BAB I PENDAHULUAN. Hukum Boyle sebagai salah satu hukum dalam ilmu fisika dikemukakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Hukum Boyle sebagai salah satu hukum dalam ilmu fisika dikemukakan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Boyle sebagai salah satu hukum dalam ilmu fisika dikemukakan pertama kali oleh seorang ahli fisika dari Inggris yang bernama Robert Boyle ( ). Hukum tersebut menyatakan bahwa dalam ruang tertutup yang berisi udara dengan suhu tetap, berlaku p V = konstan. Banyak peralatan dalam kehidupan sehari-hari yang di dalam pembuatannya memanfaatkan penerapan Hukum Boyle. Beberapa di antaranya misalnya pompa air, pompa sepeda, alat suntik dan sedotan untuk minum. Berbagai peralatan sederhana itu begitu dekat dengan kehidupan para siswa karena menjadi bagian dari pengalaman mereka sehari-hari. Berdasar penelusuran terhadap hasil penelitian Osborne dan Minstrell (Berg,1991:10) ternyata siswa sudah memiliki konsepsi terhadap konsep-konsep fisika, sebelum siswa-siswa itu mengikuti pelajaran fisika di sekolah. Siswa tidak memasuki pelajaran fisika dengan kepala yang kosong yang dapat diisi dengan pengetahuan fisika. Malah sebaliknya, kepala siswa sudah penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan fisika. Dengan pengalaman itu sudah terbentuk intuisi dan teori siswa mengenai peristiwa-peristiwa fisika dalam lingkungan sehari-hari. Dalam proses pengajaran konsep fisika, guru diharapkan selalu bertolak dari dunia nyata dan dari prakonsepsi yang dimiliki siswa yang

2 2 diampunya. Apabila guru mengajar tanpa memperhatikan prakonsepsi siswa yang sudah ada sebelum pelajaran maka guru tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar. Hukum Boyle memuat banyak konsep fisika, di antaranya konsep massa gas, tekanan udara, dan volume udara. Dalam kurikulum SMA Hukum Boyle dibahas dalam materi pokok teori kinetik gas. Materi pokok teori kinetik gas diajarkan pada kelas XI semester 2. Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mempelajari materi ini adalah menganalisis persamaan umum gas ideal, menurunkan rumusan energi kinetik rata-rata partikel, serta menurunkan prinsip ekuipartisi energi. Sebagai salah satu indikator tercapainya kompetensi dasar adalah memformulasikan Hukum Boyle. Di beberapa negara, para pendidik fisika mulai menyelidiki kekeliruan siswa dalam fisika dan ternyata ada pola tertentu dalam kekeliruannya. Rupanya kebanyakan siswa secara konsisten mengembangkan konsep fisika yang salah yang secara tidak sengaja terus menerus mengganggu pelajaran fisika. Salah konsep itu muncul dari pengalaman sehari-hari dan sulit untuk diperbaiki. Ketidakpahaman siswa mengindikasikan bahwa prakonsepsi yang mereka miliki berbeda dengan konsepsi para pengajarnya. Salah konsepsi seperti itulah yang pada akhirnya menimbulkan miskonsepsi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemahaman siswa mengenai Hukum Boyle.

3 3 B. Landasan Teori B.1. Hasil-hasil penelitian tentang pemahaman siswa mengenai konsep-konsep yang terkait dengan gas dalam ruang tertutup Berikut ini akan dipaparkan dua buah penelitian yang pernah dilakukan di luar negeri. Secara garis besarnya akan dijelaskan masing-masing penelitian itu dalam uraian di bawah ini. B.1.a. Penelitian tentang pemahaman siswa mengenai konsep volume, massa dan tekanan udara dalam tabung tertutup pada tekanan yang berbeda. Kevin Charles de Berg melakukan penelitian itu di Yorkshire, Inggris dengan siswa-siswa dari dua sekolah menengah sebagai respondennya (de Berg,1995). Tujuan penelitian itu adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai konsep massa, tekanan, volume gas di ruang tertutup dan kaitannya dengan gender. Sebagai sampel ditetapkan 101 siswa usia tahun dengan persentase 45.5% laki-laki dan 54.5% perempuan. Variabel yang terkait dengan penelitian itu adalah gender dan tingkat pemahaman. Siswa diminta menjawab pertanyaan setelah melakukan dan mengamati percobaan. Pertanyaan terbagi menjadi dua bagian. Bagian I merupakan pertanyaan kualitatif yang terdiri dari 3 butir pertanyaan, sedangkan pertanyaan bagian II merupakan pertanyaan kuantitatif yang terdiri dari 4 butir pertanyaan.

4 4 Pertanyaan bagian I : ( i ) Apakah yang terjadi pada volume udara? o Volume udara dalam tabung tertutup A lebih besar dibandingkan volume dalam tabung tertutup B. o Volume udara dalam tabung tertutup A lebih kecil dibandingkan volume dalam tabung tertutup B. o Volume udara dalam tabung tertutup A sama seperti volume dalam tabung tertutup B. ( ii ) Apakah yang terjadi pada massa udara? o Massa udara dalam tabung tertutup A lebih besar dibandingkan massa udara dalam tabung tertutup B. o Massa udara dalam tabung tertutup A lebih kecil dibandingkan massa udara dalam tabung tertutup B. o Massa udara dalam tabung tertutup A sama seperti massa udara dalam tabung tertutup B. ( iii ) Apakah yang terjadi pada tekanan udara? o Tekanan udara dalam tabung tertutup A lebih besar dibandingkan tekanan udara dalam tabung tertutup B. o Tekanan udara dalam tabung tertutup A lebih kecil dibandingkan tekanan udara dalam tabung tertutup B.

5 5 o Tekanan udara dalam tabung tertutup A sama seperti tekanan udara dalam tabung tertutup B. penghisap penekan ke bawah tabung tertutup penghisap tabung tertutup udara udara Gambar1. Alat Eksperimen Data dianalisis dengan test Chi Square. Hasil dari penelitian itu adalah pertama, 34%-38% siswa tidak paham dengan konsep volume dan massa gas. Dapat dijelaskan sebagai berikut : Pada pertanyaan bagian I yang terkait dengan volume ( i ), ternyata 25% siswa mengatakan bahwa volume di A = volume di B, hal ini mengindikasikan bahwa siswa bingung antara konsep volume dan jumlah gas. Masih bagian pertanyaan bagian I yang terkait dengan massa ( ii ), ternyata 19% siswa mengatakan bahwa massa di A < massa di B, hasil ini mencerminkan kebingungan siswa antara konsep massa, kerapatan dan berat. Pertanyaan bagian II : Siswa melakukan eksperimen dengan tabung tertutup seperti yang ditunjukkan pada gambar pertanyaan I untuk melihat apakah yang akan terjadi bila dilakukan percobaan tersebut dengan tekanan penghisap yang berbeda.

6 6 50 satuan tekanan 100 satuan tekanan 200 satuan tekanan 40 satuan volume 20 satuan volume 10 satuan volume Gambar2. Eksperimen i. Bila diujikan 25 satuan tekanan, akan menjadi berapa satuan volume udara dalam tabung tertutup tersebut? ii. Bila diujikan 5 satuan volume, akan menjadi berapa satuan tekanan udara dalam tabung tertutup tersebut? iii. Bila diujikan 150 satuan tekanan, akan menjadi berapa satuan volume uadara dalam ruang tertutup tersebut? iv. Bila diujikan 30 satuan volume, akan menjadi berapa satuan tekanan udara dalam tabung tertutup tersebut? Hasil mengejutkan tampak pada jawaban untuk pertanyaan (iii) dan (iv) karena hanya 3% yang menjawab benar sedangkan 63.6% menjawab 15 dan 75 sebagai angka hasil jawaban. Padahal pada bagian (i) dan (ii) hampir secara keseluruhan menjawab benar yaitu 80 dan 400. Artinya, untuk menjawab (i) dan (ii) siswa menggunakan konsep perbandingan terbalik tetapi untuk menjawab (iii) dan (iv) siswa menggunakan hitungan aritmatik yaitu rata-rata. Hasil kedua yang diambil juga sebagai kesimpulan dari penelitian itu adalah tidak ditemukan adanya perbedaan gender.

7 7 B.1.b. Penelitian tentang kerangka konsep yang dimiliki siswa 16 tahun dalam menjelaskan zat dan molekul. Okhee Lee, David C.Eichinger, Charles W.Anderson, Glenn D.Berkheimer, dan Theron D.Blakeslee melakukan penelitian tersebut di wilayah Timur Tengah pada tahun 1993 (Lee,Okhee,dkk.,1993) Tujuan penelitian itu adalah untuk mengetahui kerangka konsep yang dimiliki siswa 16 tahun dalam menjelaskan zat dan molekul dan juga menafsirkan keefektifan dua pilihan kurikulum yang mendukung pemahaman siswa dalam sains. Sebagai sampel penelitian ditetapkan 12 kelas dari 4 sekolah menengah dengan persentase sampel sebagai berikut, 60% kulit putih, 25% African-American, 10% Hispanic, 3% Asian, dan 2% Native American. Langkah penelitiannya sebagai berikut, selama dua tahun siswa diajar oleh 12 pengajar. Data yang diharapkan didapat dari tes tertulis yaitu berbentuk pre-test dan post-test pada tahun pertama dan kedua. Dalam tes ini siswa diminta menjelaskan apa yang mereka pikirkan tentang zat dan molekul. Data lain diperoleh dari hasil interview tiap siswa. Di dalam interview ini, siswa diminta menjelaskan dengan kalimat mereka sendiri tentang zat dan molekul dengan bimbingan pokok pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Pokok pertanyaan meliputi 1) zat-zat yang ada di alam, 2) keadaan zat, 3) expansi termal, 4) kelarutan, dan 5) perubahan zat. Hasil tes tahun pertama dan kedua selalu dibandingkan untuk mengetahui pola berhasil tidaknya pembelajaran siswa

8 8 yang dilakukan pada tahun pertama dan kedua. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara two tailed-tes. Hasil yang akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini adalah hasil data dari kategori wujud materi atau keadaan zat. Ketika siswa diminta menjelaskan tentang tiga macam zat pada level makroskopik, siswa menjelaskan bahwa zat padat itu keras dan padat, zat cair itu basah dan mengalir, sedangkan gas itu tak terlihat dan bercahaya. Pada level molekular, siswa menjelaskan bahwa molekul gas dapat bergerak bebas dengan lebih banyak ruang di antara molekul-molekulnya dibandingkan zat cair ataupun zat padat. Sebelum diajar, siswa jarang membicarakan tentang zat pada level molekular, dan sesudah diajar, beberapa siswa di tahun pertama dan kedua masih kesulitan memahami konsep yang terkait dengan zat. Sebagian besar dari mereka bingung dan kesulitan tentang pembentuk yang terlihat dengan molekul yang dimiliki. Tes tertulis mengindikasikan sangat sedikit siswa yang memahami tentang tiga macam zat pada level molecular; yaitu hanya 2.5% di tahun pertama dan 1.9% di tahun kedua yang paham. Setelah diajar meningkat menjadi 27% siswa di tahun pertama dan 53% di tahun kedua yang mampu memberi penjelasan secara sains. Penjelasan mengenai tekanan gas juga sangat sulit diterima oleh siswa baik pada level makroskopik dan level molekular. Siswa memiliki konsep yang sangat jauh berbeda, misalnya pada konsep bahwa gas dapat ditekan atau disebarkan keluar secara merata, siswa yakin bahwa udara mengalir seperti air dari satu tempat ke

9 9 tempat lain dan tidak terdistribusi secara merata. Sebagai contoh, ketika udara ditekan dalam tabung tertutup, beberapa siswa mengatakan bahwa udara didorong maju dan akan bergerak bila tutupnya dibuka. Menurut siswa juga bahwa molekul udara itu juga bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam percobaan yang dilakukan untuk menjelaskan mengapa gas dapat ditekan sementara cairan tidak, siswa seringkali terfokus pada perbedaan yang nampak pada udara dan air. Sebagai contoh, siswa mengatakan bahwa air di dalam tabung tertutup tidak dapat ditekan karena lebih keras dan berat dibandingkan udara dan karena air lebih kaku. Sebelum diajarkan tentang tekanan gas, sangat sedikit siswa yang memahami konsep tekanan gas yaitu 3.0% di tahun pertama dan 3.8% di tahun kedua yang paham. Sesudah diberi penjelasan, meningkat menjadi 21% siswa di tahun pertama memahami konsep tersebut dengan demonstrasi dan 50% siswa di tahun kedua. Secara umum, yang bisa disimpulkan dari hasil penelitian itu adalah bahwa pemahaman siswa meningkat di tahun berikutnya yang artinya pemahaman siswa di tahun kedua lebih baik dibandingkan tahun pertama dan tidak ada perbedaan group tahun pertama dan kedua. Berdasarkan dua hasil penelitian yang dipaparkan di atas, penulis melihat adanya keterkaitan antara dua penelitian yang berbeda tersebut. Pada penelitian pertama disimpulkan bahwa 34%-38% siswa tidak paham dengan konsep volume dan massa gas. Kemudian pada penelitian yang kedua terungkap bahwa siswa cenderung

10 10 memberi penjelasan tentang pemahaman konsep mereka terutama mengenai zat gas hanya pada level makroskopik saja. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan dengan pemahaman konsep-konsep siswa terkait dengan gas. Itu adalah fakta yang terjadi di luar negeri. Tetapi hal ini kemudian menjadi tantangan bagi penulis untuk meneliti pemahaman siswa mengenai konsep-konsep yang terkait dengan gas. B.2. Konsep Menurut Hellen Hefferman yang dikutip oleh Kartika Budi (1987;234) konsep adalah gambaran mental (mental image) mengenai sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa benda, besaran atau proses-proses. Gambaran mental itu diperoleh melalui generalisasi dari contoh-contoh, data-data peristiwa khusus. Bila konsep menyatakan kelas maka konsep harus mengungkap hakekat atau ciri esensial yang dimiliki anggota-anggotanya yang dapat membedakan konsep yang satu dengan lainnya. Kita dapat membedakan konsep logam dengan konsep kayu kalau konsep kita memuat hakekat atau ciri-ciri esensial logam dan kayu. Konsep, sebagai gambaran mental, terbentuk sebagai hasil aktivitas manusia baik mental maupun fisikal; merupakan hasil akhir dari proses persepsi. Persepsi adalah proses pemberian arti pada sederetan informasi yang berhasil ditangkap dan direkam indera. Arti yang tertangkap dari informasi itulah yang kebanyakan berupa konsep. (Moates,1980:9).

11 11 Berg (1991;8) mengutip Ausubel, konsep adalah benda-benda, kejadiankejadian, situasi-situasi atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol. Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir. Tafsiran konsep oleh seseorang disebut konsepsi (Berg,1991:8). Konsepsi siswa dapat berbeda dengan konsepsi fisikawan terhadap konsep tertentu (Berg,1991:10). Konsepsi fisikawan pada umumnya akan lebih canggih, lebih kompleks, lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar konsep daripada konsepsi siswa. Jika konsepsi siswa sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan, konsepsi siswa tidak dapat disebut salah. Tetapi kalau konsepsi siswa bertentangan dengan konsep fisikawan maka dapat dikatakan bahwa siswa memiliki miskonsepsi. Miskonsepsi biasanya terjadi karena kesalahan siswa dalam memahami hubungan antar konsep. Misalnya kesalahan hubungan antara massa jenis dan massa dan antara massa, kerapatan serta berat atau antara volume dan jumlah gas. Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan konsepkonsep yang lain. Misalnya konsep gaya berhubungan dengan konsep tekanan. Karena itu setiap konsep dapat dihubungkan dengan banyak konsep lain dan hanya mempunyai arti apabila berhubungan dengan konsep-konsep lain. Semua konsep bersama membentuk semacam jaringan pengetahuan di dalam otak manusia. Semakin

12 12 lengkap, terpadu, tepat, dan kuat hubungan antar konsep-konsep dalam otak seseorang, semakin luaslah pemahaman terhadap konsepnya (Berg,1991:8). B.3. Pemahaman konsep Pemahaman merupakan salah satu aspek kognitif dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Aspek ini merupakan aspek yang sangat penting pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar karena menjadi aspek yang paling menonjol atau yang paling ditonjolkan. Bila diadakan kegiatan belajar mengajar, maka pertama-tama yang akan dicapai adalah memahami atau mengerti apa yang kita pelajari. Belajar yang berakhir dengan insight atau pemahaman pada dasarnya ialah mendapatkan pengertian-pengertian yang jelas, mengenal prinsip-prinsip umum dan menemukan metode penjelasan yang sebenarnya (Soeitoe,1969:22). Seseorang dapat dikatakan memahami konsep apabila: 1) dapat mendefinisikan konsep yang bersangkutan, 2) menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep yang lain, 3) menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lain, 4) menjelaskan arti konsep dalam kehidupan seharihari dan menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Van Den Berg, 1991). Maka seseorang dikatakan memahami konsep dengan baik bila memenuhi semua kriteria diatas. Seseorang yang telah mendapatkan pemahaman dapat memperoleh manfaatnya dalam situasi-situasi baru atau situasi-situasi yang sedikit banyak berubah. Di dalam psychology kenyataan itu disebut tingkah laku berdasarkan

13 13 pemahaman itu sangat transferable. Transferability itu dapat kita lihat dalam dua cara yaitu (1) pemahaman yang diperoleh dalam situasi A menyebabkan jawaban yang tepat pada situasi B dan C dan sebagainya, (2) pemahaman yang diperoleh dalam situasi A menyebabkan bahwa yang bersangkutan lebih mudah mendapatkan pemahaman pada situasi B dan C dan sebagainya (Soeitoe,1969:31). Hasil belajar pemahaman adalah lebih tinggi daripada hasil belajar pengetahuan. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimat sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan, sebab untuk dapat memahami perlu lebih dahulu mengetahui atau mengenal (Nana Sudjana, 1995:24). Pemahaman yang dibicarakan di atas memiliki cakupan yang begitu luas. Ada sedikitnya enam aspek pemahaman seperti yang diungkapkan oleh Richard White dan Richard Gunstone (Gagne,White,1992:3-12). Aspek-aspek yang dimaksud adalah (1) pemahaman konsep, (2) pemahaman keteraturan secara keseluruhan, (3) pemahaman pada elemen tunggal dari pengetahuan, (4) pemahaman akan komunikasi dalam arti luas, (5) pemahaman situasi, dan (6) pemahaman individu atau personal. Dalam uraian lebih lanjut, pemahaman konseplah yang akan menjadi topiknya. Richard White dan Richard Gunstone (Gagne,White,1992:4) mengutip pernyataan Ausubel bahwa banyak teori pembelajaran yang mengutamakan satu

14 14 bentuk informasi yang berupa bahasa pengetahuan dan dalil-dalil. Bayangan, peristiwa, dan keterampilan intelektual menjadi bagian dari memori. Bayangan adalah gambaran mental dari sensor penglihatan. Sedangkan peristiwa atau kisah adalah memori pada kejadian yang kita pikir terjadi pada kita atau yang kita saksikan, seperti mengumpulkan kembali serangkaian kejadian sampai yang terakhir kita alami. Keterampilan intelektual adalah kapasitas atau kemampuan untuk membawa keluar dari lingkupnya, seperti kemampuan menggunakan rumus dengan benar atau mensubstitusi harga dalam persamaan. Aspek-aspek yang telah disebutkan di atas merupakan elemen penting dalam terbentuknya pemahaman konsep. Pemahaman dan pengembangan konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai tujuan belajar fisika. Dalam belajar mengajar diperlukan usaha agar siswa memahami konsep sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilannya. Untuk memutuskan apakah seseorang siswa memahami suatu konsep atau tidak, diperlukan kriteria atau indikator-indikator yang dapat menunjukkan pemahaman tersebut (Kartika Budi, 1992:113) Menurut Kartika Budi dalam artikelnya yang berjudul Pemahaman Konsep Gaya dan Beberapa Salah Konsepsi yang Terjadi telah disebutkan beberapa indikator yang menunjukkan pemahaman seseorang akan suatu konsep antara lain (1) dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi menggunakan kalimat sendiri, (2) dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain, (3) dapat menganalisis hubungan antar konsep dalam suatu hukum, (4) menerapkan

15 15 konsep untuk (a) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam khusus (b) untuk memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun secara praktis (c) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi, (5) dapat mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat, (6) dapat membedakan konsepsi yang benar dengan konsepsi yang salah dan dapat membuat peta konsep dari konsep-konsep yang ada dalam suatu pokok bahasan. Fisika pada hakekatnya merupakan akumulasi hasil keilmuan berupa konsepkonsep fisis, prinsip, hukum dan teori yang diperoleh dan melalui proses dan sikap keilmuan (Kartika Budi,1992). Sehingga mengajar fisika dapat diartikan sebagai proses menanamkan konsep, hukum dan teori; menanamkan pengetahuan tentang proses keilmuan dan kemampuan melakukannya; menanamkan sikap keilmuan. Bila hal ini dilakukan, maka tujuan yang harus dicapai siswa dalam belajar fisika adalah bahwa mereka dapat memahami konsep, dapat melakukan proses keilmuan dan memiliki sikap keilmuan yang diperlukan dalam melakukan proses tersebut. Menurut Moh. Amien yang dikutip oleh Kartika Budi (1987;233) yang harus dipahami dalam kegiatan belajar mengajar Fisika (IPA, Sains) bila dipandang dari segi isinya adalah konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori. Prinsip adalah generalisasi yang berisi konsep-konsep yang saling berkaitan, sedangkan teori adalah generalisasi yang berisi prinsip-prinsip yang saling berhubungan yang menjelaskan gejala-gejala.

16 16 Selanjutnya dijelaskan oleh Kartika Budi dalam artikelnya yang berjudul Konsep Pembentukan dan Penanamannya dalam buku Sumbangan Pikiran terhadap Pendidikan Matematika dan Fisika (1987;233) pemahaman konsep merupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori artinya untuk dapat memahami prinsip dan teori harus dipahami terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Berdasarkan ini maka pemahaman konsep memegang peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar agar dapat dimengerti dan diterima sejauh tidak mengabaikan aspek-aspek lain, seperti aspek afektif dan aspek psikomotorik.

17 17 B.4 Peta Konsep gaya perubahan arah perubahan kecepatan mengakibatkan tekanan dapat berupa adalah besarnya gaya per satuan luas rumusnya tekanan akibat berat benda tekanan atmosfer tekanan udara dapat berupa tekanan gas/udara dalam ruang tertutup berupa tekanan dalam zat cair gas ideal pers. nya P = PV = NkT PV = nrt F A bila terpenuhi semua keadaan berikut yaitu PV = nn 0kT besarnya tekanan berubah volume gas berubah tidak terjadi reaksi kimia PV N = N 0 RT 1 P = m N v V memiliki hub dgn suhu gas tetap maka pada sistem tersebut akan berlaku Hukum Boyle massa gas tetap E = Energi Kinetik k E = k 1 2 m 0 yaitu 1 P = 3 v 2 memiliki hub dgn 2 N ( ) N 2E = E k V 3 k V PV = 1 1 P2V 2 persamaannya dimana PV = c temperatur/suhu mutlak gas yaitu v RMS = 3kT m 0 yaitu memiliki hubungan dgn kelajuan efektif molekul gas/laju rms molekul 3 E k = 2 kt 3RT v RMS = M

18 18 B.5. Tekanan gas ideal berdasarkan teori kinetik gas Tekanan adalah gaya tekan per satuan luas. Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan perubahan impuls. Besarnya gaya dinyatakan sebagai perubahan impuls tiap satuan waktu. Gaya tekan molekul-molekul gas pada dinding tempatnya, dipikirkan sebagai akibat tumbukan molekul-molekul gas itu pada dinding tempatnya, dan tekanan gas dinyatakan sama besarnya dengan tekanan molekul-molekul gas pada dinding tempatnya (Peter Soedojo,1986:193). Akibat tumbukan, suatu molekul gas akan mengalami perubahan impuls. Untuk gas ideal, dianggaplah hal-hal berikut: 1. Tumbukan molekul-molekul gas pada dinding tempatnya maupun satu sama lain adalah elastis sempurna, yaitu berarti tidak ada tenaga mekanis yang hilang. 2. Tiap-tiap molekul gas dianggap sebagai titik materi, yaitu berarti volumenya diabaikan. 3. Gaya tarik-menarik antara molekul-molekul gas satu sama lain diabaikan. Dengan anggapan ini mudah diturunkan rumus-rumus Hukum Boyle, Hukum Boyle- Gay Lussac, kecepatan gerak molekul-molekul, dan lain-lain. Kita pikirkan suatu jenis gas di dalam suatu kotak yang rusuknya ke arah sumbu-sumbu koordinat X, Y dan Z.

19 19 Z L L dinding S m 0 v 1x dinding T X Y Gambar 3. Kubus tertutup berisi gas ideal Perhatikan suatu gas ideal yang terkurung dalam sebuah ruang kubus dengan rusuk L (Gambar 3.). Tinjaulah sebuah molekul gas bermassa m 0 yang sedang bergerak menuju dinding T, dan misalkan komponen kecepatannya terhadap sumbu X adalah v 1 x, molekul ini akan memiliki komponen momentum terhadap X sebesar v ke m 0 1x arah dinding. Molekul ini menumbuk dinding. Karena tumbukan bersifat lenting sempurna, maka setelah tumbukan kecepatan molekul menjadi v 1x dan momentumnya m 0 v 1 x. Perubahan momentum molekul gas adalah p = momentum akhir momentum awal = ( m0v1x ) ( m0v1x ) = 2m0v1x Molekul harus menempuh jarak 2 L (dari dinding S ke T dan kembali lagi ke S) sebelum selanjutnya bertumbukan dengan dinding S. Selang waktu untuk perjalanan ini adalah t = jarak kecepa tan = 2 L v 1x

20 20 Laju perubahan momentum molekul sehubungan dengan tumbukan dengan dinding S adalah p t = 2 2 m v 0 1x L v 1x = m v 2 0 1x L Dari bentuk umum Hukum-2 Newton telah diketahui bahwa laju perubahan momentum tidak lain adalah gaya yang dikerjakan molekul pada dinding, sehingga F = p t F = m v 2 0 1x L Karena luas dinding S adalah 2 L, tekanan gas P adalah gaya per satuan luas, maka F m v P = = A L 2 m0v1x P = 3 L 2 0 1x / 2 Jika ada sejumlah N molekul gas dalam ruang tertutup dan kecepatan komponen X- nya adalah,,, v, maka tekanan total gas pada dinding S diberikan oleh Karena itu v 1 x v 2 x Nx L ( v + v + v ) m0 P = 3 1x 2x... + Nx L P = m L Nv x Dengan 2 vx adalah rata-rata kuadrat kelajuan pada sumbu X.

21 21 Dalam gas, molekul-molekul bergerak ke segala arah dalam tiga dimensi. Sesuai dengan anggapan bahwa setiap molekul bergerak acak dengan kelajuan molekul tetap, maka rata-rata kuadrat kelajuan pada arah X,Y, dan Z adalah sama besar. v = v = v 2 x 2 y 2 z Dari resultan rata-rata kuadrat kecepatan 2 v diperoleh v v 2 2 = v = 2 x + v 2 y + v 2 z = v x atau vx v Jika nilai 2 vx ini dimasukkan ke dalam persamaan m P = L P = N v 3 m v N L P = m L Nv x maka diperoleh Besaran 3 L tidak lain adalah volume gas V, sehingga persamaan di atas dapat dituliskan sebagai 1 P = m v N V, dengan: P m 0 : tekanan gas (Pa) : massa sebuah molekul (kg) 2 v : rata-rata kuadrat kelajuan ( ) 2 m / s N : banyaknya partikel 3 V : volume gas ( m )

22 22 Dimana N dan m 0 konstan, dan jika suhu tidak berubah maka perkalian antara P dan V juga konstan sehingga memenuhi Hukum Boyle ( PV = c). B.6. Hukum Boyle Semakin banyak gas atau udara yang terdapat dalam ruang tertutup, maka tekanannya akan semakin besar. Bila besarnya tekanan gas P berubah, maka volume gas V dalam ruang tertutup juga berubah. Makin besar tekanannya, makin kecil volumenya. Atau dapat dikatakan bahwa tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya. Selama suhu udara tidak berubah, hasil kali antara tekanan dan volume gas dalam ruang tertutup adalah sama atau konstan ( c ). P V = c Bila volume mula-mula = V 1 dan tekanan mula-mula = P1, kemudian berubah menjadi dan P, maka: V2 2 P 1 V1 = P2 V2 Yang pertama kali menyimpulkan bahwa dalam ruang tertutup yang berisi udara dengan suhu tetap, berlaku P V = konstan adalah ahli fisika dari Inggris yang bernama Robert Boyle ( ). Oleh karena itu, pernyataan di atas disebut Hukum Boyle. B.7. Massa molekul dan pengertian mol Energi kinetik sebuah molekul bergantung pada massanya, dan total energi kinetik dari kumpulan molekul-molekulnya bergantung pada massa molekul-molekul

23 23 (Marthen Kanginan,2004:259). Sebelum membahas tentang hubungan ini, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai massa molekul, bilangan Avogadro, dan pengertian mol. Banyaknya atom karbon (partikel) dalam 12 g C-12 disebut bilangan Avogadro, N 0. Hasil percobaan menunjukkan bilangan ini adalah x Bilangan ini digunakan untuk mendefinisikan satuan ukuran banyaknya zat yang disebut mol: Satu mol zat adalah banyaknya zat yang mengandung N 0 molekul (partikel). Contoh, satu mol air mengandung N 0 molekul air. Jadi, mol bukanlah massa, tetapi ukuran banyaknya partikel. Dapatlah disimpulkan bahwa: Bilangan Avogadro = N 0 = x molekul setiap mol Karena kita sering menggunakan satuan kilogram dalam perhitungan massa, maka kita biasanya menggantikan nilai N A ini dengan ekivalennya: N 0 = x molekul/mol = x molekul/kmol Selanjutnya, dua istilah yang berhubungan yang harus kita kenal adalah massa atom dan massa molekul. Keduanya ditampilkan dengan lambang M. Massa molekul atau M suatu zat adalah massa dalam kilogram dari satu kilomol zat. Karena 12 kg karbon C-12 didefinisikan mengandung N 0 atom, maka 1 kmol C-12 memiliki massa atom M = 12 kg/kmol tepat.

24 24 B.8 Hubungan tekanan dengan energi kinetik rata-rata Energi kinetik molekul-molekul gas tidaklah sama, sehingga perlu didefinisikan energi kinetik rata-rata molekul-molekul E k, k = m0 v atau m0 v = E k E 2 2 Jika nilai ini kita masukkan ke dalam persamaan 1 P = m v N V, maka diperoleh 1 P = 3 N 2 N ( 2E ) = E k V Pernyataan ini menyatakan bahwa tekanan gas dalam wadah tertutup sebanding 3 k V dengan kerapatan molekul, V N. Makin rapat partikel (berarti V N makin besar), maka makin besar tekanan gas dalam wadah tertutup. B.9. Hubungan antara energi kinetik rata-rata dengan temperatur gas atau suhu mutlak gas Dari persamaan gas ideal N PV = NkT, bisa diperoleh P = kt. Jika nilai ini V 1 P = 3 N 2 = E V 3 N V dimasukkan ke dalam persamaan ( ) 2E N 2 kt = V 3 3 Ek = kt 2 k E k N V k, maka menjadi

25 25 Suhu mutlak itu sendiri terkait dengan kelajuan efektif ( vrms ) gas. Kelajuan efektif, v RMS didefinisikan sebagai akar dari kuadrat kelajuan rata-rata. Dengan demikian 2 v RMS = v, hubungannya dengan temperatur diturunkan dari persamaan energi kinetik E k = m0 v = m0v RMS. Selanjutnya, nilai ini disamakan dengan persamaan E k = 2 kt, maka diperoleh 1 2 v m v RMs 0 2 RMS = = 3kT m kt dengan m 0 = massa satu molekul gas (kg). Kelajuan efektif gas atau v RMS dapat dinyatakan pula dalam massa molekul gas M dengan mensubstitusikan R M k = dan m =, sehingga didapatkan N 0 0 N 0 3RT v RMS =. M B.10. Pandangan makroskopik dan mikroskopik dari bentuk zat Secara fenomenologi, pada umumnya dikenal adanya tiga macam bentuk zat, yaitu: padat, cair dan gas (S. Imam Rahayu,2001:1). Ketiganya memiliki sifat-sifat yang secara makroskopik terbedakan. Bentuk padat memiliki kerapatan tinggi, bentuk ruangnya tetap dan dapat ada hingga ke suhu-suhu yang sangat rendah, mendekati suhu nol Kelvin. Dengan kata lain, bentuk zat yang stabil pada suhu rendah adalah zat padat. Bentuk cair stabil pada suhu-suhu di atas suhu zat padat, memiliki kerapatan yang lebih rendah dan dapat ada hanya dalam rentang suhu tertentu. Di bawah batas rentang terendah menjadi padat, sedangkan di atas batas rentang tertinggi menjadi

26 26 gas. Berbeda dengan padatan yang volume dan bentuk ruangnya tetap, maka cairan memiliki volume kira-kira tetap tetapi bentuk ruangnya mengikuti tempat penampungnya. Gas adalah bentuk zat yang stabil di atas suhu tertentu, memiliki kerapatan rendah dan volume serta bentuknya sepenuhnya bergantung pada tempatnya. Dari segi pandangan mikroskopik dan molekular, setiap zat terdiri atas molekul-molekul yang saling berinteraksi satu dengan yang lain (S.Imam Rahayu,2001:1). Bentuk interaksi ini berbeda bagi ketiga wujud zat tersebut. Dalam model bagi suatu padatan, molekul-molekul saling berinteraksi dalam suatu konfigurasi ruang yang tetap, disebut sebagai kisi kristal. Tiap molekul menempati tempat tertentu dalam suatu kisi, yang pada dasarnya tidak berpindah-pindah. Satusatunya gerakan adalah bergetar pada tempatnya, selain mungkin adanya gerakan internal molekul. Bila gambaran bagi suatu padatan adalah kumpulan molekul yang posisi relatifnya satu terhadap yang lain tidak berubah, maka gambaran sebaliknya berlaku bagi gas yang dimodelkan sebagai kumpulan molekul-molekul yang bergerak bebas di ruang. Kebebasan geraknya hanya dibatasi oleh tempat, di mana gas melakukan tekanan sebagai akibat tumbukannya dengan dinding. Selain itu interaksi antara satu molekul dengan lainnya berlangsung melalui tumbukan antar molekul. Di antara kedua model ini terletak gambaran mengenai suatu cairan, dengan molekulmolekul yang dapat bergerak lebih leluasa daripada dalam padatan, tetapi tidak sebebas seperti dalam gas. Di waktu lampau cairan pernah digambarkan sebagai suatu

27 27 padatan yang tak sempurna. Namun pandangan yang lebih memuaskan saat ini justru memandang cairan sebagai gas yang tak sempurna, di mana formalisma teori dapat digunakan pada wujud gas maupun cairan tanpa banyak kesulitan. Teori kinetik gas sebagai pendekatan molekular pada gas sebenarnya memiliki cakupan yang luas, mulai gas dari keadaan setimbang hingga ke keadaan-keadaan yang jauh dari kesetimbangan. C. Perumusan Masalah Berbedanya prakonsepsi yang dimiliki siswa dengan konsep sebenarnya yang dimiliki para fisikawan menjadi dasar bagi penulis sebagai peneliti dalam merumuskan masalah. Berikut ini masalah penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yaitu: 1. Bagaimana pemahaman siswa kelas XI SMA N I Sentolo mengenai konsepkonsep yang terkait Hukum Boyle yaitu konsep massa gas, tekanan gas, dan volume gas dalam ruang tertutup? 2. Apakah terdapat miskonsepsi dalam memahami Hukum Boyle? Jika terdapat miskonsepsi, dalam hal apa miskonsepsi itu cenderung terjadi?

28 28 D. Tujuan Penelitian Sesuai perumusan masalahnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pemahaman siswa Kelas XI SMA N I Sentolo mengenai Hukum Boyle terkait dengan massa gas, tekanan gas, dan volume gas dalam ruang tertutup. 2. Untuk mengetahui miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi dalam pemahaman konsep-konsep fisika tentang Hukum Boyle. E. Manfaat Penelitian Bagi siswa: 1. Menyadarkan para siswa bahwa konsepsi awal atau prakonsepsi yang mereka miliki sangatlah penting dan berpengaruh pada penanaman konsep yang sebenarnya. 2. Memberi informasi tentang tingkat pencapaian hasil belajarnya, sehingga bila hasilnya kurang baik, maka siswa termotivasi untuk memperbaiki cara belajarnya dan menggunakan waktu belajar dengan lebih efektif. 3. Mengingatkan kembali melewati pengajaran konsep yang diterima oleh siswa itu, kompetensi apa saja yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah menerima pengajaran konsep tersebut.

29 29 4. Setelah siswa dapat memahami dan menguasai konsep fisika yang benar, diharapkan siswa juga memiliki dan menanamkan sikap keilmuan dalam tindakannya. Bagi pengajar: 1. Memberi masukan tentang kemungkinan adanya miskonsepsi-miskonsepsi siswa SMA dalam pemahamannya tentang Hukum Boyle. 2. Memberi kontribusi dalam pengembangan metode mengajar sebagai salah satu alternatif mengatasi jika benar terjadi miskonsepsi pada siswanya. 3. Menyadarkan perlunya memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa untuk bisa mengarahkan siswa pada konsepsi yang benar agar tujuan mengajar konsep dapat tercapai. Bagi peneliti: 1. Belajar menelusuri kemungkinan terjadinya miskonsepsi tentang Hukum Boyle terutama terkait dengan konsep massa gas, tekanan gas, dan volume gas dalam ruang tertutup. 2. Agar peneliti memiliki masukan masih ditemukannya miskonsepsi dalam pemahaman konsep-konsep fisika tentang Hukum Boyle.

30 30 BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengujikan sejumlah soal yang berhubungan dengan konsepkonsep fisika dalam Hukum Boyle. Soal-soal yang digunakan merupakan modifikasi dan pengembangan yang disusun oleh Kevin Charles de Berg yang pernah melakukan penelitian untuk kepentingan tujuan serupa pada tahun Tes yang diberikan kepada siswa digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap konsepkonsep yang terkait dengan Hukum Boyle dan untuk mendeteksi dimana letak miskonsepsi siswa dalam memahami Hukum Boyle. Pembelajaran guru yang terjadi sebelum tes yaitu mengenai materi Teori Kinetik Gas tidak menjadi bagian dari desain penelitian ini. Tipe desain penelitian ini adalah penelitian survey, dimana peneliti tidak melakukan treatment atau perlakuan apapun yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Hasil penelitian ini bersifat individual dan tidak bisa digeneralisasikan pada kelompok lain. B. Partisipan Penelitian Partisipan penelitian ini adalah siswa kelas XI jurusan IPA SMA Negeri I Sentolo yang telah menerima materi Teori Kinetik Gas. Jumlah keseluruhan kelas XI jurusan IPA ada dua kelas sehingga siswa kelas XIA 1 ditetapkan sebagai partisipan

31 31 uji coba soal instrument, sedangkan siswa kelas XIA 2 ditetapkan sebagai partisipan yang sesungguhnya. Peneliti memilih SMA I Sentolo karena peneliti merupakan salah satu alumninya yang masih ingin ikut ambil bagian dalam memajukan pendidikan di SMA tersebut disamping berbagai keuntungan karena telah mengenal dengan baik lingkungan sosial dan fisiknya. C. Waktu dan Tempat Penelitian Peneliti mengambil waktu yang tepat untuk mengadakan penelitian ini yaitu pada saat siswa SMA Kelas XI itu selesai memperoleh bahan pelajaran mengenai Hukum Boyle yang terintegrasi di dalam materi pokok teori kinetik gas dari guru bidang studi. Waktu penelitian diperkirakan pada bulan Mei tahun Agenda kegiatan penelitian adalah sebagai berikut: No. Waktu Kegiatan Keterangan Uji coba instrumen Diujikan pada satu Revisi instrumen kelas percobaan Pengambilan data Diujikan pada dua kelas yang lain Sedangkan sebagai tempat penelitiannya adalah SMA Negeri I Sentolo yang beralamat di Jl. Banguncipto, Sentolo, Kulon Progo, DIY

32 32 D. Teknik Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan dua cara, yaitu: D.1. Tes tertulis Dalam tes tertulis ini partisipan diminta untuk mengerjakan satu set soal. Kumpulan jawaban dari partisipan itu merupakan data yang akan diolah oleh peneliti untuk tercapainya tujuan penelitian. D.1.1. Soal tes digolongkan dalam tiga level o Level I Yaitu soal-soal yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam menyatakan pengertian konsep-konsep yang terkait dengan Hukum Boyle menggunakan kalimat sendiri dan dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain. o Level II Yaitu soal-soal yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam menganalisis hubungan antara konsep dalam Hukum Boyle. Juga mengukur kemampuan siswa dalam menerapkan konsep untuk (a) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam khusus, (b) memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun secara praktis, (c) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi.

33 33 o Level III Yaitu soal-soal yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat, dapat membedakan konsep yang satu dengan konsep lain yang saling berkaitan, dapat membedakan konsepsi yang benar dengan konsepsi yang salah. D.1.2.Kualitas soal: o Representatif, yaitu soal-soal terdistribusi secara merata dan proporsional. Secara merata artinya sesuai materi pokok, dimana semua konsep dasar dan semua indikator terwakili. Secara proporsional artinya indikator yang banyak mendapat jatah soal yang lebih banyak. Demikianlah yang pernah dijelaskan oleh Bapak Kartika Budi dalam kuliah. o Level soal sekaligus menunjukkan tingkat kesulitan soal. Berikut ini tingkat kesukaran soal: 27% soal dengan tingkat kesukaran rendah ( soal level I ), 23% soal dengan tingkat kesukaran tinggi ( soal level III ), serta 50% adalah soal dengan tingkat kesukaran sedang ( soal level II ). D.1.3. Langkah perencanaan pembuatan soal: o Menentukan jumlah soal yang akan dibuat berdasarkan perkiraan lamanya waktu soal-soal tersebut akan diujikan. o Mendistribusikan jumlah soal tersebut menurut kompetensi dasarnya mengingat keluasan materinya.

34 34 o Untuk materi pokok lebih dari satu kompetensi dasar maka jumlah soal harus didistribusi menurut kompetensi dasarnya. D.1.4 Tes tertulis yang diujikan kepada partisipan berupa: D.1.4.a. Pilihan ganda disertai alasannya Jumlah soal pilihan ganda yang dipakai adalah enam butir soal. Setiap soal terdiri atas empat macam pilihan jawaban. Partisipan diminta memilih salah satu jawaban yang dianggap benar. Dalam menjawab soal pilihan berganda jenis ini, selain memilih jawaban, partisipan juga dituntut untuk menuliskan alasan mengapa memilih jawaban itu. Hal ini dimaksudkan untuk lebih lanjut mengetahui cara berpikir siswa dalam usahanya mendapatkan jawaban dengan tidak sekedar memilih salah satu jawaban yang dianggap benar. D.1.4.b. Tes uraian Dibuat dengan pertimbangan bahwa tidak cukup hanya melakukan tes dengan bentuk pilihan ganda. Karena pada soal tertentu dalam pilihan ganda tidak bisa dilihat alur proses berpikir siswa dalam memecahkan soal. Jadi soal tes berbentuk uraian ini dapat mengukur hasil belajar yang bersifat kompleks. D.2. Interwiew/Wawancara Interview/wawancara adalah semacam kuestioner lisan, suatu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi yang diperlukan (Paul Suparno,2005:107). Dalam pelaksanaan wawancara dibedakan menjadi tiga yaitu (1) interview bebas dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja yang diperlukan,

35 35 (2) interview terpimpin dimana pewawancara menyiapkan beberapa daftar pertanyaan lengkap, (3) interview bebas terpimpin yang merupakan kombinasi dari dua jenis interview sebelumnya. Wawancara banyak digunakan dalam penelitian. Wawancara digunakan untuk mendukung data yang telah diperoleh dengan tes tertulis. Disini wawancara digunakan untuk mengungkap pemahaman partisipan secara lebih mendalam. Wawancara dilakukan terutama pada partisipan yang memiliki hasil tes tertulis kurang baik. Sehingga peneliti bisa mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa terhadap pemahaman tentang hukum Boyle. E. Instrumen Penelitian Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah: E.1. Satu set soal yang terdiri atas soal pilihan berganda dan soal uraian. Satu set soal ini digunakan untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman siswa Kelas XI SMA Negeri I Sentolo dalam memahami Hukum Boyle. Soal-soal ini merupakan modifikasi dari soal yang pernah dibuat oleh Kevin Charles de Berg yang pernah melakukan penelitian dengan kepentingan tujuan serupa dan saat ini soal tersebut dikembangkan sesuai dengan kompetensi siswa yang akan diukur. Di mana kompetensi tersebut ditunjukkan dengan berbagai indikator yang setiap indikatornya masih mungkin dijabarkan atas indikator-indikator tertentu. Berdasarkan dari tes ini juga, peneliti akan meneliti miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

36 36 E.2. Interview/Wawancara Wawancara disusun berdasarkan koreksi jawaban tes uraian yang dilakukan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui secara lebih mendalam pemahaman partisipan tentang hukum Boyle. Dan juga untuk meneliti miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi pada siswa. E.3. Validitas soal Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah soal-soal tes. Validitas soal artinya pengecekan kesesuaian antara soal dengan konsep-konsep yang ditanyakan. Soal tes dalam penelitian ini intinya akan mengukur pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang terkait dengan Hukum Boyle. Soal tes memuat bahan yang mudah sampai yang sulit. Dengan pengandaian bila siswa bernilai tinggi maka dia sungguh menguasai bahan itu sehingga mampu mengerjakan soal-soal itu. Secara eksternal, instrumen terlebih dahulu diujikan pada kelas percobaan. Kelas percobaan dalam penelitian ini adalah satu dari tiga kelas yang dimaksudkan. Setelah soal instrumen diujikan dan dikoreksi hasilnya, dapat diketahui apakah instrumen tersebut perlu direvisi atau tidak agar valid bila digunakan untuk pengambilan data yang sesungguhnya. F. Metode Analisis Data F.1. Analisis Tes Tertulis Untuk tujuan mengetahui pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang terkait dengan Hukum Boyle, maka siswa pada setiap soalnya diberi perlakuan

37 37 sebagai berikut: dilihat macam jawabannya, kemudian pada setiap jawaban dihitung ada berapa siswa yang menjawab semacam itu. Setelah itu dihitung persentasenya. Selanjutnya dicari persentase siswa-siswa yang menjawab dengan tepat. Jika persentase menjawab benar paling besar, berarti siswa menguasai soal itu. Jika persentase jawaban paling besar terdapat pada jawaban tidak tepat berarti siswa-siswa tidak menguasai soal itu. Hal ini dilakukan pada semua soal pada tiap-tiap level. Selanjutnya dicari persentase rata-ratanya pada tiap level dengan kriteria sebagai berikut: 1) Tidak menguasai : < 39% 2) Kurang menguasai : 40%-56% 3) Cukup menguasai : 57%-69% 4) Menguasai : 70%-79% 5) Sangat menguasai : 80%-100% Sedangkan untuk menentukan paham tidaknya siswa, dilakukan dengan cara berikut: semua siswa yang dijadikan sampel dimasukkan namanya dalam tabel. Selanjutnya untuk level I dimasukkan nomor soalnya, kemudian pada tiap nomor yang dianggap tepat dijawab diberi skor 1 dan pada nomor yang dijawab tidak tepat diberi skor 0. Skor 1 diberikan bila pilihan jawaban dan alasan benar, dan juga ketika pilihan jawaban benar dengan alasan yang kurang tepat. Sedangkan skor 0 diberikan bila pilihan jawaban serta alasan salah dan juga ketika partisipan tidak memberikan

38 38 jawaban. Jawaban-jawaban yang diberi skor 1 dihitung jumlah dan persentasenya kemudian dimasukkan dalam kriteria berikut: 1) Tidak menguasai : < 39% 2) Kurang menguasai : 40%-56% 3) Cukup menguasai : 57%-69% 4) Menguasai : 70%-79% 5) Sangat menguasai : 80%-100% Sedangkan untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa, dapat diketahui dengan menelusuri persentase jawaban siswa yang tidak tepat. F.2. Analisis Wawancara Penelusuran miskonsepsi dapat dilakukan dengan wawancara. Dalam hal ini peneliti mewawancarai sejumlah siswa yang memiliki kecenderungan yang lebih mencolok dibandingkan siswa-siswa lain. Siswa tersebut dipilih berdasarkan hasil analisis tes tertulis yang sudah diberikan sebelumnya. Peneliti menyiapkan beberapa pertanyaan untuk setiap siswa yang akan diwawancarai. Pertanyaan itu dirancang berdasarkan kesulitan yang dialami masingmasing siswa. Setelah tahap merancang pertanyaan selesai, peneliti melakukan wawancara. Untuk mendapatkan data yang akurat dan dengan pertimbangan tidak mengganggu pelajaran siswa, peneliti menawarkan melakukan wawancara di luar jam pelajaran, memilih tempat yang nyaman dan memungkinkan untuk terlaksananya wawancara tersebut.

39 39 Untuk membantu kelancaran wawancara, selain mencatat hasil secara langsung saat wawancara, peneliti juga menggunakan alat perekam. Sehingga hasil wawancara bisa didengarkan berulang-ulang dan kemudian dicatat dan bisa dicocokkan dengan pencatatan saat wawancara berlangsung. Langkah selanjutnya adalah transkripsi hasil wawancara. Dari transkripsi hasil wawancara itulah, peneliti kemudian membaca dan meneliti untuk menemukan pernyataan dari partisipan yang terkait dengan suatu konsep yang sedang diselidiki, konsep massa gas misalnya. Pernyataan itu diberi tanda. Demikian pula dengan pernyataan-pernyataan partisipan tentang konsep-konsep yang lain. Pernyataanpernyataan yang sudah ditandai itu kemudian dikumpulkan, dilihat dan dibandingkan apakah ada kecenderungan yang sama ataukah ada perbedaan. Bila ada perbedaan, selanjutnya dijelaskan hal apa yang membedakan dari pernyataan-pernyataan itu. Seperti itulah data hasil wawancara itu dianalisis untuk mengungkap lebih dalam miskonsepsi-miskonsepsi yang dialami oleh para siswa.

40 40 BAB III DATA DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Ijin untuk penelitian ini dikeluarkan oleh beberapa pihak yang terkait dan memperkenankan penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dimulai tanggal 16 Mei 2006 dan berakhir pada tanggal 16 Agustus Dalam kurun waktu tiga bulan itulah dilaksanakan penelitian untuk mengetahui pemahaman siswa-siswa SMA Negeri I Sentolo kelas XI IPA tentang Hukum Boyle. Berikut ini kegiatan yang dilakukan selama penelitian: Observasi : 16 Mei Juni 2006 Uji coba soal : 7 Juni 2006 Revisi soal : 8 Juni Juni 2006 Tes tertulis : 21 Juni 2006 Koreksi hasil tes tertulis: Bulan Juli 2006 Wawancara : 10 Agustus Agustus 2006 Uji coba soal yang dilakukan menghasilkan beberapa revisi soal (baca lampiran 1, analisa soal instrumen). B. Data dan Pembahasan Pada awalnya peneliti merencanakan untuk pengambilan data yang sesungguhnya melibatkan 72 partisipan tetapi pada akhirnya hanya mendapat 36

41 41 partisipan. Hal ini dikarenakan dari kelas XI di SMA Negeri I Sentolo yang berjumlah lima kelas, hanya ada dua kelas yang merupakan kelas jurusan IPA. Jadi dengan situasi tersebut, peneliti memutuskan untuk menggunakan kelas XIIA 1 sebagai kelas uji coba soal dan kelas XIA 2 sebagai kelas pengambilan data yang sesungguhnya. Pengambilan data penelitian diikuti 36 siswa SMA Negeri I Sentolo. Partisipan tampak begitu serius dan antusias dalam menanggapi adanya penelitian yang ditujukan kepada mereka. Partisipan menunjukkan usaha yang gigih untuk berhasil mengerjakan seluruh soal yang berjumlah 30 butir soal. Partisipan diberi waktu 120 menit untuk mengerjakan soal-soal itu dan mereka menggunakan waktu tersebut dengan baik. Persentase pemahaman siswa untuk setiap level dihitung dengan cara sebagai berikut. Langkah pertama, setiap jawaban dikelompokkan sesuai dengan level soalnya. Langkah selanjutnya, untuk setiap jawaban dari masing-masing partisipan yang benar diberi skor 1 dan untuk setiap jawaban yang salah diberi skor 0. Hasil ini disajikan pada tabel 1, tabel 2 dan tabel 3. Misalnya, untuk setiap partisipan pada setiap soal level I, dilakukan perhitungan sebagai berikut. jumlah jawaban benar Pemahaman partisipan (%) = 100% jumlah soal level I Dari analisis tersebut diperoleh persentase rata-rata pemahaman partisipan pada level I sekitar 56,59 %, artinya bisa dikatakan cukup menguasai konsep-konsep dalam Hukum Boyle yang terkait dengan soal-soal pada level I. Tetapi persentase itu berada pada ambang batas bawah untuk kategori cukup menguasai. Untuk level II,

42 42 partisipan hanya mampu mencapai persentase pemahaman sebanyak 54,26 %, sehingga masuk dalam kategori kurang menguasai. Pemahaman pada level I dan II tersebut menjadi modal partisipan untuk memecahkan soal-soal level III. Padahal soal-soal level III menuntut penguasaan materi yang lebih kompleks dari konsepkonsep yang sudah dimunculkan dalam soal-soal level I dan II. Partisipan ternyata tidak mampu untuk mencapai persentase pemahaman yang setara dengan yang sudah dicapai sebelumnya. Terbukti di level III, partisipan hanya mampu mencapai persentase pemahaman sebesar 41,66 %, artinya partisipan kurang menguasai konsep-konsep yang dimunculkan dalam soal-soal level III.

43 43 Tabel 1 Pemahaman masing-masing partisipan pada level I Partisipan 1 2 1a 1b 1c 1d 2a 3b Pemahaman (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Jumlah ,5

BAB TEEORI KINETIK GAS

BAB TEEORI KINETIK GAS 1 BAB TEEORI KINETIK GAS Gas adalah materi yang encer. Sifat ini disebabkan interaksi yang lemah antara partikel-partikel penyusunnya sehingga perilaku termalnya relatif sederhana. Dalam mempelajari perilaku

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB IX TEORI KINETIK GAS Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

Bab VIII Teori Kinetik Gas

Bab VIII Teori Kinetik Gas Bab VIII Teori Kinetik Gas Sumber : Internet : www.nonemigas.com. Balon udara yang diisi dengan gas massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis udara mengakibatkan balon udara mengapung. 249 Peta Konsep

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3)

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3) eori Kinetik Gas Pengertian Gas Ideal Istilah gas ideal digunakan menyederhanakan permasalahan tentang gas. Karena partikel-partikel gas dapat bergerak sangat bebas dan dapat mengisi seluruh ruangan yang

Lebih terperinci

sifat-sifat gas ideal Hukum tentang gas 3. Menerapkan konsep termodinamika dalam mesin kalor

sifat-sifat gas ideal Hukum tentang gas 3. Menerapkan konsep termodinamika dalam mesin kalor teori kinetik gas mempelajari sifat makroskopis dan sifat mikroskopis gas. TEORI KINETIK GAS sifat-sifat gas ideal 1. terdiri atas molekul-molekul yang sangat banyak dan jarak pisah antar molekul lebih

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal eori Kinetik Gas eori Kinetik Gas adalah konsep yang mempelajari sifat-sifat gas berdasarkan kelakuan partikel/molekul penyusun gas yang bergerak acak. Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun

Lebih terperinci

FIsika TEORI KINETIK GAS

FIsika TEORI KINETIK GAS KTSP & K-3 FIsika K e l a s XI TEORI KINETIK GAS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami definisi gas ideal dan sifat-sifatnya.. Memahami

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI

SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI SUHU DAN PENGUKURAN SUHU Untuk mempelajari KONSEP SUHU dan hukum ke-nol termodinamika, Kita perlu mendefinisikan pengertian sistem,

Lebih terperinci

Disini akan dianalisa gerah sebuah molekul gas yang massanya 𝑚! =!! Setelah tumbukan dinding tetap diam 𝑣! = 0

Disini akan dianalisa gerah sebuah molekul gas yang massanya 𝑚! =!! Setelah tumbukan dinding tetap diam 𝑣! = 0 2. Kinematika Gas a. Tekanan, Tumbukan dan Energi Kinetik Disini akan dianalisa gerah sebuah molekul gas yang massanya 𝑚 = Sebuah molekul bergerak dalam arah sumbu X ke kanan dengan kecepatan tetap 𝑣 menumbuk

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari KIMIA FISIKA I TC20062 Dr. Ifa Puspasari TEORI KINETIK GAS (1) Dr. Ifa Puspasari Apa itu Teori Kinetik? Teori kinetik menjelaskan tentang perilaku gas yang didasarkan pada pendapat bahwa gas terdiri dari

Lebih terperinci

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FI-1101: Kuliah 13 TEORI KINETIK GAS Teori Kinetik Gas Suhu Mutlak Hukum Boyle-Gay y Lussac Gas Ideal Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FISIKA TERMAL Cabang

Lebih terperinci

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil WUJUD ZAT (GAS) SP-Pertemuan 2 Gas : Jarak antar partikel jauh > ukuran partikel Sifat Gas Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil Laju-nya selalu berubah-ubah karena adanya tumbukan dengan wadah

Lebih terperinci

Soal Teori Kinetik Gas

Soal Teori Kinetik Gas Soal Teori Kinetik Gas Tahun Ajaran 203-204 FISIKA KELAS XI November, 203 Oleh Ayu Surya Agustin Soal Teori Kinetik Gas Tahun Ajaran 203-204 A. SOAL PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling

Lebih terperinci

:: MATERI MUDAH :: Persamaan Gas Ideal Pertemuan ke 1

:: MATERI MUDAH :: Persamaan Gas Ideal Pertemuan ke 1 A. ARGE PEMBELAJARAN : No :: MAERI MUDAH :: Persamaan Gas Ideal Pertemuan ke arget yang diharapkan Menyebutkan ciri dan sifat konsep gas ideal. Menuliskan persamaan umum gas ideal. 3 Menentukan besaran

Lebih terperinci

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KINETIKA KIMIA Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika,, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

Pilihan ganda soal dan jawaban teori kinetik gas 20 butir. 5 uraian soal dan jawaban teori kinetik gas.

Pilihan ganda soal dan jawaban teori kinetik gas 20 butir. 5 uraian soal dan jawaban teori kinetik gas. Pilihan ganda soal dan jawaban teori kinetik gas 20 butir. 5 uraian soal dan jawaban teori kinetik gas. A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! 1. Partikel-partikel gas ideal memiliki sifat-sifat

Lebih terperinci

TEORI KINETIK GAS. Nama : Kelas : Bahan ajar Teori Kinetik Gas. Bahan Ajar Fisika Kelas XI Semester II Page 1

TEORI KINETIK GAS. Nama : Kelas : Bahan ajar Teori Kinetik Gas. Bahan Ajar Fisika Kelas XI Semester II Page 1 TEORI KINETIK GAS Nama : Kelas : Bahan ajar Teori Kinetik Gas Bahan Ajar Fisika Kelas XI Semester II Page 1 Bahan Ajar Fisika Kelas XI Semester II Page HUKUM BOYLE TEKANAN VOLUME HUKUM GAY LUSSAC TEORI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kimia merupakan cabang ilmu yang paling penting dan dianggap sebagai pelajaran yang sulit untuk siswa oleh guru kimia, peneliti, dan pendidik pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB 14 TEORI KINETIK GAS

BAB 14 TEORI KINETIK GAS BAB 14 TEORI KINETIK GAS HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC P 1 V 1 T 1 P 2 V 2 PERSAMAAN UMUM GAS IDEAL P. V n. R. T Atau P. V N. k. T Keterangan: P tekanan gas (Pa). V volume (m 3 ). n mol gas. R tetapan umum gas

Lebih terperinci

RPP Teori Kinetik Gas Kurikulum 2013 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RPP Teori Kinetik Gas Kurikulum 2013 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP Teori Kinetik Gas Kurikulum 2013 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran Kelas/Semester Peminatan Alokasi Waktu : Fisika : XI/Dua : M-IPA : 4 x 3 JP A. Kompetensi Inti KI 3 : Memahami dan menerapkan

Lebih terperinci

GAS. Sifat-sifat gas

GAS. Sifat-sifat gas GAS Sifat-sifat gas Volume dan bentuk sesuai dengan wadahnya. Mudah dimampatkan. Bercampur dengan segera dan merata. Kerapatannya lebih rendah dibandingkan dengan cairan dan padatan. Sebagian tidak berwarna.

Lebih terperinci

WUJUD ZAT. 1. Fasa, Komponen dan Derajat Bebas

WUJUD ZAT. 1. Fasa, Komponen dan Derajat Bebas WUJUD ZAT 1. Fasa, Komponen dan Derajat Bebas 1.1 Jumlah Fasa (P) Fasa adalah bagian dari sistem yang bersifat homogen, dan dipisahkan dari bagian sistem yang lain dengan batas yang jelas. Jumlah Fasa

Lebih terperinci

TEORI KINETIK GAS (TKG)

TEORI KINETIK GAS (TKG) YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax. 022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id MODUL

Lebih terperinci

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S Fisika Panas SKS Adhi Harmoko S Balon dicelupkan ke Nitrogen Cair Balon dicelupkan ke Nitrogen Cair Bagaimana fenomena ini dapat diterangkan? Apa yang terjadi dengan molekul-molekul gas di dalam balon?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum memperoleh pendidikan formal, sejak lahir anak sudah memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai alam yang berkaitan dengan Fisika. Pengalaman dan

Lebih terperinci

3. Teori Kinetika Gas

3. Teori Kinetika Gas 3. Teori Kinetika Gas - Partikel gas dan interaksi - Model molekular gas ideal - Energi dalam - Persamaan keadaan gas - Kecepatan partikel (rms, rata-rata, modus) 3.1. Partikel Gas dan Interaksi Padat

Lebih terperinci

Chapter 6. Gas. Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display.

Chapter 6. Gas. Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display. Chapter 6 Gas Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display. Beberapa zat yang berwujud gas pada suhu 25 0 C dan tekanan 1 Atm 5.1 1 5.1 Sifat-sifat fisis yang

Lebih terperinci

FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA

FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA Hukum ini terkait dengan kekekalan energi. Hukum ini menyatakan perubahan energi dalam dari suatu sistem termodinamika tertutup sama dengan

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal TKG ( Teori Kinetik Gas )

Xpedia Fisika. Soal TKG ( Teori Kinetik Gas ) Xpedia Fisika Soal TKG ( Teori Kinetik Gas ) Doc Name : XPFIS0604 Version : 06-05 halaman 0. Yang bukan merupakan sifat-sifat gas ideal adalah... terdiri dari partikel yang memiliki energi kinetik energinya

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 15) Temperatur Skala Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor dan Energi Internal Kalor Jenis Transfer Kalor Termodinamika Temperatur? Sifat Termometrik?

Lebih terperinci

KONSEPSI MAHASISWA TENTANG TEKANAN HIDROSTATIS

KONSEPSI MAHASISWA TENTANG TEKANAN HIDROSTATIS KONSEPSI MAHASISWA TENTANG TEKANAN HIDROSTATIS Petrus Ongga *), Yani Sanwaty *), Ferdy Semuel Rondonuwu **), Wahyu Hari Kristiyanto ***) Email : whkris_fisika@yahoo.com, whkris@staff.uksw.edu *) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, penjelasan istilah, prosedur penelitian, instrumen

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI IA2 semester II MAN Model Palangka Raya. Peserta didik diberi perlakuan dengan mengajarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, prinsip dan teori. Materi kimia yang sangat luas menyebabkan kimia

BAB I PENDAHULUAN. hukum, prinsip dan teori. Materi kimia yang sangat luas menyebabkan kimia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Kimia merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mencakup materi yang sangat luas meliputi fakta, konsep, aturan, hukum, prinsip dan teori.

Lebih terperinci

TEORI KINETIK GAS (II) Dr. Ifa Puspasari

TEORI KINETIK GAS (II) Dr. Ifa Puspasari TEORI KINETIK GAS (II) Dr. Ifa Puspasari a) Gas terdiri atas partikelpartikel yang sangat kecil yang disebut molekul, massa dan besarnya sama untuk tiap-tiap jenis gas. b) Molekul-molekul ini selalu bergerak

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA TEORI KINETIK GAS. Mata Pelajaran : Fisika Kelas/ Semester : XI / II. Nama Kelompok:

LEMBAR KERJA SISWA TEORI KINETIK GAS. Mata Pelajaran : Fisika Kelas/ Semester : XI / II. Nama Kelompok: BAB 3 LEMBAR KERJA SISWA TEORI KINETIK GAS Mata Pelajaran : Fisika Kelas/ Semester : XI / II Nama Kelompok: 1. 2. 3. 4. 5. Kompetensi Dasar: I Mendeskripsikan sifat-sifat gas ideal monoatomik I TEORI KINETIK

Lebih terperinci

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL BAB V WUJUD ZAT A. Standar Kompetensi: Memahami tentang ilmu kimia dan dasar-dasarnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan se-hari-hari terutama yang berhubungan langsung dengan kehidupan. B. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Populasi/ Sampel Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Penelitian dilakukan di SMK Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah pre-experiment one group pretest

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah pre-experiment one group pretest 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah pre-experiment one group pretest post-test design. Awalnya mahasiswa diberi tes kemampuan awal (pretest) untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah Mata Pelajaran Alokas Waktu RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN : SMA Negeri 78 Jakarta : Fisika 4 (4 sks) : 16 jam pelajaran (8 jam pelajaran tatap muka dan 8 jam pelajaran penugasan terstruktur)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor Xpedia Fisika Soal Zat dan Kalor Doc. Name: XPPHY0399 Version: 2013-04 halaman 1 01. Jika 400 g air pada suhu 40 C dicampur dengan 100 g air pada 30 C, suhu akhir adalah... (A) 13 C (B) 26 C (C) 36 C (D)

Lebih terperinci

BAB TEORI KINETIK GAS

BAB TEORI KINETIK GAS 1 BAB TEORI KINETIK GAS Contoh 13.1 Sebuah tabung silinder dengan tinggi 0,0 m dan luas penampang 0,04 m memiliki pengisap yang bebas bergerak seperti pada gambar. Udara yang bertekanan 1,01 x 10 5 N/m

Lebih terperinci

Gas. Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display.

Gas. Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display. Bab 5 Gas Copyright The McGraw-Hill Companies, Inc. Permission required for reproduction or display. Beberapa zat yang berwujud gas pada suhu 25 0 C dan tekanan 1At Atm 5.1 5.1 Sifat-sifat fisis yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi yang perubahannya begitu cepat dan dramatis, hal ini merupakan fakta dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 4 TEMUAN DAN PEMBAHASAN. merumuskan indikator dan konsep pada submateri pokok kenaikan titik didih

BAB 4 TEMUAN DAN PEMBAHASAN. merumuskan indikator dan konsep pada submateri pokok kenaikan titik didih BAB 4 TEMUAN DAN PEMBAHASAN Secara garis besar, penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu merumuskan indikator dan konsep pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan setelah menganalisis standar

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN : eori Kinetik Gas : Pertama keempat / 8 x 45 menit : Ceramah 3. Mendeskripsikan sifat-sifat gas ideal monoatomik o Memformulasikan hukum Boyle-Gay Lussac o Menggunakan persamaan keadaan gas ideal o Menerapkan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini (minggu 6) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang akan memiliki pengalaman dari hasil fenomena yang diamati dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki itu kemudian menjadi

Lebih terperinci

Teori Kinetik Zat. 1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya. 2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil.

Teori Kinetik Zat. 1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya. 2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil. Teori Kinetik Zat Teori Kinetik Zat Teori kinetik zat membicarakan sifat zat dipandang dari sudut momentum. Peninjauan teori ini bukan pada kelakuan sebuah partikel, tetapi diutamakan pada sifat zat secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pre-experimental. Alasan penggunaan metode ini dikarenakan keadaan yang

Lebih terperinci

VOLUME MOLAR GAS. I. TUJUAN Menentukan volume relatif dari zat dalam wujud yang berbeda

VOLUME MOLAR GAS. I. TUJUAN Menentukan volume relatif dari zat dalam wujud yang berbeda VOLUME MOLAR GAS I. TUJUAN Menentukan volume relatif dari zat dalam wujud yang berbeda II. DASAR TEORI 1. Penggolongan Benda Benda-benda di bumi sangat banyak jenis dan jumlahnya. Contohnya Air, oksigen,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Bandung. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas X dan XI yang telah mempelajari

Lebih terperinci

BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN. A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen

BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN. A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen 1. Pengertian Pengajaran Remediasi Pengajaran remediasi dalam proses belajar mengajar

Lebih terperinci

G 1 G 2 O 1 O 2 O 3 O 4

G 1 G 2 O 1 O 2 O 3 O 4 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini quasi experimental, dengan desain penelitian nonequivalen control group design, pada desain penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. experimental dan deskriptif. Metode pre experimental digunakan untuk melihat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. experimental dan deskriptif. Metode pre experimental digunakan untuk melihat 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain dan Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pre experimental dan deskriptif. Metode pre experimental digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Kemala Bhayangkari Bandung yang terletak di jalan Palasari No. 46 Bandung, Jawa Barat. Sekolah yang berdiri di bawah naungan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - FISIKA BAB 2. Klasifikasi BendaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 7 - FISIKA BAB 2. Klasifikasi BendaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan pernyataan di bawah ini! 1) Jarak antar partikel sangat rapat 2) Tarik menarik antar molekul kuat 3) Susunan partikel kurang teratur 4) Jarak antar partikel kurang rapat 5) Jarak antar partikel

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 11 Fisika

Antiremed Kelas 11 Fisika Antiremed Kelas Fisika Teori Kinetik Gas - Latihan Soal Doc Name : KARFIS090 Version : 04-09 halaman 0. Yang bukan merupakan sifat-sifat gas ideal adalah... Terdiri dari partikel yang memilik energi kinetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Komala Eka Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Komala Eka Sari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Setelah pembelajaran dilakukan, guru perlu mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi

BAB III METODE PENELITIAN. pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP PENDAHULUAN Dengan mengacu kepada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar nasional pendidikan, setiap satuan pendidikan (sekolah) diberi kebebasan (harus) mengembangkan Kurikulum

Lebih terperinci

TEMPERATUR. dihubungkan oleh

TEMPERATUR. dihubungkan oleh 49 50 o F. Temperatur pada skala Fahrenheit dan Celcius TEMPERATUR 1. Teori atom zat mendalilkan bahwa semua zat terdiri dari kesatuan kecil yang disebut atom, yang biasanya berdiameter 10-10 m.. Massa

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen (Quasi experiment), yaitu penelitian yang secara khas meneliti mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir (cognitive), pada belajar afektif mengakibatkan perubahan dalam aspek

BAB I PENDAHULUAN. berpikir (cognitive), pada belajar afektif mengakibatkan perubahan dalam aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar dapat melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses belajar kognitif mengakibatkan perubahan dalam aspek kemampuan berpikir (cognitive),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dapat terjadi, untuk menghindari hal tersebut maka diberikan penjelasan beberapa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dapat terjadi, untuk menghindari hal tersebut maka diberikan penjelasan beberapa 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan dalam penelitian ini dapat terjadi, untuk menghindari hal tersebut maka diberikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Berikut ini diuraikan beberapa definisi operasional dari istilah-istilah yang terkait dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Efektivitas Efektivitas yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Arikunto (2010: 173) populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian penelitian adalah seluruh siswa

Lebih terperinci

KONSEPSI SISWA TENTANG USAHA DAN ENERGI. Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

KONSEPSI SISWA TENTANG USAHA DAN ENERGI. Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia KONSEPSI SISWA TENTANG USAHA DAN ENERGI Ignasia Evi Susanti 1, Diane Noviandini 1, Marmi Sudarmi 1 1 Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Jl.

Lebih terperinci

Makalah teori kinetik gas

Makalah teori kinetik gas Makalah teori kinetik gas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori kinetik adalah teori yang menjelaskan perilaku sistem sistem fisis dengan menganggap bahwa sistem-sistem fisis tersebut terdiri atas

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah Kelas / Semester Mata Pelajaran : SMK : XI (Sebelas) : FISIKA A. Standar Kompetensi 1. Menerapkan konsep impuls dan momentum. B. Kompetensi Dasar 1. Mengenali

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan eksperimen semu (quasy-experiment) yaitu penelitian yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Panas dan Hukum Termodinamika I

Panas dan Hukum Termodinamika I Panas dan Hukum Termodinamika I Termodinamika yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara kalor (panas) dengan usaha. Kalor (panas) disebabkan oleh adanya perbedaan suhu. Kalor akan berpindah dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses belajar mengajar merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

Eko Budiono, Hadi Susanto PENDAHULUAN

Eko Budiono, Hadi Susanto PENDAHULUAN PENYUSUNAN DAN PENGGUNAAN MODUL PEMBELAJARAN BERDASAR KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI SUB POKOK BAHASAN ANALISA KUANTITATIF UNTUK SOAL-SOAL DINAMIKA SEDERHANA PADA KELAS X SEMESTER I SMA Eko Budiono, Hadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Menurut Panggabean (1996:27) penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbicara fisika tak lepas kaitannya dengan cabang ilmu sains, yang kerap bersinggungan dengan kehidupan manusia. Karena jika dilihat sifatnya fisika sendiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga komponen utama, yaitu:

Lebih terperinci

KOMANG SUARDIKA; ;JURUSAN P. FISIKA; UNDIKSHA

KOMANG SUARDIKA; ;JURUSAN P. FISIKA; UNDIKSHA PERCOBAAN HUKUM HUKUM GAS I. ujuan Percobaan ujuan dari dari percobaan ini adalah sebagai berikut. 1. Memahami prinsip persamaan gas ideal. 2. Mempelajari persamaan gas ideal. 3. Membuktikan kebenaran

Lebih terperinci

BAB 9 T U M B U K A N

BAB 9 T U M B U K A N BAB 9 T U M B U K A N 9.1. Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasa menyaksikan bendabenda saling bertumbukan. Banyak kecelakaan yang terjadi di jalan raya sebagiannya disebabkan karena tabrakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kimia adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang zat, yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Kimia adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang zat, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Kimia adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang zat, yang meliputi komposisi, struktur, dan sifat; perubahan, dinamika, dan energetika zat (BSNP, 2006).

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014 Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke-6 2015 318 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan kurikulum, latihan kerja guru, penyediaan sarana, pengadaan alat

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan kurikulum, latihan kerja guru, penyediaan sarana, pengadaan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, berbagai usaha telah dilakukan oleh pihak yang berkompeten dalam bidang pendidikan antara lain penyempurnaan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MELALUI TES DIAGNOSTIK EMPAT TAHAP PADA SISWA SMA KELAS XII

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MELALUI TES DIAGNOSTIK EMPAT TAHAP PADA SISWA SMA KELAS XII IDENTIFIKASI MISKONSEPSI MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MELALUI TES DIAGNOSTIK EMPAT TAHAP PADA SISWA SMA KELAS XII Alfi Hidayat Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERSITAS JEMBER alfihidayat95@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nurhely Hidayat Dian Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nurhely Hidayat Dian Pertiwi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kunci dari pembelajaran yang efektif adalah pemahaman yang tepat dalam pemikiran dan asumsi implisit (konsep) siswa dari suatu bahan ajar. Pemahaman merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi Experimen. Metode ini dipilih karena ada beberapa variabel

Lebih terperinci

Pertemuan ke 7 BAB V: GAS

Pertemuan ke 7 BAB V: GAS Pertemuan ke 7 BAB V: GAS Zat-Zat yang Berwujud Gas Di dalam atmosfir normal terdapat sebanyak 11 unsur dalam bentuk gas dan beberapa senyawa di atmosfir juga ditemukan dalam wujud gas. Sifat fisik gas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fisika merupakan mata pelajaran yang mempelajari keadaan fisik dari suatu benda baik perubahan bentuk, sifat, maupun keadaan benda yang dapat diamati. Walaupun mata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Kemampuan siswa

BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Kemampuan siswa BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Kemampuan siswa Kemampuan siswa dalam belajar adalah kecakapan seorang peserta didik, yang dimiliki dari hasil apa yang telah dipelajari yang dapat ditunjukkan atau dilihat melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Biologi bertujuan membuat siswa mampu memahami konsepkonsep Biologi, mampu mengaplikasikan konsep yang dipelajari, mampu mengkaitkan satu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu mempelajari gejala alam. Dalam mempelajari gejala alam, ilmu kimia mengkhususkan pembahasannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Konsep merupakan pemikiran dasar yang diperoleh dari fakta peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN STOIKIOMETRI DAN HUKUM-HUKUM KIMIA Haris Puspito Buwono

KIMIA TERAPAN STOIKIOMETRI DAN HUKUM-HUKUM KIMIA Haris Puspito Buwono KIMIA TERAPAN STOIKIOMETRI DAN HUKUM-HUKUM KIMIA Haris Puspito Buwono Semester Gasal 2012/2013 STOIKIOMETRI 2 STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari komposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci