IV. KONDISI WILAYAH PENELITIAN
|
|
- Dewi Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 53 IV. KONDISI WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sejarah Kota Bitung Berikut ini disajikan sejarah singkat Kota Bitung yang diangkat dari Bitung Dalam Angka 2007 (BPS Bitung 2008).. Sebelum tahun 1964, Bitung hanyalah merupakan kelompok desa-desa pinggir pantai biasa. Baru pada Tahun 1964 dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara No. 244 Tahun 1964, Bitung ditetapkan menjadi satu Kecamatan dengan jumlah penduduk jiwa tersebar pada 28 desa dengan luas wilayah 29,79 km². Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1975, maka pada tanggal 10 April 1975 Kecamatan Bitung diresmikan menjadi Kota Administratif pertama di Indonesia, dengan luas wilayah 304 km² terdiri atas 3 kecamatan dan 35 desa. Kerena perkembangannya yang pesat maka Bitung kemudian dijuluki sebagai Kota Serba Dimensi, yaitu Kota Pelabuhan, Kota Industri, Kota Perdagangan, Kota Pariwisata dan Kota Pemerintahan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1990 maka pada tanggal 10 Oktober 1990 Kota Administratif Bitung ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bitung, dengan luas wilayah 304 km², 3 kecamatan dan 44 kelurahan. Memasuki era otonomi daerah, penyebutan kotamadya dirubah menjadi kota sehingga menjadi Kota Bitung Letak dan Luas Kota Bitung terletak pada posisi geografis diantara LU dan BT. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Maluku, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Likupang dan Kecamatan Dimembe (Kabupaten Minahasa Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku dan Samudera Pasifik, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kauditan (Kabupaten Minahasa Utara). Wilayah daratan mempunyai luas ha, secara administratif terbagi atas 8 Kecamatan dan 69 Kelurahan Topografi Dari aspek topografis, sebagian besar daratan Kota Bitung berombak berbukit (45,06%) dan bergunung (32,73%). Hanya 4,18% merupakan daratan landai serta sisanya 18,03% berombak. Di bagian timur mulai dari pesisir pantai Aertembaga sampai dengan Tanjung Merah di bagian barat, merupakan daratan
2 54 yang relatif cukup datar dengan kemiringan , sehingga secara fisik dapat dikembangkan sebagai wilayah perkotaan, industri, perdagangan dan jasa serta permukiman. Di bagian utara keadaan topografi bergelombang dan berbukit-bukit yang merupakan kawasan pertanian, perkebunan, hutan lindung, taman margasatwa dan cagar alam. Di bagian selatan terdapat Pulau Lembeh yang keadaan tanahnya pada umumnya kasar ditutupi oleh tanaman kelapa, hortikultura dan palawija. Pulau ini memiliki pesisir pantai yang indah sebagai potensi yang dapat dikembangkan menjadi daerah wisata bahari Iklim Kecepatan Angin Kota Bitung terletak di pinggir pantai sehingga memiliki ekspos yang besar terhadap tiupan angin. Di dalam Tabel 4.1. diperlihatkan kecepatan angin maksimum dan rata-rata di Kota Bitung Tahun Data menunjukkan bahwa kecepatan angin rata-rata sepanjang tahun adalah 19,83 knots (1 knot=1,85 km/jam). Tabel 4.1. Kecepatan Angin Maksimum dan Rata-rata di Kota Bitung Tahun 2006 Bulan Kecepatan angin maksimum (knot) Kecepatan angin rata-rata (knot) Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Sumber: Stasiun Meteorologi Maritim Bitung Rata-rata tahunan kecepatan angin di lokasi penelitian adalah 19,83 knot atau sekitar 10,19 meter/detik. Berdasarkan data ini maka di lokasi ini dapat dibangun pembangkit listrik dengan turbin skala kecil (<100 kw) maupun skala besar ( 100 kw). Turbin skala besar dapat beroperasi pada saat kecepatan angin minimal 5 meter/detik, sedangkan turbin skala kecil dapat beroperasi pada kecepatan angin minimal 3 meter/detik. Data di atas juga menunjukkan bahwa
3 pada bulan Desember dimana kecepatan angin adalah yang terendah, kondisi kecepatan angin masih dapat menggerakkan turbin skala besar. Salah satu contoh daerah yang telah membangun pembangkit listrik tenaga angin di Indonesia adalah Nusa Penida, Bali. Data Bulan April 2007 s/d Maret 2008 menunjukkan bahwa kecepatan angin di wilayah tersebut berkisar antara 4,6-14,4 meter/detik pada pagi hari dan 5,3-14,0 meter/detik pada sore hari. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2007, pembangkit listrik tenaga angin di wilayah tersebut dapat menghasilkan kw/tahun atau kw per bulan dengan kontribusi <5% terhadap produksi listrik di wilayah tersebut. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa dengan tingkat harga Rp 700/kW, pembangkit listrik tenaga angin tidak menguntungkan (Ardana 2009). Walaupun secara finansial tidak menguntungkan, namun listrik tenaga angin merupakan sumber energi ramah lingkungan karena tidak mengakibatkan emisi gas buang atau polusi yang berarti ke lingkungan. Disamping itu, sifatnya adalah terbarukan sehingga dapat berkontribusi pada ketahanan pasokan energi. Beberapa dampak lingkungan pembangkitan energi ini adalah dampak visual, derau suara, ekologi, dan keindahan. Meskipun dampak-dampak lingkungan ini menjadi ancaman dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga angin, namun jika dibandingkan dengan penggunaan energi fosil, dampaknya masih jauh lebih kecil (Breeze 2005) Lama Penyinaran Matahari Lama penyinaran matahari di Kota Bitung diperlihatkan di dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2. Penyinaran Matahari di Kota Bitung Tahun 2006 Bulan Penyinaran matahari (%) Januari 63 Pebruari 68 Maret 67 April 50 Mei 58 Juni 57 Juli 77 Agustus 61 September 67 Oktober 73 Nopember 68 Desember 65 Rata-rata 64,5 Sumber: Stasiun Meteorologi Maritim Bitung (2007). Data menunjukkan bahwa rata-rata penyinaran matahari di lokasi penelitian adalah 64,5%. Dengan merujuk pada data rata-rata penyinaran matahari 55
4 56 sebesar 57,25% di Nusa Penida (dimana pembangkit listrik tenaga surya telah dibangun), dapat disimpulkan bahwa pembangkit listrik tenaga surya dapat dibangun di lokasi penelitian. Energi matahari merupakan salah satu solusi penyediaan energi di masa yang akan datang. Salah satu kendalanya adalah investasi awal cukup mahal, tapi biaya operasionalnya terbilang murah dibandingkan dengan pemanfaatan energi gas bumi maupun batubara. Energi matahari dapat dimanfaatkan dengan teknik solar thermal atau photogalvanic. Kendala utama teknik tersebut adalah kategorinya sebagai high-technology dalam bidang nanoteknologi. Teknologi ini belum dikuasai di Indonesia dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengembangkannya. Dengan demikian, produksinya secara masal akan sulit dilakukan. Saat ini, modul surya masih diimport dengan harga yang relatif mahal. Namun kedepannya, diperkirakan akan semakin kompetitif sejalan dengan penemuan cara-cara produksi yang lebih efektif dan efisien serta efek dari semakin langkanya sumberdaya bahan bakar fosil. Pembangkit listrik tenaga surya di Nusa Penida, Bali memiliki kapasitas modul surya sebesar 32,4 kwp, trafo 50kVa, dengan output harian 130 kwh, 229 volt arus bolak balik (Ardana 2009). Dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit ini memiliki biaya operasional lebih kecil. Namun, sama seperti pembangkit listrik tenaga angin, dengan tingkat harga Rp 700/kWh, pengembangan energi listrik ini tidak layak secara finansial (Ardana 2009) Perekonomian Pertumbuhan ekonomi Kota Bitung Tahun 2006, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000, mengalami peningkatan sebesar 2,91 persen. Pertumbuhan ini melambat jika dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,38 persen. Data di dalam Bitung Dalam Angka Tahun 2007 (Gambar 4.1.) menunjukkan bahwa pada tahun 2006 kontribusi Sektor Angkutan dan Komunikasi berada pada urutan pertama terhadap total PDRB yakni sebesar 24,18 persen, diikuti oleh Sektor Industri sebesar 22,48 persen, dan ketiga Sektor Pertanian sebesar 21,69 persen. Tingginya kontribusi sektor Angkutan dan Komunikasi didominasi oleh aktifitas Pelabuhan Samudera Bitung, sedangkan Sektor Pertanian disumbang oleh Sub-sektor Perikanan dengan kontribusi sebesar 19,32 persen dari PDRB. Sektor Industri dipengaruhi oleh
5 57 keberadaan industri non-migas, yang sebagian besar adalah industri pengolahan makanan seperti pengolahan ikan, minyak kelapa, dan lain-lain. Gambar 4.1. Struktur Perekonomian Kota Bitung tahun 2006 Lainnya 19.35% Angkutan/ Komunikasi 24.18% Konstruksi 12.30% Industri 22.48% Pertanian Sumber : BPS Kota Bitung (2007). PDRB per kapita Kota Bitung pada tahun 2006 sebesar Rp dan pendapatan per kapitanya adalah Rp Angka ini merupakan angka atas dasar harga berlaku, artinya mengikuti perubahan harga. Jika berdasarkan harga pada tahun 2000 sebagai tahun dasar, maka PDRB per kapitanya adalah Rp dan pendapatan per kapitanya sebesar Rp ,- Nilai Location Quotiens (LQ) Tahun 2006 dari tiga sektor unggulan adalah: Sektor Industri Pengolahan (2,54); Listrik, Gas dan Air Bersih (2,54); Pengangkutan dan Komunikasi (1,80); dan Pertanian (1,12). Nilai LQ>1 mengindikasikan bahwa Kota Bitung mempunyai kecenderungan spesialisasi yang lebih besar dari Provinsi Sulawesi Utara, yaitu cenderung untuk mengekspor (BPS Bitung, 2007) Penggunaan Lahan Lahan di Kota Bitung dimanfaatkan sebagai lahan kering (99,25%), lahan sawah (%), dan lainnya (0,50%). Perkembangan penggunaan lahan Kota Bitung Tahun dicantumkan pada Tabel 4.3. Data menunjukkan bahwa ketersediaan lahan untuk pengembangan industri di Kota Bitung relatif terbatas, karena peluang pengembangan hanya pada lahan tegalan dan perkebunan. Oleh karena itu maka peluang pengembangan industri dapat dilakukan ke wilayah otonom tetangga, yaitu Kabupaten Minahasa Utara.
6 58 Tabel 4.3. Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Menurut Jenis Penggunaan Lahan Tahun No Penggunaan Lahan Ha % Ha % Ha % 1 Lahan Kering : Permukiman Tegalan Hutan Perkebunan Fasilitas Umum ,39 6,25 31,75 42,67 2, ,39 6,09 31,75 39,68 2, ,39 6,09 31,75 39,68 2,79 2 Tanah Sawah : Sawah Tanah Basah/Rawa/Tambak 3 Lainnya 551 1, , ,81 J u m l a h , , Sumber : BPS Bitung (2007) 4.4. Ketenagakerjaan Jumlah penduduk Kota Bitung pada Tahun 2008 adalah jiwa (Anonim 2008). Transformasi struktur ekonomi perkotaan yang dicirikan oleh pergeseran peranan sektor primer ke sektor tersier, juga dapat dicirikan oleh pergeseran penyerapan tenaga kerja sektor primer ke sektor tersier. Tahun 2006 sektor pertanian menyerap sebagaian besar dari jumlah tenaga kerja yaitu sebanyak 24,60%, kemudian sektor transportasi dan komunikasi 18,92%, sektor industri sebesar 15%, dan sektor perdagangan 14,86% sama dengan penyerapan di sektor jasa. Seiring dengan pesatnya perkembangan akivitas industri dan arus bongkar muat di Pelabuhan Bitung maka sektor konstruksi juga menyerap cukup banyak tenaga kerja yakni mencapai 8,51%, dan sektor lainnya menyerap kurang dari 2% Prasarana Listrik Kebutuhan akan tenaga listrik, baik untuk tenaga penerangan maupun usaha di Kota Bitung dipenuhi oleh PT. PLN (PLTA Tanggari 1 dan 2 dan PLTA Tonsea Lama yang secara geogafis terletak di wilayah otonom lain), dan PLTD Kota Bitung. Perkembangan daya terpasang PLN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sampai dengan tahun 2005, daya terpasang di Kota Bitung telah mencapai KVA dengan daya tersalur sebesar KVA. Penggunaan daya terbesar adalah oleh sektor industri mencapai 44,07%, diikuti pelanggan rumah tangga sebesar 34,89%, usaha 15,09%, kantor 3,95% dan
7 sosial 2%. Produksi dan distribusi listrik selengkapnya di sajikan pada Gambar Gambar 4.2. Distribusi penggunaan daya listrik di Kota Bitung Tahun 2005 Sumber : BPS Bitung (2007). Penurunan debit air dari Danau Tondano akibat musim kemarau mengganggu kinerja PLTA sehingga menyebabkan pasokan listrik ke kota ini berkurang. Diakhir Bulan Agustus 2009 pasokan listrik turun menjadi 26 MW sehingga menyebabkan pemadaman listrik 3-5 kali sehari bagi semua pengguna, termasuk bagi industri manufaktur. Salah satu jalan keluarnya adalah himbauan kepada pihak industri sebagai pengguna terbesar untuk tidak menggunakan listrik PLN pada beban puncak jam Wita (Manado Post, 2 September 2009). Suatu himbauan yang kontraproduktif terhadap upaya untuk merangsang investasi dan mengembangkan kapasitas produksi industri Perikanan Laut Perekonomian Kota Bitung seperti diuraikan sebelumnya didominasi oleh sektor pertanian terutama sub-sektor perikanan. Namun demikian dalam perkembangannya, sektor industri ternyata berkembang cukup pesat. Industri di Kota Bitung didominasi oleh industri perikanan, diikuti industri galangan kapal, dan industri minyak kelapa. Di samping itu ada juga industri transportasi laut, makanan, baja, industri menengah dan kecil. Sub-sektor perikanan, terutama perikanan laut, menghasilkan output yang fluktuatif. Pada tahun 2005 produksinya meningkat 0,66%, yakni dari ,6 ton menjadi ,8 ton pada tahun 2006, seperti terlihat pada Tabel 4.4.
8 60 Tabel 4.4. Produksi Perikanan Laut Kota Bitung Tahun (ton) Tahun Ikan Binatang berkulit keras Binatang berkulit lunak Binatang air lainnya Jumlah ,9 354,7 281, , ,9 662,0 176, , ,7 405,3 268, , ,7 4,2 411,1 366, , ,1 3,8 501,2 340, , ,4 5,4 520,5 356, ,0 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung (2007) Status Lingkungan Hidup Kota Hasil survei menunjukkan bahwa belum ada industri agro di Kota Bitung yang pernah menerima penghargaan lingkungan yang diberikan oleh pihak pemerintah maupun organisasi tertentu sehubungan dengan prestasi lingkungan yang dilakukan oleh perusahan. Kesadaran lingkungan dari pekerja pabrik dinilai cukup baik oleh manajemen pabrik. Kesadaran itu melekat pada Standar Operasional Prosedur (SOP) dari perusahan, yaitu membersihkan lantai processing, membersihkan saluran air, alat-alat bongkar kapal, dan membuang sampah pada tempatnya. Untuk menjaga agar kesadaran lingkungan tersebut terjaga, pihak manajemen melakukan upaya pemahaman serta pengawasan. Namun, karena keterbatasan dana sehingga program pelatihan formal yang dianggap penting di dalam meningkatkan kesadaran lingkungan para pekerja belum pernah diadakan. Mengacu pada standar penulisan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) dari Kementerian Lingkungan Hidup RI, Isu Pokok Lingkungan Hidup di Kota Bitung adalah sampah kota, pencemaran air permukaan, pencemaran tanah, konversi lahan pertanian ke penggunaan lain, dan erosi tanah dan degradasi lahan. (A). Sampah Kota Penanganan sampah padat di Kota Bitung terkendala oleh bermasalahnya lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Tewaan dan minimnya jumlah armada angkutan sampah yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan Kota. Permasalahan TPA Tewaan terdiri atas status legalitas kepemilikan lahan dan
9 61 letak TPA di wilayah dengan elevasi yang relatif tinggi. Status legalitas kepemilikan lahan TPA terjadi karena sistem administrasi aset Kota yang tidak dilakukan dengan baik sehingga keberadaan dokumen kepemilikan lahan tidak bisa dilacak. Akibatnya, lahan tersebut dikuasai kembali oleh ex-pemilik dan selanjutnya mengenakan beban sewa kepada Dinas Kebersihan bilamana akan menggunakan TPA tersebut. Letak TPA Tewaan di wilayah dengan elevasi yang relatif tinggi menyebabkan beberapa permasalahan. Pertama, karena TPA dirancang sebagai open dumping landfill maka sampah yang dibuang serta air lindi dari sampah tersebut sangat berpotensi untuk merusak sistem aliran air tanah di wilayah di bawahnya. Kedua, material sampah sangat potensial terbawa ke wilayah di bawahnya oleh aliran air permukaan seperti air hujan. Ini sudah terbukti terjadi di awal Juni 2009 dimana akibat hujan lebat menyebabkan material sampah terbawa aliran air hujan dan mencemari kolam-kolam ikan di wilayah di bawahnya. Akibatnya adalah kematian puluhan ribu ekor ikan air tawar yang dibudidaya oleh masyarakat (Harian Komentar, 3 Juni 2009). Jumlah armada angkutan truk yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan Kota Bitung sangat terbatas, yakni sebanyak delapan buah. Keterbatasan armada angkutan ini mengakibatkan dari produksi sampah yang berjumlah m 3 /tahun, hanya sebanyak m 3 /tahun yang dapat terangkut ke TPA. Dengan demikian ada sejumlah besar volume sampah kota yang tidak terangkut ke TPA sehingga terbiar menumpuk di tempat umum, atau di permukiman warga, dan atau dibuang ke badan air. (B). Pencemaran Air Permukaan Air permukaan adalah badan air yang terbuka yang dapat berupa sumur, sungai atau laut. Sumber pencemaran terhadap air permukaan di Kota Bitung yang utama adalah industri, rumah tangga, dan restoran yang membuang limbahnya langsung ke badan air. Air permukaan pada titik-titik tertentu, seperti pada areal pemukiman padat, lokasi perbengkelan, dan industri rawan terhadap pencemaran. Di lokasi pemukiman padat, air permukaan kemungkinan tercemar oleh bakteri yang berasal dari septic tank. Air permukaan di sekitar aktivitas perbengkelan juga berpeluang tercemar oleh ceceran oli bekas yang merembes ke dalam tanah. Sedangkan pada areal sekitar industri berpotensi tercemar oleh limbah industri.
10 62 Hal yang kontradiktif masih terjadi dimana ada pabrikan yang beranggapan bahwa membuang limbah industri yang mengandung bahan organik seperti minyak kelapa dan darah ikan dengan kadar yang rendah akan membantu meningkatkan populasi plankton sehingga dapat meningkatkan kehidupan biota laut. (C). Pencemaran Tanah Pencemaran tanah terjadi di titik-titik tertentu seperti di perbengkelan, lokasi permukiman, bisnis, dan industri. Penanganan oli bekas di lokasi perbengkelan umumnya belum maksimal, karena masih terjadi ceceran-ceceran oli bekas di permukaan tanah. Sumber pencemaran tanah lainnya adalah tempat-tempat penimbunan besi tua yang banyak terdapat di Kota Bitung. Di tempat-tempat tersebut, besi tua hanya ditumpuk di tempat terbuka. Paparan besi tua terhadap sinar matahari dan air hujan menyebabkan unsur-unsur dari bahan logam dapat tercuci ke permukaan tanah. Unsur-unsur logam tersebut dengan mudah dapat mencapai sumber-sumber air seperti sumur, sungai, atau laut. (D). Konversi Lahan Penelitian menyangkut konversi lahan pertanian/alih fungsi lahan di Kota Bitung pada akhir 1990an dilaporkan oleh Turangan (1999). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sampai dengan Tahun 1996, konversi lahan pertanian mencapai 279,29 ha, namun data tidak dirinci per satuan waktu tahunan sehingga kecenderungannya tidak kelihatan. Data di dalam Bitung Dalam Angka Tahun 2006 (BPS Bitung 2007) memberikan informasi bahwa hanya dalam selang waktu dua tahun, yaitu tahun 2004 s/d 2006 terjadi konversi lahan pertanian seluas 957 ha, atau rata-rata 2,56%/tahun dari total lahan pertanian secara keseluruhan di Kota Bitung. Konversi lahan pertanian terjadi untuk memenuhi kebutuhan permukiman dan fasilitas umum serta ekonomi. (E). Erosi Tanah dan Degradasi Lahan Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, daratan Kota Bitung dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu berombak berbukit (45,06%), bergunung (32,73%), berombak (18,03%), dan daratan landai (4,18%). Disisi lain, tekstur tanah umumnya adalah berpasir dan liat berpasir. Kondisi permukaan tanah dan tekstur tanah tersebut menyebabkan mudah terjadinya erosi tanah pada saat musim penghujan. Erosi yang terjadi secara terus menerus menyebabkan terjadinya degradasi lahan perkebunan dan hutan.
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari pulau
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau (Wikipedia, 2010). Sebagai Negara kepulauan, Indonesia mengalami banyak hambatan dalam pengembangan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur
Lebih terperinci2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah
2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA BITUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEMERINTAH KOTA BITUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Rapat Koordinasi Nasional Pendampingan Penyusunan RANPERDA Crown Plaza Hotel,Jakarta 18 Februari 2016 LETAK GEOGRAFIS Kota Bitung adalah salah
Lebih terperinciBUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MINAHASA UTARA
2.1 GEOGRAFIS, ADMINISTRATIF, DAN KONDISI FISIK 1. Geografis Kabupaten Minahasa Utara terletak pada 1 0 17 51,93 LU - 1 0 56 41,03 LU dan 124 0 40 38,39 BT - 125 0 5 15,53 BT dengan batas-batas sebagai
Lebih terperinciV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur
57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara
Lebih terperinciNepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12
BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan
Lebih terperinciBAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.
Lebih terperinciKEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG
KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi
IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim
IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut
Lebih terperinciKONDISI UMUM BANJARMASIN
KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis
Lebih terperinciKEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA
31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan
Lebih terperinciINVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR
INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinci4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak
IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM
BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana yang terdapat
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.
IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas
Lebih terperinciBAB 3 TINJAUAN WILAYAH
P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM WILAYAH
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Geografi Kabupaten Badung. satu kota di Bali yang mempunyai wilayah seluas 418,52 km 2 atau 41.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Geografi Kabupaten Badung Kabupaten Badung merupakan satu dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali yang mempunyai wilayah
Lebih terperinciBAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI
BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan
Lebih terperinciGambar 3. Peta Sulawesi Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Propinsi Sulawesi Utara mencakup luas 15.272,44 km 2, berbentuk jazirah yang memanjang dari arah Barat ke Timur pada 121-127 BT dan 0 3-4 0 LU. Kedudukan
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat
51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi fisik 2.1.1 Kondisi Geografis Posisi astronomis Kota Bitung yang terletak antara 1 0 23 23-1 0 35 39 Lintang Utara dan 125 0 1 43-125
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah
35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari
Lebih terperinci28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec
BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3
39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1
DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang
70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung.
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang Barat berbatasan langsung dengan Provinsi
Lebih terperinciOLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA
STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen
Lebih terperinciIII. KEADAAN UMUM LOKASI
III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH STUDI
16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49
Lebih terperinciIII. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah
Lebih terperinciKL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70
Lebih terperinciKAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar
BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2006 lalu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,
Lebih terperinciKONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok
IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki
Lebih terperinciV. NERACA ENERGI LISTRIK DI NUSA PENIDA
V. NERACA ENERGI LISTRIK DI NUSA PENIDA Neraca energi listrik menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan listrik yang dicerminkan oleh keseimbangan antara permintaan dan penyediaan daya listrik di wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui
Lebih terperinci4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,
Lebih terperinciBAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis
BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM KOTA BANDAR LAMPUNG. Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak untuk
33 IV. KEADAAN UMUM KOTA BANDAR LAMPUNG A. Letak Geografis Dan Iklim Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak untuk ibu kota Propinsi Lampung. Kota yang terletak di sebelah barat
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota
66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.
Lebih terperincidampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau
dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan Propinsi
Lebih terperinciINVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN ALAK KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR
INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN ALAK KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR I. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Sejak terbentuknya Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 20 Desember 1958
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, ** (Miliar Rupiah)
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis dan astronomis Indonesia sangat strategis. Secara georafis, Indonesia terletak diantara dua Benua dan dua samudera. Benua yang mengapit Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik adalah energi yang tersimpan dalam arus listrik, dimana energi listrik ini di butuhkan peralatan elektronik agak mampu bekerja seperti kegunaannya. Sehingga
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi
69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari
Lebih terperinciIV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN
92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan sangat penting dalam mendukung keberlanjutan kegiatan pembangunan daerah khususnya sektor ekonomi.
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SUBANG JAWA BARAT KOTA SUBANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Subang merupakan ibukota Kecamatan Subang yang terletak di kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinci