PENGARUH TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI TERHADAP STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT DESA NGARGOMULYO ESTYA PERMANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI TERHADAP STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT DESA NGARGOMULYO ESTYA PERMANA"

Transkripsi

1 PENGARUH TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI TERHADAP STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT DESA NGARGOMULYO ESTYA PERMANA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi Terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa Ngargomulyo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Estya Permana NIM I

3 ABSTRAK ESTYA PERMANA. Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi Terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa Ngargomulyo. Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO. Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang menggunakan manajemen zonasi. Hal ini banyak memberikan pengaruh terhadap masyarakat desa sekitar kawasan salah satunya adalah Desa Ngargomulyo. Perubahan status hutan menjadi taman nasional secara tidak langsung mengubah strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo. Strategi nafkah bukan hanya sebatas kegiatan mencari nafkah namun sebagai cara hidup. Penelitian dilakukan dengan metode survey dan analisis dilakukan berdasar pada data kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Ngargomulyo berada dalam zona tradisional TNGM, dimana hutan yang berada di desa tersebut semula merupakan hutan lindung di bawah kelola Perum Perhutani. Masyarakat masih dapat ikut memanfaatkan sumberdaya hutan seperti mengambil rumput, menanam, dan menyadap. Namun setelah mengalami perubahan status, masyarakat pun mengalami perubahan. Salah satunya adalah mengalami perubahan pola penguasaan lahan. Hal ini membawa masyarakat ke perubahan strategi nafkah. Karena pendapatan dari sektor pertanian mengalami penurunan sehingga masyarakat harus memiliki alternatif lainnya yaitu beternak dan berdagang. Kata kunci : taman nasional, zonasi, strategi nafkah, akses ESTYA PERMANA. The effects of National Park to the livelihood strategy of The Community of Desa Ngargomulyo. Supervised by SOERYO ADIWIBOWO Gunung Merapi National Park (GMNP) is a conservation area which has zonations as its management. It gives effects to rural people around national park, Desa Ngargomulyo is one of them. The change of the status of the forest which became a national park undirectly change the livelihood strategy that community of Desa Ngargomulyo have. Livelihood strategy is not regarded as a funding activity but more as means of living. This research is conducted with survey method and analyze is based on quantitative data and supported by descriptive qualitative.the result of this research shows that community of Desa Ngargomulyo is located in the traditional zone of GMNP, which its forest war primarily a protected forest under management of Perum Perhutani. The communitystill allowed to take advantages from the forest such as taking grasses for their livestock, planting, and rubber tapping. But after the national park management, the people also affected. The community suffered changing pattern of land tenure and it lead the community to change of livelihood strategy. Because the income from farm sector is decrease, they had to have other alternatives, they are trading and farming Keywords : national park, zonation, livelihood strategy, land tenure, access

4 PENGARUH TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI TERHADAP STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT DESA NGARGOMULYO ESTYA PERMANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

5 Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa Ngargomulyo : Estya Permana : I Disetujui oleh Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Pembimbing Diketahui Dr.Ir. Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Lulus :

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi Terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa Ngargomulyo telah diselesaikan ini dengan tepat waktu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS, dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, serta kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 2. Ayah Pratamayoga, Ibunda F. Tristiana Susanna, Kakak-kakak tersayang Jati Permana, Galih Permana, Arni Aulia, dan Siti Umi Rohmatin yang memberikan bantuan moral dan materiil serta keponakan-keponakan tersayang Raffa dan Naida. 3. Bapak Wardani selaku Kepala Resor Dukun SPTN I. Mbak Silvi, Mbak Sita selaku staff Balai TNGM. 4. Bapak Yatin dan Pak Muji selaku Kepala Desa dan Sekdes Desa Ngargomulyo. 5. Bapak Sartono selaku Kepala Dusun Tanen dan masyarakat Dusun Tanen yang sudah mau direpotkan. 6. Teman-teman satu bimbingan Citra Dewi, Indah Tri Utami, Sahda, dan Natrisya Sekararum yang saling menyemangati satu sama lain. 7. Adhrid, Annisa Nurrizky, Rendi Dwi, Nicco Andrian, Panji Prasetyo, Diba Safitri, Annisa Nazila, Agi Hadinata yang selalu membantu doa 8. Mugi Lestari, Sadri Sugra, Finka Ermawan yang selalu berbagi suka duka dan selalu menghibur 9. Teman-teman LECB Programme yang selalu menyemangati penulis 10. Seluruh keluarga SKPM 47, teman berbagai suka dan cita selama belajar di departemen ini atas kebersamaan, semangat, motivasi, serta membantu dalam proses pembelajaran. 11. Dan semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh pengaruh taman nasional terhadap masyarakat desa penyangga di sekitar kawasan. Kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak sehinga dapat membangun ke arah yang lebih baik. Bogor, September 2014 Estya Permana I

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Kegunaan Penelitian 4 PENDEKATAN TEORITIS 5 Tinjauan Pustaka 5 Kerangka pemikiran 10 Hipotesis Penelitian 11 Definisi Konseptual 12 Definisi Operasional 12 PENDEKATAN LAPANG 14 Metode Penelitian 14 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 Teknik Pengumpulan Data 14 Teknik Penentuan Responden dan Informan 15 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 15 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 16 Profil Desa Ngargomulyo 16 Posisi Desa Ngargomulyo dalam Kawasan TNGM 19 Karakteristik Responden 20 PERUBAHAN AKSES MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TNGM 24 Deskripsi Kawasan 24 Sejarah dan Status Kawasan 24 Penetapan Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi 25 Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi 27 Desa Ngargomulyo: Zona Tradisional Taman Nasional Gunung Merapi 31 ix x x

8 Perubahan Akses Masyarakat Akibat Taman Nasional Gunung Merapi 32 Ikhtisar 35 PERUBAHAN STRATEGI NAFKAH PETANI DESA NGARGOMULYO 37 Perubahan Penguasaan Lahan 37 Pendapatan dari Dalam Kawasan Taman Nasional 40 Strategi Nafkah Warga Desa Ngargomulyo 41 Pendapatan Rumahtangga 43 Ikhtisar 48 Simpulan 49 Saran 49 DAFTAR PUSTAKA 51 LAMPIRAN 54 RIWAYAT HIDUP 61

9 Tabel DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Desa Ngargomulyo 17 2 Mata Pencaharian Warga Desa Ngargomulyo Menurut Profil Desa Jumlah Ternak yang Dimiliki Masyarakat Desa Ngargomulyo 18 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 18 5 Nama Desa Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi 19 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Umur 20 7 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan 20 8 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan 21 9 Pembagian Zonasi Taman Nasional gunung Merapi Perbandingan Jenis Kegiatan yang Dapat Diakses pada Tahun 2003 dan Perubahan Penguasaan Lahan Warga Desa Ngargomulyo Menurut Lokasi terhadap Kawasan TNGM, Rumahtangga Responden, Luas Penguasaan Lahan Responden Tahun 2003 Sebelum Penetapan TNGM Luas Penguasaan Lahan Responden Tahun 2013 Setelah Penetapan TNGM Perbandingan Pendapatan dari dalam kawasan TNGM tahun 2003 dan Jumlah Rumahtangga Responden Menurut Jenis Pekerjaan Tahun Pendapatan Masyarakat Desa Ngargomulyo Berdasarkan sektor pertanian tahun Pendapatan Masyarakat Desa Ngargomulyo Berdasarkan Sektor Pertanian Tahun Jumlah responden berdasarkan pendapatan per tahun per luas lahan yang dimiliki tahun 2003 dan Gambar DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran 12 2 Peta Taman Nasional Gunung Merapi 16 3 Perbandingan Pendapatan dari Sektor Pertanian Tahun 2003 dan

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Dokumentasi 52 2 Penjelasan Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi 54 3 Daftar Kerangka Sampling 57

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan suatu kawasan luas yang di dalamnya terdapat berbagai macam flora dan fauna. Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Indonesia memiliki luas hutan sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia. Karena wilayahnya yang luas, hutan Indonesia memiliki potensi keanekaragaman yang sangat tinggi. Didalamnya terdapat ribuan jenis flora dan ribuan spesies fauna. Dengan keanekaragaman tersebut, hutan sangat bermanfaat bagi manusia, terutama bagi masyarakat sekitar hutan. Namun saat ini, laju deforestasi yang terjadi di Indonesia sangat tinggi. Hal ini disebabkan pembukaan lahan hutan untuk perkebunan, pemukiman, maupun kegiatan industri lainnya. Tidak jarang bahwa pembukaan hutan ini malah merugikan masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat yang hidup di dalam hutan, hal ini menyebabkan banyak konflik yang muncul. Jika hal ini dibiarkan terus maka akan mengakibatkan banyak hal, berkurangnya luasan hutan akan menyebabkan berkurangnya kemampuan menyerap emisi karbon. Selain itu, akan terjadi kepunahan keanekaragamanhayati yang terdapat di dalam hutan. Eksploitasi hutan untuk tujuan komersil memiliki tujuan akhir untuk memajukan Indonesia namun hal tersebut tersebut malah membawa kerugian maupun petaka bagi manusia itu sendiri, karena sesungguhnya manusia masih bergantung terhadap alam, termasuk hutan untuk menjalankan hidupnya. Seharusnya pembangunan yang baik adalah yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang, seperti yang disebut pada UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; Dengan semakin berkurangnya luasan hutan di Indonesia, maka gencar diadakan gerakan konservasi untuk mempertahankan apa yang masih ada. Upaya penanaman lahan gundul, hingga perubahan status hutan yang semula hutan produksi, hutan lindung, cagar alam, taman wisata menjadi taman nasional, agar hutan benar-benar tidak tersentuh kegiatan komersil manusia. Menurut Sylviani (2008) Perubahan fungsi kawasan hutan produksi (HP) dan hutan lindung (HL) menjadi kawasan konservasi (HK) dilakukan untuk menghentikan kegiatan eksploitasi pemanfaatan hasil hutan kayu dalam upaya menjaga kelertarian keaneka ragaman hayati, perlindungan plasma nutfah dan mempertahankan aset lainnya yang ada di kawasan HP dan HL. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara hutan dengan manusia atau masyarakat tidak dapat dipisahkan begitu saja, sebab hutan memiliki fungsi yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Masyarakat sekitar hutan memanfaatkan hutan tidak hanya sekedar

12 sebagai fungsi ekonomi atau pemenuhan kebutuhan hidup seperti memenuhi kebutuhan kayu bakar dan pertukangan, sumber pangan, sumber pendapatan, dll. Namun hutan juga memberikan fungsi sosial, ekologi, budaya, bahkan religi. Dari segi sosial, hutan merupakan sumber natura bagi masyarakat sekitar, konsumsi non komersial bagi tetangga, dan lainnya. Sedangkan dari sisi ekologisnya hutan berfungsi sebagai pengawetan tanah dan air, perlindungan tanaman-tanaman pertanian, sumber simpanan karbon, dan meningkatkan kualitas lingkungan. Masyarakat memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhannya seharihari, namun tidak dapat dipungkiri jika ada masyarakat yang memiliki sumber penghidupan lainnya selain dari hutan. Hal ini berkaitan dengan strategi nafkah yang dijalankan oleh masyarakat desa sekitar hutan. Menurut Dharmawan (2007) pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Strategi nafkah dimaknai lebih besar daripada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktr sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku. Nafkah atau livelihood sendiri diartikan oleh Chamber dan Conway (1992) dalam Scoones (1998) mengatakan bahwa nafkah terdiri dari kemampuan, aset (termasuk bahan dan sumber daya sosial) dan kegiatan yang dibutuhkan sebagai sarana hidup. Sehingga strategi nafkah dapat diartikan sebagai cara masyarakat mengelola sumber daya atau aset sesuai kemampuannya dalam suatu kegiatan untuk bertahan hidup. Pengelolaan sumber daya oleh masyarakat terhadap aset seperti sumber daya alam, dalam hal ini adalah hutan, erat kaitannya dengan akses terhadap hutan itu sendiri. Fungsi hutan sebagai satu-satunya sumberdaya yang terdekat dengan masyarakat membuat akses terhadap hutan sebagai hal yang penting dan fundamental bagi masyarakat. Ribot dan Peluso (2003) mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Konsep akses ini erat kaitannya dengan bundle of power. Akses berfokus kepada kemampuan, akses mencakup jangkauan yang lebih luas dari hubungan sosial yang membatasi atau mengijinkan mengambil manfaat dari penggunaan sumber daya dibanding hubungan hak milik itu sendiri. Dengan eratnya terhadap konsep bundle of power, hak milik tidak lagi menjadi batasan manusia untuk memanfaatkan sesuatu. Sama seperti yang terjadi antara masyarakat sekitar hutan dan hutan. Dengan adanya status hutan sebagai taman nasional membuat masyarakat menjadi terbatas dalam menggunakan sumber daya, terutama karena adanya sistem zonasi. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. Dengan adanya sistem zonasi ini, semula masyarakat bebas menebang pohon atau mengambil kayu, sekarang sudah ada peraturan yang mengatur. Status hutan yang 2

13 semula open access berubah menjadi menjadi state property. Menurut Marx dalam Ribot dan Peluso (2003), hak milik yang diganti menjadi state property, atau milik negara menyebabkan penggunaan sumber daya alam oleh masyarakat dianggap pencurian. Hal ini juga mengakibatkan masyarakat yang semula hidupnya bergantung dari hasil hutan, menjadi kehilangan sumber mata pencahariannya. Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan hutan yang memiliki status sebagai taman nasional berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 seluas ±6.410 Ha yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali. Taman Nasional Gunung Merapi merupakan kawasan yang memiliki arti dan nilai sangat penting baik bagi masyarakat di sekitar kawasan, salah satunya adalah masyarakat Desa Ngargomulyo. Desa Ngargomulyo merupakan salah satu desa dari 30 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merapi (Garjita et.al 2013). Sebelum ditetapkan sebagai kawasan taman nasional, hutan yang berada di sekitar pemukiman adalah hutan lindung dibawah pengelolaan Perum Perhutani. Pada masanya, masyarakat bebas keluar masuk hutan untuk mengambil rumput untuk pakan ternak, mencari kayu bakar, penyadapan getah pinus, bahkan melakukan tumpang sari. Namun dengan ditetapkan sebagi kawasan taman nasional, masyarakat tidak dapat lagi menanam di dalam kawasan hutan, karena status hutan yang sudah menjadi taman nasional. Dengan adanya penetapan taman nasional ini mengakibatkan masyarakat harus memikirkan cara yang lain untuk dapat bertahan hidup. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana keberadaan Taman Nasional Gunung Merapi mempengaruhi strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo. 3 Rumusan Masalah Sebelum penetapan kawasan, hutan sekitar Desa Ngargomulyo dikelola oleh pihak Perum Perhutani. Masyarakat memanfaatkan sumber daya di dalam kawasan untuk menjalankan hidupnya, dari mengambil rumput, mencari ayu bakar, bercocok tanam, meyadap getah pinus, dan lain sebagainya. Masyarakat sekitar kawasan hutan Gunung Merapi memandang sumber daya alam di kawasan ini dapat diakses oleh siapa saja. Namun setelah ditetapkan menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, kawasan terbagi menjadi zona-zona tertentu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Dengan ditetapkannya zonasi dalam kawasan ini, dibuat pula peraturan mengenai larangan serta apa yang dapat dilakukan dalam setiap zona, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian hutan. Hal ini menyebabkan masyarakat sekitar hutan tidak lagi bisa mengakses sumber daya di dalam kawasan. Mereka tidak dapat lagi menanam di dalam kawasan, maupun melakukan penyadapan, akses yang mereka miliki hanya rumput dan kayu bakar. Hal ini menyebabkan berkurangnya sumber nafkah yang dimiliki oleh masyarakat Desa Ngargomulyo. Oleh karena itu perlu dilakukan

14 penelitian sejauh mana keberadaan Taman Nasional Gunung Merapi mempengaruhi akses masyarakat Desa Ngargomulyo Akses masyarakat terhadap sumber daya dalam kawasan mempengaruhi strategi nafkah yang dimiliki oleh masyarakat agar tetap dapat menjalankan hidup. Strategi nafkah yang dimiliki masyarakat ketika berstatus hutan lindung tentu berbeda dengan strategi nafkah yang dimiliki masyarakat ketika sesudah ditetapkan menjadi taman nasional. Kebutuhan yang terus meningkat, sedangkan sumber nafkah terbatas. Bagaimana masyarakat memaksimalkan sumber daya yang tersedia, dan bagaimana masyarakat mengatasi keadaan yang berbeda tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sejauh mana perubahan akses mempengaruhi strategi nafkah hidup masyarakat Desa Ngargomulyo. 4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini diantaranya adalah : 1. Menganalisis perubahan akses masyarakat sekitar hutan pasca perubahan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional 2. Menganalisis perubahan strategi nafkah yang dimiliki masyarakat sekitar hutan Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh keberadaan taman nasional terhadap strategi nafkah yang dimiliki oleh masyarakat desa sekitar hutan. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya : 1. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pembuat kebijakan agar dapat membangun kolaborasi yang baik antar stakeholders sehingga masyarakat tetap sejahtera dan hutan tetap lestari. 2. Peneliti dan akademisi, diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai strategi nafkah masyarakat sekitar hutan terutama taman nasional. 3. Masyarakat, diharapkan penelitian ini mampu menambah wawasan masyarakat mengenai kehidupan masyarakat desa sekitar hutan beserta strategi nafkah yang dimiliki berkaitan dengan penetapan taman nasional.

15 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Taman Nasional Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut: Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami: 1. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami. 2. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh. 3. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam. 4. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri. Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain: ekonomi dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara. 1. Ekologi, dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan. 2. Estetika, memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam/bahari. 3. Pendidikan dan penelitian, merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian. 4. Jaminan masa depan keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang. Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasional dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis, dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman nasional sekurangkuragnya memuat tujuan pengelolaan dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan (Departemen kehutanan, 1986) seperti dikutip oleh Simbolon (2011).

16 Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56/Menhut-II/2006, tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, diperlukan zonasi untuk wilayah Taman Nasional, adapun zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Dan harus selalu diadakan evaluasi zona sebagai bahan peninjauan ulang untuk usulan perubahan zonasi yang diperlukan sesuai dengan kepentingan pengelolaan. 6 Perubahan Penguasaan Sumber Daya Hutan Menurut Adiwibowo, et.al (2009) perubahan rezim dari de-facto customary property regime (hutan adat) ke de-jure state common property regime (hutan negara) membawa pengaruh besar pada tatanan kehidupan masyarakat sekitar hutan. Perubahan rejim pengelolaan kawasan hutan akan mengubah struktur akses dan kontrol masyarakat terhadap sumber daya hutan yang telah terjalin lama. Menurut Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang sekarang dikenal dengan UUPA, seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional, dan hubungan ini bersifat abadi. Dalam UUPA dimuat empat macam hak untuk memakai suatu bidang tanah tertentu untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Dalam wilayah taman nasional hak-hak agraria yang dapat diijinkan adalah Hak Memungut Hasil Hutan dan Hak Pakai namun dengan lingkup terbatas. Menurut Adiwibowo,et.al (2009) terdapat lima tipe akses pemukiman dan pertanian di dalam dan sekitar taman nasional. Kelima akses permukiman dan pertanian tersebut direspon berbeda oleh balai taman nasional, respon tersebut adalah : 1. Pengakuan hutan adat : Hutan yang berada di luar batas taman nasional diakui sebagai hutan adat. 2. Akses ke taman nasional diakui oleh Balai Taman Nasional karena terletak dalam wilayah adat, atau karena sejak lama dikelola melalui kearifan lokal dan diatur oleh tatanan hukum. Batas desa, pola peggunaan lahan, dan batas wilayah adat ditentukan secara rinci. 3. Lahan pertanian di dalam taman nasional dapat diakses selama tidak menambah luas lahan. 4. Pembinaan daerah penyangga 5. Perpindahan penduduk 6. Penindakan dan pengendalian terhadap warga yang membuka lahan, ilegal logging, perburuan satwa liar di kawasan

17 7. Koordinasi Dengan respon Balai Taman Nasional terhadap masyarakat, hanya sedikit respon yang dianggap menguntungkan masyarakat, karena posisi tawar masyarakat yang kurang kuat. Balai Taman Nasional bertugas untuk mengendalikan akses masyarakat ke taman nasional dengan menegaskan batas yang jelas antara kawasan konservasi dengan batas administrasi desa. Masyarakat yang memiliki lahan di dalam kawasan masih dapat mengakses namun tidak dapat memperluas lahan. Hal ini dibuat untuk mengendalikan dan membatasi aktivitas masyarakat di dalam konservasi dan menjag luasan kawasan taman nasional. Menurut Sylviani (2008) masyarakat sekitar kawasan mengkhawatirkan dengan adanya taman nasional, terutama dengan penataan batas. Dengan adanya batas kawasan, masyarakat setempat khawatir akan terjadi pengurangan hak-hak mereka, terutama akan membatasi ruang gerak masyarakat dalam aktivitasnya di dalam hutan, sehingga manfaat yang diperoleh akan berkurang, seperti hasil hutan non kayu dan perburuan tradisional. Hutan bukan hanya merupakan sumber penghidupan berladang, berburu, dan memanen hasil hutan tetapi juga erat kaitannya dengan budaya tradisi. Hal ini dipertegas dengan adanya undang maupun peraturan pemerintah yang melarang beberapa aktivitas yang cenderung merubah keutuhan kawasan,seperti : perburuan satwa, merubah dan mengusik bentang alam. Selain itu perbuatan yang merubah fungsi kawasan/zona, seperti : merusak keindahan alam dan gejala alam, merusak kekhasan potensi pembentuk ekosistem. Dengan diberlakukannya taman nasional, terdapat dampak sosial ekonomi yang dialami masyarakat desa sekitar. Masyarakat yang semula berladang, berkebun, memiliki sawah, berburu, tambang, merambah, setelah masuk taman nasional, ternyata terdapat lahan mereka yang masuk ke dalam kawasan. Peghasilan yang didapat oleh masyarakat yang semula dari berkebun, berburu, tambang, setelah kebijakan taman nasional penghasilan yang didapat hanya dari ladang, sawah atau kebun yang lokasi lahannya tidak berada di dalam kawasan (Sylviani, 2008). 7 Teori Akses Ribot dan Peluso (2003) mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Konsep akses ini erat kaitannya dengan bundle of power. Akses berfokus kepada kemampuan, akses mencakup jangkauan yang lebih luas dari hubungan sosial yang membatasi atau mengijinkan mengambil manfaat dari penggunaan sumber daya dibanding hubungan hak milik itu sendiri. Akses berfokus kepada siapa yang memanfaatkan (dan siapa yang tidak memanfaatkan) sesuatu, bagaimana caranya, dan kapan (dalam kondisi apa). Perhatian akses lebih ke arah berbagai cara orang mendapatkan manfaat dari sumber daya, terkait dengan hak kepemilikan namun hal tersebut tidak membatasi. Analisa akses membantu untuk mengerti mengapa beberapa orang atau lembaga dapat menggunakan sumber daya, terlepas dari apakah mereka memiliki hak terhadap sumber daya tersebut. Akses selalu berubah, tergantung dari posisi dan kekuasaan seseorang atau kelompok dalam beragam hubungan sosial.

18 Sedangkan hak milik adalah hak untuk mengambil manfaat dari sesuatu. MacPherson (1978) dalam Ribot dan Peluso (2003) mengkarakteristikan hak milik sebagai hak untuk mengambil manfaat dari sesuatu lebih karena klaim paksaan. Hal ini kaitannya dengan bundle of right. Hak milik, umumnya menimbulkan pernyataan dan dukungan sosial atau hak, dimana pernyataan tersebut berdasarkan hukum, budaya atau perjanjian. Manfaat biasanya dilihat dari akses serta hak. Menurut Marx, hak milik yang diganti menjadi state property, atau milik negara menyebabkan penggunaan sumber daya alam oleh masyarakat dianggap pencurian. Hak milik dan tenurial hanya menjelaskan hubungan dari kepemilikan sumber daya dan lembaga mana yang arusnya memberikan sangsi kontrol. Teori Strategi Nafkah Definisi Strategi nafkah Menurut Dharmawan (2007) pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Strategi nafkah dimaknai lebih besar daripada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktr sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku. Menurut Purnomo (2006) Strategi nafkah merupakan landasan pilihan aktivitas nafkah yang dilakukan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan rumahtangga. Nafkah diartikan sebagai cara-cara dimana orang memuaskan kebutuhan mereka untuk menjalani hidup. Nafkah meliputi kemampuan, aset (termasuk material dan sumberdaya sosial) dan aktivitas yang diperlukan sebagai cara untuk hidup (Chambers dan Conway, 1992) dalam (Scoones, 1998). Lebih lanjut, menurut Scoones (1998) terdapat tiga akar dari strategi nafkah untuk membedakan perbedaan keluaran. Tiga strategi nafkah itu adalah : 1. Intensifikasi pertanian : memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien, seperti dengan menambah tenaga kerja, maupun memperluas lahan garapan (ekstensifikasi pertanian) 2. Diversifikasi nafkah : atau pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan. Atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja, selain pertanian, dan memperoleh pendapatan. 3. Migrasi : antara penyebab migrasi efek investasi ulang pertanian, dan pola perpindahan. Menurut Turasih dan Adiwibowo (2012) strategi nafkah terdiri atas strategi nafkah pertanian dan strategi nafkah non-pertanian, strategi nafkah pertanian terdiri atas : (1) sektor on farm dan (2) sektor off farm. Ellis (2000) dalam Turasih dan Adiwibowo (2012) menjelaskan bahwa sektor on farm merujuk pada nafkah bersumber dari hasil pertanian dalam arti luas seperti pertanian perkebunan, peternakan, perikanan, dll. Selain sektor on farm, sebagian 8

19 petani juga menambah penghasilannya dari sektor off farm. Menurut Ellis (2000) dalam Turasih dan Adiwibowo (2012) bentuk strategi off farm ini masih tergolong pada sektor pertanian, hanya saja pendapatan yang diperoleh berasal dari upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil, kontak upah tenaga kerja non upah, dan lain-lain. Menurut Dharmawan (2000) secara umum strategi nafkah masyarakat pedesaan diasumsikan sebagai berikut: (1) Masyarakat pedesaan masih memegang kebudayaan mereka, termasuk mekanisme pertahanan dan peraturan; (2) Jejaring sosial lokal berfungsi dengan baik untuk memenuhi perlindungan sosial dan keamanan nafkah mereka. 9 Sumber nafkah Scoones (1998) melihat bahwa strategi nafkah dapat dilakukan mengan memanfaatkan sumber nafkah, ataupun mengkombinasikan penggunaan sumber nafkah. Sumber nafkah dapat dilihat sebagai modal dasar, strategi nafkah yang dibentuk nantinya berbeda-beda sesuai dengan nafkah yang dimiliki. Adapun empat sumber daya tersebut adalah : 1. Modal alami : serupa sumber daya alam, (seperti tanah, air, udara, dan lainnya) dan jasa lingkungan (siklus hidrologi, penyerapan polusi, dll) dimana nafkah diperoleh dari manfaat yang dihasilkan dari sumber daya. 2. Modal finansial : modal dasar (pinjaman, simpanan, dan semua aset ekonomi termasuk infrastruktur dasar dan teknologi dan perlengkapan produksi) yang sangat penting untuk menjalankan strategi nafkah. 3. Human Capital : keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bekerja, kesehatan, dan kemampuan fisik sangat penting untuk menjalankan strateg nafkah yang berbeda. 4. Modal sosial : merupakan sumber daya sosial (jaringan, pernyataan sosial, hubungan sosial, afiliasi, asosiasi) yang orang miliki saat menjalankan strategi nafkah. Strategi nafkah yang berbeda membutuhkan aksi koordinasi dengan masyarakat lainnya. Sedangkan menurut Ellis (2000) dalam Niswah (2011) menjelaskan bahwa terdapat lima bentuk modal atau yang biasa disebut dengan livelihood assets yang biasanya dimanfaatkan oleh rumahtangga antara lain : 1. Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital) : Modal ini bisa juga disebut sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan di perairan, maupun sumber daya mineral seperti minyak, emas, batu bara dan lain sebagainya. 2. Modal Fisik (Physical Capital): Modal fisik merupakan modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain sebagainya. 3. Modal Manusia (Human Capital) : Modal ini merupakan modal utama apalagi pada masyarakat yang dikategorikan miskin. Modal ini berupa tenaga kerja yang tersedia dalam rumahtangga yang dipengaruhi oleh

20 pendidikan, ketrampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. 4. Modal Finansial (Financial Capital and Subtitutes) Modal ini berupa uang, yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa uang tunai, tabungan, ataupun akses dan pinjaman. 5. Modal Sosial (Social Capital) : Modal ini merupakan gabungan komunitas yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang tergabung di dalamnya. Contoh modal sosial adalah jaringan kerja (networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk memperluas akses terhadap kegiatan ekonomi. Sedangkan menurut Purnomo (2006), sumber nafkah terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu : 1. Penggunaan modal alami sebagai sumber nafkah, yang terdiri dari : a. Ekstensifikasi : penggarapan lahan secara bersamaan b. Orientasi : menggarap lahan hutan c. Investasi : Membangun hubungan di dalam dan di luar rumah tangga dan menyiapkan modal alami jangka panjang d. Integrasi : berusaha tetap menjadi anggota kelompok e. Asuransi : persiapan aset untuk hari tua 2. Penggunaan bukan modal alami sebagai sumber nafkah, yang terdiri dari : a. Basis Remittance : kiriman uang dari pekerjaaan di luar desa b. Basis modal sosial : membuka warung c. Pekerjaan di dalam desa : bekerja sebagai mandor hutan 10 Kerangka pemikiran Kawasan Hutan Gunung Merapi ditetapkan sebagai TNGM sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas ± ha, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah, serta Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebijakan taman nasional yang diberlakukan di wilayah Gunung Merapi sebagai upaya pelestarian lingkungan atau yang dikenal secara modern dengan istilah konservasi. Konservasi ini dilakukan dengan membatasi akses masyarakat terhadap sumber daya alam, salah satu upayanya dengan menerapkan sistem zonasi. Hal ini sedikit banyak memberikan pengaruh kepada masyarakat sekitar kawasan, salah satunya adalah masyarakat Desa Ngargomulyo. Desa Ngargomulyo memiliki modal alam yang bervariasi, mulai dari tanah yang subur, sumber mata air, pasir dan batu untuk di tambang yang digunakan sebagai sumber nafkah. Selain itu mereka juga memiliki ternak sehingga membutuhkan rumput yang cukup untuk ternak mereka,dan rumput yang berlimpah adalah berada di dalam kawasan. Dengan diberlakukannya zonasi dalam setiap wilayah taman nasional, maka dibuat juga aturan-aturan di dalam setiap zonasi. Kebijakan zonasi ini akan membatasi akses masyarakat terhadap sumber daya.

21 Keterbatasan akses masyarakat terhadap kawasan, mengakibatkan masyarakat harus memiliki alternatif strategi nafkah yang dijalankan untuk tetap dapat menjalankan kehidupan. Adapun strategi yang dapat dilakukan adalah strategi pertanian dan non pertanian. Strategi pertanian dapat berupa intensifikasi/ekstensifikasi pertanian, hal ini dapat digunakan bagi mereka yang memiliki lahan. Namun bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan, strategi nafkah yang dijalankan dapat berupa strategi nafkah pertanian seperti diversifikasi pertanian (pola nafkah ganda) ataupun migrasi. Berikut adalah kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam penelitian ini : 11 Penetapan zonasi Taman Nasional Gunung Merapi Perubahan akses terhadap sumber daya alam di kawasan Gunung Merapi Perubahan Common Property Right Regime Perubahan strategi nafkah Diversifikasi nafkah Intensifikasi Pertanian Gambar 1 Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis yang dapat ditarik adalah Penetapan kawasan Gunung Merapi sebagai taman nasional membawa pengaruh kepada perubahan akses terhadap sumber daya alam dan strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.

22 12 Definisi Konseptual 1. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. 2. Akses adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. 3. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku. 4. Rumah tangga adalah adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu atap, memiliki peran dalam memperoleh pendapatan yang digunakan untuk kebutuhan bersama. 5. Penguasaan lahan adalah lahan yang dikuasai oleh responden, dimana responden dapat memanfaatkan lahan tersebut tanpa harus memiliki. Definisi Operasional 1. Karakteristik rumahtangga, yaitu ciri-ciri yang dimiliki oleh rumahtangga masyarakat Desa Ngargomulyo. Karakteristik rumahtangga pertanian diukur dari: a. Umur adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakan penelitian. b. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, yang dibedakan ke dalam kategori: c. Jumlah tanggungan adalah banyaknya orang banyaknya orang yang kehidupannya masih bergantung pada kepala keluarga tersebut terutama terkait dengan ekonomi, termasuk dirinya sendiri. 2. Sumber nafkah dikategorikan empat sumber daya tersebut adalah : a. Modal alami : memanfaatkan sumber daya alam untuk melangsungkan hidup b. Modal finansial : modal dasar (pinjaman, simpanan, dan semua aset ekonomi termasuk infrastruktur dasar dan teknologi dan perlengkapan produksi) yang sangat penting untuk menjalankan hidup. c. Human Capital : keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bekerja, kesehatan, dan kemampuan fisik sangat penting untuk menjalankan hidup. d. Modal sosial : merupakan sumber daya sosial (jaringan, pernyataan sosial, hubungan sosial, afiliasi, asosiasi) yang orang miliki masyarakat Desa Ngargomulyo 3. Tingkat Pendapatan : pendapatan yang didapat dari rumahtangga responden. Dibagi atas :

23 a. Sektor pertanian : pendapatan yang didapat dari hasil produksi pertanian b. Sektor non pertanian : pendapatan yang didapat melalui pekerjaan yang dilakukan yang tidak berhubungan dengan pertanian 4. Strategi nafkah yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya: a. Intensifikasi pertanian : memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien, seperti dengan menambah tenaga kerja. Ekstensifikasi pertanian : memperluas lahan garapan b. Diversifikasi nafkah : atau pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan, seperti : 1) kiriman uang dari pekerjaan di luar desa; 2) membuka usaha sendiri bukan bidang pertanian; 3) upah tenaga kerja di dalam pedesaan bukan bidang pertanian 13

24 14 PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan pengumpulan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan survey yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang utama (Singarimbun dan Effendi 1989). Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap informan yang telah ditetapkan sebelumnya. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dusun Tanen, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Lokasi dipilih karena Desa Ngargomulyo ini merupakan salah satu desa yang termasuk ke dalam 30 desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dan masauk ke dalam Zona Tradisional kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Selain itu, Desa Ngargomulyo mengalami perubahan sumber nafkah yang semula dapat mengelola hutan menjadi tidak dapat mengelola suber nafkah dari dalam hutan lagi. Hal ini dikarenakan sebelum ditetapkan menjadi taman nasional, hutan sekitar wilayah desa dipegang oleh Perhutani. Salah satu dusun yang menggarap di dalam hutan adalah masyarakat Dusun Tanen. Masyarakat Dusun Tanen menggarap hutan lindung yang dulunya dikuasai oleh pihak Perum Perhutani. Oleh karena itu dengan ditetapkannya sebagai taman nasional masyarakat yang semula ikut menggarap di hutan tidak dapat lagi menggarap di dalam kawasan konservasi. Berdasarkan alasan tersebut maka Dusun Tanen dipilih sebagai lokasi penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan selama enam bulan. Kegiatan penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan baik primer maupun sekunder, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi langsung. Pengumpulan data dilakukan selama tiga minggu pada minggu kedua April hingga minggu pertama bulan Mei Kuesioner diberikan kepada responden dan peneliti membantu responden dalam pengisian kuesioner tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pengisian. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan kepada informan yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya. Observasi langsung dilakukan untuk

25 memperoleh gambaran keadaan desa dan masyarakat secara langsung serta untuk kebutuhan dokumentasi. Selain data primer, peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yaitu data yang sudah diolah oleh pihak lain. Data sekunder ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu Balai Taman Nasional Gunung Merapi. 15 Teknik Penentuan Responden dan Informan Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang diambil, populasi dalam penelitian ini yang adalah masyarakat petani Desa Ngargomulyo terutama di Dusun Tanen. Sedangkan unit analisis dari penelitian ini adalah rumahtangga. Alasan rumahtangga menjadi unit analisis penelitian adalah karena rumahtangga berperan penting dalam pengambilan keputusan dan pengalokasian sumberdaya yang berkaitan dengan penerapan bentuk strategi nafkah yang digunakan. Mengingat keterbatasan waktu, tidak semua anggota rumah tangga diwawancara, oleh karena itu sebagian besar informasi di dapat dari kepala rumahtangga. Sample diambil menggunakan metode Simple Random Sampling yaitu mengambil acak sebanyak 40 KK petani penggarap dari populasi petani penggarap di Desa Ngargomulyo sebanyak 153 KK. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh dari pengisian kuesioner diolah dengan dengan menggunakan Microsoft Excel Pembuatan tabel frekuensi, grafik, serta diagram diolah menggunakan aplikasi tersebut. Kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan hubungan sumber nafkah, status lahan, dan pendapatan. Analisis data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi dilakukan secara terus menerus yang terdiri atas pengumpulan data, reduksi data, analisis data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan untuk menjelaskan dan memperkuat analisis dari data kuantitatif yang diperoleh.

26 16 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Profil Desa Ngargomulyo Kondisi umum Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, kabupaten Magelang merupakan salah satu desa penyangga dalam wilayah Resort Dukun Taman Nasional Gunung Merapi yang memiliki luas 1382,781 Ha. Desa Ngargomulyo terdiri dari 11 Dusun yaitu Dusun Sabrang, Kembang, Batur Duwur, Batur Ngisor, Tanen, Karanganyar, Ngandong, Gemer, Braman, Tangkil, dan Bojong. Desa Ngargomulyo terletak di ketinggian mdpl dan termasuk ke dalam Zona Tradisional (Gambar 2.) yang berbatasan langsung dengan Zona Rimba. Desa Ngargomulyo berbatasan dengan : Utara : Desa Keningar Selatan : Kecamatan Srumbung Barat : Desa Kalibening Timur : Taman Nasional Gunung Merapi Desa Ngargomulyo memiliki luas wilayah seluas 1382,781 Ha yang sebagian besar dimanfaatkan sebagai tanah persawahan dan ladang. Oleh karena itu mata pencaharian masyarakat Desa Ngargomulyo sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Gambar 2 Peta Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Ngargomulyo merupakan warga asli. Jumlah penduduk Desa Ngargomulyo sebanyak sebanyak 803 KK terdiri dari 2484 orang dengan laki-laki sebanyak 1196 jiwa atau degan persentase sebesar 48,15 persen dan

27 wanita sebanyak 1288 jiwa atau dengan persentase sebesar 51,85 persen. Berikut jumlah penduduk menurut jenis kelamin disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Desa Ngargomulyo No Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%) 1 Laki-laki Perempuan Total Sumber: Data Monografi Desa Ngargomulyo 2014 Masyarakat Desa Ngargomulyo mayoritas bekerja di sektor pertanian, yakni sebanyak 1274 orang atau dengan persentase sebesar 91,07 persen (Tabel 2). Sayur-mayur yang diproduksi oleh masyarakat Desa Ngargomulyo dipasok ke pasar terdekat yaitu Pasar Kembang. Komoditas yang biasanya ditanam oleh masyarakat Desa Ngargomulyo adalah padi dan cabai, namun untuk padi mereka tidak menjual ke pasar hanya untuk dikonsumsi sendiri saja. Selain itu mereka juga menanam tomat, kubis,dan mentimun. Masyarakat Desa Ngargomulyo juga bekerja sebagai buruh tani karena tidak memiliki lahan. Masyarakat Desa Ngargomulyo juga memiliki mata pencaharian sebagai PNS, TNI, Polisi, dan ada juga yang berdagang dan bekerja di perusahaan swasta. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Mata pencaharian warga Desa Ngargomulyo menurut Profil Desa 2014 No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) 1 Petani Berdagang Sopir Buruh PNS TNI Polri Swasta Total Sumber: Data Monografi Desa Ngargomulyo 2014 Kepemilikan Ternak Masyarakat Desa Ngargomulyo selain mengandalkan sektor pertanian, mereka pun memiliki ternak sebagai investasi jika suatu saat membutuhkan uang. Menurut Tabel 3 sebagian besar ternak yang dimiliki adalah sapi yaitu sebanyak 1700 ekor atau dalam persentase sebesar 76 persen, selain itu ternak yang dimiliki adalah kerbau sebanyak 69 ekor atau dalam persentase sebesar 3 persen. Jumlah ternak kambing yang dimiliki masyarakat sebanyak 294 ekor atau dalam persentase sebesar 13 persen. Juga ada warga masyarakat yang beternak babi, sebanyak 162 ekor atau sebesar 8 persen. Adapun jumlah ternak yang dimiliki masyarakat Desa Ngargomulyo disajikan Tabel 3. 17

28 Tabel 3 Jumlah Ternak yang Dimiliki Masyarakat Desa Ngargomulyo No. Jenis ternak Satuan (ekor) Presentase (%) 1 Sapi biasa Kerbau Kambing Babi Total Sumber: Data Monografi Desa Ngargomulyo 2014 Tingkat Pendidikan Untuk pendidikan, sebagian besar masyarakat Desa Ngargomulyo sudah pernah menduduki bangku sekolah, namun sangat sedikit yang dapat meneruskan hingga ke tingkat yang lebih tinggi terutama hingga ke perguruan tinggi. Adapun jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Presentase No Tingkat Pendidikan Jumlah (%) 1 Tidak sekolah Tidak/belum tamat SD SD SMP SMA Akademi Sarjana Total Sumber: Data Monografi Desa Ngargomulyo 2014 Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa ada 604 orang atau sebesar persen masyarakat yang tidak sekolah. Lalu sebanyak 712 orang atau sebesar persen tidak atau belum menamatkan tingkat sekolah dasar, dan ada 383 orang atau dalam persentase sebesar persen masyarakat sudah menamatkan sekolah dasar. Hal ini dikarenakan akses terhadap pendidikan sekolah dasar sangat mudah, Desa Ngargomulyo memiliki satu buah Sekolah Dasar. Desa Ngargomulyo tidak memiliki SMP atau SMA sehingga untuk melanjutkan ke tingkat SMP, SMA dan seterusnya masyarakat harus pergi keluar desa. Namun cukup banyak masyarakat yang sudah sadar pendidikan tingkat menengah ditandai dengan 112 orang atau sebesar 5.35 persen lulus SMP dan 265 orang atau persen lulus SMA. Beberapa warga juga ada yang melanjutkan hingga ke perguruan tinggi yaitu akademi sebanyak 10 orang atau sebesar 0.48 persen dan sarjana (S1) sebanyak 6 orang atau dalam persentase 0.29 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Ngargomulyo semakin sadar bahwa pendidikan diperlukan untuk keperluan pembangunan desa agar desa semakin lebih maju. 18

29 19 Posisi Desa Ngargomulyo dalam Kawasan TNGM Desa Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Wilayah Taman Nasional Gunung Merapi berada pada ketinggian antara mdpl. Topografi kawasan ini mulai dari landai hingga berbukit dan bergunung-gunung. Wilayah Taman Nasional Gunung Merapi sebagian besar terdiri dari wilayah hutan yang berbatasan dengan pemukiman penduduk. Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi berbatasan langsung dengan 30 desa, terdiri dari 7 desa di Provinsi D.I. Yogyakarta tepatnya di Kabupaten Sleman. Dan 23 desa di Provinsi Jawa Tengah yang terbagi ke dalam 3 kabupaten yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten. Desadesa penyangga kawasan terbagi ke dalam dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN). Terdapat 17 desa di wilayah SPTN I dan 13 desa di wilayah SPTN II. Keberadaan desa-desa yang berfungsi sebagai daerah penyangga didasarkan pada penataan kawasan TN Gunung Merapi adalah sebagai berikut: 1. Kabupaten Sleman 2. Kabupaten Magelang Tabel 5 Nama Desa Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I a. Resort Turi-Pakem 1. Desa Girikerto (Kecamatan Turi) 2. Desa Wonokerto b. Resort Turi, Pakem 3. Desa Purwobinangun (Kecamatan Pakem) 4. Desa Hargobinangun c. Resort Cangkringan 5. Desa Umbulharjo (Kecamatan Cangkringan) 6. Desa Kepuharjo a. Resort Srumbung (Kecamatan Srumbung) b. Resort Dukun (Kecamatan Dukun) 1. Kabupaten Klaten a. Resort Kemalang (Kecamatan Kemalang) 2. Kabupaten Boyolali *) Lokasi penelitian 7. Desa Glagaharjo 1. Desa Ngargosuko 2. Desa Kemiren 3. Desa Kaliurang 4. Desa Ngablak 5. Desa Tegalrandu 6. Desa Mranggen 7. Desa Ngargomulyo *) 8. Desa Krinjing 9. Desa Paten 10. Desa Keningar Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II 1. Desa Sidorejo 2. Desa Tegalmulyo 3. Desa Balerante a. Resort Selo (Kecamatan Selo) b. Resort Musuk, Cepogo (Kecamatan Cepogo) c. Resort Musuk, Cepogo (Kecamatan Musuk) 1. Desa Samiran 2. Desa Suroteleng 3. Desa Telogolele 4. Desa Jrakah 5. Desa Klakah 6. Desa Lencoh 1. Desa Wonodoyo 1. Desa Cluntang 2. Desa Mriyan 3. Desa Sangup

30 20 Karakteristik Responden Umur Umur adalah lamanya responden hidup dari mulai lahir hingga dilaksanakan penelitian. Menurut data di lapang, responden memiliki umur yang dibagi ke dalam 3 golongan menurut Hurlock (2002) yaitu dewasa dini (umur tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan lanjut usia (>61 tahun). Pembagian umur responden dapat diihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Umur Juml No Golongan umur ah Persentase (%) tahun tahun >61 tahun Total ,00 Menurut Tabel 6 sebagian besar responden berada pada umur tahun atau dalam kategori dewasa madya. Pada umur tersebut manusia masih dikatakan produktif, sehingga sebagian besar responden bersifat produktif. Tingkat Pendidikan Dapat dilihat pada Tabel 7 Bahwa hampir sebagian besar yaitu sebanyak 17 orang atau sebanyak 42.5 persen responden tidak menduduki bangku sekolah. Sebanyak 9 orang atau 22.5 persen pernah menginjak sekolah dasar namun tidak tamat. Sedangkan yang berhasil menamatkan SD sebanyak 6 orang atau 15 persen. Namun masih ada responden yang lulus SMP sebanyak 6 orang atau dalam persentase sebesar 15 persen. Sedangka responden yang lulus SMA sebanyak 2 orang atau dalam persentase sebanyak 5 persen. Jumlah responden berdasar tingkat pendidikan digambarkan dalam Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan Jum No Jenjang pendidikan lah Persentase(%) 1 Tidak sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Total Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan yang dimiliki responden di Desa Ngargomulyo merupakan jumlah yang ikut tinggal bersama responden dalam satu rumah. Jumlah tanggungan menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang dapat ikut bekerja

31 untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini juga menjadi ukuran bagi kepala rumah tangga untuk meningkatan pendapatan. Responden tidak hanya tinggal dengan keluarga inti saja, namun ada yang masih tinggal dengan mertua, namun tidak sedikit yang tinggtinggal hanya berdua, sementara sang anak tinggal di luar desa. Menurut Tabel 8. Jumlah tanggungan yang dimiliki responden terbagi ke dalam 3 golongan menurut data di lapangan. Total responden yang memiliki jumlah tanggungan 1-2 orang sebesar 17 orang atau 42.5 persen. Jumlah responden yang memiliki jumlah tanggungan 3-4 orang dalam rumahnya sebanyak 18 orang atau 45 persen, dan yang memiliki jumlah tanggungan lebih dari 5 orang sebanyak 5 orang atau dalam persentase sebesar 12.5 persen. Pembagian responden menurut jumlah tanggungan tersaji dalam Tabel 8. Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan Jum No Jumlah Tanggungan lah Persentase (%) Total Modal Finansial Responden Masyarakat Desa Ngargomulyo sangat bergantung terhadap sektor pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan, maka untuk modal menanam seperti pembelian bibit, pupuk, dan lain sebagainya, masyarakat sangat bergantung kepada bakul sayuran. Bakul sayuran yang kerap menyambangi warga Desa Ngargomulyo berasal dari Tempel, Dusun Baturngisor, dan Dusun Kembang. Masyarakat tidak ada yang menjual langsung ke pasar karena lebih repot, masyarakat tidak ada yang memiliki mobil angkutan seperti mobil bak. Menjual kepada bakul dianggap lebih efisien karena mereka tidak perlu repot pergi ke pasar untuk menjual langsung. Kalo disini bakulnya nyamperin sendiri mbak, kalo mau panen gitu sampe ke hutan situ bawa mobil, bakulnya wong Kembang rene, ada juga orang Tempel Responden pun melanjutkan bahwa masyarakat pun tidak perlu repot mencari bakul sayur, karena bakul yang datang pun bergantian, seperti yang diungkapkan oleh beliau : Bakul yang dari Tempel itu datangnya pagi mbak, nanti jam 3 sore udah turun, Kalo yang dari Baturngisor sama kembang jam 4 sore baru dateng Masyarakat membeli bibit, dan pupuk terlebih dahulu, begitu pun saat pengelolaannya ketika membutuhkan pestisida atau membutuhkan pupuk lagi mereka akan meminjam uang kepada bakul sayuran. Ketika musim panen tiba,

32 saat mereka akan menjual hasil produksi mereka, maka dikurang dengan hutang yang mereka miliki. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden yang mengandalkan bakul untuk kegiatan bertaninya : Biasanya kalo modal itu dari bakul, pupuknya berapa harganya, bibitnya berapa, nanti pas panen hasil dari panen kita itu dikurangin utang kita ke bakul Pada saat mereka akan menanam lagi, jika memiliki uang maka tidak perlu berhutang ke bakul sayur. Namun jika mereka tidak memiliki uang maka mereka akan meminjam. Uang yang mereka pinjam nyaris tidak pernah dapat mereka kembalikan Karena penerimaan dari penjualan hasil pertanian cenderung lebih rendah dari biaya produksi yang dikeluarkan. Hal ini terjadi terus menerus sehingga banyak warga yang terjebak dalam lingkaran utang kepada bakul bahkan menurut salah satu responden, beliau bahkan berhenti menanam karena tidak memiliki modal lagi, bahkan untuk berhutang kepada bakul lagi pun tak sanggup. saya udah lama gak nanem mbak, ga ada modal terakhir 8 tahun lalu (jaman perhutani). Paling sekarang buruh sama nggadoh aja. Mau minjem ke bakul buat modal, lah wong sampe sekarang aja masih punya utang ke bakule mbak (KSN, 24 April 2014) 22 Ikhtisar Desa Ngargomulyo merupakan salah satu desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang masuk dalam Resort Dukun yang berada dalam wilayah Kabupaten Magelang. Desa Ngargomulyo, Resort Dukun ini termasuk ke dalam wilayah SPTN I memiliki luas sebesar 1.382,781 Ha. Desa Ngargomulyo terdiri dari 11 Dusun yaitu Dusun Sabrang, Kembang, Batur Duwur, Batur Ngisor, Tanen, Karanganyar, Ngandong, Gemer, Braman, Tangkil, dan Bojong. Desa Ngargomulyo terletak di ketinggian mdpl dan termasuk ke dalam Zona Tradisional. Desa yang berbatasan langsung dengan hutan TNGM ini memiliki jumlah penduduk yang hampir sama antara laki-laki dan wanita, laki-laki sebesar persen dan wanita persen. Mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani yaitu sebanyak 91 persen. Namun selain menjadi petani, terdapat beberapa pekerjaan lainnya seperti berdagang, menjadi supir, menjadi buruh, dan lain sebagainya. Namun hampir sebagian besar masyarakat selain memiki pekerjaan utama sebagai petani, masyarakat juga beternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ditandai dengan tingginya angka kepemilikan ternak yaitu sebanyak 1700 ekor sapi. Untuk pendidikan hampir seluruh masyarakat Desa Ngargomulyo telah mengenyam dunia pendidikan, hanya sekitar 28 persen dari masyarakat keseluruhan yang tidak sekolah. Dari 40 responden yang diwawancarai, sebagian besar responden berada dalam usia produktif sebesar 45 persen. Tingkat pendidikan yang dimiliki

33 responden sebanyak 17 orang dari 40 orang. Untuk jumlah tanggungan yang dimiliki responden, antara 1-5 orang, sebanyak 42.5 persen responden memiliki jumlah tanggungan antara 1-2 orang termasuk dirinya. Sebanyak 45 persen responden memiliki jumlah tanggungan 3-4 orang, dan sisanya sebanyak 12.5 persen memiliki lebihdari 5 orang jumlah tanggungan. Jumlah tanggungan ini menunjukkan berapa bayak tenaga kerja yang dimiliki oleh rumah tangga dan sebagai patokan untuk meningkatkan pendapatan. Untuk kebutuhan biaya, masyarakat Desa Ngargomulyo sepenuhnya bergantug kepada ternak. Selain ternak, mereka juga bergantung kepada bakul, terutama masyarakat yang masih menggunakan lahannya untuk bertani. Mereka meminjam modal awal untuk bertani kepada bakul, mulai dari pupuk, bibit, dan lain sebagainya. Untuk masalah pembayaran, mereka pun menjual hasil panen mereka kepada bakul dan dikurangi hutang mereka. 23

34 24 PERUBAHAN AKSES MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TNGM Deskripsi Kawasan Gunung Merapi yang terletak di Provinsi DIY dan Jawa Tengah merupakan ekosistem gunung yang unik karena perpaduan dari ekosistem hutan hujan di Jawa bagian barat dan ekosistem savana di Jawa bagian timur. Wilayah TN Gunung Merapi berada pada ketinggian antara mdpl. Topografi kawasan ini mulai dari landai hingga berbukit dan bergunung-gunung. Keadaan topografi TN Gunung Merapi pada masing-masing kabupaten adalah sebagai berikut: 1. Kabupaten Klaten Bagian barat dan utara wilayah Kabupaten Klaten berupa lereng Gunung Merapi yang berbatasan dengan Kabupaten Sleman. Kondisi topografi landai sampai berbukit dengan ketinggian mdpl. 2. Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali berada diantara Gunung Merapi yang masih aktif dan Gunung Merbabu yang sudah tidak aktif, dengan ketinggian mdpl. Terdapat empat sungai yang melintasi wilayah ini, yaitu Sungai Serang, Cemoro, Pepe, dan Gandul. 3. Kabupaten Magelang Terdapat tiga kecamatan di Kabupaten Magelang yang merupakan bagian lereng Gunung Merapi yang ke arah barat, yang terletak pada ketinggian sekitar 500 mdpl. Semakin ke arah puncak Gunung Merapi kelerengan lahan semakin curam. 4. Kabupaten Sleman Kondisi topografi di wilayah ini mulai landai sampai curam dengan ketinggian mdpl. Pada bagian paling utara merupakan lereng Merapi yang miring ke arah selatan. Di lereng selatan Gunung Merapi terdapat dua bukit, yaitu Bukit Turgo dan Plawangan yang merupakan kawasan wisata Kaliurang. Pada bagian lereng puncak Merapi reliefnya curam sampai sangat curam. Bagian selatan pada beberapa kecamatan masih berupa lahan persawahan dengan sistem teras yang cukup baik sedangkan bagian tengah berupa lahan kering dan bagian utara merupakan bagian dari lereng Gunung Merapi yang berupa hutan. Sejarah dan Status Kawasan Kawasan Taman Nasional Merapi merupakan gabungan dari Taman Wisata Alam, Cagar Alam, dan Hutan Lindung. Legalitas kawasan serta perubahan status yang pernah terjadi adalah sebagai berikut (Departemen Kehutanan 2007) dalam Listyandari (2009): 1. Kabupaten Sleman a. Gouvernements Besluit no 4197/b dikeluarkan oleh pemerintah Belanda tanggal 04 Mei 1931, yang menyatakan kompleks hutan

35 Gunung merapi seluas 6472,1 ha merupakan hutan Negara (228,5 ha terdapat di DIY). b. SK Menteri Pertanian no 347/Kpts/Um/8/1975 tanggal 20 Agustus 1975, yang menyatakan bahwa Hutan Lindung di Kaliurang berubah status menjadi Cagar Alam Plawangan Turgo (198,5 ha) dan Taman Wisata Alam Plawangan Turgo (30 ha). c. SK Menteri Kehutanan no 155/Kpts-II/1984 tanggal 04 Agustus 1984 Taman Wisata Alam Plawangan Turgo diperluas dari 30 ha menjadi 31 ha. d. SK Menteri Kehutanan no 758/Kpts-II/1989, menyatakan kawasan Plawangan Turgo seluas 282,25 ha menjadi CA dan TWA e. SK Kepala DIY no 6/1975 menetapkan Dusun Kumpulrejo dan Patuk Kelurahan Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman sebagai daerah tertutup dan terlarang dan tertutup karena merupakan daerah rawan bencana. f. SK Gubernur no 5/2000 tanggal 20 Januari menyerahkan wilayah Dusun Girikerto dan Patuk seluas 233,48 ha ke kantor wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan DIY untuk djadikan Hutan Lindung 2. Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Hutan Lindung di Kabupaten Magelang berada di bawah pengelolaan KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dan Hutan Lindung di Kabupaten Boyolali dan Klaten berada di bawah pengelolaan KPH Surakarta Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Total luas kawasan di tiga Kabupaten ini adalah ha. 25 Penetapan Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Kawasan hutan sekitar Desa Ngargomulyo merupakan kawasan hutan lindung dibawah pengelolaan Perum Perhutani sebelum turunnya surat keputusan menteri kehutanan. Dengan dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 134/Kpts-II/2004 tanggal 4 Mei 2004, ditunjuk satu kawasan Taman Nasional Gunung Merapi pada kawasan hutan lindung RPH Kaliurang, BDH Yogyakarta, Cagar Alam Plawangan Turgo, dan Taman Wisata Alam, dan bersama dengan blok hutan yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan SK tersebut terjadi perubahan fungsi kawasan hutan lindung yang terletak di KPH Kedu Utara Kabupaten Magelang, dan KPH Surakarta Kabupaten Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah yang semula dibawah pengelolaan Perum Perhutani menjadi Hutan Konservasi Taman Nasional Gunung Merapi dibawah pengelolaan Departemen Kehutanan. Walaupun SK yang dikeluarkan tahun 2004, namun untuk pembentukan kelembagaan di Balai Taman Nasional Gunung Merapi serta penerapan batas-batas wilayah baru berjalan efektif setelah tahun Perubahan fungsi kawasan hutan di sekitar Gunung Merapi sebagai taman nasional bukan tanpa pertimbangan yang sebentar. Hal ini dikarenakan masih bergantungnya masyarakat terhadap hasil hutan. Masyarakat yang tinggal berbatasan dengan kawasan hutan sudah memanfaatkan hutan dari sebelum hutan

36 tersebut dikelola oleh Perum Perhutani maupun Balai Taman Nasional Gunung Merapi. Namun penetapan kawasan sebagai taman nasional tidak mungkin tidak dilakukan sebab untuk melindungi keanekaragaman hayati yang berada di sekitar Gunung Merapi dan perlindungan tersebut dilakukan dengan cara konservasi. Tentu akan lebih efektif dan efisien jika melakukan konservasi makhluk hidup di dalam habitatnya itu sendiri. Penetapan kawasan sebagai Taman Nasional pun ahirnya berjalan dan beberapa daerah pun mendukung hal tersebut termasuk Desa Ngargomulyo. Bentuk kerjasama masyarakat diungkapkan oleh salah satu staff Balai Taman Nasional Gunung Merapi sebagai berikut : Sebenarnya perubahan merapi menjadi taman nasional ini kan bukan sesuatu yang seperti hitam menjadi putih gitu mbak, jadi sejak dahulu beberapa wilayah memang dilindungi, sehingga masyarakat pun tidak terlalu kaget ya, kalau konflik gitu ya tidak ada (staff BTNGM, 14 April 2014) Penetapan kawasan sebagai Taman Nasional tidak terlepas dari manajemen zonasi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Penetapan Desa Ngargomulyo yang ditetapkan ke dalam Zona Tradisional pun dilakukan setelah melalui kajian-kajian tersendiri. Desa Ngargomulyo ditetapkan sebagai Zona Tradisional karena sejarah masyarakat terhadap kawasan. Sebelumnya masyarakat memang sudah secara intensif memanfaatkan sumber daya dari dalam hutan sejak sebelum dikelola Perum Perhutani maupun sebelum ditetapkan sebagai Taman Nasional. Manfaat yang masyarakat boleh ambil dari dalam kawasan untuk saat ini pengambilan rumput dan perencekan di hutan, karena jumlah ternak yang dimiliki di Desa Ngargomulyo cukup banyak dan kebutuhan akan kayu bakar pun masih tinggi. Hanya beberapa masyarakat yang menggunakan gas, namun karena harga gas yang lumayan tinggi maka mereka tidak lagi menggunakan gas, mereka kembali menggunakan kayu bakar karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk kayu bakar hanya perlu mengambil ke hutan. Namun masyarakat Desa Ngargomulyo termasuk desa yang cukup koorperatif saat penetapan kawasan Merapi. Masyarakat Desa Ngargomulyo sadar betul bahwa Merapi perlu dijaga kelestariannya. Selain itu, status kawasan yang sebelumnya dikuasai Perum Perhutani membuat masyarakat tidak ada yang menebang pohon terlebih secara liar. Mereka hanya mengambil kayu-kayu untuk kayu bakar. Namun bukan berarti semua pihak setuju akan penetapan sebagai taman nasional, beberapa masyarakat pun merasa bahwa penetapan sebagai taman nasional dirasa tidak membawa keuntungan bagi masyarakat. Mereka menganggap bahwa penetapan sebagai taman nasional merupakan suatu bentuk kebijakan yang tidak diperlukan, karena masyarakat sekitar pun sudah cukup menjaga hutan. enak jaman dulu mbak, dulu itu kan pohon-pohonnya kita yang tanem, jadi keliatan rapih gitu, kita sambil nanem gitu sambil bersihin pinggir-pinggire pohon iku mbak kalo sekarang mau masuk hutan juga males mbak lah wong kita apa-apa gak boleh, paling cuma ngarit aja buat kebo. Kalo jaman dulu kan gak ada 26

37 27 pemburu masuk mbak soalnya, coba kalo sekarang kan ga ada warga yang ke hutan itu sepi suka ada pemburu, nanti kalo mereka ngerokok mbuang puntung rokoke iku malah bisa kebakaran toh mbak. (BKR, 23 April 2014) Saat ini selalu diadakan evaluasi tentang tatanan zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sebab dikhawatirkan kegiatan perumputan yang dilakukan masyarakat akan melebihi batas vegetasi dan akan membabat tanamantanaman yang dilindungi. Sementara masyarakat masih merasa takut jika suatu saat mereka tidak boleh lagi mengambil rumput di dalam kawasan. Namun sesungguhnya hubungan masyarakat dengan Gunung Merapi sangat erat, mereka tidak mungkin merusak lingkungan karena masyarakat sadar akan ketergantungan mereka terhadap Gunung Merapi. Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang memiliki luas sebesar 6410 Ha terbagi ke dalam beberapa zona yaitu zona inti yang memiliki luas 1007,80 Ha atau dalam persentase sebesar persen, zona rimba yang luasnya Ha, zona pemanfaatan seluas Ha, zona rehabilitasi dengan luas Ha, zona mitigasi dan rekonstruksi seluas Ha, zona religi, budaya dan sejarah yang memiliki luas 8.24 Ha, serta zona tradisional yang memiliki luas Ha. Masing-masing zona memiliki fungsinya masing-masing yang menunjang tujuan taman nasional sebagai wilayah konservasi. Adapun pembagian luas untuk masing-masing zona adalah sebagai berikut : Tabel 9 Pembagian Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi Zonasi Luas (Ha) Persentase (%) Zona Inti Zona Rimba Zona Pemanfaatan Zona Lainnya : Zona Rehabilitasi Zona Mitigasi dan Rekontruksi Zona Religi, Budaya dan Sejarah Zona Tradisional Total Sumber : Balai Taman Nasional Gunung Merapi 2014 Zona yang ditetapkan di wilayah Taman Nasional Gunung Merapi disesuaikan dengan keadaan kawasan dan keadaan desa penyangga, adapun penjelasan mengenai masing-masing zona adalah sebagai berikut :

38 1. Zona Inti Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas. Arahan zona inti di kawasan TNGM ditujukan terutama untuk melindungi 2 hal, yaitu : a. Wilayah kepundan Gunung Merapi yang merupakan karakteristik geomorfologi khas merapi yang membentuk tipe ekosistem vulkanik dengan potensi keanekaragaman hayati yang spesifik. Selain itu, alasan penunjukkan kawasan kepundan sebagai zona inti karena kondisi kawasan yang memiliki tingkat bahaya yang sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan aktivitas apapun kecuali untuk tujuan penelitian kegunungapian. Pada zonasi TNGM wilayah ini disepakati untuk disebut sebagai zona inti I. b. Potensi keanekaragaman hayati khas ekosistem Gunung Merapi. Pada zonasi TNGM wilayah ini disepakati untuk disebut sebagai zona inti II. Dari 2 alasan tersebut, maka ditunjuk kawasan zona inti di dalam TNGM dengan luas mencapai Hektar atau 15.72% dari total luasan TN Gunung Merapi. Zona inti tersebut tidak disatukan dan terpisah menjadi 2 areal zona inti yaitu Zona Inti I dan Zona Inti II untuk membedakan dan memudahkan dalam pengelolaan kawasan karena memang potensi dari zona inti tersebut berbeda, sebagaimana dijelaskan sebelumnya ada 2, yaitu : potensi keunikan geomorfologis kepundan Gunung Merapi dan potensi keanekaragaman hayati. Sebagaimana diatur dalam Permenhut No 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti meliputi : a. Perlindungan dan pengamanan; b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya; c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan,dan atau penunjang budidaya; Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan. 2. Zona Rimba Zona rimba adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. Zona rimba di Taman Nasional Gunung Merapi memiliki total luas ± hektar (43.04%). Potensi zona rimba Taman Nasional Gunung Merapi relatif serupa dengan zona inti, yaitu sebagian tipikal hutan sekunder dan sebagian lainnya adalah lahan berpasir bekas erupsi Gunung Merapi tahun Sesuai fungsinya sebagai buffer zona inti, kondisi habitat dan potensi keanekaragaman hayati zona rimba hampir sama dengan zona inti. Sebagaimana disebutkan dalam Permenhut No 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona rimba meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan; 28

39 b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam, hayati dengan ekosistemnya; c. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya; d. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar; e. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas. 3. Zona Pemanfaatan Zona pemanfaatan adalah bagian Taman Nasional yang letak, kondisi, dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Di dalam arahan zonasi Taman Nasional Gunung Merapi, ada beberapa lokasi yang sesuai dengan ketentuan zona pemanfaatan, khususnya pemanfaatan wisata alam, yaitu : yaitu Obyek Wisata Alam Turgo, Tritis, Tlogo Nirmolo/Goa Jepang, Tlogo Muncar, Gandok, Kalikuning, Kaliadem, Deles, Air Terjun Totogan, Goa Lowo, dan jalur pendakian Selo. Total luas kawasan zona pemanfaatan di TN Gunung Merapi adalah ± hektar (1.81%). Sebagaimana disebutkan dalam Permenhut No 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di dalam zona pemanfaatan meliputi : a. Perlindungan dan pengamanan; b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya; c. Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya; d. Pengembangan, potensi dan daya tarik wisata alam; e. Pembinaan habitat dan populasi; f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan; g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan. 4. Zona Lain a. Zona tradisional Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam yang ada di dalam kawasan TN. Pemanfaatan lahan oleh masyarakat yang dapat dilakukan di zona tersebut adalah pemanfaatan rumput, sebagaimana yang sudah menjadi kesepakatan antara pihak Balai TN Gunung Merapi dengan masyarakat sekitar kawasan TN. Zona tersebut diharapkan mampu menjadi ruang kompromi antara masyarakat dengan pengelola TN Gunung Merapi, yang diharapkan dapat ditaati oleh masyarakat. Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional meliputi : i. Perlindungan dan pengamanan; ii. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat; iii. Pembinaan habitat dan populasi; iv. Penelitian dan pengembangan; 29

40 v. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku, yaitu : pengambilan rumput. b. Zona Religi, Budaya dan Sejarah Gunung Merapi selain sebagai tempat menggantungkan hidup bagi sebagian besar penduduk desa di sekitarnya, juga memiliki hubungan sosial budaya yang sangat erat terkait dengan statusnya sebagai hulu jalur metafisika antara laut selatan-keraton Yogyakarta-Gunung Merapi. Selain itu, masyarakat sekitar juga percaya mitos bahwa dampak bencana akibat erupsi Gunung Merapi dapat dihindarkan apabila mereka menghormati penunggu Gunung Merapi dengan memberikan sesajen setiap waktu tertentu. Sebelum terjadi erupsi Gunung Merapi tahun 2010, labuhan dilaksanakan di puncak bukit Srimanganti (Gunung Kendit), namun setelah erupsi dilaksanakan di Alas Bedengan yang letaknya di bawah puncak bukit Srimanganti. Untuk mengakomodir situasi tersebut, maka dalam arahan zonasi TNGM, lokasi ini ditunjuk sebagai zona religi, budaya dan sejarah karena sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam Permenhut No 56 tahun Total luasan zona religi, budaya dan sejarah ini adalah 8.24 Ha (0.13 %) yang meliputi lokasi labuhan dan jalur yang dilewati dalam proses perarakan labuhan. Zona ini hanya berada di Resort Cangkringan. Selain sebagai difokuskan sebagai areal untuk kegiatan Labuhan, tentunya pada zona ini juga dapat dikembangkan kegiatankegiatan wisata alam. Kegiatan wisata ini dapat dikembangkan sebagai paket wisata yang dikaitkan dengan jadwal prosesi Labuhan. Sebagaimana disebutkan dalam Permenhut No 56 Tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona religi, budaya dan sejarah meliputi: i. Perlindungan dan pengamanan; ii. Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi; iii. iv. Penyelenggaraan upacara adat; Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan upacaraupacara ritual keagamaan/adat yang ada. c. Zona Rehabilitasi Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan. Beberapa pertimbangan yang digunakan dalam penentuan zona rehabilitasi adalah 1) Kawasan yang rusak akibat erupsi merapi tahun 2010 dan 2) Kawasan yang membutuhkan perbaikan habitat (habitat improvement) dengan tujuan untuk menjaga satwa liar agar tetap di dalam kawasan. Lokasi-lokasi yang selanjutnya menjadi arahan sebagai zona rehabilitasi adalah di kawasan Alas Gandok yang rusak akibat erupsi, wilayah Kecamatan Selo, Kecamakan Kemalang, dan desa Girikerto yang ditujukan untuk perbaikan habitat. Luas total zona rehabilitasi adalah Ha (6.28 %). Sebagaimana disebutkan dalam Permenhut No 56 Tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona rehabilitasi meliputi: i. Perlindungan dan pengamanan; 30

41 31 ii. iii. Inventarisasi dan monitoring dalam rangka rehabilitasi Rehabilitasi zona melalui kegiatan penanaman berbagai jenis tanaman asli d. Zona Mitigasi dan Rekonstruksi Zona mitigasi dan rekonstruksi merupakan zona yang merupakan ciri khusus di TN Gunung Merapi. Paska kejadian erupsi tahun 2010, terdapat beberapa wilayah yang hingga saat ini masih mengalami bencana sekunder Merapi, yaitu banjir lahar dingin. Kawasan tersebut hingga saat ini menjadi fokus kegiatan dari seluruh instansi pemerintah sebagai kawasan yang ditujukan untuk melakukan aktivitas mitigasi bencana alam, yaitu dengan pembuatan sabo dam, dan pengurangan penumpukan material gunung Merapi (pasir dan batu). Total luas dari zona rehabilitasi dan mitigasi ini mencapai Ha (14.75%) yang terdapat di 3 blok kawasan, yaitu : di kawasan aliran Kali Putih yang masuk wilayah administrasi Kecamatan Srumbung dan Kecamatan Dukun, kawasan aliran Kali Gendol di Kecamatan Cangkringan, dan di kawasan aliran Kali Woro di Kecamatan Kemalang. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di zona mitigasi dan rekonstruksi prinsipnya adalah kegiatan yang merupakan kegiatan mitigasi bencana alam dan aktivitas rekontruksi terhadap sarana mitigasi bencana alam Gunung Merapi, misalnya : sabo dam. Adapun penjelasan mengenai zonasi secara ringkas tersaji di Lampiran 2. Desa Ngargomulyo: Zona Tradisional Taman Nasional Gunung Merapi Kawasan TNGM memiliki sejarah yang cukup panjang sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi, masyarakat desa yang tinggal di sekitar TNGM sudah melakukan berbagai aktivitas di dalam kawasan TNGM untuk memenuhi beragam kebutuhannya, yaitu: pangan, pakan ternak, kayu bakar dan kayu pertukangan. Kondisi tersebut telah mengakar dalam budaya masyarakat, sehingga masyarakat tetap beraktivitas di dalam kawasan walaupun telah ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional pada tahun Sebagian besar penduduk di desa penyangga kawasan TNGM tersebut melakukan aktivitas pemanfaatan lahan TNGM terutama untuk perumputan dan perencekan termasuk Desa Ngargomulyo. Selain itu masyarakat juga bertani skala kecil di antara tanaman-tanaman pinus, selain itu ada beberapa masyarakat yang menyadap getah pinus. Masyarakat Desa Ngargomulyo masih menjalankan sistem pertanian yang subsisten, sehingga mereka hanya bertani sekedarnya saja, asal ada untuk makan, jika ada sisa baru mereka jual. Untuk itu, dalam perencanaan lokasi zona tradisional mempertimbangkan kawasan yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak sebelum ditetapkan sebagai TN Gunung Merapi. Maka, Desa Ngargomulyo ditetapkan masuk ke dalam Zona Tradisional TNGM. Luas keseluruhan zona tradisional yang disarankan adalah di sekeliling kawasan TNGM mencapai 1.171,02 Ha (18,27%), dengan ketentuan : 100 m masuk kawasan dari batas luar TNGM, dan lokasi yang memang secara intensif sudah dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu di sekitar Kecamatan Musuk dan Kecamatan Dukun. Luas Zona Tradisional ini mengalami perluasan yang semula

42 hanya ±600,97 Ha. Hal ini dilakukan karena banyaknya masyarakat yang memanfaatkan kawasan untuk mengambil rumput seperti yang dilakukan masyarakat Desa Ngargomulyo. Namun aktivitas masyarakat masuk kawasan melebihi batas yang ditentukan, karena masyarakat memang sudah memanfaatkan kawasan bahkan dari sebelum ditetapkan sebagai taman nasional. Hal ini menyebabkan masyarakat akan terus masuk ke dalam untuk mengambil rumput ataupun kayu bakar. Namun, karena berada dalam zona tradisional bukan berarti memberikan keleluasan kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan lahan yang ada di zona tersebut secara intensif. Karena zona tradisional pun masih berfungsi sebagai perlindungan dan pengamanan keanekaragaman hayati, sehingga tetap dilarang untuk berburu binatang maupun mengambil tanaman yang dilindungi. Hal ini didukung oleh masyarakat, dibuktikan dengan tidak adanya warga yang berburu ke dalam kawasan. Menurut mereka jika ada orang yang berburu, maka itu bukan berasal dari Desa Ngargomulyo, berikut menurut Kepala Dusun Tanen Kalo dari masyarakat asli sini ndak ada yang berburu, warga bener-bener cuma ngarit aja kalo ke hutan Sesungguhnya masyarakat Desa Ngargomulyo selama masih boleh mengambil rumput di dalam kawasan, maka mereka tidak masalah dengan adanya kebijakan zonasi. Karena banyak warga yang tidak memiliki lahan kering untuk ditanami rumput, maka mereka mengandalkan kawasan yang memiliki hamparan rumput yang luas untuk diambil rumputnya. Masyarakat pun boleh menanam tanaman pakan ternak di lahan kawasan. 32 Perubahan Akses Masyarakat Akibat Taman Nasional Gunung Merapi Masyarakat Desa Ngargomulyo sudah jauh ada sebelum ditetapkannya kawasan hutan sekitar Gunung merapi ditetapkan sebagai Taman Nasional. Mereka sudah sangat bergantung terhadap sumber daya hutan. Karena berada dalam zona tradisional, masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya hutan untuk keperluan sehari-hari. Adapun sumber daya yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sebagai berikut : 1. Rumput Masyarakat Desa Ngargomulyo mengambil rumput dari dalam hutan untuk ternak mereka. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar masyarakat Desa Ngargomulyo memiliki ternak sebagai pekerjaan sampingan mereka. Aktivitas pengambilan rumput masih diperbolehkan dan tidak mengalami perubahan, baik sebelum maupun sesudah penetapan TNGM. Rumput masih Ternak yang dimiliki berupa sapi atau kerbau. Aktivitas pengambilan rumput masyarakat Desa Ngargomulyo dilakukan setiap hari dengan intensitas 1-2 kali sehari, tergantung sebanyak apa mereka kuat mengangkut, biasanya masyarakat mengambil rumput sebanyak satu sampai dua pikul. Selain itu intensitas perumputan ini dipengaruhi oleh jenis dan banyaknya ternak yang dimiliki. Masyarakat masuk ke dalam hutan hingga jarak 1 2 km dari desanya.

43 Lahan yang mereka garap untuk merumput memiliki batas-batas yang diakui oleh perumput lainnya sehingga mereka tidak sembarang mengambil rumput di wilayah orang lain. Oleh karena itu banyak masyarakat yang akan semakin keatas untuk mengambil rumput sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Dalam mengambil rumput, masyarakat ada yang menggunakan gerobak biasa, ada juga yang dipanggul menggunakan karung, dan ada juga yang menggunakan motor. Rumput yang diambil biasanya rumput, rumput teki, kolonjono, kaliandra dan lain sebagainya. Masyarakat yang memiliki lahan garapan ruumput yang luas dapat mengambil rumput lebih banyak juga menjual rumput yang mereka ambil kepada pemilik ternak banyak maupun ke daerah lain. Hal ini membantu pihak yang tidak ada waktu untuk merumput dapat membeli dengan harga rata-rata Rp per ikat. Selain diberi pakan hijauan dari tumbuhan, ternak juga diberi pakan berupa komboran. Pada musim kemarau panjang bisa terjadi kesulitan untuk mencari pakan ternak baik dari lahan milik maupun dari lahan hutan, maka biasanya bagi petani yang cukup modal mereka membeli pakan ternak dari daerah lain, yaitu berupa damen (batang padi). Dengan banyaknya yang membutuhkan damen ini maka menjadi penghasilan tambahan bagi para buruh tani untuk mencari damen dan menjualnya. 2. Kayu bakar dan bambu Masyarakat Desa Ngargomulyo melakukan perencekan atau mengumpulkan kayu bakar buka untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat Desa Ngargomulyo menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak karena dinilai lebih murah. Kayu bakar yang diambil biasanya dengan cara mengambil pohon yang mati, kayu yang patah, memotong ranting atau cabang pohon. Perencekan 1 dilakukan oleh warga masyarakat di kawasan hutan TN Gunung Merapi yang terdekat dengan tempat tinggalnya dengan jarak tempuh hingga 5 km. Banyaknya kayu bakar dan intensitas masyarakat memungut kayu bakar dari hutan dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan energi rumah tangga, ketersediaan kayu bakar di lahan milik dan tujuan pemungutan kayu bakar. Pada warga yang memungut kayu bakar hanya untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangganya sendiri dan kayu bakar juga tersedia di lahan milik, maka pemungutan kayu bakar dilakukan 1-2 minggu sekali. Masyarakat yang tidak memiliki kayu bakar dari lahan milik, maka 1-3 hari sekali mencari kayu bakar di hutan, sedangkan bagi warga yang salah satu sumber pendapatannya dari kayu bakar maka harus setiap hari mencari kayu bakar ke hutan. Beberapa warga masyarakat desa di sekitar kawasan TN Gunung Merapi mencari kayu ke dalam hutan untuk membuat arang sebagai salah satu sumber pendapatan bagi keluarganya. Kayu bakar kering dapat dijual dengan harga Rp per ikat kecil dan Rp Rp per ikat besar. Selain kayu bakar, masyarakat Desa Ngargomulyo juga memanfaatkan bambu untuk dijadikan anyaman yang salah satu fungsinya adalah seperti tikar untuk menjemur padi dijual dengan harga sekitar Rp ,-. Biasanya lelaki yang mengambil bambu ke hutan kemudian para wanita yang menganyam 33 1 Perencekan : memotong ranting untuk dijadikan kayu bakar

44 kemudian dijual. Namun beberapa warga juga ada yang penghasilannya didapat dari mengambil bambu di hutan. Bambu yang diambil terdapat di hutan taman nasional maupun hutan rakyat yang berada di sekitar Desa Ngargomulyo. Semenjak ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 2004, masyarakat tidak mengalami perubahan dalam pemanfaatan sumber daya dari dalam kawasan. Masyarakat masih melakukan aktivitas perumputan dan perencekan maupun mengambil bambu untuk dibuat anyaman. Hal ini diperkuat oleh ucapan Kepala Resort Dukun : Saat ini masih boleh ngambil rumput, masa mau dilarang. Kayu bakar juga masih boleh, ndak ada yang berubah 3. Air Desa Ngargomulyo merupakan desa yang tidak pernah kekurangan air bersih. Masyarakat mendapatkan akses air bersih dari Sungai Blongkeng (dinamakan Blongkeng karena airnya sangat jernih). Warga menggunakan pipa untuk menyalurkan air hingga ke rumah masing-masing. Masyarakat menggunakan air hanya untuk kebutuhan sehari-hari bukan untuk tujuan komersil. Air yang mereka dapat digunakan untuk seluruh kebutuhan rumah tangga seperti mencuci, memasak, minum, menyiram tanaman dan lain sebagainya. Karena keberlimpahan airnya ini, maka masyarakat Desa Ngargomulyo senantiasa menjaga hutan maupun sungai agar sumber air yang terdapat di dalamnya tidak rusak maupun tercemar. Sebab mereka sadar bahwa mereka masih sangat bergantung terhadap air. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Yatin, Kepala Desa Ngargomulyo. Masyarakat sini sudah sadar betul akan pentingnya ketersediaan air mbak, jadi sejak dulu memang tidak ada masyarakat yang menebang pohon apalagi secara ilegal, juga tidak ada yang menambang pasir. Saya selalu bilang bahwa air itu penting Bertani Pada saat status kawasan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani, masyarakat Desa Ngargomulyo dapat ikut menanam di lahan bawah tegakan. Tanaman yang ditanaman adalah cabai, dan jagung. Luasan lahan yang dapat digarap oleh petani adalah sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Untuk menanam di dalam kawasan, masyarakat hanya perlu meminta ijin pada mandor hutan dan diberikan syarat bahwa masyarakat harus menanam bibit pinus jika ingin menanam di dalam kawasan. Hal ini membuat hubungan masyarakat dengan kawasan hutan semakin baik, karena masyarakat menjadi sukarela untuk menjaga hutan, membersihkan rumput dan gulma di sekitar tegakan. Namun setelah berubah fungsi menjadi kawasan konservasi di bawah pengelolaan Kemetrian Kehutanan pada tahun 2004, masyarakat tidak dapat mengakses lahan mereka yang berada di dalam kawasan. Mereka tidak dapat lagi menanam tanaman pertanian disana. Mereka hanya diperbolehkan mengambil rumput dan kayu bakar. Karena perubahan fungsi hutan sehingga keadaan hutan di TNGM tidak boleh mengalami perubahan akibat perbutana manusia.

45 5. Menyadap Hal yang berubah setelah ditetapkan status hutan sebagai taman nasional adalah kegiatan penyadapan. Pada saat dikelola Perum Perhutan, masyarakat dapat memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berupa getah pinus. Masyarakat melakukan penyadapan dan getah hasil penyadapan disetorkan kepada pihak perhutani dengan harga sekitar Rp.2000,-/kg. Banyaknya getah yang dapat disadap tergantung oleh kemampuan dan banyaknya pohon yang dapat disadap oleh warga. Hal ini memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat. Namun sama halnya dengan bertani, masyarakat tidak dapat lagi melakukan penyadapan. Walaupun setelah turun SK pada tahun 2004 masih ada beberapa warga yang melakukan penyadapan, tapi semakin lama semakin berkurang. Hingga hari ini masyarakat Desa Ngargomulyo tidak lagi menyadap getah pinus di dalam kawasan karena status hutan yang berubah menjadi taman nasional. Dengan adanya perbedaan akses yang dihasilkan dari perubahan status hutan ni maka masyarakat mencari alternatif sumber nafkah lainnya untuk tetap dapat melanjutkan hidup. Tabel 10 Perbandingan Jenis Kegiatan yang Dapat Diakses pada Tahun 2003 dan 2013 No Jenis Kegiatan Merumput Boleh diakses Boleh diakses 2 Mengambil kayu bakar dan Boleh diakses Boleh diakses bambu 3 Mengambil air Boleh diakses Boleh diakses 4 Bertani Boleh diakses Tidak boleh 5 Menyadap Boleh diakses Tidak boleh Ikhtisar Gunung Merapi yang terletak di Provinsi DIY dan Jawa Tengah merupakan ekosistem gunung yang unik karena perpaduan dari ekosistem hutan hujan di Jawa bagian barat dan ekosistem savana di Jawa bagian timur. Gunung Merapi, dari lereng hingga puncak berada pada ketinggian antara mdpl. Taman Nasional Gunung Merapi berada di empat kabupaten di wilayah jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, masing-masing memiliki ketinggian yang berbeda-beda, semakin mendekati puncak maka akan semakin curam topografi desanya. Perubahan status hutan di sekitar Gunung Merapi menjadi Taman Nasional Gunung Merapi ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor134/Kpts-II/2004 pada tanggal 4 Mei Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi ini merupakan gabungan dari Taman Wisata Alam, Cagar Alam, dan Hutan Lindung. Kawasan hutan di sekitar lokasi penelitian, dahulu merupakan hutan lindung yang dikelola oleh KPH Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Dengan dikeluarkannya SK tersebut, maka ditetapkanlah kawasan taman Nasional Gunung Merapi yang terdiri atas kawasan hutan lindung RPH Kaliurang, BDH Yogyakarta, Cagar Alam Plawangan Turgo, dan Taman Wisata Alam, dan bersama dengan blok hutan yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah. 35

46 Perubahan fungsi menjadi taman nasional, disertai pula dengan pembuatan batas-batas untuk zonasi wilayah taman nasional. Adapun zona yang terdapat dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, adalah zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lainnya yang terdiri dari zona tradisional, zona religi, budaya dan sejara, zona mitigasi dan rekonstruksi, serta zona rehabilitasi. Zonazona ini ditetapkan untuk menunjang tujuan konservasi taman nasional agar hutan tetap lestari. Dengan ditetapkannya zona-zona tersebut, Desa Ngargomulyo masuk ke dalam zona tradisional yang memiliki luas 1.171,02 Ha. Hal ini dikarenakan sejarah Desa Ngargomulyo yang sudah memanfaatkan kawasan hutan semenjak dahulu bahkan sebelum dikelola Perum Perhutani. Perubahan status kawasan yang dari hutan lindung menjadi hutan konservasi memberikan pengaruh kepada akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan, namun tidak semua dibatasi. Akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan berupa rumput masih bersifat bebas, karena tingkat kepemilikan ternak yang tinggi sehingga setiap harinya ternak mereka membutuhkan makanan yang persediaannya sangat melimpah di dalam kawasan yaitu rumput, adapun ternak yang dimiliki oleh masyarakat adalah sebagian besar sapi, selain itu ada kerbau, dan juga kambing. Rumput yang biasa diambil oleh warga adalah rumput teki, kolonjono, dan lain sebagainya. Selain rumput masyarakat juga masih dapat melakukan perencekan (mengambil ranting kering untuk kayu bakar) dan mengambil bambu. Hal ini karena kebutuhan masyarakat akan kayu bakar masih tinggi, kayu bakar digunakan untuk memasak dan dijadikan arang untuk dijual. Sedangkan bambu, biasanya dijadikan anyaman, berupa tikar untuk menjemur padi. Selain itu masyarakat memperoleh sumber air dari sungai blongkeng yang berada di dalam kawasan, hal itu tidak dilarang karena sungai tersebut adalah satu-satunya sumber air yang terdekat yang dimiliki oleh masyarakat Desa Ngargomulyo. Sayangnya setelah perubahan status menjadi TNGM pada tahun 2004 masyarakat tidak dapat lagi menanam di bawah tegakan pinus, maupun menyadap getah pinus. Hal ini dikarenakan status hutan yang menjadi kawasan konservasi, sehingga segala aktivitas manusia yang menyangkut hutan akan diawasi dan dibuat peraturan-peraturan untuk menunjang tujuan konservasi yaitu melindungi dan melestarikan kawasan. Sehingga walaupun masih dapat mengambil rumput dan kayu bakar, namun tetap saja ada batas yang ditetapkan, masyarakat tidak boleh lebih dari 100 meter dari batas luar TNGM untuk melakukan aktivitas sebab dikhawatirkan masyarakat akan membabat tanaman yang dilindungi jika tidak dibatasi. Larangan lainnya yang dibuat adalah, tidak boleh ada kegiatan berburu di dalam kawasan. 36

47 37 PERUBAHAN STRATEGI NAFKAH PETANI DESA NGARGOMULYO Perubahan Penguasaan Lahan Berbicara mengenai sumber nafkah sektor pertanian, tidak terlepas dari pola penguasaan lahan yang dimiliki masyarakat. Masyarakat Desa Ngargomulyo hampir semua warga asli memiliki lahan sendiri. Masyarakat Desa Ngargomulyo memanfaatkan sektor pertanian sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari. Masyarakat memanfaatkan lahan untuk ditanami cabe sebagai komoditas utama Desa Ngargomulyo, selain itu mereka menanam tomat, kubis, mentimun, dan jipang atau yang lebih dikenal dengan nama labu siam. Masyarakat juga menanam padi namun bukan untuk dijual melainkan hanya untuk dikonsumsi sendiri. Sebelum ditetapkan menjadi taman nasional, hutan yang berada di Desa Ngargomulyo dipegang oleh Perum Perhutani sebelum diubah menjadi taman nasional pada tahun Hal ini memberikan dampak pada masyarakat terutama terkait dengan penggarapan lahan di hutan. Masyarakat semula dapat menggarap di hutan lindung yang dikuasai Perum Perhutani tersebut untuk menanam tanaman seperti cabai, namun dengan syarat bahwa mereka harus sekaligus menanam bibit pinus. Sayangnya, setelah perubahan fungsi hutan, saat ini tidak dapat lagi masuk ke hutan untuk menggarap lahan disana. Berikut adalah tabel pola penguasaan lahan oleh masyarakat Desa Ngargomulyo : Tabel 11 Perubahan Penguasaan Lahan Warga Desa Ngargomulyo Menurut Lokasi terhadap Kawasan TNGM, Rumahtangga Responden, No. Status penguasaan lahan n % n % 1 Di dalam dan di luar kawasan Di luar kawasan Di dalam kawasan Tidak memiliki lahan Total Menurut Tabel 10 pada tahun 2003 seluruh responden dapat mengakses ke dalam kawasan. Namun, sebanyak 7 responden atau sebesar persen tidak menguasai lahan dalam kawasan, mereka hanya memanfaatkan lahan yang mereka miliki sendiri. Responden yang memiliki lahan sendiri dan ikut menanam di lahan perhutani sebesar persen. Sedangkan responden yang hanya menanam di dalam kawasan (tidak memiliki lahan sendiri) adalah sebesar persen. Untuk tahun 2013 sendiri responden sudah tidak dapat memasuki kawasan untuk menanam. Mereka, terutama yang memiliki lahan di luar kawasan hanya memaksimalkan lahan yang mereka miliki. Sedangkan responden yang tidak memiliki lahan harus mencari alternatif pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dapat dilihat bahwa persentase responden yang tidak memiliki

48 lahan (hanya memanfaatkan lahan dalam kawasan) menurun yang semula persen menjadi persen. Hal ini karena responden mendapatkan warisan dari orang tua berupa lahan. Lahan yang dimiliki oleh masyarakat berada di Dusun Tanen itu sendiri, namun ada juga yang memiliki lahan di dalam hutan rakyat karena warisan dari orang tuanya terdahulu, lahan yang berada di hutan rakyat biasanya dibatasi oleh galengan atau patok. Masyarakat yang tidak memiliki lahan sebesar persen sangat terbantu dengan adanya ijin menanam di dalam hutan karena dapat ikut menanam di dalam hutan. Hal ini diperkuat oleh perkataan salah satu responden. bedanya jaman perhutani sama jaman sekarang ya mbak, jaman dulu itu sambil nanem bibit pinus, di samping-sampingnya kita bisa ikut nanem cabe atau jagung gitu. Saya pikir itu malah hemat toh, pemerintah juga gak perlu mbayar orang buat nanem, kita (masyarakat) sukarela buat nanem, kita juga enak masih bisa nanam disana mbak (SMN, 23 April 2014) Pada jaman Perum Perhutani masyarakat Desa Ngargomulyo masih dapat menanam di lahan Perhutani. Mereka memiliki lahan garapan yang cukup luas dengan rata-rata lahan garapan seluas satu hektar. Tabel 12 Luas Penguasaan Lahan Responden Tahun 2003 Sebelum Penetapan TNGM Kategori (Ha) Dalam kawasan Luar kawasan n % n % tidak memiliki lahan x < x < x < x < x Total Tabel 13 Luas Penguasaan Lahan Responden Tahun 2013 Setelah Penetapan TNGM Kategori (Ha) Dalam kawasan Luar kawasan n % n % tidak memiliki lahan x < x < x < x < x Total

49 39 Menurut Tabel 12 sebagian besar responden yang menggarap lahan perhutani (mengambil rumput, menanam cabai, jagung, menyadap) memiliki lahan garapan yang luas yaitu sebesar persen. Hanya sedikit yang memiliki lahan garapan di bawah satu hektar yaitu hanya persen. Hal ini dikarenakan masyarakat sangat dekat dengan hutan sehingga akses terhadap hutan pun sangat mudah. Selain itu masyarakat juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap Gunung Merapi dan ingin menjaga hutan, mereka tidak hanya semata-mata memanfaatkan sumberdaya hutan maupun menggarap, namun mereka juga menanam bibit pinus di dalam hutan. Luasnya lahan garapan yang dapat dikerjakan masyarakt tergantung kemampuan individu masyarakat itu sendiri dan tenaga kerja yang dimiliki. Masyarakat yang memiliki tenaga kerja cukup banyak dapat menggarap lahan yang semakin luas juga. Berikut pernyataan responden yang menggarap lahan Perum Perhutani : Kalo jaman dulu itu saya nggak nggarap sendiri, saya kan dulu mandor di hutan situ mbak jadi saya nyuruh orang buat nggarap (SRT, 24 April 2014) Selain menggarap lahan hutan lindung di bawah pengelolaan Perum Perhutani, masyarakat juga memiliki lahan sendiri di luar kawasan. Namun lahan yang dimiliki tidak seluas lahan garapan yang di dalam kawasan hutan lindung, hanya 5.00 persen dari keseluruhan responden yang memiliki lahan yang luas. Sebagian besar masyarakat yaitu sebesar persen atau 28 orang memiliki lahan dibawah 0.25 hektar. Masyarakat yang tidak memiliki lahan di luar kawasan sebanyak persen cukup terbantu dengan mengelola lahan dalam kawasan. Perubahan status hutan yang semula hutan lindung yang dahulu dikuasai Perum Perhutani berubah menjadi kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Merapi memberikan pengaruh terhadap pola penguasaan lahan masyarakat Desa Ngargomulyo. Penguasaan lahan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Ngargomulyo berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat Desa Ngargomulyo dari sektor pertanian. Masyarakat yang tidak memiliki lahan sendiri dapat ikut menanam di lahan Perhutani, hal ini memberikan pemasukan tersendiri bagi masyarakat. Dulu ikut nandur di hutan sana, lumayan mbak sahektar ada itu abis plastik 4 rol. Tergantung kuatnya orang sih mbak, kalo yang kuat ya bisa sampe berhektar-hektar. Kalo sekarang ya ndak bisa lagi paling di lahan sendiri (SRD, 26 April 2014) Dapat dilihat pada Tabel 13, setelah penetapan tidak ada masyarakat yang menggarap lahan di dalam kawasan untuk ditanami maupun segala aktivitas yang merubah bentuk hutan lainnya. Masyarakat Desa Ngargomulyo akhirnya memanfaatkan lahan yang mereka miliki di luar kawasan. Rataan lahan yang dimiliki masyarakat sebagian besar dibawah 0.25 hektar. Selain itu masih ada masyarakat yang tidak memiliki lahan yaitu sebanyak 5 orang dari total keseluruhan responden. Hal ini membuat salah satu responden mengontrak lahan untuk digarap dengan bayaran Rp ,- per tahun karena tidak memiliki lahan

50 dan tidak memiliki tanah warisan. Responden mengontrak lahan agar dapat digarap dan memberikan pemasukan tambahan bagi rumah tangganya. Selain itu responden yang memiliki hubungan kerabat dengan aparat desa dapat ikut mengolah tanah bengkok yang kemudian hasil dari lahan tersebut bagi hasil dengan desa. Masyarakat yang memiliki lahan dapat memaksimalkan lahan yang dimilikinya agar lebih produktif. Sedangkan masyarakat yang tidak memiliki lahan atau yang memiliki sedikit lahan harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka biasanya hanya menjadi buruh tani atau gadoh ternak. Pendapatan dari Dalam Kawasan Taman Nasional Pendapatan dari dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi merupakan apa yang didapat dari dalam kawasan hutan, baik sebelum ditetapkan menjadi taman nasional ataupun belum. Pendapatan bukan hanya menghitung uang yang didapat, namun seluruhnya apa saja yang masyarakat dapat peroleh. Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa sebelum ditetapkan menjadi taman nasional masyarakat dapat mengambil air, rumput, bambu dan kayu bakar, bertani skala kecil dan menyadap. Setelah penetapan yang tidak boleh dilakukan adalah bertani dan menyadap. Hal-hal tersebut jika dinilaikan maka hasilnya tersaji dalam tabel 14. Menurut Tabel 14, setelah ditetapkan sebagai taman nasional masyarakat kehilangan manfaat yang jika dinominalkan semula Rp per rumahtangga/tahun menjadi Rp per rumahtangga/tahun. Untuk total pendapatan dari dalam dan luar kawasan juga mengalami penurunan yaitu semula Rp per rumahtangga/tahun menjadi Rp per rumahtangga/ tahun. Masyarakat masih mendapat manfaat dari taman nasional berupa rumput dan kayu bakar. Masyarakat biasanya mengambil kayu bakar 1-3 seminggu dengan nilai satu ikat Rp Untuk rumput, masyarakat mengambil rumput 1-2 kali sehari setiap harinya, dimana satu ikat rumput dinilai dengan harga Rp dan ikat besar Rp Dapat dilihat bahwa penetapan hutan sekitar Desa Ngargomulyo tidak sepenuhnya menutup akses kepada masyarakat desa. Masyarakat masih mendapat manfaat dari hutan walau hanya air, rumput dan kayu bakar. 40

51 Tabel 14 Perbandingan Pendapatan Rumahtangga Responden dari dalam dan luar kawasan TNGM tahun 2003 dan 2013, Rp/RMT/Tahun No Jenis kegiatan ) 2013 Rp/RMT/Tahun % Rp/RMT/Tahun % Dari dalam kawasan 1 Bertani Menyadap Kayu bakar dan 3 bambu 2) ) ) Rumput 2) ) ) Pendapatan dari dalam kawasan Luar kawasan 1 Bertani Usaha peternakan Buruh tani Berdagang Pendapatan dari luar kawasan Total pendapatan dari dalam dan luar kawasan ) Harga-harga tahun 2003 disesuaikan dengan harga tahun 2013 dengan menggunakan discount factor 12% 2) Kayu bakar, bambu dan rumput dimanfaatkansendiri untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam analisis di atas, kayu bakar, bambu dan rumput dinilai dengan asumsi dijual oleh responden (imputed revenue) 3) Penerimaan yang diperoleh pada tahun 2003 dari ketiga jenis barang tersebut diasumsikan sama pada tahun 2013 karena kendala teknis di lapangan. 41 Strategi Nafkah Warga Desa Ngargomulyo Strategi nafkah menurut Dharmawan (2007) adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktr sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku. Strategi nafkah yang dilakukan masyarakat Desa Ngargomulyo terbagi ke dalam dua jenis, yaitu : 1. Strategi nafkah pertanian, masyarakat memanfaatkan sektor pertanian sebagai pemenuhan kebutuhan. Sektor pertanian ini dibagi ke dalam dua jenis yaitu on farm dan off farm. Sumber nafkah yang berasal dari sektor pertanian on farm adalah dengan mendapat pemasukan dari mengolah lahannya sendiri. Sedangkan off farm adalah nafkah yang berasal dari upah tenaga kerja pertanian, hal ini adalah ketika mereka menjadi buruh tani. 2. Strategi nafkah non pertanian, masyarakat mendapat masukan dari sektor yang sifatnya bukan pertanian seperti berdagang.

52 Strategi nafkah yang dimiliki oleh masyarakat Desa Ngargomulyo cenderung tidak mengalami perubahan baik sebelum maupun sesudah ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Masyarakat Desa Ngargomulyo mengandalkan hidupnya dari sektor pertanian dan beberapa mengandalkan sektor non pertanian juga. Pada dasarnya, masyarakat Desa Ngargomulyo selalu mencari upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Adapun jenis strategi nafkah yang dimiliki masyarakat Desa Ngargomulyo sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup adalah sebagai berikut : Tabel 15 Jumlah Rumahtangga Responden Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2013 No Jenis pekerjaan Jumlah Persentase (%) Strategi nafkah tunggal 1 Petani Strategi Nafkah ganda 2 Petani dan Buruh tani Petani dan Berdagang Petani dan beternak Strategi Nafkah multi 5 Petani, Buruh tani dan berdagang Petani, buruh tani dan buruh ternak Petani, buruh tani, dan beternak Petani, berdagang dan beternak Total Menurut Tabel 15 masyarakat Desa Ngargomulyo mayoritas bekerja sebagai petani, namun tidak ada yang hanya menjadi petani saja (nafkah tunggal). Selain menjadi petani, mereka juga menjadi buruh tani juga di lahan orang lain, hal ini dilakukan hampir sebagian besar responden yaitu sebanyak persen. Diungkapkan oleh salah seorang responden yang bermatapencaharian sebagai buruh tani. Biasanya ya buruh mbak, bersihin sawah orang, itu seminggu biasanya atau seselesainya aja, per hari biasanya kadanng ada yang , kalo gak buruh sawah gitu ya ada juga yang nyuruh ngambil sama belah-belahin bambu, itu dibayarnya perhari (KSN, 24 April 2014) Selain menjadi buruh tani, pekerjaan sampingan yang dilakukan adalah berdagang, beternak, maupun menjadi buruh ternak. Masyarakat yang memiliki pekerjaan sebagai petani, namun juga beternak ternak milik sendiri sebanyak 5.00 persen dari keseluruhan responden. Selain itu masyarakat juga ada yang bekerja sebagai petani, buruh tani dan berdagang, dilakukan sebanyak 1 orang responden saja atau dalam persentase sebesar 2.50 persen. Masyarakat yang bekerja sebagai petani, buruh tani dan buruh ternak cukup banyak yakni 12 responden atau dalam persentase sebesar persen. Hal ini dikarenakan banyak responden yang tidak memiliki ternak sendiri. Masyarakat yang bekerja sebagai petani, berdagang dan 42

53 beternak ternak milik sendiri sebanyak 4 orang atau dalam persentase sebesar 10 persen. Masyarakat Desa Ngargomulyo merupakan masyarakat yang masih memegang prinsip yang nerimo. Mereka menerima keadaan yang mereka miliki, tidak bersifat komersil, dan memang sepenuh hidupnya untuk bertani, dibuktikan dengan tidak adanya masyarakat yang pergi keluar untuk merantau, dan tidak ada masyarakat yang bekerja di tambang. Karena selain merusak lingkungan, hal itu juga dianggap tidak ada masa depannya. Kalo saya pribadi engga mau ke tambang mbak, soalnya ga ada warisan buat anak cucu mbak, memang sih duitnya banyak tapi hidupnya ga tentrem mbak, cepet abis juga uangnya. Enak tani mbak walaupun pas-pasan tapi tentrem hatinya. Orang yang dulunya nambang itu rumahnya ya gede gede, mobil motornya banyak, tapi ya kalo udah ga nambang ya abis lagi malah susah banget hidupnya mbak sekarang karena ga ada sisa apa-apa (SRT, 24 April 2014) 43 Pendapatan Rumahtangga Pendapatan petani responden Desa Ngargomulyo bersifat on farm dan off farm adalah pendapatan yang didapat dari lahan pertanian yang mereka kuasai dan pendapatan yang didapat dengan menjadi buruh tani di lahan orang. Pendapatan rumahtangga menghitung seluruh hasil panen masyarakat baik yang dijual maupun tidak dijual. Masyarakat Desa Ngargomulyo memanfaatkan cabe sebagai komoditi utama pertanian mereka, hanya sebagian kecil yang menanam timun, jagung, tomat, dan kacang. Untuk padi sendiri, masyarakat tidak menjual padi untuk komersil, mereka menggunakan padi untuk dikonsumsi saja. Rentang pendapatan yang digunakan sudah disesuaikan dengan keadaan inflasi dengan menggunakan discount factor sebesar 12%. Hal ini dilakukan untuk mengetahui nilai absolut tahun 2003 pada tahun Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui present value dari nilai pada tahun 2003 adalah : PV = χ x (1+DF) n Keterangan : PV : present value, nilai masa lampau yang ingin diketahui pada saat ini χ : nilai yang akan dicari pada tahun 2003 DF : discount factor (12%) n : jumlah tahun, dimana

54 Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut pendapatan rumahtangga petani (Rp/RMT/tahun) tahun 2003 Pendapatan sektor pertanian/tahun Tahun 2003 Jumlah Responden Persentase (%) χ , ,- < χ < , χ , Total Catatan : Harga-harga tahun 2003 disesuaikan dengan harga tahun 2013 dengan menggunakan discount factor 12% Dapat dilihat pada Tabel 16 bahwa hanya sedikit responden yang memiliki jumlah pendapatan kurang dari Rp ,- yaitu sebanyak 9 responden atau dalam persentase sebesar persen. Lalu responden yang memiliki pendapatan antara Rp hingga Rp juga berjumlah 9 orang atau persen. Sebagian besar responden memiliki pendapatan lebih dari Rp yaitu sebanyak 22 responden atau dalam persentase sebesar persen. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut pendapatan rumahtangga petani (Rp/RMT/tahun) tahun 2013 Pendapatan dari sektor pertanian/bulan 44 Tahun 2013 Jumlah responden Persentase (%) χ ,- < χ < χ , Total Jumlah responden < > Gambar 3 Perbandingan Pendapatan Rumahtangga Tahun 2003 dan 2013

55 45 Berdasarkan Gambar 3 bahwa masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan kurang dari Rp meningkat dari yang semula 9 orang atau dalam persentase sebesar persen menjadi 22 orang atau dalam persentase sebesar persen. Responden yang memiliki pendapatan antara Rp dan Rp juga mengalami peningkatan dari semula 9 orang, dalam persentase persen menjadi 13 orang atau persen. Responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp menurun cukup jauh semula 22 orang atau 55 persen menjadi 5 orang atau dalam persentase sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan penguasaan lahan yang dimiliki responden berpengaruh pada hasil dari lahan pertanian. Tabel 18. Jumlah responden berdasarkan pendapatan per tahun per luas lahan yang dimiliki tahun 2003 dan 2013 Pendapatan rumah tangga petani / luas lahan yang dimiliki/ Luas lahan yang tahun (Rp x 1000) dimiliki (hektar) < > tidak memiliki lahan x < x < x < x < x `16 2 Total Dapat dilihat pada tabel 18 bahwa tidak ada responden yang tidak memiliki lahan di tahun Pada tahun 2003 juga Sebanyak lima orang responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp memiliki lahan yang luasnya kurang dari 0.25 hektar. Sebanyak satu orang yang juga memiliki pendapatan kurang dari Rp per tahun memiliki luas lahan kurang dari 0.75 hektar. Dan sebanyak tiga orang responden yang pendapatannya kurang dari Rp per tahun memiliki luas lahan lebih dari satu hektar pada tahun Pada tahun 2013 responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp yang tidak memiliki lahan sebanyak dua orang. Sebanyak 19 orang memilki luas lahan kurang dari 0.25 hektar, dan sebanyak satu orang memiliki luas lahan kurang dari 0.50 hektar. Pada tahun 2003, responden yang memiliki pendapatan antara Rp dan Rp yang memiliki luas lahan kurang dari 0.25 hektar ada satu orang. Responden yang memiliki luas lahan anatara 0.50 dan 0.75 hektar ada 3 orang, dan sebanyak 3 orang responden yang memiliki luas lahan lebih dari satu hektar. Untuk tahun 2013, terdapat tiga orang responden yang tidak memiliki lahan, sebanyak delapan orang responden yang memiliki luas lahan kurang dari 0.25 hektar. Dan sebanyak dua orang responden memiliki luas lahan antara 0.25 dan 0.50 hektar. Berdasarkan tabel 18, pada tahun 2003 responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp dan memiliki luas lahan antara 0.25 dan 0.50

56 hanya sebanyak satu orang. Responden yang memiliki luas lahan 0.50 hingga 0.75 sebanyak 5 orang. Dan sebanyak 16 orang responden memiliki luas lahan lebih dari satu hektar. Sedangkan untuk tahun 2013, sebanyak dua orang memiliki luas lahan kurang dari 0.25 hektar. Sebanyak satu orang responden memiliki luas lahan antara 0.50 dan 0.75 hektar, dan dua orang responden yang memiliki luas lahan lebih dari satu hektar. 46 Strategi Nafkah Ganda Bertani dan Beternak Masyarakat Desa Ngargomulyo mengandalkan hidupnya di sektor pertanian. Jika mereka tidak mengandalkan lahan sawah maupun tegalan, maka mereka mengandalkan ternak sebagai investasi untuk ke depannya. Hampir seluruh masyarakat Desa Ngargomulyo memiliki ternak. Adapun ternak yang dimiliki adalah sapi, kerbau, dan kambing. Rata-rata kepemilikan ternak besar seperti sapi atau kerbau adalah sebanyak 2 ekor. Kandang ternak masyarakat adalah kandang ternak sendiri, bukan kandang kelompok. Bagi masyarakat yang tidak memiliki ternak, biasanya merawat ternak orang lain atau yang disebut gadoh. Berikut yang diungkapkan oleh salah satu responden yang juga menjadi buruh ternak. Ternak ada, tapi ternak orang, tak pakani tak urusi. Ngko nek uwes setau utowo 6 bulan ngko dijual, batine dibagi dua. Nek sapi beda lagi mbak, kan kalo sapi itu makannya gak cuma rumput, tapi dikasih komboran 2 juga jadi misalnya pagi dikasih komboran, siang tinggal dikasih rumput nah itu terserah biasanya ngasih makannya mau gimana, komborannya 2 kali rumputnya sekali, atau komboran sekali rumput sekali. Kalo rumput itu kan buat kunyah-kunyahannya dia aja toh mbak (IWT, 26 April, 2014) Menjadi buruh ternak merupakan salah satu pekerjaan sampingan yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat. Pekerjaan sebagai petani, buruh tani, maupun buruh ternak (gadoh) merupakan pekerjaan yang tidak terpaut waktu dan tidak terburu-buru, sehingga mereka bisa bebas membagi waktu mereka dalam sehari. Selain itu beternak juga dianggap cukup mudah, karena mereka hanya beternak untuk penggemukkan, bukan untuk mengembakbiakkan ataupun perahan. Sehingga kegiatan yang dilakukan pun hampir sama yaitu memberi rumput. Untuk kerbau hanya perlu diberi rumput 1-2 kali sehari, begitupun kambing. Namun untuk sapi, perlakuan yang diberikan pun berbeda, untuk mendapatkan sapi yang gemuk maka selain diberikan rumput, sapi harus diberikan komboran, yaitu campuran dedak dengan air, adapun dedak yang digunakan akan lebih baik jika dicampur polar brand (dedak gandum). Pemberian kombor cukup sehari sekali, namun tetap harus diberikan pakan hijauan karena sifat sapi yang memamahbiak, memiliki empat buah lambung sehingga harus ada serat yang masuk hanya sebagai bahan untuk mengunyah. 2 Komboran : dedak, biasanya dicampur polar (dedak gandum) yang dicampur air agar encer

57 47 Kotak 01 SMN, 49 Tahun Bapak SMN adalah seorang kepala rumah tangga yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Selain menjadi petani, beliau juga bekerja sebagai buruh tani dan buruh ternak (gadoh). Ternak yang digadoh oleh beliau adalah kerbau sebanyak 2 ekor. Gadoh adalah merawat ternak milik orang lain. Beliau merawat kerbau selama 5 bulan sampai satu tahun, tergantung pemilik ternak tersebut. Untuk kerbau, perawatannya tidaklah sulit, hanya perlu diberi pakan rumput yang biasanya beliau ambil dari dalam kawasan hutan taman nasional. Beliau ngarit sebanyak dua kali sehari, dengan menggunakan motor. Rumput-rumput yang sudah diambil kemudian diberikan kepada kerbau sebanyak dua kali sehari. Kerbau-kerbau yang sudah cukup sehat dan gemuk, artinya siap untuk dijual akan dikembalikan kepada pemiliknya. Lalu dijual oleh pemiliknya. Kedua kerbau tersebut dijual seharga Rp ,-. Pemilik kerbau tersebut membeli kedua kerbau tersebut seharga Rp maka keuntungan sebesar Rp ,- langsung dibagi dua bagi pemilik dan Bapak SMN, sehingga masing-masing mendapat untung sebesar Rp ,-. Hal ini dikarenakan kerbau tidak memerlukan pakan lain, melainkan hanya rumput saja. Namun lain halnya pembagian keuntungan jika ternak yang dirawat adalah sapi. Untuk sapi sendiri pun berbeda, jika harga sapi awal ketika membeli seharga Rp ,- dan dijual kembali seharga Rp ,- maka keuntungan yang sebesar Rp ,- akan lebih banyak diberikan kepada penggadoh disesuaikan dengan berapa banyak kombor yang diberikan, harga satu karung polar brand (50 kg) Rp Selain itu ditentukan pula oleh apakah ada vitamin yang diberikan atau tidak. Beternak merupakan salah satu mata pencaharian yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat Desa Ngargomulyo, dan sebagian besar masyarakat desa ini menggantungkan hidupnya dari beternak tersebut. Karena selain mudah, uang yang dihasilkan pun besar. Hal ini membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang biayanya relatif besar seperti pendaftaran sekolah, membeli motor, dan lain sebagainya. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden berikut : Kalo warga sini kalo butuh uang banyak biasanya jual sapi mbak, jarang ada yang minjem ke tetangga, lah wong keadaannya sama mbak, kalo misalnya kita minjem, taunya gak lama mereka juga butuh uangnya, malah gak bisa balikin gimana. Kalo butuh uang, mau beli motor apa mau nikahan, ya jual sapi, makanya hampir setiap rumah punya sapi soalnya buat tabungan ngono loh mbak. Kalo ga jual sapi, nanti paling minjem ke bakul. Nanti tinggal nyaur utang kalo panen. Kalo bank keliling ga ada Melihat potensi ternak yang begitu baik, Kepala Desa Ngargomulyo, Bapak Yatin bercita-cita agar Desa Ngargomulyo menjadi desa penghasil biogas, karena lebih hemat, secara tidak langsung dapat mengurangi ketergantungan masyarakat akan kayu bakar maupun gas elpiji.

58 48 Ikhtisar Perubahan status kawasan hutan sekitar Gunung Merapi yang sebelumnya Hutan Lindung dibawah kelola Perum Pehutani menjadi Taman Nasional Gunung Merapi membuat masyarakat memiliki perubahan-perubahan dalam strategi nafkah. Salah satunya adalah perubahan penguasaan lahan. Masyarakat semula dapat menggarap di hutan lindung yang dikuasai Perum Perhutani tersebut untuk menyadap, mengambil kayu bakar, dan menanam tanaman seperti cabai, namun dengan syarat bahwa mereka harus sekaligus menanam bibit pinus. Sayangnya, setelah perubahan fungsi hutan, saat ini tidak dapat lagi masuk ke hutan untuk menggarap lahan disana. Pada tahun 2003 seluruh responden dapat mengakses ke dalam kawasan. Responden yang memiliki lahan sendiri dan ikut menanam di lahan perhutani sebesar persen. Sedangkan responden yang hanya menanam di dalam kawasan adalah sebesar persen. Sebesar persen tidak menguasai lahan dalam kawasan, mereka hanya memanfaatkan lahan yang mereka miliki sendiri. Untuk tahun 2013 sendiri responden sudah tidak dapat memasuki kawasan untuk menanam. Mereka, terutama yang memiliki lahan di luar kawasan hanya memaksimalkan lahan yang mereka miliki. Masyarakat yang tidak memiliki lahan harus mencari alternatif pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat yang tidak memiliki lahan dan memiliki cukup modal, mengontrak lahan di luar desa, namun yang tidak memilki modal akhirnya bekerja sebagai buruh tani maupun buruh ternak. Tidak dapat dipungkiri bahwa mereka masih sangat mengandalkan sektor pertanian, dengan segala keterbatasan baik lahan maupun modal, baik menggarap lahan sendiri maupun menjadi buruh di lahan orang. Selain bertani, responden juga beternak untuk investasi di masa depan. Beternak merupakan salah satu mata pencaharian yang paling diandalkan masyarakat Desa Ngargomulyo. Karena selain perawatannya mudah, uang yang dihasilkan pun cukup besar. Dengan kegiatan beternak inilah yang mengakibatkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merapi masih cukup tinggi. Masyarakat masih keluar masuk kawasan untuk mengambil rumput untuk pakan ternak mereka.

59 49 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini berangkat dari hipotesis bahwa keberadaan Taman Nasional Gunung Merapi berpengaruh terhadap akses dan strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo. Perubahan penguasaan kawasan yang semula oleh Perum Perhutani menjadi oleh Balai Taman Nasional mengakibatkan perubahan akses masyarakat terhadap hutan di sekitar Desa Ngargomulyo. Pada tahun 2003 masa itu akses masyarakat dapat berupa : (i) merumput, (ii) melakukan perencekan atau mengambil kayu bakar, serta bambu, (iii) menyalur air dari Sungai Blongkeng yang berada di dalam kawasan, (iv) menyadap getah pinus, serta (v) bertani dengan cara menanam di sela pohon-pohon pinus. Setelah ditetapkan menjadi kawasan TNGM, yang dapat diakses oleh masyarakat adalah mengambil air, merumput dan mencari kayu bakar, itu pun sebenarnya ada batasan sampai sejauh mana masyarakat boleh mengambil rumput dan kayu bakar, selama masih di zona tradisional. Masyarakat tidak diperbolehkan untuk bertani, dan menyadap. Hal ini dikarenakan penetapan zonasi dalam kawasan Taman Nasional Gunung merapi. Dengan berubahnya akses yang dimiliki masyarakat, terutama dalam hal bertani, hal ini mengakibatkan perubahan. Pertama, pola penguasaan lahan yang dimiliki masyarakat. Sebanyak 33 orang dari 40 responden (atau 83 persen) semula masyarakat dapat berusaha tani di dalam kawasan, kini beralih ke usahatani di luar kawasan. Kedua, sebelum ditetapkan menjadi kawasan TNGM sebanyak 23 dari 40 responden (atau 58 persen) menguasai lahan di atas satu hektar, setelah ditetapkan menjadi kawasan hanya 2 responden saja yang menguasai lahan di atas satu hektar. Ketiga, sebagai akibat dari penetapan kawasan TNGM, pendapatan rumahtangga petani saat ini menjadi Rp per rumah tangga per tahun, turun sebesar 26 persen dari 10 tahun sebelumnya yakni Rp per rumahtangga per tahun. Keempat, setelah ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Merapi masyarakat kemudian memaksimalkan pekerjaan diluar lahan garapan, seperti buruh tani, berdagang dan berternak untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kelima, rumahtangga responden yang memiliki pendapatan diatas Rp per rumahtangga per tahun semula 22 orang dari 40 responden (atau 55 persen) menurun menjadi hanya 5 orang (atau 5 persen). Saran Terdapat beberapa saran terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan diantaranya yaitu : 1. Balai Taman Nasional gunung Merapi agar mengkaji lagi batasan-batasan zona dalam kawasan agar tidak merugikan masyarakat maupun keadaan kawasan sendiri.

60 2. Perlu adanya upaya pembangkitan kesadaran masyarakat agar mau menjaga hutan. 3. Perlu adanya penyuluhan tentang biogas, karena harga elpiji yang mahal dan untuk mendapatkannya cukup jauh. Selain itu sebagai pengganti atas kebutuhan masyarakat akan kayu bakar. 4. Perlu diadakannya kegiatan penanaman pohon, sebab akibat dari erupsi tahun 2010 masih terlihat kering. Untuk kegiatan ini dapat melibatkan masyarakat sekitar sehingga rasa memiliki terhadap kawasan pun tumbuh dari masyarakat. 50

61 51 DAFTAR PUSTAKA Adirahmanta SN, Prospek Pengembangan Kegiatan Wisata di Kawasan Kaliurang Pasca Penetapan Taman Nasional Gunung Merapi. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 26 Februari 2014]. Semarang [ID] : Program pascasarjana Universitas Diponegoro. Dapat diunduh dari : [BTNGM] Balai Taman Nasional Gunung Merapi. Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi Yogyakarta Adiwibowo S, et.al Analisis Isu Permukiman di Tiga Taman Nasional Indonesia. Bogor [ID] : Sajogyo Institute Denison, M dan Robyn K Annotated Bibliography for Rapid Review on Property Rights Dharmawan AH, Winfried Manig Livelihood Strategies and Rural Changes in Indonesia: Studies on Small Farm Communities, Hohenheim. [internet]. [ diunduh tanggal : 12 November Dapat diunduh dari : WG%20b/Dharmawan%20A.pdf Dharmawan, Arya Hadi Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazhab Bogor.[internet]. [Dikutip tanggal 9 Oktober 2013]. Jurnal Sodality. 01 (2) : Dapat diunduh dari : Garjita I Putu, Indah S, dan Tri Retnaningsih S Tingkat Keberdayaan Sosial Ekonomi Kelompok Tani Desa Konservasi Sebagai Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Prosiding : Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Semarang. [internet]. [diunduh tanggal 25 Februari 2014]. Dapat diunduh dari : I_Putu_Garjita.pdf Hoer, Karakteristik Spasial Ekosistem Taman Nasional Gunung Merapi Pasca Erupsi Tahun Dalam : Pairi, Pribadi YW, editor. Wanakita Jawa- Madura. [internet]. [diunduh tanggal 26 Februari 2014]. Hal 1-5. Yogyakarta [ID] : BPKH. Dapat diunduh dari : Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Surabaya [ID] : Erlangga Listyandari AK Pengelolaan Tegakan Pinus di Taman Nasional Gunung merapi. [skripsi]. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor

62 Niswah, ZK Strategi Nafkah Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. [skripsi]. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor [PKSDA] Pengelolaan Kolaoratif Sumberdaya Alam Teori Common-Pool Resource & Property. [ppt]. Bogor [ID] : Departemen SKPM- FEMA Rakhmawati U Laporan Akhir : Kampanye Bangga Konservasi Lereng Selatan Gunung Merapi. [internet]. [dikutip tanggal : 26 Februari 2014]. Dapat diunduh dari : Ribot J dan Peluso NL A Theory of Access. Rural Socioloy. 68(02) : USA: Rural Sociological Society. Purnomo, Agustina Multi Strategi nafkah rumahtangga desa sekitar hutan. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 3 Juni 2013]. Bogor [ID]: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 218 hal. Dapat diunduh dari : repository.ipb.ac.id/handle/ /8466 Scoones, I Sustainable Rural Livelihood : A Framework for Analysis. [internet]. [dikutip tanggal : 14 November 2013]. IDS Working Paper 72. Dapat diunduh dari : Simbolon SF, Analisis Ekonomi Dan Sosial Masyarakat Eks Pengungsi Di Areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Studi Kasus: Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan dan Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. [Skripsi]. [internet]. [dikutip tanggal 26 Februari 2014]. Medan [ID]: Universitas Sumatera Utara. Dapat diunduh dari : Singarimbun M, Effendi S Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID] :LP3S Sylviani Kajian Dampak Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Terhadap Masyarakat Sekitar. [internet]. [Diunduh tanggal : 12 November 2013]. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi. 05(3) : Dapat diunduh dari : AWASAN%20HUTAN%20TERHADAP%20MASYARAKAT%20SEKITAR.pd f Turasih, Soeryo Adiwibowo Sistem Nafkah Rumah Tangga Petani Kentang Di Dataran Tinggi Dieng (Kasus Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah). [internet]. [dikutip 12 November 2013]. Jurnal Sodality. 06(2) : Dapat diunduh dari : 52

63 [UU] Undang-undang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. internet]. [Dikutip tanggal : 12 November 2013]. Dapat diunduh dari : pdf [UU] Undang-Undang Undang- undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. [internet]. [Dikutip tanggal : 12 November 2013]. Dapat diunduh dari : bk.menlh.go.id/files/uu-2397.pdf [UU] Undang- Undang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. [internet]. [Dikutip tanggal : 12 November 2013]. Dapat diunduh dari : 53

64 54 Lampiran 1. Dokumentasi Jalan menuju kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Jalan menuju kawasan melewati hutan rakyat milik warga desa Hutan rakyat miliki warga Desa Ngargomulyo Memasuki kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Hutan pinus kawasan TNGM Salah satu warga yang mengambil rumput di kawasan Alat yang digunakan untuk mengangkut rumput Salah satu warga yang mengambil kayu bakar

65 55 Kayu bakar dan bambu yang dikumpulkan warga Lahan yang digunakan untuk menanam cabai Lahan sawah Cabai merupakan komoditas utama pertanian Desa Nargomulyo

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Taman Nasional

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Taman Nasional 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Taman Nasional Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 16 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Profil Desa Ngargomulyo Kondisi umum Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, kabupaten Magelang merupakan salah satu desa penyangga dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian 17 BAB III METODOLOGI Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknit penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di

Lebih terperinci

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT KAMPUNG SUKAGALIH TERHADAP HASIL HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK SAHDA HANDAYANI

ANALISIS STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT KAMPUNG SUKAGALIH TERHADAP HASIL HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK SAHDA HANDAYANI ANALISIS STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT KAMPUNG SUKAGALIH TERHADAP HASIL HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK SAHDA HANDAYANI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan hutan lindung, khususnya hutan yang menjadi perhatian baik tingkat daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Hutan Masyararakat desa hutan dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang berinteraksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

BAB VII PENERAPAN RAGAM STRATEGI NAFKAH

BAB VII PENERAPAN RAGAM STRATEGI NAFKAH 59 BAB VII PENERAPAN RAGAM STRATEGI NAFKAH Bab strategi nafkah ini berisi materi mengenai hasil analisis dari bentukbentuk penerapan strategi nafkah dan pemanfaatan livelihood studies dalam penerapan strategi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial ekonomi sekarang, menjadikan tuntutan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam juga semakin

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan

TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah, karunia, amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberikan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan taman nasional yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang disisihkan untuk masa depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sangat kaya akan berbagai sumberdaya alam, termasuk keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Kekayaan sumberdaya alam tersebut harus dikelola

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya tahun 1994, 1997, 1998, antara tahun , 2006 dan yang

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya tahun 1994, 1997, 1998, antara tahun , 2006 dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem Merapi merupakan suatu ekosistem spesifik yang dipengaruhi oleh letusan secara berkala. Dalam satu dekade sudah terjadi beberapa kali erupsi, diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan ini, pada dasarnya tak pernah berakhir, karena sifat kebutuhan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan Taman Buru. KHK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di dalamnya berupa sumberdaya hutan. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang tersimpan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri pariwisata merupakan sektor andalan dan merupakan pilihan bagi pembangunan ekonomi di negara berkembang. Sumber kekayaan alam Indonesia untuk jasa lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi Oleh: Nabiela Rizki Alifa I34110099 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci