PENGARUH PERBEDAAN TEMPERATUR DAN DO (Dissolved Oxygen) TERHADAP AKTIVITAS IKAN MAS (Cyprinus carpio L) LAPORAN PRAKTIKUM EKOFISIOLOGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PERBEDAAN TEMPERATUR DAN DO (Dissolved Oxygen) TERHADAP AKTIVITAS IKAN MAS (Cyprinus carpio L) LAPORAN PRAKTIKUM EKOFISIOLOGI"

Transkripsi

1 PENGARUH PERBEDAAN TEMPERATUR DAN DO (Dissolved Oxygen) TERHADAP AKTIVITAS IKAN MAS (Cyprinus carpio L) LAPORAN PRAKTIKUM EKOFISIOLOGI Oleh: Ernest UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI 2012 Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 1

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya disebut dengan adaptasi. Adaptasi dapat berupa adaptasi morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisika, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan. Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap kondisi lingkungan yang dihadapi organisme tersebut (Campbell, 2004). Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie. 1990; 180). Hal ini disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metabolisme. Reaksi enzimatis juga sangat berpengaruh pada suhu karena aktivitas metabolisme di berbagai jaringan organisme bergantung pada kemampuan untuk mempertahankan suhu yang sesuai dalam tubuhnya (Yuliani, 2012). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu (Kanisius. 1992; 22). Menurut Soetjipta (1993; 71), Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit. Ikan Mas termasuk dalam hewan ektoterm yang berarti suhu tubuh ikan berasal dari suhu disekelilingnya, suhu lingkungan merupakan sumber panas tubuhnya (Yuliani, 2012). Ikan mempunyai derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit. Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 29 0 C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi masing-masing individu berbeda (Sukiya, 2005). Ikan akan mengalami stress manakala terpapar pada suhu diluar kisaran yang dapat ditoleransi. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 2

3 diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Perubahan-perubahan faktor tersebut hingga batas tertentu dapat menyebabkan stress dan timbulnya penyakit. Faktor fisik tersebut mencakup suhu, dan intensitas cahaya. Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas. 2005; 16-17). Suhu air dipengaruhi oleh suhu udara. Tinggi rendahnya suhu juga berpengaruh terhadap aktivitas ikan. Tingginya suhu air akan mempengaruhi kadar oksigen terlarut (DO). Keadaan suhu air dan DO akan mempengaruhi terhadap aktivitas ikan (Yuliani dan Raharjo, 2009). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian eksperimental dengan judul Hubungan Suhu Air dan DO terhadap Aktivitas ikan untuk mengetahui pengaruh suhu air terhadap aktivitas ikan dan mengetahui pengaruh DO terhadap aktivitas ikan, sehingga diharapkan dapat mengetahui konsep respon hewan terhadap perubahan lingkungan. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh suhu air terhadap aktivitas ikan? 2. Bagaimanakah pengaruh DO terhadap aktivitas ikan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh suhu air terhadap aktivitas ikan. 2. Untuk mengetahui pengaruh DO terhadap aktivitas ikan. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 3

4 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hewan Endoterm, Ektoterm, dan Heteroterm Makhluk hidup dapat diklasifikasikan atas dasar sumber panas bagi tubuhnya. Endoterm adalah kelompok hewan yang mampu memproduksi sendiri panas yang diperlukan untuk tubuhnya. Sedangkan suhu tubuh kelompok hewan Ektoterm berasal dari suhu di sekelilingnya yang merupakan sumber panas tubuh. Kelompok hewan ketiga adalah Heteroterm, tubuh hewan ini dapat memproduksi panas seperti halnya pada endoterm, tetapi tidak mempertahankan suhu tubuhnya dalam kisaran suhu yang sempit (Yuliani dan Raharjo, 2009). Pada kondisi suhu lingkungan yang ekstrim rendah di bawah batas ambang toleransinya hewan ektoterm akan mati. Hal ini karena praktis enzim tidak aktif bekeria sehingga metabolisme berhenti. Pada suhu yang masih bisa ditolerir, yang lebih rendah dari suhu optimum laju metabolisme tubuhnya dan segala aktifitas pun rendah, akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat lamban sehingga akan memudahkan pemangsa atau predator untuk memangsa hewan tersebut. Sebenarnya hewan ektoterm berkemampuan untuk mengatur suhu tubuhnya namun daya mengaturnya sangat terbatas dan tidak fisiologis sifatnya melainkan secara perilaku. Apabila suhu lingkungan terlalu panas hewan ektotermik akan berlindung di tempat-tempat teduh, apabila suhu lingkungan menurun, hewan tersebut akan berjemur dipanas matahari untuk menghangatkan tubuh. Pada suhu sekitar 10 o C dibawah atau diatas suhu normal suatu jasad hidup dan khususnya pada hewan ektoterm dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktifitas jasad hidup tersebut menjadi kurang lebih dua kali pada suhu normalnya. Sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan terjadinya kejutan atau shock. 2.2 Ikan Mas (Cyprinus caprio) Pisces memiliki keanekaragaman yang sangat besar (Sukiya, 2005). dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Taksonomi menempatkan ikan dalam kelompok paraphyletic dimana hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan. Ikan Mas (Cyprinus caprio) termasuk dalam anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin). Secara keseluruhan Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 4

5 lebih toleran terhadap perubahan suhu air, seperti vertebrata poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu tubuh sangat tergantung dari suhu lingkungan (Sukiya, 2005). Gambar 2.1. Ikan Mas Sumber : Pisces yang memiliki habitat di dalam perairan mendapatkan oksigen yang terlarut dalam air. Insang pisces merupakan komponen penting dalam pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di dalamnya (Fujaya. 1999). Pisces melakukan respirasi dengan menyaring air yang masuk melalui mulut menggunakan insangnya, di insang terjadi pengikatan oksigen dan pelepasan karbondioksida kemudian air keluar melalui celah insang. Lamela insang berupa lempengan tipis yang diselubungi epitel pernapasan menutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara. Organ insang pada pisces ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk mengeluarkan air dari insang yang disebut operculum yang membentuk ruang operkulum di sebelah sisi lateral insang. Laju gerakan operculum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan. Pisces memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Pisces yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. 2.3 Pengaruh Suhu Air terhadap Aktivitas Ikan Salah satu faktor fisik lingkungan perairan adalah suhu. Perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geografisnya, ketinggian tempat, lama paparan terhadap matahari dan kedalaman badan air (Tunas, 2005). Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 5

6 Kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut, (a) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun, (b) Kecepatan reaksi kimia meningkat, (c) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu, (d) Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati. Peningkatan suhu air menyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas senyawa-senyawa toksik seperti polutan minyak mentah dan pestisida, serta meningkatkan toksisitas logam berat, sebagai contoh bahwa pada air tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25 0 C menjadi 30 0 C menyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6 mg/liter. Suhu merupakan suatu faktor pembatas penting di ekosistem perairan tawar karena jasadjasad akuatik seringkali kurang dapat menoleransi perubahan-perubahan suhu (bersifat stenothermal). Akibat adanya pencemaran panas yang ringanpun akan dapat berakibat luas. Juga perubahan-perubahan suhu menghasilkan sirkulasi dan stratifikasi suhu yang khas yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan akuatik (Soegianto, 2009). Setiap makhluk hidup memerlukan suhu lingkungan tertentu. Hal ini dapat diterima karena dalam tubuh makhluk hidup berlangsung proses kimia, oleh karena itu semua makhluk hidup yang hidup di manapun berada selalu menghindar suhu lingkungan terlalu tinggi dan terlalu rendah untuk mendapatkan suhu lingkungan yang optimum. Suhu merupakan faktor yang sangat menentukan aktivitas enzim di dalam tubuh organisme. Peningkatan suhu tubuh pada rentang kisaran toleransi hewan akan menyebabkan kenaikanaktivitas enzim dalam membantu reaksi metabolisme. Suhu yang ekstrim tinggi menyebabkan protein, sebagai komponen utama penyusun enzim akan rusak atau denaturasi dan menyebabkan enzim tidak mampu lagi dalam melakukan fungsinya sebagai biokatalisator. Demikian juga jika suhu tubuh turun sangat ekstrim bahkan di bawah kisaran toleransinya akan menyebabkan aktivitas enzim sangat rendah. Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara, walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama. Oleh karena itu pisces sering memiliki toleransi suhu yang sempit (Soetjipta, 1993). Daerah tropis memiliki kisaran suhu antara 27 o C dan 32 o C. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota laut di perairan Indonesia. Suhu alami tertinggi diperairan tropis berada dekat ambang batas penyebab kematian biota laut. Oleh karena Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 6

7 itu, peningkatan suhu yang kecil saja dari alam dapat menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota air. Kisaran suhu di daerah tropis sedemikian rupa sehingga banyak organisme hidup dekat dengan batas suhu tertinggi (Anonim, 2010). Organisme sungai khususnya beberapa makroinvertebrata memiliki reaksi terhadap suhu yang berbeda-beda antara 28 o C sampai 34 o C. Suhu yang dimiliki oleh anggota dalam suatu species tertentu berbeda-beda, sehinga adanya pengaruh termal pada lingkungan dapat menimbulkan median batas toleransi. Jika spesies tertentu mempunyai median batas toleransi 24 jam 30 o C, maka 50 % spesies tersebut akan mengalami kematian dalam jangka waktu 24 jam jika suhu 30 derajat (Sastrawijaya, 2000). Populasi termal pada organisme air terjadi pada suhu tinggi. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut : a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun b. Kecepatan reaksi kimia meningkat c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu d. Jika batas suhu mematikan terlampui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati. Suhu juga dapat menyebabkan terjadinya stratifikasi atau tingkat pelapisan air di kolam dimana suhu air dilapisan permukaan lebih panas dari pada lapisan air dibawahnya karena adanya penyinaran matahari, sehingga air permukaan yang suhunya lebih tinggi akan lebih ringan dibanding air di bawahnya. Air di lapisan permukaan yang lebih panas disebut Epilimnion dan di bawahnya yang lebih dingin disebut hypolimnion. Diantara epilimnion dan hypolimnion terdapat lapisan Thermocline (ditandai dengan penurunan suhu yang sangat tajam). Pada umumnya ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang mendadak sehingga pemindahan ikan secara mendadak ketempat yang suhunya jauh lebih tinggi atau sangat rendah (5 o C) perlu dihindari karena bisa membuat ikan menjadi stress atau menyebabkan kematian pada ikan. Pengaruh buruk yang lebih nyata terjadi apabila pemindahan mendadak itu dilakukan dari tempat yang dingin ke tempat yang lebih panas (Alvi, 2009). Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga dibawah batas yang mematikan. Berdasarkan hukum Van t Hoff, kenaikan suhu sebesar 10 C akan menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme meningkat 2-3 kali lipat dibandingkan pada kondisi normal. Kebutuhan protein pada ikan untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum sangat dipengaruhi oleh suhu (Musida, 2008). Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 7

8 Pada ikan yang merupakan hewan ektoterm (hewan yang suhu tubuhnya diperoleh dari suhu di sekelilingnya/lingkungan), peningkatan metabolisme pengaruhi oleh peningkatan suhu tubuhnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada proses metabolisme melibatkan reaksi yang dipacu oleh enzim. Bila suhu tubuh meningkat maka enzim akan lebih aktif memecah substrat sehingga metabolisme naik. Bila metabolisme naik maka akan menghasilkan semakin banyak metabolit. Semakin banyak metabolit maka darah akan melakukan transport metabolit untuk diedarkan ke seluruh tubuh menjadi lebih cepat sehingga frekuensi denyut jantung juga menjadi meningkat yang akan berpengaruh pada semakin cepatnya operculum untuk membuka dan menutup. Apabila suhu yang berada di sekitar atau lingkungan rendah maka terjadi penurunan aktivitas tubuh, karena proses metabolisme tubuh tersebut melibatkan reaksi yang dikendalikan oleh enzim. Enzim akan menurunkan aktivitas sel apabila berada pada suhu yang rendah. Oleh karena itu, aktivitas ikan pada suhu air yang rendah atau dingin akan lebih turun atau lambat dibandingkan bila berada di lingkungan suhu air yang tinggi. 2.4 Pengaruh DO (Oksigen Terlarut) terhadap Aktivitas Ikan Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/l. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk hidup didalam air maupun hewan teristrial. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang banyak mengonsumsi oksigen sewaktu penguraian berlangsung (Hadic dan Jatna, 1998). Konsentrasi oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan diperairan sebaiknya harus diatas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat racun, konsentrasi oksigen minimum sebesar 2 mg/l cukup memadai untuk menunjang secara normal komunitas akuatik di periaran (Pescod, 1973). Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya adalah 5 8 mg/l (Mayunar et al., 1995; Akbar, 2001). Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya (Fardiaz, 1992). Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas (Fardiaz, 1992). Oksigen terlarut dalam air dimanfaatkan oleh Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 8

9 organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer (Fardiaz, 1992). Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahanbahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Odum (1993), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Oksigen merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Kepekatan oksigen terlarut bergantung kepada : a) Suhu. b) Kehadiran tanaman fotosintesis. c) Tingkat penetrasi cahaya bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air. d) Tingkat kederasan aliran air. e) Jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah industri (Sastrawijaya, 2000). Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 9

10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan adanya ciri variabel kontrol, variabel manipulasi, dan variabel respon. 3.2 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam melakukan percobaan ini antara lain : a. Variabel kontrol : Volume media air yaitu 750 ml, jumlah ikan pada tiap media air yaitu 1 ekor ikan b. Variabel manipulasi : Suhu media air c. Variabel respon : Kadar DO (Oksigen Terlarut), respirasi atau membuka menutupnya operculum ikan, pergerakan ikan 3.2 Alat dan Bahan a. Alat 1. Termometer suhu 1 buah 2. Toples 4 buah 3. Botol winkler 2 buah 4. Erlenmeyer 2 buah 5. Buret 1 buah 6. Pipet 5 buah 7. Gelas ukur 2 buah 8. Alat pemanas air (hitter) 1 buah b. Bahan 1. Air suhu kamar 1500 ml 2. Air panas (80 o C) ± 500 ml 3. Air es ± 1000 ml 4. Ekor ikan mas dengan ukuran ± 8 cm 8 ekor Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 10

11 5. MnSO 4 ± 20 ml 6. KOH-KI ± 20 ml 7. H 2 SO 4 ± 20 ml 8. Na 2 S 2 O 3 ± 40 ml 9. Larutan amilum 1% ± 10 ml 3.3 Langkah Kerja a. Pembuatan media air. 1. Pada media air A, mengisi sebanyak 750 ml air suhu kamar, kemudian mengukur suhu air awal dan kadar DO awal sebelum memasukkan 1 ekor ikan ke dalam toples. 2. Pada media air B, mengisi sebanyak 1000 ml air panas (80 o C) dan 500 ml air suhu kamar, kemudian mengukur suhu air awal dan kadar DO awal sebelum memasukkan 1 ekor ikan ke dalam toples. 3. Pada media air C, mengisi sebanyak 800 ml air es dan 700 ml air suhu kamar, kemudian mengukur suhu air awal dan kadar DO awal sebelum memasukkan 1 ekor ikan ke dalam toples. 4. Pada media air D, mengisi sebanyak 1200 ml air es dan 300 ml air suhu kamar, kemudian mengukur suhu air awal dan kadar DO awal sebelum memasukkan 1 ekor ikan ke dalam toples. b. Pengukuran Kadar DO Pengukuran suhu air dan DO (oksigen terlarut) dari masing-masing media air dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pengukuran suhu a) Memasukkan termometer pada masing-masing media air, kemudian mencatat hasilnya ke dalam tabel. Pengukuran suhu dilakukan 2 kali yaitu sebelum memasukkan ikan ke dalam toples dan setelah pengamatan respirasi (membuka menutupnya operculum) dan pola pergerakan ikan. b) Pengukuran kadar DO (Dissolved Oxygen) atau Oksigen Terlarut 1. Mengambil sampel air dengan menggunakan botol winkler sekitar permukaan air. Kemudian menutup masing-masing botol sewaktu di dalam air. Mengusahakan tidak ada O 2 yang terperangkap dalam botol winkler. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 11

12 2. Membuka botol Winkler, air hasil tampungan diberi MnSO4 sebanyak 2 ml dengan menggunakan pipet ukur dengan ujung pipet di bawah permukaan air, sehingga tidak menimbulkan gelembung. 3. Menambahkan 2 ml KOH-KI dengan cara yang sama. 4. Menutup botol winkler kembali dengan membolak-balikkan selama 5 menit. 5. Membiarkan selama 10 menit agar terjadi pengikatan oksigen terlarut dengan sempurna dengan ditandai timbulnya endapan di dasar botol. 6. Mengambil dan membuang 2 ml larutan di permukaan atas botol tanpa menyertakan endapan kemudian menambahkan 2 ml H2SO4 pekat dengan pipet ukur. 7. Menutup botol dan membolak-balikkan sehingga endapan larut dan larutan menjadi warna kuning kecoklatan. 8. Untuk satu botol Winkler, mengambil larutan dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer masing-masing sebanyak 10 ml, larutan siap untuk dititrasi dengan Na2S2O3. 9. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna kuning muda. Mengukur Na2S2O3 yang digunakan. 10. Memasukkan 10 tetes amilum 1 % ke dalam erlenmeyer hingga larutan menjadi biru muda. 11. Larutan dititrasi lagi hingga warna biru hilang, Na2S2O3 yang digunakan pada langkah kerja h-j dijumlahkan. 12. Dua kali rata-rata jumlah ml larutan Thiosulfat terpakai ekivalen dengan kadar O2 terlarut (mg/l) dalam air, atau (mg/l x 0,698). Rumus DO = 8000 x N x a mg/l (ppm) V-4 Keterangan : a = volume titrasi Na2S2O3 yang dipakai N = konstanta 0,025 V = volume botol winkler 13. Melakukan pengukuran kadar DO sebelum ikan dimasukkan ke dalam toples dan setelah pengamatan respirasi (membuka menutupnya operculum) dan pola pergerakan ikan. 14. Mencatat hasilnya ke dalam tabel pengamatan. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 12

13 3.4 Rancangan Percobaan a. Tahap Persiapan Mengisi toples A (beker gelas) dengan air suhu kamar 750 ml, kemudian memasukkan 1 ekor ikan ke dalam toples tersebut. Mengisi toples B (beker gelas) dengan air panas (80 o C) yang dicampur dengan perbandingan volume 2 : 1 total volume ± 750 ml, kemudian memasukkan 1 ekor ikan ke dalam toples tersebut. Mengisi toples C (beker gelas) dengan air es sebanyak 400 ml yang dicampur dengan air suhu kamar sebanyak 350 ml, kemudian memasukkan 1 ekor ikan ke dalam toples tersebut. Laporan Ekofisiologi Mengisi toples Biologi D (beker 2010 gelas) tahun dengan 2013 air es sebanyak 600 ml Halaman yang 13 dicampur dengan air suhu kamar sebanyak 150 ml, kemudian memasukkan 1 ekor ikan ke dalam toples tersebut.

14 c. Tahap Pengukuran 1. Pengukuran suhu A B C D 2. Pengukuran kadar DO Mengambil sampel air dengan botol winkler gelap, usahakan tidak ada O 2 yang terperangkap Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 14

15 Menambahkan MnSO 4 dan KOH KI masing-masing sebanyak 2 ml dengan membuka botol winkler secara hati-hati, kemudian mengocoknya dengan pelan. (membolak-balik botol secara hati-hati hingga pereaksi tercampur dengan sampel air). Mendiamkannya hingga terbentuk 2 lapisan. MnSO 4 2 ml KOH-KI 2 ml Menambahkan H 2 SO 4 pekat sebanyak 2 ml ke dalam botol secara hati-hati, kemudian megocok botol hingga larutan tercampur H 2 SO 4 2 ml Mengambil 100 ml sampel yang telah mendapat perlakuan tadi kemudian memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Melakukan titrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 sampai terjadi perubahan warna (dari coklat menjadi kuning). Kemudian menambahkan (1%) 10 tetes hingga tampak biru dan melanjutkan titrasi dengan Na 2 S 2 O 3 sampai warna biru hilang. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 15

16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Berdasarkan percobaan tentang hubungan air dan DO terhadap aktivitas ikan yang dilakukan di laboratorium Fisiologi Unesa, didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut. Tabel 4.1. Hasil Pencatatan dan Penghitungan Suhu, DO, dan Respirasi pada Toples A, B, C, dan D. Media Air Suhu ( o C) T 0 T 1 DO (ppm) A B C D Keterangan: Toples A Toples B Toples C Toples D T o T 1 : 750 ml air suhu kamar + 2 ekor ikan : 500 ml air 80 O c ml air suhu kamar + 2 ekor ikan : 400 ml air 80 o C ml air suhu kamar + 2 ekor ikan : 600 ml air 80 O c ml air suhu kamar + 2 ekor ikan : Suhu awal : Suhu setelah 3 menit Pola Gerakan Ikan Mas Ikan terlihat bergerak leluasa, terlihat normal Sesaat setelah ikan dimasukkan, ikan mengalami kejang, sesaat kemudian mati Ikan terlihat mengalami penurunan kecepatan gerak. Operculum membuka semakin lambat. Ikan mengalami perlambatan gerak, operculum tidak bereaksi kemudian mati. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 16

17 Gambar 4.1. Grafik pengaruh suhu terhadap respirasi ikan. Gambar 4.2. Grafik pengaruh DO terhadap respirasi ikan. 5.2 Analisis Pada percobaan ini terdapat 4 media air dengan 3 media air sebagai perlakuan dan 1 media air sebagai kontrol. Pada media air A diisi air 750 ml dengan suhu kamar (27 o C) sebagai kontrol, kemudian diisi ikan 1 ekor. Pengukuran suhu dan DO diperoleh nilai suhu awal sebesar 29 C dan suhu akhir tetap 30 C. Pengukuran DO diperoleh rata-rata sebesar 2.03 ppm. Nilai respirasi ikan diperoleh dari banyaknya membuka dan menutupnya operculum pada setiap menit sebanyak 3 kali pengamatan sebagai pengulangan, diperoleh rata-rata respirasi ikan sebanyak kali. Pola pergerakan ikan, terlihat gerakannya lebih leluasa dan terlihat normal. Pada media air B diisi air 500 ml dengan suhu 80 o C ditambah 250 ml air suhu kamar (27 C) dan diisikan 1 ekor ikan. Pada pengukuran suhu diperoleh nilai suhu awal sebesar 80 C Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 17

18 dan suhu akhir 67 C. Pengukuran DO diperoleh rata-rata sebesar 1.86 ppm. Nilai respirasi ikan diperoleh dari banyaknya membuka dan menutupnya operculum pada setiap menit sebanyak 3 kali pengamatan sebagai pengulangan tidak didapat data. Pergerakan ikan sesaat setelah dimasukkan ke dalam toples, ikan mengalami kejang, sesaat kemudian mati. Pada media air C diisi air 400 ml dengan suhu 18 o C ditambah 350 ml air suhu kamar (27 C) dan diisikan 1 ekor ikan. Pada pengukuran suhu diperoleh nilai suhu awal sebesar 18 C dan suhu akhir 19 C. Pengukuran DO diperoleh rata-rata sebesar 3.33 ppm. Nilai respirasi ikan diperoleh dari banyaknya membuka dan menutupnya operculum pada setiap menit sebanyak 3 kali pengamatan sebagai pengulangan, diperoleh rata-rata respirasi ikan sebanyak 76 kali. Pola pergerakan Ikan terlihat mengalami penurunan kecepatan gerak. Operculum membuka semakin pelan, namun ikan tidak mati. Pada media air D diisi air 600 ml dengan suhu 6 o C ditambah 150 ml air suhu kamar (27 C) dan diisikan 1 ekor ikan. Pada pengukuran suhu diperoleh nilai suhu awal sebesar 6 C dan suhu akhir 7 C. Pengukuran DO diperoleh rata-rata sebesar 4.88 ppm. Nilai respirasi ikan diperoleh dari banyaknya membuka dan menutupnya operculum pada setiap menit sebanyak 3 kali pengamatan sebagai pengulangan, diperoleh rata-rata respirasi ikan sebanyak kali. Pola pergerakan ikan mengalami perlambatan gerak kemudian mati. 5.3 Pembahasan Dari hasil pengamatan dan analisis data dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh suhu air dan kadar DO terhadap aktivitas ikan. Dimana kadar DO sendiri dipengaruhi oleh tingginya suhu air. Pada media air A yang berisi 750 ml air suhu kamar dengan suhu 27 o C, DO 2.03 ppm didapatkan nilai rata-rata respirasi atau membuka menutupnya operculum tertinggi dibandingkan pada media B, C dan D serta pola pergerakan ikan yaitu bergerak sangat aktif. Hal ini karena pada suhu tersebut yaitu 27 o C merupakan suhu normal bagi kehidupan ikan sehingga proses fisiologi dan enzimatis yang terjadi dalam tubuh berjalan normal, yang mengakibatkan proses metabolisme tidak terganggu oleh suhu lingkungan. Selain suhu lingkungan (air), kadar DO (oksigen terlarut) juga berpengaruh terhadap proses metabolisme tubuh. Dengan semakin tingginya kadar DO maka semakin baik laju metabolisme karena adanya suplai oksigen yang tinngi yang digunakan untuk respirasi dan metabolisme. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 18

19 Pada media air B dengan suhu sebesar 80 o C dengan kadar DO sebesar 1.86 ppm yang merupakan media air dengan suhu tertinggi dibandingkan media air yang lain. Pada media B ini didapatkan nilai respirasi ikan terendah karena selang beberapa saat setelah ikan dimasukkan ke dalam toples ikan berenang cepat kemudian mati. Pada media air C dengan suhu awal dan akhir sebesar 18 o C, dan DO sebesar 3.33 ppm. Pada media ini pergerakan serta aktifitas membuka-menutup operculum ikan melambat tetapi ikan masih dalam keadaan hidup. Pada media air D dengan suhu sebesar 6 o C, dan DO sebesar 4.88 ppm, didapatkan nilai respirasi yang tidak terlalu besar dibandingkan pada media A dan pola pergerakan ikan yang teramati adalah ikan bergerak aktif lalu diam. Hal tersebut dikarenakan suhu yang dingin atau rendah. Apabila suhu yang berada di sekitar atau lingkungan rendah maka terjadi penurunan aktivitas tubuh, karena proses metabolisme tubuh tersebut melibatkan reaksi yang dikendalikan oleh enzim. Reaksi enzimatis sangat bergantung pada suhu, karenanya aktivitas metabolisme di berbagai jaringan atau kehidupan suatu organisme bergantung kepada kemampuan untuk mempertahankan suhu yang sesuai dalam tubuhnya. Pada berbagai jenis hewan, apabila terjadi kondisi luar yang kurang cocok atau stress, misalnya terjadi perubahan suhu lingkungan (dingin atau panas) akan menimbulkan usaha (secara fisiologi atau morfologi) untuk mengimbangi stress tersebut (Yuliani dan Raharjo, 2009). Enzim akan menurunkan aktivitas sel apabila berada pada suhu yang rendah. Oleh karena itu, aktivitas ikan pada suhu air yang rendah atau dingin akan lebih turun atau lambat dibandingkan bila berada di lingkungan suhu air yang tinggi. Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga dibawah batas yang mematikan. Berdasarkan hukum Van t Hoff, kenaikan suhu sebesar 10 C akan menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme meningkat 2-3 kali lipat dibandingkan pada kondisi normal (Musida, 2008). Pada ikan yang merupakan hewan ektoterm (hewan yang suhu tubuhnya diperoleh dari suhu di sekelilingnya/lingkungan), peningkatan metabolisme dipengaruhi oleh peningkatan suhu tubuhnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada proses metabolisme melibatkan reaksi yang dipacu oleh enzim. Bila suhu tubuh meningkat maka enzim akan lebih aktif memecah substrat sehingga metabolisme naik. Bila metabolisme naik maka akan menghasilkan semakin banyak metabolit. Semakin banyak metabolit maka darah akan melakukan transport metabolit untuk diedarkan ke seluruh tubuh menjadi lebih cepat sehingga frekuensi denyut jantung juga menjadi meningkat yang akan berpengaruh pada semakin cepatnya operculum untuk membuka dan Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 19

20 menutup. Hal ini berkebalikan dengan suhu yang dingin atau rendah. Apabila suhu yang berada di sekitar atau lingkungan rendah maka terjadi penurunan aktivitas tubuh, karena proses metabolisme tubuh tersebut melibatkan reaksi yang dikendalikan oleh enzim. Enzim akan menurunkan aktivitas sel apabila berada pada suhu yang rendah. Oleh karena itu, aktivitas ikan pada suhu air yang rendah atau dingin akan lebih turun atau lambat dibandingkan bila berada di lingkungan suhu air yang tinggi. Selain suhu yang merupakan faktor pembatas dalam kehidupan organisme di perairan, terdapat faktor lain yang juga ikur berpengaruh terhadap aktivitas ikan antara lain yaitu DO (oksigen terlarut), kadar CO2, ph, dan salinitas. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 ppm Selebihnya bergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran bahan pencemar, suhu, ph, ketersediaan bahan organik, mineral, dan sebagainya. Oleh karena itu dalam percobaan ini aktivitas ikan sangat bergantung kepada suhu air dan juga kadar DO, dimana semakin tinggi atau rendahnya suhu air dan kadar DO juga akan menyebabkan tinggi atau rendahnya proses metabolisme tubuh. Tingginya suhu air dapat menyebabkan semakin cepatnya proses metabolisme dan dapat mengakibatkan kematian pada organisme seperti ikan yang digunakan dalam percobaan ini. Dengan semakin rendahnya suhu maka proses metabolisme tubuh juga akan menurun yang dapat diketahui dengan lambatnya aktivitas tubuh. Suhu merupakan suatu faktor pembatas penting di ekosistem perairan tawar karena jasad-jasad akuatik seringkali kurang dapat menoleransi perubahan-perubahan suhu (bersifat stenothermal). Setiap makhluk hidup memerlukan suhu lingkungan tertentu. Hal ini dapat diterima karena dalam tubuh makhluk hidup berlangsung proses kimia, oleh karena itu semua makhluk hidup yang hidup di manapun berada selalu menghindar suhu lingkungan terlalu tinggi dan terlalu rendah untuk mendapatkan suhu lingkungan yang optimum. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 20

21 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa: a. Suhu air berpengaruh terhadap aktivitas Ikan Mas (Cyprinus caprio L.) yaitu dapat mempengaruhi respirasi (membuka menutupnya operculum) dan aktivitas (pola pergerakan) ikan. Semakin tinggi suhu air maka semakin cepat aktivitas ikan dan dapat membunuh ikan, dan semakin rendah suhu maka semakin lambat aktivitas ikan. b. DO berpengaruh terhadap aktivitas Ikan Mas (Cyprinus caprio L.) yaitu dapat dapat mempengaruhi respirasi (membuka menutupnya operculum) dan aktivitas (pola pergerakan) ikan. DAFTAR PUSTAKA Anonim Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptasi Hewan terhadap Lingkungannya. Diakses pada tanggal 28 April 2013 Campbell Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta. Penerbit Erlangga Fujaya, Yushinta Fisisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta Kanisius Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius Odum, E.P Basic Ecologi (Dasar-dasar Ekologi). Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press. Tunas, Arthama Wayan Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada Yuliani dan Raharjo Panduan Praktikum Ekofisiologi. Surabaya : Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Unesa. Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 21

22 LAMPIRAN Gambar 1. Ikan mas dalam media air dengan suhu awal 6 C dan 80 C Gambar 2. Ikan mas dalam media air dengan suhu ruangan (27 C) Laporan Ekofisiologi Biologi 2010 tahun 2013 Halaman 22

Disusun oleh: Arif Misrulloh NIM

Disusun oleh: Arif Misrulloh NIM LAPORAN HASIL PERCOBAAN PENGARUH SUHU TERHADAP GERAKAN OPERKULUM PADA IKAN MAS Disusun oleh: Arif Misrulloh NIM. 4001415010 JURUSAN IPA TERPADU FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas perairan ditentukan oleh faktor biologis, faktor kimia, dan faktor fisika. Salah satu faktor kimia adalah kelarutan oksigen (DO) dan derajat keasaman (ph).

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN (Menentukan Kisaran Preferensi terhadap Kondisi Suhu Lingkungan dan Kecenderungan Makanan) LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN 2015-2016 Asisten Koordinator : Rusnia J. Robo Disusun Oleh : Nama : Rynda Dismayana

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

: Cokhy Indira Fasha NIM : Kelompok : 4 Tanggal Praktikum : 9-21 Oktober 2001 Tanggal Laporan : 24 Oktober 2001

: Cokhy Indira Fasha NIM : Kelompok : 4 Tanggal Praktikum : 9-21 Oktober 2001 Tanggal Laporan : 24 Oktober 2001 Laporan Praktikum Fisiologi Hewan V Pengukuran Laju Pertumbuhan dan Konsumsi Oksigen Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) pada Lingkungan yang Terdedah Detergen Nama : Cokhy Indira Fasha NIM : 10699044 Kelompok

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

YUDI MIFTAHUL ROHMANI Faktor Pembatas OLEH: YUDI MIFTAHUL ROHMANI Pendahuluan Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya bahwa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN 2015-2016 Asisten Koordinator : Rusnia J Robo Disusun Oleh : Nama : Evi Octafiany NIM : 201310070311126 Kelas : Biologi IV/C LABORATORIUM BIOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN. (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN. (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan) LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan) Disusun oleh : Aida Fitriah (1110016100006) Musliyadi (1110016100025) Qumillailah (1110016100026) Izkar Sobhah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c. BAB 3 METODE PERCOBAAN Pada analisis yang dilakukan terhadap penentuan kadar dari beberapa parameter pada limbah cair pengolahan kelapa sawit menggunakan beberapa perbedaan alat dan metode, adapun beberapa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN II. TUJUAN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan oksigen kimia 3. Untuk mengoksidasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 ADI SAPUTRA FAUZI ISLAHUL RIDHO ILHAM NENCY MAHARANI DWI PUJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. stasiun pengambilan terlampir pada Lampiran 1. Proses identifikasi pada sampel

BAB III METODE PENELITIAN. stasiun pengambilan terlampir pada Lampiran 1. Proses identifikasi pada sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan dan pengawetan sampel plankton dilakukan di Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu Magetan Jawa Timur pada bulan Agustus 2011 dengan denah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS

LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS LAPORAN KARYA TEKNOLOGI TEPAT GUNA LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS Oleh: Supratman, S.Pd. SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 12 BENGKULU 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotosintesis berasal dari kata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian Bahan

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian Bahan II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel plankton, formalin 40%, MnSO4, KOH-KI,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN (Menentukan Kisaran Preferensi terhadap Kondisi Suhu Lingkungan dan Kecenderungan Makanan) Asisten Koordinator : Disusun Oleh : Nama : Irvani Eka Suciyananda NIM : 20131000311122

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN I KESETIMBANGAN KIMIA DI DALAM LARUTAN PROGRAM STUDI S-1 KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN I KESETIMBANGAN KIMIA DI DALAM LARUTAN PROGRAM STUDI S-1 KIMIA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN I KESETIMBANGAN KIMIA DI DALAM LARUTAN NAMA SYABATINI : ANNISA NIM : J1B107032 HARI / TANGGAL PRAKTIKUM : SENIN / 30 MARET 2009 HARI / TANGGAL DIKUMPUL : SENIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) (Suin, 2002) Sampel Air. Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat 1 ml H 2

Lampiran 1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) (Suin, 2002) Sampel Air. Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat 1 ml H 2 Lampiran 1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) (Suin, 2002) Sampel Air 1 ml MnSO 4 1 ml KOH-KI Dikocok Didiamkan Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat 1 ml H 2 SO 4 Dikocok Didiamkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Disusun oleh Nama : Muhammad Darussalam Teguh NIM : 12696 Golongan : B4 Asisten Koreksi :

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM RESPIRASI PADA HEWAN (BELALANG)

LAPORAN PRAKTIKUM RESPIRASI PADA HEWAN (BELALANG) LAPORAN PRAKTIKUM RESPIRASI PADA HEWAN (BELALANG) BAB I I. Pendahuluan a. Dasar Teori Sebagai suatu medium respirasi, udara mempunyai banyak keuntungan, salah satunya tentu saja kandungan oksigen yang

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

Stasiun I Padang Lamun, Pulau Tarahan. Stasiun II Karang, Pulau Tarahan. Stasiun III Dermaga, Pulau Panjang. Stasiun IV Pemukiman, Pulau Panjang

Stasiun I Padang Lamun, Pulau Tarahan. Stasiun II Karang, Pulau Tarahan. Stasiun III Dermaga, Pulau Panjang. Stasiun IV Pemukiman, Pulau Panjang LAMPIRAN 10 Lampiran 1 Stasiun pengambilan contoh bivalvia Stasiun I Padang Lamun, Pulau Tarahan Stasiun II Karang, Pulau Tarahan Stasiun III Dermaga, Pulau Panjang Stasiun IV Pemukiman, Pulau Panjang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

Penentuan parameter kualitas air secara kimiawi. oleh: Yulfiperius

Penentuan parameter kualitas air secara kimiawi. oleh: Yulfiperius Penentuan parameter kualitas air secara kimiawi oleh: Yulfiperius Pendahuluan Alat-alat ukur : ph meter, oksigen meter, dan pengukur (probe) amonia. Alat-alat diatas amatlah berguna namun tidak murah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sumber mata air Kuluhan dan alirannya di Desa Jabung Kecamatan Panekkan Kabupaten Magetan. Sumber mata air Kuluhan terletak

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2010 di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah, dan Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup.biota laut hampir menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non equivalent control

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1 Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Penelitian 2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ph universal, plastik ukuran 1 Kg, larutan MnSO 4, formalin,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm Sifat fisika air Rumus molekul Massa molar Volume molar Kerapatan pada fasa Titik Leleh Titik didih Titik Beku Titik triple Kalor jenis Air H 2 O 18.02 g/mol 55,5 mol/ L 1000 kg/m 3, liquid 917 kg/m 3,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN

MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN OLEH : MUSTAIN FAKULTAS BUDIDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PERIKANAN PONTIANAK 2012 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN IRIS AIR (Neomarica gracillis) SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI AIR LIMBAH RUMAH TANGGA ABSTRAK

PEMANFAATAN TUMBUHAN IRIS AIR (Neomarica gracillis) SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI AIR LIMBAH RUMAH TANGGA ABSTRAK 18-191 PEMANFAATAN TUMBUHAN IRIS AIR (Neomarica gracillis) SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI AIR LIMBAH RUMAH TANGGA Rischa Wulandari 1, Yuli Siti F. 2, Eka Septia W. 2, Jenni Indah DPN 2, Niken RH 2 1 Departemen

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci