BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 21 BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kajian Teori Tuntutan pasar yang semakin ketat, dengan munculnya pesaing-pesaing baru serta semakin kompleksnya masalah yang dihadapi oleh perusahaan beras organik RI1 dalam performa supply chain management nya, berdampak pada menurunnya performa on time delivery. Harga yang kompetitif dengan pesaingpesaing organik RI1 serta tuntutan faktor seperti Speed, Dependability, Flexibility, Competitive Cost, dan Quality menjadi tuntutan yang harus diperbaiki. Hal ini harus dicermati oleh perusahaan untuk fokus dalam strategi supply chain management yang harus diambil serta memperbaiki kinerja supply chain management nya. Diperlukan dukungan kajian teori yang tepat untuk mendukung penelitian serta menjadi pemahaman secara teoritis mengenai supply chain management. Dalam proses penelitian, kajian teori atau studi literature nantinya akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan indikator penilaian untuk mengukur kinerja dalam management rantai pasok (supply chain management) dalam perusahaan beras organik khususnya dan manufacture pada umunya dan juga mendukung terhadap pengembangan instrumen pengumpulan data. 21

2 Konsep dan Definisi Rantai Pasok (Supply Chain) Konsep rantai pasok (supply chain) merupakan konsep baru dalam menerapkan sistem logistik yang terintegrasi. Konsep tersebut mata rantai penyediaan barang dari bahan baku sampai barang jadi (Indrajit dan Djokopranoto 2002 dalam Marimin dan Magfiroh 2011:25). Menurut Stevenson dan Chuong (2014:130) Supply Chain adalah urutan organisasi fasilitas, fungsi dan aktivitas yang terlibat dalam produksi dan pengiriman suatu produk atau jasa. Urutan tersebut dimulai dari pemasok dasar bahan baku hingga pelanggan akhir. Supply chain juga berarti sebagai jaringan logistik (logistic networks), seperti yang ditulis oleh Chopra and Meindl (2007:20), dalam bukunya supply chain management, dimana melibatkan semua pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan kebutuhan pelanggan. Supply chain tidak hanya meliputi principle (manufactures) dan supplier saja, tetapi juga penyedia jasa transportasi, gudang, distributor, agen, pengecer, dan pelanggan itu sendiri, dalam setiap organisasi seperti principle (manufactures), supply chain adalah meliputi keseluruhan proses dan fungsifungsi yang terlibat dalam hal penerimaan pesanan dan pemenuhannya. Fungsifungsi tersebut antara lain: marketing, pengadaan produk baru, operasional produksi, distribusi, keuangan dan pelayanan pelanggan. Misalnya supplier yang menyediakan bijih padi yang menjadi bahan baku utama untuk memproduksi beras tersebut, sampai dengan para petani melakukan penggilingan dan mendapatkan beras organik berkualitas baik, mereka melakukan koordinasi secara penuh terhadap supply chain mulai dari ujung yang satu sampai dengan ujung yang lainnya, tentunya cukup sulit dan membutuhkan waktu lama. Semakin

3 23 banyak titik dalam supply chain ini yang berhasil disatukan dan dikoordinasi, maka akan semakin baik pula kinerjanya. Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengelola bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution. Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1 (Arnold dan Chapman 2004 dalam Marimin dan Magfiroh 2011:26). Gambar 3.1 Pola Aliran Material Sumber: Marimin & Magfiroh (2011) Pola aliran material pada Gambar 3.1 meunjukkan bahwa bahan mentah didistribusikan kepada supplier dan manufaktur yang melakukan pengolahan, sehingga menjadi bahan jadi yang siap didistribusikan kepada customer melalui distributor. Aliran produk terjadi mulai dari supplier hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi. Permintaan dari customer diterjemahkan oleh distributor dan distributor

4 24 menyampaikan pada manufactur, selanjutnya manufaktur menyalurkan informasi kepada para supplier. Hal-hal tersebut diatas sejalan dengan pendapat Heizer dan Render (2010:4) bahwa manajemen rantai pasokan merupakan manajemen berbagai aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman produk melalui suatu sistem distribusi. Rantai pasokan ini melibatkan semua interaksi antara pemasok, produsen, distributor dan pelanggannya dari hulu ke hilir atau sebaliknya, oleh karena itulah peningkatan efektifitas dan effisiensi dalam suatu pelaksanaan proses operasional melalui pemilihan dan pengelolaan yang tepat terhadap jaringan supply chain sangatlah mungkin dilakukan. Konsep dan difinisi supply chain management dapat ditinjau menurut Pujawan dan ER (2010:5) dalam bukunya tetang supply chain management, mengatakan bahwa didalam suatu jaringan management rantai pasok (supply chain management) terdapat 3 (tiga) macam aliran yang harus dikelola dengan baik, yaitu aliran material, aliran informasi dan aliran uang. Ketiga aliran tersebut yang didefinisikan sebagai supply chain management (SCM), jika terintragasi dengan baik, sebagaimana diillustrasikan dalam Gambar 3.2. Tiga aliran yang harus dikelola dengan baik dalam suatu jaringan management rantai pasok (supply chain management), sehingga effektifitas dan effisiensi dalam proses ini dapat ditingkatkan.

5 25 Gambar 3.2 Simplifikasi model supply chain dan 3 macam aliran yang harus dikelola. Sumber: Pujawan dan ER (2010) Gambar diatas mengenai aliran yang harus dikelola dengan baik, dapat dijabarkan, sebagai berikut : 1. Aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier material ke suatu pabrik material setengah jadi, setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor kemudian digunakan oleh pelanggan. 2. Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. 3. Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir maupun sebaliknya. Misalnya informasi mengenai persediaan produk yang masih ada di distributor, sering dibutuhkan oleh supplier maupun pabrik yang ikut terlibat didalamnya, dan sebaliknya informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Sedangkan status mengenai pengiriman bahan baku juga oleh perusahaan pengiriman maupun yang akan menerima. Perusahaan pengiriman harus membagi informasi seperti ini agar pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk perencanaan yang lebih akurat.

6 26 Rangkaian hubungan tersebut terjadi didalam suatu rentang proses perubahan material, yang dimulai dari tahapan material alam hingga produk akhirnya yang diterima oleh pengguna akhir. Hal tersebut menjadi sangat kompleks karena perusahaan tertentu memiliki hubungan ke hulu dengan beberapa supplier (multiple suppliers) dan ke hilir dengan beberapa customer (multiple customers), meluas antara supplier dengan supplier-nya supplier dan customer dengan customer-nya customer, melalui tiga aliran proses yaitu: aliran barang, aliran informasi dan aliran uang didalamnya, dengan adanya kompleksitas tersebut, maka kemampuan untuk mengintegrasikan mata rantai pasok (supply chain), beserta wawasan dan update pengetahuan tentang manajemen rantai pasok (supply chain management), yang telah diakui dapat meningkatkan kompetensi dan pencapaian optimalisasi secara keseluruhan, sangatlah diperlukan bagi perusahaan. Supply Chain Management (SCM) bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efektif dan efisien, minimalisasi biaya dari transportasi, dan distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses, serta barang jadi (Marimin dan Magfiroh, 2011:26). Salah satu konsep dari industri manufacture yang dapat mendukung hal ini adalah konsep Supply Chain Management (SCM). 1. Konsep dan Definisi Indikator Kinerja Supply Chain Management Indikator secara umum dapat diartikan sebagai informasi yang disajikan dalam bentuk yang baku untuk mengacu pada status yang sedang berjalan, kecenderungan (trend), atau tindak lanjut yang dibutuhkan. Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh Indikator yaitu :

7 27 1. Universality (bersifat umum dan mudah diukur). 2. Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan, dapat diukur). 3. Consistency (menjamin kekonsistenan pengukuran). Kinerja seringkali dipersepsikan sebagai performance, yang diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Padahal kinerja memiliki makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi bagaimana prosesnya berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, juga tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi ekonomi (Wibowo, 2007 dalam Nugroho 2014:24). Indikator kinerja atau performance indicators adalah suatu ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah kegiatan selesai dilakukan. Terdapat dua proses dalam menentukan indicator kinerja, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi indicator kinerja. Proses transformasi pengukuran kinerja dapat diskemakan dalam suatu kerangka logis seperti diperlihatkan dalam gambar berikut :

8 28 Gambar 3.3 Kerangka Logis Proses Penilaian Kinerja Supply Chain Sumber: Noor Yasak Manaf (2005) Sesuai dengan kerangka logis diatas, maka untuk melakukan penilaian kinerja, ada beberapa jenis indikator kinerja yang dapat digunakan, yaitu : a. Indikator Input (masukan), segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan menghasilkan keluaran. Dapat berupa sumber daya manusia, anggaran, informasi dan lain sebagainya. b. Indikator Output (keluaran), sesuatu yang diharapkan langsung tercapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik. c. Indikator Outcome (hasil), segala sesuatu yang menunjukan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). d. Indikator Benefit (manfaat), segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. e. Indikator Impact (dampak), pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negative pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan. Indikator tersebut dapat digunakan untuk evaluasi baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Jika dikaitkan dengan supply chain management (kinerja supply chain

9 29 management) diartikan sebagai semua pemenuhan permintaan pelanggan yang dinyatakan secara kuantitatif. Menurut Tucker and Taylor, 1990 dalam Nugroho (2014:26), ukuran kinerja terdiri dari empat komponen yaitu satuan metrik yang digunakan (kesesuaian, efisiensi, efektifitas, biaya dan reaksi), suatu skala (rupiah, jam), suatu rumusan (presentase a terhadap b, rata-rata waktu antara kegagalan) dan suatu kondisi saat penilaian dilakukan. Pengukuran kinerja supply chain management sangat penting dilakukan di industri yang meningkatkan kompetensinya sebagai industry yang kuat, termasuk di industri beras organik. Kalangan industri pada umumnya melakukan pengukuran kinerja terhadap supply chain management nya dengan tujuan mengurangi biaya-biaya, memenuhi kepuasan pelanggan, dan meningkatkan keuntungan mereka (Kappler dan Vivar, 1999 dalam Nugroho 2014:26). Suatu pengukuran kinerja juga harus menggambarkan suatu feedback (umpan balik) dari informasi yang merupakan gabungan antara apa yang diharapkan oleh konsumen dan tujuan yang paling strategis. 2. Konsep Kinerja Supply Chain Management Di Industri Manufacture Menurut Hugos (2011:5), dijelaskan mengenai area utama kinerja supply chain management di industri manufacture yang memungkinkan untuk menghasilkan model dasar yang memungkinkan berbagai jenis supply chain management. Model dasar ini meliputi pengambilan keputusan berikut daerah-daerah dimana semua unsur dalam supply chain management harus

10 30 membuat keputusan secara individu atau bersama sama. Area kinerja tersebut adalah : 1. Production, tujuannya menghasilkan apa keinginan pasar, pada waktu yang tepat dengan volume produksi yang cukup. 2. Inventory, apa saja level persediaan dari berbagai SKU (Stock Keeping Unit) harus ditentukan dalam seluruh tahapan supply chain. Tingkat persediaan bertindak sebagai buffer dan mengamankan proses bisnis dari fluktuasi permintaan. 3. Lokasi, merupakan bagian proses supply chain yang berkaitan dengan fasilitas. Penting karena akan menentukan lokasi yang optimal untuk berbagai fasilitas, gudang, dan penyimpanan. 4. Transportasi, kebutuhan untuk memindahkan inventory dari satu titik ke titik yang lain diseluruh aktivitas supply chain. Pertanyaannya adalah bagaimana barang harus dipindahkan dan jenis transportasi apa yang harus dipilih. 5. Informasi, menekankan pada pengambilan keputusan yang lebih tepat, berkaitan dengan pengumpulan dan pengambilan data.

11 31 Penjelasan dari ke lima faktor diatas dapat dijelaskan dalam Gambar 3.4. Lima Area Utama Kinerja Supply Chain di Industri Manufacture, berikut : Gambar 3.4. Lima Area Utama Kinerja Supply Chain di Industri Manufacture Sumber : Hugos (2011) Pengukuran kinerja supply chain management, tidak terlepas dari strategi operasi dari supply chain itu sendiri dalam memenuhi kebutuhan konsumen (market requirement), seperti yang dikatakan oleh Nigel dan Lewis (2011:47), kinerja operasi dapat memberikan keunggulan kompetitif melalui kinerjanya pada lima tujuan kompetitif, yaitu: 1. Kualitas (Quality) Kualitas mengacu pada "spesifikasi" dari produk atau jasa., atau apecification approriate, yang berarti bahwa produk dan layanan yang "cocok untuk tujuan". 2. Kecepatan (Speed) Menunjukkan total waktu antara awal prose soperasi hingga ujungnya.

12 32 3. Kehandalan (Dependability) Istilah ketergantungan digunakan untuk berarti menepati janji pengiriman menghormati waktu pengiriman yang diberikan kepada pelanggan. 4. Fleksibilitas (Flexibility) Kemampuan untuk merubah sesuai yang diinginkan pasar. 5. Biaya (Cost) Biaya yang ditimbulkan sepanjang proses operasi berlangsung hingga pendistribusian ke pelanggan. Menurut Chan and Qi, 2003 dalam Nugroho (2014:30), mengusulkan performance of activity (POA) yang merupakan suatu model untuk mengukur kinerja aktifitas yang menjadi bagian dari proses dalam supply chain management. Menurut jurnal tersebut, performance dari supply chain management merupakan kinerja aktifitas tersebut dapat diukur dalam berbagai dimensi, yaitu : 1. Ongkos atau biaya Ongkos atau biaya muncul karena dalam pelaksanaan suatu aktifitas ada sumber daya yang digunakan. 2. Waktu Merupakan kecepatan respon secara umum yang ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh masing-masing aktifitas maupun proses dalam supply chain. 3. Kapasitas Suatu ukuran seberapa banyak volume pekerjaan yang bisa dilakukan oleh suatu bagian dari supply chain pada suatu periode tertentu.

13 33 4. Kapabilitas Mengacu pada kemampuan agregat suatu kegiatan supply chain untuk melakukan suatu aktifitas. Mempunyai sub-dimensi: Reliabilitas (kehandalan), Ketersediaan, dan Fleksibilitas. 5. Produktifitas Mengukur sejauh mana sumber daya pada kegiatan supply chain digunakan secara efektif dalam mengubah input menjadi output. 6. Utilisasi Mengukur tingkat pemakaian sumber daya dalam kegiatan supply chain. 7. Outcome Merupakan hasil dari suatu proses atau aktifitas. Pada proses produksi misalnya, bisa berupa nilai tambah yang diberikan kepada produk-produk yang diberikan, mengelola resiko yang timbul dan stabilitas mutu, dan merupakan sebuah atribut kerja dalam pengukuran performa kinerja supply chain management. 3. Konsep Strategi Supply Chain Management Strategi supply chain management didefinisikan sebagai kumpulan kegiatan dan aksi strategis disepanjang supply chain management yang menciptakan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan kemampuan sumber daya yang ada pada supply chain management tersebut. Strategi tidak bisa dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Strategi ini sangat penting untuk menciptakan daya saing dipasaran. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply chain management harus bisa menyediakan

14 34 produk yang murah, berkualitas, tepat waktu dan berfariasi. Menciptakan kesesuaian antara karakteristik produk (atau pasar) dengan strategi supply chain management akan menyebabkan supply chain management bertahan atau unggul dipasaran. Kesesuaian tersebut atau juga disebut strategic fit. Strategic fit merupakan konsistensi antara prioritas pelanggan yang diharapkan mampu dipenuhi oleh strategi kompetitif dan kemampuan rantai nilai yang dapat dibangun dengan strategi supply chain management. Strategic fit diartikan bahwa kompetitif dan strategi rantai nilai memiliki sasaran yang sama. Ini berarti adanya konsistensi antara prioritas pelanggan yang diharapkan mampu dipenuhi oleh strategi kompetitif dan kemampuan rantai nilai yang dapat dibangun dengan strategi managemen rantai pasokan (Chopra and Meindl. 2007:42). Strategic fit dicapai dengan tiga tahap : yaitu: 1. Memahami pelanggan dan ketidakpastian rantai pasokan (Understanding the Customer and Supply Chain Uncertainty). 2. Memahami kemampuan rantai pasokan (Understanding the Supply Chain Capabilities). 3. Pencapaian strategic fit (Achieving Strategic Fit) Pengertian Supply Chain Operations Reference (SCOR) SCOR (Supply Chain Operations Reference) merupakan suatu referensi model yang digunakan untuk mengukur kinerja dari supply chain. SCOR dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC) yaitu suatu lembaga nirlaba yang didirikan pada tahun 1996 dan diprakarsai oleh beberapa organisasi/perusahaan seperti Bayer, Compaq, Procter & Gamble, Lockheed

15 35 Martin, Nortel, Rockwell Semiconductor, Texas Instruments, 3M, Cargill, Pittiglio, Rabin, Todd, & McGrath (PRTM), dan AMR (Advance Manufacturing Research). Pada awal berdirinya council ini memiliki anggota sebanyak 69 perusahaan, namun saat ini anggotanya telah mencapai 1000 perusahaan. Menurut Marimin dan Magfiroh (2010:144), SCOR dapat digunakan untuk mengukur perfoma rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya. SCOR merupakan alat manajemen yang mencakup mulai dari pemasok hingga ke konsumennya. Supply Chain Operations Reference Model, SCOR menjelaskan pemetaan dilakukan untuk mendapatkan gambaran model yang jelas mengenai aliran material, aliran informasi dan aliran keuangan dari suatu rantai pasok perusahaan. Metode SCOR merupakan metode sistematis yang mengkombinasikan elemenelemen seperti teknis bisnis, bechmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan didalam rantai pasokan. Gambar 3.5 Model Supply Chain Operations Reference Sumber: SCC Council (2013)

16 36 Berdasarkan Gambar 3.5 terdapat dua konsep penting dalam pengelolaan kinerja yakni pengukuran kinerja (performance measurement) dan peningkatan kinerja (performance improvement). Dilihat dari sudut pandang pengukuran kinerja, kerangka tersebut mencakup semua aspek dari kumpulan mengukur kinerja (performance measure), mengukur ketergantungan (measure dependencies) sampai metode evaluasi (evaluation method). Sementara dari sudut pandang peningkatan kinerja, kerangkat tersebut membentang diseluruh siklus mulai dari langkah-langkah pemodelan, pengukuran, analis dan peningkatan Proses Supply Chain Operations Reference (SCOR) Proses dalam Supply Chain Operations Reference (SCOR) terdiri dari 4 level, yaitu: Level 1 adalah top level yang terdiri dari 5 proses kunci yakni PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER dan RETURN. Level 1 metrik mengkarakteristikan kinerja berdasarkan dua perspektif. Perspektif pertama adalah dari sisi customer dan perspektif yang kedua adalah berdasarkan perspektif internal. Pada level ini, dilakukan pendefinisian tentang kompetisi dasar yang ingin dicapai beserta petunjuk dan cara bagaimana dapat memenuhi kompetisi dasar tersebut. Adapun penjelasan dari kelima proses pada level 1 adalah sebagai berikut: a. Plan, merupakan proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman. Plan mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian persediaan,

17 37 perencanaan produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian supply chain plan dengan financial plan. b. Source, yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses yang tercakup meliputi penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim supplier, memilih suplier, mengevaluasi kinerja supplier, dll. Jadi proses bisa berbeda tergantung pada apakah barang yang dibeli termasuk stoked, make-to-order, atau engineer-to-order products. c. Make, yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku/komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan.kegiatan make atau produksi dapat dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi target stok (make-to-stock), atas dasar pesanan ( make-to- order ), atau engineer-to-order. Proses yang terlibat disini adalah penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi, memelihara fasilitas produksi, dll. d. Deliver, yang merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa. Biasanya meliputi order management, transportasi, dan distribusi. Proses yang terlibat diantaranya adalah menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan. e. Return, yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan kegiatan yang terlibat antara lain identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian cacat, penjadwalan

18 38 pengembalian, dan melakukan pengembalian. Post-delivery-customer support juga merupakan bagian dari proses return. Level 2 merupakan level konfigurasi dan berhubungan erat dengan pengkategorian proses. Pada level 2 ini dilakukan pendefinisian kategori kategori terhadap setiap proses pada level 1. Pada level ini, proses disusun sejalan dengan strategi supply chain. Tujuan yang hendak dicapai pada level 2 ini adalah menyederhanakan supply chain dan meningkatkan flexibility dari keseluruhan supply chain. Pada level 2 ini, kendala market, kendala produk dan kendala perusahaan untuk menyusun proses inter dan intra- perusahaan. Level 3 adalah level elemen proses dan merupakan level paling bawah dalam lingkup SCOR model. Pada level implementasi, yakni level yang berada dibawah level 3, elemen proses diuraikan kedalam task dan aktivitas lanjutan. Level implementasi ini tidak mencakup dalam lingkup SCOR model. Level 3 mengijinkan perusahaan untuk mendefinisikan secara detail proses-proses yang teridentifikasi begitu juga dengan ukuran kinerja dan juga best practice pada setiap aktivitas. Level kinerja dan practices didefinisikan untuk proses-proses elemen ini, didalam level ini, Benchmarking dan atribut atribut yang diperlukan juga dibutuhkan untuk enabling software. Pada level 3 juga disertakan input output dan basic logic flow dari elemen-elemen proses. Pada level 4, implementasi dari supply chain mengambil peran. Pada level ini digambarkan secara detail tugas-tugas didalam setiap aktivitas yang dibutuhkan pada level 3 untuk mengimplementasikan dan mengelola supply chain berbasis harian. Model SCOR level 1 dan 2 menjaga manajemen untuk tetap focus, sedangkan level 3 mendukung adanya diagnosis (Nugroho, 2014:45-47).

19 39 Indikator kinerja supply chain management di industri manufacture yang dikembangkan juga oleh Lutz and Ritter (2009), kemudian diaplikasikan dalam pengukuran kinerja disuatu perusahaan manufacture ditunjukan dalam Tabel 3.1 berikut: Tabel: 3.1 Indikator Kinerja Supply Chain Management di Industri Manufacture No Kinerja Definisi 1 Delivery performance to request Kinerja perusahaan dalam memenuhi permintaan untuk dapat sesuai dengan jumlah yang diminta oleh pelanggan 2 Order fulfillment lead time Waktu yang diperlukan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan 3 Perfect Order Tingkat keakuratan perusahaan dalam melakukan pemenuhan permintaan dari pelanggan 4 Order fill rate Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan pada kedatangan pertama kali 5 Performance to promise Keadaan perusahaan berkaitan dengan pemenuhan janji yang diberikan oleh perusahaan jika terjadi kekurangan atau jika terjadi kekosongan dari barang yang diminta 6 Upside production flexibility Felxibilitas dari supplier perusahaan dalam memenuhi permintaan perusahaan 7 Fixed Production Stabilitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan 8 Total Supply Management Cost Order Manufacturing cost Biaya Orde dari pesanan Equipment related to Besarnya pembelian perlengkapan yang production as a% of revenue diperlukan perusahaan Inventory carrying cost Biaya simpan dari inventory Inventory investment as % of Besarnya investasi dari inventory sales % of raw material, purchased component, product compare to total inventory investment Jumlah bahan baku yang dibeli perusahaan 9 Measure of excess/obsolete Adanya inventory yang kelebihan/menjadi tidak inventory digunakan 10 Projected inventory turns Perpindahan inventory yang diinginkan perusahaan dimasa depan 11 Inventory accuracy Ketepatan penggunaan dari jumlah inventory yang dilakukan 12 Value of slow moving product Ketepatan dari besarnya Nilai yang harus disediakan

20 40 Tabel: 3.1 (Lanjutan) No Kinerja Definisi 13 Forecast accuracy Unit of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang digunakan Dollar of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang dilakukan dari besarnya nilai yang harus disediakan 14 Transportation Freight cost per unit shipped Biaya angkut dari pengiriman per unit Outbound freight cost as percentage of net sales Biaya kirim yang dibandingkan terhadap penjualan Inbound freight cost as percentage of purchases Biaya angkut yang terjadi didalam perusahaan dibandingkan terhadap pembelian Claims as % og freight costs Biaya klaim yang dibandingkan terhadap biaya angkut Accessorial as percent of total Biaya tambahan dalam pengiriman freight Percent of truckload capacity Penggunaan ruang dalam kendaraan utilized Mode selection vs optimal Cara pengiriman yang paling optimal Truck turn around time Lama waktu untuk mengisi kendaraan yang dating Shipment visibility/traceability percent Kemampuan melihat kinerja pengiriman dari ekspedisi yang digunakan perusahaan Number of carries per mode Jumlah ekspedisi yang menggunakan cara pengangkutan yang sama dengan perusahaan On times pickup Ketepatan waktu pengambilan ke perusahaan. 15 Return Return processing cost as % of product revenue Biaya memproses barang yang dikembalikan terhadap penerimaan produk yang sejenis yang dikirim Return inventory status Jumlah inventory dari barang yang dikembalikan Return cycle time Cycle time to process excess product return to re scale Cycle time to process obsolete and end of life product return disposal Cycle time to repair of refurbish return for use Cost of units repaired/refurbished internally as a % of total Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan untuk dijual kembali Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan yang sudah habis masa expired Waktu untuk memperbaiki barang yang dikembalikan untuk digunakan kembali Biaya memperbaiki barang yang dikembalikan Defect free order to total order Jumlah pemenuhan permintaan yang tanpa return Sumber : Lutz and Ritter (2009) Menurut Beamon 1999, dalam Nugroho (2014:35), terdapat tiga jenis pengukuran kinerja supply chain, yaitu:

21 41 1. Sumber daya, tujuannya untuk mencapai tingkat effisiensi yang setinggi tingginya, bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini antara lain, total biaya, biaya distribusi, biaya produksi, biaya inventory, dan lain sebagainya. 2. Keluaran, tujuannya mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang setinggi tingginya, bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini antara lain, volume produksi, jumlah penjualan, jumlah pesanan yang dapat dipenuhi tepat waktu. 3. Fleksibilitas, tujuannya untuk menciptakan kemampuan yang tinggi dalam merespon perubahan yang terjadi dilingkungannya, bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini antara lain, pengurangan jumlah backorder, pengurangan jumlah lost sales, kemampuan merespon fariasi permintaan, dan lain sebagainya Analytical Hierarchy Process (AHP) Menurut Marimin dan Magfiroh (2011:91), Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (Judgment) dalam memilih alternatif yang paling disukai oleh Saaty, dengan menggunakan AHP suatu persoalan akan diselesaikan dalam suatu kerangka pemikiran terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat pengambilan keputusannya.

22 42 Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan tertata dalam sebuah hirarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik, secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dan secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk memengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikontruksikan sebagai diagram bertingkat (hierarki). AHP dimulai dengan goal sasaran lalu kriteria level pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif. Terdapat berbagai bentuk hierarki keputusan yang disesuaikan dengan substansi dan persoalan yang dapat diselesaikan dengan AHP. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria. Pemberian bobot tersebut secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (Parwise comparisons). Dr. Thomas L. Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan/ parwise menjadi suatu himpunan bilangan yang mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif.

23 43 AHP sangat cocok dan flexibel digunakan untuk menentukan keputusan yang menolong seorang decision maker untuk mengambil keputusan yang kualitatif dan kuantitatif berdasarkan segala aspek yang dimilikinya. Kelebihan lain dari AHP adalah dapat memberikan gambaran yang jelas dan rasional kepada decision maker tentang keputusan yang dihasilkan. Gambar 3.6 Breakdown Matric pada SCOR Model dengan AHP Sumber: Thomas L. Saaty, (2003) dalm Marimin dan Magfiroh (2010). Pada Gambar 3.6 Struktur Bagan AHP, dapat diketahui bahwa setiap elemen dalam suatu level didalam AHP akan mempengaruhi elemen pada level yang lebih tinggi. Langkah-langkah dalam menentukan keputusan dalam AHP: 1. Menentukan masalah yang terjadi 2. Menentukan perbandingan setiap element 3. Mengabungkan setiap prioritas yang ada. Pada langkah pertama, user diminta untuk menentukan permasalahan apa yang terjadi dan menentukan keputusan apa yang akan dicari, pada langkah pertama ini user juga diminta untuk menentukan kriteria-kriteria apa saja yang dapat menentukan pengambilan keputusan. Pada langkah kedua, user diminta

24 44 untuk menentukan prioritas-prioritas setiap element yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Pada langkah ketiga, system akan mengabungkan setiap prioritas-prioritas yang ada dan mencari hasil dan keputusan yang terbaik. Menurut Saaty (2003) dalam Marimin dan Magfiroh (2011:94) tidak semua masalah sistem dapat dipecahkan hanya melalui analisa elemen sistem yang terukur. Sering kali elemen sistem yang tidak terukur memiliki peranan yang besar, sehingga tidak dapat diabaikan, seperti mutu lingkungan, kesehatan, ketentraman dan sebagainya. Menganalisa dan mengevaluasi nilai-nilai sosial, seperti tersebut diatas, diperlukan metode analisis yang sesuai, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan adanya intraksi antara pendapat dan fenomena sosial. Penggunaan terdapat dalam memecahkan masalah sistem dilakukan dengan membendingkan elemen sistem secara berpasangan. Diperlukan seperangkat skala (rating scale) yang dapat membedakan setiap pendapat dan memiliki keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan antara pendapat pakar dengan nilai skala tersebut. Nilai skala yang digunakan dalam perbandingan pendapat secara berpasangan adalah 1 sampai 9, dapat dilihat pada Tabel 3.2., untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala 1-9 diterapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen disetiap level hirarki terhadap suatu elemen yang berbeda di level atasnya. Skala dengan sembilan satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana kita mampu membedakan intensitas tata hubungan antar elemen.

25 45 Tabel 3.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intensitas Keterangan kepentingan 1 Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal 3 Faktor Vertikal lebih penting dari Faktor Horizontal 5 Faktor Vertikal jelas lebih penting dari Faktor Horizontal Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya 7 Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting dari Faktor Horizontal 9 Faktor Vertikal mutlak lebih penting dari Faktor Horizontal 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai elemen yang berdekatan Kebalikan Kebalikan dari keterangan nilai 2-9 1/(2-9) Sumber: Marimin dan Magfiroh (2011) Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek Bkanukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Matrik pendapat komparasi berpasangan terdiri dari matriks pendapat individu (MPI) dari setiap expert yang memberikan pendapat dan matriks pendapat gabungan (MPG), yaitu gabungan pendapat dari semua expert yang memberikan pendapat. MPI merupakan matriks pendapat berpasangan dari setiap expert yang membentuk suatu matrik bujur sangkat (n x n). MPI secara matematis dapat ditulis sebagai matriks A = (aij), dimana aij adalah elemn matrik A pada baris ke-i dan kolom ke-j. Bentuk umum matriks pendapat komparasi berpasangan dapat dilihat pada tabel 3.3. Matriks komparasi pendapat berpasangan. Cara pengisian tabel tersebut adalah dengan membandingkan, dimana tingkat kepentingan F1 dibandingkan dengan F2 ternyata sedikit lebih penting atas G, sehingga diberi niali 3 dan nilai kebalikannya adalah 1/3. Tingkat kepentingan F1

26 46 dibandingkan dengan Fn ternyata antara sedikit lebih penting sampai lebih penting atas G, sehingga diberi nilai 4 dan nilai kebalikannya adalah 1/4. Tingkat kepentingan F2 dibandingkan dengan Fn ternyata sangat kuranf penting atas G, sehingga diberi nilai 1/7 dan nilai kebalikannya adalah 7. Demikian seterusnya dilakukan untuk setiap matriks pendapat individu. Tabel 3.3 Matriks Komparasi Pendapat Berpasangan G F1 F2... Fn F F2 1/ / Fn 1/4 7 1/9 1 Sumber: Marimin dan Magfiroh (2011) Matriks pendapat gabungan berisi nilai rata-rata geometrik (gij) dari matriks pendapat individu yang memenuhi syarat tingkat konsistensi (Nilai RK = 10%). Rata-rata geometrik dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut : = a (k) Dimana m adalah jumlah responden pakar yang memenuhi syarat tingkat konsistensi. Pengolahan Horizontal Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan untuk setiap elemen pada srata keputusan. Tahap-tahap pada pengolahan horizontal dipaparkan di bawah ini.

27 47 Tahap 1. Mencari Nilai Vektor Eigen (VE) VE = a (i, j = 1, 2,..., n) Tahap 2. Mencari Vektor Prioritas (VP) VP = Dimana VPi adalah elemen vektor prioritas ke-i Pengolahan Vertikal Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan setiap elemen pada strata tertentu terhadap sasaran utamanya (strata 1). Pengolahan vertikal dimulai dari strata ke tiga dengan mencari prioritas keputusan setiap elemen yang terdapat pada strata ketiga tersebut terhadap sasaran utamanya. Setelah prioritas keputusan setiap elemen pada strata ketiga diperoleh, maka dilanjutkan untuk menghitung prioritas keputusan untuk strata berikutnya terhadap sasaran utama, demikian seterusnya dilakukan untuk semua strata dibawahnya. Pengelolaan vertikal dapat diformulasikan dalam bentuk aljabar sebagai berikut: NP = Dimana : m S (NPH x NPT ), untuk p =1, 2,..., n dan t =1, 2,..., m t = 1 NP = Nilai Prioritas hasil Pengelolaan vertikal elemen ke p strata ke q

28 48 NPH = Nilai Prioritas hasil Pengelolaan horizontal elemen ke p strata ke q NPV ( ) = Nilai Prioritas hasil Pengelolaan vertikal elemen ke-t strata ke q-1 m = Jumlah elemen pada strata ke q-1 n = Jumlah elemen pada strata ke q Untuk mengetahui kerangka umum untuk didiskusikan dan dianalisis dengan para pakar, maka perlu dibuat semacam Framework awal yang memuat lima kluster yaitu tujuan, aspek, masalah, pemecahan dan strategi. Framework awal bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tujuan yang akan dicapai dengan beberapa aspek dan masalah yang timbul kemudian dicari pemecahan masalah dan strategi nya. Tujuan GOAL KINERJA ORGANISASI/ INDUSTRI Aspek A1, A2, A3, A4 Masalah M1, M2, M3 M11 Pemecahan P1, P2, P3 P6 S1, S2, S3 S7 Strategi Gambar 3.7 Framework hubungan goal, kriteria dan strategi dalam AHP Sumber: Marimin dan Magfiroh (2011)

29 49 Setiap organisasi atau perusahaan, hal utama yang akan di capai adalah tujuan perusahaan, dalam menunjang tujuan perusahaan diperlukan beberapa aspek yang dapat mendukung dan menjadikan tujuan tersebut dapat tercapai. Mencapai sebuah tujuan perusahaan banyak masalah yang akan dihadapi, untuk menghadapi masalah yang ada, maka perusahaan mencari solusi untuk pemecahan masalah nya dan yang paling terpenting adalah strategi pemecahan yang akan digunakan sehingga tujuan perusahaan akan tercapai. 3.2 Kajian Penelitian Terdahulu Referensi mengenai penelitian terdahulu sangat diperlukan, karena untuk mendukung penelitian mengenai pentingnya strategi supply chain management untuk meningkatkan kinerja nya, dimana penelitian tersebut memang menunjukkan betapa pentingnya diterapkan strategi dalam supply chain management, terutama dibidang industri manufacture. Strategi ini diperlukan dalam kegiatan peningkatan kinerja supply chain management guna memenuhi tuntutan pelanggan yang dinamis. Beberapa penelitian terdahulu yang disajikan dalam jurnal internasional dan lokal, dapat dipaparkan sebagai berikut: Tabel 3.4 Penelitian Terdahulu Penulis Metode Hasil Rouyendegh dan Erkan AHP digunakan dalam Dalam menentukan pemasok yang terbaik, alternatif yang (2012) menentukan pemasok yang dipakai dalam memilih dan sebagai matrik terbaik. pengukurannya dalam menentukan pemasok adalah biaya, kualitas, fleksibilitas, pengiriman digunakan. Bittencourt dan Rabelo (2011) SCOR Supply Chain Operation Reference, dengan menggunakan pengambilan keputusan multi-kriteria yang disebut AHP - Analytic Hierarchy Process. Model SCOR memberikan AHP menitik beratkan pada metrik persaingan harga, kualitas dan on time delivery dalam menyeleksi para pemasoknya

30 50 Tabel 3.4 (Lanjutan) Penulis Metode Hasil Daim, et al (2013) Metode yang digunakan adalah Mengingat kriteria, bobot dan atribut skor, ditemukan proses hirarki analitik dan bahwa dua 3PLs peringkat sangat erat diposisi teratas. Itu pendekatan model keputusan hirarkis. juga menemukan bahwa peringkat sederhana kriteria dapat menghasilkan bobot agregat sangat mirip, asalkan jumlah ahli cukup tinggi. Makalah ini berisi tinjauan literatur yang luas pada penggunaan AHP dan metode yang terkait dalam konteks logistik. Jothimani and Sarmah S.P (2014) Ganguly (2014) Anand and Neha (2015) Atribut kinerja model SCOR (reliability, responsiveness, fleksibilitas, langkah-langkah, biaya dan efisiensi manajemen aset) digunakan sebagai dasar untuk menentukan KPI. Kuesioner dikirim ke pembuat keputusan yang relevan. Dalam tulisan ini, upaya ini adalah untuk menyajikan sebuah model untuk mengevaluasi risiko yang berhubungan dengan supply, yang didasarkan pada metode analisis proses hirarki (AHP) dan teori Dempster-Shafer (DST). Menetapkan variabel bobot melalui metode AHP dan akhirnya mengevaluasi risiko pasokan melalui metode DST dan menentukan tingkat risiko akhir. Sebuah pendekatan kualitatif, berdasarkan literatur telah diadopsi. Diterbitkan literatur dari jurnal pada pengukuran kinerja supply chain telah dipertimbangkan dan berbagai pendekatan untuk mengembangkan KPI telah dipelajari untuk mengembangkan kerangka teoritis untuk pengukuran kinerja dalam rantai suplai ritel. Tulisan ini menggambarkan penggunaan pendekatan terpadu dari SCOR dan proses hirarki analitik (AHP) untuk mengukur kinerja rantai pasokan (SCP) dalam kasus kehidupan nyata penelitian perusahaan. Metode ini membentuk dasar untuk pengukuran kinerja menggunakan model SCOR untuk mengevaluasi strategi. Kinerja perusahaan telah dibandingkan dengan kinerja sebelumnya sendiri. pekerjaan dapat diperpanjang untuk benchmarking eksternal dan juga untuk sektor lain. Mmenghubungkan tujuan strategis dengan operasi yang akan membantu manajer pada tingkat yang berbeda dari sebuah organisasi dengan pengambilan keputusan. Makalah ini memberikan kontribusi untuk penelitian dalam penilaian risiko dibidang tertentu dari pengukuran kinerja supplier. Dalam tulisan ini, model hibrida menggunakan AHP dan DST untuk penilaian risiko pemasok berdasarkan pengukuran kinerja disajikan. Analisis empiris dilakukan untuk menggambarkan penggunaan model untuk penilaian risiko dalam rantai pasokan. Metode yang diusulkan memberikan kontribusi dengan memasukkan risiko sebagai ukuran kinerja dalam rantai pasokan. proses penilaian yang dihasilkan proaktif risiko pasokan menggunakan model hybrid dari AHP dan DST. Mengidentifikasi indikator kunci untuk pengukuran kinerja dan mengklasifikasikan mereka ke dalam empat kategori utama: transportasi optimasi, optimasi teknologi informasi, optimasi persediaan dan optimalisasi sumber daya. indikator kunci ini disusun secara tepat untuk industri ritel. Sebuah kerangka teori diusulkan untuk menghubungkan kinerja konstruksi ini terhadap kinerja keuangan perusahaan. Jalalvand et. al (2011) Metode yang diusulkan didasarkan pada lima proses disediakan dalam SCOR Model versi 9.0 (rencana, sumber, membuat, memberikan dan kembali) dan tahapan bisnis utama dari industri. Menggunakan data Envelopment Analysis (DEA) dan PROMETHEE II, kelipatan kriteria teknik pengambilan keputusan, sebagai alat untuk Membandingkan rantai pasokan (SCS) dari industri melalui hasil metode yang diusulkan dalam proses benchmarking, bisnis tahap benchmarking dan SCS peringkat dalam lingkup pemasok pemasok untuk pelanggan pelanggan. Metode yang disarankan memberikan informasi yang realistis dan dapat dicapai untuk SCS 'pemilik / manajer untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari SCS mereka dan meningkatkan kinerja mereka dengan proses benchmarking dan tahap bisnis benchmarking. Juga mereka bisa mengidentifikasi posisi kompetitif mereka di industri oleh SCS peringkat.

31 51 Tabel 3.4 (Lanjutan) Penulis Metode Hasil membandingkan SCS di tingkat proses, tingkat panggung bisnis dan SC tingkat. Oleh karena itu, metode ini pada dasarnya adalah kombinasi baru dari model yang ada dan metode termasuk Model SCOR, DEA dan PROMETHEE II. Untuk menunjukkan penerapan dan kekuatan metode membandingkan SCS, telah dilaksanakan di tujuh SCS industri broiler Iran sebagai studi kasus. Nowitzki, et al (2012) Berdasarkan kajian literatur secara menyeluruh, pendekatan prosedural dikembangkan dan diterapkan dilakukan ketat dalam kasus di dua perusahaan. Pengaturan triangulasi digunakan dalam analisis empiris. Chang, et al (2011) Penelitian ini mendasarkan komponen utama dari riset pemasaran pada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan mempengaruhi strategi dan fleksibilitas dalam rantai pasokan. Studi empiris ini dimanfaatkan 162 sampel survei Smit. Kocao glu, et al (2011) Mengembangkan kerangka kerja untuk mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya pengukuran kinerja SCM dan matriks, menggunakan literatur saat ini dan hasil empiris. Bukhori, dan kawan Metode yang digunakan adalah kawan (2014) SCOR Model dan AHP. Hanugrani, dan kawan kawan (2011) Langkah-langkah penelitian yang dilakukan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan (studi lapangan, studi literatur, identifikasi masalah, perumusan masalah, dan penentuan tujuan penelitian), tahap pengumpulan dan pengolahan data (observasi, wawancara, kuesioner, dan dokumentasi perusahaan), dan tahap analisa. Kemampuan sebuah perusahaan untuk bertindak dengan tepat, cepat dan ekonomis dalam menghadapi volatilitas dapat dilakukan melalui analisis konteks khusus dan segmentasi. Pendekatan masing-masing untuk meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi harus mempertimbangkan dan melihat aspek rasional, emosional dan budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan strategi pengaruh koersif dan mengembangkan visi bersama mampu mempromosikan fleksibilitas pemasok dan sepenuhnya memediasi efek kepercayaan pada fleksibilitas pemasok. Selain itu, fleksibilitas pemasok memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kinerja produsen Model SCOR menyediakan kerangka kerja rantai pasokan umum, terminologi standar, metrik yang umum yang terkait dengan benchmark, dan praktik terbaik. KPI yang digunakan untuk pengukuran kinerja antara lain reability, responsibility, flexibility dan cost. Berdasarkan pengukuran AHP ada 3 kinerja terburuk, pasokan pemenuhan pesanan, pemasok lead time dan waktu siklus produk. Kinerja tersebut yang direkomendasi sebagai alternatif atau strategi dalam memperbaiki kinerja. Performansi supply chain perusahaan secara keseluruhan dapat dikatakan belum mencapai performansi yang diharapkan.

32 52 Tabel 3.4 (Lanjutan) Penulis Metode Hasil Perdana (2014) Penelitian ini menggunakan Hasil perhitungan menggunakan fuzzy ahp diketahui pendekatan SCOR Model dan Fuzzy AHP. bahwa pengelolaan aset khususnya persediaan menjadi prioritas yang harus segera diperbaiki. Perbaikannya berfokus pada kemampuan perusahaan untuk menjual produknya secara efektif. Hal ini dapat diwujudkan melalui program promosi dan diskon. Sumber: Proquest (2015) dan Google Scholar (2016) 3.3.Kerangka Pemikiran Masalah Perusahaan : Belum ada pengukuran kinerja sebelumnya Demand KFC tidak terpenuhi Keterlambatan Pengiriman bahan baku dari supplier Identifikasi KPI (Key Performance Indicator) Kondisi Vendor Kondisi Pasar Kondisi Perusahaan : Harga Produk tidak sesuai permintaan Produk yang dibutuhkan tidak ada Permintaan tinggi Keterlambatan Produk Tingginya Permintaan Konsumen Sistem SCM yang kurang baik Pengukuran Kinerja Supply Chain dengan SCOR Model Strategi SCM yang di kembangkan (AHP) Gambar 3.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Sumber: Analisa Alur Proses Penelitian, (2015)

33 53 Kerangka pemikiran diatas (Gambar 3.8) menjelaskan alur proses bagaimana penelitian ini dimulai sampai mencapai hasil akhirnya pada perusahaan beras organik RI1, diawali dari beberapa masalah perusahaan yang muncul, kemudian diidentifikasi KPI (Key Performance Indicator) yang akan digunakan dalam mengukur kinerja SCM, kemudian dicari data-data yang mendukung untuk penyelesaiannya melalui Observasi, Wawancara dan Penyebaran Quesioner. Data tersebut didapat dari kondisi vendor, kondisi pasar dan kondisi perusahaan, dan akhirnya data itu didapat. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran performa SCM menggunakan SCOR Model, jika performa buruk maka harus diperbaiki dan goal yang akan dicapai adalah menghasilkan beberapa alternative strategi dalam bidang suppy chain management melalui alur proses yang diawali dengan program penetapan strategi supply chain dengan didukung oleh kajian teori, pengamatan lapangan, depth interview, penyebaran questioner hingga pengolahan data menggunakan alat analisa data supply chain operations reference (SCOR) dan analytical hierarchy process (AHP).

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia indusri kemampuan bersaing menjadi suatu tantangan penting yang dihadapi perusahaan manufaktur maupun jasa. Persaingan yang semakin ketat mendorong sebuah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management Menurut Punjawan (2005) definisi dari supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja Supply Chain

Pengukuran Kinerja Supply Chain Pengukuran Kinerja Supply Chain Pentingnya Sistem Pengukuran Kinerja Monitoring dan pengendalian Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain Mengetahui dimana posisi suatu organisasi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja Supply Chain

Pengukuran Kinerja Supply Chain Pengukuran Kinerja Supply Chain Pentingnya Sistem Pengukuran Kinerja Monitoring dan pengendalian Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain Mengetahui dimana posisi suatu organisasi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM :

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM : PENGUKURAN KINERJA SUPPY CHAIN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SCOR DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA SKRIPSI Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Saat ini dunia perindustrian berkembang semakin pesat dan mengakibatkan persaingan antar perusahaan yang semakin ketat. Kondisi ini menuntut dihasilkannya produk atau jasa yang lebih baik, lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 67 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Responden Pakar Analisis strategi melibatkan lima responden pakar yaitu Manufacturing Director, Factory Manager, SCM Manager, Procurement

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian 15 16

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini sektor industri terus berkembang,sehingga segala aspek yang terdapat pada sebuah industri sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan industri tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i iii iii iv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk)

27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk) 27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk) PENENTUAN DAN PEMBOBOTAN KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) SEBAGAI ALAT PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PRODUKSI KEJU MOZARELLA DI CV. BRAWIJAYA DAIRY INDUSTRY

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Penjelasan rinci dari masing-masing subbab dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG Studi mengenai supply chain konstruksi yang mendukung perkembangan ke arah konstruksi ramping (lean construction)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan berbagai inovasi-inovasi baru untuk tetap dapat unggul dan

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan berbagai inovasi-inovasi baru untuk tetap dapat unggul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia bisnis sekarang ini terus bersaing untuk menciptakan berbagai kebutuhan pelanggan (customer) yang semakin tinggi, dan semakin cerdas dalam memilih kebutuhannya.

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. rahmat dan kasih sayang -Nya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan

KATA PENGANTAR. rahmat dan kasih sayang -Nya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang -Nya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir (skripsi) yang berjudul Analisa

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL SURABAYA SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL SURABAYA SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL SURABAYA SKRIPSI Disusun Oleh : YOHANES NURSIS AGUNG JATMIKO NPM : 0532010207

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam BAB III METODOLOGI Metodologi merupakan kumpulan prosedur atau metode yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian. Menurut Mulyana (2001, p114), Metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR

PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR Mariyatul Qibtiyah 1), Nunung Nurhasanah 2), Widya Nurcahayanty Tanjung 3) 1),2),3 ) Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

Pengukuran Performansi Perusahaan dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Pengukuran Performansi Perusahaan dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR) Pengukuran Performansi Perusahaan dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR) Darojat 1), Elly Wuryaningtyas Yunitasari 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Universitas Sarjanawiyata

Lebih terperinci

PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PEMODELAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MENGGUNAKAN SCORE MODEL UNTUK OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Dadan Teja Nugraha Program Studi Magister Sistem Informasi, Fakultas Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 81 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah Direktorat Aerostructure PT. Dirgantara Indonesia di Bandung. III.2 Metode Penelitian Menurut Yin (1996), bentuk pertanyaan

Lebih terperinci

Technology Science and Engineering Journal, Volume 1 No 2 June 2017 E-ISSN:

Technology Science and Engineering Journal, Volume 1 No 2 June 2017 E-ISSN: Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Sebagai Solusi Alternatif Dalam Pemilihan Supplier Bahan Baku Apel Di PT. Mannasatria Kusumajaya Endang Sulistiyani 1, Muh. Idil Haq Amir 2, Yusuf

Lebih terperinci

#14 PENGUKURAN KINERJA SCM

#14 PENGUKURAN KINERJA SCM #14 PENGUKURAN KINERJA SCM Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) pada sebuah pabrik produksi merupakan suatu terobosan rangkaian proses dan aliran produk yang saling terintegrasi

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak PEMILIHAN ALTERNATIF SUPPLIER MENGGUNAKAN PENDEKATAN VENDOR PERFORMANCE INDICATOR (VPI) DAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCES (AHP) DI PT SUMBER BERKAT ANUGERAH INDONESIA Euis Nina Saparina Yuliani 1,

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Supply Chain Management pada hakekatnya adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstream) dan ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Manajemen Rantai Pasokan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Manajemen Rantai Pasokan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Manajemen Rantai Pasokan a. Definisi Manajemen Rantai Pasokan Supply Chain Management (SCM) merupakan serangkaian aktivitas yang terintegrasi, dari pengadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain : 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Supply Chain Management Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain : 1. Levi, et.al (2000) mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai

Lebih terperinci

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 outline Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Rantai Pasok, SCM dan ERP Kebutuhan dan Manfaat Sistem Terintegrasi Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Sub Bab

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR)

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) Mila Faila Sufa 1*,Latifa Dinar Wigaringtyas 2, Hafidh Munawir 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar di dunia, Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin maju dan berkembangnya kondisi perekonomian menyebabkan persaingan di dunia bisnis menjadi semakin ketat. Persaingan tersebut menuntut para pelaku bisnis melakukan

Lebih terperinci

PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management. Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017

PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management. Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017 PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017 Objektif Pembelajaran (Learning Objectives) Mahasiswa bisa: Menjelaskan mengapa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Robbins dan Coultier (2012) menyatakan bahwa manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan persaingan industri baik industri manufaktur maupun industri jasa akibat adanya perdagangan bebas menyebabkan seluruh industri berusaha untuk melakukan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN BERDASARKAN PROSES INTI PADA SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) (Studi Kasus Pada PT Arthawenasakti Gemilang Malang) PERFORMANCE MEASUREMENT SUPPLY CHAIN BASED ON CORE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan Menurut Nahmias (2005), sebuah rantai pasokan adalah seluruh jaringan terkait pada aktivitas dari sebuah firma yang mengaitkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kepuasan pelanggan ditentukan oleh bagaimana perusahaan dapat memenuhi tuntutan dalam hal pemenuhan kualitas yang diinginkan, kecepatan merespon permintaan,

Lebih terperinci

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT Supply Chain Management Tita Talitha,MT 1 Materi Introduction to Supply Chain management Strategi SCM dengan strategi Bisnis Logistics Network Configuration Strategi distribusi dan transportasi Inventory

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Manajemen Operasi 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu bidang manajemen selain manajemen

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kepuasan Konsumen, Pentingnya Kepuasan Konsumen Dalam Pemasaran,

BAB II LANDASAN TEORI. Kepuasan Konsumen, Pentingnya Kepuasan Konsumen Dalam Pemasaran, 10 BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai Pengertian Kepuasan Konsumen, Pentingnya Kepuasan Konsumen Dalam Pemasaran, Hubungan Supply Chain Management, Kepuasan Konsumen

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

Bab 2 Strategi Supply Chain

Bab 2 Strategi Supply Chain Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Bab 2 Strategi Supply Chain Dr. Eko Ruddy Cahyadi 2-1 Competitive and Supply Chain Strategies Competitive strategy: Kebutuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE 34 EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE Faisal piliang 1,Sri marini 2 Faisal_piliang@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR Dimas Satria Rinaldy, Patdono Suwignjo Manajemen Industri, Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) (Studi Kasus: UKM Batik Sekar Arum, Pajang, Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Lebih terperinci

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016 Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2016 Strategi Kompetitif-Strategi Supply Chain Strategi Kompetitif : strategi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan konsumen melalui barang dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Supply Chain Management Supply chain management adalah pengintengrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan barang setengah jadi menjadi produk akhir,

Lebih terperinci

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I Pengelolaan Rantai Pasokan 1 Rantai Pasok(Supply Chain) Suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dipresentasikan metodelogi penelitian yang diuraikan menjadi tujuh sub bab yaitu fokus kajian dan tempat, diagram alir penelitian, k-chart penelitian, konseptual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Peta Penelitian Sebuah penelitian membutuhkan peta dalam penelitiannya untuk mengetahui adanya keterkaitan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Sehingga dapat diketahui

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN: ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD.

Seminar Nasional IENACO ISSN: ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD. ANALISIS PERFORMANSI RANTAI PASOK DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE DI PD. RIKI FAMILY I.Made Aryantha Anthara Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Rancangan rantai pasok dalam organisasi 2. Rantai pasok pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini berisi mengenai metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Berikut

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan Pendahuluan Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur

Lebih terperinci

Deskripsi Mata Kuliah

Deskripsi Mata Kuliah Materi #1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Deskripsi Mata Kuliah 2 Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management/SCM) merupakan mata kuliah yang akan membahas pengelolaan kegiatan-kegiatan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan pemasok merupakan aktivitas yang kompleks, oleh karena itu diperlukan suatu metode yang tepat untuk penyelesaiannya (Wirdianto et al., 2008). Proses pemilihan pemasok bertujuan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN INTISARI

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN INTISARI PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DI PT. INDOMAPAN Dira Ernawati Teknik Industri, FTI-UPN Veteran Jawa Timur INTISARI Tujuan dari managemen Supply Chain adalah untuk meminimalkan biaya

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) Hendang Setyo Rukmi Hari Adianto Dhevi Avianti Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU KERTAS DENGAN MODEL QCDFR DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU KERTAS DENGAN MODEL QCDFR DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Widya Teknika Vol.20 No.2; Oktober 2012 ISSN 1411 0660: 32-38 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Universitas Widyagama Malang 32 PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU KERTAS DENGAN MODEL QCDFR DAN ANALYTICAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun waktu terakhir, persaingan dalam bidang ekonomi semakin kuat. Dipengaruhi dengan adanya perdagangan bebas, tingkat kompetisi menjadi semakin ketat. Hal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2015

Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2015 Manajemen Rantai Pasok -Strategi SCM (2) TIP FTP UB 2015 Strategi Kompetitif-Strategi Supply Chain Strategi Kompetitif : strategi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan konsumen melalui barang dan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SCM

PENGUKURAN KINERJA SCM PENGUKURAN KINERJA SCM Bahan Kuliah Fakultas : Ekonomi Program Studi : Manajemen Tahun Akademik : Genap 2012/2013 Kode Mata Kuliah : EMA 402 Nama Mata Kuliah : Manajemen Rantai Pasokan Materi : #14 Dosen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI Jakarta Imam Sunoto, Fiqih Ismawan, Ade Lukman Nulhakim,, Dosen Universitas Indraprasta PGRI Email : raidersimam@gmail.com, vq.ismaone@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

Penerapan Metode Multi Attribute Decision Making) MADM- (Weighted Product) WP dalam Pemilihan Supplier di PT. XYZ

Penerapan Metode Multi Attribute Decision Making) MADM- (Weighted Product) WP dalam Pemilihan Supplier di PT. XYZ Penerapan Metode Multi Attribute Decision Making) MADM- (Weighted Product) WP dalam Pemilihan Supplier di PT. XYZ Suhartanto 1, Putiri Bhuana Katili 2, Hadi Setiawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk terus berusaha meningkatkan produktivitasnya dalam melayani

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk terus berusaha meningkatkan produktivitasnya dalam melayani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis yang semakin ketat menjadi suatu tantangan bagi perusahaan untuk terus berusaha meningkatkan produktivitasnya dalam melayani konsumen. Untuk memberikan

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci