DIMENSI ETIKA DALAM ERA DIGITAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIMENSI ETIKA DALAM ERA DIGITAL"

Transkripsi

1 DIMENSI ETIKA DALAM ERA DIGITAL Augustinus Setiawan STMIK PROVISI, Semarang Abstrak Netralitas teknologi seperti yang secara umum dipahami ternyata tidak memberikan jawaban yang memuasakan dalam keterkaitan antara teknologi dan masalah etika yang timbul karena penggunaan teknologi. Kaum determinis teknologi memberikan jawaban yang lebih memuaskan dengan menyatakan bahwa pada dasarnya ternologi tidaklah bebas nilai. Kajian atas varian hubungan antara manusia, teknologi dan dunia dapat dipergunakan untuk menjelaskan keterkaitan antara penggunaan teknologi dengan masalah etika yang timbul. Era digital berkaitan erat dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat dan juga secara empiris memberikan dampak yang sangat significant dengan perubahan kebudayaan umat manusia Kemajuan teknologi bukan saja merubah apa yang dilakukan manusia, melainkan juga merubah bagaimana melakukan,. Walaupun kajian keterkaitan teknologi dan etika telah sejak lama dilakukan, paper ini berusaha memberikan kajian ketekaitan masalah etika di era digital dengan melihat varian hubungan antara teknologi, manusia dan dunia secara lebih baru dengan harapan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang sesuai dengan kondisi yang ada. Kata kunci : etika, era digital, teknologi, kebudayaan, manajemen Abstract Technology advancement has great impacts on humans morality; many people say that technology without control can create chaos. The notion that technology is neutral as commonly understood by people does not give satisfactory answer regarding the correlation between technology and problems raised because of technology usage. Technological determinists give more satisfactory answer by stating that basically, technology is not free from value. Study on relation of humans, technology and the world can be used to explain the relation between technology usage and ethical problem. Digital era is closely related with technology advancement and empirically has significant impact by changing human culture. Technology does not only change what humans do but also how they do it. Although studies on the relation between technology and ethics have been done since long time ago, this paper is trying to study the relations of ethics in digital era by looking at the relational variants between technology, humans and the world from a newer perspective in a hope to give contribution regarding the present condition. Keywords: technology, ethics, digital era 1. Pendahuluan Kemajuan teknologi yang mengantar umat manusia ke era digital memberikan banyak pertanyaan yang berkaitan dengan teknologi itu sendiri. Kemajuan ini disatu sisi memberikan harapan-harapan baru kearah sesuatu yang lebih baik, namun disisi lain juga memberikan kecemasankecemasan seperti yang dikatakan bahwa teknologi yang berkembang pesat diluar kontrol moral justru menghantar manusia kepada kekacauan. Secara empiris kecemasan ini tampak dalam kenyataan sehari-hari seperti banyaknya pertanyaan tentang dampak pornografi didalam pengunaan internet. Dalam kehidupan manajemen, sistim digital memberikan kemudaan untuk mengirimkan informasi atau data, menganalisa dengan tidak ada hambatan baik dalam sisi waktu dan jarak. Pengambilan keputusan dan analisa dapat dilakukan dengan cepat. Namun demikian, pimpinan perusahaan pun sering menanyakan keamanan data dan integritas tenaga kerja yang berhubungan dengan komputer. Apakah SDM yang berkaitan dengan data dan komputer dapat dipercaya atau tidak, atau mereka nanti akan mencuri data perusahaan. Kenyataan empiris ini menunjukan sifat ambivalensi dari kemajuan teknologi yang dirasakan oleh pengguna teknologi. Sisi manajemen sering mempertanyakan masalah moral hazard apa yang dapat muncul dengan pengunaan ICT dalam manajemen atau dalam rangkaian pengambilan

2 keputusan. Jawaban bahwa teknologi adalah sesuatu yang netral tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Dalam banyak kasus teknologi menunjukan sisi yang tidak bebas nilai, misal penggunaan ICT di perusahaan mau tidak mau akan mendorong perusahaan menetapkan standart kompetensi yang berbeda. Dapat dikatakan bahwa penggunaan teknologi akan memberikan dampak perubahan prilaku yang cukup significant. Hoven dan Weckert (2008) mengemukakan bahwa teknologi bukan hanya mengubah apa yang kita lakukan, tetapi juga mengubah bagaimana kita melakukan. misalnya telah merubah bagaimana kita berkomunikasi secara tertulis. Dahulu seseorang menulis surat, memasukan dalam amlop dan mengirimkan. Berapa waktu kemudian baru diterima oleh person yang dimaksudkan. Sekarang semua berubah, dengan semua terkirim dan dapat diterima dengan sangat cepat. Tentu saja masalah kemajuan teknologi tidak dapat disambut dengan rasa pesimis dan kecemasan saja, karena sikap pesimis justru akan menghambat kearah kemajuan. Salah satu jalan untuk meminimalkan kecemasan akan dampak dari kemajuan teknologi adalah mengkaji tentang seberapa jauh adanya masalah moral hazard dalam penggunaan ICT. Permasalah diatas dapat dirumuskan: (i) konsekwensi-konsekwensi etika apakah yang timbul dalam penggunaan kemajuan teknologi di bidang manajemen; dan (ii) apakah penggunaan teknologi merupakan sesuatu yang netral seperti yang secara umum dipahami? Atau ada konsekweksi-konsekwensi dari pengunaan teknologi seperti terjadinya perubahan prilaku yang ujungnya akan berkaitan dengan masalah etika. Menjawab dua pertanyaan diatas, mau tidak mau, mendorong kajian ini masuk kedalam ranah filsafat. Era digital yang merupakan hasil dari kemajuan teknologi. Keterkaitan teknologi dan etika yang ada dalam ranah filsafat telah lama dikaji. Weiner peletakan dasar pemahaman ini dikenal dengan ICT ethics (Bynum, 2008). Penggunaan teknologi mau tidak mau akan bersinggungan dengan permasalah etika dan inilah yang dikaji oleh filsafat teknologi yaitu permasalah moral apa yang terkait dengan penggunaan teknologi. Apakah penggunaannya telah sesuai dengan martabat manusia dan konsekwensi-konsekwesi apa yang timbul dari penggunaan teknologi. Ada dua pandangan tentang teknologi yaitu mengatakan bahwa teknologi adalah netral dan pendapat yang lain mengatakan bahwa teknologi tidaklah netral seperti yang dikemukakan oleh Ihde (1990). Senada dengan pendapat Ihde (1990), Lim (2008, 17) menegaskan ketidak netralan teknologi dalam pengertian teknologi menjadi mediator antara manusia dan dunianya. Walaupun paper ini mempunyai banyak keterbatasan yaitu hanya mengkaji dari sisi teoritis dan melakukan kajian hanya dari beberapa sisi pandangan filsafat teknologi, kajian ini berusaha memberikan kontribusi dengan melakukan refleksi keterkaitan penggunaan teknologi dengan masalah etika yang timbul. Jawaban atas persoalan apakah teknologi netral atau tidak inilah yang berkaitan dengan jawaban atas keterkaitan antara dimensi etika dalam era digital. Untuk mempermudah kajian, paper ini ditulis dengan sistimatika sebagai berikut. Pembahasan teknologi, era digital dan etika ada dalam subbagian dua. Analisa yang berkaitan antara masalah etika dan teknologi terletak di subbagian tiga dan yang terakhir adalah kesimpulan. 2. Teknologi, Era Digital dan Etika 2.1 Determinisme Teknologi Salah satu cabang filsafat kontemporer adalah filsafat teknologi yang melihat bahwa teknologi adalah sebuah fenomena yang penting dan perlu direfleksikan secara mendalam (Lim, 2008; 9). Kenetralan teknologi telah menjadi perdebatan antara (i) kelompok determinis sosial dan (ii) kelompok determinis teknologi (Ihde, 1990; 4). Secara umum dikatakan bahwa teknologi adalah sebuah entitas yang netral. Pendapat ini dikemukakan oleh kelompok deteminis sosial (socially deterministic). Teknologi tidak mempunyai efek dalam dirinya sendiri dan hanya memberikan dampak ketika berada di tangan manusia. Jika dipergunakan secara melawan etika maka yang melawan etika adalah penggunanya bukan teknologinya. Jadi yang membuat teknologi tidak netral adalah manusia sebagai pengguna teknologi tersebut. Penggunaan internet terletak dari manusia yang mempergunakan. Jika dipergunakan secara baik, manusia dapat memperoleh banyak informasi yang berguna misalkan menambah literatur dalam melakukan penelitian. Sebaliknya jika hanya digunakan untuk mengunjungi situs-situs yang tidak pada tempatnya, maka akan merusak moral penggunanya. Berseberangan dengan determinis sosial, determinis teknologi (technological determinist) mengatakan bahwa teknologi tidak netral. Teknologi diciptakan dengan mempuyai alur hidupnya sendiri dan berjalan sendiri. Teknologi menjadi otonom dan mendominasi manusia dengan cara bepikir yang instrumental. Manusia dikondisikan dalam pemikiran yang instrumental. Teknologi menjadi sarana dan sekaligus tujuan sehingga menjadi artificial otonom yang menentukan dirinya sendiri dan berkembang dalam proses sebab akibat. Kondisi ini menjadikan sarana menjadi lebih penting dari tujuan yang ujungnya memperbudak manusia. Kenyataan inilah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan kecemasan-kecemasan. Pendapat yang mengatakan

3 bahwa kemajuan teknologi tanpa control moral akan menimbulkan kekacauan (chaos) bukan tanpa dasar empiris. Masyarakat sekarang adalah masyarakat teknologis dengan ciri-ciri: (i) materialistis, (ii) konsumeristik, (iii) totalitarianisme (Lim, 2008; 19). Masyarakat menjadi materialistis karena semua entitas dalam masyarakat terdiri dari benda-benda materi dan manusiapun dipandang sebagai objek material. Teknologi merupakan perkembangan kekuasaan karena teknologi yang bersifat instrumental memberikan dampak pada masyarakat. Teknologi sebagai buah kemenangan pemikiran manusia yang analitis dan teknis justru mereduksi manusia menjadi hanya satu dimensi yaitu manusia yang konsumeristik. Sifat konsumetistik ini dicerminkan dengan memandang semua objek menjadi sebuah komoditas. Bersembunyi dibalik kedok netralitas, teknologi sebenarnya menyimpan kekuasaan ideologi teknokratis yang dominan menjadi semacam totalitarianisme yang akan mengkontrol manusia tanpa batas. Manusia dihadapkan pada pilihan bahwa seolah-olah kebutuhannya hanya dapat dipenuhi dengan cara-cara teknologis. Dampak penggunaan teknologi yang mengasumsikan bahwa teknologi tidak bebas nilai juga dikemukakan oleh Moor (2008; 37) dengan mengemukakan dalil, Moor yang menunjukan bahwa ada hubungan yang positif antara penggunaan teknologi dan persoalan persoalan sosial dan etika. (Moor s Law: As technological revolutions increase their social impact, ethical problems increase). 2.2 Teknologi dan Dunia Kehidupan Ihde termasuk pemikir penting dalam bidang filsafat teknologi kontemporer. Ia mengkaji filsafat teknologi dan filsafat sains dengan peminatan khusus dalam bidang pencitraan dan juga melakukan penelitian dalam bidang persepsi antar budaya. Menurut Ihde teknologi dapat didekati dari berbagai perpektif yaitu: secara epistemologi; etis; antropologis dan metafisis. Walaupun masih mengutamakan pengalaman, Ihde tidak merujuk pada ego transcendental, karenanya fenomenologi Ihde dapat dikatakan telah melampau fenomenologi klasik yaitu menjadi pascafenomenologi (postphenomenology) dan Ihde dalam pemikiranya telah menggunakan teori variasi (variational theory). Heidegger dapat dikatakan sebagai perintis pemikiran filosofis mengenai teknologi (Idhe, 1990; 31). Pokok pemikiran Heidegger dapat dipahami bahwa penggunakan teknologi akan mempengaruhi persepsi dan pengalaman manusia dalam kehidupannya. Hubungan ini bercirikan eksistensial. Secara fenomenologis Idhe (1990) mengambarkan beberapa hubungan dimana alat akan mempengaruhi cara manusia mengalami dunia kehidupan (Lim, 2008; 77). Sebelumnya Heidegger sudah menggunakan fenomenologi dalam menganalisa teknologi yaitu mengenai rasionalitas kalkulatif dalam karyanya The Question Concerning Technology dan analisis deskriptif tentang alat dalam Being and Time (Lim, 2008; 101). Idhe menunjukan bahwa ada berbagai macam pengalaman manusia dengan teknologi dan menyadarkan manusia akan dampak teknologi dalam kehidupannya. Relasi non-netral dengan teknologi merupakan sisi yang lemah, sisi yang kuat adalah menunjukan adanya berbagai macam variasi hubungan eksistensial (Idhe, 1979). Kenyataan ini menunjukan bahwa arah dan tujuan hidup manusia telah dipengaruhi teknologi tetapi tidak sepenuhnya karena hubungan ini tidak total (Lim, 2008). Variasi hubungan ini dikemukan oleh Idhe (1990; 107) seperti pada gambar no 1. Variant 1 embodiment relations (Human World Technology) Variant 2 hermeneutic relations Human (technology World) Variant 3 alterity relations Human Technology (World) Gambar 1. Hubungan Antara Manusia, Teknologi, dan Dunia (Idhe, 1990) Dalam embodiment relations, alat digunakan sebagai perpanjangan dari tubuh manusia. Jadi alat menjadi bagian dari tubuh manusia dalam menjalin relasinya dengan dunia. Disini alat sebagai mediator. Hubungan ini mempunyai ciri eksitensial karena teknologi dilibatkan dalam konteks penggunaannya. Embodiment relations melahirkan keinginan agar teknologi menjadi transparant total atau dikatakan menjadi bagian dari tubuh manusia. Secara negative, keinginan ini merupakan pelepasan dari materialitas teknologi. Manusia menggunakan teknologi untuk meningkatkan kemampuannya, tetapi teknologi yang transparant total adalah teknologi yang digunakan tanpa disadari keberadaannya. Keinginan ini merupalan keinginan utopis dan distopis tentang teknologi karena teknologi hanya transparant partial bukannya transparant total. Varian yang kedua adalah hubungan hermeneutis dimana teknologi dibaca hanya sebagai kumpulan teks yang perlu ditafsirkan. Hasil bacaan ini akan mensubsitusi dunia kehidupan serta menjadi objek persepsi. Idhe memberikan contoh krusial tentang reactor nuklir. Keadaan disekitar reactor hanya dapat diketahui dari papan instrument. Jika papan instrument ini gagal menampilkan apa yang sesungguhnya terjadi maka kondisi reactor tidak akan dapat diketahui. Secara empiris hal-hal semacam ini yang sering menyebabkan kecelakaan atau kerugian dalam kehidupan manusia. Hubungan

4 ini menunjukan bahwa teknologi adalah objek tanpa merujuk pada konotasi negative dalam konsepsi Heideggerian. Alterity relations adalah varian hubungan yang ke tiga, disini teknologi dilihat sebagai yang lain atau lebih tepat dikatakan sebagai quasi yang lain. Ihde (1990) mengemukakan bahwa teknologi dalam hubungan keberlainan tidak mungkin sampai ke tahap total karena teknologi hanya berperan sebagai perantara saja yang mempunyai sifat merubah. Tanda kurung menunjukan bahwa dalam hubungan keberlaian tidak harus ada atau mungkin ada relasi manusia dengan dunia melalui teknologi. Dunia dalam hal ini menjadi latar belakang sedangkan teknologi memegang peranan utama. Lim (2008; 124) berpendapat bahwa dalam semua varian hubungan manusia dan teknologi mempunyai dua ciri penting yaitu: (i). Pengunaan alat akan mengubah persepsi manusia dan (ii). Perubahan pengalaman ini terjadi dimensi amplifikasi dan reduksi yang bersifat tetap dalam semua jenis hubungan manusia dan teknologi. Dimensi amplifikasi umumnya bersifat monodimensi karena mengamplifikasi satu ciri dari pengalaman persepsi saja. Dimensi reduksi jarang diperhatikan karena tidak menarik perhatian terlebih-lebih jika alat teknologi itu menjadi canggih dan kadar transparansinya bertambah. dipindahkan tadi berubah menurut konteks budaya yang menerima. Disinilah terjadi transformasi nilainilai. Seperti dikemukakan diatas bahwa kaum deteminis sosial berpendapat bahwa teknologi adalah netral / bebas nilai karena tidak mengandung tujuan-tujuan pada dirinya sendiri. Ihde (1990) berpendapat lain bahwa teknologi mempunyai kecenderungan tertentu (latent telic) jadi tidak netral. Gambar 2. Kubus Necker (Ihde, 1990) Kemampuan teknologi untuk berubah mengikuti budaya yang menerimanya yakni menjadi struktur teknologi-budaya oleh Ihde dimanakan multistabilitas. Multistabilitas berasal dari fenomena keberagaman persepsi yang diambil dari sebuah objek yang sama. 2.3 Teknologi dan Kebudayaan Ada perbedaan dalam pemakaian teknologi dalam kebudayaan. Budaya Barat cenderung menggunakan teknologi sebagai kekuasaan. Teknologi sebagai cara berpikir yang memanipulasi dan mengeksploitasi dunia sebagai persediaan. Sebagai contoh penggunaan mesiu berbeda antara negara Barat dan Cina (dahulu). Orang-orang Cina yang pertama kali menemukan mesiu hanya mempergunakan sebagai alat hiburan dalam perayaan-perayaan. Di negara Barat, mesiu dipergunakan dalam perang dengan tujuan untuk menguasai dan menaklukan negara lain (Lim, 2008; 136). Contoh ini menunjukan bahwa teknologi dan kebudayaan ada keterkaitan erat dan teknologi yang sama dapat dipergunakan untuk cara dan tujuan yang berbeda. Penggunaan alat selalu berada dalam praksis budaya tertentu. Alat teknologi selalu dilibatkan sesuai dengan konteks kegunaannya dalam lingkungan sekitarnya. Ketika alat tersebut dipindahkan ke budaya lain, yang dipindahkan bukan hanya alatnya melainkan juga hubungan budaya dan nilai-nilai yang ada. Perpindahan teknologi selalu disertai perpindahan nilai dan proses tadi. Dalam suatu budaya yang menerima teknologi baru akan bergantung pada pihak yang membuat teknologi tersebut dan secara pelahan-lahan terjadi penyesuaian di mana nilai dan penggunaan alat yang Gambar 3. Kubus yang dipandang sebagai sebuah permata (Ihde, 1990) Sebagai contoh kubus Necker (kubus Necker adalah objek persepsi yang ambigu dengan dua kemungkinan melihatnya). Otak manusia hanya mampu melihat dengan satu cara pandang pada satu waktu.kubus ini dapat dilihat dengan berbagai cara dan menunjukan ciri bentuk yang berlainan (polymorphy). Kubus yang sama ini dapat dibayangkan sebagai sebuah permata berbentuk aneh yang berdimesi tiga dan bukan lagi sebuah kubus seperti pada gambar 3. Multistabilitas ditujukan melalui persepsi visual dari suatu bentuk yang sama tetapi mempunyai beberapa kemungkinkan cara melihat yang stabil. Ihde (1990; 145) berpendapat multistabilitas ini juga mengikuti hubungan manusia dan teknologi dan juga dalam cara pandang teknologi budaya. 2.4 Refleksi Etika Etika adalah sarana orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang

5 sangat fundamental yaitu bagimana manusia harus hidup dan bertindak? Etika tidak sama dengan ajaran moral. Etika bukanlah tambahan bagi ajaran moral, tetapi merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral (Magnis-Suseno, 1987). Pertanyaan yang timbul berkaitan dengan masalah etika yaitu mengapa manusia mengembangkan etika? Etika tidak mempunyai tujuan untuk secara langsung membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran yang sistimatis tentang moralitas. Output yang dihasilkan secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang mendasar dan kritis. Jadi ketika masalah perkembangan teknologi yang menciptakan era digital dipertanyakan dalam sisi etika tujuannya adalah mengkaji secara kritis dan sistimatis permasalahan apa yang akan timbul dalam kaitannya dengan masalah moralitas yang mungkin diakibatkan oleh kemajuan teknologi (Schultz, 2010; 45). Etika diperlukan dalam kehidupan manusia karena: 1. Manusia hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistic. Kesatuan tatanan normative sudah kabur. Manusia dihadapkan kepada banyak pandangan moralitas yang sering bertentangan satu dengan yang lain. 2. Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding. Adanya gelombang modernisasi dan globalisasi menuntut manusia untuk berpikir secara kritis dengan mempertanyakan kembali moralitas yang ada. 3. Etika membuat manusia dapat untuk berpikir secara kritis dan objektif sehingga mampu membentuk penilaian sendiri dan tidak mudah begitu saja mengikuti arus. Pada hakekatnya etika mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa dengan kritis kebiasaankebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan pandangan moral (Magnis-Suseno, 1987). Etika menuntut pertanggung-jawaban dan mau menyingkapkan kerancuan. Etika tidak membiarkan pendapatpendapat moral begitu saja, melainkan menuntut pertanggung-jawaban atas pendapat-pendapat tersebut. Refleksi etika adalah pengandaian bahwa apa yang lebih mulia adalah apa yang bersifat altuistik (artinya bagi kepentingan banyak orang alter = lain). Refleksi atas tindakan moral dapat dilihat dari sumber moralitas yaitu apakah ada keselarasan atau ketidak selarasan tiga unsur sumber moralitas tersebut dengan norma moral (Heinz Peschke, 1997). Tindakan moral menjadi tidak baik / jahat jika salah satu unsur melawan norma moral. Ketiga sumber tersebut adalah: (i) objek tindakan manusiawi yaitu akibat yang dihasilkan secara langsung oleh suatu tindakan (finis operis). (ii) situasi yaitu konteks tindakan manusia konkret yang tidak harus terikat dengan objeknya. (iii) tujuan atau maksud (finis operantis) yaitu alasan yang mendorong dilakukan suatu tindakan. Sumber moralitas ini dapat dipergunakan sebagai landasan berpikir untuk mengkaji penggunaan teknologi telah sesuai dengan masalah moral atau tidak. 3. Analisis Kajian dalam filsafat teknologi diatas menunjukan bahwa persepsi manusia atas teknologi memberikan peran penting dalam masalah yang berkaitan dengan etika. Keputusan-keputusan manusia terletak pada persepsi manusia itu sendiri. Ada beberapa variant hubungan antara teknologi, manusia dunianya. Masing-masing varian akan berkaitan dengan implikasi etis sesuai dengan persepsi yang dibawa oleh pengguna teknologi tersebut. Sebagai contoh kemajuan teknologi dalam sistim digital memungkinkan setiap orang diseluruh dunia melihat realitas perang Teluk (tahun ) di rumahnya masing masing dan di ruang mereka masing-masing. Perang itu diperlihatkan apa adanya sehingga menimbulkan kebencian terhadap perang. Dalam contoh kasus di Indonesia peristiwa penyergapan teroris di Temanggung (2009) dapat ditayangkan secara riil. Banyak orang yang mengikuti tayangan tersebut semalam suntuk dan merasakan seakan-akan ada ditempat dimana terjadi penyergapan atas teroris tersebut. Semua ini karena adanya kemajuan dalam bidang teknologi dan secara khusus dalam bidang pencitraan. Masalahnya menjadi berbeda ketika penayangan hanya menampilkan hal-hal yang sesuai dengan kepentingan pihak yang menayangkan. Perang Teluk tidak diingkari cenderung menampilkan kemenangan tentara Amerika atau bom yang dijatuhkan tepat sasaran. Beberapa periode kemudian baru diketahui bahwa apa yang ditayangkan tidak semuanya benar. Disini ada manipulasi penayangan dan hal inilah yang berkaitan dengan persoalan etika. Walaupun pemirsa mengetahui bahwa apa yang ditayangkan tidak 100 persen benar, pemirsa menerimanya seolah-olah benar. Perbedaan realita antara yang benar dan tidak benar seolah-olah tidak ada. Disinilah kajian etika memengang peranan yang cukup penting karena teknologi dapat dengan mudah mengubah persepsi orang atau mendorong orang kepada sebuah penilaian walaupun penilaian tersebut adalah salah. Dalam variant embodiment relations, alat menjadi perpanjangan tubuh manusia dalam relasinya dengan dunia. Contoh penayangan berita diatas menunjukan bahwa teknologi dilibatkan untuk melihat atau memperlihatkan sesuatu dalam cara tertentu dan ini mengakibatkan perubahan persepsi. Bagi pemirsa teknologi dilibatkan untuk melihat sesuatu dan bagi pihak yang menayangkan teknologi

6 dipergunakan untuk memperlihatkan sesuatu. Persoalan-persoalan moral hazard akan timbul karena dalam kondisi ini dimungkinkan terjadinya keadaan informasi yang tidak simetris (asymmetric information). Variant hermeneutic relations pun menimbukan persoalan yang berkaitan dengan etika. Dalam hubungan ini persepsi dan penafsiran memainkan peran yang sangat penting. Manusia yang mempergunakan teknologi akan menafsirkan informasi-informasi yang disampaikan atau dibaca dalam papan panel. Penafsiran ini dilakukan berdasarkan persepsi yang dimilikinya. Kecelakaan dalam rektor nuklir sering dijadikan contoh dalam kasus ini. Ihde (1990) menyebutkan ada dua macam hubungan dalam relasi ini yaitu: (i) varian horizontal dan (ii) varian vertikal. Dalam varian horisontal, manusia masih mempunyai kemampuan untuk mengenali apa yang terjadi sebenarnya (Lim, 2008: 112). Berbeda dengan varian vertikal, yang bercirikan adanya diskontinuitas yang besar antara bacaan yang perlu ditafsirkan dengan dunia nyata. Contoh pembacaan hasil rekam jantung manusia dalam pemeriksaan medis memerlukan penafsiran yang khusus. Penafsiran ini memerlukan pembelajaran dan kebiasaan untuk menginterpretasikan. Persoalan etika yang muncul adalah perlunya kesadaran untuk membedakan apa yang dipersepsi secara langsung dengan apa yang diperoleh melalui alat. Penggunaan komputer dapat dikatagorikan ke varian yang ke 3 (alterity relations). Hubungan ini mempunyai apacity yang tinggi dan transparancy yang rendah. Manusia menjadi sangat terikat dengan teknologi untuk mengantikan pekerjaanpekerjaannya. Terkait dengan pertanyaan dalam kajian ini yaitu: konsekwensi-konsekwensi etika apakah yang timbul dalam penggunaan kemajuan teknologi di bidang manajemen, sebenarnya cukup banyak persoalan etika yang perlu mendapatkan kajian. Penggunaan software dalam akuntansi / keuangan disatu sisi akan sangat membantu kecepatan dalam melakukan analisa keuangan dan pelaporan. Disisi lain sering terjadi ketidak pekaan dalam mengkaji ulang kebenaran data sampai dengan pelaporan. Manusia hanya mengandalkan alat saja. Ketidak netralan teknologi seperti yang diuraikan diatas merupakan dasar bagi kajian yang berkaitan dengan permasalah etika. Teknologi mau tidak mau memberikan dampak etika seperti yang dikemukakan oleh Moor (2008). Suka atau tidak suka teknologi tidak dapat diingkari memberikan perubahan terhadap persepsi waktu, persepsi ruang dan juga mengubah bahasa. 4. Kesimpulan Kajian untuk dimensi etika yang berkaitan dengan teknologi hanya dimungkinkan jika dilihat dalam filsafat teknologi atau lebih khususnya membahas dalam sisi teleologi. Teknologi yang telah diakrapi dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam era digital memerlukan refleksi etika yang mendasar. Pandangan netralitas teknologi menjadikan manusia melupakan hal yang paling mendasar yaitu tujuan diciptakannya teknologi adalah untuk meningkatkan martabat manusia. Secara empiris, ketika kemajuan teknologi tidak dipahami dari sisi etika, kemajuan ini justru mendorong masyarakat menjadi masyarakat teknologis dengan ciri-ciri materialistis dan konsumeristik. Semua entitas dalam masyarakat terdiri dari benda-benda materi dan manusiapun akhirnya dipandang sebagai objek material. Semua ini bermuara pada totalitarianisme teknologi. Teknologi sebagai buah kemenangan pemikiran manusia yang analitis dan teknis justru mereduksi manusia menjadi hanya satu dimensi yaitu manusia yang konsumeristik. Kajian dalam paper ini mempunyai banyak keterbatasan karena hanya mengkaji dari beberapa sisi hubungan teknologi dan manusia yang berkaitan dengan etika. Kajian-kajian yang berhubungan dengan keterkaitan masalah etika / moral dan aplikasi teknologi sangat diperlukan bukan saja untuk memberikan refleksi atas kemajuan teknologi sehingga tidak kehilangan arah, melainkan juga untuk membantu meletakan keberadaan teknologi secara benar dalam kehidupan manusia. Daftar Pustaka: Ludeman, L. C., 1987, Fundamental of Digital Signal Processing, Singapore, John Wiley & Sons, Inc. Bynum T. W., 2008, Norbert Wiener and the Rise of Information Ethic. In. Hoven J. dan Weckert J, Information Technology and Moral Philosophy, Cambridge University Press. (p. 8 25) De Vries M., 2005, Teaching about Technology. An Introduction to the philosophy of Technology for Non-philosophers, Springer. Heinz Peschke, K., 1997, Chrisliche Ethic, Grundlegungen der Moraltheologie, Paulinus Verlag, Trier, Penerjemah Alex Armanjaya, Yosef M. Florisan, G. Kirchberger., Penerbit Ledalero. Hoven J. dan Weckert J., 2008, Information Technology and Moral Philosophy, Cambridge University Press.

7 Ihdle, Don., 1979, Technics and Praxis: A Philosophy of Technology, Dordrecht: Reidel Publisher. Ihdle, Don., 1990, Technology and the Lifeworld: from Garden to Earth, Bloomington: Indiana University Press. Keraf S., A., 1998, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Pustaka Filsafat, Penerbit Kanisius. Lim F., 2008, Filsafat Teknology., Don Ihle tentang Dunia, Manusia dan Alat, Penerbit Kanisius. Magnis-Suseno F., 1987, Etika Dasar, Masalahmasalah Pokok Filsafat Moral, Pustaka Filsafat., Penerbit Kanisius. Magnis-Suseno F., Djiwandono J., S., dan Prakarsa W., 1994, Etika Bisnis, Dasar dan Aplikasinya, PT Gramedia. Moor J.H., 2008, Why We Need Better Ethics for Emerging Tecnologies? In. Hoven J. dan Weckert J, Information Technology and Moral Philosophy, Cambridge University Press. (p ) Schultz, R.A, 2010, Information Technology and the Ethics of Globalization: Transnational Issues and Implications, IGI Global, Information Science Reference. Trevino L.,K. dan Nelson K., A., 1999, Managing Business Ethics, John Wiley & Sons. Inc. Val Dusek, 2006, Philosophy of Technology : an Introduction, Blackwell Publishing Ltd. Velasques M. G., 2002, Business Ethics, Concepts and Cases. 5 th ed, Pearson Education, Inc.

SAINS, TEKNOLOGI DAN PERADABAN MANUSIA C. Kuntoro Adi, SJ 18 November 2017

SAINS, TEKNOLOGI DAN PERADABAN MANUSIA C. Kuntoro Adi, SJ 18 November 2017 SAINS, TEKNOLOGI DAN PERADABAN MANUSIA C. Kuntoro Adi, SJ 18 November 2017 1 AGENDA 1. Pendahuluan Teknologi dan Kepentingan Manusia 2. Catatan Historis 3. Don Ihde: Teknologi - pengalaman dan persepsi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Companion to Heidegger, Blackwell Publishing, USA Blackwell Publishing, United Kingdom Hidup, Kanisius, Yogyakarta 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Companion to Heidegger, Blackwell Publishing, USA Blackwell Publishing, United Kingdom Hidup, Kanisius, Yogyakarta 2003. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA BAGUS, LORENS, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2005. BERRY, THOMAS, Geografi Ekologis, dalam TUCKER, MARY EVELYN, dkk., (Ed.), Agama, Filsafat dan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

KORELASI ETIKA PROFESI, TEKNOLOGI DAN HUKUM TERHADAP INFORMASI

KORELASI ETIKA PROFESI, TEKNOLOGI DAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PERTEMUAN KE II KORELASI ETIKA PROFESI, TEKNOLOGI DAN HUKUM TERHADAP INFORMASI 2.1 Sejarah dan Perkembangan Etika Komputer Sesuai awal penemuan teknologi komputer di era 1940 an, perkembangan etika komputer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Teknologi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang memiliki tempat dan peranan yang sangat penting. Teknologi bahkan membantu memecahkan persoalan manusia.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari keseluruhan penelitian yang penulis lakukan terhadap jenis/bentuk reaksi Netizen di dalam aktivitas online yang dilakukan sehubungan dengan pemberitaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Ilmu, Pengetahuan, dan Teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Ilmu, Pengetahuan, dan Teknologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Ilmu, Pengetahuan, dan Teknologi Ilmu, Pengetahuan, dan Teknologi (Iptek) merupakan istilah yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan masyarakat di segala

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. dan rekomendasi. Pembahasan dari masing-masing dijelaskan secara runtut sebagai

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. dan rekomendasi. Pembahasan dari masing-masing dijelaskan secara runtut sebagai BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI Bab ini membahas tentang kesimpulan penelitian, implikasi, saran, keterbatasan dan rekomendasi. Pembahasan dari masing-masing dijelaskan

Lebih terperinci

Sejarah Etika Komputer. Pengertian Etika Komputer. Tokoh-tokoh Pelopor Etika Komputer. Sejarah & Tokoh-tokoh Pelopor Etikom.

Sejarah Etika Komputer. Pengertian Etika Komputer. Tokoh-tokoh Pelopor Etika Komputer. Sejarah & Tokoh-tokoh Pelopor Etikom. Sejarah Etika Komputer Fakultas Ilmu Komputer Dian Nuswantoro Pokok Bahasan: Tokoh Pelopor Etika Komputer Pandangan dalam Cakupan Etika komputer Isu-isu Pokok Etika Komputer Kejahatan Komputer 1 2 Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penulisan skripsi ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penulisan skripsi ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Pada penulisan skripsi ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma kritis. Paradigma adalah kumpulan dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mengalami banyak perkembangan dan ini merupakan hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

ETIKA. : Rudy Wawolumaja

ETIKA. : Rudy Wawolumaja ETIKA Dosen Disiapkan : Rudy Wawolumaja : Ferly David, M.Si. Perkenalan: Dosen & Mahasiswa Materi Pembelajaran Metode Pembelajaran Penilaian. Apa Itu Etika? Etika Moral Dalam bahasa sehari-hari, etika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Salim Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan

Lebih terperinci

Mulyo Wiharto Axiology Keilmuan AXIOLOGY KEILMUAN. Oleh: Mulyo Wiharto Dosen Fisioterapi UIEU

Mulyo Wiharto Axiology Keilmuan AXIOLOGY KEILMUAN. Oleh: Mulyo Wiharto Dosen Fisioterapi UIEU AXIOLOGY KEILMUAN Oleh: Mulyo Wiharto Dosen Fisioterapi UIEU mulyo.wiharto@indonusa.ac.id ABSTRAK Setiap ilmu pengetahuan memiliki aspek ontology, epistemology dan axiology. Ontology berbicara tentang

Lebih terperinci

Sistem Informasi. Soal Dengan 2 Bahasa: Bahasa Indonesia Dan Bahasa Inggris

Sistem Informasi. Soal Dengan 2 Bahasa: Bahasa Indonesia Dan Bahasa Inggris Sistem Informasi Soal Dengan 2 Bahasa: Bahasa Indonesia Dan Bahasa Inggris 1. Kita mengetahui bahwa perkembangan teknologi di zaman sekarang sangat pesat dan banyak hal yang berubah dalam kehidupan kita.

Lebih terperinci

BAB 2 ETIKA BISNIS DAN RUANG LINGKUPNYA. khotbah-khotbah, patokan-patokan, serta kumpulan peraturan dan

BAB 2 ETIKA BISNIS DAN RUANG LINGKUPNYA. khotbah-khotbah, patokan-patokan, serta kumpulan peraturan dan BAB 2 ETIKA BISNIS DAN RUANG LINGKUPNYA 2.1 Pengertian Etika Bisnis Apakah yang dimaksud dengan etika? Pengertian etika sering kali disamakan begitu saja dengan pengertian ajaran moral. Franz Magnis-Suseno

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu keyakinan yang dianggap benar dan dianut oleh tiap individu ataupun suatu kelompok tertentu yang percaya terhadap Tuhan, sehingga dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: AHP, DSS, kriteria, supplier

ABSTRAK. Kata Kunci: AHP, DSS, kriteria, supplier ABSTRAK. Teknologi dewasa ini perkembangannya sudah sedemikian pesat. Perkembangan yang pesat ini tidak hanya teknologi perangkat keras dan perangkat lunak saja, tetapi metode komputasi juga ikut berkembang.

Lebih terperinci

RESPONS - DESEMBER 2009

RESPONS - DESEMBER 2009 Judul : Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme Penulis : Kasdin Sihotang Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2009 Tebal : 166 halaman Harga : Rp 35.000 Tiada makhluk yang lebih paradoksal selain

Lebih terperinci

BE ETHICAL AT WORK. Part 9

BE ETHICAL AT WORK. Part 9 BE ETHICAL AT WORK Part 9 POKOK BAHASAN An ethics framework Making ethical decisions Social responsibility An ethics framework Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam

Lebih terperinci

Etika Profesi Public Relations

Etika Profesi Public Relations Modul ke: Etika Profesi Public Relations PROFESIONALISME PRAKTISI HUMAS Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S, M.IKom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id PENGANTAR Bagi manusia, pekerjaan:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : Etika Bisnis SKS : Fakultas : Ekonomi Jenjang/jurusan : D3 Bisnis kewirausahaan / Manajemen Keuangan Materi: 1. Pendahuluhan dan teori Etika Bisnis 2. Bisnis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan pendidikan cara guru menyampaikan materi ajar memberikan pengaruh yang sangat penting terhadap struktur kognitif, afektif dan psikomotor

Lebih terperinci

Slide 1. MENGEMBANGKAN PERTANYAAN KRITIS MODEL WAYS OF KNOWING HABERMAS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH. Oleh: Nana Supriatna

Slide 1. MENGEMBANGKAN PERTANYAAN KRITIS MODEL WAYS OF KNOWING HABERMAS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH. Oleh: Nana Supriatna Slide 1. MENGEMBANGKAN PERTANYAAN KRITIS MODEL WAYS OF KNOWING HABERMAS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH Oleh: Nana Supriatna Makalah disajikan dalam seminar Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis Himas tanggal

Lebih terperinci

BAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang

BAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang BAB V A. KESIMPULAN Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang buruk terhadap seluruh aspek kehidupan manusia. Praktik kloning masih menjadi perdebatan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR. 1. Nama Mata Kuliah : TEORI POLITIK KLASIK DAN KONTEMPORER

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR. 1. Nama Mata Kuliah : TEORI POLITIK KLASIK DAN KONTEMPORER RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR 1. Nama Mata Kuliah : TEORI POLITIK KLASIK DAN KONTEMPORER 2. Kode/SKS : SPF 245 / 3 SKS 3. Prasyarat Mata Kuliah : Pengantar Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

Oleh. Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom Etika Profesi/ Teknik Informatika Untag Surabaya

Oleh. Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom Etika Profesi/ Teknik Informatika Untag Surabaya ETIKA KOMPUTER Oleh Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom / Teknik Informatika Untag Surabaya Materi 1. Sejarah dan Perkembangan Etika Komputer 2. Etika dan Teknologi Informasi 3. Hukum pada Teknologi Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial merupakan sebuah syarat terjadinya aktivitas sosial. Dalam melakukan interaksi terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu kontak sosial

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI ETIKA DAN BIOETIKA SYAHIR MAHMUD P 080 03 05 003 ETIK-kah? Cloning pada : hewan, manusia Transplantasi organ tubuh manusia Transgenik pada tumbuhan Penggunaan senjata

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Accounting Information System, finished product stock, Internal Control System, computer technology. vii

ABSTRACT. Keywords: Accounting Information System, finished product stock, Internal Control System, computer technology. vii ABSTRACT In this global economy era, we need a changing in our system, especially for Accounting Information System (AIS). Extending information using computer technology in a company could be more effective

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi komunikasi dalam wujud ponsel merupakan fenomena yang paling unik dan menarik dalam penggunaannya, karena termasuk benda elektronik yang mudah digunakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang: Sebuah Refleksi Awal

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang: Sebuah Refleksi Awal BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang: Sebuah Refleksi Awal Pada 26 Oktober 2016, penulis melontarkan suatu pertanyaan terbuka pada laman akun Facebook-nya. Pertanyaan itu berbunyi, Jika ada suatu teknologi

Lebih terperinci

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

PENGERTIAN FILSAFAT (1) PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di

Lebih terperinci

MATA KULIAH ETIKA BISNIS

MATA KULIAH ETIKA BISNIS MATA KULIAH ETIKA BISNIS [KODE/SKS : IT023270/ 2 SKS] BISNIS DAN ETIKA BISNIS DAN ETIKA Mitos Bisnis Amoral Mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan

Lebih terperinci

I. Bisnis Dan Etika. Softskill Etika Bisnis #

I. Bisnis Dan Etika. Softskill Etika Bisnis # 1 I. Bisnis Dan Etika Apakah benar jika dalam berbisnis terlalu banyak mementingkan etika, maka akan semakin jauh tertinggal oleh kompetitor? Pernyataan ini jelas sangat salah. Bayangkan saja jika salah

Lebih terperinci

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke: BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Fakultas Pascasarjana Ethical Decision Making : Technology and Privacy in the Workplace (PERKULIAHAN) Dr. Anik Tri Suwarni, MM. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setelah kebutuhan primer. Salah satu perkembangan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setelah kebutuhan primer. Salah satu perkembangan teknologi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi telah mengalami pertumbuhan sangat pesat seiring dengan era globalisasi yang menuntut kecepatan arus informasi. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional selain matematika dan bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Kajian ilmu sosial pada saat ini menjadi permasalahan yang potensial bagi pengembangan karakter ilmu dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. canggih ini membutuhkan sarana atau media untuk menyampaikan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. canggih ini membutuhkan sarana atau media untuk menyampaikan informasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pengaruh globalisasi dirasakan diberbagai bidang kehidupan seperti

Lebih terperinci

Komunikasi Organisasi

Komunikasi Organisasi Modul ke: Komunikasi Organisasi Pandangan Alternatif tentang Kenyataan, Manusia dan Organisasi Fakultas KOMUNIKASI Ida Anggraeni Ananda Program Studi Public Relarions www.mercubuana.ac.id Pembuka Pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas yang tumbuh, serta berkembang di dalam masyarakat, kemudian

BAB I PENDAHULUAN. realitas yang tumbuh, serta berkembang di dalam masyarakat, kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Film merupakan sarana komunikasi yang menyebarkan informasi untuk mendidik penontonnya. Sobur (2006:127) menulis bahwa film adalah rekaman realitas yang tumbuh,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

KOMPUTER DAN MASYARAKAT. Mia Fitriawati S.Kom

KOMPUTER DAN MASYARAKAT. Mia Fitriawati S.Kom KOMPUTER DAN MASYARAKAT Mia Fitriawati S.Kom KLASIFIKASI TEKNOLOGI INFORMASI DI MASYARAKAT 1. Kemajuan TI yang Bersifat Netral 2. Kemajuan TI yang Bersifat Menghemat Tenaga Kerja 3. Kemajuan TI yang Bersifat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan paparan temuan dan analisa yang ada penelitian menyimpulkan bahwa PT. INCO mengimplementasikan praktek komunikasi berdasarkan strategi dialog yang berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sains dalam kehidupan manusia membuat kemampuan melek (literate) sains menjadi sesuatu yang sangat penting. Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

PENGERTIAN FILSAFAT (1) PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika)

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika) PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika) A. Pengertian Masalah Berikut ini adalah contoh masalah yang cocok untuk pengayaan bagi siswa SMP dengan kemampuan di

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. disebabkan karena manusia dapat memenuhi kebutuhannya melalui kegiatan pemasaran

II. LANDASAN TEORI. disebabkan karena manusia dapat memenuhi kebutuhannya melalui kegiatan pemasaran II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran 2..1.1 Pengetian Pemasaran Kegiatan pemasaran memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini disebabkan karena manusia dapat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DALAM KONTEKS GLOBAL

KOMUNIKASI DALAM KONTEKS GLOBAL KOMUNIKASI DALAM KONTEKS GLOBAL Modul ke: 13 Fakultas Ilmu Komunikasi Pokok Bahasan 1. Komunikasi Konteks Global 2. Komunikasi Multi Kultural Dr., Inge Hutagalung, M.Si Program Studi Public Relations Teknologi

Lebih terperinci

ACARA PRAKTEK. : D3 Bisnis kewirausahaan / Manajemen Keuangan

ACARA PRAKTEK. : D3 Bisnis kewirausahaan / Manajemen Keuangan ACARA PRAKTEK Mata kuliah Fakultas Jenjang/Jurusan : Etika Bisnis : Ekonomi : D3 Bisnis kewirausahaan / Manajemen Keuangan MATERI 1. Pendahuluhan dan teori Etika Bisnis 2. Bisnis dan Etika 3. Etika Utilarianisme

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS JASA AUDIT TERHADAP KEPUASAN KLIEN KANTOR AKUNTAN PUBLIK PADA PERUSAHAAN SWASTA DI JAWA TESIS

PENGARUH KUALITAS JASA AUDIT TERHADAP KEPUASAN KLIEN KANTOR AKUNTAN PUBLIK PADA PERUSAHAAN SWASTA DI JAWA TESIS PENGARUH KUALITAS JASA AUDIT TERHADAP KEPUASAN KLIEN KANTOR AKUNTAN PUBLIK PADA PERUSAHAAN SWASTA DI JAWA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat Memperoleh derajat S-2 Magister Sains Akuntansi Diajukan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERSEPSI ANTARA MAHASISWA SENIOR DAN JUNIOR MENGENAI PROFESI AKUNTAN PADA PROGRAM S-1 REGULER DAN S- TRANSFER PTS X

PERBEDAAN PERSEPSI ANTARA MAHASISWA SENIOR DAN JUNIOR MENGENAI PROFESI AKUNTAN PADA PROGRAM S-1 REGULER DAN S- TRANSFER PTS X PERBEDAAN PERSEPSI ANTARA MAHASISWA SENIOR DAN JUNIOR MENGENAI PROFESI AKUNTAN PADA PROGRAM S-1 REGULER DAN S- TRANSFER PTS X (Perception Differences of Accounting Profession between Senior and Junior

Lebih terperinci

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA Perilaku etis lah yang medasari munculnya etika sebagai sebuah ilmu yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk. Etika juga berkembang sebagai studi tentang kehendak manusia. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia melibatkan serta membutuhkan orang lain dalam kegiatan apapun. Relasi dengan orang lain di

Lebih terperinci

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Astrini Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No 45, Kemanggisan, Palmerah,

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

KONSEP KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

KONSEP KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN KONSEP KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN Bicara Kurikulum, Bicara tentang Pendidikan Apa itu Pendidikan? Apa Tujuan Pendidikan? Apa Fungsi Pendidikan? Masalah Apa yang Dihadapi Pendidikan? Bagaimana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang di anggap suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang di anggap suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang di anggap suatu kegiatan komunikasi untuk menyampaikan pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi mempengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi mempengaruhi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari prosesnya, globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

Pertemuan 2 ETIKA PROFESI

Pertemuan 2 ETIKA PROFESI Pertemuan 2 ETIKA PROFESI Pembahasan 1. Pengertian Profesi 2. Etika Profesi 3. Etika Komputer 4. Profesional & Profesionalisme 5. Prinsip-prinsip yang menjadi tanggung jawab seorang Profesional I. Pengertian

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. televisi sebagai audio visual menjadikan pemirsa mampu menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN. televisi sebagai audio visual menjadikan pemirsa mampu menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini dengan semakin canggihnya perkembangan teknologi informasi salah satunya televisi sebagai audio visual yang memanjakan pemirsa dengan berbagai

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari PERTEMUAN 15 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari POKOK BAHASAN Penelitian Komunikasi Antarbudaya DESKRIPSI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inggris yang memadai, para lulusan SMA akan menghadapi banyak masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Inggris yang memadai, para lulusan SMA akan menghadapi banyak masalah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya komunikasi dan interaksi global telah menempatkan bahasa Inggris sebagai salah satu media yang mutlak kebutuhannya. Tanpa kemampuan berbahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab gagalnya penanaman nilai dan moral pada siswa dan generasi. muda pada umumnya. Menurunnya moralitas, pejabat yang korup,

BAB I PENDAHULUAN. penyebab gagalnya penanaman nilai dan moral pada siswa dan generasi. muda pada umumnya. Menurunnya moralitas, pejabat yang korup, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini dunia pendidikan banyak mendapat sorotan sebagai penyebab gagalnya penanaman nilai dan moral pada siswa dan generasi muda pada umumnya. Menurunnya

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara

Lebih terperinci

ABSTRACT. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT This research is done to watch closely about the application of hypnotherapy to decrease body weight in subject with obesity at "X" hypnotherapy clinic in bandung. People who becomes the research

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI. Sejarah dan Perkembangan Etika Profesi

ETIKA PROFESI. Sejarah dan Perkembangan Etika Profesi ETIKA PROFESI Sejarah dan Perkembangan Etika Profesi Pengertian Etika Etika (Yuniani) ethos (s) / ta etha (m) kebiasaan / adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu

Lebih terperinci

Sistem Informasi Pembelajaran Online pada SMA Bina Warga 1 Palembang

Sistem Informasi Pembelajaran Online pada SMA Bina Warga 1 Palembang 540 ISSN: 2407-1102 Sistem Informasi Pembelajaran Online pada SMA Bina Warga 1 Palembang Ade triyandi* 1, Inayatullah 2 1,2 STMIK Global Informatika MDP Jl. Rajawali No. 14 Palembang 1 PS Sistem Informasi

Lebih terperinci

TUGAS SOFTSKILL PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM BIDANG IT

TUGAS SOFTSKILL PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM BIDANG IT TUGAS SOFTSKILL PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM BIDANG IT Nama : Rahmat Arifin NPM : 45111778 Kelas : 3 DC 02 JURUSAN TEKNIK KOMPUTER (D3) UNIVERSITAS GUNADARMA 2013 Pengertian Etika, Profesi,

Lebih terperinci

RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB

RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB Setelah mengetahui anggota dari panitia pembuat dokumen (FASB) dan berasal dari AICPA, APB dan AAA. Rangkaian dari dokumen sangatlah penting, dimana dua hal yang

Lebih terperinci

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke:

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke: BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke: PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS Fakultas Dr. Achmad Jamil PASCASARJANA Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Pengertian ETIKA. Norma-norma,

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHANBATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHANBATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHANBATU GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Judul Mata Kuliah Kode/ SKS : Pengantar Etika : MKPBM-108/ 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Etika merupakan

Lebih terperinci

BAB III ASPEK-ASPEK KAWASAN MORAL

BAB III ASPEK-ASPEK KAWASAN MORAL BAB III ASPEK-ASPEK KAWASAN MORAL A. Pembagian Kawasan Moral James S. Rest (1992: 37) mengemukakan bahwa komponen-komponen utama moralitas, berdasarkan hasil penelitian mengenai moralitas pada umumnya

Lebih terperinci

Salah Kaprah tentang Individualisme. Jumansyah

Salah Kaprah tentang Individualisme. Jumansyah Salah Kaprah tentang Individualisme Jumansyah Individualisme adalah konsep yang kerap disalahpahami karena lebih sering didefinisikan secara curiga ketimbang obyektif. Kecurigaan yang umumnya dalam pandangan

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci