ANALISIS TATANIAGA BERAS VARIETAS KURIAK KUSUIK DI KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT ABDUL LUTHFI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TATANIAGA BERAS VARIETAS KURIAK KUSUIK DI KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT ABDUL LUTHFI"

Transkripsi

1 ANALISIS TATANIAGA BERAS VARIETAS KURIAK KUSUIK DI KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT ABDUL LUTHFI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tataniaga Beras Varietas Kuriak Kusuik di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Abdul Luthfi NIM H

4 iv ABSTRAK ABDUL LUTHFI. Analisis Tataniaga Beras Varietas Kuriak Kususik di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh JOKO PURWONO. Beras varietas Kuriak Kususik adalah salah satu komoditi pangan unggulan di Kabupaten Agam yang memilki nilai ekonomis. Tujuan penelitian ini terdiri dari: 1) mengidentifikasi lembaga, saluran, dan fungsi tataniaga beras kuriak kusuik, 2) mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar tataniaga beras kuriak kusuik, dan 3) menganalisis efisiensi saluran tataniaga berdasarkan indikator marjin tataniaga, farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Pengamatan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara menggunakan metode snowball sampling dengan empat puluh orang responden petani dan lima belas responden pedagang. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya delapan saluran tataniaga beras Kuriak Kusuik yang dikelompokkan menjadi dua, pertama kelompok saluran yang petaninya menjual hasil panen berupa gabah dan kedua petani yang menjual hasil panen berupa beras. Pada kelompok saluran pertama, saluran yang relatif lebih efisien yaitu saluran IV yang melibatkan petani dan pedagang pengumpul. Pada kelompok saluran kedua, saluran yang relatif lebih efisien yaitu saluran VII yang melibatkan petani dan pedagang pengecer lokal. Kata kunci: Pemasaran, beras, efisiensi ABSTRACT ABDUL LUTHFI. Kuriak Kususik Rice Variety Marketing Analysis In Agam Regency Sumatera Barat Province. Supervised by JOKO PURWONO. Kuriak Kususik rice variety is one of the primary commodities in Agam Regency that has economic value. This research is aimed to: 1) identify the institutions, functions and marketing channels, 2) identify the market`s structures and conducts, and 3) analyze the marketing channels efficiency of Kuriak Kusuik rice based on certain indicators such as marketing margin, farmer s share, and revenue per cost ratio. Observations and interviews were conducted to 40 farmers and 15 merchant middlemen as respondents, using the snowball sampling method. Quantitative and qualitative analysis were both used in this research where the quantitative one was used to analyse marketing margin, farmer s share, and revenue per cost ratio. The result showed that totally there were 8 marketing channels of Kuriak Kusuik rice, which could be divided to 2 types of marketing channels based on their final product: first, the farmers that sell their product in unhulled paddy form and second, in rice form. At the first type of marketing channel, the relative efficient channel is the fourth channel that involved the farmers and the middlemen. On the other hand, the relative efficient channel in the second type is the seventh channel that involved farmers and local retailers. Keywords: marketing, rice, efficiency

5 v ANALISIS TATANIAGA BERAS VARIETAS KURIAK KUSUIK DI KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT ABDUL LUTHFI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6 vi

7 vii Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Beras Varietas Kuriak Kusuik di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat Nama : Abdul Luthfi NIM : H Disetujui oleh Ir. Joko Purwono. MS Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Dwi Rachmina M.Si Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 viii PRAKATA Alhamdulillahi rabbil alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Tataniaga, dengan judul Analisis Tataniaga Beras Varietas Kuriak Kususik di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Skrispsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan arahan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT, kepada: 1. Bapak Ir. Joko Purwono. MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pengerjaan skripsi ini. 2. Drs. Wahidul Basri, M.Pd dan Dra. Heffi Alberida, M.Si sebagai orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, doa dan kasih sayang kepada penulis. 3. Abdul Latif Hanafi sebagai saudara kandung dari penulis yang telah memberiakan dukungan dan semangat kepada penulis. 4. Ibuk Siti Jahroh, Ph,D dan Bapak Rahmat Yanuar, SP MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran pada ujian sidang. 5. Saudari Eva Farichatul Aeni, SE sebagai teman dan sahabat yang telah memberikan banyak masukan dan saran selama pengerjaan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Syofiadi, ibuk Dra. Isnawardani serta keluarga yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian 7. Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing akademik beserta seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis yang telah mebantu selama masa perkuliahan. 8. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, keluarga besar Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Abdul Luthfi

9 ix DAFTAR ISI DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar belakang 1 Perumusan masalah 3 Tujuan 4 Manfaat penelitian 4 Ruang lingkup dan keterbatasan 4 TINJAUAN PUSTAKA 5 Gambaran Umum Komoditi 5 Penelitian Terdahulu 6 KERANGKA PEMIKIRAN 10 Kerangka Pemikiran Teoritis 10 Kerangka Berfikir 18 Kerangka Pemikiran Operasional 20 METODE PENELITIAN 22 Lokasi dan Waktu Penelitian 22 Data dan Sumber Data 22 Metode Pengumpulan Data 25 Metode Pengambilan Sampel 26 Metode Pengolahan Data 26 Analisis Data 26 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 29 Kondisi Wilayah, Topografi dan Demografi Lokasi Penelitian 29 Deskripsi Karakteristik Petani Responden 30 Deskripsi Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga 33 HASIL DAN PEMBAHASAN 34 Analisis Lembaga, Saluran dan Fungai Tataniaga 34 Identifikasi Struktur dan Perilaku Pasar 44 Analisis Efisiensi Tataniaga 48 Simpulan dan Saran 58 Simpulan 58 Saran 59 DAFTAR PUSTAKA 59 LAMPIRAN 61 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 72

10 x DAFTAR TABEL 1. Produksi padi di Pulau Sumatera (ton) 1 2. Daerah penghasil padi terbesar di Sumatera Barat Penelitian terdahulu 9 4. Struktur pasar Karakteristik umur petani responden Tingkat pendidikan formal Sifat usahatani responden Luas lahan yang diusahakan Status pengusahaan lahan Pengalaman berusahatani padi Karakteristik pedagang responden Jumlah petani yang menjual gabah ke lembaga tataniaga Distribusi penjualan gabah (setara beras) oleh petani Distribusi penjualan beras pedagang pengumpul di lokasi penelitian Volume distribusi beras setiap saluran Farmer's share setiap saluran tataniaga beras di lokasi penelitian Efisiensi tataniaga berdasarkan indikator efisiensi tataniaga 55 DAFTAR GAMBAR 1. Hubungan Antara Fungsi-fungsi Pertama dan Turunan terhadap Marjin Tataniaga dan Nilai Tataniaga Kerangka Pemikiran Operasional Saluran umum tataniaga beras Kuriak Kusuik di Lokasi Penelitian 37 DAFTAR LAMPIRAN 1. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga setiap saluran Biaya, marjin tataniaga beras Kuriak Kusuik di Kecamatan Tilatang kamang Biaya tataniaga beras tiap saluran Marjin tataniaga Beras Kuriak Kusiak di Kecamatan Tilatang Kamang Fungsi tataniaga Beras Kuriak Kusiak di Kecamatan Tilatang Kamang Cost marjin Profit marjin Dokumentasi penelitian 70

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional hal ini dapat dilihat dari sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam negeri. Dilihat dari data statistik tahun 2009 sampai 2011, pertanian menyumbang PDB yang cukup besar bagi Indonesia. Tahun 2009 sumbangan pertanian terhadap PDB adalah sebesar triliun, pada tahun 2010 pertanian menyumbang PDB sebesar triliun dan pada tahun 2011 PDB dari bidang pertanian adalah sebesar triliun (BPS,2012). Hal ini berarti sektor pertanian mengalami peningkatan setiap tahunnya dilihat dari jumlah PDB yang dihasilkan. Komoditi pertanian tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah padi. Beras yang merupakan olahan dari padi adalah bahan makanan pokok utama bagi hampir seluruh rakyat Indonesia. Hasil panen gabah dari tahun 2009 sampai 2011 menunjukkan peningkatan. Jumlah panen gabah berturut-turut dari tahun 2009 sampai 2011 yaitu sebanyak ton pada tahun 2009, ton pada tahun 2010 dan ton pada akhir tahun 2011 (BPS,2012). Dari data BPS ini diketahui panen padi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun jumlah ini tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Hal ini diketahui dari adanya impor yang dilakukan setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Tabel 1 Produksi padi di Pulau Sumatera (ton) 1 Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Total Hampir semua daerah di Indonesia dapat ditanami padi, namun tidak semua daerah dapat memenuhi kebutuhan beras bagi daerah mereka sendiri karena 1 Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Angka Ramalan I Tahun 2013). Diadaptasi dari tabel Perkembangan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Menurut Provinsi, dan (diakses tanggal 19 Mei 2014)

12 2 keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Banyak provinsi yang kekurangan pasokan beras sehingga harus mendatangkan pasokan beras dari provinsi lain yang memiliki pasokan beras cukup besar. Hal ini menimbulkan adanya perdagangan antar provinsi di Indonesia. Sumatera Barat termasuk salah satu provinsi penghasil beras terbesar di Pulau Sumatera. Total panen gabah dari setiap provinsi yang ada di Pulau Sumatera dapat dilihat pada Tabel 1. Sumatera Barat menempati posisi keempat dari total panen gabah di Pulau Sumatera. Sumatera Barat sebagai salah satu lumbung beras nasional menyangga kebutuhan beras beberapa provinsi seperti Riau, Jambi dan Bengkulu. Salah satu daerah penghasil padi dengan jumlah yang cukup besar di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Agam. Produksi padi di Kabupaten Agam menempati posisi kedua dari beberapa daerah penghasil padi di Sumatera Barat. Padi merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Agam dilihat dari total panen gabah. Tabel 2 Daerah penghasil padi terbesar di Sumatera Barat (ton) Nama Daerah Kabupaten Solok Kabupaten Agam Kabupaten Pesisir Selatan Kabupaten Padang Pariaman Kabupaten Tanah Datar Sumber: Sumatera Barat dalam angka 2012 (diolah) Selain total panen yang cukup besar, Kabupaten Agam memiliki satu padi yang menjadi varietas unggulan lokal yaitu varietas Kuriak Kusuik. Padi Kuriak Kusuik merupakan salah satu komoditi unggulan lokal yang dilepas oleh Departemen Pertanian RI melalui keputusan Menteri Pertanian pada tahun Padi Kuriak Kusuik memiliki beras dengan jenis pera dimana nasi yang dihasilkan dari beras jenis ini lunak dan mudah terpisah setiap bulirnya. Konsumen di Sumatera Barat lebih menyukai beras dengan jenis ini dibandingkan jenis beras pulen. Permintaan terhadap beras Kuriak Kusuikdi Sumatera Barat cukup tinggi. Padi yang berasal dari Kabupaten Agam tidak hanya dipasarkan di daerah Sumatera Barat tetapi juga di beberapa daerah di luar Sumatera Barat seperti Riau dan kepulauan Riau. Data BPS menunjukkan produksi padi kedua provinsi ini tidak terlalu besar. Hal ini membuat Riau dan Kepulauan Riau harus mendatangkan pasokan beras dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, banyaknya jumlah masyarakat Sumatera Barat yang merantau keluar Sumatera Barat membuat permintaan akan beras dari Kabupaten Agam semakin meningkat. Permintaan dari masyarakat Sumatera Barat yang merantau mendorong terjadinya perdagangan antar daerah tidak hanya disebabkan oleh kurangnya pasokan beras namun juga kerena permintaan dari konsumen dengan spesifikasi tertentu. Adanya perdagangan antar daerah dan permintaan yang tinggi 2 http;//sumbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php. Padi Unggul Lokal Spesifik Sumatera Barat. (diakses tanggal 19 Mei 2014)

13 3 akan beras Kuriak Kusuik membuat penelitian tentang tataniaga beras varietas ini perlu dilakukan. Penelitian ini ditujukan untuk melihat apakah kegiatan tataniaga beras Kuriak Kusuik sudah efisien dan memberikan kepuasan pada setiap pelaku kegiatan tataniaga yang terlibat. Perumusan Masalah Berdasarkan penelitian terdahulu, perbedaan harga yang terlalu besar merupakan satu hal yang mengindikasikan inefisiensi. Pada kegiatan tataniaga suatu produk pertanian, efisiensi adalah hal yang ingin dicapai. Kegiatan tataniaga yang efisien mengindikasikan akan memberikan kepuasan pada setiap pelaku yang terlibat dalam kegiatan tataniaga mulai dari produsen, konsumen, dan lembaga tataniaga yang terlibat. Ada banyak hal yang dilakukan untuk menyampaikan produk ke tangan konsumen. Setiap cara penyampaian produk ini membutuhkan bantuan beberapa pihak agar kegiatan penyampaian produk berjalan lancar, seperti bantuan pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer dan pihak lain yang mungkin memiliki peran dalam kegiatan tataniaga. Peranan setiap lembaga tataniaga ini akan meningkatkan harga produk karena adanya biaya tataniaga yang ditanggung oleh setiap lembaga yang berperan. Biaya tataniaga ini akan dibebankan kepada konsumen dengan cara menaikkan harga jual atau dibebankan kepada produsen dengan cara memperkecil bagian yang diterima produsen dari harga yang dibayarkan konsumen. Kabupaten Agam merupakan salah satu Kabupaten penghasil beras terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan tataniaga merupakan hal yang penting diketahui untuk melihat tindakan-tindakan dalam proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen melalui berbagai kegiatan sehingga suatu komoditi dapat sampai dari tangan produsen kepada konsumen. Akan tetapi berdasarkan berbagai informasi yang diperoleh di lapangan, masih terdapat masalah tataniaga terutama pada beras di Kabupaten Agam. Dari survei awal yang dilakukan di lokasi penelitian, diketahui harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani berada pada kisaran Rp3 500-Rp4 000/kg. Sementara itu harga beli beras konsumen akhir di tingkat pengecer berada pada kisaran Rp Rp11 000/kg. Hasil survei awal menunjukkan perbedaan harga pada tingkat petani dengan konsumen akhir yang melebihi dua kali lipat. Perbedaan yang cukup besar ini mengindikasikan adanya inefisiensi pada kegiatan tataniaga beras di Kabupaten Agam. Berdasarkan wawancara awal dengan petani, juga diketahui bahwa tidak ada kegiatan pembelian yang dilakukan oleh Bulog Provinsi Sumatera Barat di lokasi penelitian. Harga yang cukup tinggi ini bisa disebabkan oleh tidak adanya peran bulog sebagai pengontrol harga bahan pangan pokok di lokasi penelitian. Petani tidak memiliki alternatif penjualan yang bisa digunakan selain kepada pedagang perantara. Kemudian belum adanya peran aktif dari kelompok tani di daerah penelitian. Hal ini membuat petani tidak memiliki alternatif penjualan hasil panen selain kepada pedagang perantara. Petani tidak memilki kekuatan yang besar untuk mempengaruhi harga panen karena masih berusaha secara individu. Selain itu, petani juga tidak memiliki akses terhadap bantuan pemerintah karena tidak

14 4 adanya kelompok yang mewadahi mereka. Pemerintah tidak mengetahui permasalahan yang dihadapi petani terutama untuk pengembangan padi varietas unggulan lokal yang ada. Mengacu pada uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan mengenai kegiatan tataniaga beras Kuriak Kusuik di Kabupaten Agama berikut: 1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi yang dijalankan oleh setiap lembaga tataniaga yang berperan dalam tataniaga beras di Kabupaten Agam Sumatera Barat? 2. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga beras berdasarkan marjin tataniaga, farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya yang terjadi di Kabupaten Agam? 3. Bagaimana struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi dalam kegiatan tataniaga beras di Kabupaten Agam Sumatera Barat? Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi model saluran tataniaga beras Kuriak Kusuikdi Kabupaten Agam Sumatera Barat serta fungsi yang dijalankan setiap lembaga tersebut. 2. Mengidentifikasi pola yang efisien untuk saluran tataniaga beras Kuriak Kusuikberdasarkan indikator marjin tataniaga, farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya di Kabupaten Agam. 3. Mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar yang terjadi dalam kegiatan tataniaga beras Kuriak Kusuikdi Kabupaten Agam. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan tataniaga beras sehingga tidak merugikan pihak yang terlibat dalam kegiatan tataniaga beras di Kabupaten Agam. Bagi petani diharapkan adanya tulisan ini menjadi referensi untuk melihat bagaimana saluran yang relatif lebih efisien sehingga petani dapat melakukan usaha meningkatkan efisiensi saluran yang dilalui. Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat memotivasi petani terus menanam dan meningkatkan produktivitas padi di kabupaten Agam Sumatera Barat. Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Kajian tataniaga beras ini mencakup integrasi aliran barang dan informasi mulai dari sumber (petani) hingga pengiriman barang ke konsumen akhir. Penelitian difokuskan untuk melihat bagaimana saluran pemasaran yang sudah ada. Penelitian dibatasi pada tataniaga beras dengan varietas Kuriak Kusuik di Kecamatan Tilatang Kamang yang merupakan varietas unggulan lokal di Kabupaten Agam

15 5 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditi Beras merupakan hasil olahan dari produk pertanian yaitu gabah yang berasal dari tanaman padi (Oryza sativa). Pada sub-bab ini akan dijelaskan gambaran umum mengenai padi, beras dan juga keunikan varietas padi yang ditanaman di daerah Kabupaten Agam sumatera Barat. Gambaran Umum Padi Tanaman padi merupakan tanaman pangan utama bagi rakyat Indonesia. Dari tanaman ini akan dihasilkan beras yang merupakan makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia setelah diolah menjadi nasi. Tingginya permintaan beras di Indonesia membuat pemerintah harus memberikan perhatian khusus terhadap ketersediaan komoditi ini. Ketersediaan beras dalam negeri dapat dipenuhi dari hasil budidaya dalam negeri ataupun dari impor beras oleh pemerintah. Tanaman padi (Oryza sativa) memiliki banyak varietas yang ditanam diberbagai negara dengan ciri masing-masing. Berbagai varietas padi ini menghasilkan beras dengan rasa, aroma dan kepulenan yang berbeda. Menurut Siregar (1987), tanaman padi termasuk ke dalam golongan tumbuhan Graminae dengan ciri berupa batang yang tersusun dari beberapa ruas. Setiap varietas padi di dunia tidak ada yang memiliki ciri fisik sama. Namun beberapa varietas memiliki beberapa kesamaan, sehingga dari berbagai varietas yang ada ini, padi secara umum dapat digolongkan menjadi: 1. Golongan indica, yang terdapat di daerah dengan iklim tropis 2. Golongan Yaponica/Sub-Yaponica/Indo-Yaponica, yang terdapat di daerah dengan iklim selain tropis. Seiring dengan berkembangnya teknologi, varietas padi yang ada terus berkembang dan bertambah banyak. Hal ini dapat disebabkan oleh persilangan antar varietas atau rekayasa genetika yang dilakukan oleh peneliti. Saat ini sebagian besar padi yang ditanam oleh petani merupakan varietas baru yang memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi tetuanya. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2008) varietas unggul yang ditanam petani di Indonesia umumnya adalah varietas padi Ciherang, IR 64, Situbagendit, Mekong dan Sinantur. Gambaran umum Beras Beras merupakan hasil olahan dari gabah yang berasal dari tanaman padi. Untuk menjadi beras, gabah tersebut perlu melalui beberapa tahapan. Setelah dipanen, tanaman padi harus dirontokkan malainya sehingga didapatkan gabah kering panen (GKP). Selanjutnya gabah tersebut dijemur hingga kering sehingga dihasilkan gabah kering giling (GKG). Gabah kering giling ini memiliki kadar air 14 % dari kadar air awal sehingga gabah tersebut siap untuk digiling menjadi beras (Deptan, 2012). proses selanjutnya yaitu penggilingan gabah kering giling sehingga caryopsis terlepas dari pericarpus dan lapisan aleuron-nya. Bagian caryopsis itulah yang disebut sebagai beras (Siregar, 1987).

16 6 Beras yang menjadi sumber karbohidrat utama sebagian besar rakyat Indonesia membuat permintaan terhadap komoditi ini sangat tinggi. Tingginya permintaan masyarakat terhadap beras membuat beras menjadi salah satu komoditi yang sangat penting bagi rakyat Indonesia. Menurut Sawit dan Lakollo (2007), beras saat ini tidak hanya merupakan komoditi ekonomi namun juga komoditi sosial politik. Hal ini disebabkan ketersediaan beras dapat mempengaruhi kondisi ekonomi makro, inflasi, ketahanan pangan, pengangguran dan kemiskinan. Karakteristik Beras Kuriak Kususik Petani di daerah Kabupaten Agam Sumatera Barat sebagian besar membudidayakan padi dengan varietas Kuriak Kusuikyang merupakan padi varietas unggul lokal. Padi varietas ini telah diresmikan oleh pemerintah Kabupaten Agam sebagai padi varietas unggul lokal spesifik dan telah diakui oleh tim Pelepasan Varietas di Bogor pada tahun Padi varietas ini merupakan jenis beras pera. Beras varietas memiliki tekstur yang lunak dan akan terpisah setiap bulirnya setelah diolah menjadi nasi. Padi varietas ini berkembang pada beberapa daerah dataran tinggi Sumatera Barat seperti di Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kabupaten Tanah Datar dan Kota Padang Panjang. Namun daerah penghasil utama dari varietas ini adalah Kabupaten Agam. Dari pengujian BPTP Sumatera Barat dan BPSB Sumatera Barat didapatkan hasil 5.32 ton/ha sampai 6.25 ton/ha untuk produktivitas varietas ini. Umur masak varietas ini berkisar hari dengan tinggi tanaman rata-rata cm (Deptan Sumbar, 2012). Penelitian Terdahulu Beberapa judul penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan system tataniaga, diantaranya adalah: Analisis Tataniaga Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali oleh Mahayana (2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahayana menunjukkan ada tiga saluran tataniaga rumput laut yang melibatkan petani, kelompok tani, pedagang pengumpul, agen perantara dan eksportir. Saluran tataniaga pertama melibatkan kelompok tani, agen perantara dan eksportir yang berada di Surabaya. Saluran tataniaga kedua melibatkan petani, pedagang pengumpul A dan eksportir yang ada di Bali. Kemudian saluran tataniaga ketiga melibatkan petani, pedagang pengumpul B dan eksportir yang ada di Bali. Penentuan harga biasanya dikuasai oleh lembaga tataniaga yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Mahayana diketahui bahwa saluran tataniaga yang paling efisien dari ketiga saluran adalah saluran pertama yang melibatkan kelompok tani, pedagang perantara dan eksportir. Hasil analisis marjin tataniaga pada saluran ini didapatkan marjin tataniaga sebesar Rp 1.333,00 per kilogram rumput laut kering dan hasil analisis farmer`s share didapatkan nilai 88,23%. Saluran ini juga mampu menghasilkan rumput laut kering sesuai dengan kualitas yang diharapkan yaitu kadar air 35 persen.

17 Penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tataniaga yaitu Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) oleh Kusumah (2011). Penelitian oleh kusumah dilakukan di dua tempat yaitu di Jawa barat yang merupakan salah satu pemasok beras utama untuk wilayah Indonesia bagian barat dan di Sulawesi Selatan yang merupakan pemasok beras utama untuk wilyah Indonesia bagian timur. Lembaga tataniaga yang diketahui dari hasil penelitian ini yaitu komisioner yang hanya terdapat di daerah Jawa Barat, kemudian tengkulak, pengumpul luar derah, penggilingan, pedagang grosir, pedagang grosir luar daerah, dan pedagang ritel. Penelitian di daerah jawa Barat dilakukan pada Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang yang merupakan daerah sentra beras untuk Jawa Barat. Dari penelitian di Kabupaten Cianjur diketahui ada enam saluran tataniaga beras yang dilalui dari petani sampai kepada konsumen akhir. Saluran tataniaga paling efisien yaitu saluran keenam untuk Kabupaten Cianjur yang melibatkan petani, tengkulak, pedagang grosir, pedagang ritel dan konsumen individu. Pada penelitian di Kabupaten Karawang, diketahui ada sepuluh saluran tataniaga beras. Dari sepuluh saluran yang ada, saluran yang paling efisien yaitu saluran kesepuluh yang melibatkan petani, pedagang grosir, pedagang ritel dan konsumen akhir. Daerah yang menjadi tempat penelitian untuk wilayah Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Wajo. Pada Kabupaten Soppeng diketahui ada tiga belas saluran tataniaga beras yang biasa digunakan dan saluran tataniaga yang paling efisien yaitu saluran kesepuluh yang melibatkan petani, tengkulak, penggilingan, pedagang grosir, pedagang ritel dan konsumen individu. Sedangkan pada Pada Kabupaten Wajo, diketahui ada empat belas saluran tataniaga beras dan saluran yang paling efisien yaitu saluran empat belas dengan pola saluran dari petani, penggilingan, pedagang grosir, pedagang ritel dan konsumen individu. Penelitian selanjutnya mengenai tataniaga yaitu penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Rusastra, Benny Rachman, Sumedi, dan Tahlim Sudaryanto yang berjudul Struktur Pasar dan Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditas Kompetitor Utama. Pada penelitian ini dibahas mengenai tataniaga beras serta beberapa competitor utamanya di pasaran pada beberapa provinsi di Indonesia. Kemudian juga dilihat hubungannya dengan harga pangan impor yang ada di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di tujuh kabupaten yang memiliki pasokan beras cukup besar yaitu Majalengka, Indramayu, Klaten, Kediri, Ngawi, Agam dan Sidrap. Dari hasil identifikasi lembaga tataniaga, diketahui mayoritas lembaga yang berperan pada tujuh kabupaten ini adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang besar kabupaten, padagang besar luar kabupaten, rice milling unit (RMU) dan koperasi. Struktur pasar yang dihadapi pada ketujuh kabupaten tersebut umumnya ada banyak penjual dan pembeli, pembayaran dilakukan sacara tunai dan pentani bebas menjual hasil panennya kepada lembaga yang diinginkan. Petani di Kabupaten Klaten cenderung menjual hasil panen dengan sistem tebas, kemudian petani di Kabupaten Ngawi dan Sidrap cenderung menjual hasil panen dalam bentuk gabah kering panen, petani di Kabupaten Indramayu, Majalengka dan Kediri cenderung menjual hasil panen dalam bentuk gabah kering giling dan petani di Kabupaten Agam cenderung menjual dalam bentuk beras. Marjin tataniaga rata-rata terbesar terdapat di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu yaitu sebesar Rp453/kg beras. Farmer`s share rata-rata pada semua kabupaten yaitu 81.8%. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis efisiensi 7

18 8 tataniaga, hanya melihat seberapa besar marjin, farmer`s share dan bagaimana struktur serta perilaku pasar yang terjadi pada kegiatan tataniaga beras setiap kabupaten. Selanjutnya penelitian yang berhubungan dengan tataniaga yaitu penelitian oleh Aditama tahun 2011 dengan judul Analisis Tataniaga Beras di Desa Keduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Dari penelitian ini diketahui bahwa ada enam saluran tataniaga beras di Desa Keduren dengan lembaga yang berperan di dalamnya yaitu petani, tengkulak, Rice Milling Unit (RMU), pedagang grosir, pedagang ritel dan konsumen akhir. Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga, saluran tataniaga yang paling efisien yaitu saluran 1B dilihat dari marjin tataniaga dan farmer`s share. Saluran 1B melibatkan petani, tengkulak, RMU, pedagang grosir, dan subdivre BLOG. Analisis marjin tataniaga didapatkan marjin sebesar Rp untuk saluran 1B yang merupakan marjin terkecil dari semua saluran. Berdasarkan analisis farmer`s share didapatkan nilai 71 persen untuk saluran 1B. Walaupun dari analisis rasio keuntungan dan biaya, saluran 1B bukanlah saluran dengan rasio keuntungan terbesar namun melihat dari marjin tataniaga dan farmer`s share saluran 1B merupakan saluran yang paling efisien. Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) oleh Ghandi (2008). Penelitian yang dilakukan oleh Ghandi ini menemukan sepuluh saluran tataniaga untuk beras dengan jenis Pandan Wangi di kabupaten Cianjur. Saluran ini tidak hanya memasarkan beras Pandan Wangi murni namun juga beras Pandan Wangi campuran. Lembaga tataniaga yang terlibat pada tataniaga beras Pandan Wangi ini yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pasar swalayan, pedagang pengecer daerah, dan pedagang pengecer luar daerah. Fungsi yang dilakuakn setiap lembaga tataniaga ini mulai dari fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik, dan fungsi pelancar. Saluran tataniaga yang ditemukan yaitu: A. petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer daerah, konsumen. B. petani, pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang pengecer, konsumen C1. petani, pedagang pengumpul, pedagang besar luar daerah, supermarket (Hero), konsumen C2. petani, pedagang pengumpul, pedagang besar luar daerah, Hypermarket (Carefour), konsumen D1. petani, pedagang pengumpul, pedagang besar luar daerah, konsumen (kepala). D2. petani, pedagang pengumpul, pedagang besar luar daerah, konsumen (super). E1 petani, pedagang besar daerah, konsumen (kepala) E2. petani, pedagang besar daerah, konsumen (super) 10A. petani, pedagang besar daerah, pengecer luar daerah, konsumen (kepala). 10B. petani, pedagang besar daerah, pengecer luar daerah, konsumen (super). Berdasarkan hasil analisis margin tataniaga dan farmer`share yang dilakukan untuk mengetahui efisiensi saluran tataniaga, didapatkan hasil yaitu saluran E2 merupakan saluran yang paling efisien untuk saluran tataniaga beras Pandan Wangi jenis super dan saluran E1 merupakan saluran tataniaga paling

19 9 efisien untuk beras Pandan Wangi jenis kepala. Saluran E2 memiliki nilai marjin tataniaga sebesar persen dan nilai farmer`s share sebesar persen. Saluran E1 memiliki marjin tataniaga sebesar persen. Keterkaitan dengan penelitian terdahulu Pada beberapa penelitian terdahulu tentang tataniaga yang dijelaskan pada sub-bab sebelumnya diketahui ada beberapa analisis yang umum digunakan oleh para peneliti. Analisis yang digunakan yaitu analisis mengenai saluran tataniaga beserta lembaga yang berperan didalamnya, analisis struktur pasar yang terbentuk pada setiap lembaga, perilaku para pelaku pasar, serta efisiensi saluran tataniaga yang diukur melalui analisis farmer`s share dan marjin tataniaga. Tabel 3 Penelitian terdahulu No Peneliti Judul Alat analisis 1 Mahayana (2012) 2 Kusumah (2011) 3 I wayan Rusastra dkk 3 Aditama (2011) 4 Ghandi (2008) Analisis Tataniaga Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus Jawa Barat dan Sulawesi Selatan). Struktur Pasar dan Pemasaran Gabah- Beras dan Komoditas Kompetitor Utama Analisis Tataniaga Beras di Desa Keduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur). Analisis fungsi, saluran dan lembaga tataniaga, analisis struktur pasar, perilaku pasar, farmer`s share, marjin tataniaga, rasio keuntungan dan biaya, efisiensi tataniaga. Analisis fungsi, saluran dan lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar, efisiensi tataniaga (biaya, marjin dan farmer`s share). Analisis lembaga dan saluran tataniaga, analisis marjin dan farmer`s share, analisis perilaku dan struktur pasar. Lembaga dan saluran tataniaga, nalisis efisiensi tataniaga (marjin, farmer`s share dan ratio keuntungan dan biaya), analisis struktur pasar, dan perilaku pasar. Analisis pendapatan usahatani, fungsi tataniaga, lembaga dan saluran tataniaga, biaya dan marjin tataniaga, efisiensi tataniaga, struktur pasar. Pada penelitian ini, dilakukan analisis mengenai sistem tataniaga beras di Kabupaten Agam Sumatera Barat. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu terutama pada alat analisis yang digunakan. Analisis yang dilakukan yaitu analisis saluran tataniaga, fungsi setiap lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga, serta analisis efisiensi

20 10 tataniaga berdasarkan farmer`s share, marjin tataniaga dan rasio keuntungan terhadap biaya. Penelitian tentang sistem tataniaga beras sudah cukup banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, namun belum ada penelitian yang dilakukan didaerah Kabupaten Agam dengan varietas kuriak kusuik KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Para ahli yang mendalami tataniaga memiliki pemahaman dan pengertian masing-masing tentang konsep tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987) mengartikan tataniaga sebagai semua kegiatan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik suatu barang pertanian dari tangan produsen kepada konsumen yang juga mencakup kegiatan tertentu yang merubah fisik dari barang untuk memudahkan penyaluran barang tersebut. Pertukaran barang dalam kegiatan tataniaga dapat terjadi dalam lima kondisi yaitu adanya dua pihak dimana kedua pihak memiliki sesuatu yang berharga untuk dipertukarkan. Kemudian kedua pihak mampu berkomunikasi dan melakukan pertukaran, kedua pihak bebas untuk menolak atau menerima tawaran dari pihak lain. Kemudian Asmarantaka (2012) mengatakan tataniaga dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek ilmu ekonomi dan aspek ilmu manajemen. Pengertian dari aspek ilmu ekonomi, tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem fungsi-fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi ini merupakan aktivitas bisnis atau kegiatan produktif dalam mengalirnya produk atau jasa pertanian dari petani sampai konsumen akhir. Pengertian dari aspek ilmu manajemen menyebutkan tataniaga adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya terdapat individu atau kelompok untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Manajemen tataniaga merupakan kajian secara individu dari konsumen sebagai pemakai dan produsen sebagai suatu perusahaan yang melakukan aktivitas bisnis dalam sistem pemasaran. Hanafiah dan Saeffudin (2006) menjelaskan bahwa aktivitas tataniaga erat kaitannya dengan penciptaan atau penambahan nilai guna dari suatu produk baik barang atau jasa, sehingga tataniaga termasuk ke dalam kegiatan yang produktif. Kegunaan yang diciptakan oleh aktivitas tataniaga meliputi kegunaan tempat, kegunaan waktu dan kegunaan kepemilikan. Hammond and Dahl (1975) mengartikan tataniaga pertanian merupakan serangkaian tahapan, fungsi yang diperlukan untuk memperlihatkan pergerakan input atau produk dari tingkat produksi primer (usahatani) hingga konsumen akhir. Hal tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi ataupun hubungan antara lembaga tataniaga yang terlibat. Dari beberapa pendapat ahli yang telah disebutkan, dapat diambil kesimpulan bahwa tataniaga merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memindahkan hak milik dan juga fisik dari suatu komoditi pertanian dari produsen kepada konsumen akhir dengan melibatkan berbagai pihak. Pada

21 11 kegiatan ini tidak tertutup kemungkinan adanya perubahan fisik barang sesuai dengan kebutuhan dari pelaku tataniaga. Kegiatan tataniaga melibatkan banyak pihak untuk bisa menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen akhir. Pihak-pihak yang terlibat biasa disebut dengan lembaga tataniaga. Lembaga-lembaga yang dilalui oleh suatu komoditi juga akan memperlihatkan suatu saluran yang disebut dengan saluran tataniaga. Lembaga dan Saluran Tataniaga Lembaga tataniaga berkaitan dengan pihak yang menjalankan kegiatan tataniaga. Hanafiah dan Saeffudin (2006) menyatakan lembaga tataniaga merupakan badan-badan yang menyelenggarakan fungsi atau kegiatan tataniaga yang membuat barang berpindah dari tangan produsen kepada konsumen. Asmarantaka (2012) menyatakan lembaga tataniaga adalah berbagai organisasi bisnis atau kelompok bisnis yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Sementara itu, Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan lembaga tataniaga adalah suatu badan yang melaksanakan kegiatan tataniaga atau pemasaran. Limbong dan Sitorus juga membagi lembaga tataniaga berdasarkan fungsi dan penguasaan terhadap barang. Lembaga tataniaga menurut fungsinya terbagi menjadi tiga. Pertama lembaga fisik, yaitu lembaga tataniaga yang mejalankan fungsi fisik seperti penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan. Kemudian lembaga perantara yang melakukan fungsi-fungsi pertukaran seperti grosir dan pengecer. Terakhir lembaga fasilitas yang menjalankan fungsi fasilitas tataniaga seperti informasi pasar, lembaga perkreditan dan KUD. Lembaga tataniaga juga dibagi berdasarkan penguasaan terhadap barang. Pertama, lembaga yang memiliki dan menguasai barang, lembaga ini seperti pedagang pengumpul, grosir, pengecer dan eksportir. Kedua, lembaga yang tidak memiliki barang tetapi menguasai barang, lembaga ini seperti pedagang perantara, broker dan tempat pelelangan. Terakhir lembaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, lembaga ini biasanya menjalankan fungsi fasilitas seperti penggudangan dan pengangkutan. Tataniaga merupakan suatu aktivitas pemasaran yang bertujuan untuk menyampaikan produk dari tangan produsen kepada konsumen. Kegiatan ini melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang akan membentuk sebuah saluran tataniaga. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) saluran tataniaga merupakan himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak suatu barang tertentu sehingga berpindah dari tangan produsen kepada konsumen. Kegiatan tataniaga setiap produk memiliki struktur saluran tataniaga yang berbeda dan melalui lembaga tataniaga yang berbeda pula. Produsen dapat memilih lembaga tataniaga mana yang akan mereka gunakan untuk menyampaikan produk mereka ke tangan konsumen. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan produsen dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu: 1. Pertimbangan pasar, meliputi konsumen dari produk yang dihasilkan, seberapa besar pembeli potensial, jumlah pesanan dan kebiasaan konsumen dalam membeli.

22 12 2. Pertimbangan barang, meliputi harga per unit barang, bobot dan ukuran barang, sifat teknis barang tersebut, barang tersebut merupakan pesanan atau barang standar, mudah hancur atau tidak. 3. Pertimbangan perusahaan, meliputi permodalan, manajemen, pengawasan dalam penyaluran dan pelayanan yang diberikan pada konsumen. 4. Pertimbangan pada lembaga perantara, meliputi kegunaan perantara, pelayanan, sikap dari perantara, volume penjualan dan biaya dari menggunakan perantara. Suatu produk dapat melalui saluran tataniaga yang panjang dan juga pendek, hal ini tergantung kepada beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut Hanafiah dan Saeffudin (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya saluran tataniaga: 1. Jarak produsen dan konsumen. Semakin dekat jarak produsen kepada konsumen maka saluran yang dilalui juga akan semakin pendek. 2. Cepat tidaknya kerusakan produk. Produk yang cepat rusak seperti produk pertanian tidak bisa melalui saluran tataniaga yang panjang. Produk ini harus melalui saluran yang cukup pendek. 3. Skala produksi 4. Keadaan keuangan pengusaha. Dari pendapat beberapa ahli yang mendefinisikan lembaga dan fungsi tataniaga, dapat disimpulkan bahwa lembaga tataniaga merupakan badan atau pihak-pihak yang melaksanakan kegiatan tataniaga sehingga suatu barang dapat disalurkan dari produsen kepada konsumen. Kemudian saluran tataniaga merupakan kumpulan dari lembaga tataniaga yang membantu pengalihan hak suatu barang sehingga barang tersebut dapat berpindah dari tangan produsen sampai kepada konsumen akhir. Saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu komoditi pertanian dapat dikatakan efisien apabila setiap lembaga yang berperan di dalam saluran tataniaga mendapatkan bagian sesuai dengan fungsi yang dilakukannya. efisiennya suatu lembaga tataniaga dapat dilihat dengan indikator efisiensi tataniaga yang terdiri dari marjin tataniaga, farmer`s share dan rasio keuntungan dan biaya. Efisiensi Tataniaga 1 Efisiensi Tataniaga Kohls (2002) mendefinisikan efisiensi tataniaga sebagai usaha untuk meningkatkan rasio output-input. Nilai output tataniaga merupakan penilaian dari konsumen terhadap barang dan jasa yang dikonsumsinya, sedangkan nilai input adalah semua biaya pemasaran yang timbul karena adanya sistem tataniaga dari petani sampai konsumen akhir. Berdasarkan definisi di atas dapat diartikan semakin besar rasio output terhadap input semakin efisien suatu saluran tataniaga. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi tingkat output secara nyata akan memperbaiki efisiensi. Namun perubahan yang mengurangi input (biaya) juga akan mengurangi output (kepuasan konsumen) sehingga mengurangi efisiensi. Ada dua cara untuk meningkatkan efisiensi tataniaga yang sering dilakukan pada komoditi pertanian, yaitu : meningkatkan produktivitas dengan input tetap dan efisiensi input dengan output tetap. Menurut Mubyarto (1994) efisiensi tataniaga akan tercapai apabila:

23 13 1. Mampu menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya. 2. Mampu mengadakan pembagian marjin yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut. Dari dua definisi tataniaga yang diberikan oleh Mubyarto, dapat diperoleh konsep dasar mengenai efisiensi tataniaga. Konsep efisiensi yang pertama yaitu efisiensi tataniaga dapat tercapai apabila kegiatan tataniaga dapat dilakukan dengan menggunakan biaya atau marjin yang semurah-murahnya, sehingga biaya yang dikeluarkan oleh konsumen akhir tidak terlalu besar dan memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh dengan harga yang diterima oleh produsen. Konsep efisiensi yang kedua yaitu efisiensi tataniaga dapat tercapai apabila setiap lembaga tataniaga yang berperan dalam kegiatan tataniaga mendapatkan pembagian marjin yang adil sesuai dengan fungsi yang dilakukan dan juga skala usaha dari lembaga tataniaga tersebut. Idealnya suatu lembaga yang semakin dekat dengan konsumen akhir mendapatkan marjin yang lebih besar karena skala usaha dari lembaga tersebut umumnya juga semakin kecil, contohnya pedagang pengecer. Dari kedua konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa efisiensi tataniaga dapat tercapai apabila dapat menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen dengan marjin yang serendah-rendahnya namun juga memperhatikan keadilan dalam perolehan marjin setiap lembaga tataniaga yang terlibat di dalamnya. Asmarantaka (2012) mengatakan indikator efisiensi pemasaran dapat dikelompokan menjadi dua yaitu efisiesnsi operasional dan efisiensi harga. 1. Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan rasio output-input pemasaran. Analisis yang sering digunakan dalam menentukan efisiensi operasional adalah marjin tataniaga dan farmer`s share. 2. Efisiensi harga menekankan kepada alokasi sumberdaya pertanian 2 Konsep Marjin Tataniaga Pengertian marjin tataniaga sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga tataniaga di dalam sistem tataniaga. Pengertian marjin tataniaga ini sering digunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani gap antara pasar di tingkat petani (farmer) dengan pasar di tingkat eceran (retailer). Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen pada waktu, bentuk dan tempat yang diminta disebut biaya tataniaga. Biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga tataniaga dalam proses penyaluran suatu komoditi tergantung dari fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Perbedaan fungsi-fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai konsumen akhir. Kohls dan Uhls (2002) mendefinisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Kemudian Tomex dan Robinson (1990) memberikan dua alternatif definisi dari marjin tataniaga yaitu: (1) perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen (petani); (2) harga dari kumpulan jasa tataniaga sebagai hasil dari permintaan dan penyediaan jasa tersebut. Selanjutnya Limbong

24 14 dan Sitorus (1987) memberikan definisi marjin tataniaga yaitu nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga mulai dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Marjin tataniaga terbagi menjadi dua bagian yaitu cost marjin dan profit marjin. Cost marjin yaitu biaya yang diperlukan oleh setiap lembaga tataniaga untuk melakukan kegiatan tataniaga. Profit marjin adalah balas jasa dari penggunaan sumberdaya (capital, fisik maupun manusia) dan biaya imbangan (opportunity cost) dari kesempatan terbaik. Dari beberapa pengertian marjin tataniaga yang dikemukakan oleh beberapa pakar tataniaga maka dapat disimpulkan bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen akibat adanya jasa-jasa yang diberikan selama penyampaian barang dari tangan produsen kepada konsumen. Jasa-jasa ini diberikan oleh setiap lembaga tataniaga yang berperan dalam penyampaian barang dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Konsep marjin tataniaga dapat dilihat pada Gambar 1. p Sr Pr Sf Pf Dr Df Qr,f Q Gambar 1 Hubungan Antara Fungsi-fungsi Pertama dan Turunan terhadap Marjin Tataniaga dan Nilai Tataniaga Sumber: Limbong dan Sitorus, 1987 Keterangan : Pr = Harga tingkat pengecer Pf = Harga tingkat petani Sr = Penawaran tingkat pengecer Sf = Penawaran tingkat petani Dr = Permintaan tingkat pengecer Df = Permintaan tingkat petani Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer Pada Gambar 1, besarnya marjin tataniaga diartikan sebagai perkalian dari perbedaan harga yang diterima petani dan harga yang dibayar oleh konsumen dengan jumlah produk yang dipasarkan.

25 15 Rendahnya margin tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Indikator lain yang berguna untuk mengukur efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani terhadap harga yang dibayar konsumen akhir atau farmer`s share. Farmer s Share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). 3 Konsep Farmer`s Share Farmer s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Kohls dan Uhls di dalam Asmarantaka (2012) mendefinisikan farmer s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya. Nilai farmer s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen dan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Saluran tataniaga yang efisien adalah saluran tataniaga yang memiliki nilai farmer`s share terbesar dibandingkan dengan saluran tataniaga yang ada. Semakin besar nilai farmer`s share mengindikasikan kepuasan petani sebagai produsen. 4 Konsep Rasio Keuntungan terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga menunjukkan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan aktivitas tataniaga. Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa dalam pengukuran efisiensi operasional salah satu indikator yang dapat digunakan adalah menggunakan rasio antara keuntungan terhadap biaya tataniaga. Hal ini disebabkan keuntungan merupakan opportunity cost dari biaya. Efisiensi suatu saluran tataniaga dapat dilihat dari beberapa indikator yang telah dijelaskan yaitu marjin tataniaga, farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Indikator-indikator tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu fungsi tataniaga, struktur pasar yang dilalui oleh komoditi tersebut dan perilaku pasar. Beberapa hal ini akan sangat mempengaruhi efisiensi dari saluran tataniaga. Konsep Fungsi Tataniaga Semua lembaga tataniaga pasti melakukan fungsi tataniaga untuk menciptakan nilai tambah dari suatu komoditi pertanian. Kohl dan Uhl menjelaskan fungsi tataniaga merupakan berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga untuk menambah nilai dari suatu komoditi. Fungsi yang dilakukan dapat berupa fungsi fisik, fungsi pertukaran, atau fungsi sebagai pemberi fasilitas pada kegiatan tataniaga.fungsi tataniaga dapat digolongkan dalam tiga fungsi utama (Asmarantaka, 2012; Kohls dan Uhl, 2002) yang terdiri dari: 1. Fungsi pertukaran (exchange function) a Fungsi pertukaran merupakan aktivitas perpindahan hak milik barang/jasa yang terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. b Fungsi pembelian merupakan fungsi yang mengalihkan barang dari penjual kepada pembeli dengan harga yang memuaskan.

26 16 c Fungsi pembelian merupakan fungsi mengalihkan barang kepada pembeli dengan tingkat harga tertentu. 2. Fungsi fisik (physical function) a Fungsi fisik merupakan aktivitas penanganan, pergerakan dan perubahan fisik dari produk atau jasa serta turunannya. Fungsi ini meliputi fungsi penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan. Pada aktivitas ini terdapat pula fungsi pabrikan dan fungsi pengemasan. b Fungsi penyimpanan berarti menahan barang-barang dalam jangka waktu tertentu dari saat barang dihasilkan sampai kepada barang akan dijual. Fungsi ini dapat mengatasi masalah perbedaan waktu yang dihadapi antara kebutuhan konsumen dengan produsen dengan menjaga bentuk barang sesuai dengan kebutuhan. c Fungsi pengangkutan yaitu mengangkut barang-barang yang akan dijual dari tempat barang tersebut diproduksi sampai kepada tempat barang tersebut dibutuhkan untuk dijual. Fungsi ini mengatasi masalah tempat dan jarak antara produsen dengan konsumen. d Fungsi pengolahan merupakan fungsi yang mengubah bentuk dari suatu barang/komoditi menjadi suatu bentuk yang memiliki nilai yang lebih besar bagi konsumen. Fungsi ini berguna untuk meningkatkan kualitas barang dengan mengubah bentuk fisik barang tersebut. 3. Fungsi fasilitas (facilitating functions) a Fungsi fasilitas merupakan fungsi yang memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Aktifitasnya tidak langsung dalam sistem pemasaran tetapi memperlancar dalam proses fungsi pertukaran. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi keuangan/pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar. b Fungsi standarisasi adalah fungsi yang menentukan mutu suatu barang dengan standar tertentu dan mendeskripsikannya kepada konsumen secara jelas. Standarisasi dari suatu produk membuat nilai produk tersebut berbeda dimata konsumen. c Fungsi keuangan/pembiayaan merupakan fungsi penyediaan dana bagi kegiatan produksi dan kegiatan tataniaga dari suatu produk. d Fungsi penanggungan risiko diartikan sebagai fungsi yang menanggung semua risiko kerugian pada saat proses pembelian dan penjualan. Risiko yang umumnya dihadapi oleh produk pertanian yaitu risiko kerusakan produk dan risiko fluktuasi harga. e Fungsi informasi pasar merupakan fungsi yang berupaya untuk menyebarluaskan informasi pasar berupa harga, kuota, persediaan, dan berbagai informasi lainnya yang dapat mempengaruhi proses pembelian dan penjualan dari suatu produk. Konsep Struktur Pasar Struktur pasar dibentuk oleh lembaga-lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan tataniaga pada suatu pasar. Mekanisme dalam menyalurkan barang oleh lembaga tataniaga akan menjadi dasar yang membentuk struktur pasar. Struktur pasar dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk dan institusi (lembaga)

27 17 yang terlibat pada suatu pasar dimana keduanya saling mempengaruhi terhadap perilaku pasar dan keragaan pasar. Menurut Asmarantaka (2012), struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Asmarantaka (2012) mengatakan ada empat sifat dari struktur pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan pasar, yaitu jumlah atau ukuran suatu perusahaan, keadaan produk di pasar, akses untuk keluar masuk pasar dan tingkat informasi yang dimiliki oleh setiap partisipan pasar. Secara garis besar struktur pasar dibagi ke dalam dua kelompok, pasar persaingan sempurna dan pasar tidak bersaing (monopoli). Jenis pasar lainnya merupakan jenis pasar diantara kedua pasar tersebut seperti pasar persaingan monopolistik, oligopoli dan duopoli. Struktur pasar monopoli atau monopsoni merupakan struktur pasar yang tidak diinginkan oleh masyarkat, oleh karena itu perlu adanya efisiensi dalam pemasaran suatu produk. Supaya efisiensi yang diinginkan tercapai, perlu adanya kompetisi yang sehat antar perusahaan dalam suatu industri. Kompetisi yang sehat dapat mengekang profit suatu perusahaan untuk kepentingan publik atau konsumen. Kompetisi yang sehat memerlukan beberapa kebebasan baik dari pihak konsumen maupun produsen, kebebasan tersebut antara lain kebebasan konsumen untuk memilih, kebebasan perusahaan mengembangkan produk, kebebasan keluar masuk industri, kebebasan petani membuat keputusan produksi, dan kebebasan tawar-menawar antara pembeli dan penjual (Asmarantaka, 2012). Tabel 4 menggambarkan struktur pasar yang ada menurut Dahl dan Hammond (1977) beserta karakteristik masing-masing pasar. Tabel 4 Struktur pasar Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Perusahaan Sifat Produk Dari Sisi Penjual Dari Sisi Pembeli Banyak Homogen Persaingan sempurna Persaingan sempurna Banyak Diferensiasi Persaingan Persaingan monopolistik monopsonistik Sedikit Standardisasi Oligopoli murni Oligopsoni murni Sedikit Diferensiasi Oligopoli diferensiasi Oligopsoni diferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber: Dahl dan Hammond, 1977 Konsep Perilaku Pasar Asmarantaka (2012) mengatakan bahwa perilaku pasar atau market conduct merupakan perilaku partisipan pasar (pembeli dan penjual) baik strategi ataupun reaksi dalam hubungan kompetitif atau negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran dalam struktur pasar tertentu. Perilaku pasar dapat berupa praktek penentuan harga, persaingan bukan harga, praktik advertensi, dan penambahan pangsa pasar. Gonarsyah (1996/1997) di dalam asmarantaka (2012) mengatakan ada tiga cara mengenal perilaku pasar yaitu dari cara penentuan harga dan level output, cara promosi produk dan exclusivenary

28 18 tactics. Struktur pasar yang berbeda akan memiliki perilaku pasar yang berbeda, hal ini dikarenakan jumlah penjual dan pembeli yang tidak sama pada setiap struktur pasar. Perilaku pasar dapat diartikan juga sebagai suatu bentuk strategi yang digunakan oleh suatu lembaga tataniaga dalam menghadapi struktur pasar yang akan dimasuki. Strategi yang akan digunakan meliputi pembelian, penjualan, penetapan harga dan kerjasama antar lembaga tataniaga dalam pasar. Semua pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar yang akan dimasuki untuk dapat menentukan strategi yang akan digunakan (Dahl dan Hammond, 1977). Berdasarkan pendapat beberapa pakar yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan perilaku pasar adalah perilaku dari semua pihak yang berkontribusi di dalam pasar baik pembeli maupun penjual. Perilaku ini diperlihatkan melalui berbagai strategi yang digunakan oleh penjual dan pembeli untuk menghadapi persaingan pasar. Kerangka Berfikir Kontribusi Lembaga Tataniaga Terhadap Efisiensi Tataniaga Lembaga tataniaga dapat diartikan sebagai pihak yang berperan dalam penyampaian barang dari produsen kepada konsumen. Lembaga ini dapat berupa individu, kelompok atau suatu badan usaha. Setiap lembaga tataniaga memiliki peran masing-masing dan dapat mempengaruhi efisiensi tataniaga suatu komoditi. Jumlah lembaga tataniaga yang dilewati suatu barang akan mempengaruhi harga barang tersebut pada saat sampai kepada konsumen akhir. Semakin panjang lembaga tataniaga yang dilalui suatu barang, maka harga barang tersebut pada saat sampai kepada konsumen akhir akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan adanya marjin atau selisih yang diberikan oleh setiap lembaga yang dilalui karena fungsi yang dijalankan setiap lembaga. Rantai tataniaga yang efisien adalah rantai yang tidak terlalu banyak melewati lembaga tataniaga, semakin sedikit lembaga tataniaga yang dilalui maka marjin tataniaga yang diberikan akan semakin kecil. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa semakin sedikit lembaga tataniaga yang dilalui oleh suatu komoditi, maka semakin efisien rantai tataniaga tersebut karena biaya tataniaga semakin murah. Kontribusi Saluran Tataniaga Terhadap Efisiensi Tataniaga Penyaluran suatu produk pertanian yang melibatkan beberapa lembaga tataniaga akan membentuk suatu saluran tataniaga. Saluran tataniaga dapat diartikan sebagai kumpulan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak suatu barang tertentu sehingga berpindah dari tangan produsen kepada konsumen. Apabila suatu saluran cukup panjang, maka banyak lembaga tataniaga yang berada di dalamnya, hal ini akan memperbesar biaya tataniaga yang diperlukan untuk menyampaikan barang kepada konsumen akhir karena setiap lembaga tataniaga yang terlibat akan mengambil marjin dari fungsi yang mereka lakukan. Oleh karena itu perlu adanya penelusuran terhadap semua saluran tataniaga yang dapat dilalui oleh suatu komoditi untuk mengetahui saluran mana yang lebih efisien untuk digunakan. Efisiensi tataniaga akan tercapai apabila saluran yang dilewati oleh suatu produk sederhana atau singkat. Semakin singkat atau sederhana saluran tataniaga yang

29 19 dilewati suatu komoditi maka saluran tataniaga tersebut semakin efisien karena marjin tataniaga pada saluran tersebut semakin kecil sehingga harga yang diterima konsumen akhir semakin murah. Kontribusi Fungsi Tataniaga Terhadap Efisiensi Tataniaga Setiap lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga memiliki fungsi masing-masing dalam kegiatannya menyampaikan produk dari tangan produsen kepada konsumen. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi tataniaga untuk memberikan nilai tambah pada suatu produk sehingga nilai jual produk tersebut diharapkan dapat meningkat. Efisiensi tataniaga akan tercapai apabila lembaga tataniaga mengambil marjin sesuai dengan banyaknya fungsi yang dilakukannya dalam proses tataniaga. Apabila suatu lembaga melakukan banyak fungsi sekaligus, maka marjin yang didapatkan bisa semakin besar. Dari penjelasan yang ada dapat dipahami bahwa semakin banyak fungsi tataniaga yang dilakukan dalam memasarkan suatu komoditi, maka semakin efisien suatu saluran tataniaga. Kontribusi Marjin Tataniaga Terhadap Efisiensi Tataniaga Besar atau kecilnya marjin tataniaga tidak dapat menjadi satu-satunya ukuran dalam melihat efisiensi suatu saluran tataniaga. Penyebaran marjin yang adil pada semua lembaga tataniaga dapat menjadi ukuran dalam menilai efisiensi suatu saluran tataniaga dengan komoditi yang sama. Selain penyebaran marjin, banyaknya fungsi yang dilakukan oleh suatu lembaga juga harus diperhatikan dalam menilai efisiensi. Lembaga yang melakukan banyak fungsi tataniaga sekaligus akan memiliki marjin tataniaga yang lebih besar dibandingkan dengan lembaga yang hanya menjalankan sedikit fungsi tataniaga. Besarnya marjin tataniaga yang diambil oleh suatu lembaga juga harus menyesuaikan dengan skala usaha dari lembaga tersebut, idealnya apabila suatu lembaga tataniaga memiliki skala usaha yang besar maka marjin yang diambil juga semakin kecil hal ini menunjukkan keadilan dalam penyebaran marjin tataniaga. Saluran tataniaga yang efisien adalah saluran tataniaga yang paling kecil mengambil marjin tataniaga. Semakin kecil marjin yang diambil oleh setiap lembaga tataniaga maka semakin efisien saluran tataniaga tersebut. Kontribusi Farmer`s share Terhadap Efisiensi Tataniaga Farmer`s share merupakan gambaran bagian yang didapat petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Apabila nilai farmer`s share semakin besar berarti bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen semakin besar. Untuk melihat efisiensi dengan menggunakan farmer`s share sebagai acuan perlu dibandingkan dari beberapa saluran tataniaga. Saluran tataniaga yang memiliki farmer`s share tertinggi merupakan saluran tataniaga yang lebih efisien karena petani mendapatkan bagian yang lebih besar pada saluran tersebut dibandingkan dengan saluran lain. Semakin tinggi nilai farmer`s share maka semakin efisien saluran tataniaga tersebut.

30 20 Kontribusi Struktur Pasar Terhadap Efisiensi Tataniaga Struktur pasar dapat diartikan sebagai karakteristik dari barang dan berbagai pihak yang terlibat kegiatan tataniaga pada suatu pasar akibat adanya permintaan dan penawaran pada pasar tersebut. Secara normatif struktur pasar yang efisien adalah pasar dengan struktur persaingan sempurna. Pada pasar persaingan sempurna terdapat banyak penjual dan juga pembeli, produk yang dijual relatif homogen sehingga penjual maupun pembeli tidak dapat mempengaruhi harga pasar dengan mudah. Kemudian pada pasar persaingan sempurna penjual dan pembeli bebas untuk keluar masuk pasar, informasi pasar juga mudah untuk didapatkan serta mobilitas barang yang ada di pasar juga berjalan lancar. Pada pasar dengan struktur seperti ini biaya untuk kegiatan tataniaga yang dikeluarkan akan menjadi efisien karena harga yang terbentuk merupakan harga keseimbangan pasar. Namun pada realitanya tidak ditemukan pasar dengan struktur seperti ini. Dari penjelasan yang diberikan dapat disimpulkan bahwa efisiensi tataniaga dapat dicapai pada pasar dengan struktur yang mendekati pasar persaingan sempurna dimana banyak penjual dan pembeli dengan barang yang relatif homogen. Kontribusi Perilaku Pasar Terhadap Efisiensi Tataniaga Perilaku pasar merupakan perilaku dari semua pihak yang berkotribusi di dalam pasar yang diperlihatkan melalui berbagai strategi untuk menghadapi persaingan pasar. Perilaku pasar ini terbentuk karena struktur pasar yang berlaku. Perilaku pasar dapat dianalisis melalui praktek jual beli yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga mulai dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Kemudian hal lain yang perlu diperhatikan dalam analisis perilaku pasar yaitu bagaimana sistem penentuan harga, sistem pembayaran yang berlaku dan juga kerjasama antar lembaga tataniaga. Efisiensi pada perilaku pasar akan terjadi apabila semua faktor yang mempengaruhi perilaku pasar berjalan dengan baik dan normal. Apabila semua faktor ini berjalan dengan baik maka tidak ada hambatan untuk menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keuntungan yang diterima oleh semua pihak yang berkontribusi dalam sistem tataniaga. Semakin baik perilaku pasar yang terjadi dalam kegiatan tataniaga suatu komoditi maka akan semakin efisien sistem tataniaga komoditi tersebut. Kerangka Pemikiran Operasional Beras merupakan makanan pokok utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk yang cukup besar beberapa tahun kebelakang membuat permintaan terhadap beras meningkat cukup besar setiap tahunnya. Kebutuhan akan beras ini tidak hanya bisa dipenuhi dengan meningkatkan produksi beras, tetapi juga harus memperhatikan aspek tataniaga yang adil dan menguntungkan bagi produsen, konsumen dan lembaga tataniaga lain yang berperan dalam pemasaran beras. Perbedaan yang terlalu besar antara harga jual petani dengan harga beli di tingkat konsumen akhir mengindikasikan adanya inefisiensi dalam kegiatan tataniaga beras di Kabupaten Agam Sumatera Barat.

31 Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sistem tataniaga beras varietas Kuriak Kusuik yang ada di Kabupaten Agam Sumatera Barat mulai dari petani, lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran, sampai kepada lembagalembaga penunjang yang berperan dalam tataniaga beras ini. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi saluran tataniaga, lembaga yang berperan didalamnya, fungsi yang dilakukan, struktur dan perilaku pasar. Kemudian dilakukan analisis kualitatif mengenai saluran, lembaga-lembaga tataniaga yang berperan serta fungsi yang dilakukan setiap lembaga. Selain itu dugunakan juga analisis kuantitatif untuk menganalisis efisiensi saluran tataniaga dengan menggunakan analisis majin tataniaga, analisis farmer`s share dan analisis rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis marjin tataniaga dilakukan dengan cara menghitung selisih dari harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen. Analisis farmer s share dilakukan dengan cara membandingkan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dan dinyatakan dalam bentuk presentase. Kemudian rasio keuntungan terhadap biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga. Dari semua analisis tersebut, akan dilihat saluran mana yang memiliki efisiensi paling tinggi. Sistem tataniaga yang efisien akan memiliki marjin tataniaga paling rendah dan mampu mendistribusikan keuntungan secara adil kepada setiap lembaga tataniaga yang berperan dalam kegiatan tataniaga. Dilihat dari nilai farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya, saluran tataniaga yang lebih efisien akan memiliki nilai farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih tinggi. Sistem tataniaga yang efisien akan mampu meningkatkan pendapatan petani tanpa mengabaikan kepuasan konsumen yang dituju serta kepuasan semua lembaga tataniaga yang terlibat. Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 21

32 22 Permintaan beras Kuriak Kusuik yang tinggi dari dalam dan luar daerah Sumatera Barat Perbedaan harga jual gabah di tingkat produsen dan harga beli beras di tingkat konsumen akhir yang besar Analisis tataniaga beras kuruiak kusuik Analisis Kualitatif 1. Analisis lembaga dan saluran tataniaga 2. Analisis fungsi tataniaga 3. Analisis struktuf dan perilaku pasar Analisis Kuantitatif 1. Analisis marjin tataniaga 2. Analisis faremr`s share 3. Analisis rasio keuntungan terhadap biaya Efisiensi tataniaga beras kuriak kususik Rekomendasi saluran tataniaga beras kuriak kususik yang relatif lebih efisien di lokasi penelitian Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tilatang Kamang berada di daerah Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan Tilatang Kamang juga merupakan daerah sentra penghasil padi dengan varietas Kuriak Kusuik di wilayah kabupaten Agam. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dari beberapa sumber. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara kepada petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir dan pedagang pengencer. Petani yang diwawancarai berjumlah 40 orang dan membudidayakan padi dengan varietas kuriak kusuik. Data yang dibutuhkan adalah luas areal tanam, tingkat

33 23 produktivitas, konsumsi, penawaran, data harga dan saluran pemasaran dalam pasar lokal. Data lain yang diperlukan untuk penelitian ini yaitu data sekunder diperoleh dari berbagai instansi pemerintah diantaranya Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura serta Badan Pusat Statistik (BPS). Data pelengkap lainnya diperoleh melalui penelusuran internet, hasil penelitian terdahulu, artikel pada surat kabar, majalah, buku-buku serta literatur lainnya. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Data untuk analisis lembaga dan saluran tataniaga, data yang dibutuhkan meliputi: A. Data pada tingkat produsen (petani), meliputi: a. Karakteristik petani: nama, umur, pendidikan dan pengalaman bertani. b. Gambaran umum usahatani : luas lahan, jumlah produksi, luas panen, dan peralatan yang digunakan. c. Cara penjualan produk. d. Tujuan penjualan produk. B. Data pada tingkat pengumpul, meliputi: a. Karakteristik pedagang: nama, umur, pendidikan dan pengalaman berdagang. b. Jumlah pembelian produk: sumber, jumlah, harga beli dan frekuensi pembelian. c. Tujuan penjualan produk. d. Volume penjualan dan harga jual. C. Data pada tingkat pedagang besar, meliputi: a. Karakteristik pedagang: nama, umur, pendidikan dan pengalaman berdagang. b. Jumlah pembelian produk: sumber, jumlah, harga beli dan frekuensi pembelian. c. Tujuan penjualan. d. Volume penjualan dan harga jual. D. Data pada tingkat pedagang pengecer, yaitu: a. Karakteristik pedagang: nama, umur, pendidikan dan pengalaman berdagang. b. Jumlah pembelian produk: sumber, jumlah, harga beli dan frekuensi pembelian. c. Tujuan penjualan produk. d. Volume penjualan dan harga jual. 2. Data untuk menganalisis fungsi tataniaga, dianalisis berdasarkan fungsifungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran. Data yang dibutuhkan meliputi: A. Fungsi pertukaran a Petani 1) Volume atau jumlah penjualan kepada pedagang. 2) Frekuensi penjualan. 3) Proses penjualan. b Pedagang pengumpul, pedagang besar dan pengecer 1) Volume atau jumlah pembelian dari petani atau pedagang lain.

34 24 B. Fungsi fisik a 2) Frekuensi pembelian. 3) Volume atau jumlah penjualan kepada pedagang selanjutnya atau konsumen akhir. 4) Frekuensi penjualan. 5) Proses penjualan. Petani 1) Jumlah produk yang disimpan. 2) Lokasi penyimpanan. 3) Lamanya waktu penyimpanan. 4) Biaya penyimpanan. 5) Biaya transportasi atau pengangkutan. b Pedagang pengumpul, pedagang besar dan pengecer 1) Jumlah produk yang disimpan. 2) Lokasi penyimpanan produk. 3) Lamanya waktu penyimpanan. 4) Biaya penyimpanan. 5) Biaya transportasi atau pengangkutan. 6) Alat transportasi yang digunakan. 7) Biaya pengolahan. 8) Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengolahan. C. Fungsi fasilitas a Petani 1) Proses penyortiran dan grading. 2) Jumlah yang disortir. 3) Kualifikasi produk yang dipilih. 4) Pembiayaan usahatani (persiapan lahan sampai panen) 5) Biaya pengangkutan. 6) Biaya penyimpanan. 7) Biaya penyusutan. 8) Risiko yang ditanggung petani. 9) Sumber informasi pasar. 10) Cara memperoleh informasi pasar. b Pedagang pengumpul, pedagang besar dan pengecer 1) Proses penyortiran dan grading. 2) Biaya-biaya yang dikeluarkan: pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, biaya bongkar muat, penyusutan, biaya tenaga kerja dan lain-lain. 3) Risiko usaha yang ditanggung pedagang. 4) Cara memperoleh informasi pasar. 3. Data untuk menganalisis struktur pasar, data yang dibutuhkan meliputi: A. Jumlah pelaku yang terlibat (jumlah pembeli dan penjual). B. Keragaan produk. C. Hambatan keluar masuk pasar: 1) Hambatan yang dialami petani. 2) Hambatan yang dialami pedagang pengumpul. 3) Hambatan yang dialami pedagang besar. 4) Hambatan yang dialami pedagang pengecer.

35 25 5) Modal yang diperlukan oleh masing-masing lembaga tataniaga. 6) Jumlah pesaing di pasar. D. Informasi pasar 1) Sumber informasi pasar atau harga. 2) Cara memperoleh informasi harga ditingkat petani dan pedagang. 3) Sarana informasi yang digunakan. 4. Data untuk menganalisis perilaku pasar, data yang dibutuhkan meliputi: A. Praktek pembelian dan penjualan antar lembaga-lembaga tataniaga, sistem penentuan harga. B. Cara pembayaran dari pedagang ke petani. C. Cara pembayaran harga di antara lembaga pemasaran. D. Praktek kerjasama antar lembaga pemasaran. 5. Data untuk menganalisis marjin tataniaga dan farmer`s share, data yang dibutuhkan meliputi: A. Harga jual dari petani. B. Harga beli dari pedagang pengumpul. C. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul. D. Keuntungan pedagang pengumpul. E. Harga jual dari pedagang pengumpul. F. Harga beli dari pedagang besar. G. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang besar. H. Keuntungan pedagang besar. I. Harga jual dari pedagang besar. J. Harga beli dari pedagang pengecer. K. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer. L. Keuntungan pedagang pengecer. M. Harga jual dari pedagang pengecer ke konsumen. 6. Data untuk menganalisis keterpaduan pasar yang terjadi, data yang diperlukan yaitu: Data serial waktu (time series) berupa daftar harga bulanan beras ditingkat pedagang besar. 7. Data untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian, data yang dibutuhkan meliputi: A. Kondisi geografis daerah penelitian. B. Tataguna lahan. C. Kelembagaan yang ada di Kabupaten Agam. D. Data kependudukan meliputi: komposisi jumlah penduduk berdasarkan usia dan mata pencaharian, serta keadaan sosial di masyarakat. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan dan wawancara langsung yang dilakukan secara sengaja (purposive) kepada petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir dan pedagang pengencer. Penentuan responden dilakukan berdasarkan keterlibatannya secara langsung dalam kegiatan tataniaga maupun lembaga-lembaga tataniaga yang mendukung.

36 26 Responden pelaku pasar terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pasar induk, dan pedagang pengecer yang diambil berdasarkan penelusuran jumlah yang ada di lapangan. Untuk melakukan analisis tataniaga, dipilih petani responden sebagai sampel dengan cara sengaja (purposive) dari petani-petani yang ada di lapangan, sedangkan untuk lembaga-lembaga pemasaran lainnya terlebih dahulu ditelusuri dari arus barang dari produsen ke konsumen akhir. Kemudian dari penelusuran ini akan diketahui lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam proses tataniaga beras tersebut. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metede purposive sampling. Sampel yang diambil disesuaikan dengan tujuan penelitian. Daerah yang menjadi tempat penelitian dipilih dengan sengaja sesuai dengan tujuan penelitian. Petani responden berjumlah 40 orang. Petani yang menjadi responden adalah petani yang menanam padi dengan varietas Kuriak Kusuik dan sedang melakukan kegiatan panen atau akan melakukan panen dalam jangka waktu paling lama satu minggu setelah wawancara dilakukan. Hal ini dilakukan supaya harga yang diterima petani saat panen tidak berbeda terlalu besar dengan harga pada saat dilakukannya wawancara. Lembaga tataniaga yang menjadi responden dipilih menggunakan metode snowball sampling. Lembaga tataniaga yang berperan diketahui berdasarkan informasi dari lembaga tataniaga sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui saluran tataniaga dari beras Kuriak Kusuik di lokasi penelitian. Lembaga tataniaga yang menjadi responden yaitu pedagang pengumpul sebanyak empat orang, pedagang grosir sebanyak dua orang, pedagang pengecer lokal sebanyak dua orang dan pengecer luar daerah sebanyak empat orang. Metode Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melakukan analisis saluran tataniaga, lembaga tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar dimana pengambilan datanya dilakukan melalui wawancara dan pengisian kuisioner. Analisis kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis marjin tataniaga, farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Pengolahan data untuk analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif dan pengolahan data dari analisis kuantitatif akan menggunakan kalkulator, program komputer Microsoft Excel dan sistem tabulasi data. Analisis Data Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Lembaga tataniaga dapat diartikan sebagai pihak yang berperan dalam penyampaian barang dari produsen kepada konsumen. Lembaga ini dapat berupa individu, kelompok atau suatu badan usaha. Analisis lembaga tataniaga digunakan

37 27 untuk mengetahui lembaga tataniaga apa saja yang berperan dalam menyalurkan suatu komoditi dari produsen (petani) sampai kepada konsumen. Analisis saluran tataniaga berfungsi untuk mengetahui saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu produk pertanian dan berapa banyak lembaga yang berperan di dalamnya. Melalui analisis saluran tataniaga ini dapat diketahui bagaimana pola saluran tataniaga suatu komoditi dan jumlah saluran yang dapat dilalui oleh komoditi tersebut pada suatu daerah. Semakin singkat saluran tataniaga suatu komoditi berarti lembaga tataniaga yang dilalui juga semakin sedikit, maka marjin tataniaga yang terjadi antara petani dan konsumen akan semakin kecil sehingga harga komoditi yang sampai ke tangan konsumen akan semakin murah. Analisis Fungsi Tataniaga Analisis fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga. Fungsi yang dilakukan berupa kegiatan untuk menambah nilai dari suatu komoditi sehingga lembaga tataniaga memperoleh marjin dari kegiatan yang dilakukan. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dapat berupa fungsi pertukaran yang mencakup fungsi pembelian dan fungsi penjualan, kemudian fungsi fisik yang mencakup fungsi pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan, terakhir fungsi fasilitas yang mencakup grading atau standarisasi produk, penanggungan risiko, pembiayaan dan informasi pasar. Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar dilakukan untuk mengetahui bagaimana struktur suatu pasar dalam proses tataniaga suatu komoditi pertanian. Analisis struktur pasar dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal yaitu jumlah penjual dan pembeli pada suatu pasar, kemudahan untuk keluar masuk pasar, heterogenitas produk pada pasar tersebut, kondisi dan keadaan produk serta informasi harga pasar. Pasar yang memiliki sistem tataniaga yang efisien adalah pasar yang memiliki banyak pembeli dan penjual, akses untuk keluar masuk pasar mudah, produk yang diperjualbelikan homogen, serta informasi harga pasar mudah diakses. Pasar dengan ciri-ciri seperti ini merupakan pasar persaingan sempurna. Namun dalam kenyataanya tidak ditemukan pasar dengan struktur persaingan sempurna. Oleh karena itu, pasar yang memilki sistem tataniaga paling efisien adalah pasar dengan struktur yang mengarah kepada pasar persaingan sempurna. Analisis Perilaku Pasar Analisis perilaku pasar digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas dan kegiatan yang terjadi antar lembaga tataniaga. Pengamatan dilakukan terhadap penjual dan pembeli dengan memperhatikan strategi yang digunakan dalam melakukan kegiatan jual beli. Kegiatan yang diamati dalam analisis perilaku pasar yaitu proses pembelian dan penjualan, penentuan harga pada tingkat lembaga yang dominan, cara pembayaran yang dilakukan secara tunai atau kredit, dan kerjasama yang dilakukan antar lembaga tataniaga apakah mempengaruhi perilaku setiap lembaga tataniaga yang terlibat.

38 28 Analisis Marjin Tataniaga Analisis marjin tataniaga digunakan untuk mengetahui efisiensi tataniaga melalui marjin atau selisih harga yang terjadi antara produsen dengan konsumen akhir. Perbedaan harga yang terjadi ditingkat produsen dan konsumen dapat diketahui secara matematis dengan rumus: Dimana: M = Marjin tataniaga Pr = Harga ditingkat konsumen Pf = Harga yang diterima petani M = Pr Pf Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa marjin tataniaga terdiri dari dua komponen yaitu biaya dan keuntungan tataniaga. Untuk mengetahui marjin tataniaga setiap lembaga, dapat digunakan rumus matematis berikut: Mi = Ci + πi Dimana : Mi = Margin tataniaga pada lembaga i Ci = Biaya tataniaga pada lembaga i πi = Keuntungan tataniaga pada lembaga i Dari analisis marjin tataniaga dapat diketahui saluran tataniaga yang paling efisien dari beberapa saluran yang ada. Saluran tataniaga yang memiliki marjin tataniaga paling rendah adalah saluran tataniaga yang paling efisien. Namun untuk menentukan saluran tataniaga yang efisien secara operasional tidak bisa hanya mengacu pada nilai marjin, perlu dilihat indikator lain yaitu farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis Farmer`s Share Analisis farmer`s share digunakan untuk mengetahui efisiensi tataniaga dilihat dari bagian yang diterima petani (produsen) dari jumlah yang dibayarkan oleh konsumen. Farmer`s share merupakan proporsi harga yang diterima petani dari apa yang dibayarkan oleh konsumen dan dinyatakan dalam bentuk presentase. Nilai farmer`s share dapat memberitahu apakah semua pihak sudah mendapatkan balas jasa yang adil dalam suatu kegiatan tataniaga. Nilai farmer`s share ini berhubungan negatif dengan nilai marjin tataniaga. Apabila marjin tataniaga semakin besar, maka nilai farmer`s share akan semakin kecil. Hal ini dikerenakan apabila marjin tinggi maka harga yang diterima konsumen akan semakin tinggi dan membuat bagian yang diterima petani semakin kecil. Nilai farmer`s share yang semakin tinggi adalah nilai yang baik, hal ini menunjukkan petani mendapat bagian yang cukup adil dalam kegiatan tataniaga. Secara matematis nilai farmer`s share dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Keterangan: FS = farmer s share FS = Pf / Pr x 100%

39 29 Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga di tingkat konsumen akhir Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya merupakan jumlah keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga sebagai balas jasa atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Rasio keuntungan terhadap biaya dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan biaya = Li/Ci Keterangan: Li = Keuntungan lembaga tataniaga ke-i (Rp/buah) Ci = Biaya tataniaga (Rp/buah) Sebaran nilai rasio terhadap biaya yang merata pada setiap lembaga dapat diartikan sebagai kegiatan tataniaga yang efisien. Semakin rata penyebaran rasio keuntungan biaya maka tataniaga pada saluran tersebut semakin efisien. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Wilayah, Topografi dan Demografi Lokasi Penelitian Kabupaten Agam dan Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Secara administratif, Kabupaten Agam berbatasan dengan Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat di sebelah utara, Kabupaten 50 Kota disebelah Timur, Kabupaten Padang Pariaman dan Tanah Datar disebelah selatan dan Samudera Hindia disebelah barat. Luas Kabupaten Agam yaitu Km 2 atau sekitar 5.29% dari luas Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten ini memiliki 16 kecamatan, terdiri dari 82 Nagari atau desa dan memiliki penduduk sebanyak jiwa pada Ketinggian wilayah Kabupaten Agam dari permukaan laut dari m. Sebagian besar wilayah Kabupaten Agam berada di dataran tinggi dengan ketinggian wilayah antara m diatas permukaan laut. Kemiringan wilayahnya berada antara Kecamatan Tilatang Kamang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kecamatan ini terletak di bagian timur Kabupaten Agam dengan luas wilayah km 2. Kecamatan Tilatang Kamang berada pada ketinggian m dari permukaan laut. Suhu rata-rata di Kecamatan ini berkisar antara C dan kecepatan angin rata-rata 20 Km/Jam. Kecamatan Tilatang Kamang berbatasan dengan Kecamatan Palupuh di sebelah utara, Kecamatan Kamang Magek dan Baso di sebelah timur, Kota Bukittinggi dan Kecamatan Ampek Angkek di sebelah selatan dan Kota Bukittinggi di sebelah barat. Kecamatan ini terbagi menjadi tiga Kanagarian atau desa dan 45 jorong. Ketiga Kanagarian itu adalah Nagari Koto Tangah dengan

40 30 laus wilayah Km 2 kemudian Nagari Gadut dengan luas wilayah Km 2 dan Nagari Kapau dengan luas wilayah 6.23 Km 2. Penduduk Kecamatan Tilatang Kamang berjumlah jiwa yang terdiri dari kepala keluarga (BPS Agam, 2013). Sebagian besar masyarakat kecamatan Tilatang Kamang bekerja di sektor pertanian terutama pada subsektor tanaman pangan. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian berjumlah jiwa pada tahun Deskripsi Karakteristik Petani Responden Petani responden yang diambil sebagai sampel berjumlah 40 orang. Setiap petani responden memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada penelitian ini karakteristik petani responden yang diperhatikan yaitu umur, tingkat pendidikan formal, sifat usahatani yang dilakukan, luas lahan yang diusahakan dan status kepemilikan lahan. Petani yang menjadi responden adalah petani yang sedang melakukan kegiatan panen, yang baru selesai melakukan panen atau akan melakukan kegiatan panen paling lama seminggu setelah wawancara dilakukan. Beberapa petani responden memiliki penghasilan lain sebagai pedagang dan guru. Karakteristik Umur Petani Responden Pengelompokan umur dibagi menjadi lima kelompok, yaitu petani sampel dengan umur tahun, tahun, tahun tahun dan usia di atas 60 tahun. Pengelompokan petani berdasarkan umur dan presentasenya terhadap total responden dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik umur petani responden Kelompok usia (tahun) Jumlah (orang) Presentase(%) > Jumlah Mayoritas petani sampel berada pada usia di atas 60 tahun yaitu sebanyak 13 orang atau sebesar 32.5% dari jumlah petani responden. Petani dengan usia muda yaitu pada umur antara tahun hanya berjumlah dua orang atau sebanding dengan 5% dari total responden. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Tilatang Kamang didominasi oleh petani dengan usia yang sudah tidak produktif lagi yaitu usia di atas 60 tahun dan terdapat indikasi kurangnya minat pemuda dengan profesi petani.

41 31 Tingkat Pendidikan Formal Petani Responden Tingkat pendidikan petani pada lokasi penelitian dikelompokkan menjadi lima kategoi, yaitu petani yang tidak bersekolah, petani dengan pendidikan SD/sederajat, SLTP/sederajat, SLTA/sederajat dan petani dengan pendidikan Perguruan tinggi. Data tingkat pendidikan formal petani responden dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Tingkat pendidikan formal Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase(%) tidak bersekolah 0 0 SD SMP 4 10 SMA Perguruan tinggi 2 5 Jumlah Dari Tabel 6 diketahui bahwa mayoritas petani responden hanya berpendidikan formal SD/sederajat yaitu sebanyak 31 orang atau setara dengan 77.5% dari total petani responden. Petani yang sampai kepada tingkat pendidikan formal berupa perguruan tinggi hanya dua orang atau setara 5% dari total responden petani. Walaupun demikian tidak ada petani responden yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal. Hal ini menunjukkan kesadaran petani yang cukup tinggi terhadap pentingnya pendidikan. Tingkat pendidikan petani responden ini akan berpengaruh terhadap proses transfer informasi dari berbagai pihak kepada petani terutama dalam bidang teknik budidaya dan teknologi pertanian. Kategori Sifat Usahatani Petani Responden Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa sebagian besar petani responden di Kecamatan Tilatang Kamang menjadikan usahatani padi sebagai mata pencaharian utama mereka. Terlihat 29 orang petani responden atau sebesar 72.5% petani responden menjadikan usahatani padi sebagai mata pencaharian utama. Kemudian 11 orang atau sebesar 27.5% petani responden lain memiliki pekerjaan utama lain dan hanya menjadikan usahatani padi sebagai mata pencaharian sampingan. Tabel 7 Sifat usahatani responden Kategori Sifat Usahatani Jumlah(orang) Presentase(%) Utama Sampingan Jumlah

42 32 Kategori Luas Lahan yang Diusahakan Petani Responden Luas lahan petani di Kecamatan Tilatang Kamang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu petani dengan luas lahan kurang dari 0.5 Ha, petani dengan lahan diantara Ha dan petani dengan luas lahan garapan lebih dari 1 Ha. Pengelompokan petani berdasarkan luas lahan yang diusahakan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Luas lahan yang diusahakan Luas lahan (ha) Jumlah (orang) Presentase(%) <0, , > Jumlah Tabel 8 menunjukkan mayoritas petani memiliki lahan budidaya dengan luas antara Ha. Petani yang memiliki lahan budidaya dengan luas antara Ha berjumlah 24 orang atau setara dengan 60% dari jumlah keseluruhan responden. Enam orang petani responden memiliki lahan budidaya seluas kurang dari 0.5 Ha dan sisanya 10 orang petani memiliki luas lahan lebih dari 1 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas lahan budidaya petani masih berskala kecil dengan luasan dibawah 1 Ha. Kategori Status Pengusahaan Lahan Usahatani Petani Responden Status kepemilikan lahan petani responden dikelompokan kepada lahan dengan status hak milik, lahan dengan status sewa dan lahan dengan status bagi hasil. Tabel 9 menunjukan jumlah petani responden yang memiliki lahan garapan sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Tabel 9 Status pengusahaan lahan Kategori lahan Jumlah (orang) Presentase (%) Hak milik Sewa 0 0 Bagi hasil Jumlah Dari Tabel 9 diketahui bahwa hampir seluruh petani responden memiliki lahan budidaya dengan status bagi hasil. Sebanyak 39 orang petani responden atau sebesar 97.5% petani responden memiliki lahan budidaya dengan status bagi hasil. Hanya satu orang petani yang memiliki lahan dengan status hak milik dan tidak ada petani responden yang memiliki lahan garapan dengan status sewa lahan. Hal ini disebabkan masih kuatnya adat yang melekat di daerah penelitian sehingga sebagian besar lahan yang ada dimilki oleh suatu kaum atau suku dan tidak bisa dimiliki oleh perorangan sebagai hak milik. Namun di daerah ini, keputusan

43 33 dalam pengelolaan lahan diberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada petani yang mengerjakan lahan. Kategori Tingkat Pengalaman Usahatani Petani Responden Tingkat pengalaman usahatani ditujukan untuk mengetahui tingkat pemahaman petani terhadap kegiatan usahatani padi. Tingkat pengalaman usahatani digambarkan dalam skala lamanya berusahatani padi oleh petani responden. Petani responden memiliki pengalaman dalam usahatani padi mulai dari empat tahun dan paling lama 60 tahun. Tabel 10 Pengalaman berusahatani padi Pengalaman Usahatani (tahun) Jumlah Petani (orang) Presentase(%) < < 4 10 Jumlah Dari Tabel 10 diketahui hampir semua petani responden memiliki pengalaman usahatani lebih dari sepuluh tahun. Hanya dua orang petani yang memiliki pengalaman usahatani di bawah sepuluh tahun. Mayoritas petani responden memiliki pengalaman antara 10 sampai 40 tahun yaitu sebanyak 29 petani responden. Dari Tabel 10 diketahui mayoritas petani memiliki pengalaman usahatani dengan rentang antara tahun. Kemudian 9 orang petani responden memiliki pengalaman lebih dari 40 tahun. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas petani yang berada di lokasi penelitian merupakan petani yang sudah berpengalaman dalam kegiatan usahatani padi. Hal ini dilihat dari pengalaman petani dalam berusahatani yang lebih dari 10 tahun. Deskripsi Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga Pada penelitian ini lembaga tataniaga yang dijadikan responden sebanyak 15 orang terdiri dari 5 orang pedagang pengumpul, 2 orang pedagang grosir dan 8 orang pedagang pengecer baik lokal maupun luar daerah. Karakteristik lembaga tataniaga dibagi menjadi karakteristik umur, tingkat pendidikan formal dan pengalaman usaha. Tabel 11 akan memperlihatkan karakteristik dari lembaga tataniaga yang ada. Pedagang yang menjadi responden kebanyakan berada pada umur di bawah 40 tahun dan di atas 50 tahun. Sebanyak 6 orang (40%) pedagang responden berada pada kelompok usia di bawah 40 tahun dan 6 orang (40%) pedagang responden berada pada kelompok usia di atas 50 tahun. Namun semua pedagang responden masih berada dalam usia produktif yaitu antara tahun.

44 34 Tingkat pendidikan formal dari pedagang beras responden didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat. Dari total 15 orang pedagang responden, 10 orang (66.67%) pedagang berpendidikan SMA atau sederajat. Kemudian pedagang responden dengan pendidikan SD atau sederajat dan SMP atau sederajat masing-masing 2 orang (13.33%) responden pedagang beras. Hanya 1 orang (6.67%) pedagang responden yang memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi. Tabel 11 Karakteristik pedagang responden Kelompok Umur (tahun) Jumlah Responden (orang) Presentase (%) Tingkat Pendidikan SD SMP/sederajat SMA/sederajat P.Tinggi Pengalaman Dari Tabel 11 juga diketahui tingkat pengalaman usaha para pedagang responden. Mayoritas pedagang responden memilki pengalaman usaha lebih dari 16 tahun yaitu sebanyak 6 orang (40%) dari total 15 pedagang responden. Kemudian lima orang (33.33%) memiliki pengalaman dengan rentang antara tahun. Sisanya empat orang (26.67%) pedagang responden memilki pengalaman usaha di bawah 11 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang responden merupakan pedagang yang telah berpengalaman cukup lama dalam kegiatan jual beli beras. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Lembaga, Saluran dan Fungsi Tataniaga Tataniaga beras Kuriak Kusuikdi Kecamatan Tilatang Kamang melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Hubungan antara setiap lembaga tersebut akan membentuk suatu saluran tataniaga, namun komposisi dan keberadaan lembaga tataniaga berbeda untuk satu lokasi dengan lokasi yang lain. Hal ini membuat setiap lokasi yang berbeda memiliki lembaga, saluran tataniaga, fungsi lembaga, struktur dan perilaku pasar yang berbeda.

45 35 Lembaga Tataniaga Lembaga tataniaga merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tataniaga suatu produk agribisnis. Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian adalah lembaga yang terlibat dalam tataniaga beras Kuriak Kusuik di Kecamatan Tilatang Kamang Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, lembaga tataniaga yang ditemukan dilokasi penelitian terdiri atas petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer lokal dan pedagang pengecer luar daerah. 1. Petani Petani adalah penduduk kecamatan Tilatang Kamang yang melakukan kegiatan usahatani padi varietas kuriak kususik. Petani yang menjadi responden adalah petani yang melakukan pemanenan padi dengan varietas Kuriak Kusuik pada bulan Juni-Agustus Petani berperan sebagai produsen yang memproduksi padi Kuriak Kusuik yang kemudian dijual kepada lembaga tataniaga yang selanjutnya. Petani umumnya tidak memiliki kekuatan yang cukup kuat untuk menentukan harga serta keterbatasan pengetahuan dalam menentukan harga. Namun petani di daerah ini memiliki kebebasan untuk menentukan kepada siapa akan menjual hasil panen yang miliki. Hal ini membuat adanya persaingan di antara lembaga tataniaga yang akan dituju oleh petani terutama dalam memberikan harga. 2. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul merupakan pedagang perantara yang mengumpulkan gabah hasil panen petani kemudian mengolah gabah tersebut menjadi padi atau langsung menjualnya kepada lembaga tataniaga selanjutnya. Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang langsung membeli gabah dari tangan petani atau produsen di kecamatan Tilatang Kamang. Pedagang pengumpul memiliki kekuatan yang lebih kuat untuk menentukan harga kepada petani karena mengetahui informasi pasar dan memiliki pengetahuan untuk menentukan harga. Jumlah pedagang pengumpul di lokasi penelitian tidaklah sedikit, oleh karena itu biasanya terjadi persaingan harga diantara pedagang pengumpul untuk menarik minat petani. Tujuan penjualan beras oleh pedagang pengumpul adalah pedagang grosir, pengecer dan konsumen akhir. Jumlah responden pedagang pengumpul pada penelitian ini adalah empat orang. 3. Pedagang Grosir Pedagang grosir adalah lembaga tataniaga yang membeli mayoritas gabah atau beras dari tangan pedagang pengumpul kemudian menjualnya kepada lembaga tataniaga selanjutnya. Namun tidak tertutup kemungkinan pedagang grosir melakukan pembelian langsung kepada petani. Tujuan utama penjualan beras pedagang grosir adalah kepada pedagang pengecer. Jumlah pedagang grosir sedikit dan memiliki modal yang besar. Pedagang grosir biasanya memiliki pengetahuan yang baik tentang perdagangan beras dan memiliki jaringan yang luas. Pada penelitian ini responden pedagang grosir berjumlah dua orang yang berasal dari wilayah penelitian.

46 36 4. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer merupakan lembaga tataniaga yang menjual beras langsung kepada konsumen akhir. Sumber pembelian pedagang pengecer bisa berasal dari pedagang pengumpul, pedagang grosir atau langsung dari petani. Pedagang pengecer dibedakan menjadi dua, yaitu pedagang pengecer lokal dan pedagang pengecer luar daerah. Pedagang pengecer lokal yaitu pedagang pengecer yang berada di dalam wilayah Sumatera Barat biasanya berada di Bukittinggi dan Padang. Pedagang pengecer luar daerah merupakan pedagang pengecer yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat seperti pedagang pengecer yang berada di Provinsi Riau (Pekanbaru) dan Kepulauan Riau (Tanjung Pinang). Modal yang dimiliki pedagang pengecer umumnya kecil, volume penjualan pedagang pengecer biasanya kecil tidak lebih dari 100 kg untuk setiap transaksi. Selanjutnya akan dijelaskan saluran tataniaga, fungsi setiap lembaga tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar yang tejadi di lokasi penelitian Analisis Saluran Tataniaga Beras Petani yang ada di lokasi penelitian umumnya mendistribusikan hasil panen kepada pedagang pengumpul. Namun beberapa orang petani memiliki alternatif penjualan langsung kepada pedagang grosir dan pedagang pengecer. Total gabah yang didistribusikan dalam penelitian ini mencapai ,07 kg setara beras dengan standar rendemen di penggilingan rata-rata sebesar persen. Saluran tataniaga beras Kuriak Kusuik di Kecamatan Tilatang Kamang dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar tersebut memperlihatkan saluran tataniaga beras Kuriak Kusuik serta total gabah setara beras yang didistribusikan. Gambar 3 menunjukkan setiap saluran tataniaga beras Kuriak Kusuik di Kabupaten Agam yang terdiri dari 8 saluran. Mayoritas petani dilokasi penelitian menjual gabah hasil panen kepada pedagang pengumpul, hal ini dilakukan oleh petani karena faktor kemudahan yang diberikan oleh pedagang pengumpul. Namun beberapa petani memilki akses untuk langsung menjual beras kepada pedagang grosir dan pedagang pengecer luar daerah. Hal ini dikarenakan beberapa petani di kecamatan Tilatang Kamang juga berperan sebagai pedagang beras. Petani pada penelitian ini dikelompokkan kepada dua kelompok beradasarkan hasil panen yang dijual. Kelompok pertama yaitu petani yang menjual hasil panen dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Petani kelompok ini berada pada saluran I-V. Kelompok kedua yaitu petani yang menjual panen dalam bentuk beras. Kelompok petani ini berada pada saluran VI-VIII.

47 Kg (100%) Kg (2.48%) PETANI Kg (71.87%) Kg (20.02%) KONSUMEN ORGANISASI Kg (11.03) PEDAGANG PENGUMPUL Kg (5.63%) PEDAGANG GROSIR Kg (32.43%) Kg (113.79%) Kg (6.62%) Kg (5.63%) Kg (8%) Keterangan : saluran I saluran II saluran III saluran IV PENGECER LOKAL saluran V saluran VI saluran VII saluran VIII Kg (11.03%) PENGECER LUAR DAERAH Gambar 3 Saluran umum tataniaga beras Kuriak Kusuik di Lokasi Penelitian Berdasarkan Gambar 3 diketahui ada 8 saluran tataniaga beras Kuriak Kusuik di Kecamatan Tilatang Kamang, yaitu: Saluran tataniaga I : petani pedagang pengumpul pedagang pengecer luar daerah konsumen akhir Saluran tataniaga II : petani pedagang pengumpul pedagang grosir pedagang pengecer luar daerah konsumen akhir Saluran tataniaga III : petani pedagang pengumpul pedagang pengecer lokal konsumen akhir Saluran tataniaga IV : petani pedagang pengumpul konsumen akhir organisasi Saluran tataniaga V : petani pedagang grosir pedagang pengecer luar daerah konsumen akhir

48 38 Saluran tataniaga VI : petani pedagang pengecer luar daerah konsumen akhir Saluran tataniaga VII : petani pedagang pengecer lokal konsumen akhir Saluran tataniaga VIII : petani konsumen akhir organisasi Gambar 3 Menunjukkan ada 4 saluran yang melibatkan pedagang pengumpul di dalam saluran tataniaganya. Kemudian Tabel 12 menunjukkan kemana tujuan penjualan hasil panen oleh petani dan jumlah petani yang menjual kepada lembaga tersebut. Tabel 12 Jumlah petani yang menjual gabah ke lembaga tataniaga Penjual Pembeli Gabah Produsen Pengumpul Grosir Pengecer Pengecer Konsumen Total Luar Daerah Lokal akhir Jumlah Persentase Dari Tabel 12 diketahui bahwa mayoritas petani menjual gabah hasil panen kepada pedagang pengumpul yaitu sebanyak 70 persen atau 28 orang petani responden. Hal ini dilakukan petani karena berbagai macam alasan, alasan yang banyak dekemukakan oleh petani adalah karena kemudahan yang diberikan oleh pedagang pengumpul dan kebutuhan petani akan uang tunai. Petani dimudahkan karena tidak perlu melakukan pengolahan sebelum menjual hasil panen kepada lembaga tataniaga selanjutnya. Pedagang pengumpul akan mendatangi petani dan melakukan pengangkutan serta pengolahan gabah. Alternatif lain yang dimiliki oleh petani untuk menjual hasil panen mereka adalah kepada pedagang grosir, pedagang pengecer luar daerah, pedagang pengecer lokal dan langsung kepada konsumen akhir dimana konsumen akhir disini merupakan konsumen akhir organisasi. Konsumen akhir organisasi yaitu konsumen akhir yang mengolah kembali beras yang telah dibeli menjadi produk setengah jadi atau produk jadi kemudian menjual produk olahan tersebut. Termasuk didalamnya rumah makan, katering dan tempat lain yang membutuhkan beras sebagai bahan baku. Dari Tabel 12 juga diketahui jumlah petani yang menjual gabah mereka kepada lembaga lain selain pengumpul. Sebanyak 12.5 persen petani langsung menjual hasil panen mereka kepada pedagang grosir. Kemudian sisanya menjual hasil panen mereka kepada pengecer luar daerah, pengecer lokal dan konsumen akhir dalam bentuk beras. Tabel 13 Distribusi penjualan gabah (setara beras) oleh petani Pengecer Pengecer Konsumen Keterangan Pengumpul Grosir Total Luar Lokal Akhir Jumlah (kg) Persentase (%)

49 39 Tabel 13 menunjukkan total volume beras yang didistribusikan kepada setiap lembaga tataniaga yang menjadi tujuan penjualan gabah atau beras oleh petani. Berdasarkan Tabel 13 mayoritas petani mendistribusikan hasil panen mereka langsung kepada pedagang pengumpul, yaitu sebanyak kg atau setara dengan persen total gabah setara beras yang dihasilkan petani sampel. Tujuan penjualan gabah setara beras oleh petani yang cukup besar setelah pengumpul adalah pedagang grosir yaitu sebesar kg. Sebagian petani yang langsung menjual hasil panennya kepada pedagang grosir telah mengolah gabah mereka menjadi beras, namun sebagian lainnya menjual masih dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP). Dari Tabel 12 dan 13 bisa diambil kesimpulan bahwa tujuan utama penjualan gabah petani adalah pedagang pengumpul. Dilihat dari jumlah petani yang menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul dan volume total gabah setara beras yang disalurkan kepada pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan kemudahan yang diberikan pedagang pengumpul dan kebutuhan petani akan uang tunai. Setelah masuk kepada lembaga tataniaga yang dituju, hasil panen petani kemudian didistribusikan lagi kepada lembaga-lembaga tataniaga lainnya. Tabel 14 menunjukkan aliran hasil panen yang berasal dari pedagang pengumpul. Tabel 14 menunjukkan bahwa pedagang pengumpul lebih banyak mendistribusikan hasil panen yang diperoleh langsung kepada pengecer yang berada di luar daerah. Para pedagang pengecer ini umumnya berada di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Sebanyak kg beras didistribusikan kepada pedagang pengecer yang berada diluar daerah, jumlah ini setara dengan persen dari total gabah setara beras yang didistribusikan kepada pedagang pengumpul. Hal ini dilakukan karena permintaan dari luar daerah lebih tinggi dibandingkan permintaan lokal terutama untuk beras Kuriak Kusuik. Daerah yang dituju umumnya juga merupakan daerah yang memiliki pasokan beras yang lebih kecil dibandingkan dengan Sumatera Barat dan banyak perantau yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Distribusi beras yang cukup besar dari pedagang pengumpul adalah kepada konsumen akhir organisasi. Konsumen akhir organisasi ini merupakan rumah makan yang berada di wilayah Kabupaten Agam dan sekitarnya. Tabel 14 Distribusi penjualan beras pedagang pengumpul di lokasi penelitian Pengecer Pengecer Konsumen Keterangan Grosir Total luar lokal akhir organisasi Jumlah (kg) Persentase Selain kepada pedagang pengumpul, petani juga telah mendistribusikan hasil panen mereka kepada pedagang grosir yang berada di sekitar wilayah penelitian, kemudian kepada pedagang pengecer luar daerah, pedagang pengecer lokal dan juga kepada konsumen akhir organisasi. Hasil panen petani yang dijual kepada pedagang grosir semuanya akan dijual kembali kepada pedagang pengecer luar daerah. Kemudian hasil panen yang didistribusikan kedapa pedagang

50 40 pengecer luar daerah dan pedagang pengecer lokal akan dijual langsung kepada konsumen akhir yang berada di sekitar wilayah pedagang pengecer. Analisis Fungsi Tataniaga Beras Setiap lembaga tataniaga yang menyusun suatu saluran tataniaga menjalankan fungsi tataniaga yang berbeda. Satu lembaga tataniaga dapat melakukan beberapa fungsi tataniaga. Fungsi tataniaga terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan aktivitas perpindahan hak milik barang atau jasa yang terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi fisik merupakan aktivitas penanganan, pergerakan dan perubahan fisik dari produk atau jasa serta turunannya. Fungsi fisik meliputi fungsi penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pengemasan. Fungsi fasilitas merupakan fungsi yang memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Aktivitasnya tidak langsung dalam sistem pemasaran tetapi memperlancar dalam proses fungsi pertukaran. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi atau grading, fungsi keuangan atau pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar. Berikut akan dijelaskan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga beras di Kabupaten Agam. 1. Fungsi tataniaga di tingkat petani Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani yaitu fungsi penjualan. Petani bisa menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer atau kepada konsumen akhir. Sebanyak 28 orang petani responden menjual gabah hasil panen kepada pedagang pengumpul. Kemudian 5 orang petani menjual hasil panen mereka kepada pedagang grosir, 3 orang menjual kepada pedagang pengecer yang berada di luar daerah, 2 orang petani menjual kepada pedagang pengecer lokal dan 2 orang petani menjual beras hasil panen mereka kepada konsumen akhir. Fungsi fisik yang dilakukan oleh semua petani hanya fungsi pengemasan. Fungsi fisik yang lain yaitu pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan tidak dilakukan oleh semua petani. Petani yang melakukan fungsi-fungsi ini adalah petani yang mengolah gabah menjadi beras dan kemudian menjual beras tersebut kepada pedagang pengecer atau konsumen akhir. Semua petani melakukan fungsi pengemasan dengan cara mengemas gabah hasil panen ke dalam karung lalu dijual. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh petani yaitu pengangkutan dari sawah sampai ke gudang penyimpanan yang biasanya adalah tempat penggilingan langganan petani. Kemudian pengangkutan dari tempat penggilingan sampai ke tempat pedagang pengecer atau konsumen akhir. Pengangkutan dari sawah sampai ke penggilingan melalui dua tahap yaitu pengangkutan dari sawah sampai ke mobil pick up kemudian dilanjutkan pengangkutan menggunakan mobil pick up ke tempat penggilingan. Pengangkutan sampai ke tempat pedagang pengecer biasanya menggunakan jasa ekspedisi atau bisa menggunakan pick up tergantung daerah yang dituju. Fungsi pengolahan dilakukan dengan mengolah gabah menjadi beras. Pengolahan dilakukan oleh petani yang menjual beras kepada pedagang pengecer dan konsumen akhir. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani berupa fungsi sortasi, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar. Fungsi

51 41 pembiayaan yang dilakukan oleh petani meliputi biaya produksi, biaya panen dan biaya pasca panen. Biaya yang dikeluarkan oleh petani umumnya berasal dari dana pribadi. Namun untuk pembelian pupuk dan biaya panen, biayanya dibagi dua dengan pemilik lahan apabila petani bertindak hanya sebagai penggarap lahan. Fungsi penanggungan risiko yang umum dihadapi oleh petani berupa risiko penyusutan gabah, risiko harga jual gabah yang rendah, risiko kualitas gabah yang rendah akibat cuaca dan serangan hama. Kemudian fungsi informasi pasar dilakukan oleh semua lembaga tataniaga. Semua lembaga tataniaga memiliki informasi mengenai harga pasaran beras. Harga pasaran ditentukan dengan melihat jumlah gabah yang masuk ke penggilingan. Fungsi fasilitas yang terakhir yaitu fungsi sortasi. Fungsi ini hanya dilakukan oleh petani yang mengolah gabah menjadi beras. Sortasi dilakukan dengan memilah beras yang bagus dan beras yang kurang bagus. Kegiatan sortasi ini dilakukan pada saat penggilingan gabah menggunakan jasa penggilingan. 2. Fungsi tataniaga di tingkat pedagang pengumpul Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang membeli gabah hasil panen langsung dari petani petani kemudian mengolah gabah tersebut menjadi beras atau menjualnya kepada lembaga tataniaga selanjutnya. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul membeli gabah hasil panen dari petani dengan mendatangi petani yang sedang melakukan panen atau petani yang akan melakukan panen. Sistem penentuan harga menggunakan harga pasaran yang berlaku saat panen dan pembayaran biasanya dilakukan langsung setelah penghitungan jumlah panen selesai. Penjualan dilakukan oleh pedagang pengumpul kepada pedagang grosir, pedagang pengecer luar daerah, pengecer lokal atau langsung kepada konsumen akhir organisasi. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan dan fungsi pengemasan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan pedagang pengumpul adalah pengangkutan gabah hasil panen dari sawah petani sampai ketempat penyimpanan yang biasanya merupakan penggilingan langganan pedagang pengumpul. Penyimpanan dilakukan oleh pedagang pengumpul di gudang yang dimiliki oleh penggilingan, penyimpanan ini tidak dipungut biaya oleh pemilik penggilingan karena gudang merupakan fasilitas yang diberikan oleh penggilingan kepada para pelanggannya. Proses pengolahan sampai pengemasan dilakukan bekerjasama dengan penggilingan yang meliputi proses penjemuran, penggilingan dan pengemasan. Para pedagang hanya tinggal meminta pihak penggilingan mengolah gabah milik mereka kemudian membayar biaya penggilingan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu fungsi sortasi, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, fungsi informasi pasar. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi biaya angkut mulai dari sawah sampai ke tempat penggilingan, kemudian biaya penjemuran, penggilingan dan biaya pengemasan. Fungsi risiko yang ditanggung oleh pedagang pengumpul meliputi risiko kualitas gabah yang rendah, risiko harga jual rendah, risiko penyusutan gabah dan risiko telat bayar oleh lembaga tataniaga yang dituju. Kualitas gabah yang rendah biasanya disebabkan oleh cuaca selama masa tanam atau kesalahan selama penjemuran. Penyusutan selama pengolahan

52 42 padi menjadi beras menjadi risiko yang ditanggung oleh pedagang pengumpul yang melakukan proses pengolahan. Risiko telat bayar biasa dialami oleh pedagang pengumpul karena biasanya pihak pembeli melakukan pembayaran setelah dua atau tiga kali pengiriman beras oleh pedagang pengumpul. Fungsi informasi pasar yang dilakukan pedagang pengumpul yaitu fungsi informasi harga. Pedagang pengumpul biasanya saling memberi informasi harga jual dan beli beras yang saat ini dilakukan, kemudian informasi harga kepada petani dan lembaga tataniaga lainnya. Fungsi informasi harga dari pedagang pengumpul merupakan fungsi yang paling penting, karena informasi harga pasar yang diberikan oleh pedagang pengumpul merupakan dasar bagi penentuan harga beli gabah dan harga jual beras bagi lembaga tataniaga lain seperti pedagang grosir dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul adalah pihak yang paling mengetahui jumlah pasokan gabah yang ada di suatu daerah pada waktu tertentu. Kemudian fungsi fasilitas terakhir yaitu fungsi sortasi dilakukan pada saat penggilingan oleh pedagang pengumpul. Sortasi dilakukan dengan memisahkan beras yang memiki kualitas bagus dan kurang bagus. 3. Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Grosir Pedagang grosir berperan pada saluran tataniaga II dan V. Pedagang grosir pada kedua saluran ini melakukan beberapa fungsi yang berbeda, ada beberapa fungsi yang dilakukan oleh salah satu pedagang grosir namun tidak dilakukan oleh pedagang grosir pada saluran lain. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang grosir adalah fungsi pembelian dan penjualan. Pembelian oleh pedagang grosir dilakukan kepada pedagang pengumpul atau langsung kepada petani. Pembelian kepada pedagang pengumpul ada saluran II biasanya harus melalui proses pemesanan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena persediaan pedagang pengumpul masih dalam bentuk gabah dan akan digiling apabila ada permintaan. Fungsi penjualan oleh pedagang grosir yang ditemui di lokasi penelitian dilakukan kepada pedagang pengecer luar daerah. Dari dua orang pedagang grosir yang menjadi responden, kedua pedagang ini menjual beras kepada pedagang pengecer yang berada di luar daerah (Riau dan Kepulauan Riau). Fungsi fisik yang dilakukan oleh kedua pedagang grosir responden adalah fungsi pengangkutan. Sedangkan fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan dan fungsi pengemasan hanya dilakukan oleh pedagang grosir pada saluran V saja. Fungsi pengangkutan dilakukan oleh pedagang grosir dari tempat pembelian beras ke tempat pembeli yang berada di luar daerah. pengangkutan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan jasa ekspedisi. Fungsi pengolahan yang dilakukan pedagang grosir pada saluran V yaitu dengan mengolah GKP menjadi beras, pedagang grosir pada saluran V membeli gabah dari pedagang pengumpul atau langsung dari petani dan kemudian mengolahnya sendiri hal ini dilakukan karena pedagang grosir ini memiliki mesin penggilingan sendiri. Sedangkan pedagang grosir pada saluran II membeli kepada pedagang pengumpul sudah dalam bentuk beras dan sudah dalam kemasan siap jual. Fungsi pengemasan dilakukan dengan mengemas beras menggunakan karung sesuai permintaan pembeli. Fungsi penyimpanan dilakukan oleh pedagang grosir saluran V dengan menyimpan gabah yang sudah dibeli dan dijemur di gudang penyimpanan sampai ada pesanan.

53 43 Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh kedua pedagang grosir yaitu fungsi informasi pasar, fungsi pembiayaan dan fungsi penanggungan risiko. Fungsi sortasi hanya dilakukan oleh pedagang grosir pada saluran V. Informasi pasar yang dimiliki oleh pedagang grosir yaitu informasi harga pasar. Pedagang grosir biasanya mengetahui harga pasaran beras dan gabah di daerah produsen dan di daerah konsumen yang berada di luar daerah. Fungsi pembiayaan merupakan biaya yang ditanggung oleh pedagang grosir, kedua pedagang grosir menanggung pembiayaan yang berbeda-beda. Biaya yang dikeluarkan seperti biaya transportasi, biaya pengolahan dan pengemasan. Biaya transportasi atau pengangkutan dikeluarkan untuk mengirim barang kepada pembeli, biaya yang dikeluarkan cukup besar karena daerah tujuan yang cukup jauh. Kemudian biaya pengolahan dan pengemasan dikeluarkan untuk mengolah gabah menjadi beras serta mengemas beras tersebut ke dalam karung. Fungsi risiko yang dilakukan oleh pedagang grosir yang membeli gabah dan melakukan pengolahan sendiri seperti fungsi risiko penyusutan gabah, gabah hasil panen yang kurang bagus, risiko harga yang rendah, risiko penundaan pembayaran. Risiko yang dialami oleh kedua pedagang pengumpul biasanya adalah penundaan pembayaran. Pembayaran dilakukan oleh pembeli atau pedagang pengecer biasanya setelah dua kali sampai tiga kali pengiriman. Hal ini terjadi karena hampir semua pembeli yang dituju merupakan langganan tetap dari para pedagang grosir. Fungsi sortasi dilakukan oleh pedagang grosir pada saluran V karena pengolahan gabah menjadi beras dilakukan sendiri oleh pedagang grosir. Sortasi dilakukan pada saat penggilingan GKG menjadi beras dengan memisahkan beras yang bagus dan kurang bagus. 4. Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer lokal dan luar daerah umumnya sama. Perbedaan hanya terdapat pada pedagang pengecer luar daerah pada saluran II. Pedagang pengecer luar daerah pada saluran II tidak melakukan fungsi pengangkutan seperti pedagang pengecer lain. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian dilakukan oleh semua pedagang pengecer kepada pedagang grosir, pedagang pengumpul atau langsung kepada petani. Dari enam orang pedagang pengecer yang menjadi responden, 2 orang membeli beras kepada pedagang grosir, 3 orang membeli kepada pedagang pengumpul dan 1 orang membeli beras langsung kepada petani. Fungsi penjualan dilakukan oleh pedagang pengecer kepada konsumen akhir di sekitar wilayah tempat pedagang pengecer berjualan yang umumnya merupakan konsumen rumah tangga. Fungsi fisik yang dilakukan meliputi fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengemasan. Penyimpanan dilakukan oleh pedagang pengecer di kios jualan yang juga berfungsi sebagai gudang. Kemudian fungsi pengangkutan dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu dari tempat pembelian sampai ke gudang atau kios pedagang pengecer. Fungsi pengangkutan ini dilakukan oleh semua pedagang pengecer kecuali pedagang pengecer luar daerah pada saluran II. Biaya pengangkutan biasanya ditanggung oleh pedagang pengecer sebagai pembeli. Pedagang pengecer tidak melakukan pengantaran kepada konsumen individu karena konsumen langsung membawa beras yang dibeli.

54 44 Fungsi pengemasan dilakukan oleh pedagang pengecer menggunakan kantong plastik apabila ada pembeli yang melakukan pembelian dalam jumlah kecil. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengecer berupa fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Fungsi penanggungan risiko pedagang pengecer yaitu risiko penurunan kualitas beras yang disimpan dan risiko harga jual beras. Risiko pengiriman juga ditanggung oleh pedagang pengecer namun telah diminimalisir dengan menggunakan jasa ekspedisi. Fungsi pembiayaan oleh pedagang pengecer yaitu biaya sewa tempat atau toko, biaya jasa ekspedisi dan biaya penyusutan. Fungsi informasi pasar berupa informasi harga yang diperoleh dari pedagang pengumpul atau pedagang grosir mengenai perkembangan harga beras. Identifikasi Struktur Pasar Identifikasi Struktur dan Perilaku Pasar 1. Struktur Pasar di Tingkat Petani Petani sebagai produsen bisa menjual hasil panennya kepada beberapa lembaga tataniaga. Pada saat petani menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul, pasar yang dihadapi oleh petani mengarah kepada pasar persaingan sempurna. Hal ini dilihat dari beberapa ciri pasar persaingan yaitu jumlah pedagang pengumpul yang lebih sedikit dibandingkan petani. Produk yang dijual petani bersifat sama atau homogen yaitu gabah kering panen dari padi dengan varietas kuriak kususik. Kemudian petani tidak menemukan hambatan untuk keluar masuk pasar. Hubungan antara petani dengan pedagang pengumpul adalah sebatas langganan, tidak ada kontrak yang mengikat antara petani dengan pedagang pengumpul. Kebutuhan petani akan modal diatasi sendiri oleh petani dengan menggunakan dana pribadi hal ini membuat petani bebas menjual hasil panennya kepada lembaga tataniaga manapun yang diinginkan. Informasi pasar mudah didapat dari rekan sesama petani, dari pedagang perantara ataupun dari penggilingan setempat. Apabila petani sebagai penjual menjual hasil panen kepada pedagang grosir, struktur pasar yang dihadapi oleh petani cenderung mengarah kepada pasar oligopoli. Jumlah pedagang grosir sebagai pembeli lebih sedikit dibandingkan dengan petani. Barang yang diperjual belikan bersifat homogen yaitu gabah atau beras dengan varietas kuriak kusuik. Petani mudah untuk keluar masuk pasar karena tidak ada kontrak yang mengikat antara petani dan pedagang grosir. Selain itu, petani juga bebas untuk menjual hasil panennya kepada pihak manapun. Informasi pasar mudah didapat oleh petani, bisa bersumber dari sesama petani, pedagang perantara atau dari penggilingan setempat. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani apabila menjual hasil panen kepada pedagang pengecer lokal ataupun luar daerah yaitu mengarah kepada pasar oligopoli. Hal ini dilihat dari indikator struktur pasar yaitu jumlah pedagang pengecer yang banyak namun relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan petani. Kemudian barang yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu beras dengan varietas kuriak kusuik. Hambatan keluar masuk yang relatif mudah kerana tidak adanya kontrak tertulis antara pedagang pengecer dengan petani. Hubungan

55 45 antara petani dengan pedagang pengecer bersifat langganan dan petani bebas untuk menjual hasil panennya kepada lembaga lain yang diinginkan. Kemudian untuk informasi pasar didapatkan dari petani. Petani memegang informasi pasar terutama harga pasaran beras. Hal ini disebabkan pedagang pengecer hanya mengetahui harga pasar dari petani. Petani yang menjual hasil panen langsung kepada konsumen akhir menghadapi struktur pasar yang cenderung mengarah kepada pasar oligopoli. Hal ini dilihat dari jumlah konsumen akhir yang bisa mengakses langsung hasil panen kepada petani hanya berjumlah sedikit. Kemudian barang yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu beras dengan varietas kuriak kusuik. Hambatan keluar masuk pasar relatif tinggi karena ada perjanjian yang dilakukan antara petani yang langsung menjual hasil panennya kepada konsumen akhir. Petani harus memenuhi permintaan konsumen akhir seperti yang telah dijanjikan dan tidak semua petani bisa masuk sebagai pesaing pada kondisi ini. Informasi pasar sepenuhnya dikuasai petani karena konsumen akhir hanya menerima harga yang diberikan oleh petani. 2. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul sebagai penjual apabila berhadapan dengan pedagang grosir yaitu pasar yang mengarah kepada pasar oligopoli murni. Hal ini dilihat dari jumlah pedagang grosir yang relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan pedagang pengumpul. Kemudian jenis barang yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu beras dengan varietas kuriak kusuik. Hambatan keluar masuk pasar relatif rendah karena hubungan dagang antara pedagang pengumpul dengan pedagang grosir adalah langganan. Tidak ada kontrak yang mengikat antara kedua lembaga ini. Kedua lembaga bebas memilih kepada siapa akan melakukan jual beli. Informasi pasar mudah didapatkan dari sesama pedagang atau dari penggilingan setempat. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul apabila berhadapan dengan pedagang pengecer yaitu struktur pasar yang mengarah pada pasar persaingan sempurna. Hal ini didasari oleh jumlah pedagang pengumpul lebih sedikit dibandingkan dengan pedagang pengecer. Barang yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu beras dengan varietas kuriak kususik. Hambatan keluar masuk pasar kecil karena tidak adanya kontrak antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengumpul, hubungan kerja sama antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer adalah hubungan langganan dan kepercayaan. Pedagang pengumpul atau pedagang pengecer bebas untuk berpindah langganan apabila diinginkan. Informasi pasar mudah didapat dari pedagang pengumpul atau dari sesama pedagang pengecer. Pedagang pengumpul apabila menjual beras kepada konsumen akhir cenderung menghadapi strukur pasar yang mengarah kepada pasar persaingan sempurna. Hal ini berdasarkan jumlah konsumen akhir yang relatif lebih banyak. Sifat produk yang homogen yaitu beras dengan varietas kuriak kususik. Kemudian hambatan keluar masuk pasar yang rendah karena tidak adanya perjanjian tertulis antara pedagang pengumpul dengan konsumen akhir. Hubungan kerja sama antara keduanya didasari karena langganan. Konsumen akhir bebas untuk memilih kepada siapa akan melakukan pembelian beras dan begitu juga dengan pedagang pengumpul. Informasi pasar bersifat terbatas karena hanya didapatkan dari pedagang pengumpul yang menjadi sumber pembelian.

56 46 3. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Grosir Tujuan penjualan beras dari pedagang grosir adalah kepada pedagang pengecer lokal atau luar daerah. Struktur pasar yang dihadapi pedagang grosir sebagai penjual adalah pasar yang mengarah kepada pasar oligopoli. Hal ini karena jumlah pedagang pengecer yang relatif lebih bnyak dibandingkan pedagang grosir. Kemudian komoditi yang diperjualbelikan homogen yaitu beras dengan varietas kuriak kususik. Hambatan keluar masuk pasar yang relatif mudah karena tidak adanya perjanjian antara pedagang grosir dengan pedagang pengecer. Pedagang grosir memiliki kebebasan untuk menjual beras yang dimiliki kepada pedagang pengecer manapun. Arus informasi pasar berjalan cukup lancar. Informasi pasar dapat diperoleh dari pedagang grosir atau dari sesama pedagang pengecer. 4. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer Tujuan penjualan pedagang pengecer hanya kepada konsumen akhir. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer lokal dan luar daerah yaitu pasar yang mengarah kepada pasar persaingan sempurna. Hal ini didasari oleh jumlah konsumen akhir yang relatif banayak. Kemudian komoditi yang diperjualbelikan homogen yaitu beras dengan varietas kuriak kusuik. Hambatan keluar masuk pasar yang mudah dilihat dari tidak adanya perjanjian antar pedagang pengecer dengan konsumen akhir. Konsumen akhir bebas untuk membeli beras kepada pedagang pengecer manapun yang diinginkan. Selanjutnya arus informasi yang berjalan lancar dari pedagang pengecer kepada konsumen akhir dan pedagang pengecer mendapatkan informasi dari lembaga tataniaga yang setara atau berada pada tingkatan berbeda. Struktur pasar yang terbentuk di setiap lembaga tataniaga akan menimbulkan tindakan-tindakan yang membentuk perilaku pasar. Identifikasi Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan perilaku, strategi atau reaksi yang dilakukan oleh partisipan pasar baik penjual maupun pembeli dalam menghadapi kompetisi dengan partisipan pasar lainnya. Perilaku pasar dapat menjelaskan bagaimana setiap lembaga tataniaga mengambil keputusan sesuai dengan pasar yang dihadapinya. Perilaku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktik jual beli beras yang terjadi antar lembaga tataniaga, cara penentuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama antar lembaga tataniaga. 1 Praktek Penjualan dan Pembelian Petani melakukan penjualan hasil panen kepada lembaga tataniaga berikutnya agar bisa mendapatkan penghasilan dan hasil panen yang dimiliki dapat sampai kepada konsumen. Lembaga tataniaga yang dapat dituju oleh petani yaitu pedagang pengumpul, pedagang grosir atau langsung kepada pedagang pengecer. Petani umumnya menjual hasil panen berupa gabah kering panen (GKP). Hal ini dilakukan oleh petani karena kebutuhan akan uang tunai dan kemudahan yang diberikan oleh pedagang dalam urusan jual beli. Pedagang pengumpul biasanya akan mengambil gabah hasil panen langsung ke sawah petani, dengan demikian petani tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk

57 47 mengangkut gabah sampai ke tempat pedagang. Beberapa petani ada yang mengolah gabah hasil panen menjadi beras sebelum dijual, terutama petani yang juga berperan sebagai pedagang. Penjualan yang dilakukan oleh petani kepada lembaga tataniaga selanjutnya didasari oleh ikatan langganan atau kekeluargaan. Pembelian gabah yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kepada petani menggunakan sistem beli lepas dan tanpa menggunakan kontrak. Pembelian kapada petani didahului dengan negosiasi beberapa hari sebelum panen. Setelah selesai panen, pedagang pengumpul akan mendatangi sawah petani dan kemudian mengangkut hasil panen yang telah dihitung jumlahnya. Pembelian gabah oleh pedagang pengumpul di lokasi penelitian masih menggunakan takaran tradisional menggunakan kaleng cat yang berukuran besar. Takaran seperti ini disebut dengan belek di lokasi penelitian. Rata-rata isi dari kaleng cat atau belek tersebut adalah 13 kg GKP apabila ditimbang menggunakan timbangan yang memiliki standar baku. Gabah yang telah diolah menjadi beras akan dijual oleh pedagang pengumpul kepada pedagang grosir atau kepada pedagang pengecer dengan sistem bebas dan tidak terikat kontrak. Pedagang grosir memiliki dua alternatif pembelian yaitu dari pedagang pengumpul atau langsung dari petani. Umumnya pedagang grosir melakukan pembelian beras kepada petani ataupun pedagang pengumpul, namun ada juga pedagang grosir yang membeli gabah dari petani kemudian mengolahnya sendiri. Pembelian gabah kepada petani oleh pedagang grosir juga menggunakan takaran tradisional seperti pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul. Pembelian oleh pedagang grosir dilakukan di tempat dengan cara mendatangi pihak penjual baik petani maupun pedagang pengumpul. Beras yang telah dibeli oleh pedagang grosir akan langsung dijual kepada pedagang pengecer yang semuanya berada di luar daerah dengan sistem bebas tanpa kontrak. Penjualan ini bersifat langganan dan saling percaya antara pedagang grosir dan pedagang pengecer. Pedagang pengecer lokal maupun luar daerah bisa melakukan pembelian beras kepada pedagang pengumpul, pedagang grosir atau langsung kepada petani yang juga bertindak sebagai pedagang. Pembelian beras umumnya menggunakan karung dengan ukuran 5, 10 atau 30 kg sesuai permintaan dari pedagang pengecer. Penjualan dilakukan oleh pedagang pengecer langsung kepada konsumen akhir yang berada disekitar lokasi pedagang pengecer berjualan. Pembelian oleh konsumen akhir bisa dalam kelipatan satu kilogram atau per karung. 2 Sitem Penentuan Harga Penentuan harga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga didahului dengan proses tawar menawar oleh lembaga yang akan melakukan jual beli. Tawar menawar ini dilakukan dengan menjadikan harga pasaran gabah atau beras sebagai dasar harga. Sumber informasi harga pasar bisa berasal dari pedagang pengumpul, pedagang grosir atau dari pihak penggilingan padi. Harga pasaran gabah atau beras ini ditentukan dengan melihat permintaan dan penawaran beras yang terjadi saat itu. Petani akan melakukan tawar menawar harga dengan pedagang pengumpul, pedagang grosir ataupun pedagang pengecer sebelum melakukan jual beli. Apabila kesepakatan harga telah terjadi maka proses jual beli akan dilakukan. Begitu juga dengan praktek penentuan harga oleh lembaga tataniaga yang lainnya.

58 48 Penentuan harga akan sedikit berbeda pada penjualan beras yang dilakukan oleh pedagang pengecer. Pada saat menjual beras, pedagang pengecer menggunakan harga pokok pembelian (HPP) untuk menentukan harga jual beras. Pedagang pengecer akan mengambil marjin dari harga pembelian beras yang diterimanya. 3 Sistem Pembayaran a Pembayaran tunai. Sistem ini dilakukan dalam pembelian gabah kepada petani. Semua lembaga yang melakukan pembelian gabah kepada petani melakukan pembayaran dengan cara tunai. Pembayaran dilakukan langsung pada saat penyerahan barang dari tangan petani kepada lembaga tataniaga yang menjadi pembeli. Sistem ini juga dilakukan oleh pedagang grosir kepada pedagang pengumpul. b Pembayaran kemudian Pembayaran kemudian ini biasanya dilakukan oleh pedagang pengecer atau konsumen akhir berupa lembaga. Pembayaran dilakukan setelah melakukan pembelian yang kedua kali oleh pedagang pengecer atau konsumen akhir kepada lembaga tataniaga yang menjadi pihak penjual. Hal ini dilakukan karena pedagang pengecer atau konsumen akhir sudah menjadi langganan dari lembaga tataniaga yang menjadi pihak penjual. 4 Kerjasama Antar Lembaga Kerjasama yang terjalin di antara petani belum terkoordinasi dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari tidak adanya poktan atau gapoktan yang aktif di lokasi penelitian. Pada kecamatan Tilatang Kamang ditemukan beberapa poktan dan gapoktan namun tidak ada poktan atau gapoktan yang berjalan dengan baik. Hal ini membuat petani melakukan penjualan hasil panennya secara individu kepada lembaga tataniaga yang menjadi langganannya. Keadaan ini membuat petani tidak memiliki kekuatan yang cukup kuat untuk mempengaruhi harga gabah. Di tingkat pedagang pengumpul dan pedagang grosir secara tidak langsung telah terjadi kerjasama terutama dalam hal penentuan harga. Sesama pedagang pengumpul biasanya selalu bertukar informasi mengenai harga gabah dan harga pasaran beras. Begitu juga dengan pedagang grosir yang biasanya saling bertukar informasi harga. Dalam praktek pembelian, umumnya pedagang pengumpul dan pedagang grosir bertindak sebagai penentu harga beli gabah kepada petani. Pedagang pengecer merupakan salah satu lembaga yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Posisi tawar pedagang pengecer lebih lemah dibandingkan dengan posisi tawar pedagang pengumpul ataupun pedagang grosir. Namun pada saat berhadapan dengan pembeli, pedagang pengecer memiliki kekuatan untuk menentukan harga jual beras. Pedagang pengecer juga umumnya tidak memiliki kontrak dengan lembaga tataniaga manapun baik dengan petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir atau dengan sesama pedagang pengecer. Analisis Efisiensi Tataniaga Analisis efisiensi tataniaga menjelaskan seberapa besar tingkat efisiensi saluran tataniaga beras Kuriak Kusuikdi lokasi penelitian. Indikator yang

59 49 digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi adalah marjin tataniaga, farmer`s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya di setiap saluran tataniaga. Analisis efisiensi dilakukan terpisah antara saluran tataniaga yang petaninya menjual hasil panen dalam bentuk GKP (saluran I, II, III, IV dan V) dengan saluran yang petaninya menjual hasil panen dalam bentuk beras (saluran VI dan VII). Pada analisis efisiensi ini saluran VIII tidak disertakan dalam perhitungan. Hal ini dilakukan karena tidak bisa membandingkan nilai marjin, farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya dari saluran tersebut dengan saluran yang lainnya. Volume Distribusi Gabah Setara Beras Analisis volume distribusi digunakan untuk melihat saluran yang menjadi pilihan utama lembaga-lembaga tataniaga untuk menyalurkan beras yang dimiliki. Pangsa pasar dilihat dari total volume beras yang didistribusikan dalam setiap saluran. Hasil perhitungan volume distribusi setiap saluran dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Volume distribusi beras setiap saluran Saluran Tataniaga Pangsa Pasar (kg) Presentase (%) Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Saluran V Saluran VI Saluran VII Saluran VIII Total Berdasarkan Tabel 15 diketahui saluran I telah mendistribusikan kg beras dari produsen atau setara dengan persen total beras yang dimiliki petani responden. Saluran ini merupakan saluran dengan volume distribusi gabah setara beras terbesar pada kelompok saluran petani yang menjual hasil panen berupa GKP. Setelah saluran I, saluran IV merupakan saluran dengan volume distribusi terbesar kedua dengan total distribusi sebesar kg gabah setara beras. Kemudian saluran III dan saluran V dengan total distribusi gabah setara beras masing-masing sebesar kg dan kg. Saluran dengan total distribusi terkecil adalah saluran II sebesar kg. Pada kelompok saluran dimana petaninya menjual hasil panen berupa beras, pangsa pasar terbesar dimiliki oleh saluran VI dengan total distribusi gabah setara beras sebesar kg. Jumlah ini setara dengan 8% gabah setara beras yang dimilki oleh petani pada penelitian ini. Saluran dengan pangsa pasar kedua yaitu saluran VII dengan total distribusi gabah setara beras sebesar kg setara dengan 6.62% total gabah yang dimiliki petani.

60 50 Analisis Biaya Tataniaga Biaya tataniaga yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu biaya panen, biaya transportasi, biaya tenaga kerja, biaya penggilingan, biaya penyusutan dan retribusi. Setiap lembaga tataniaga menanggung biaya yang berbeda-beda tergantung dengan fungsi yang dijalankannya. Perhitungan biaya tataniaga setiap saluran dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari Lampiran 2 diketahui bahwa pada kelompok saluran tataniaga dimana petani menjual hasil panen berupa GKP, saluran yang memilki struktur biaya terendah yaitu saluran IV dengan biaya tataniaga Rp Biaya tataniaga pada saluran ini rendah karena hanya ada satu lembaga yang menjadi perantara antara petani dengan konsumen akhir yaitu pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul pada saluran ini langsung menjual beras kepada konsumen akhir organisasi. Kemudian biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran I yaitu sebesar Rp Saluran I bukanlah saluran tataniaga dengan struktur terpanjang, namun memiliki biaya tataniaga yang paling besar. Hal ini disebabakan karena tujuan distribusi kepada pedagang pengecer luar daerah yang cukup jauh sehingga harus menanggung biaya transportasi yang mahal. Struktur biaya paling tinggi ditanggung oleh pedagang pengumpul pada saluran ini. Dari kelompok saluran tataniaga dimana petani menjual hasil panen berupa beras, saluran dengan struktur biaya terendah ada pada saluran VIII dengan total biaya tataniaga Rp /kg. Pada saluran ini petani langsung menjual hasil panennya kepada konsumen akhir sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi semakin rendah. Saluran dengan biaya tertinggi yaitu saluran VI dengan total biaya tataniaga sebesar Rp /kg. Lembaga tataniaga yang menanggung biaya paling tinggi adalah petani karena petani melakukan pengolahan dan juga menanggung risiko yang cukup besar dalam melakukan kegiatan tataniaga. Analisis Marjin Tataniaga Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen sebagai balas jasa atas fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga selama distribusi barang berlangsung. Secara sederhana marjin tataniaga merupakan selisih antara nilai jual dan nilai beli. Marjin tataniaga menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pada setiap saluran tataniaga. Semakin kecil nilai marjin tataniaga pada suatu saluran maka semakin efisien saluran tersebut. Marjin tataniaga setiap saluran berbeda-beda tergantung besar kecil biaya yang dikeluarkan dan fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga di dalamnya. Hasil tabulasi marjin tataniaga dapat dilihat pada Lampiran 3. Petani menjual GKP Saluran I Pada saluran I harga GKP yang diterima oleh petani adalah Rp /kg. Petani menjual langsung semua hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang berada disekitar daerah penelitian. Pedagang pengumpul melakukan pengolahan GKP menjadi beras dan kemudian menjual beras kepada pedagang pengecer yang berada diluar daerah. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp /kg. Pedagang pengumpul memperoleh keuntungan sebesar Rp dan diperoleh marjin tataniaga sebesar Rp Beras yang

61 dimiliki oleh pedagang pengumpul didistribusikan kepada pedagang pengecer luar daerah. Pedagang pengecer luar daerah menanggung biaya tataniaga sebesar Rp /kg. Keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp635.4/kg maka diketahui marjin tataniaga sebesar Rp2 600/kg. Total marjin tataniaga pada saluran I adalah Rp /kg. Saluran II Harga GKP yang diterima petani pada saluran II adalah Rp /kg. Petani pada saluran ini juga langsung menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menanggung biaya tataniaga sebesar Rp /kg. Pedagang pengumpul mengambil keuntungan sebesar Rp sehingga marjin dari pedagang pengumpul adalah Rp /kg. Pedagang pengumpul mendistribusikan beras kepada pedagang grosir yang ada di daerah penelitian. Pedagang grosir menanggung biaya tataniaga sebesar Rp300/Kg dan mengambil keuntungan sebesar Rp300/kg. Marjin tataniaga dari pedagang grosir adalah Rp600/kg. Pedagang grosir menjual beras kepada pedagang pengumpul luar daerah yang berada di provinsi Riau. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul pada saluran II adalah Rp1 000/kg dengan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp600/kg. Marjin tataniaga dari pedagang pengumpul adalah sebesar Rp1 600/kg. Total marjin tataniaga pada saluran II yaitu sebesar Rp /kg. Saluran II merupakan saluran terpanjang dari semua saluran tataniaga yang ditemui di lokasi penelitian. Saluran III Harga GKP rata-rata yang diterima oleh petani pada saluran III adalah Rp /kg. Petani mendistribusikan semua hasil panen kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp /kg beras dan mengambil keuntungan sebesar Rp2 079/kg beras. Marjin tataniaga dari pedagang pengumpul pada saluran ini adalah Rp5 464/kg. Pedagang pengumpul kemudian menjual beras kepada pedagang pengecer lokal yang berada di dalam Provinsi Sumatera Barat. Biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang pengecer lokal saluran III adalah Rp700/kg beras dengan keuntungan yang diambil sebesar Rp 700/kg beras. Marjin tataniaga dari pedagang pengecer lokal adalah sebesar Rp1 400/kg. Total marjin tataniaga pada saluran III adalah Rp /kg beras. Saluran IV Harga GKP rata-rata yang diperoleh petani pada saluran IV adalah Rp Petani menjual hasil panen berupa GKP kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menanggung biaya tataniaga sebesar Rp2 476/kg dan mengambil keuntungan sebesar Rp /kg. Marjin tataniaga pada saluran ini adalah Rp /kg. Pada saluran IV pedagang pengumpul langsung menjual hasil panen kepada konsumen akhir. Hal ini membuat marjin dari pedagang pengumpul menjadi marjin total pada saluran IV. Saluran ini juga merupakan saluran tersingkat pada kelompok petani yang penjual GKP. Saluran V Harga GKP rata-rata yang dibayarkan kepada petani disaluran V adalah Rp4 200/kg. Petani menjual hasil panen kepada pedagang grosir yang berada di daerah penelitian. Biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang grosir adalah Rp /kg dan mengambil keuntungan sebesar Rp /kg. Marjin tataniaga dari pedagang grosir adalah sebesar Rp /kg. Kemudian hasil panen 51

62 52 didistribusikan kepada pedagang pengecer luar daerah. Biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang pengecer pada saluran ini adalah Rp /kg beras. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer saluran ini adalah Rp /kg beras dan marjin Rp Total marjin pada saluran V adalah Rp /kg. Pada kelompok saluran ini, pedagang pengumpul adalah lembaga tataniaga yang mengambil marjin paling besar dibanding lembaga tataniaga lain. Hal ini bisa disebabkan banyaknya fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul melakukan semua fungsi tataniaga mulai dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Pedagang pengumpul yang mengambil marjin tataniaga terbesar adalah pedagang pengumpul pada saluran IV yaitu sebesar Rp /kg. Pedagang pengumpul pada saluran IV melakukan semua fungsi tataniaga dan juga memotong rantai tataniaga dengan menjual beras langsung kepada konsumen akhir. Hal ini membuat pedagang pengumpul saluran IV bisa mengambil marjin yang lebih besar daripada pedagang pengumpul saluran lain. Marjin terkecil pada tingkat pedagang pengecer ada pada pedagang pengecer saluran I. Pedagang pengumpul pada saluran I melakukan semua fungsi tataniaga seperti pedagang pengumpul pada saluran lain, namun harga beli kepada petani yang lebih tinggi membuat pedagang pengumpul saluran I mendapat marjin yang lebih kecil. Dari kelompok saluran petani yang menjual beras, total marjin terbesar ada pada saluran I yaitu sebesar Rp6981.1/kg beras. Total marjin terkecil ada pada saluran IV yaitu sebesar Rp /kg beras. Meskipun pedagang pengumpul pada saluran IV merupakan lembaga tataniaga yang mengambil marjin paling besar namun total marjin saluran IV adalah yang terkecil. Hal ini disebabkan saluran IV merupakan saluran dengan struktur tersingkat dari beberapa saluran lainnya. Dari kelompok saluran dimana petani menjual GKP bisa disimpulkan bahwa saluran IV merupakan saluran yang relatif lebih efisien. Petani menjual Beras Saluran VI Harga beli beras rata-rata yang dibayarkan kepada petani pada saluran VI adalah Rp /kg. Petani pada saluran ini menjual langsung hasil panen yang telah diolah menjadi beras kepada pedagang pengecer luar daerah. Biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang pengecer luar daerah pada saluran ini adalah Rp800/kg dan mengambil keuntungan sebesar Rp833.3/kg. Marjin tataniaga total pada saluran VI adalah Rp /kg beras. Saluran VII Petani pada saluran VII menjual hasil panen yang telah diolah menjadi beras kepada pedagang pengecer lokal. Harga beras rata-rata yang diterima oleh petani pada saluran ini adalah Rp8 700/kg. Biaya tataniaga rata-rata yang dibayarkan oleh pedagang pengecer lokal pada saluran ini adalah sebesar Rp587.5/kg dan keuntungan yang diperolah adalah sebesar Rp712.5/kg beras. Total marjin tataniaga pada saluran VII adalah Rp1 300/kg beras. Pada saluran terakhir yaitu saluran VIII tidak ditemukan adanya marjin tataniaga karena petani langsung menjual hasil panen kepada konsumen akhir. Dari kelompok saluran yang petaninya menjual panen berupa beras diketahui marjin terbesar ada pada saluran VI dan marjin terkecil ada pada saluran VII. Hal ini dikarenakan biaya transportasi untuk wilayah lokal tidak semahal biaya

63 53 transportasi keluar daerah. Harga jual beras untuk pasar lokal juga lebih murah dibandingkan dengan harga jual pasar luar daerah. Dapat disimpulkan bahwa saluran VII relatif lebih efisien dibandingkan saluran VI. Marjin tataniaga terbesar pada kelompok saluran ini berada pada pedagang pengecer luar daerah. Pedagang pengecer luar daerah tidak melakukan semua fungsi tataniaga, namun jarak yang jauh serta biaya transportasi yang lebih mahal membuat pedagang pengecer luar daerah mengambil marjin tataniaga yang lebih besar dibandingkan pedagang pengecer lokal. Analisis Farmer`s Share Farmer`s share merupakan bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmer`s share dinyatakan dalam bentuk presentase. Nilai farmer`s share merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat efisiensi tataniaga secara operasional. Nilai farmer`s share yang besar menunjukkan saluran tersebut efisien secara operasional. Nilai Farmer`s share yang besar memperlihatkan bagian yang diterima petani semakin besar sehingga kepuasan petani akan hasil yang didapatkan semakin besar. Nilai farmer`s share dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Farmer's share setiap saluran tataniaga beras di lokasi penelitian Saluran Tataniaga Harga di tingkat petani (Rp/kg) Harga di tingkat konsumen (Rp/kg) Farmer's share (%) Petani menjual GKP Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Saluran V Petani menjual beras Saluran VI Saluran VII Saluran VIII Dari Tabel 16 diketahui farmer`s share di setiap saluran berbeda. Pada saluran I-V dimana petani menjual hasil panen berupa GKP diketahui nilai farmer`s share berturut-turut yaitu 36.54%, 37.73%, 39.87%, 41.87%, dan 38.18%. Dari kelima saluran ini diketahui saluran dengan farmer`s share tertinggi adalah saluran IV yaitu 41.87%. Hal ini berarti bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen lebih besar dibandingkan empat saluran lain. Saluran ini merupakan saluran tersingkat dari kelompok saluran yang petaninya menjual hasil panen berupa GKP. Saluran ini hanya melibatkan petani dan pedagang pengumpul. Harga akhir yang dibayarkan konsumen pada saluran ini juga lebih murah dibanding saluran lainnya yaitu Rp9 400/kg beras. Pada saluran VI-VIII dimana petani menjual hasil panen berupa beras, diketahi nilai farmer`s share yaitu 84.44%, 87% dan 100%. Nilai farmer`s share

64 54 pada saluran ini melebihi 80% karena petani mengolah sendiri gabah yang dimiliki dan saluran tataniaga yang cukup singkat hanya melibatkan petani dan pedagang pengecer. Pada saluran VIII petani langsung menjual hasil panen kepada konsumen akhir sehingga farmer`s share yang diterima yaitu 100%. Namun saluran ini tidak bisa dibandingkan dengan saluran lain. Nilai farmer`s share terbesar pada kelompok saluran ini ada pada saluran VII yaitu 87%. Hal ini disebabkan biaya transportasi yang lebih murah dan harga jual kepada konsumen akhir yang lebih murah. Nilai farmer`s share pada saluran VII memiliki arti setiap 100 rupiah yang dibayarkan oleh konsumen akhir, maka petani memperoleh pendapatan sebesar Rp87. Akan tetapi saluran VII bukan merupakan saluran utama dalam distribusi beras di kecamatan Tilatang Kamang. Hal ini diketahui dari total distribusi beras yang hanya 6.27% dari total beras yang didistribusikan dalam penelitian ini. Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Analisis rasio keuntungan terhadap biaya merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui efisiensi saluran tataniaga. Analisis ini akan melihat perbandingan antara keuntungan yang diperoleh setiap lembaga tataniaga dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya akan menggambarkan berapa keuntungan yang diperoleh dari setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga. Saluran yang paling efisien secara operasional adalah saluran yang memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari saluran I sampai saluran V dimana petani menjual hasil panen berupa GKP, nilai total rasio keuntungan terhadap biaya berturut-turut adalah 0.56, 0.98, 0.86, 1.21, dan Rasio keuntungan terhadap biaya terbesar terdapat pada saluran tataniaga IV yaitu sebesar Nilai ini berarti setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan sebagai biaya tataniaga maka dipeoroleh keuntungan sebesar Rp1.21. Rasio keuntungan terhadap biaya terkecil ada pada saluran V yaitu sebesar 0.26 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan tataniaga maka diperoleh keuntungan sebesar Rp0.26. Dari Lampiran 1 diketahui adanya perbedaan pada nilai rasio keuntungan terhadap biaya disetiap lembaga baik dalam satu saluran maupun dari saluran yang berbeda. Pada tingkat pedagang pengecer rasio keuntungan terhadap biaya terbesar ada pada saluran IV yaitu sebesar 1.21 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer pada saluran IV untuk melakukan kegiatan tataniaga beras, maka pedagang pengumpul tersebut memberoleh keuntungan sebesar Rp1.21. Kemudian rasio keuntungan terhadap biaya terkecil pada tingkat pedagang pengumpul ada pada saluran II yaitu sebesar 0.58 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan maka diperoleh keuntungan Rp0.58. Pada tingkat pedagang grosir nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar ada pada pedagang grosir saluran II yaitu sebesar 1. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada tingkat pedagang grosir yang terkecil ada pada pedagang grosir saluran V yaitu sebesar Pada kelompok saluran dimana petani menjual hasil panen berupa gabah, nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada tingkat pedagang pengecer terbesar

65 55 ada pada saluran III yaitu sebesar 1. Pedagang pengecer pada saluran ini mengambil keuntungan sebesar biaya yang dikeluarkan sehingga nilai rasio keuntungan terhadap biayanya bernilai 1. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada tingkat pedagang pengecer terkecil ada pada saluran I yaitu sebesar Kelompok saluran petani menjual hasil panen berupa beras memiliki struktur saluran tataniaga yang sama yaitu melibatkan petani dan pedagang pengecer. Hal ini menyebabkan rasio keuntungan terhadap biaya pada kedua saluran yang bisa diperbandingkan tidak berbeda jauh. Pada Lampiran 1 dapat dilihat nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar berada pada saluran VII yaitu sebesar 1.21 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan tataniaga beras, maka diperoleh keuntungan sebesar Rp1.21. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terkecil ada pada saluran VI yaitu sebesar Dari penjelasan yang telah diberikan dapat disimpulkan bahwa saluran tataniaga IV merupakan saluran tataniaga yang relatif lebih efisien dilihat dari nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada kelompok saluran yang petaninya menjual hasil panen berupa GKP. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini yaitu 1.21 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan tataniaga beras akan memperoleh keuntungan Rp1.21. Kemudian pada kelompok saluran yang petaninya menjual hasil panen berupa beras, saluran yang relatif lebih efisien dilihat dari nilai rasio keuntungan terhadap biaya yaitu saluran VII. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini adalah Nilai ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan tataniaga beras akan memperoleh keuntungan Rp1.21. Efisiensi Tataniaga Tabel 17 Efisiensi tataniaga berdasarkan indikator efisiensi tataniaga Indikator Petani menjual GKP Saluran tataniaga Petani menjual beras I II III IV V VI VII VIII Harga di tingkat petani (Rp/kg) Harga di tingkat konsumen (Rp/kg) Total marjin (Rp/kg) Total marjin (%) Farmer's share (%) Rasio π/c Volume (ton) Urutan efisiensi Setelah melakukan pembahasan kualitatif dan kuantitaf dari data yang diperoleh di lapangan, maka dapat diketahui saluran tataniaga yang relatif lebih efisien dari delapan saluran tataniaga yang ditemukan. Efisiensi merupakan hal yang ingin dicapai dalam kegiatan tataniaga. Perbandingan efisiensi tataniaga

66 56 dilihat berdasarkan indikator efisiensi tataniaga berupa marjin, farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Pada Tabel 17 dapat dilihat harga jual petani dan harga jual di tingkat konsumen akhir. Kemudian total marjin, farmer`s share, total rasio keuntungan terhadap biaya serta volume gabah setara beras yang didistribusikan pada setiap saluran. Saluran tataniaga yang lebih efisien ditetukan dengan melihat nilai marjin yang terendah, farmer`s share tertinggi dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang tertinggi. Penjelasan tenang efisiensi tataniaga akan dibagi berdasarkan penjualan panen petani dalam bentuk GKP atau beras. Petani menjual GKP Pada kelompok petani yang menjual hasil panen berupa GKP, saluran yang relatif lebih efisien dibandingkan saluran lain yaitu saluran tataniaga IV. Hal ini dilihat dari nilai marjin tataniaga yang lebih kecil dibandingkan saluran lain yaitu sebesar Rp5 464/kg beras atau sebesar 58.13% dalam persentase. Nilai farmer`s share yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan saluran lain pada kelompok saluran ini yaitu 41.87%. Nilai farmer`s share ini menunjukkan bahwa 41.87% harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir merupakan harga yang diterima oleh kepada petani. Kemudian dilihat dari nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini merupakan nilai tertinggi yaitu Volume beras yang didistribusikan pada saluran ini juga cukup besar yaitu berjumlah ton, yang merupakan total volume distribusi beras terbesar kedua pada kelompok saluran ini. Namun petani yang menggunakan saluran ini hanya enam orang petani dengan total panen cukup besar untuk masing-masing petani. Saluran ini ini juga merupakan saluran terpendek pada kelompok saluran yang petinya menjual hasil panen berupa GKP. Dari beberapa indikator yang telah dijelaskan membuat saluran IV menjadi saluran yang relatif lebih efisien dibanding saluran lain pada kelompok saluran ini. Saluran kedua yang relatif efisien adalah saluran tataniaga beras III. Saluran ini melibatkan petani, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer lokal. Dari indikator efisiensi tataniaga diketahui saluran III memilki nilai marjin total Rp6 013/kg beras atau 60.13% dalam presentase. Nilai ini merupakan nilai marjin terkecil kedua setelah saluran IV. Nilai farmer`s share dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini yaitu 39.87% dan Nilai farmer`s share saluran ini merupakan nilai terbesar kedua namun nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini lebih kecil dibandingkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran II. Dilihat dari volume gabah setara beras yang didistribusikan, saluran ini mendistribusikan jumlah yang cukup besar yaitu ton. Jumlah ini merupakan volume distribusi terbesar ketiga dan lebih besar dibandingkan volume distribusi pada saluran II. Dengan beberapa indikator tersebut bisa dikatakan saluran III merupakan saluran kedua yang relatif lebih efisien dibandingkan saluran lain pada kelompok saluran ini. Supaya saluran ini lebih efisien, distribusi beras pada saluran ini harus ditingkatkan. Apabila volume distribusi pada saluran ini ditingkatkan diharapkan biaya tataniaga yang dikeluarkan perkilogram beras dapat ditekan. Saluran ketiga yang relatif efisien adalah saluran V. Saluran ini melibatkan petani, pedagang grosir dan pedagang pengecer luar daerah. Nilai total marjin

67 tataniaga pada saluran ini yaitu Rp6 800/kg atau 61.82%. Nilai farmer`s share pada saluran ini yaitu 38.18% dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar Nilai marjin tataniaga saluran ini merupakan nilai terkecil ketiga setelah saluran IV dan III serta nilai farmer`s share terbesar ketiga. Namun nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini lebih kecil dibandingkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya saluran II. Total gabah setara beras yang didistribusikan pada saluran ini yaitu 14 ton. Supaya pembagian keuntungan atau marjin tataniaga pada saluran ini lebih adil, harga di tingkat konsumen akhir bisa ditingkatkan. Biaya transportasi yang cukup mahal membuat pembagian keuntungan pada pedagang pengecer menjadi lebih kecil. Hal ini bisa diatasi dengan menaikkan harga. Volume distribusi pada saluran ini juga harus ditingkatkan untuk menekan biaya tataniaga perkilogramnya. Saluran relatif efisien keempat yaitu saluran II. Saluran II merupakan saluran terpanjang dari semua saluran yang ditemukan pada penelitian ini. saluran ini melibatkan petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer luar daerah. Meskipun saluran II merupakan saluran terpanjang, namun saluran ini bukan merupakan saluran dengan nilai efisiensi terakhir. Hal ini dikarenakan setiap lembaga yang berperan mengambil marjin yang tidak terlalu besar dan rasio keuntungan terhadap biaya menyebar lebih adil untuk setiap lembaga tataniaga yang berperan. Nilai marjin, farmer`s share serta rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini berturut-turut adalah 62.27%, 37.73% dan Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini merupakan nilai terbesar kedua setelah saluran IV. Total volume gabah setara beras yang didistribusikan pada saluran ini yaitu 7.14 ton, nilai ini merupakan nilai distribusi terkecil dari lima saluran pada kelompok ini. Pada saluran ini volume distribusi beras yang dilakukan perlu ditingkatkan. Pembagian keuntungan yang sudah cukup adil sesuai dengan peran masing-masing lembaga membuat saluran ini seharusnya menjadi efisien. Namun volume distribusi yang kecil membuat biaya tataniaga menjadi lebih besar untuk setiap kilogram beras. Saluran dengan nilai efisiensi diurutan terakhir yaitu saluran I. saluran ini melibatkan petani, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer luar daerah. saluran ini bukan saluran dengan struktur terpanjang namun dari hasil analisis efisienasi merupakan saluran dengan nilai indikator efisiensi terendah dari saluran lain. Saluran I memilki nilai marjin total Rp6 981/kg atau 63.46%, nilai farmer`s share 63.46% dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya Pada saluran I perlu dilakukan penambahan volume distribusi untuk menekan biaya tataniaga perkilogram beras. Beberapa komponen biaya yang cukup tinggi ditemukan pada saluran I yaitu biaya retribusi dan biaya tenaga kerja. Hal ini bisa ditekan apabila volume distribusi ditingkatkan namun tidak diikuti penambahan input lain seperti tenaga kerja. Dari penjelasan yang telah diberikan dapat disimpulkan saluran IV merupakan saluran yang relatif lebih efisien dibandingkan saluran lain pada kelompok saluran petani yang menjual hasil panen berupa GKP. Hal ini diketahui dari indikator efisiensi operasional berupa marjin tataniaga, farmer`s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Saluran IV memilki nilai marjin tataniaga terkecil, nilai farmer`s share terbesar dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar. 57

68 58 Petani menjual beras Dari dua saluran yang dapat diperbandingakan dimana petani respondennya menjual hasil panen berupa beras, saluran VII merupakan saluran yang relatif lebih efisien dibandingkan saluran lain. Nilai marjin tataniaga pada saluran ini adalah Rp1 300/kg beras atau 13% dalam presentase. Nilai farmer`s share pada saluran ini adalah 87% dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya Nilai farmer`s share pada saluran VII bisa mencapai di atas 80% kerena petani langsung menjual hasil panen kepada pedagang pengecer. Saluran tataniaga yang pendek dan fungsi tataniaga yang lebih banyak dilakukan oleh petani memberi petani bagian yang besar dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Namun dari total volume gabah setara beras yang didistribusikan pada saluran ini adalah volume terkecil yaitu sebesar 8.4 ton. Nilai ini lebih kecil dibandingkan saluran VI yaitu sebesar ton. Saluran dengan nilai efisiensi kedua yaitu saluran VI. Saluran ini melibatkan petani dan pedagang pengecer luar daerah. Nilai marjin tataniaga pada saluran ini yaitu Rp1 633/kg beras atau setara dengan 15.56%. Nilai farmer`s share pada saluran ini 84.44% dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya Volume gabah setara beras yang didistribusikan pada saluran ini yaitu ton. Simpulan dan Saran Simpulan Pada penelitian tentang Analisis Tataniaga Beras Kuriak Kususik di Kabupeten Agam Sumatera Barat diketahui ada 8 saluran yang digunakan oleh lembaga tataniaga yang terdapat di lokasi penelitian. Saluran tersebut mampu menyalurkan beras mulai dari petani hingga konsumen akhir yang ada di lingkup provinsi Sumatera Barat dan luar Sumatera Barat. Total volume gabah setara beras yang didistribusikan pada penelitian ini berjumlah kilogram. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga beras kuriak kususik ini yaitu petani pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer lokal dan pedagang pengecer luar daerah. Masing-masing lembaga tataniaga menjalankan fungsi yang berbeda meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Struktur pasar yang dihadapi oleh lembaga tataniaga pada penelitian ini cenderung mengarah kepada pasar oligopoli dan pasar persaingan murni. Perilaku pasar dilihat dari pola penentuan harga, cara pembayaran dan hubungan antar lembaga dalam saluran. Penentuan harga menggunakan sistem tawar menawar dengan harga pasaran beras sebagai acuan, kemudian cara pembayaran ada yang menggunakan pembayaran tunai dan ada yang melakukan pembayaran kemudian sesuai dengan kesepakatan antar lembaga yang berhubungan. Kemudian kerjasama yang cukup baik ditunjukkan oleh lembaga tataniaga pedagang pengumpul dan pedagang grosir. Sedangkan petani dan pedagang pengecer belum memperlihatkan kerjasama yang baik dengan sesamanya. Analisis efisiensi dibagi menjadi dua yaitu pada kelompok saluran yang petaninya menjual hasil panen dalam bentuk GKP dan saluran yang petaninya menjual hasil panen dalam bentuk beras. Analisis efisiensi yang dilakukan

69 59 menggunakan indikator analisis marjin tataniaga, analisis farmer`s share dan analisis rasio keuntungan terhadap biaya. Dari hasil analisis menggunakan indikator efisiensi tersbut diketahui saluran yang relatif lebih efisien dibandingkan saluran lain adalah saluran IV untuk kelompok saluran yang petaninya menjual hasil panen dalam bentuk GKP dan saluran VII untuk kelompok saluran yang petaninya menjual hasil panen dalam bentuk beras. Saran 1. Setiap saluran bisa memberikan keuntungan yang lebih besar untuk petani jika petani mau melakukan fungsi tataniaga pengolahan. Seperti terlihat pada saluran VI, VII dan VIII petani sudah mengolah gabah hasil panen menjadi beras. Hal ini membuat harga yang diterima petani jauh lebih tinggi daripada petani yang langsung menjual gabah. Petani yang belum melakukan pengolahan sebaiknya melakukan pengolahan gabah menjadi beras agar mendapatkan harga yang lebih tinggi. 2. Sampai saat ini sistem pembelian gabah dari petani oleh lembaga tataniaga yang lebih tinggi masih menggunakan takaran tradisional dengan menggunakan ember atau kaleng cat bekas yang disebut belek. Hal ini membuat jumlah gabah yang dijual oleh petani tidak sama untuk setiap kali penakaran apabila dihitung dalam satuan kilogram. Petani dan lembaga yang membeli hasil panen petani diharapkan bisa menggunakan satuan yang lebih baku untuk menghindari kerugian salah satu pihak. Petani juga bisa mendapatkan harga pasti untuk setiap kilogram gabah yang mereka jual. 3. Sampai saat ini belum ada kebijakan pemerintah daerah Sumatera Barat yang mendukung pelestarian dan pengembanagan pedi varietas Kuriak Kususik. Pemerintah bisa menunjang pengembangan padi varietas Kuriak Kusuik dengan mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengembangan padi kuriak kusuik terutama pada kebijakan mengenai perdagangan. Kebijakan yang mendukung petani dapat meningkatkan minat petani dalam memproduksi padi varietas Kuriak Kusuik sehingga dapat meningkatkan produksi padi varietas ini. DAFTAR PUSTAKA Aditama P Analisis Tataniaga Beras di Desa Keduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Petanian Bogor. Asmarantaka RW Agri Marketing. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Agam Dalam Angka Padang: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Tilatang Kamang Dalam Angka Padang : Badan Pusat Statistik. Dahl DC, Hammond JW Marker and Price Analysis The Agricultural Industries. USA : McGraw-Hill

70 60 Ghandi P Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Petanian Bogor. Hanafiah AM, Saefudin Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Indonesia (UI) Press. Kohls RL, Uhl JN Marketing of Agricultural Product Ninth Edition. USA : Prentice-Hall Inc. Kusumah HM Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus Jawa Barat dan Sulawesi Selatan). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Petanian Bogor. Limbong W.H, Sitorus P Bahan Kuliah Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mahayana Ni Putu AWP Analisis Tataniaga Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Petanian Bogor. Mubyarto Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia Rusastra IW, Benny R, Sumedi, Tahlim S Struktur Pasar dan Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditi Kompetitor Utama. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan sosial Ekonomi Pertanian. [Internet]. [diunduh 2014 Jul 1] Sawit MH dan Lakollo Rice Import Surge in Indonesia. Jakarta. ICASEPS & AAI. Siregar H Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Bogor. PT Sastra Hudaya Tomek WG, Robinson KL Agricultural Product Prices Third Edition. New York : Cornell University Press

71 61 Lampiran 1 LAMPIRAN Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga setiap saluran Lembaga Tataniaga Petani menjual GKP Saluran Petani menjual Beras I II III IV V VI VII VIII Pedagang Pengumpul Biaya (c) (Rp/Kg) Keuntungan (π) (Rp/Kg) Rasio π/c Pedagang Grosir Biaya (c) (Rp/Kg) Keuntungan (π) (Rp/Kg) Rasio π/c Pedagang Pengecer Biaya (c) (Rp/Kg) Keuntungan (π) (Rp/Kg) Rasio π/c Total Biaya (c) (Rp/Kg) Keuntungan (π) (Rp/Kg) Rasio π/c

72 62 Lampiran 2 Biaya, marjin tataniaga beras Kuriak Kusuik di Kecamatan Tilatang kamang Lembaga tataniaga Saluran tataniaga (Rp/kg) I % II % III % IV % V % VI % VII % VIII % Petani Harga Jual petani Pedagang Pengumpul Harga beli Biaya Tataniaga Pengemasan Transportasi penyusutan GKP Susut giling Giling Tenaga kerja total biaya Keuntungan Margin Harga Jual Pedagang Besar Harga beli Biaya Tataniaga Pengemasan Transportasi penyusutan GKP Susut giling

73 63 Giling Tenaga kerja total biaya Keuntungan Margin Harga Jual Pedagang Pengecer Harga beli Biaya Tataniaga Transportasi Retribusi Tenaga kerja total biaya Keuntungan Margin Harga Jual Harga di tingkat konsumen

74 64 Lampiran 3 Biaya tataniaga beras tiap saluran Lembaga tataniaga Saluran tataniaga (Rp/kg) Saluran I Saluran II Saluran III saluran IV Saluran V Saluran VI Saluran VII Saluran VIII Petani mejual GKP Panen penyusutan GKP Susut giling Giling Pengangkutan Jumlah Petani menjual beras Panen penyusutan GKP Susut giling Giling Pengangkutan Jumlah Pedagang pengumpul Pengemasan Transportasi penyusutan GKP Susut giling Giling Tenaga kerja Jumlah Pedagang grosir Penyimpanan Pengemasan Transportasi penyusutan GKP

75 Susut giling Giling Tenaga kerja Jumlah Pedagang pengecer Transportasi Retribusi Tenaga kerja Jumlah Total biaya

76 66 Lampiran 4 Marjin tataniaga Beras Kuriak Kusiak di Kecamatan Tilatang Kamang Lembaga tataniaga Saluran tataniaga (Rp/kg) I II III IV V VI VII VIII Petani menjual GKP Harga Jual Petani menjual beras Harga jual Pedagang Pengumpul Harga beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Margin rasio marjin terhadap marjin total(%) Pedagang Besar Harga beli Biaya Tataniaga Keuntungan Harga Jual Margin rasio marjin terhadap marjin total(%) Pedagang Pengecer Harga beli 8, , , , , , Biaya Tataniaga 1, , , Keuntungan , Harga Jual 11, , , , , , Margin 2, , , , , , rasio marjin terhadap marjin total(%) Total Biaya Tataniaga 4, , , , , Total Keuntungan 2, , , , , ,900.0 Total Margin Tataniaga 6, , , , , , , ,900.0

77 67 Lampiran 5 Fungsi tataniaga Beras Kuriak Kusiak di Kecamatan Tilatang Kamang Fungsi-fungsi tataniaga Saluran dan lembaga tataniaga Pertukaran Fisik Fasilitas Beli Jual Simpan Olah Kemas Angkut Sortasi, grading Biaya Risiko Informasi pasar Saluran Tataniaga I Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer luar daerah Saluran Tataniaga II Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar (grosir) Pedagang Pengecer luar daerah Saluran Tataniaga III Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer lokal Saluran IV Petani Pedagang Pengumpul Konsumen Akhir Lembaga Saluran Tataniaga V Petani Pedagang Besar (grosir) Pedagang pengecer luar daerah Saluran Tataniaga VI Petani Pedagang Pengecer Luar daerah Saluran Tataniaga VII Petani Pedagang Pengecer Lokal Saluran Tataniaga VIII Petani Konsumen Akhir Lembaga

78 68 Lampiran 6 Cost marjin Saluran tataniaga (Rp/kg) Lembaga tataniaga I II III IV V VI VII VIII Petani menjual GKP Harga Jual Petani menjual beras Harga jual Pedagang Pengumpul Biaya Tataniaga Margin rasio cost marjin Pedagang Besar Biaya Tataniaga Margin rasio cost marjin Pedagang Pengecer Biaya Tataniaga Margin rasio cost marjin Total Biaya Tataniaga Total Keuntungan Total Margin Tataniaga

79 69 Lampiran 7 Profit marjin Saluran tataniaga (Rp/kg) Lembaga tataniaga I II III IV V VI VII VIII Petani menjual GKP Harga Jual Petani menjual beras Harga jual Pedagang Pengumpul Keuntungan Margin rasio profit marjin Pedagang Besar Keuntungan Margin rasio profit marjin Pedagang Pengecer Keuntungan Margin rasio profit marjin Total Biaya Tataniaga Total Keuntungan Total Margin Tataniaga

80 70 Lampiran 8 Dokumentasi penelitian Gudang dan tempat penggilingan Kegiatan panen Pengolahan gabah Penyimpanan Proses penjemuran Satuan pembelian oleh pedagang Sawah yang sedang dipanen Stok gabah pedagang pengumpul

81 71 Wawancara pedagang Wawancara petani

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI Joko Purwono 1), Sri Sugyaningsih 2), Adib Priambudi 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

RANTAI NILAI BERAS IR64 DI KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP

RANTAI NILAI BERAS IR64 DI KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP AGRITECH : Vol. XIX No. 2 Desember 2017 : 121-129 ISSN : 1411-1063 RANTAI NILAI BERAS IR64 DI KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP Mahfud Hidayat, Pujiharto, Sulistyani Budiningsih Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH (Capsicum annuum SP.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) Masyuliana*), Kelin Tarigan **) dan Salmiah **)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2 81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) ANALISIS SISTEM TATANIAGA BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT Eva Yolynda Aviny

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU Jurnal AgribiSains ISSN 2442-5982 Volume 1 Nomor 2, Desember 2015 27 ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kelompok Tani Nanggeleng Jaya Desa Songgom

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN Rokhman Permadi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Darwan Ali rokhmanpermadi@gmail.com ABSTRAK Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR Alexandro Ephannuel Saragih 1), dan Netti Tinaprilla 2) 1,2) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Tataniaga Rumput Laut TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Ni Putu Ayuning Wulan Pradnyani Mahayana 1) dan Ratna Winandi 2) 1,2)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani 6 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kelayakan Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dkk (1973) dalam Assary (2001) Suatu usahatani dikatakan layak atau berhasil apabila usahatani tersebut dapat menutupi

Lebih terperinci

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal.63-70 ISSN 2302-1713 ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN Cindy Dwi Hartitianingtias, Joko Sutrisno, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG 131 Buana Sains Vol 8 No 2: 131-136, 2008 ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG Ahmad Zubaidi PS Agribisnis Fak. Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstract

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT SISTEM Tata niaga KEDELAI DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR Aldha Hermianty Alang *)1, dan Heny Kuswanti Suwarsinah *) *) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR Oleh : Rosda Malia S.P, M.Si * dan Wisnu Mulyanu Supartin, S.P ** ABSTRAK Pandanwangi adalah

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analysis Of Self-Help Pattern Of Cocoa Marketing In Talontam Village Benai Subdistrict Kuantan Singingi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN BERAS DI DESA SIDONDO I KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS PEMASARAN BERAS DI DESA SIDONDO I KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 1 (5) : 485-492, Desember 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PEMASARAN BERAS DI DESA SIDONDO I KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI 1) Marketing Analysis Of Rice In Sidondo I Village Sigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke-21 masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PEMASARAN BERAS CIHERANG di KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH

ANALISIS SISTEM PEMASARAN BERAS CIHERANG di KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH ANALISIS SISTEM PEMASARAN BERAS CIHERANG di KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI AGRISE Volume XV No. 2 Bulan Mei 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI (MARKETING

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU MARKETING ANALYSIS OF WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) IN PEKANBARU CITY Wan Azmiliana 1), Ermi Tety 2), Yusmini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyangkut kesejahteraan

Lebih terperinci

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran ANALISIS PEMASARAN IKAN NEON TETRA (Paracheirodon innesi) STUDI KASUS DI KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN CURUG JAYA II (KECAMATAN BOJONGSARI, KOTA DEPOK JAWA BARAT) Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju) Analisis Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju) Analysis of Green Mustard Marketing in Balun Ijuk Village, Merawang, Bangka (A case Study of Farmer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI DAN PEMASARAN PADI. (Kasus : Tujuh desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah) Oleh :

ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI DAN PEMASARAN PADI. (Kasus : Tujuh desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah) Oleh : 1 ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI DAN PEMASARAN PADI (Kasus : Tujuh desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah) Oleh : Riyanto A. 074999018 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAGING AYAM RAS PETELUR AFKIR DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAIRI

ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAGING AYAM RAS PETELUR AFKIR DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAIRI ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAGING AYAM RAS PETELUR AFKIR DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAIRI SKRIPSI Oleh: NOVRIANTO GINTING 120306033 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN BERAS DI KABUPATEN KLATEN

ANALISIS PEMASARAN BERAS DI KABUPATEN KLATEN ANALISIS PEMASARAN BERAS DI KABUPATEN KLATEN Doni Andreas Natalis, Mohamad Harisudin, R. Kunto Adi Program Studi Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara Agraris dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini di dukung dengan kenyataan bahwa di Indonesia tersedia

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman semusim yang tergolong rumput-rumputan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman semusim yang tergolong rumput-rumputan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Padi (Oriza sativa) 2.1.1. Sejarah Tanaman Padi (Oriza sativa) Padi merupakan tanaman semusim yang tergolong rumput-rumputan (Gramineae), termasuk genus Oriza L yang

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unja ABSTRAK

Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unja ABSTRAK ANALISIS NILAI TAMBAH KELAPA DALAM DAN PEMASARAN KOPRA DI KECAMATAN NIPAH PANJANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR Kartika Retno Palupi 1, Zulkifli Alamsyah 2 dan saidin Nainggolan 3 1) Alumni Jurusan Agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAPI POTONG DI PASAR HEWAN DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAPI POTONG DI PASAR HEWAN DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAPI POTONG DI PASAR HEWAN DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO SKRIPSI Oleh: AVERY ARTHUR SIDEBANG 130306041 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 4 (1) :75 83, Februari 2016 ISSN : 23383011 ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI Marketing Analysis of Shallot In Oloboju Village Sigi Biromaru

Lebih terperinci

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR SEPA : Vol. 13 No.1 September 2016 : 48 52 ISSN : 1829-9946 EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR Arya Senna Putra, Nuning Setyowati, Susi Wuri Ani Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci