep sangat mungkin berbeda-beda. Misalnya penafsiran konsep massa jenis, atau konsep hambatan, atau konsep gesekan, dapat berbeda untuk setiap orang. Jika konsepsi murid terhadap suatu konsep sama dengan konsepsi para ilmuwan, dikatakan murid tersebut mempunyai konsepsi yang benar. Jika konsepsi murid tentang suatu konsep berbeda dengan konsepsi para ilmuwan, dikatakan murid tersebut mengalami miskonsepsi. Menurut Suparno (2005: 4), miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep commit yang to tidak user sesuai dengan pengertian ilmiah 11

6 yang diterima para pakar bidang itu, kemudian dikatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Sedangkan menurut Fowler (Suparno, 2005 : 5) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan miskonsepsi adalah pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah dalam menggunakan konsep nama, salah dalam mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, keraguan terhadap konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam konsep dalam susunan hierarkinya atau pembuatan generalisasi suatu konsep yang berlebihan atau kurang jelas. Clement berpendapat bahwa jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep awal (prakonsep) yang dibawa siswa ke kelas formal (Suparno,2005: 6-7). Jadi miskonsepsi siswa adalah konsepsi yang kurang tepat yang dimiliki oleh siswa. Abraham dan kawan-kawan (1994) membagi derajat pemahaman konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, miskonsepsi, dan memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep Kategori Derajat Pemahaman Kriteria 1.Tidak memahami - tidak ada respon - tidak memahami a. tidak ada jawaban b. menjawab saya tidak tahu c. mengulang pertanyaan d. menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas 2.Miskonsepsi - Miskonsepsi a. menjawab dengan penjelasan - memahami tidak logis sebagian dengan b. jawaban menunjukkan adanya miskonsepsi konsep yang dikuasai tetapi ada - memahami pernyataan dalam jawaban yang sebagian menunjukkan miskonsepsi 3.Memahami - memahami konsep a. jawaban menunjukkan hanya

7 13 (Sumber : Wahyuningsih, 2012 :10) sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi b. jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar e. Hakikat Fisika Sebagai salah satu bidang ilmu sains, Fisika memiliki berbagai definisi yang dikemukakan dari waktu ke waktu. Dalam sebuah situs, mengemukakan beberapa pengertian fisika yang ditulis oleh Azhi (2012), antara lain sebagai berikut : 1) Fisika adalah cabang sains yang mempelajari materi (matter), energi, ruang, dan waktu. Sebelum akhir abad ke 19, cabang sains ini lebih dikenal dengan nama filsafat alam (natural philosophy, dari bahasa Yunani physikos ). Bisa dikatakan, fisika merupakan sains murni yang paling dasar (basic). Temuan dari fisika pun menjalar dan mempengaruhi cabang sains lainnya. Tidak heran, karena fisika banyak mengulik materi dan energi yang pada hakekatnya merupakan penyusun dasar (basic constituents) alam. 2) Secara ontologi fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan. Fisika adalah studi mengenai dunia anorganik fisik, sebagai lawan dari dunia organik seperti biologi, fisiologi dan lainlain. 3) Pengertian lain, fisika adalah ilmu yang mempelajari/mengkaji benda-benda yang ada di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut secara fisik dan mencoba merumuskannya secara matematis sehingga dapat dimengerti secara pasti oleh manusia untuk kemanfaatan umat manusia lebih lanjut. commit Jadi to fisika user merupakan suatu cabang ilmu 13

8 14 pengetahuan sains yang mempelajari sesuatu yang konkret dan dapat dibuktikan secara matematis dengan menggunakan rumus-rumus persamaan yang didukung adanya penelitian yang terus dikembangkan oleh para fisikawan. 4) Secara epistimologi, fisika adalah bidang ilmu yang tertua, karena dimulai dari pengamatan-pengamatan dari gerakan benda-benda langit. Terdapat dua hal saling terkait yang tidak bisa dipisahkan di dalam fisika, yaitu pengamatan dalam eksperimen dan telaah teori. Keduanya tidak dapat dipisahkan saling tergantung satu sama lain. 5) Dan secara aksiologi fisika memiliki tujuan agar kita dapat mengerti bagian dasar dari benda-benda dan interaksi antara benda-benda, jadi untuk menerangkan gejala-gejala alam. Perkembangan ilmu fisika dalam kehidupan manusia telah membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik. Dari berbagai definisi tentang fisika, fisika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari mengkaji benda-benda yang ada di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut secara fisik dalam hal materi, energi, ruang, dan waktu. Konsep fisika dapat diartikan suatu gambaran yang digunakan sebagai ciri-ciri untuk memahami bidang ilmu pengetahuan fisika. Sedangkan miskonsepsi fisika dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian konsep fisika yang dimiliki siswa dengan yang dikemukakan para ahli. f. Penyebab Miskonsepsi Miskonsepsi disebabkan oleh beberapa hal, Suparno (2005:53) menjelaskan ada lima faktor yang merupakan penyebab miskonsepsi pada siswa, yaitu : 1) siswa, 2) guru, 3) buku teks, 4) konteks, dan 5) metode mengajar. 14

9 15 1) Siswa Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam delapan kategori, sebagai berikut: a) Prakonsepsi atau konsep awal siswa. Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal sebelum mereka mengikuti pelajaran di sekolah. Prakonsepsi sering bersifat miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu fenomena berbeda-beda. b) Pemikiran asosiatif yaitu jenis pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari sering menimbulkan salah penafsiran. c) Pemikiran humanistik yaitu memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku makhluk hidup, sehingga tidak cocok. d) Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap diperoleh dari informasi yang tidak lengkap pula. Akibatnya siswa akan menarik kesimpulan yang salah dan menimbulkan miskonsepsi. e) Intuisi yang salah, yaitu suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian secara obyektif dan rasional. Pola pikir intuitif sering dikenal dengan pola pikir yang spontan. f) Tahap perkembangan kognitif siswa. Secara umum, siswa yang dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang abstrak. Dalam hal ini, siswa baru belajar pada hal-hal yang konkrit yang dapat dilihat dengan indera. g) Kemampuan siswa. Siswa yang kurang mampu dalam mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum, siswa yang tingkat matematikalogisnya tinggi akan mengalami kesulitan memahami konsep fisika, terlebih konsep yang commit abstrak. to user 15

10 16 h) Minat belajar. Siswa yang memiliki minat belajar fisika yang besar akan sedikit mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa yang tidak berminat. 2) Guru Guru yang tidak menguasai bahan atau tidak memahami konsep fisika dengan benar juga merupakan salah satu penyebab miskonsepsi siswa. Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks secara sederhana dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa. Kadang-kadang guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan penyampaian konsep fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih terpaku pada papan tulis, jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah yang menantang proses berpikir siswa. Miskonsepsi siswa akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan interaksi yang terjadi hanya satu arah, sehingga semakin besar peluang miskonsepsi guru ditransfer langsung pada siswa. 3) Buku Teks Buku teks yang dapat mengakibatkan munculnya miskonsepsi siswa adalah buku teks yang bahasanya sulit dimengerti dan penjelasannya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya. 4) Konteks Konteks yang dimaksud di sini adalah pengalaman, bahasa sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama. Bahasa sebagai sumber prakonsepsi pertama sangat potensial mempengaruhi miskonsepsi, karena bahasa mengandung banyak penafsiran. 5) Metode Mengajar Metode mengajar guru yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari akan dapat menimbulkan miskonsepsi. Guru yang hanya menggunakan satu metode pembelajaran commit untuk to user semua konsep akan memperbesar 16

11 17 peluang siswa terjangkit miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasannya sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi. Penggunaan analogi yang tidak tepat juga merupakan salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi. Metode praktikum yang sangat membantu dalam proses pemahaman, juga dapat menimbulkan miskonsepsi karena siswa hanya dapat menangkap konsep dari datadata yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga dapat berperan dalam menciptakan miskonsepsi. Bila dalam diskusi semua siswa mengalami miskonsepsi, maka miskonsepsi mereka semakin diperkuat. Vanden Berg (1991: 17) dan Suparno (2005) menyimpulkan beberapa fakta mengenai miskonsepsi, yaitu : 1) Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal. 2) Miskonsepsi terjadi di semua jenjang pendidikan. 3) Miskonsepsi ada yang mudah dibetulkan, tetapi ada yang sangat sulit untuk dibetulkan. 4) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali. 5) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi. 6) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari. 7) Siswa, mahasiswa, guru, dosen, maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi. 8) Siswa yang pandai dan yang lemah, keduanya dapat terkena miskonsepsi. 17

12 18 g. CRI (Certainty of Response Index) CRI (Certainty of Response Index), merupakan ukuran tingkat keyakinan atau kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan. Metode identifikasi CRI dikembangkan oleh Saleem Hasan, dkk untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus dapat membedakannya dengan tidak memahami konsep. CRI didasarkan pada suatu skala 0 sampai 5 yang menggambarkan keyakinan responden dalam menjawab setiap pertanyaan. Tingkat kepastian jawaban tercermin dalam skala CRI, CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan konsep pada diri responden dalam menjawab suatu pertanyaan, dalam hal ini jawaban biasanya ditentukan atas dasar tebakan semata. Sebaliknya CRI yang tinggi mencerminkan keyakinan dan kepastian konsep yang tinggi pada diri responden dalam menjawab pertanyaan, dalam hal ini unsur tebakan sangat kecil. Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak memahami konsep dapat dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya derajat keyakinan menjawab (CRI) (Hasan, dkk, 1999). Dalam jurnalnya, Hasan, dkk (1999 : 295) menyampaikan However, if the answer was wrong, the high certainty would indicate a misplaced confidence in his knowledge of the subject matter. This misplaced certainty in the applicability of certain laws and methods to a specific question is an indicator of the existence of misconceptions. The results of this study demonstrate that the requested CRI, when used in conjunction with the answer to a question, enables us to differentiate between a lack of knowledge and a misconception. Akan tetapi, jika jawaban yang diperoleh salah, ini menunjukkan adanya suatu kekeliruan konsepsi dalam pengetahuan tentang suatu materi subyek yang dimilikinya, dan dapat menjadi suatu indikator terjadinya miskonsepsi. Dari ketentuan-ketentuan seperti itu, menunjukkan bahwa dengan CRI yang didapat, ketika digunakan bersamaan dengan jawaban 18

13 untuk suatu pertanyaan, memungkinkan untuk dapat membedakan antara miskonsepsi dan tidak memahami konsep. Tabel 2.2. Kriteria Jawaban Responden yang Ditunjukan dengan Nilai CRI. CRI Kriteria Keterangan 0 Totally guessed Jika menjawab soal 100% answer ditebak Jika dalam menjawab soal 1 Almost guess persentase unsur tebakan antara 75%-99% Jika dalam menjawab soal 2 Not Sure persentase unsur tebakan antara 50%-74% Jika dalam menjawab soal 3 Sure persentase unsur tebakan antara 25%-49% Jika dalam menjawab soal 4 Almost certain persentase unsur tebakan antara 1%-24% 5 Certain Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%) (Sumber: Liliawati. 2009: 3) Pada tabel 2.2, bahwa CRI memiliki tingkat kepercayaan commit diri to (confidence) user yang tinggi dalam memilih 19 0 menandakan tidak memahami konsep sama sekali tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk menjawab suatu pertanyaan (jawaban ditebak secara total), sementara CRI 5 menandakan kepercayaan diri yang penuh atas kebenaran tentang prinsip-prinsip yang dipergunakan untuk menjawab suatu pertanyaan (soal), dapat dikatakan tidak ada unsur tebakan sama sekali. Jika derajat kepastiannya rendah (CRI 0-2), maka hal ini menggambarkan proses penebakan (guesswork) memainkan peranan yang signifikan dalam menentukan jawaban. Tanpa memandang apakah jawaban benar atau salah, nilai CRI yang rendah menunjukkan adanya unsur penebakan, yang secara tidak langsung mencerminkan ketidaktahuan konsep yang mendasari penentuan jawaban. Jika CRI tinggi (CRI 3-5), maka responden 19

14 aturan-aturan dan metode-metode yang digunakan untuk sampai pada jawaban. Dalam keadaan ini (CRI 3-5), jika resaponden memperoleh jawaban yang benar, ini dapat menunjukkan bahwa tingkat keyakinan yang tinggi akan kebenaran konsepsi fisikanya telah dapat teruji dengan baik. Indeks dalam CRI secara umum tergolong tipe skala Likert. Secara khusus, untuk setiap pertanyaan dalam tes berbentuk pilihan ganda misalnya, responden diminta untuk memilih suatu jawaban yang dianggap benar dari alternatif pilihan yang tersedia. Kemudian memberikan CRI, antara 0-5, untuk setiap jawaban yang dipilihnya. CRI 0 diberikan jika jawaban yang dipilih hasil tebakan murni, sedangkan CRI 5 diberikan jika jawaban telah dipilih atas dasar pengetahuan dan skil yang sangat ia yakini kebenarannya. Tabel 2.3 menunjukkan empat kemungkinan kombinasi dari jawaban (benar atau salah) dan CRI (tinggi atau rendah) untuk tiap responden secara individu. Responden yang menjawab dengan benar akan tetapi CRI rendah menandakan tidak memahami konsep. Sedangkan responden yang menjawab benar dengan CRI tinggi menunjukkan penguasaan konsep. Responden dengan jawaban salah dan CRI rendah menandakan tidak memahami konsep, sementara jawaban salah dengan CRI tinggi menandakan terjadinya miskonsepsi. Tabel 2.3. Ketentuan untuk Membedakan Memahami Konsep, Miskonsepsi dan Tidak Memahami Konsep 20 Kriteria Jawaban CRI Rendah (<2,5) Jawaban benar Jawaban benar tapi CRI rendah berarti tidak memahami konsep (lucky guess) Jawaban salah Jawaban salah dan CRI rendah berarti tidak memahami konsep (Sumber : Hasan, dkk.1999:296) CRI Tinggi ( 2,5) Jawaban benar dan CRI tinggi berarti memahami konsep dengan baik Jawaban salah tapi CRI tinggi berarti terjadi miskonsepsi 20

15 21 Pada butir soal akan ditemui sebagian siswa menjawab benar dan sebagian lainnya menjawab salah. Kelompok siswa yang menjawab salah dapat dikarenakan miskonsepsi atau tidak memahami konsep yang dapat diketahui dengan cara identifikasi secara kelompok. Identifikasi miskonsepsi secara kelompok rensponden dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti identifikasi miskonsepsi secara individu. Setiap jawaban siswa ditandai dengan pemberian skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Jumlah total responden yang menjawab benar dibagi dengan jumlah seluruh responden akan menghasilkan nilai fraksi benar. Nilai CRI yang digunakan untuk mengambil keputusan kategori konsepsi siswa merupakan nilai rata-rata dari CRI. Nilai rata-rata CRI untuk jawaban benar (CRIB) didapat dari jumlah CRI siswa yang menjawab dengan benar dibagi dengan jumlah responden yang menjawab benar. Sedangkan nilai rata-rata CRI untuk jawaban salah (CRIS) didapat dari jumlah CRI siswa yang menjawab salah dibagi dengan jumlah responden yang menjawab salah. Hasan, dkk (1999:298) menjelaskan cara pengambilan keputusan identifikasi miskonsepsi secara kelompok pada tiap butir soal didasarkan pada CRIS. Apabila nilai CRIS 2,5 sampai 5, maka jawaban salah pada kelompok tersebut dikarenakan miskonsepsi. Untuk CRIS lebih kecil dari 2,5 maka jawaban salah pada kelompok tersebut dikarenakan tidak memahami konsep. Fraksi benar mewakili persentase jumlah siswa yang menjawab benar. Apabila CRIS diantara 2,5 dan 5, dan fraksi benar kurang dari 0,5 menandakan terjadinya miskonsepsi dengan intensitas yang tinggi. Pada identifikasi miskonsepsi secara kelompok, keputusan yang diberikan berupa kesimpulan bahwa kelompok siswa yang menjawab salah dikarenakan miskonsepsi atau dikarenakan tidak memahami konsep. 21

16 22 h. Profil Miskonsepsi Siswa Profil adalah keadaan atau potensi dan gambaran yang ada dalam diri seseorang. Keadaan dan gambaran seseorang dalam berfikir dengan cepat dan tepat dengan meningkatkan setiap aktifitas yang kita kerjakan, ada yang menganggap penting sehingga sangat menentukan seseorang dalam berprestasi. Pada posisi lain, ada juga yang menganggap bahwa profil merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam berprestasi (Sembiring, 2012:1) Profil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki empat pengertian yaitu, (1) pandangan dari samping (tentang wajah orang), (2) lukisan atau gambar orang dr samping, sketsa biografis, (3) penampang dari tanah, gunung, dan sebagainya, (4) grafik atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Berdasarkan KBBI definisi profil yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan adalah definisi nomer empat. Profil adalah ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Dapat disimpulkan bahwa profil miskonsepsi siswa dapat diartikan sebagai keadaan atau gambaran yang memberikan kejelasan letak kesalahan konsep yang terjadi pada siswa. Dari profil miskonsepsi siswa yang ditemukan, guru dapat mempersiapkan terlebih dahulu materi yang akan diberikan kepada siswa agar tidak menimbulkan miskonsepsi. i. Konsep Dasar Teori Kinetik Gas 1) Gas Ideal Gas dinamakan sebagai gas ideal apabila memenuhi sifatsifat berikut : a) Suatu gas terdiri dari partikel-partikel yang disebut molekul yang sangat banyak dan jarak antar meolukul lebih besar daripada ukurannya. 22

17 23 b) Molekul-molekul mengikuti Hukum Newton tentang gerak, namun dalam skala besar, molekul-molekul bergerak secara acak. c) Molekul berinteraksi hanya dengan gaya-gaya berjarak pendek selama tumbukan lenting. d) Molekul bertumbukan lenting sempurna dengan dinding. e) Gas ideal adalah zat murni, dimana semua molekulnya identik. Gas ideal sebenarnya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari; yang ada dalam kehidupan sehari-hari adalah gas riil atau gas nyata. Gas ideal hanya bentuk sempurna yang sengaja dibuat untuk membantu dalam analisis. 2) Persamaan Keadaan Gas Ideal Beberapa istilah kimia dalam persamaan gas ideal: a) Massa atom relatif (A r ) adalah perbandingan massa atom suatu unsur terhadap massa atom unsur lain. b) Massa molekul relatif (M r ) adalah jumlah seluruh massa atom relatif (A r ) dan atom-atom penyusun suatu senyawa. c) Mol (n) adalah perbandingan massa (m) suatu zat terhadap massa relatifnya (A r atau M r ) d) Bilangan Avogadro (N A ) adalah bilangan yang menyatakan jumlah partikel dalam satu mol (N A = 6,02 x 1023 partikel/mol). Hubungan antara mol (n), massa (m), dan jumlah partikel (N) sebagai berikut : m n atau m nm r M r (2.1) N N A atau N nn A n (2.2) Persamaan Keadaan Gas Ideal: PV NkT (2.3) 23

18 Dengan mensubtitusikan persamaan (2.2) dalam persamaan (2.3) maka persamaan keadaan gas ideal menjadi PV nn kt A dimana kn A =R, sehingga didapatkan persamaan PV nrt (2.4) 24 Keterangan : P = tekanan gas (N/m 2 atau Pa) V = volume gas (m 3 ) T = suhu gas (K) N A = Bilangan Avogadro (6,022 x molekul/mol) R = konstanta umum gas (8,31 J/mol K) k = konstanta Boltzmann (1,381 x J/K) 3) Hukum-Hukum Tentang Gas Ideal Ketiga hukum ini hanya berlaku untuk gas riil yang memiliki tekanan dan massa jenis yang tidak terlalu besar. Ketiga hukum ini juga hanya berlaku untuk gas riil yang suhunya tidak mendekati titik didih. a) Hukum Boyle Pernyataan Hukum Boyle Apabila suhu gas yang berada dalam bejana tertutup dipertahankan konstan, maka tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya. Pernyataan ini dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut. 1 P ~ PV konstan V (2.5) 24

19 Untuk gas yang berada dalam dua keadaan keseimbangan berbeda pada temperatur konstan, maka diperoleh : P 1V1 P2 V2 Keterangan simbol pada persamaan (2.6) : P 1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m 2 ) P 2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m 2 ) V 1 = volum gas pada keadaan 1 (m 3 ) V 2 = volum gas pada keadaan 2 (m 3 ) P (2.6) 25 P 1 P 2 V 1 V 2 Gambar 2.1 Kurva isotermal (Sumber : Tipler Jilid : 574) Kurva yang ditunjukan pada gambar 2.1 merupakan diagram P-V untuk suatu gas ideal pada keadaan isotermal. Berdasarkan persamaan (2.4) bahwa PV c dimana c adalah c konstan, maka berlaku P apabila dianalogikan dalam V c hubungan xy menjadi y. Fungsi tersebut adalah fungsi yang x menandakan bahwa kurva yang terbentuk pada keadaan isotermal adalah hiperbola. b) Hukum Charles Pernyataan Hukum Charles Apabila tekanan gas yang berada dalam bejana tertutup dipertahankan konstan, maka volum 25

20 gas sebanding dengan suhu mutlaknya. Pernyataan ini dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut : V V ~ T konstan T (2.7) Untuk gas yang berada dalam dua keadaan keseimbangan yang berbeda pada tekanan konstan, maka diperoleh V1 V 2 T1 T2 (2.8) Keterangan simbol pada persamaan (2.8) : V 1 = volum gas pada keadaan 1 (m 3 ) V 2 = volum gas pada keadaan 2 (m 3 ) T 1 = suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K) T 2 = suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K) 26 Gambar 2.2 Kurva Isobarik (Sumber: Supiyanto.2007: 222) Gambar 2.2 merupakan kurva yang menggambarkan keadaan suatu gas secara isobarik. Berdasarkan persamaan (2.6) bahwa V T c Apabila persamaan dimana c adalah konstan, maka berlaku merupakan kurva linier. Besar tekanan pada tiap titik dalam kurva P 1 adalah konstan. 26 V ct. V ct dianalogikan dalam bentuk hubungan x dan y maka persamaan tersebut menjadi y cx. Fungsi tersebut adalah fungsi identitas dari kurva linier, sehingga kurva isobarik

21 27 c) Hukum Gay Lussac Pernyataan Hukum Gay Lussac Apabila volume gas yang berada dalam bejana tertutup dipertahankan konstan, maka tekanan gas sebanding dengan suhu mutlaknya. Pernyataan ini dapat kita tuliskan secara matematis sebagai berikut. P P ~ T konstan T (2.9) Untuk gas yang berada dalam dua keadaan keseimbangan yang berbeda pada volum konstan, maka diperoleh : P1 P 2 T1 T2 (2.10) Keterangan simbol pada persamaan (2.10): P 1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m 2 ) P 2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m 2 ) T 1 = suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K) T 2 = suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K) Gambar 2.3 Kurva Isokhorik (Sumber: Supiyanto.2007: 223) Kurva isokhorik yang digambarkan oleh gambar 2.3 merupakan kurva linier. Hal ini didasarkan pada persamaan (2.8) bahwa P T c Apabila persamaan dimana c adalah konstan, maka berlaku dan y maka persamaan commit tersebut to user menjadi P ct. P ct dianalogikan dalam bentuk hubungan x y cx. Fungsi tersebut 27

22 28 merupakan fungsi identitas dari kurva linier. Kurva pada Gambar 2.3 dapat diartikan bahwa besar tekanan pada suatu sistem bergantung terhadap suhu. d) Hukum Boyle-Gay Lussac Apabila hubungan antara tekanan, volum, dan suhu gas dalam Persamaan Boyle, Charles, dan Gay Lussac digabungkan, maka diperoleh hubungan: PV 1 T 1 1 P2V T 4) Teori Kinetik Gas Ideal 2 2 (2.11) Berdasarkan teori kinetik, molekul-molekul gas ideal bergerak secara acak mematuhi hukum gerak Newton dan bertumbukan dengan molekul lain maupun dengan dinding bejana tempat gas berada secara elastis sempurna. Dengan demikian, dapat dianalisis sifat mikroskopis gas (tekanan, suhu, dan volume) berdasarkan sifat mikroskopis gas (massa, kelajuan, momentum, dan energi kinetik). a) Tekanan Gas dalam Ruang Tertutup Tinjau suatu gas yang mengandung N molekul di dalam bejana tertutup berbentuk kubus yang volumnya V dengan rusuk L. Setiap molekul yang massanya m bergerak dengan kecepatan v. Karena tumbukan bersifat elastis sempurna, maka ketika molekul menumbuk dinding dengan kecepatan v 1 maka akan terpantul dengan kecepatan v 2 dengan besar yang sama. Tekanan gas berasal dari molekul-molekul gas yang menumbuk dinding, sehingga besar tekanan dapat diketahui dari laju perubahan commit momentum to user yaitu 28 dp F. Pada peristiwa dt

23 penumbukan dinding terjadi perubahan momentum yang bergerak pada sumbu x adalah 2p = 2mv x. Apabila jumlah molekul yang N menumbuk dinding seluas A sebanyak vx t V, maka 1 N p A v t 2 2 V x mv x ke arah kanan dan kiri. P P F A N V dp dt mv x 1 A ½ menunjukan molekul yang bergerak N V A v dt 2mv x x 1 A Karena molekul bergerak pada sumbu y dan z maka v 2 =v 2 x + v 2 y + v 2 z dimana v x =v y =v z, maka v 2 1 =3v x atau v x = v 3 sehingga tekanan gas dalam ruang tertutup adalah: 2 P P N V mv x N 1 m v V 3 2 N P 3 V Ek 2 (2.12) dengan, P = tekanan gas (N/m2) N = jumlah partikel gas V = volume gas (m 3 ) Ek= energi kinetik (joule) 29

24 30 b) Suhu Gas Ideal Suhu gas ideal berdasarkan sudut pandang mikroskopis merupakan suatu ukuran langsung dan energi kinetik molekul. Hal ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan kembali 2 NEk persamaan tekanan P dan persarnaan keadaan gas ideal 3 V PV=NkT, sehingga diperoleh persamaan matematis suhu gas ideal: 2 T Ek 3k c) Kecepatan Efektif Gas Ideal (2.13) Apabila di dalam suatu bejana tertutup terdapat N 1 molekul yang bergerak dengan kecepatan v 1, dan N 2 molekul yang bergerak dengan kecepatan v 2, dan seterusnya, maka ratarata kecepatan molekul gas dapat dinyatakan dengan v rms 3RT M 5) Teorema Ekipartisi Energi r (2.14) Berdasarkan hasil analisis mekanika statistik, untuk sejumlah besar partikel yang memenuhi hukum gerak Newton pada suatu sistem dengan suhu mutlak T, maka energi yang tersedia terbagi merata pada setiap derajat kebebasan sebesar 1 commit f ktto user kt. Pernyataan ini selanjutnya 2 disebut teorema ekipartisi energi. Derajat kebebasan yang dimaksud dalam teorema ekipartisi energi adalah setiap cara bebas yang dapat digunakan oleh partikel untuk menyerap energi. Oleh karena itu, setiap molekul dengan f derajat kebebasan akan memiliki energi ratarata, E rata rata N E

25 Energi dalam untuk gas tergantung dari jenis gasnya. Jika gas monoatomic, dirumuskan sebagai berikut : 31 U 3 N E kt 2 (2.15) Sedangkan pada gas diatomik, energi dalam tergantung dari suhunya. Pada suhu rendah (T= ±250K) molekul memiliki derajat kebebasan f= 3 dikarenakan molekul hanya dapat menyerap energi dengan cara translasi ke arah sb x, sb y, dan sb z. U 3 N E kt 2 (2.16) Pada suhu sedang (T= ±500K) molekul memiliki derajat kebebasan f=5. Penyerapan energi dilakukan tidak hanya dengan cara translasi tetapi juga dengan cara saling merotasi 5 U N E kt 2 (2.17) Pada suhu tinggi (T= ±1000K) molekul memiliki derajat kebebasan f=7. Penyerapan energi dilakukan dengan cara translasi, rotasi, dan fibrasi. 7 U N E kt 2 (2.18) 2. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian tentang miskonsepsi banyak dilakukan, terutama dalam bidang sains yaitu fisika, biologi, dan kimia. Salah satunya peneliti banyak menemukan kejadian miskonsepsi di bidang fisika. Novick dan Nussbaum menemukan peristiwa miskonsepsi pada siswa, yaitu tentang konsep volume udara. Pada hasil penelitian ini diungkapkan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi. Wandersee, Mintzes dan Novak (dalam Suparno, 2005 : 11) menjelaskan bahwa miskonsepsi terjadi dalam semua bidang 31

26 32 fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi terjadi dalam semua bidang fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi tentang mekanika : 159 tentang listrik : 70 tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi : 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika modern. Suwarna, I.P. (2013) menganalisis miskonsepsi siswa SMA Kelas X di Jakarta menggunakan metode CRI. Melalui metode CRI Suwarna mampu menganalisis terjadinya miskonsepsi siswa SMA Kelas X pada materi optik sebesar 31.7%, materi listrik dinamis 16.2%, dan materi suhu dan kalor 16.2%. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan metode CRI dapat mengungkap terjadinya miskonsepsi pada siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah (2013) dari 10 orang siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Surakarta pada tahun ajaran 2012/2013 menemukan jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soalsoal pada materi pokok teori kinetik gas adalah kesalahan konsep (56%), dan kesalahan hitung (44%). Melalui penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2011) ditemukan bahwa miskonsepsi untuk materi Teori Kinetik Gas yang dilakukan di SMA Negeri di Bandung pada kelas XI IPA sebanyak 25,47% siswa pada kelas eksperimen dan 30% pada kelas kontrol. B. Kerangka Berpikir Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang dialami oleh siswa dipandang sebagai pengalaman. Dasar pengalaman atau pengetahuan siswa akan membentuk suatu konsepsi yang digunakannya untuk mengartikan peristiwa alam yang terjadi di sekitarnya. Konsep mengenai Teori Kinetik Gas yang terbentuk belum tentu sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh para ahli, sehingga dilakukan penelitian untuk mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa pada materi Teori Kinetik Gas. Dalam mengungkap miskonsepsi siswa, peneliti mengacu pada pembuatan instrumen dan pengolahan data penelitian dilakukan dengan aturan yang telah dikembangkan oleh Saleem Hasan, dkk(1999) 32

27 33 menggunakan metode CRI, sehingga setelah data penelitian dianalisis akan ditemukan bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada materi Tori Kinetik Gas. Berdasarkan uraian kerangka berfikir tersebut, maka dibuat suatu paradigma berfikir yang ditunjukan dengan bagan seperti pada gambar 2.4. Konsep yang dimiliki siswa dipengaruhi oleh banyak hal dan belum tentu benar Dilakukan penelitian untuk mengungkap terjadinya miskonsepsi pada siswa pada materi Teori Kinetik Gas menggunakan soal dengan bentuk pilihan ganda Data penelitian dianalisis menggunakan metode CRI Terungkap miskonsepsi pada siswa Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berpikir 33

Bab VIII Teori Kinetik Gas

Bab VIII Teori Kinetik Gas Bab VIII Teori Kinetik Gas Sumber : Internet : www.nonemigas.com. Balon udara yang diisi dengan gas massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis udara mengakibatkan balon udara mengapung. 249 Peta Konsep

Lebih terperinci

FIsika TEORI KINETIK GAS

FIsika TEORI KINETIK GAS KTSP & K-3 FIsika K e l a s XI TEORI KINETIK GAS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami definisi gas ideal dan sifat-sifatnya.. Memahami

Lebih terperinci

BAB TEEORI KINETIK GAS

BAB TEEORI KINETIK GAS 1 BAB TEEORI KINETIK GAS Gas adalah materi yang encer. Sifat ini disebabkan interaksi yang lemah antara partikel-partikel penyusunnya sehingga perilaku termalnya relatif sederhana. Dalam mempelajari perilaku

Lebih terperinci

sifat-sifat gas ideal Hukum tentang gas 3. Menerapkan konsep termodinamika dalam mesin kalor

sifat-sifat gas ideal Hukum tentang gas 3. Menerapkan konsep termodinamika dalam mesin kalor teori kinetik gas mempelajari sifat makroskopis dan sifat mikroskopis gas. TEORI KINETIK GAS sifat-sifat gas ideal 1. terdiri atas molekul-molekul yang sangat banyak dan jarak pisah antar molekul lebih

Lebih terperinci

Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI)

Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI) Yuyu Rachmat, Identifikasi Miskonsep No. 3/XXIV/2005 Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI) Yuyu R. Tayubi (Universitas Pendidikan Indonesia) Abstrak

Lebih terperinci

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FI-1101: Kuliah 13 TEORI KINETIK GAS Teori Kinetik Gas Suhu Mutlak Hukum Boyle-Gay y Lussac Gas Ideal Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FISIKA TERMAL Cabang

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal eori Kinetik Gas eori Kinetik Gas adalah konsep yang mempelajari sifat-sifat gas berdasarkan kelakuan partikel/molekul penyusun gas yang bergerak acak. Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun

Lebih terperinci

BAB 14 TEORI KINETIK GAS

BAB 14 TEORI KINETIK GAS BAB 14 TEORI KINETIK GAS HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC P 1 V 1 T 1 P 2 V 2 PERSAMAAN UMUM GAS IDEAL P. V n. R. T Atau P. V N. k. T Keterangan: P tekanan gas (Pa). V volume (m 3 ). n mol gas. R tetapan umum gas

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3)

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3) eori Kinetik Gas Pengertian Gas Ideal Istilah gas ideal digunakan menyederhanakan permasalahan tentang gas. Karena partikel-partikel gas dapat bergerak sangat bebas dan dapat mengisi seluruh ruangan yang

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI

SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI SUHU DAN PENGUKURAN SUHU Untuk mempelajari KONSEP SUHU dan hukum ke-nol termodinamika, Kita perlu mendefinisikan pengertian sistem,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk kepentingan peserta didik dalam membantu perkembangan potensi dan kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB IX TEORI KINETIK GAS Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX)

PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX) PROFIL MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX) Oleh: Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum memperoleh pendidikan formal, sejak lahir anak sudah memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai alam yang berkaitan dengan Fisika. Pengalaman dan

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal TKG ( Teori Kinetik Gas )

Xpedia Fisika. Soal TKG ( Teori Kinetik Gas ) Xpedia Fisika Soal TKG ( Teori Kinetik Gas ) Doc Name : XPFIS0604 Version : 06-05 halaman 0. Yang bukan merupakan sifat-sifat gas ideal adalah... terdiri dari partikel yang memiliki energi kinetik energinya

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari KIMIA FISIKA I TC20062 Dr. Ifa Puspasari TEORI KINETIK GAS (1) Dr. Ifa Puspasari Apa itu Teori Kinetik? Teori kinetik menjelaskan tentang perilaku gas yang didasarkan pada pendapat bahwa gas terdiri dari

Lebih terperinci

Pilihan ganda soal dan jawaban teori kinetik gas 20 butir. 5 uraian soal dan jawaban teori kinetik gas.

Pilihan ganda soal dan jawaban teori kinetik gas 20 butir. 5 uraian soal dan jawaban teori kinetik gas. Pilihan ganda soal dan jawaban teori kinetik gas 20 butir. 5 uraian soal dan jawaban teori kinetik gas. A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! 1. Partikel-partikel gas ideal memiliki sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori 1. Pemahaman Konsep BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Pemahaman menurut kamus bahasa Indonesia berasal dari kata paham yang artinya pengertian, pendapat atau pikiran, aliran atau pandangan dan mengerti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi Konsep menurut Berg (1991:8) adalah golongan benda, simbol, atau peristiwa tertentu yang digolongkan berdasarkan sifat yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Boyle sebagai salah satu hukum dalam ilmu fisika dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Boyle sebagai salah satu hukum dalam ilmu fisika dikemukakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Boyle sebagai salah satu hukum dalam ilmu fisika dikemukakan pertama kali oleh seorang ahli fisika dari Inggris yang bernama Robert Boyle (1627-1691).

Lebih terperinci

Soal Teori Kinetik Gas

Soal Teori Kinetik Gas Soal Teori Kinetik Gas Tahun Ajaran 203-204 FISIKA KELAS XI November, 203 Oleh Ayu Surya Agustin Soal Teori Kinetik Gas Tahun Ajaran 203-204 A. SOAL PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA MELALUI METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) TERMODIFIKASI PADA MATERI USAHA DAN ENERGI

BAB II IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA MELALUI METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) TERMODIFIKASI PADA MATERI USAHA DAN ENERGI BAB II IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA MELALUI METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) TERMODIFIKASI PADA MATERI USAHA DAN ENERGI A. Miskonsepsi 1. Definisi Miskonsepsi Sebelum siswa masuk atau mengikuti

Lebih terperinci

Disini akan dianalisa gerah sebuah molekul gas yang massanya 𝑚! =!! Setelah tumbukan dinding tetap diam 𝑣! = 0

Disini akan dianalisa gerah sebuah molekul gas yang massanya 𝑚! =!! Setelah tumbukan dinding tetap diam 𝑣! = 0 2. Kinematika Gas a. Tekanan, Tumbukan dan Energi Kinetik Disini akan dianalisa gerah sebuah molekul gas yang massanya 𝑚 = Sebuah molekul bergerak dalam arah sumbu X ke kanan dengan kecepatan tetap 𝑣 menumbuk

Lebih terperinci

RPP Teori Kinetik Gas Kurikulum 2013 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RPP Teori Kinetik Gas Kurikulum 2013 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP Teori Kinetik Gas Kurikulum 2013 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran Kelas/Semester Peminatan Alokasi Waktu : Fisika : XI/Dua : M-IPA : 4 x 3 JP A. Kompetensi Inti KI 3 : Memahami dan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika sebagai bagian dari IPA, merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa SMA. Berdasarkan Permendikbud No. 64 Tahun 2013, salah satu pertimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Konsep merupakan pemikiran dasar yang diperoleh dari fakta peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting

Lebih terperinci

TEORI KINETIK GAS. Nama : Kelas : Bahan ajar Teori Kinetik Gas. Bahan Ajar Fisika Kelas XI Semester II Page 1

TEORI KINETIK GAS. Nama : Kelas : Bahan ajar Teori Kinetik Gas. Bahan Ajar Fisika Kelas XI Semester II Page 1 TEORI KINETIK GAS Nama : Kelas : Bahan ajar Teori Kinetik Gas Bahan Ajar Fisika Kelas XI Semester II Page 1 Bahan Ajar Fisika Kelas XI Semester II Page HUKUM BOYLE TEKANAN VOLUME HUKUM GAY LUSSAC TEORI

Lebih terperinci

FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA

FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA Hukum ini terkait dengan kekekalan energi. Hukum ini menyatakan perubahan energi dalam dari suatu sistem termodinamika tertutup sama dengan

Lebih terperinci

BAB TEORI KINETIK GAS

BAB TEORI KINETIK GAS 1 BAB TEORI KINETIK GAS Contoh 13.1 Sebuah tabung silinder dengan tinggi 0,0 m dan luas penampang 0,04 m memiliki pengisap yang bebas bergerak seperti pada gambar. Udara yang bertekanan 1,01 x 10 5 N/m

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMAMAHAN KONSEP FISIKA TERHADAP POKOK BAHASAN TERMODINAMIKA PADA SISWA SMA. Mohammad Khairul Yaqin

IDENTIFIKASI PEMAMAHAN KONSEP FISIKA TERHADAP POKOK BAHASAN TERMODINAMIKA PADA SISWA SMA. Mohammad Khairul Yaqin IDENTIFIKASI PEMAMAHAN KONSEP FISIKA TERHADAP POKOK BAHASAN TERMODINAMIKA PADA SISWA SMA Mohammad Khairul Yaqin Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERSITAS JEMBER yaqinspc12@gmail.com Sri Handono

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SOFTWARE PENDETEKSI MISKONSEPSI KIMIA SOFTWARE DEVELOPMENT FOR DETECTING CHEMICAL MISCONCEPTIONS. Abstract

PENGEMBANGAN SOFTWARE PENDETEKSI MISKONSEPSI KIMIA SOFTWARE DEVELOPMENT FOR DETECTING CHEMICAL MISCONCEPTIONS. Abstract PENGEMBANGAN SOFTWARE PENDETEKSI MISKONSEPSI KIMIA SOFTWARE DEVELOPMENT FOR DETECTING CHEMICAL MISCONCEPTIONS Wilda Ulin Nuha dan Sukarmin Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah Kelas / Semester Mata Pelajaran : SMK : XI (Sebelas) : FISIKA A. Standar Kompetensi 1. Menerapkan konsep impuls dan momentum. B. Kompetensi Dasar 1. Mengenali

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 15) Temperatur Skala Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor dan Energi Internal Kalor Jenis Transfer Kalor Termodinamika Temperatur? Sifat Termometrik?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang akan memiliki pengalaman dari hasil fenomena yang diamati dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki itu kemudian menjadi

Lebih terperinci

Teori Kinetik Zat. 1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya. 2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil.

Teori Kinetik Zat. 1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya. 2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil. Teori Kinetik Zat Teori Kinetik Zat Teori kinetik zat membicarakan sifat zat dipandang dari sudut momentum. Peninjauan teori ini bukan pada kelakuan sebuah partikel, tetapi diutamakan pada sifat zat secara

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 11 Fisika

Antiremed Kelas 11 Fisika Antiremed Kelas Fisika Teori Kinetik Gas - Latihan Soal Doc Name : KARFIS090 Version : 04-09 halaman 0. Yang bukan merupakan sifat-sifat gas ideal adalah... Terdiri dari partikel yang memilik energi kinetik

Lebih terperinci

GAS. Sifat-sifat gas

GAS. Sifat-sifat gas GAS Sifat-sifat gas Volume dan bentuk sesuai dengan wadahnya. Mudah dimampatkan. Bercampur dengan segera dan merata. Kerapatannya lebih rendah dibandingkan dengan cairan dan padatan. Sebagian tidak berwarna.

Lebih terperinci

Panas dan Hukum Termodinamika I

Panas dan Hukum Termodinamika I Panas dan Hukum Termodinamika I Termodinamika yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara kalor (panas) dengan usaha. Kalor (panas) disebabkan oleh adanya perbedaan suhu. Kalor akan berpindah dari tempat

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA TEORI KINETIK GAS. Mata Pelajaran : Fisika Kelas/ Semester : XI / II. Nama Kelompok:

LEMBAR KERJA SISWA TEORI KINETIK GAS. Mata Pelajaran : Fisika Kelas/ Semester : XI / II. Nama Kelompok: BAB 3 LEMBAR KERJA SISWA TEORI KINETIK GAS Mata Pelajaran : Fisika Kelas/ Semester : XI / II Nama Kelompok: 1. 2. 3. 4. 5. Kompetensi Dasar: I Mendeskripsikan sifat-sifat gas ideal monoatomik I TEORI KINETIK

Lebih terperinci

Keywords: Concepts, Misconceptions, Certainty Response Indeks (CRI).

Keywords: Concepts, Misconceptions, Certainty Response Indeks (CRI). 272 Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Pendidikan Fisika. Vol. 2 No.2 April 2017, 272-276 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE INDEKS RESPON KEPASTIAN (IRK) PADA MATERI IMPULS DAN MOMENTUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil studi lapangan mengenai tanggapan siswa terhadap pelajaran fisika di salah satu SMA Negeri di kota Bandung kepada 39 orang siswa menyatakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014 Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke-6 2015 318 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMP DALAM MATERI PERBANDINGAN DENGAN MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI)

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMP DALAM MATERI PERBANDINGAN DENGAN MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMP DALAM MATERI PERBANDINGAN DENGAN MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) Syarifah Fadillah Prodi Pendidikan Matematika, IKIP PGRI Pontianak, Jl. Ampera No.88 Pontianak

Lebih terperinci

Identifikasi Miskonsepsi IPBA Di SMA Dengan CRI Dalam Upaya Perbaikan Urutan Materi Pada KTSP

Identifikasi Miskonsepsi IPBA Di SMA Dengan CRI Dalam Upaya Perbaikan Urutan Materi Pada KTSP Identifikasi Miskonsepsi IPBA Di SMA Dengan CRI Dalam Upaya Perbaikan Urutan Materi Pada KTSP Taufik Ramlan Ramalis Abstrak. Pemberian materi IPBA di SMA mengalami perubahan dari mata pelajaran fisika

Lebih terperinci

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KINETIKA KIMIA Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika,, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA Lab-School Palu pada Materi Hukum Newton

Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA Lab-School Palu pada Materi Hukum Newton Analisis Pemahaman Siswa SMA Lab-School Palu pada Materi Hukum Nursefriani, Marungkil Pasaribu dan H.Kamaluddin noersevi@yahoo.co.id Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno

Lebih terperinci

MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI PERHITUNGAN KIMIA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX

MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI PERHITUNGAN KIMIA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI PERHITUNGAN KIMIA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX ARTIKEL PENELITIAN Oleh: NURSIWIN NIM F02109035 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PMIPA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Konsep secara umum menurut Poh (2007) adalah ide abstrak yang digeneralisasikan dari fakta-fakta atau pengalaman yang spesifik. Pendapat lain dari Soedjadi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017 ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SISWA TENTANG ELASTISITAS DI KELAS XI SMA Diana Puspitasari Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERSITAS JEMBER dianapuspitasari0911@gmail.com Sri Handono Budi Prastowo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI IA2 semester II MAN Model Palangka Raya. Peserta didik diberi perlakuan dengan mengajarkan

Lebih terperinci

Analisis Miskonsepsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI) Pada Konsep Gaya

Analisis Miskonsepsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI) Pada Konsep Gaya Analisis Miskonsepsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI) Pada Konsep Gaya Moh. Fadli, Marungkil Pasaribu dan Darsikin Fadly_real@yahoo.com Program Studi

Lebih terperinci

:: MATERI MUDAH :: Persamaan Gas Ideal Pertemuan ke 1

:: MATERI MUDAH :: Persamaan Gas Ideal Pertemuan ke 1 A. ARGE PEMBELAJARAN : No :: MAERI MUDAH :: Persamaan Gas Ideal Pertemuan ke arget yang diharapkan Menyebutkan ciri dan sifat konsep gas ideal. Menuliskan persamaan umum gas ideal. 3 Menentukan besaran

Lebih terperinci

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil WUJUD ZAT (GAS) SP-Pertemuan 2 Gas : Jarak antar partikel jauh > ukuran partikel Sifat Gas Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil Laju-nya selalu berubah-ubah karena adanya tumbukan dengan wadah

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN : eori Kinetik Gas : Pertama keempat / 8 x 45 menit : Ceramah 3. Mendeskripsikan sifat-sifat gas ideal monoatomik o Memformulasikan hukum Boyle-Gay Lussac o Menggunakan persamaan keadaan gas ideal o Menerapkan

Lebih terperinci

KOMANG SUARDIKA; ;JURUSAN P. FISIKA; UNDIKSHA

KOMANG SUARDIKA; ;JURUSAN P. FISIKA; UNDIKSHA PERCOBAAN HUKUM HUKUM GAS I. ujuan Percobaan ujuan dari dari percobaan ini adalah sebagai berikut. 1. Memahami prinsip persamaan gas ideal. 2. Mempelajari persamaan gas ideal. 3. Membuktikan kebenaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA PADA MATERI RANGKAIAN LISTRIK

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA PADA MATERI RANGKAIAN LISTRIK IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA PADA MATERI RANGKAIAN LISTRIK Muhammad Asy ari Program Studi Pendidikan Olahraga, FPOK IKIP Mataram Email: Asyari891@gmail.com Abstrak: Miskonsepsi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX PADA OPERASI HITUNG BILANGAN

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX PADA OPERASI HITUNG BILANGAN IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX PADA OPERASI HITUNG BILANGAN Dhimas Ardya R.S. 1), Harina Fitriyani 2) 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UAD email: dhimasardya@gmail.com

Lebih terperinci

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S Fisika Panas SKS Adhi Harmoko S Balon dicelupkan ke Nitrogen Cair Balon dicelupkan ke Nitrogen Cair Bagaimana fenomena ini dapat diterangkan? Apa yang terjadi dengan molekul-molekul gas di dalam balon?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas usaha dari manusia untuk meningkatkan kepribadian dan kecerdasan. Usaha ini dapat dilakukan dengan membina potensi atau kemampuan

Lebih terperinci

3. Teori Kinetika Gas

3. Teori Kinetika Gas 3. Teori Kinetika Gas - Partikel gas dan interaksi - Model molekular gas ideal - Energi dalam - Persamaan keadaan gas - Kecepatan partikel (rms, rata-rata, modus) 3.1. Partikel Gas dan Interaksi Padat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar a. Teori Belajar Belajar bukan suatu kegiatan untuk menghafal ataupun mengingat. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan

Lebih terperinci

Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Cahaya Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index)

Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Cahaya Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index) Identifikasi Miskonsepsi Siswa SDN Kemayoran I Bangkalan pada Konsep Menggunakan CRI (Certainty Of Response Index) Fatimatul Munawaroh 1, M. Deny Falahi 2 1 Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA Antina Delhita, Suyono Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Tujuan

Lebih terperinci

Upaya Mengungkap Miskonsepsi pada Konsep Mekanika dan Termofisika

Upaya Mengungkap Miskonsepsi pada Konsep Mekanika dan Termofisika Upaya Mengungkap Miskonsepsi pada Konsep Mekanika dan Termofisika Dr. Johar Maknun, M.Si 08121452201; johar_upi@yahoo.co.id Miskonsepsi/salah konsep Suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah

Lebih terperinci

Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus

Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus Vol. 1 1 Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus Agus Pujianto*, Nurjannah dan I Wayan Darmadi *e-mail: Fisika_agus43@yahoo.co.id Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan untuk memahami konsep-konsep biologi dan saling keterkaitan

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas dan Termodinamika 1 TEORI KINETIK GAS

Teori Kinetik Gas dan Termodinamika 1 TEORI KINETIK GAS Teori Kinetik Gas dan Termodinamika 1 TEORI KINETIK GAS GAS IDEAL. Untuk menyederhanakan permasalahan teori kinetik gas diambil pengertian tentang gas ideal : 1. Gas ideal terdiri atas partikel-partikel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Derajat Pemahaman Konsep Fungsi a. Derajat Pemahaman Derajat dapat diartikan sebagai tingkatan. Sedangkan menurut Walle, Pemahaman dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sains sekolah (school sains) (Hermawan, 2008:2). Salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sains sekolah (school sains) (Hermawan, 2008:2). Salah satu tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains merupakan upaya pendidik untuk menyampaikan proses dan produk hasil penelitian para ilmuan kepada peserta didiknya. Sains yang dipelajari disebut

Lebih terperinci

Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis

Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY OF RESPONS INDEX) DALAM UPAYA PERBAIKAN URUTAN PEMBERIAN MATERI IPBA PADA KTSP Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis winny@upi.edu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, prinsip dan teori. Materi kimia yang sangat luas menyebabkan kimia

BAB I PENDAHULUAN. hukum, prinsip dan teori. Materi kimia yang sangat luas menyebabkan kimia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Kimia merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mencakup materi yang sangat luas meliputi fakta, konsep, aturan, hukum, prinsip dan teori.

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Hudoyo (1988) mengartikan konsep sebagai ide yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan eksemplar yang cocok, sedangkan Berg (1991)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fisika merupakan ilmu fudamental karena merupakan dasar dari semua bidang sains yang lain. Fisika juga menjadi dasar perkembangan ilmu pengetahuan lain dan perkembangan

Lebih terperinci

Daimul Hasanah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Daimul Hasanah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa IDENTIFIKASI MISKONSEPSI CALON GURU FISIKA PADA MATERI LISTRIK DINAMIS MENGGUNAKAN INSTRUMEN EDCT (ELECTRIC DYNAMIC CONCEPT TEST) DENGAN CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) Daimul Hasanah Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk kepentingan peserta didik dalam membantu perkembangan potensi dan kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan

Lebih terperinci

Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis

Winny Liliawati dan Taufik Ramlan Ramalis Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MATERI IPBA DI SMA DENGAN MENGGUNAKAN CRI (CERTAINLY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia berperan penting pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA MATERI POKOK WUJUD ZAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BAWANG TAHUN AJARAN 2009/2010

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA MATERI POKOK WUJUD ZAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BAWANG TAHUN AJARAN 2009/2010 Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 1 No. 1 Tahun 2012 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret 8-13 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA MATERI POKOK WUJUD ZAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BAWANG TAHUN

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM 1 TERMODINAMIKA

MAKALAH HUKUM 1 TERMODINAMIKA MAKALAH HUKUM 1 TERMODINAMIKA DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 1. NURHIDAYAH 2. ELYNA WAHYUNITA 3. ANDI SRI WAHYUNI 4. ARMITA CAHYANI 5. AMIN RAIS KELAS : FISIKA A(1,2) JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS TARBIYAH

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 TERMODINAMIKA. K e l a s. A. Pengertian Termodinamika

FIsika KTSP & K-13 TERMODINAMIKA. K e l a s. A. Pengertian Termodinamika KTSP & K-3 FIsika K e l a s XI TERMODINAMIKA Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami pengertian termodinamika.. Memahami perbedaan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Yustina Jaziroh, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Yustina Jaziroh, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang memiliki hakikat sebagai produk, sikap, dan proses. Hakikat fisika sebagai produk berupa pengetahuan

Lebih terperinci

Keyword: miskonsepsi, penjumlahan, pengurangan, bilangan bulat, garis bilangan

Keyword: miskonsepsi, penjumlahan, pengurangan, bilangan bulat, garis bilangan Analisis Miskonsepsi terhadap Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat menggunakan Garis Bilangan pada Mahasiswa STAIN Salatiga Oleh: Eni Titikusumawati Prodi PGMI Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga

Lebih terperinci

Analisa Fitria. Kata Kunci: Pemahaman Konsep,Miskonsepsi, Certainty of Response Index (CRI), grup.

Analisa Fitria. Kata Kunci: Pemahaman Konsep,Miskonsepsi, Certainty of Response Index (CRI), grup. JPM IAIN Antasari Vol. 01 No. 2 Januari Juni 2014, h. 45-60 MISKONSEPSI MAHASISWA DALAM MENENTUKAN GRUP PADA STRUKTUR ALJABAR MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) DI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fuji Hernawati Kusumah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fuji Hernawati Kusumah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan suatu ilmu yang sangat berhubungan erat dengan fenomena alam. Sebagai suatu ilmu, dalam Fisika pasti terdapat berbagai macam konsep. Konsep merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prakonsep Menurut Soedjadi (1995) pra konsep adalah konsep awal yang dimiliki seseorang tentang suatu objek. Didalam proses pembelajaran setiap siswa sudah mempunyai

Lebih terperinci

TEORI KINETIK GAS (TKG)

TEORI KINETIK GAS (TKG) YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax. 022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id MODUL

Lebih terperinci

Makalah teori kinetik gas

Makalah teori kinetik gas Makalah teori kinetik gas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori kinetik adalah teori yang menjelaskan perilaku sistem sistem fisis dengan menganggap bahwa sistem-sistem fisis tersebut terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pendidikan IPA (sains) adalah agar siswa dapat memahami atau menguasai konsep, aplikasi konsep, mampu mengaitkan satu konsep dengan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang Masalah. Konsep merupakan dasar pembangun kemampuan berpikir siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang Masalah. Konsep merupakan dasar pembangun kemampuan berpikir siswa untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Konsep merupakan dasar pembangun kemampuan berpikir siswa untuk mengembangkan proses mental yang lebih tinggi dalam merumuskan prinsip dan generalisasi terhadap

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MELALUI TES DIAGNOSTIK EMPAT TAHAP PADA SISWA SMA KELAS XII

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MELALUI TES DIAGNOSTIK EMPAT TAHAP PADA SISWA SMA KELAS XII IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MELALUI TES DIAGNOSTIK EMPAT TAHAP PADA SISWA SMA KELAS XII Alfi Hidayat Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERSITAS JEMBER alfihidayat95@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. masalah, perencanaan tindakan penelitian, deskripsi pelaksanaan penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN. masalah, perencanaan tindakan penelitian, deskripsi pelaksanaan penelitian. 80 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Awal Penelitian Pada subbab ini pembahasan meliputi orientasi dan identifikasi masalah, perencanaan tindakan penelitian, deskripsi pelaksanaan penelitian. 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbicara fisika tak lepas kaitannya dengan cabang ilmu sains, yang kerap bersinggungan dengan kehidupan manusia. Karena jika dilihat sifatnya fisika sendiri

Lebih terperinci

LAPORAN MINI RISET MISKONSEPSI MATERI TERMODINAMIKA

LAPORAN MINI RISET MISKONSEPSI MATERI TERMODINAMIKA LAPORAN MINI RISET MISKONSEPSI MATERI TERMODINAMIKA KELOMPOK 2 : ALFINITA UTARI (4153321001) RIRIS MELINDA SIMANJUNTAK (4153321030) RISKA FATIMAH (4153321031) SERTINA NATALIA LUMBANTOBING (4153321037)

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah Mata Pelajaran Alokas Waktu RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN : SMA Negeri 78 Jakarta : Fisika 4 (4 sks) : 16 jam pelajaran (8 jam pelajaran tatap muka dan 8 jam pelajaran penugasan terstruktur)

Lebih terperinci

TEORI KINETIK GAS DAN TERMODINAMIKA

TEORI KINETIK GAS DAN TERMODINAMIKA BAB 9 TEORI KINETIK GAS DAN TERMODINAMIKA Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi pada bab ini, diharapkan Anda mampu mendiskripsikan, menganalisis, dan menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan

Lebih terperinci