IDENTIFIKASI PANGAN OLAHAN DAN KONSUMSINYA MELALUI SURVEI KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU DI DKI JAKARTA DYAH SETYOWATI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PANGAN OLAHAN DAN KONSUMSINYA MELALUI SURVEI KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU DI DKI JAKARTA DYAH SETYOWATI F"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PANGAN OLAHAN DAN KONSUMSINYA MELALUI SURVEI KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU DI DKI JAKARTA DYAH SETYOWATI F SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Pangan Olahan dan Konsumsinya Melalui Survei Konsumsi Makanan Individu di DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017 Dyah Setyowati NIM F

4 RINGKASAN DYAH SETYOWATI. Identifikasi Pangan Olahan dan Konsumsinya Melalui Survei Konsumsi Makanan Individu di DKI Jakarta. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan PUSPO EDI GIRIWONO. Pangan olahan mendominasi asupan harian penduduk di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman. Di Indonesia, data mengenai jumlah dan kontribusi zat gizi pangan olahan dalam asupan harian belum tersedia secara lengkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan jumlah konsumsi pangan olahan serta kontribusi zat gizi dalam asupan harian penduduk berdasarkan data Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) Jenis pangan dikelompokkan dengan memodifikasi NOVA system menjadi non pangan olahan, pangan olahan antara dan pangan olahan dan kemudian dikategorikan dengan mengacu Peraturan Kepala Badan POM Nomor 26 tahun 2016 tentang Kategori Pangan. Asupan zat gizi dihitung dengan menggunakan Nutrisurvey Konsumsi pangan olahan penduduk DKI Jakarta adalah sebesar g (21.15%). Konsumsi pangan masih didominasi oleh non pangan olahan yaitu sebesar g (57.23%) dan pangan olahan antara sebesar g (21.61%). Persentase konsumsi pangan olahan dalam konsumsi harian menurun dengan meningkatnya umur individu. Pangan olahan antara menyumbang asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, natrium dan sukrosa masing-masing sebesar 29.98%, 22.68%, 16.51%, 53.57%, 68.82% dan 57.68%, sedangkan pangan olahan masing-masing sebesar 17.78%, 18.62%, 17.67%, 13.82%, 23.32% and 31.25%. Hasil analisis regresi linear antara jumlah konsumsi pangan terhadap asupan zat gizi menunjukkan bahwa pangan olahan antara sangat mempengaruhi asupan energi, karbohidrat, lemak, natrium dan sukrosa. Besar pengaruh pangan olahan antara tersebut menunjukkan bahwa industri pangan mempunyai peran penting dalam memproduksi pangan olahan antara yang dapat memberikan asupan gizi yang baik. Di sisi lain, proses pengolahan pangan di rumah tangga maupun di tempat usaha pangan siap saji yang dilakukan terhadap pangan olahan antara juga mempunyai peran penting dalam menentukan asupan zat gizi. Kata kunci : asupan gizi, Nutrisurvey 2007, pangan olahan antara, pangan olahan, Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014

5 SUMMARY DYAH SETYOWATI. Identification of Processed Foods and Its Consumption Based on Individual Food Consumption Survey in Jakarta. Supervised by NURI ANDARWULAN and PUSPO EDI GIRIWONO. Processed foods dominate daily intake consumption in developed countries such as United States and Germany. This study aimed to identify processed foods consumption in Indonesia, its amount and its contribution to the nutrient daily intake based on Individual Food Consumption Survey (IFCS) 2014 in Jakarta. Foods were grouped into unprocessed foods, processed ingredients and processed foods based on NOVA system and categorized based on Indonesia Food Category System. Nutrients intake was calculated using Nutrisurvey The results revealed that processed foods consumption contributed g (21.15% of total weight) in the daily intake consumption. Food consumption was still dominated by unprocessed foods which contributed g (57.23% of total weight), while processed ingredients contributed g (21.61% of total weight). Percentage of processed food consumption decreased with the increase of age. Processed ingredients contributed 29.98%, 22.68%, 16.51%, 53.57%, 68.82% and 57.68% in the daily energy, carbohydrate, protein, fat, sodium and sucrose intake, while processed foods contributed 17.78%, 18.62%, 17.67%, 13.82%, 23.32% and 31.25%, respectively. Linear regression analysis between food consumption and nutrients intake showed that processed ingredients consumption greatly effects intake of energy, carbohydrate, fat, sodium and sucrose. The significant effect of processed ingredients showed that food industry producing food ingredients has important role in formulating processed ingredients with nutritional profiles that contribute to consumer health, but it also showed that preparation of food at home and restaurants also have important role to achieve healthier dietary intake. Keywords : Individual Food Consumption Survey (IFCS) 2014, nutrients intake, Nutrisurvey 2007, processed ingredients, processed foods

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 IDENTIFIKASI PANGAN OLAHAN DAN KONSUMSINYA MELALUI SURVEI KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU DI DKI JAKARTA DYAH SETYOWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi

9

10 Judul Tesis : Identifikasi Pangan Olahan dan Konsumsinya Melalui Survei Konsumsi Makanan Individu di DKI Jakarta Nama : Dyah Setyowati NIM : F Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi Ketua Dr Puspo Edi Giriwono, STP, MAgr Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr Tanggal Ujian: 09 Januari 2017 Tanggal Lulus:

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 sampai September 2016 adalah mengenai konsumsi pangan olahan, dengan judul Identifikasi Pangan Olahan dan Konsumsinya Melalui Survei Konsumsi Makanan Individu di DKI Jakarta. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi dan Bapak Dr Puspo Edi Giriwono, STP, MAgr selaku pembimbing serta Ibu Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi selaku dosen penguji. Penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktur Standardisasi Produk Pangan beserta seluruh staf yang telah membantu secara moril dan materil. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Alm Bapak, Alm Ibu, Bapak dan Ibu Mertua, Suami dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2017 Dyah Setyowati

12 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Pangan Olahan 3 Zat Gizi 5 Konsumsi Pangan Olahan 7 Survei Konsumsi Pangan 7 Kebijakan Pemerintah 9 Riskesdas 2013 dan SKMI METODE PENELITIAN 13 Bahan dan Alat 13 Tempat dan Waktu 13 Prosedur Penelitian 13 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Profil dan Karakteristik Responden 15 Pengelompokan Jenis Pangan 16 Konsumsi Pangan Setiap Kelompok Umur 17 Kontribusi Pangan Olahan terhadap Asupan Zat Gizi 20 Analisis Regresi Jumlah Konsumsi Pangan terhadap Asupan Zat Gizi 24 5 SIMPULAN DAN SARAN 26 Simpulan 26 Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 27 LAMPIRAN 31 RIWAYAT HIDUP 57 ii ii iv

13 DAFTAR TABEL 2.1. Pengelompokan pangan berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 26 tahun 2016 tentang Kategori Pangan Data konsumsi pangan per kelompok pangan berdasarkan Laporan SKMI Data prevalensi penyakit jantung koroner, stroke dan diabetes dari Laporan Riskesdas 2013 serta asupan lemak dan gula dari Buku SDT: Laporan SKMI 2014 pada populasi 15 tahun di 33 provinsi Profil responden SKMI 2014 DKI Jakarta Pengelompokan jenis pangan SKMI 2014 DKI Jakarta dengan memodifikasi NOVA system Jumlah konsumsi setiap kelompok pangan berdasarkan kelompok umur SKMI 2014 DKI Jakarta Kontribusi setiap kelompok pangan terhadap asupan energi penduduk DKI Jakarta berdasarkan SKMI Kontribusi setiap kelompok pangan terhadap asupan karbohidrat, protein, lemak, natrium dan sukrosa penduduk DKI Jakarta berdasarkan SKMI DAFTAR GAMBAR 2.1. Persentase kontribusi pangan olahan dalam asupan harian penduduk Amerika Serikat Biplot prevalensi penyakit jantung, stroke dan diabetes dari Laporan Riskesdas 2013 serta asupan lemak dan gula dari Buku SDT: Laporan SKMI 2014 pada populasi 15 tahun di 33 provinsi Biplot prevalensi penyakit jantung, stroke dan diabetes dari Laporan Riskesdas 2013 serta asupan lemak dan gula dari Buku SDT: Laporan SKMI 2014 pada populasi 15 tahun di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan Bangka Belitung Diagram alir tahapan penelitian Profil responden penduduk DKI Jakarta berdasarkan SKMI 2014 menurut jenis kelamin (n=1,605) Persentase konsumsi setiap kategori pangan pada masing-masing kelompok pangan pada kelompok umur 0-4 tahun, 5-12 tahun, tahun, tahun, >55 tahun dan semua umur penduduk DKI Jakarta berdasarkan SKMI Persentase jumlah konsumsi non pangan olahan, pangan olahan antara dan pangan olahan berdasarkan kelompok umur penduduk DKI Jakarta berdasarkan SKMI Asupan energi (A) dan persentase asupan energi (B) dari non pangan olahan, pangan olahan antara dan pangan olahan berdasarkan kelompok umur penduduk DKI Jakarta berdasarkan SKMI

14 DAFTAR GAMBAR (lanjutan) 4.5. Asupan protein (A) dan persentase asupan protein dari non pangan olahan, pangan olahan antara dan pangan olahan berdasarkan kelompok umur penduduk DKI Jakarta berdasarkan SKMI Sketergram hubungan jumlah konsumsi pangan pada setiap kelompok umur dengan asupan energi (A), karbohidrat (B), protein (C), lemak (D), natrium (E) dan sukrosa (F) penduduk DKI Jakarta berdasarkan SKMI DAFTAR LAMPIRAN 1. Asupan pangan kelompok 0-4 tahun Asupan pangan kelompok 0-4 tahun per sub kategori pangan Asupan pangan kelompok 5-12 tahun Asupan pangan kelompok 5-12 tahun per sub kategori pangan Asupan pangan kelompok tahun Asupan pangan kelompok tahun per sub kategori pangan Asupan pangan kelompok tahun Asupan pangan kelompok tahun per sub kategori pangan Asupan pangan kelompok >55 tahun Asupan pangan kelompok >55 tahun per sub kategori pangan Asupan pangan semua kelompok umur Asupan pangan semua kelompok umur per sub kategori pangan 53

15

16 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejalan dengan meningkatnya kesibukan manusia dan perkembangan teknologi, pangan juga mengalami perkembangan baik dari dari segi teknik pengolahan, pengawetan, pengemasan maupun distribusinya sehingga masyarakat kemudian mengenal istilah pangan olahan. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Perkembangan teknologi pengolahan pangan seperti pendinginan, pembekuan, iradiasi, ekstrusi, sterilisasi, penggunaan microwave dan lain sebagainya turut mendukung berkembangnya pangan olahan (Eicher-Miller et al. 2012). Pangan olahan mendominasi asupan harian penduduk di negara maju. Di Amerika Serikat pangan olahan menyumbang 57% asupan energi harian dan menyumbang asupan garam, gula, serat, zat besi dan asam folat yang tinggi (Weaver et al. 2014). Menurut Slimani et al. (2009) pangan olahan berkontribusi pada 61% asupan energi di Spanyol dan 78-79% di Belanda dan Jerman. Menurut Monteiro et al. (2013) konsumsi pangan olahan terus meningkat di Kanada dan Brazil. Pangan olahan menyumbang 24.4% asupan energi pada tahun 1938 di Kanada dan meningkat menjadi 54.9% pada tahun Hal yang sama terjadi di Brazil dimana pada tahun 1987 pangan olahan menyumbang 18.7% asupan energi dan pada tahun 2003 menjadi 26.1%. Meskipun di negara berkembang seperti Brazil konsumsi pangan olahan belum mendominasi asupan pangan namun nilai peningkatan penjualannya mencapai 2.1% per tahun sedangkan di negara maju seperti Kanada hanya 1.3% per tahun. Menurut PAHO (2015), peningkatan konsumsi pangan olahan berdasarkan tingkat penjualannya juga terjadi di wilayah Amerika Latin. Selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2013 terjadi peningkatan penjualan produk pangan olahan sebesar 107% di Peru, 129.8% di Bolivia, dan 146.4% di Uruguay. Menurut Monteiro et al. (2013) apabila dikombinasi dengan sumber zat gizi lain yang baik, pangan olahan baik untuk dikonsumsi, namun kecenderungan pangan olahan mengandung lemak, gula, garam yang tinggi untuk meningkatkan cita rasa produk, dapat menyebabkan konsumsi energi yang berlebihan sehingga meningkatkan risiko obesitas. Menurut Mozaffarian et al. (2011) konsumsi pangan olahan seperti biskuit, roti, kembang gula, minuman berkadar gula tinggi, daging olahan serta kentang goreng menyebabkan peningkatan berat badan populasi dewasa di Amerika Serikat. Obesitas dan kelebihan berat badan merupakan salah satu faktor penyebab penyakit tidak menular (PTM). PTM merupakan penyakit kronis yang bukan disebabkan oleh infeksi dan tidak ditularkan dari orang ke orang (Kemenkes 2013a). PTM merupakan salah satu permasalahan utama kesehatan saat ini. WHO (2014) menyebutkan salah satu faktor utama risiko PTM adalah pola konsumsi pangan yang kurang sehat. Tingkat kesibukan manusia yang semakin meningkat serta perubahan gaya hidup menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi pangan yang sebelumnya berupa pangan dengan bahan baku utuh dan tinggi serat

17 2 yang diolah sendiri menjadi pangan cepat saji dengan kandungan lemak jenuh, natrium dan gula tinggi serta kurang serat. Di Indonesia, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 dan 2013, terjadi kenaikan prevalensi berbagai PTM seperti diabetes, hipertensi dan stroke. Peningkatan prevalensi PTM di Indonesia dan masih tingginya masalah gizi di masyarakat diduga berkaitan dengan perubahan pola konsumsi makanan masyarakat (Kemenkes 2014). Sebagai kelanjutan Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan melaksanakan Studi Diet Total (SDT) 2014 yang terbagi menjadi dua kegiatan yaitu Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) dan Analisis Cemaran Kimia Makanan (ACKM). SKMI dilakukan untuk memperoleh gambaran pola konsumsi makanan dan tingkat kecukupan gizi masyarakat Indonesia. SKMI menyediakan data pangan yang dikonsumsi beserta cara, proses dan alat yang digunakan untuk memasak. Menurut Szűcs et al. (2013), data konsumsi pangan dapat digunakan untuk mengetahui trend karakteristik konsumsi pangan sehingga sangat bermanfaat untuk pengembangan produk bagi industri pangan. Faktor risiko dari berbagai macam penyakit juga dapat diketahui dengan adanya data konsumsi pangan. Keberadaan data konsumsi pangan juga sangat penting sebagai dasar dalam melakukan kajian risiko khususnya studi paparan suatu zat kimia (bahan tambahan pangan, kontaminan, pestisida, maupun migrasi komponen). Dalam studi paparan bahan tambahan pangan, nilai paparan bahan tambahan pangan dihitung berdasarkan data konsumsi pangan dan data tingkat penggunaan bahan tambahan pangan dalam pangan. Hasil paparan tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai Acceptable Daily Intake (ADI) bahan tambahan pangan tersebut untuk mengetahui tingkat risiko dari bahan tambahan pangan tersebut (Fitriana 2013). Dalam penelitian ini identifikasi dan perhitungan jumlah konsumsi pangan olahan serta kontribusi asupan zat gizi dilakukan berdasarkan data SKMI 2014 terhadap provinsi terpilih yaitu DKI Jakarta. Penentuan atau skrining DKI Jakarta sebagai provinsi yang diteliti dilakukan dengan metode Principal Component Analysis (PCA) berdasarkan data prevalensi penyakit jantung, stroke dan diabetes yang terdapat dalam Laporan Riskesdas 2013 serta data asupan lemak dan asupan gula yang terdapat dalam Buku SDT: Laporan SKMI 2014 pada individu 15 tahun ke atas di 33 provinsi. Perumusan Masalah Pangan olahan telah menjadi bagian dari asupan harian penduduk di Indonesia, namun data mengenai jenis, jumlah dan kontribusi zat gizi pangan olahan dalam asupan harian belum tersedia secara lengkap. Tersedianya data jumlah dan proporsi pangan olahan dalam asupan harian penduduk dapat digunakan sebagai data dasar dalam penentuan kebijakan. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis kontribusi pangan olahan dalam konsumsi harian penduduk DKI Jakarta

18 3 berdasarkan SKMI Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengelompokkan pangan yang dikonsumsi penduduk di DKI Jakarta berdasarkan proses pengolahan dan kategori pangan, mengidentifikasi jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi penduduk, menghitung kontribusi asupan zat gizi, serta menganalisis hubungan antara jumlah konsumsi pangan terhadap asupan zat gizi. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat menyediakan data dasar jenis, jumlah serta kontribusi pangan olahan dalam asupan harian penduduk sebagai masukan dalam penentuan kebijakan. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah semua jenis pangan yang dikonsumsi penduduk DKI Jakarta berdasarkan data SKMI Pangan yang dikonsumsi kemudian dikelompokkan berdasarkan proses pengolahan dan kategori pangan untuk mengetahui jumlah konsumsi pangan serta kontribusinya terhadap asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, natrium dan sukrosa). 2 TINJAUAN PUSTAKA Pangan Olahan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (Pemerintah RI 2012). Pada awalnya metode pengolahan pangan bertujuan untuk membuat produk pangan aman dikonsumsi dan memiliki cita rasa lebih. Tujuan penting lainnya adalah agar pangan awet dan memudahkan penyimpanan dan distribusi (Welch dan Mitchel 2000). Salah satu pengelompokan jenis pangan berdasarkan proses pengolahan yang digunakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) adalah NOVA food definition and classification system yang selanjutnya disebut NOVA system. Pangan dibagi menjadi empat kelompok dimana kelompok 1 merupakan pangan yang tidak diproses atau hanya mengalami proses minimal, kelompok 2 adalah pangan olahan kuliner atau pangan olahan antara, kelompok 3 adalah pangan olahan dan kelompok 4 adalah ultra-processed food (pangan olahan dengan proses pengolahan yang komplek) (Monteiro et al. 2016). Kelompok 1 merupakan pangan segar yang langsung dikonsumsi seperti buah dan sayur segar atau diolah secara sederhana seperti dibekukan, divakum seperti daging beku, buah beku serta

19 4 produk-produk seperti telur dan susu segar. Sedang kelompok 2 adalah pangan yang sudah diolah namun merupakan bahan baku dari pangan rumah tangga maupun industri. Pangan yang masuk kategori ini antara lain adalah krim, mentega, minyak goreng, tepung terigu, kakao bubuk, garam, pati, gula dan bahan tambahan pangan. Pada kelompok 3, pangan yang berasal dari kelompok 1 namun mengalami proses pengolahan bersama dengan pangan pada kelompok 2 dengan tujuan utama untuk meningkatkan umur simpan dan kualitas sensori. Contoh produk pangan pada kelompok 3 adalah daging atau ikan yang diasinkan atau diasap, ikan dalam kaleng, keju dan roti. Ultra-processed food merupakan pangan dengan berbagai jenis ingridien yang berasal dari kelompok 1 dan kelompok 2 dengan proses pengolahan komplek sehingga dapat langsung dikonsumsi oleh konsumen. Produk pada kelompok ini biasanya mempunyai kemasan yang menarik dan klaim kesehatan. Contoh dari kelompok 4 adalah biskuit, es krim, selai, minuman ringan, naget, sosis, burger, makanan bayi serta formula bayi. NOVA system mengelompokkan pangan berdasarkan tingkat dan tujuan pengolahan yang terjadi setelah pangan diambil dari alam, digunakan dalam penyiapan pangan maupun sebelum dikonsumsi dan tidak memperhitungkan metode penyiapan pangan di rumah dan di restoran termasuk proses memasak, pembuangan bagian yang tidak dapat dimakan dan pencampuran berbagai bahan. NOVA system telah digunakan dalam penelitian di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia (Monteiro et al. 2016). International Food Information Council juga membuat pengelompokan pangan berdasarkan proses pengolahannya. Pangan dibagi menjadi kelompok 1 yaitu pangan yang diproses minimal seperti buah dan sayur kemasan, kacang panggang dan kopi sanggrai; kelompok 2 yaitu pangan yang diolah untuk memperpanjang masa simpan seperti tuna dalam kaleng, buah beku, kacang dalam kaleng; kelompok 3 yaitu pangan olahan yang dibuat dari beberapa bahan baku (misal minyak, bumbu dan bahan tambahan pangan) seperti bubur instan dan saus tomat; kelompok 4 yaitu pangan siap konsumsi seperti selai, es krim, minuman berperisa dan biskuit dan terakhir kelompok 5 yaitu pangan komposit cepat saji yang diolah dan dikemas sehingga hanya membutuhkan penyiapan sederhana seperti pizza beku (IFICF 2010). European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) membagi pangan menjadi empat kelompok yaitu pangan yang tidak diketahui prosesnya seperti makanan pencuci mulut yang tidak diketahui proses pembuatannya, non pangan olahan seperti sayur dan buah segar; moderately processed food seperti buah kering dan virgin olive oil dan highly processed food yang merupakan pangan hasil industri seperti selai, biskuit dan sereal sarapan (Slimani et al. 2009). Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan mewajibkan pangan olahan untuk mendapatkan persetujuan pendaftaran sebelum beredar, namun ketentuan tersebut dikecualikan untuk pangan yang diproduksi oleh industri rumah tangga; mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari pada suhu kamar; dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan sampel, penelitian dan konsumsi sendiri; dan digunakan sebagai bahan baku industri. Badan POM juga telah menetapkan kebijakan terkait pengelompokan jenis pangan melalui Peraturan Kepala Badan POM Nomor 26 tahun 2016 tentang Kategori Pangan. Pangan dikelompokkan ke dalam enam belas kategori seperti yang

20 5 terlihat pada Tabel 2.1. Pengelompokan dilakukan berdasarkan bahan baku dari produk pangan tersebut. Tabel 2.1 Pengelompokan pangan berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 26 tahun 2016 tentang Kategori Pangan Nomor kategori Jenis pangan 01.0 Produk-produk susu dan analognya, kecuali yang termasuk kategori pangan Lemak, minyak, dan emulsi minyak 03.0 Es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) 04.0 Buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian 05.0 Kembang gula/permen dan cokelat 06.0 Serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman), tidak termasuk produk bakeri dari kategori pangan 07.0 dan tidak termasuk kacang dari kategori pangan dan kategori pangan Produk bakeri 08.0 Daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan 09.0 Ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptile 10.0 Telur dan produk-produk telur 11.0 Pemanis, termasuk madu 12.0 Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein 13.0 Produk pangan untuk keperluan gizi khusus 14.0 Minuman, tidak termasuk produk susu 15.0 Makanan ringan siap santap 16.0 Pangan campuran (komposit), yaitu pangan yang tidak termasuk dalam kategori pangan 01.0 sampai dengan kategori pangan 15.0 Sumber : BPOM (2016) Zat Gizi Zat gizi merupakan unsur yang terkandung dalam pangan yang memberikan manfaat bagi kesehatan manusia. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Masing-masing bahan pangan yang dikonsumsi memiliki kandungan gizi yang berbeda. Berdasarkan jumlahnya, zat gizi dapat dibedakan menjadi zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar dan berfungsi sebagai sumber energi serta digunakan sebagai fungsi pertumbuhan dan aktivitas tubuh. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak dan protein. Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit seperti vitamin dan mineral. - Energi Sumber energi adalah protein, karbohidrat dan lemak. Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi, dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (IOM 2005). Secara umum pola pangan yang baik adalah bila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah 50-65% : 10-20% : 20-30% (BPOM

21 6 2004). Energi digunakan untuk metabolisme basal, respon metabolisme makanan dan aktivitas fisik. Kebutuhan energi dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan umur individu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia rata-rata kecukupan energi adalah sebesar 2,150 kkal. Berdasarkan data SKMI 2014, rata-rata Angka Kecukupan Energi (AKE) penduduk Indonesia masih cukup rendah yaitu 76.6%. - Karbohidrat Pangan sumber karbohidrat antara lain adalah serealia, biji-bijian dan umbiumbian. Tubuh mengubah karbohidrat yang ada dalam pangan menjadi glukosa untuk dijadikan sebagai sumber energi. Setiap gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal energi. Asupan karbohidrat yang melebihi kebutuhan tubuh akan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hati atau otot atau diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa (Muchtadi 2011). Berdasarkan data SKMI 2014, secara nasional asupan karbohidrat penduduk Indonesia adalah g. - Protein Berdasarkan fungsi fisiologis protein terbagi menjadi tiga yaitu protein sempurna untuk mendukung pertumbuhan badan dan pemeliharaan jaringan, protein setengah sempurna untuk mendukung pemeliharaan jaringan namun tidak digunakan untuk mendukung pertumbuhan badan serta protein tidak sempurna yang tidak dapat mendukung pertumbuhan badan maupun pemeliharaan jaringan. Rata-rata kecukupan protein sesuai AKG adalah 57 gram (Kemenkes 2013b). Asupan protein populasi Indonesia adalah sebesar 61.2 g (Kemenkes 2014). - Lemak Lemak tersusun atas asam lemak dan gliserol yang berfungsi sebagai sumber energi, pelindung tubuh terhadap suhu rendah, pelarut vitamin A, D, E dan K serta isolasi agar panas tubuh tidak keluar. Lemak terbagi menjadi asam lemak jenuh yang dapat disintesis oleh tubuh dan asam lemak tak jenuh yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga disebut sebagai asam lemak esensial. Sumber lemak berasal dari bahan makanan kelompok minyak, daging, jeroan dan susu serta olahannya. Rata-rata asupan lemak populasi di Indonesia adalah 52.9 g (Kemenkes 2014). - Natrium Natrium dalam bentuk natrium klorida diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Natrium juga berfungsi dalam proses kontraksi dan relaksasi otot (Kemenkes 2013c). Sumber natrium dalam pangan berasal dari garam yang ditambahkan pada makanan serta kandungan alami pangan (Kemenkes 2014). - Sukrosa Sukrosa merupakan disakarida yang apabila dipecah akan menjadi satu unit glukosa dan satu unit fruktosa. Bagian utama dari gula pasir adalah sukrosa (99%). Sukrosa juga terdapat pada buah, sayuran dan madu (Almatsier 2003).

22 7 Konsumsi Pangan Olahan Berdasarkan studi pola konsumsi pangan pada di 187 negara pada tahun 1990 dan 2010 diketahui bahwa terjadi peningkatan konsumsi pangan sehat seperti biji-bijian utuh, ikan, sayur, kacang-kacangan serat, asam lemak omega 3 dan kalsium namun di lain sisi terjadi peningkatan yang lebih tajam pada konsumsi pangan seperti minuman dengan kadar gula tinggi, daging merah, daging olahan, asam lemak jenuh, lemak trans, kolesterol dan garam (Imamura et al. 2015). Di Amerika Serikat, pangan olahan menyumbang kebutuhan energi sebesar 1,200 kkal dan mayoritas lemak jenuh, garam, gula, serat, zat besi, asam folat (Weaver et al. 2014). Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pangan olahan mempunyai kontribusi yang besar terhadap asupan energi dan zat gizi lainnya bagi penduduk Amerika Serikat. Sumber : Weaver et al.( 2014) Gambar 2.1 Persentase kontribusi pangan olahan dalam asupan harian penduduk Amerika Serikat Menurut Slimani et al. (2009) yang melakukan penelitian pada 36,034 individu berumur tahun di 10 negara Eropa, untuk negara di wilayah Nordik dan Eropa Tengah seperti Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, Denmark dan Norwegia pangan olahan menyumbang 76-79% asupan energi. Sedang di negara wilayah Eropa Selatan seperti Spanyol, Italia, Yunani dan Perancis terdapat variasi antar negara terkait besaran asupan energi. Pangan olahan menyumbang 61-65% asupan energi di Spanyol dan Italia, 72-74% di Perancis dan Yunani. rata-rata kontribusi pangan olahan dalam total asupan energi di Brazil adalah antara 15.4% sampai 39.4%. Berdasarkan kurva regresi linear, rumah tangga dengan persentase kontribusi pangan olahan tinggi mempunyai korelasi positif dengan tingginya prevalensi obesitas, meningkatnya risiko penyakit jantung dan sindrom metabolik (Canella et al. 2014). Survei Konsumsi Pangan Secara umum data konsumsi pangan dapat dikelompokkan berdasarkan tiga kategori yaitu berbasis nasional, rumah tangga dan individu (Anisyah 2007). Contoh data konsumsi nasional antara lain Food Balance Sheet (FBS) yang berisi data perkiraan tahunan ketersediaan komoditi pangan. Data ini dapat digunakan

23 8 untuk menghitung kecukupan energi dan zat gizi makro rata-rata penduduk serta paparan zat kimia. Dalam data nasional ini, konsumsi diperhitungkan dalam bentuk komoditi mentah dan semi proses, sehingga penggunaan data ini tidak tepat untuk memperkirakan paparan bahan tambahan pangan (WHO 2008). Data konsumsi rumah tangga akan memberikan data produk pangan yang dibeli oleh rumah tangga dan proses pengolahannya. Data ini berguna untuk membandingkan asupan pangan antar komunitas, daerah dan kelas sosial ekonomi yang berbeda. Kelemahan dari data ini adalah tidak memberikan informasi mengenai konsumsi pangan individu yang ada dalam rumah tangga tersebut. Sedangkan data konsumsi individu menyediakan informasi detil terkait pola konsumsi masing-masing individu (WHO 2008). Menurut WHO (2008), metode pengumpulan data konsumsi individu terbagi menjadi: - Food record survey Metode ini dikenal juga sebagai food diary dimana individu diminta untuk mencatat semua jenis pangan dalam suatu periode tertentu (biasanya tujuh hari atau kurang). Jumlah konsumsi ditetapkan dengan menimbang pangan. Metode food diary ini memberikan data yang yang lebih akurat dibanding 24 hour dietary recall survey karena adanya kemungkinan kesalahan pengukuran berat pangan pada 24 hour dietary recall survey (Ahmed et al. 2006) hour dietary recall survey Dalam survei ini individu diminta mengingat semua pangan yang telah dikonsumsi dalam 24 jam terakhir. Peneliti harus menyiapkan metode yang memudahkan individu mengingat pangan yang telah dikonsumsi. 24 hour dietary recall survey adalah cara pengumpulan data individu dan keluarga yang prinsipnya meminta individu mengingat kembali semua makanan yang dikonsumsi selama 24 jam yang lalu dengan cara probing (penggalian) (Kemenkes 2014). Survei ini bersifat retrospektif yang artinya pengamatan didasarkan pada peristiwa yang telah dialami. Kelebihan metode ini adalah tidak membutuhkan waktu yang lama dan dapat diterapkan pada individu dengan tingkat pendidikan rendah (menggunakan proses wawancara). Namun disisi lain metode ini memiliki kelemahan karena bergantung pada ingatan individu dan kemampuan pewawancara dalam menggambarkan jenis pangan serta mengukur jumlah pangan yang dikonsumsi (Castell et al. 2015). - Food frequency questionnare (FFQ) Dalam survei ini ditetapkan terlebih dahulu daftar jenis dan kelompok pangan. Individu kemudian diminta untuk memperkirakan berapa kali konsumsi jenis pangan tersebut dalam sehari, seminggu, sebulan atau setahun. FFQ biasa digunakan untuk memilah individu berdasarkan konsumsi suatu jenis pangan atau zat gizi tertentu. - Diet history survey Survei ini mengumpulkan daftar jenis pangan yang biasa dikonsumsi pada suatu waktu yang biasanya dalam minggu. - Food habit questionnare Survei ini didesain untuk mengumpulkan data umum maupun spesifik seperti presepsi terhadap suatu pangan, pangan yang disukai atau tidak disukai, metode penyiapan pangan, dan penggunaan suplemen pangan. Survei ini biasanya digunakan dalam kajian singkat.

24 9 Kebijakan Pemerintah Pemerintah telah menetapkan kebijakan dalam rangka penanggulangan PTM melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tahun 2013 disebutkan bahwa konsumsi gula lebih dari 50 g, natrium lebih dari 2,000 mg, atau lemak total lebih dari 67 g per orang per hari akan menyebabkan risiko hipertensi, stroke, diabetes dan serangan jantung (Kemenkes 2013d). Penelitian Moreira et al. (2015) di Inggris menunjukkan bahwa pengurangan konsumsi pangan olahan juga menunjukkan penurunan risiko penyakit jantung. Diperkirakan di Inggris pada tahun 2030 penyakit jantung menyebabkan 175 ribu kematian penduduk, dengan mengurangi separuh jumlah konsumsi pangan olahan maka diperkirakan akan menurunkan jumlah kematian sebesar 12.6% penduduk. Hal tersebut menunjukkan bahwa pangan olahan mempunyai peran besar dalam implementasi kebijakan pemerintah terkait PTM. Dalam rangka pengawasan keamanan pangan, pemerintah juga menetapkan regulasi terkait penggunaan bahan tambahan pangan dan cemaran melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Penetapan batas maksimum suatu zat kimia dalam produk pangan memerlukan data konsumsi pangan sebagai dasar penentuannya. Riskesdas 2013 dan SKMI 2014 Riskesdas merupakan riset kesehatan berbasis komunitas yang dirancang dapat berskala nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Secara umum tujuan dari Riskesdas adalah untuk menyediakan informasi berbasis bukti untuk perumusan kebijakan pembangunan kesehatan. Sedangkan tujuan Riskesdas secara khusus adalah menyediakan informasi untuk perencanaan kesehatan termasuk alokasi sumber daya di berbagai tingkat administrasi, menyediakan peta status dan masalah kesehatan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, menyediakan informasi perubahan status kesehatan masyarakat, menilai kembali disparitas wilayah kabupaten/kota menggunakan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) serta mengkaji korelasi antar faktor yang menyebabkan perubahan status kesehatan (Kemenkes 2013a). Disain Riskesdas 2013 merupakan survei cross sectional yang bersifat deskriptif. Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah rumah tangga di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota. Sebanyak 11,986 blok sensus berhasil dikunjungi dengan jumlah rumah tangga sebanyak 294,959 dan 1,027,763 individu. Data PTM yang ada pada Riskesdas 2013 adalah asma, penyakit paru obstruktif kronis, kanker, diabetes, hipertiroid, hipertensi, jantung koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjal kronis, batu ginjal, penyakit sendi/rematik (Kemenkes 2013a). Berdasarkan data Riskesdas 2013, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7.6% pada tahun 2007 menjadi 9.5% pada tahun Hal yang sama untuk stroke juga meningkat dari 0.83 % pada tahun 2007 menjadi 1.21% pada tahun 2013.

25 10 Peningkatan juga terjadi pada prevalensi penyakit diabetes melitus yang pada tahun 2007 sebesar 1.1% meningkat menjadi 2.1% pada tahun 2013 (Kemenkes 2013a). Data Riskesdas 2013 menunjukkan peningkatan PTM dan masih tingginya masalah gizi di masyarakat yang diduga terkait dengan perubahan pola konsumsi masyarakat. Oleh sebab itu, perlu dilakukan survei terkait pola konsumsi tersebut. SKMI merupakan bagian dari Studi Diet Total (SDT) yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran pola konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi masyarakat (Kemenkes 2014). Disain SKMI 2014 adalah survei cross sectional dimana sejumlah 2,072 blok sensus, 45,802 rumah tangga dengan 145,360 individu berhasil dikunjungi. Populasi SKMI dipilih secara acak dari blok sensus yang ada dalam sampel Riskesdas 2013 berdasarkan keterwakilan seluruh provinsi. Tidak seluruh blok sensus dapat dikunjungi disebabkan antara lain karena terdapat perbedaan nama dengan data yang ada, atau sudah terjadi perpindahan tempat tinggal, terjadinya kerusuhan di wilayah tertentu dan adanya individu yang tidak bersedia diwawancara. Hasil analisis SKMI 2014 menunjukkan tingkat konsumsi bahan pangan menurut jenis dan kelompok pangan yang berpengaruh terhadap asupan zat gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi individu (Kemenkes 2014). Tabel 2.2 Data konsumsi pangan per kelompok pangan berdasarkan Laporan SKMI 2014 Kelompok pangan Jumlah konsumsi per hari Serealia dan hasil olahannya (g) Umbi-umbian dan hasil olahannya (g) 27.1 Kacang-kacangan, biji (g) 56.7 Sayuran dan hasil olahannya (g) 57.1 Buah dan hasil olahannya (g) 33.5 Daging dan hasil olahannya (g) 42.8 Jeroan/non daging dan olahannya (g) 2.1 Ikan, hewan laut lainnya dan hasil olahannya (g) 78.4 Telur dan hasil olahannya (g) 19.7 Susu bubuk (g) 4.9 Susu cair (ml) 3.6 Minyak dan olahan (g) 37.4 Gula dan olahan (g) 15.7 Bumbu (g) 20.4 Minuman serbuk (g) 8.7 Minuman cair (ml) 25.0 Makanan komposit (g) 0.6 Air (ml) 1317 Suplemen (g) 0.3 Jamu (g) 0.4 Sumber : (Kemenkes 2014) Data jenis dan kuantitas makanan yang dikonsumsi individu serta proses penyediaan makanan yang dikonsumsi keluarga diperoleh dengan metode 24 hour dietary recall. Pengolahan data dilakukan dengan mengelompokkan pangan dalam 17 grup pangan menurut pengelompokan ASEAN sehingga diperoleh jumlah konsumsi pangan masing-masing kelompok sebagaimana yang terlihat pada Tabel 2.2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa konsumsi pangan penduduk di Indonesia masih didominasi oleh serealia dan hasil olahannya; ikan, hewan laut lainnya dan hasil olahannya, sayuran dan hasil olahannya; kacang-kacangan biji; serta daging

26 11 dan hasil olahannya. Analisis asupan zat gizi dari konsumsi makanan individu dilakukan menggunakan Database Komposisi Gizi Makanan-Minuman yang berasal dari daftar komposisi bahan makanan yang telah diperbaharui oleh tim teknis SKMI 2014 dengan melakukan peminjaman data dari data base komposisi makanan berbagai negara (Kemenkes 2014). Penentuan DKI Jakarta sebagai provinsi terpilih yang menjadi bahan penelitian dilakukan berdasarkan analisis PCA menggunakan data prevalensi penyakit jantung koroner, prevalensi penyakit stroke dan prevalensi penyakit diabetes pada populasi 15 tahun di 33 provinsi di Indonesia yang terdapat dalam Laporan Riskesdas 2013 serta data asupan lemak dan asupan gula pada populasi 15 tahun di 33 provinsi di Indonesia yang terdapat dalam Buku SDT: Laporan SKMI Data prevalensi penyakit dan asupan sebagaimana terlihat pada Tabel 2.3 dianalisis dengan PCA untuk mengetahui provinsi mana saja yang memiliki data yang mempunyai hubungan erat dengan PTM dan asupan lemak dan gula. Menurut Panagiotakos et al. (2007), PCA merupakan salah satu analisis multivariat yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan empiris antara pola asupan pangan dengan penyakit. Tabel 2.3 Data prevalensi penyakit jantung koroner, stroke dan diabetes dari Laporan Riskesdas 2013 serta asupan lemak dan gula dari Buku SDT: Laporan SKMI 2014 pada populasi 15 tahun di 33 provinsi Provinsi Kode Asupan lemak (g/hari) Asupan gula (g/hari) Prevalensi stroke (permil) Prevalensi jantung koroner (permil) Prevalensi diabetes (permil) DKI Jakarta Jawa Tengah Kepulauan Riau DI Yogyakarta Jawa Timur Lampung Banten Jawa Barat Bali Gorontalo Kalimantan Timur Sumatera Selatan Papua Barat Sulawesi Utara Aceh Maluku Utara Riau Kalimantan Selatan Maluku Jambi Sumatera Utara Kalimantan Barat Sumatera Barat Nusa Tenggara Barat Kalimantan Tengah Bengkulu Bangka Belitung Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Papua Nusa Tenggara Timur Sumber : (Kemenkes 2013a dan Kemenkes 2014)

27 12 Hasil analisis PCA dengan grafik biplot (Gambar 2.2) menunjukkan bahwa Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan Bangka Belitung merupakan provinsi yang banyak dipengaruhi oleh variabel utama. Grafik biplot menggambarkan hubungan antara variabel dan sampel secara keseluruhan serta menunjukkan keragaman (variance), korelasi antara variabel (loading) dan sifat-sifat sampel (score). Variabel dalam hal ini adalah prevalensi penyakit jantung koroner, prevalensi penyakit stroke, prevalensi penyakit diabetes, asupan lemak dan asupan gula pada populasi 15 tahun. Sedangkan sampel adalah provinsi di Indonesia. F2 (28.51 %) Asupan lemak Asupan gula (g) 2 (g) Prevalensi stroke (permil) Prevalensi diabetes 30 (permil) 28 Prevalensi jantung koroner (permil) F1 (47.26 %) Keterangan : 1. DKI Jakarta; 2. Jawa Tengah; 3. Kepulauan Riau; 4. DI Yogyakarta; 5. Jawa Timur; 6. Lampung; 7. Banten; 8. Jawa Barat; 9. Bali; 10. Gorontalo; 11. Kalimantan Timur; 12. Sumatera Selatan; 13. Papua Barat; 14. Sulawesi Utara; 15. DI Aceh; 16. Maluku Utara; 17. Riau; 18. Kalimantan Selatan; 19. Maluku; 20. Jambi; 21. Sumatera Utara; 22. Kalimanan Barat; 23. Sumatera Barat; 24. NTB; 25. Kalimantan Tengah; 26. Bengkulu; 27. Bangka Belitung; 28. Sulawesi Tengah; 29. Sulawesi Tenggara; 30. Sulawesi Selatan; 31. Sulawesi Barat; 32. Papua; 33. NTT Gambar 2.2 Biplot prevalensi penyakit jantung, stroke dan diabetes dari Laporan Riskesdas 2013 serta asupan lemak dan gula dari Buku SDT: Laporan SKMI tahun 2014 pada populasi umur 15 tahun di 33 provinsi F2 (24.14 %) Prevalensi diabetes (permil) Asupan lemak (g) Prevalensi stroke (permil) Gambar 2.3 Biplot prevalensi penyakit jantung, stroke dan diabetes dari Laporan Riskesdas 2013 serta asupan lemak dan gula dari Buku SDT: Laporan SKMI 2014 pada populasi umur 15 tahun di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan Bangka Belitung Analisis PCA selanjutnya dilakukan terhadap kelima provinsi tersebut untuk menentukan provinsi yang akan menjadi bahan penelitian. Gambar Prevalensi jantung koroner (permil) Asupan gula (g) F1 (48.92 %) Keterangan : 1. DKI Jakarta; 5. Jawa Timur; 14. Sulawesi Utara; 18. Kalimantan Selatan 27. Bangka Belitung 18

28 13 menunjukkan provinsi DKI Jakarta dan Sulawesi Utara merupakan provinsi yang paling banyak dipengaruhi variabel utama. Dengan mempertimbangkan populasi penduduk DKI Jakarta yang lebih heterogen serta jenis pangan olahan beredar yang lebih beragam dan akses yang lebih mudah karena keberadaan industri pangan di DKI Jakarta, maka identifikasi pangan olahan dan konsumsinya dilakukan terhadap data SKMI provinsi DKI Jakarta. 3 METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian dilakukan terhadap data SKMI 2014 Provinsi DKI Jakarta yang diperoleh dari Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Peralatan yang digunakan adalah unit komputer dengan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2007, XL STAT 2014, Nutrisurvey Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian yang berupa pengumpulan data, ekstraksi data, analisis data dan penyusunan laporan dilaksanakan di Jakarta selama 6 bulan yaitu pada bulan Maret September Prosedur Penelitian Tahapan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu (1) ekstraksi data karakteristik responden dari provinsi terpilih, (2) pengelompokan, identifikasi jenis dan jumlah konsumsi pangan, (3) perhitungan kontribusi asupan gizi dan (4) analisis regresi jumlah konsumsi pangan dan asupan zat gizi. Tahapan penelitian secara umum digambarkan pada Gambar 3.1. Ekstraksi Data Karakteristik Responden dari Provinsi DKI Jakarta Data responden yang digunakan dalam penelitian ini meliputi umur dan jenis kelamin. Responden dikelompokkan berdasarkan umur dengan pengelompokan sebagai berikut : kelompok individu yang berumur umur 0-4 tahun, kelompok individu yang berumur 5-12 tahun, kelompok individu yang berumur tahun, kelompok individu yang berumur tahun dan kelompok individu yang berumur lebih dari 55 tahun. Pengelompokan, Identifikasi Jenis dan Konsumsi Pangan Pengelompokan, identifikasi jenis dan jumlah konsumsi pangan dilakukan dengan memodifikasi NOVA system dan mengacu pada Perka Badan POM Nomor 26 tahun 2016 tentang Kategori Pangan terhadap data konsumsi pangan masing-masing kelompok umur. Pangan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu non

29 14 pangan olahan, pangan olahan antara dan pangan olahan. Ultra-processed food yang merupakan kelompok keempat pada NOVA system digabungkan dalam satu kelompok bersama pangan olahan. Setelah dikelompokkan, pangan kemudian dikategorikan ke dalam kategori pangan dan sub-kategori pangan. Pangan yang mempunyai bentuk cair dan padat seperti susu dan kopi dipisahkan pengkategoriannya dengan menambahkan kode a pada nomor kategori untuk pangan yang berbentuk cair. Pangan yang tidak termasuk dalam enam belas kategori pangan dimasukkan dalam kategori 17.0 lain-lain. Air minum dipisahkan dan dilakukan perhitungan konsumsi tersendiri. Ekstraksi data dilakukan meliputi rata-rata konsumsi pangan berdasar kelompok pangan dan kategori pangan untuk setiap kelompok umur dan semua umur. Data SKMI 2014 provinsi DKI Jakarta Ekstraksi data karakteristik responden Pengelompokan konsumsi pangan untuk setiap kelompok umur Responden : - Kelompok 0-4 tahun - Kelompok 5-12 tahun - Kelompok tahun - Kelompok tahun - Kelompok > 55 tahun Pengelompokan jenis pangan (non pangan olahan, pangan olahan antara dan pangan olahan) Pengkategorian pangan berdasarkan kategori pangan dan sub kategori pangan Perhitungan jumlah konsumsi pangan Konversi jumlah asupan tiap jenis pangan terhadap nilai zat gizi berdasarkan Nutrisurvey 2007 Analisis regresi konsumsi pangan dan asupan zat gizi Gambar 3.1 Diagram alir tahapan penelitian Perhitungan Kontribusi Asupan Zat Gizi Setelah diketahui jenis dan jumlah konsumsi pangan untuk non pangan olahan, pangan olahan antara dan pangan olahan, kemudian dilakukan penghitungan jumlah asupan zat gizi. Asupan zat gizi dihitung berdasarkan konversi berat pangan yang dikonsumsi terhadap jumlah zat gizi untuk energi,

30 15 karbohidrat, protein, lemak, natrium dan sukrosa menggunakan aplikasi Nutrisurvey Perhitungan asupan zat gizi pada setiap kelompok pangan dilakukan untuk setiap kelompok umur dan semua umur. Perhitungan jumlah kontribusi zat gizi setiap kelompok pangan dalam asupan harian dilakukan dengan menghitung asupan zat gizi setiap kelompok pangan dibanding total asupan zat gizi. Analisis Regresi Jumlah Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi Analisis regresi jumlah konsumsi pangan setiap kelompok umur terhadap asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, natrium dan sukrosa dilakukan untuk memperoleh grafik sketergram, koefisien korelasi (r) dan persamaan regresi. Menurut Siregar (2013), nilai koefisien korelasi menunjukkan tingkat hubungan yang kuat sedangkan nilai koefisien korelasi menunjukkan tingkat hubungan yang sangat kuat. slope (b) diperoleh dari persamaan regresi y = bx + a dimana x adalah jumlah konsumsi pangan dan y adalah asupan zat gizi. Slope merupakan kemiringan dari garis yang menunjukkan seberapa besar kontribusi x terhadap y. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil dan Karakteristik Responden DKI Jakarta terbagi menjadi lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Kepulauan Seribu. Jumlah individu di DKI Jakarta yang menjadi responden SKMI 2014 adalah sebanyak 2,182 orang dengan individu yang berhasil diwawancarai sebanyak 1,722 orang. Setelah melalui proses cleaning data, diperoleh jumlah responden sebanyak 1,605 orang (Kemenkes 2014). Profil responden berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4.1. Responden didominasi oleh penduduk umur tahun yaitu sebanyak 882 orang (54.95 %). Tabel 4.1 Profil responden SKMI 2014 DKI Jakarta Kelompok umur Laki-laki Perempuan Total n % n % N % Kelompok 0-4 tahun Kelompok 5-12 tahun Kelompok tahun Kelompok tahun Kelompok > 55 tahun Total , Secara umum responden laki-laki dan perempuan mempunyai komposisi yang hampir seimbang. Jumlah responden laki-laki adalah sebanyak 796 orang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No.1220, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kategori Pangan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

d. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau karakteristik dasar pangan;

d. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau karakteristik dasar pangan; KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No. HK.00.05.52.4040 TENTANG KATEGORI PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Rl, Menimbang: a. bahwa pangan sebagai suatu komoditas memerlukan dukungan

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Nuri Andarwulan SEAFAST Center, IPB

Nuri Andarwulan SEAFAST Center, IPB In-depth Seminar FRI: Issue GGL dan PTM 23 February 2017 Nuri Andarwulan SEAFAST Center, IPB (Southeast Asian Food & Agr. Sci & Tech Center) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB Kajian Perilaku Konsumsi

Lebih terperinci

01.3 Susu kental dan analognya (plain) CPPB Krim yang digumpalkan (plain) CPPB Krim analog CPPB

01.3 Susu kental dan analognya (plain) CPPB Krim yang digumpalkan (plain) CPPB Krim analog CPPB 2013, 556 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN GAS UNTUK KEMASAN 1. Karbon dioksida

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP HUMEKTAN

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP HUMEKTAN 2013, 544 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN HUMEKTAN BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP PENGERAS. Fungsi lain : Pengatur keasaman, pengemulsi, pengental, penstabil

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP PENGERAS. Fungsi lain : Pengatur keasaman, pengemulsi, pengental, penstabil 2013, 548 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGERAS BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014)

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014) PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014) Dr. Siswanto, MHP, DTM Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes

Lebih terperinci

BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR

BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR Latar Belakang Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang tidak sehat dan tidak seimbang, karena mengandung kalori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gizi seperti diabetes mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et al., 2006 dalam Sacks,

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2017 dengan menggunakan data sekunder hasil Riskesdas 2013 dan SKMI 2014 yang diperoleh dari laman resmi

Lebih terperinci

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) P R A W I D Y A K A R Y A P A N G A N D A N G I Z I B I D A N G 1 : P E N I N G K A T A N G I Z I M A S Y A R A K A T R I S E T P E N

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PERETENSI WARNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak yang berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan tubuh. (1) Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts)

1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts) 2013, 562 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGUAT RASA 1. Asam L-glutamat dan

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE BIODATA 1. Nama : Iwan Halwani, SKM, M.Si 2. Pendidikan : Akademi Gizi Jakarta, FKM-UI, Fakultas Pasca sarjana UI 3. Pekerjaan : ASN Pada Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI SUSTAINABLE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Produk Pangan 1. Pengertian Pangan Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan yang selanjutnya disingkat UUP, Pangan adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN GAS UNTUK KEMASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN HUMEKTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dan kesejahteraan rakyat adalah meningkatnya usia harapan hidup, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar penduduk dunia kelebihan berat badan dan sedikitnya 300 juta diantaranya menderita kegemukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP SEKUESTRAN. 1. Kalsium dinatrium etilen diamin tetra asetat (Calcium disodium ethylene diamine tetra acetate) INS.

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP SEKUESTRAN. 1. Kalsium dinatrium etilen diamin tetra asetat (Calcium disodium ethylene diamine tetra acetate) INS. 2013, 557 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN SEKUESTRAN BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN POM RI 1 Maret 2012 1 LIST PERATURAN 1. Peraturan Kepala Badan POM No.HK.03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI KANDUNGAN GULA, GARAM, DAN LEMAK SERTA PESAN KESEHATAN UNTUK PANGAN OLAHAN DAN PANGAN SIAP SAJI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot skelet yang dapat meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI di Indonesia 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam satu dekade terakhir terjadi transisi epidemiologi karena kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam satu dekade terakhir terjadi transisi epidemiologi karena kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir terjadi transisi epidemiologi karena kematian akibat penyakit degeneratif semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit infeksi semakin

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang Indonesian Journal of Disability Studies ISSN : - Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang * Agustina Shinta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang,

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI O U T L I N E PENDAHULUAN SITUASI TERKINI STROKE

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan. MODUL 5 PIZZA IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat pizza ikan yang enak, bertekstur lembut dan rasa yang lezat. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan

Lebih terperinci

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern kali ini makanan kemasan tidak sulit untuk dijumpai. Namun terkadang label pada makanan kemasan yang akan dibeli sering luput dari perhatian konsumen.

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi dan Status Gizi Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi dibagi menjadi dua, yaitu karakteristik individu dan karakteristik keluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi pada anak sekolah dasar masih cukup memprihatinkan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap anak usia sekolah dasar di Indonesia.

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak yang sehat merupakan anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental yang normal, sesuai dengan umur mereka. Anak yang sehat memiliki status

Lebih terperinci

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. 2.1 Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

NUGGET BANANA SKIN. Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA. Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG

NUGGET BANANA SKIN. Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA. Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG NUGGET BANANA SKIN Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG 2014-2015 LEMBAR PENGESAHAN JUDUL: NUGGET BANANA SKIN Menyetujui, Pembimbing

Lebih terperinci

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola makan vegetarian telah menjadi pola makan yang mulai banyak menjadi pilihan masyarakat saat ini. Vegetarian adalah orang yang hidup dari mengkonsumsi produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

Nutrisi Berbasis Tumbuhan. Pola makan sehat tanpa produk hewani

Nutrisi Berbasis Tumbuhan. Pola makan sehat tanpa produk hewani Nutrisi Berbasis Tumbuhan Pola makan sehat tanpa produk hewani 1 PERKENALAN LATAR BELAKANG Semakin banyak orang yang memilih untuk mengurangi pemakaian produk- produk hewani dengan alasan yang beragam,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAHAN PENGKARBONASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek METODE Disain, Tempat dan Waktu Penelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda yang dilaksanakan oleh tim

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Profil Kemiskinan Provinsi Bengkulu September 2017 No. 06/01/17/Th. XII, 2 Januari 2018 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI BENGKULU Profil Kemiskinan Provinsi Bengkulu September 2017 Persentase Penduduk Miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 10,64 PERSEN No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan nasional di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial antara lain meningkatnya angka rata-rata usia harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI Nomor 22 tahun 2009 merupakan strategi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

Hasil Studi Biaya Pangan. Kerjasama BAPPENAS & WFP

Hasil Studi Biaya Pangan. Kerjasama BAPPENAS & WFP Hasil Studi Biaya Pangan Kerjasama BAPPENAS & WFP Maret 2017 Struktur Presentasi Investasi di bidang gizi Peningkatan Nilai Untuk Uang 1 Pengantar Studi Biaya Pangan 2 Metode 3 Hasil dan Temuan 4 Pengalaman

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 No. 05/01/Th. XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 10,70 PERSEN Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN No. BAK/TBB/BOG311 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2010 Hal 1 dari 9 BAB III ACUAN LABEL GIZI Jika kita membeli produk makanan atau minuman di supermarket, seringkali Informasi Nilai Gizi yang tercetak pada kemasan

Lebih terperinci

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN 2005-2014 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 83.3 85.0 82.0 85.1 60.0 64.5 68.7 71.2 57.5 48.1 2005 2006 2007

Lebih terperinci

2013, No Magnesium karbonat (Magnesium carbonate) INS. 504(i) : Tidak dinyatakan (not limited) Sinonim : -

2013, No Magnesium karbonat (Magnesium carbonate) INS. 504(i) : Tidak dinyatakan (not limited) Sinonim : - 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PERETENSI WARNA 1. Magnesium karbonat (Magnesium

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP ANTIBUIH. - Pembentuk gel, pengemulsi, pengental, penstabil Buttermilk (plain) 6000

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP ANTIBUIH. - Pembentuk gel, pengemulsi, pengental, penstabil Buttermilk (plain) 6000 2013, 552 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN ANTIBUIH BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

Survei Konsumsi Gizi, oleh Clara M. Kusharto; I Dewa Nyoman Supariasa Hak Cipta 2014 pada penulis

Survei Konsumsi Gizi, oleh Clara M. Kusharto; I Dewa Nyoman Supariasa Hak Cipta 2014 pada penulis Survei Konsumsi Gizi, oleh Clara M. Kusharto; I Dewa Nyoman Supariasa Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP BAHAN PENGKARBONASI Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi (contohnya susu coklat, eggnog,

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP BAHAN PENGKARBONASI Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi (contohnya susu coklat, eggnog, 2013, No.543 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAHAN PENGKARBONASI BATAS MAKSIMUM

Lebih terperinci