BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kreativitas 1. Pengertian Kreativitas Kreativitas didefinisikan berbeda-beda. Sedemikian beragam definisi itu, sehingga kreativitas tergantung bagaimana orang mendefinisikannya karena kreativitas merupakan konsep majemuk dan multidimensional, tidak ada satu definisi yang dapat mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas. Hal ini disebabkan dua alasan. Pertama, sebagai konstruk hipotesis, kreativitas merupakan ranah psikologi yang kompleks dan multidimensional yang mengandung tafsiran yang beragam. Kedua, definisi-definisi kreatifitas, memberikan tekanan yang berbeda-beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi. Untuk lebih memahami pengertian kreativitas, maka peneliti mengutip beberapa pendapat tentang definisi kreativitas, diantaranya adalah: Solso, Maclin & Maclin (2002) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang selalu dipandang menurut kegunaannya. Guilford (dalam Ali dan Asrori, 2006) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan 11

2 12 yang menandai ciri-ciri seorang kreatif. Lebih lanjut ia mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah caracara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan. Disini Guilford (dalam Munandar, 1999) menekankan bahwa individu yang memiliki kemampuan berpikir kreatif akan lebih banyak memiliki cara-cara berpikir divergen daripada konvergen. Munandar (1999) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya, yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat. Selain itu juga Roger (dalam Munandar, 1998) mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasilhasil baru ke dalam suatu tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Selanjutnya Torrance (dalam Ali dan Asrori, 2006) mendefinisikan kreativitas sebagai proses kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan

3 13 mengkomunikasikan hasil-hasilnya serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Menurut Rhodes (dalam Munandar, 2009) pengertian kreativitas dapat ditinjau dari empat aspek atau yang disebut dengan Four P s of Creativity, yaitu : a. Pribadi: kreativitas mencerminkan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya (Hulbeck dalam Munandar, 2009). b. Pendorong: kondisi internal dan eksternal yang mendorong kepribadian kreatif. Kondisi internal dapat berupa motivasi internal untuk menghasilkan sesuatu sedangkan kondisi eksternal berasal dari dorongan serta dukungan dari lingkungan. c. Proses: bersibuk diri secara kreatif yang menunjukkan kelancaran, kelenturan (fleksibelitas), dan orisinalitas dalam berpikir dan berperilaku. Adapun langkah-langkah kreatif menurut Wallas (dalam Munandar, 2009) yaitu meliputi tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. d. Produk: suatu karya dapat dikatakan kreatif jika merupakan suatu ciptaan yang baru atau orisinal dan bermakna bagi individu dan lingkungannya. Ke-empat konsep di atas saling terkait satu sama lain, sehingga dalam melihat suatu kreativitas tidak dapat dilepaskan dari satu kesatuan konsep tersebut atau tidak juga

4 14 dapat dilihat hanya dengan satu P saja. Empat faktor atau konsep P tersebut memiliki fokus pembahasan yang berbeda, namun tetap saling terkait. Selanjutnya Torrence (dalam Munandar, 2009) menjelaskan hubungan keempat aspek tersebut, yaitu dengan berfokus pada proses kreatif, maka jenis pribadi, lingkungan dan produk yang dihasilkan akan sangat mempengaruhi, seperti rasa percaya diri dan kemandirian merupakan salah satu jenis pribadi yang akan mendukung pada proses kreatif, lingkungan yang tidak mengikat pada pemikiran secara divergen, dan produk baru yang mempunyai nilai guna baik dalam bentuk penyelesaian masalah maupun dalam bentuk material. Munandar (2002) kembali menyatakan bahwa kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberi gagasan-gagasan baru dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut didukung oleh pendapat Baron (dalam Munandar, 2002) yaitu suatu kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Sementara itu dalam pengertian lain menurut Campbell (1986) kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya :

5 15 a. Baru (Novel) : inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan. b. Berguna (Useful) : lebih enak, mendidik, memecahkan masalah, mengurai hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik atau banyak. c. Dapat dimengerti (Understanding) : hasil yang amat sama dan dapat dimengerti. Berdasarkan pendapat-pendapat para pakar kreativitas di atas maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk mengkombinasikan pengetahuan, menemukan cara-cara baru, membuat ide-ide yang baru dengan tujuan untuk memecahkan masalah dan membuat karya yang dapat bermanfaat. 2. Aspek-aspek Kreativitas Guilford (dalam Sternberg, 1999) mengemukakan beberapa faktor penting yang merupakan aspek dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu: a. Kelancaran Berpikir (Fluency of Thinking) Adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir yang perlu ditetapkan adalah kuantitas bukan kualitas. Munandar (1998) mengemukakan bahwa kelancaran berpikir adalah kemampuan untuk mencetuskan banyaknya gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, memberikan banyak cara atau saran untuk

6 16 melakukan berbagai hal dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. b. Keluwesan Berpikir (Flexibility) Adalah kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda dan mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru. Munandar (1998) mengemukakan bahwa keluwesan berpikir merupakan kemampuan melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau cara yang berbeda-beda, maupun mengubah cara pendekatan atau cara berpikir. c. Elaborasi Pikiran (Elaboration) Adalah kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau merinci detil-detil dari suatu objek gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Munandar (1998) mengemukakan bahwa elaborasi pikiran adalah kemampuan untuk memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan, mampu menambahkan atau merinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik. Aspek ini juga penting dalam mengungkapkan kreativitas karena orang yang

7 17 kreatif adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan ide-ide sampai ke hal-hal yang kecil. d. Keaslian Berpikir (Originality) Adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik (Unusual) atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli. Munandar (1998), mengemukakan bahwa keaslian berpikir adalah kemampuan untuk memikirkan ide-ide baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, mampu membuat kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada empat aspek-aspek penting pada kreativitas yaitu (1). kelancaran berpikir (fluency of thinking) berupa kemampuan memberikan banyak gagasan dalam waktu yang relatif singkat, (2). keluwesan berpikir (flexibility) berupa kemampuan melihat berbagai macam kemungkinan penggunaan suatu benda, berbagai macam sudut pandang dan jawaban dari suatu masalah, (3). elaborasi pikiran berupa kemampuan memperkaya dan mengembangkan ide-ide sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya. dan (4). keaslian berpikir (origanility) yang berupa kemampuan memberikan jawaban yang tak terduga dan tak terpikirkan oleh orang pada umumnya Dalam penelitian ini untuk mengukur kreativitas pada siswa Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah dan Sekolah Menengah Pertama 10 Salatiga, peneliti menggunakan dua

8 18 skala, yaitu TKF (Tes Kreativitas Figural) yang diadaptasi oleh Munandar (1977) dari Torrance Test of Creative Thinking (Circle Test) dan TKV (Tes Kreativitas Verbal) yang dibuat oleh Munandar (1977) yang berlandaskan model struktur intelek Guildford. 3. Proses dan Tahap Kreativitas. Pada dasarnya proses kreatif berlangsung sangat subyektif, misterius, dan personal. Meskipun proses kreatif mempunyai tahap-tahap tertentu, tidaklah mudah mengidentifikasi secara persis pada tahap manakah suatu proses kreatif seseorang sedang berada. Guilford (dalam Munandar, 1985) mengajukan model struktur intelektual yang mengacu pada proses kreatif. Teori ini menjelaskan tentang tugas-tugas yang melibatkan produksi yang divergen. Produksi divergen ini merupakan kemampuan dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Wallas (Munandar 2009), mengemukakan pendapatnya tentang proses kreatif bahwa proses kreatif terjadi melalui empat tahap, yakni: a. Preparation / persiapan : persiapan dengan menyelidiki persoalan yang akan dipecahkan. b. Incubation / inkubasi : pengeraman terhadap persoalan itu untuk suatu jangka waktu. c. Illumination / iluminasi : penyinaran dengan lahirnya gagasan baru sebagai pemecahan persoalan.

9 19 d. Verification / verifikasi : pengujian atau pengembangan terhadap gagasan baru itu sehingga benar-benar terlaksana. Selanjutnya Walgito (2004) mengemukakan bahwa dalam berpikir kreatif ada beberapa tingkatan sampai seseorang memperoleh sesuatu hal yang baru atau pemecahan masalah. Tingkatan-tingkatan tersebut adalah: a. Persiapan: tingkatan seseorang memformulasikan masalah dan mengumpulkan fakta-fakta atau materi yang dipandang berguna dalam memperoleh pemecahan baru. b. Inkubasi: merupakan tahap berlangsungnya masalah dalam jiwa seseorang karena belum menemukan pemecahan terhadap permasalahan. c. Pemecahan / iluminasi: tahap mendapatkan pemecahan masalah. d. Evaluasi: tahap pengecekan apakah pemecahan yang diperoleh sudah sesuai atau tidak. e. Revisi: tahap revisi terhadap pemecahan yang diperoleh. Sedangkan Timpe (1992) mengemukakan ada empat sifat utama yang membuat seseorang anak menjadi kreatif, yaitu: kepekaan terhadap masalah, aliran gagasan, keaslian dan fleksibilitas.

10 20 a. Kepekaan terhadap masalah Kepekaan terhadap masalah merupakan kemampuan anak mengenali sebuah masalah yang ada, ataupun dapat menghapuskan kesalahpahaman, kesalahan konsepsi, kekurangan fakta, dan penghalang lain sehingga anak mampu mengenali masalah yang sesungguhnya, faktorfaktor penyebabnya dan memahami akibat-akibat yang akan dirasakan. b. Aliran gagasan Anak dapat mengumpulkan sejumlah besar pemecahan alternatif terhadap suatu masalah tertentu dalam waktu tertentu. Makin banyak gagasan yang anak miliki, maka semakin memungkinkan anak menemukan suatu pemecahan terhadap masalah yang sedang dihadapinya. c. Keaslian Anak selalu terdorong untuk menemukan cara-cara baru yang lebih efektif dalam segala hal dan menemukan konsep-konsep baru untuk belajar setelah mengevaluasi konsep-konsep lama yang sudah terlihat usang dan tidak lagi efektif. d. Fleksibilitas Kesediaan anak untuk menggunakan berbagai macam sudut pandang, perspektif, pendekatan atau paradigma dalam memecahkan suatu masalah. Artinya anak tidak hanya terpaksa pada satu metode saja, tetapi anak mencoba melihat dan memecahkan masalah dari pendekatan-pendekatan lain.

11 21 4. Faktor-Faktor yang memengaruhi kreativitas Kreativitas adalah hasil dari proses interaksi antara individu dan lingkungannya. Seseorang memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada, dengan demikian baik perubahan di dalam individu maupun di dalam lingkungan dapat menunjang atau menghambat upaya kreatif (Munandar, 2009). Hurlock (1993) menegaskan bahwa semua anak mempunyai potensi untuk kreatif. Kreativitas tersebut berbeda pada setiap individu, hal ini menunjukkan bahwa untuk mengembangkan pemikiran kreatif perlu rangsangan dan kesempatan dari lingkungan. Dimana lingkungan yang mengandung keamanan dan kebebasan psikologis, maka kreativitas akan muncul dari kualitas dan keunikan individu yang memungkinkan terciptanya hal-hal yang baru. Menurut Guilford (dalam Munandar, 2009) bahwa faktor yang mempengaruhi pemikiran kreatif pada individu adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan aptitude dan non-aptitude traits. Secara aptitude berpikir kreatif meliputi kelancaran, kelenturan dan orisinalitas. Ini ditunjukkan dengan kemampuan berpikir secara divergen. Sedangkan secara nonaptitude atau afektif meliputi kepercayaan diri, keuletan, kemandirian, dan lain sebagainya. Selanjutnya, Munandar (dalam Ali dan Asrori, 2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah usia, tingkat pendidikan orang tua, tersedianya fasilitas dan penggunaan waktu luang terhadap kegiatan kreatif, dan lain sebagainya.

12 22 Rogers (dalam Munandar, 1999) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi kreativitas siswa, yaitu: a. Faktor Internal Yaitu berasal dari individu itu sendiri, yang meliputi keterbukaan terhadap pengalaman, terhadap rangsanganrangsangan dari luar atau rangsangan dari dalam, kemampuan untuk menilai diri produk-produk ciptaannya, keterbukaan terhadap kritik dari orang lain, kemampuan untuk bermain atau bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep-konsep serta membentuk kombinasi-kombinasi baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya. b. Faktor eksternal Yaitu berasal dari luar individu yang bersangkutan, yang meliputi keamanan dan kebebasan psikologis, sarana atau fasilitas, toleransi terhadap pandangan bagi orang kreatif, adanya waktu bebas yang cukup dan kesempatan untuk menyendiri, dorongan-dorongan untuk mengembangkan fantasi, kognisi dan inisiatif serta penerimaan dan penghargaan terhadap individu. Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat memengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

13 23 B. Jalur Pendidikan 1. Pengertian Jalur Pendidikan Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sistem Pendidikan Nasional Indonesia mengakui ada 3 jalur pendidikan dan mengacu pada definisi yang dikemukanan oleh Coombs (dalam Abdulhak, 2012), yaitu: a. Formal Adalah sistem pendidikan yang berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai universitas dan yang setaraf, termasuk kegiatan belajar yang berorientasi akademik dan umum, macam-macam spesialisasi dan latihan tehnik serta latihan profesional. b. Informal Adalah proses yang berlangsung seumur hidup, yang dalam proses itu setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang berasal dari pengalaman hidup sehari-hari dan pengaruh sumbersumber pendidikan dalam lingkungan hidupnya, seperti keluarga, teman sepermainan, tetangga, pekerjaan, perpustakaan, pasar, media massa, dan sebagainya.. c. Nonformal Adalah setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara sengaja untuk melayani peserta didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya.

14 24 2. Pengertian Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Pertama adalah jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal maupun nonformal setelah lulus dari sekolah dasar. a. Jalur Pendidikan Nonformal (Qaryah Thayyibah) Sekolah Nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang bisa dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. b. Jalur Pendidikan Formal (SMP 10 Salatiga) Sekolah Formal adalah jalur pendidikan pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. 3. Kondisi Sekolah a. Sekolah Nonformal (Qaryah Thayyibah) Menurut Abhiyoga (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa metode pembelajaran komunitas ini adalah : 1) Sebagai sebuah kelompok belajar yang menitikberatkan sistem pembelajaran pada minat anak, proses pembelajaran yang ada pastinya akan jauh dari istilah paksaan. 2) Sistem pembelajaran akan terjadi secara alami sesuai keinginan dari sang anak yang telah disepakati bersama, yang terbentuk dalam forum-forum. 3) Kegiatan belajar KB QT juga tak berlangsung formal, dalam belajar, jika anggota kelompok belajar merasa

15 25 bosan atau jenuh dengan suasana yang ada dalam ruangan, mereka dapat mengusulkan untuk belajar di alam terbuka, tergantung kesepakatan bersama. 4) Tidak seperti sekolah pada umumnya, KB QT kurang setuju dengan istilah guru, yang seakan-akan menjadi sumber utama proses belajar. Guru di KB QT umum disebut sebagai pendamping yang memiliki kapasitas selevel dengan anggota belajar yang lain. Tidak ada anggota komunitas yang menjadi pusat sumber pengetahuan dan disebut guru. Semuanya sama-sama belajar satu sama lain sesuai dengan konsep long life education 5) Dalam proses belajarnya, KB QT tak memiliki system ranking atau sistem sejenis yang dapat menimbulkan gab antara satu anak dengan anak yang lain. KB QT akan menganggap bahwa semua anak adalah unggulan dan semua anak rangking 1. Dengan begitu tak ada gab atau level-level artifisial yang terkadang justru kurang berkenan atau bahkan menjadi sebuah permasalahan baru yang muncul dalam hubungan atau interaksi antara anggota belajar. 6) Sistem Evaluasi Berpusat pada Subjek Didik yaitu puncak keberhasilan pembelajaran adalah ketika si subjek didik menemukan dirinya, berkemampuan mengevaluasi diri sehingga tahu persis potensi yang dimilikinya, dan berikut mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi yang lain

16 26 Menurut Abhiyoga (2011) Sebagai sebuah kelompok belajar yang menitikberatkan sistem pembelajaran pada minat anak, proses pembelajaran yang ada pastinya akan jauh dari istilah paksaan. Bukan oleh guru, sistem pembelajaran akan terjadi secara alami sesuai keinginan dari sang anak yang telah disepakati bersama, yang terbentuk dalam forum-forum. Kegiatan belajar KB QT juga tak berlangsung formal. Dalam belajar, jika anggota kelompok belajar merasa bosan atau jenuh dengan suasana yang ada dalam ruangan, mereka dapat mengusulkan untuk belajar di alam terbuka, tergantung kesepakatan bersama. Tak seperti sekolah regular lain yang menggunakan seragam sebagai identitas seorang pelajar, KB QT tidak memberlakukannya. Seragam dipandang sebagai sebuah penyeragaman yang menjemukan. Dengan duduk melingkar tanpa seragam, keadaan belajar akan terasa lebih santai dan memposisikan anggota belajar lebih nyaman berinteraksi satu sama lain. Pada proses pembelajaran yang ada, KB QT lebih mengedepankan proses produksi daripada konsumsi pengetahuan. Anggota komunitas belajar QT sebisa mungkin dimotivasi untuk menghasilkan karya-karya yang mereka produksi, berbekal landasan-landasan mendasar yang muncul atau pernah mereka bahas dan pelajari dalam forum-forum yang telah terbentuk. Disinilah professional skill setiap individu akan

17 27 digembleng. Telah disepakati bahwa karya-karya yang telah terwujud nyata ini akan mendapatkan point plus yang lebih ketimbang jawaban-jawaban hafalan yang diisikan pada lembar jawab tes, yang nantinya bermuara pada selembar kertas ijazah Negara. b. Sekolah Formal (SMP 10 Salatiga) Sekolah Formal memakai jalur pendidikan formal dalam sistem dan kondisi sekolahnya yang diuraikan oleh Joesoef (2008) bahwa : 1) Selalu dibagi atas jenjang yang memiliki hierarkis 2) Waktu penyampaian diprogram lebih panjang atau lebih lama. 3) Usia siswa disesuatu jenjang relatif homogen, khususnya jenjang - jenjang permulaan 4) Para siswa umumnya berorientasi studi untuk jangka waktu yang relatif lama, kurang berorientasi pada materi program yang bersifat praktis, dan kurang berorientasi ke arah cepat kerja. 5) Materi pelajaran pada umumnya lebih banyak bersifat akademis, dan umum. 6) Merupakan response dari kebutuhan umum dan relatif jangka panjang. Menurut buku Rancangan Proses Pembelajaran tahun 2011/2012 kelas 7 yang diambil satu kali pertemuan dalam 13 mata pelajaran dapat dilihat bahwa metode pembelajaran yang dipakai meliputi :

18 28 No Metode Pembelajaran Prosentase 1 Tanya Jawab 19,07% 2 Ceramah 14,31% 3 CTL 9,52% 4 Pemodelan 9,52% 5 Demonstrasi 9,52% 6 Diskusi 7,14% 7 Pemberian Tugas 7,14% 8 Inkuiri 4,76% 9 Unjuk Kerja 2,38% 10 Three Pass Technique 2,38% 11 Observasi 2,38% 12 Life Skill 2,38% 13 Inklusive 2,38% 14 Part and Whole 2,38% 15 Reciprocal 2,38% 16 Cooperative Learning 2,38% Dari beberapa metode pembelajaran yang dipakai oleh sekolah menengah pertama 10 Salatiga, dapat dilihat bahwa prosentase terbesar yang dipakai pada setiap mata pelajaran adalah dengan cara ceramah dan tanya jawab. Yamin (2012) memberikan pandangan tentang kondisi sekolah formal bahwa sekolah tersebut memiliki regulasi yang padat seperti seragam, sepatu, buku dan segala macam yang sudah ditentukan setiap hari tertentu kemudian juga harus dibawa dan jangan sampai ada yang tertinggal. Masuk sekolah harus tertib. Dalam sekolah, jangan ada yang membuat kegaduhan atau apa pun yang dapat menciptakan hiruk pikuk sebab ini tidak akan menjadikan proses pembelajaran berjalan dengan sedemikian baik. Yang lebih penting lagi, ketika jam

19 29 terakhir sudah selesai, sekolah atau jam sekolah sudah bubar, maka semua siswa harus segera pulang ke rumah masing-masing. Jangan ada yang masih keluyuran dalam sekolah dan begitu seterusnya. Persoalannya adalah terkait aturan yang dibuat sekolah juga semakin rumit dan bertambah rumit. 4. Siswa a. Pengertian Siswa Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pada tahap ini, menurut Erickson (dakam Hanum, 2000) siswa memasuki tahap awal dari perkembangan remaja. Siswa adalah subjek atau pribadi yang unik (khas untuk dirinya) sehingga perlu adanya peraturan program belajar yang selaras dengan kemampuan dasar sikap siswa (Samana, 1992). Menurut Monks (dalam Hanum, 2000), pada umumnya siswa adalah remaja masih belajar di sekolah menengah atau perguruan tinggi. Rata-rata remaja menyelesaikan sekolah lanjutan pada usia kurang lebih 18 tahun. b. Pengertian Siswa Sekolah Menengah Pertama Siswa sekolah menengah pertama adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama. Menurut Sulaeman (1995), siswa SMP secara kronologis berusia antara tahun. Batasan usia remaja menurut Monks (dalam Hanum, 2000) adalah

20 30 antara tahun, dengan perincian tahun merupakan masa remaja awal, tahun merupakan masa remaja pertengahan, tahun merupakan masa remaja akhir. C. Perbedaan Tingkat Kreativitas antara pendidikan nonformal (Qaryah Thayyibah) dan pendidikan formal (SMP 10 Salatiga) Program pendidikan di Qaryah Thayyibah sudah semakin meluas dan cukup dikenal, termasuk di lingkungan lokal maupun interlokal. Banyak para pendidik dan tokoh masyarakat menyambut positif kebijakan ini, karena program ini adalah menurut Bahruddin (2006) Qaryah Thayyibah dapat membebaskan siswa untuk belajar apa saja sesuai minat dan hal-hal yang disukainya terlebih dahulu dalam mereka melakukan proses belajar. Sesekali mereka berkunjung ke berbagai tempat yang bisa menjadi objek pelajaran, seperti persawahan, taman burung, perkebunan yang berisi beraneka ragam makhluk hidup, seperti persawahan, pasar, dan tempat tempat lain yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar, menurut Rogers (dalam Munandar,1999) sarana dan fasilitas belajar yang begitu nyata akan mempengaruhi kreativitas seorang siswa. Feldhusen dan Treffinger (dalam Fasko, 2001) juga menyatakan bahwa menyediakan sarana untuk bereksplorasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kreativitas. Hal ini berbeda dengan konsep sekolah formal seperti yang sangat komplek. Belajar mengajar di sekolah formal seperti SMP 10 Salatiga berlangsung dalam lingkungan pendidikan di mana guru

21 31 harus mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan, melalui proses belajar mengajar di dalam kelas melalui ceramah ataupun tanya jawab. Proses belajar mengajar dengan tanya jawab dan ceramah menurut Hisyam (2001) dan Sugandi (2006) dapat menekan kreativitas siswa. Selain itu, siswa yang belajar di sekolah formal memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda dan harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan pihak sekolah sehingga menyebabkan keterbatasan bagi ruang gerak siswa (Suryadi dan Hartilaar,1993). Keterbatasan tersebut akan membuat kreativitas anak tidak berkembang (Munandar, 1999). Dalam mendidik, baik Qaryah Thayyibah maupun sekolah formal seperti SMP 10 Salatiga, sama-sama sebagai sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Pengelolaan di sekolah formal seperti pengaturan dan penentuan kurikulum serta materi ajarnya, dan kemudian di dalam sekolah formal juga telah mengatur jadwal belajar dan menentukan seragam untuk seluruh siswa. Menurut Feldhusen dan Treffinger (dalam Fasko, 2001) dalam pengaturan dan penentuan materi ajar serta jadwal yang ketat tidak akan memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan sifat eksploratif yang cenderung berpengaruh pada kreativitas siswa. Sementara pengelolaan pada Qaryah Thayyibah diarahkan pada keinginan siswa, kurikulum dan materi ajar dipilih dan ditentukan oleh siswa (Bahruddin, 2006). Pemberian kebebasan tersebut akan mempengaruhi sisi psikologis siswa dan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kreativitas (Munandar, 1999).

22 32 Qaryah Thayyibah juga memiliki jadwal belajar yang fleksibel, tergantung pada kesepakatan antara anak dan pendamping, menyediakan pendampingan oleh guru dalam membangun dan menguatkan sebuah ide/gagasan adalah salah satu cara meningkatkan kreativitas (Treffinger dalam Fasko, 2001). Menurut Mulyasa (dalam Rusman, 2011), pembelajaran menyenangkan merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu hubungan yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya, kondisi seperti ini juga terjadi di Qaryah Thayyibah. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran. Jadwal belajar yang ketat seperti halnya di sekolah formal, kurang mampu mengoptimalkan kepentingan ini. Kemungkinan, pada saat pembelajaran berlangsung, siswa dan juga gurunya belum memiliki minat untuk belajar, efeknya proses belajar mengajar menjadi tidak efektif. Makna dari pelajarannya pun kemungkinan tidak dapat diserap, sehingga proses kreativitas akan terhambat. Namun, di Qaryah Thayyibah dengan membebaskan maka siswa ketika belajar tidak adanya unsur paksaan atau tertekan sehingga memberikan kebebasan untuk bereksplorasi dan merangsang kreativitas siswa (Munandar, 1999) serta pendamping juga ingin belajar dari siswanya ketika proses belajar mengajar berlangsung.

23 33 Sementara itu, hal yang dapat menunjang kreativitas menurut Munandar (1985) adalah menciptakan iklim yang menunjang pengembangan kreativitas dan mendorong anak merasa tertarik dan tertantang untuk bersibuk diri secara kreatif. Blair, Jones, Simpson (1975) mengatakan bahwa anak akan kreatif bila diberi kesempatan untuk menyentuh, menggunakan peralatanperalatan, dan mengubah-ubah bentuk objek. Setiap sekolah baik sekolah formal seperti SMP 10 Salatiga maupun sekolah nonformal seperti Qaryah Thayyibah pasti pernah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyentuh, menggunakan peralatan, dan mengubah-ubah bentuk objek dalam setiap pelajarannya, tetapi hal yang membedakan dari keduanya adalah frekuensi/seberapa sering dimana mereka selaku sekolah yang memfasilitasi peserta didik untuk melakukan kegiatan tersebut. Hal ini memberi implikasi bahwa apa pun jenis kegiatan belajar hendaknya menyediakan lingkungan dan sarana yang dapat mengembangkan sifat eksploratif dan rasa ingin tahu dari peserta didiknya. Kesempatan yang luas untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar akan lebih mendorong perkembangan kreativitas. Siswa-siswa yang mengikuti di komunitas belajar Qaryah Thayyibah diperkirakan memiliki kreativitas yang berbeda dibandingkan dengan siswa-siswa yang belajar di sekolah formal seperti SMP 10 Salatiga. Siswa di Qaryah Thayyibah lebih fleksibel dalam menerima maupun mengikuti pendidikan, tidak kaku dan tidak terlalu berstruktur sebagaimana sekolah formal. Pendidikan Qaryah Thayyibah lebih kepada upaya pengembangan kreatif anak-anak itu sendiri, sehingga tercipta anak-anak yang senang belajar, menjalankan aktivitas pembelajaran dengan

24 34 motivasi internal yang mandiri, kreatif, serta mampu menguasai materi pelajaran secara lebih efektif. Dengan melihat adanya perbedaan dalam sistem pembelajaran dan kondisi sekolah maka jika diberikan alat tes berupa tes kreativitas figural dan kreativitas verbal akan menghasilkan skor yang berbeda. Dengan demikian, kreativitas siswa Qaryah Thayyibah belum tentu sama dengan kreativitas yang dimiliki oleh siswa di sekolah formal. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian teoritik yang dikemukan di atas, maka dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dikemukakan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ada perbedaan kreativitas antara siswa jalur pendidikan nonformal (Qaryah Thayyibah) dan siswa jalur pendidikan formal (SMP 10 Salatiga) dengan rata-rata tingkat kreativitas lebih tinggi pada jalur pendidikan nonformal (Qaryah Thayyibah). E. Hipotesis Statistik Hipotesis statistik dalam penelitian ini antara lain : H o : µ 1 = µ 2 Tidak ada perbedaan yang signifikan antara antara siswa jalur pendidikan nonformal Qaryah Thayyibah dan siswa jalur pendidikan formal SMP 10 Salatiga H 1 : µ 1 µ 2 Ada perbedaan yang signifikan antara antara siswa jalur pendidikan nonformal Qaryah Thayyibah dan siswa jalur pendidikan formal SMP 10 Salatiga.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena pentingnya, matematika diajarkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH Orientasi Baru Dalam Psikologi

BAHAN KULIAH Orientasi Baru Dalam Psikologi BAHAN KULIAH Orientasi Baru Dalam Psikologi Oleh: ASEP SUPENA Program Pasca Sarjana UNJ 2005-2006 KREATIVITAS Kreativitas berkaitan dengan kemauan dan kemampuan. Kreativitas berkaitan dengan sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulhak., I. (2012). Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Nonformal. Jakarta : Grafindo Persada.

DAFTAR PUSTAKA. Abdulhak., I. (2012). Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Nonformal. Jakarta : Grafindo Persada. DAFTAR PUSTAKA Abdulhak., I. (2012). Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Nonformal. Jakarta : Grafindo Persada. Abhiyoga, P. (2011). Pola Komunikasi Pendidikan Alternatif Berbasis Komunitas Pada Kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta cepatnya dalam mendapatkan suatu informasi di

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta cepatnya dalam mendapatkan suatu informasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Zaman yang semakin berkembang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta cepatnya dalam mendapatkan suatu informasi di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu yang mampu menyesuaikan

Lebih terperinci

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia PEMBELAJARAN TATA BUSANA BERBASIS KREATIVITAS DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN Oleh: Suciati Prodi Pendidikan Tata Busana, Jurusan PKK, FPTK UPI ABSTRAK Kreativitas atau daya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. globalisasi ini, karena yang dibutuhkan bukan hanya sumber daya manusia dengan

BAB II LANDASAN TEORI. globalisasi ini, karena yang dibutuhkan bukan hanya sumber daya manusia dengan BAB II LANDASAN TEORI A. Kreativitas Kretaivitas penting bagi individu dan masayarakat terutama dalam era globalisasi ini, karena yang dibutuhkan bukan hanya sumber daya manusia dengan intelegensi tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris to create yang berarti mencipta, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris to create yang berarti mencipta, yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreativitas 1. Pengertian Kreativitas Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris to create yang berarti mencipta, yaitu mengarang atau membuat sesuatu yang berbeda baik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meletakkan hubungan dari proses berpikir. Orang yang intelligent adalah

BAB I PENDAHULUAN. meletakkan hubungan dari proses berpikir. Orang yang intelligent adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna. Mereka diberi kelebihan dalam fungsi kognitifnya berupa akal agar mampu berpikir. Proses kognitif atau proses intelek

Lebih terperinci

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP Fransiskus Gatot Iman Santoso Universitas Katolik Widya Mandala Madiun ABSTRAK.Tujuan matematika diajarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Quasy eksperimen merupakan desain perlakuan tunggal (one shot case study)

BAB III METODE PENELITIAN. Quasy eksperimen merupakan desain perlakuan tunggal (one shot case study) BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Quasy Eksperimen. Quasy eksperimen merupakan desain perlakuan tunggal (one shot case study) merupakan desain

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011). 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir adalah kecakapan menggunakan akal menjalankan proses pemikiran/kemahiran berfikir.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR Murhima A. Kau Universitas Negeri Gorontalo Email : murhimakau@ymail.com ABSTRAK Permasalahan kreativitas menjadi sangat penting untuk dibicarakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 1. Pengertian Berpikir Kreatif Berpikir dapat diartikan sebagai alur kesadaran yang setiap hari muncul dan mengalir tanpa kontrol, sedangkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF

KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF A. Pendekatan Induktif-Deduktif Menurut Suriasumantri (2001: 48), Induktif merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA A-10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Pembelajaran Matematika Dalam proses pembelajaran, seorang guru akan memilih strategi tertentu agar pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya di kelas berjalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman, ketua pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skills) yang menjadi salah satu tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis masalah; dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi manusia. Kemampuan berpikir kreatif merupakan hasil dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi manusia. Kemampuan berpikir kreatif merupakan hasil dari interaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan kemampuan berpikir kreatif menjadi sebuah tuntutan seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan kehidupan yang harus dihadapi manusia. Kemampuan berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

JURNAL KREATIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI ALJABAR DENGAN MEDIA UBIN ALJABAR

JURNAL KREATIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI ALJABAR DENGAN MEDIA UBIN ALJABAR JURNAL KREATIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI ALJABAR DENGAN MEDIA UBIN ALJABAR CREATIVITY CLASS VIII STUDENT MATHEMATICS ACHIEVEMENT IN TERMS OF MATERIAL

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

Kreativitas. MIF Baihaqi

Kreativitas. MIF Baihaqi Kreativitas Disampaikan pada acara Seminar bertema GURU SENIOR vs GURU MUDA: Pengkaderan Tenaga Didik, Realita dan Tantangan & Pelatihan bertema: Menggali Kreativitas Tenaga Didik yang diadakan oleh Forum

Lebih terperinci

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel Siti Gia Syauqiyah Fitri, Vina Septifiana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang diterapkan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

BAB IV PERSIAPAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PERSIAPAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PERSIAPAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Penelitian ini dilakukan di sekolah Qaryah Thayyibah dan SMP 10 Salatiga yang duduk dijenjang bangku sekolah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Based Learning Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Gagne pada tahun 1970-an. Awang dan Ramly (2008:1) mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini, setiap perusahaan bersaing dengan sangat ketat untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri,

Lebih terperinci

Perbedaan Kreativitas Pada Fotografer Ditinjau Dari Jenis Kelamin

Perbedaan Kreativitas Pada Fotografer Ditinjau Dari Jenis Kelamin Perbedaan Kreativitas Pada Fotografer Ditinjau Dari Jenis Kelamin DISUSUN OLEH: AYU RITYA.SIREGAR 12509678 LATAR BELAKANG MASALAH Dunia seni fotografi semakin berkembang, maka semakin banyak orang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, tidak terlepas dari peran matematika sebagai salah ilmu dasar. Perkembangan yang sangat cepat itu sebanding

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pemecahan Masalah Matematis Setiap individu selalu dihadapkan pada sebuah masalah dalam kehidupan sehari harinya. Mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Focused Coping Pada umumnya setiap individu memiliki banyak kebutuhan yang ingin selalu dipenuhi dalam kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan fisik,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Berpikir Kreatif Kreatif merupakan istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Umumnya orang menghubungkan kreatif dengan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA KELAS XI MA NEGERI TLOGO-BLITAR.

HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA KELAS XI MA NEGERI TLOGO-BLITAR. HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA KELAS XI MA NEGERI TLOGO-BLITAR Titis Indah Muharwati 1, Dr. Iin Tri Rahayu, M. Si, Psi 2, 2014 1 Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Malang, NIM 10410056,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget (Sanjaya, 2008) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan dari individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara (Munandar, 2009:

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP Lisliana, Agung Hartoyo, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email: lisliana05@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan suatu dinamika proses yang mengacu kepada halhal

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan suatu dinamika proses yang mengacu kepada halhal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kreativitas merupakan suatu dinamika proses yang mengacu kepada halhal baru yang positif. Setiap pembaharuan memerlukan proses kreatif. Kreativitas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Kesimpulan Kreativitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Kesimpulan Kreativitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Kreativitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui kreativitas yang dimilikinya, manusia memberikan bobot dan makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang dibutuhkan oleh setiap individu. Sejak lahir, setiap individu sudah membutuhkan layanan pendidikan. Secara formal, layanan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Learner s, istilah thinking salah satunya diartikan, ideas or opinions

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Learner s, istilah thinking salah satunya diartikan, ideas or opinions 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Sudarman (2013) mengutip dalam kamus Oxford Advanced Learner s, istilah thinking salah satunya diartikan, ideas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Selain itu pendidikan mempunyai tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa

Lebih terperinci

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dapat diwujudkan melalui

Lebih terperinci

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 24 BANJARMASIN MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali baru atau kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal maupun informal,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kreativitas Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda sesuai sudut pandang masing-masing. Menurut Semiawan kreativitas adalah suatu kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan berpikir kreatif sehingga mampu memecahkan permasalahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan berpikir kreatif sehingga mampu memecahkan permasalahan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini seiring kemajuan zaman perubahan kehidupan berlangsung sangat cepat dan kompleks dengan berbagai tantangan dan permasalahan. Setiap orang dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kreativitas 2.1.1 Pengertian Kreativitas Guilford (1975) menyatakan kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Pembelajaran Fisika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Kreativitas dinilai sebagai salah satu faktor penting yang dapat menunjang bagi masa depan siswa. Siswa yang kreatif diharapkan mampu

PENDAHULUAN Kreativitas dinilai sebagai salah satu faktor penting yang dapat menunjang bagi masa depan siswa. Siswa yang kreatif diharapkan mampu 8 PENDAHULUAN Kreativitas dinilai sebagai salah satu faktor penting yang dapat menunjang bagi masa depan siswa. Siswa yang kreatif diharapkan mampu menciptakan ideide baru, memiliki daya imajinasi yang

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN:

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN: BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASAR MASALAH MATEMATIKA (STUDENT S CREATIVE THINKING IN THE APPLICATION OF MATHEMATICAL PROBLEMS BASED LEARNING) Anton David Prasetiyo Lailatul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat; meliputi struktur,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI Wacana Didaktika Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains p-issn : 2337-9820 PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI Diana Vidya Fakhriyani Universitas Islam Madura dianafakhriyani@gmail.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kreativitas a. Pengertian Kreativitas Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan hal yang baru. Hal ini senada dengan James J. Gallagher dalam Rachmawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal untuk melayani kebutuhan pendidikan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009). Pada dasarnya,

BAB II LANDASAN TEORI. paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009). Pada dasarnya, BAB II LANDASAN TEORI A. Kreativitas Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia

Lebih terperinci

interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461).

interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini berguna untuk menghasilkan ide-ide baru yang kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini berguna untuk menghasilkan ide-ide baru yang kreatif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada manusia yang hidup tanpa mengalami masalah dan rintangan yang harus dicari jalan keluarnya. Sama halnya dalam dunia pendidikan yang selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang amat pesat, membutuhkan individu-individu yang kreatif produktif. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajarn berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajarn berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajarn berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Hartono (2009), mengatakan bahwa kreativitas identik dengan keberbakatan matematika. Ia memaparkan lebih lanjut bahwa pemecahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2009: 8), pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-6 tahun. Pendidikan ini dapat dilaksanakan oleh beberapa lembaga pendidikan, antara lain pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arti formal, yaitu pendidikan yang diterima oleh siswa melalui guru dan biasanya

BAB I PENDAHULUAN. arti formal, yaitu pendidikan yang diterima oleh siswa melalui guru dan biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang secara luas dikenal di masyarakat adalah pendidikan dalam arti formal, yaitu pendidikan yang diterima oleh siswa melalui guru dan biasanya dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembangnya bangsa dan negara indonesia sepanjang zaman. menyiratkan bahwa dalam pembelajaran matematika proses Working

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembangnya bangsa dan negara indonesia sepanjang zaman. menyiratkan bahwa dalam pembelajaran matematika proses Working BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak BAB II LANDASAN TEORI II. A. KREATIVITAS II. A. 1. Pengertian Kreativitas Kreativitas merupakan kemampuan untuk melihat dan memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kebutuhan yang harus dimiliki

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kebutuhan yang harus dimiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berpikir kreatif merupakan kebutuhan yang harus dimiliki individu di era globalisasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Munandar (2009: 7) bahwa kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SKRIPSI OLEH: YENNY PUTRI PRATIWI K4308128 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam meningkatkan kualitas hidup kreativitas sangatlah penting, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam meningkatkan kualitas hidup kreativitas sangatlah penting, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kualitas hidup kreativitas sangatlah penting, karena kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kreativitas diperlukan setiap individu untuk menghadapi tantangan dan kompetisi yang ketat pada era globalisasi sekarang ini. Individu ditantang untuk mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci