HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Manokwari adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Papua Barat, Ibukota kabupaten ini terletak di Kota Manokwari pada Lintang Selatan dan Bujur Timur, dengan luas wilayah km 2, dengan batas-batas : Utara : Samudera Pasifik Selatan : Kabupaten Teluk Bintuni Barat : Kabupaten Sorong Selatan Timur : Kabupaten Teluk Wondama Terdiri dari 29 distrik, 9 kelurahan dan 409 kampung. Wilayah mencakup wilayah laut, dataran dengan topografi wilayah datar, bergelombang hingga bergunung dengan iklim tropis suhu udara berkisar antara 26.4 C sampai 31.9 C. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Manokwari adalah orang, yang terdiri atas laki laki dan perempuan. Dari hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010) tersebut tampak bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Manokwari masih bertumpuk di Distrik Manokwari Barat, yakni sebesar 39.94%, kemudian diikuti oleh Distrik Prafi sebesar 7.58%, Distrik Masni sebesar 7.19% dan Distrik Manokwari Selatan sebesar 7.07%, sedangkan distrik distrik lainnya hanya dibawah 5%. Distrik Manokwari Barat, Prafi, Masni dan Manokwari Selatan adalah empat distrik dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing masing berjumlah orang, orang, orang dan orang. Dengan luas wilayah Kabupaten Manokwari sekitar kilometer persegi yang didiami oleh orang maka rata rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Manokwari adalah sebanyak 13 orang per kilometer persegi. Distrik yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Distrik Manokwari Barat yakni sebanyak 316 orang per kilometer persegi, sedangkan Distrik yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya adalah Distrik Tahota, Kebar, Senopi dan Mubrani, yakni hanya sebanyak satu orang per kilometer persegi.

2 50 Manokwari merupakan daerah yang memiliki iklim tropis, sehingga sangat mendukung kelangsungan hidup dari spesies nyamuk terutama Anopheles. Nyamuk Anopheles tersebar di Manokwari dan menyebabkan penyakit malaria tersiana dan malaria tropika dengan jumlah penderita yang cukup banyak. Daerah penelitian memiliki keadaan lingkungan yang berbeda-beda. Daerah Sanggeng berada di dekat laut sehingga untuk kelangsungan hidup nyamuk sangat sedikit dimana daerah pantai memiliki suhu yang tinggi dan kecepatan anginnya juga kuat sehingga mengurangi nyamuk yang ada di tempat tersebut, namun di daerah ini banyak terdapat saluran air yang tersumbat seperti halnya selokan yang jarang dibersihkan, serta penduduk dan perumahan yang padat. Di daerah Wosi terdapat hutan yang banyak memiliki pohon-pohon yang terlindung, berawa serta saluran air yang tersumbat sehingga menjadi tempat berkembangbiak nyamuk Daerah Warmare merupakan daerah dimana terdapat hutan yang banyak memiliki pohon-pohon, tanaman coklat dan kelapa sawit, semak belukar dan juga sungai tempat berkembang biak nyamuk. Sama halnya dengan daerah Prafi, disamping pohon, tanaman sawit, di daerah ini juga terdapat kolam ikan dan persawahan. Dinas kesehatan Kabupaten Manokwari selalu mengadakan kegiatan penemuan dan pengobatan setiap tahun dalam rangka menurunkan angka kesakitan malaria di Kabupaten Manokwari seperti disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Kegiatan penemuan dan pengobatan malaria usia balita di Kabupaten Manokwari Tahun 2011 Puskesmas Σ penduduk Σ klinis Metode Diagnosis MILK RDT Positif 1-4 Thn 5-9 Thn L P L P Pengobatan Sanggeng Wosi Warmare Prafi SP Laporan Surveilans Malaria Kabupaten Manokwari Tahun 2011 ACT

3 51 Karakteristik Keluarga dan Anak Balita Karakterietik Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik sosial ekonomi keluarga dalam penelitian ini meliputi umur orangtua, besar keluarga, pendapatan orangtua, asal suku, pendidikan orangtua, dan pekerjaan orangtua. Distribusi karakteristik sosial ekonomi sosial ekonomi keluarga disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Distribusi contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga Peubah Total n % Umur ibu Tua ( 35 tahun) Muda (< 35 tahun) Umur ayah Tua ( 35 tahun) Muda (< 35 tahun) Besar keluarga Kecil ( 4 orang) Besar (> 4 orang) Pendapatan keluarga Tinggi ( ) Rendah (< ) Asal suku Papua Non Papua Pendidikan ibu Rendah Tinggi Pendidikan ayah Rendah Tinggi Pekerjaan ayah Bekerja Pekerjaan ibu Bekerja Tidak bekerja/irt Dalam penelitian ini umur orang tua diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur < 35 tahun dan 35 tahun. Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita (90%) berumur kurang dari 35 tahun. Rata-rata umur ibu adalah 28 tahun, umur maximum 38 tahun dan minimum 20 tahun. Sedangkan jika ditinjau

4 52 dari umur ayah, diperoleh bahwa lebih dari 70% ayah berumur kurang dari 35 tahun, rata-rata umur ayah 32 tahun, umur maximum 45 tahun dan umur minimum 26 tahun. Besar keluarga dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu keluarga kecil ( 4 orang) dan keluarga besar (> 4 orang). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 59% ibu memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang, dan 41% responden lainnya memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari empat orang. Banyaknya anggota keluarga sangat mempengaruhi konsumsi pangan dalam keluarga. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan semakin tidak merata. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga berhubungan erat dengan status gizi. Keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu merupakan faktor yang kurang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Hal ini disebabkan tingkat pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pangan keluarga. Pada Tabel 7, diketahui bahwa 27% ibu memiliki pendapatan keluarga dibawah Upah Minimum Regional (UMR) Propinsi Papua Barat yakni kurang dari Rp Rata-rata pendapatan adalah Rp dengan pendapatan tertinggi Rp dan terendah Rp Tingkat pendidikan dari orang tua juga sangat mempengaruhi pola asuh dan status gizi, dimana makin tinggi tingkat pendidikan orang tua, makin baik pula status gizi anaknya, karena orang tua terutama ibu berperan juga dalam pola asuh (Soekirman, 2000). Tingkat pendidikan orangtua dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu tingkat pendidikan rendah ( SLTP) dan pendidikan tinggi (> SLTP). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 67% ibu balita berpendidikan rendah, (tidak sekolah, tidak tamat SD dan SLTP) dan 33% lainnya berpendidikan tinggi. Jika ditinjau dari pendidikan suami, 54% suami berpendidikan rendah dan 46% lainnya berpendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka akan semakin baik sumberdaya manusianya karena pendidikan merupakan salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia.

5 53 Berdasarkan asal suku, diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berasal dari suku Jawa, Toraja, Manado, Ambon dan lain sebagainya. Mayoritas responden di daerah Prafi berasal dari suku Jawa karena daerah ini merupakan daerah transmigran, sedangkan di Warmare, mayoritas berasal dari suku Arfak. Asal suku dikelompokan menjadi dua kategori yaitu masyarakat asal Papua yang merupakan masyarakat asli Papua dan non Papua atau masyarakat pendatang. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan terdapat 44% ibu yang merupakan masyarakat asli Papua dan lainnya 56% merupakan masyarakat pendatang. Hal ini memberi indikasi bahwa balita non asli papua lebih rentan terkena malaria dibandingkan balita asli papua. Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai imunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah (kebal) terhadap infeksi malaria dan imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembang biakannya. Hal ini sejalan dengan Anies (2006) yang menyatakan bahwa bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental. Penelitian Karunaweera, Carter R, Grau GE dan Mendis KN (1998) di Srilanka menemukan bahwa penderita malaria di daerah endemis memiliki densitas parasit yang lebih rendah daripada yang tidak di daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non-endemis lebih mudah mengalami malaria berat. Hal ini mungkin dikarenakan pada individu di daerah endemis imun sudah terbentuk antibody protektif yang dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit. Bila ditinjau dari status pekerjaan orang tua terdapat 77% ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga dan 23% ibu lainnya bekerja diantaranya bekerja sebagai guru, bidan dan pedagang. Sedangkan jika dilihat dari pekerjaan ayah diperoleh bahwa seluruh ayah bekerja dengan berbagai jenis pekerjaan. Di daerah pedesaan seperti prafi kebanyakan suami bekerja sebagai petani sawah dan petani ikan, sedangkan di daerah Warmare kebanyakan sebagai petani kakao dan petani kelapa sawit namun bertani bukanlah mata pencaharian utama, karena mereka juga berkebun dan mencari ikan. Jenis tanaman yang biasa

6 54 ditanam adalah pisang, ubi-ubian dan sayuran. Sedangkan pekerjaan suami didaerah perkotaan lebih didominasi sebagai PNS, pedagang, sopir, tukang ojek dan wirausaha. Karakteristik Balita Karakteristik balita dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan berat badan lahir seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Distribusi balita berdasarkan karakteristik balita di Puskesmas Kabupaten Manokwari Peubah Total n % Umur balita (tahun) Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Berat badan lahir Normal ( gram) BBLR (< gram) Tabel 8 menunjukkan bahwa jika dilihat dari pembagian umur, sebagian besar (70%) balita berumur dua sampai tiga tahun dan sisanya 30% berumur empat sampai lima tahun. Rata-rata umur balita adalah tiga tahun. Anak-anak usia ini adalah kelompok terbanyak yang berisiko terhadap malaria hal ini disebabkan balita belum mampu menjaga dirinya sendiri dari gigitan nyamuk serta memiliki daya tahan tubuh yang masih belum maksimal. Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang biaknya parasit malaria. Depkes (2011) menunjukan bahwa anakanak usia dibawah lima tahun lebih rentan terjangkit malaria bahkan angka kematian mencapai 70% pada anak usia dibawah lima tahun. Jika ditinjau dari jenis kelamin, maka diketahui bahwa sebagian besar balita berjenis kelamin perempuan dengan persentase 59% dan 41% lainnya berjenis kelamin laki-laki. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.

7 55 Pertumbuhan dan perkembangan anak balita juga dipengaruhi oleh berat badan lahir. BBLR adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita malaria, energi kronis dan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2006). Berdasarkan data yang diperoleh juga diketahui bahwa 13% balita memiliki berat badan lahir rendah (< gram), dan 87% balita lainnya memiliki berat badan lahir normal. Rata-rata berat badan lahir balita adalah gram. BBLR sangat berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas janin dan bayi baru lahir, hambatan pertumbuhan dan perkembangan kognitif, serta penyakit kronis saat dewasa. Muthayya (2009) menyatakan bahwa BBLR dapat meningkatkan morbiditas, menyebabkan gangguan perkembangan mental, meningkatkan risiko penyakit kronis. Bayi yang lahir dengan BBLR akan lebih sulit untuk memiliki ukuran tubuh normal di kemudian hari sehingga dapat menyebabkan stunting pada masa remaja. Pengetahuan Ibu tentang ASI dan Malaria Pengetahuan (knowladge) merupakan hasil tahu yang diperoleh melalui proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang diteliti disini adalah pengetahuan ibu tentang ASI dan pengetahuan tentang malaria seperti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Distribusi ibu berdasarkan pengetahuan tentang ASI dan malaria di Puskesmas Kabupaten Manokwari Peubah Total n % Pengetahuan tentang ASI Baik ( 70%) Kurang (< 70%) Pengetahuan tentang malaria Baik ( 70%) Kurang (< 70%)

8 56 Berdasarkan Tabel 9, diperoleh bahwa 46% ibu memiliki pengetahuan ASI yang kurang baik. Pengetahuan ibu tentang ASI yang kurang baik disebabkan karena mereka tidak memiliki pengetahuan tentang kolostrum, kolostrum yang diproduksi oleh sebagian ibu dianggap sebagai air susu yang kotor dan tidak langsung diberikan kepada bayi. Roesli U (2004) menyatakan bahwa kolostrum adalah cairan pelindung yang kaya akan zat anti infeksi dan berprotein tinggi yang keluar dari hari pertama sampai hari keempat atau ketujuh setelah melahirkan. Kandungan kolostrum inilah yang tidak diketahui ibu sehingga banyak ibu dimasa setelah persalinan tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir karena pengetahuan tentang kandungan kolostrum itu tidak ada. Rendahnya pengetahuan ibu juga disebabkan mereka tidak mengetahui kapan waktu pemberian ASI dan penyapihan yang tepat. Jika ditinjau dari pengetahuan ibu tentang malaria, diketahui bahwa 43% Ibu balita memiliki pengetahuan malaria yang kurang baik. Pengetahuan ibu yang kurang baik ini disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan mengenai jenis nyamuk malaria, tempat perindukan nyamuk, cara mencegah malaria yang baik dan bagaimana gejala awal penyakit malaria dengan benar. Secara teori pengetahuan yang baik tentang penularan malaria akan dapat membantu upaya pencegahan terjadinya penularan malaria dimana masyarakat menjadi mampu untuk bertindak, mencegah dan mampu melindungi diri dari serangan penyakit ini. Tanda dan gejala penyakit malaria yang penting dan harus diketahui oleh orangtua adalah panas tinggi, menggigil dan sakit kepala. Dari responden yang mengetahui gejala penyakit malaria, panas dan menggigil merupakan gejala malaria yang paling banyak diketahui; gejala lain yang juga disebutkan adalah badan yang kaku, badan kurus, badan sakit, batuk-beringus, sakit tulang belakang, bibir kering dan muka pucat. Pengetahuan ini diketahui berdasarkan pengalaman dan penyuluhan dari petugas kesehatan. Hasil penelitian Uzochukwu et al (2008) tentang respon ibu terhadap anak demam di daerah perkotaan dan pedesaan di Enugu, Nigeria Tenggara menyebutkan bahwa kedua ibu di daerah perkotaan dan pedesaan menyadari bahwa malaria merupakan penyebab utama demam pada anak. Meskipun ibu pedesaan mengenali demam dan tanda-tanda bahaya yang lebih baik dari pada

9 57 ibu-ibu di daerah kota tetapi tanggapan ibu didaerah kota terhadap demam anaknya lebih baik. Ibu di daerah kota menggunakan obat klorokuin, ACT dan parasetamol sebagai obat utama untuk mengobati demam anaknya dan tersedia dirumah, sementara ibu-ibu pedesaan lebih cenderung untuk menggunakan obat sisa dari pengobatan sebelumnya untuk mengobati demam. Sementara ibu di daerah perkotaan juga lebih menggunakan pencegahan dan mencari tindakan lebih cepat dari ibu pedesaan dan total biaya perawatan juga lebih tinggi di daerah perkotaan. Pola Asuh Makan dan Pola Asuh Kesehatan Pola Asuh Makan Orang tua sangat berperan dalam menjaga pola makan yang sehat dan seimbang bagi anak karena biasanya anak akan meniru pola makan yang ada di keluarga. Dengan mengatur asupan makanannya supaya tetap sehat dan seimbang, maka kesehatan dan kecerdasan anak akan dapat terjaga untuk menjamin masa depannya. Ibu atau pengasuh harus yakin bahwa anak balita sudah mampu untuk makan sendiri dan mengawasi selama anak makan. Pola asuh makan dalam penelitian ini terdiri dari riwayat pemberian ASI dan penyapihan serta praktek pemberian makan anak. Widayani S (2000) menyatakan kebiasaan menyusui bayi merupakan hal yang baik, akan tetapi ASI bukan satu-satunya sumber untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi anak balita. Pemberian ASI kepada anak balita yang sudah besar (> 2 tahun) akan dapat memberi dampak yang kurang baik terhadap anak balita. Disamping ASI sudah tidak sarat zat gizi sehingga tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Distribusi pola asuh makan anak balita di Puskesmas Kabupaten Manokwari seperti disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10, diperoleh bahwa 65% ibu memiliki pola asuh makan yang kurang baik. Pola asuh makan yang kurang baik ini disebabkan riwayat pemberian ASI yang dan penyapihan kurang baik serta praktek makan yang kurang baik. Persentase responden dengan riwayat ASI dan penyapihan yang kurang baik adalah 56% dan 44% ibu memiliki riwayat pemberian ASI dan penyapihan yang baik. Sebagian ibu tidak memberikan ASI dengan berbagai alasan, diantaranya adalah ASI tidak keluar, anak tidak mau dan ibu sedang sakit. Disamping itu beberapa ibu lainnya tidak memberikan ASI eksklusif dan

10 58 mulai menyapih ketika anak baru berusia empat bulan. Bertentangan dengan apa yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan yang menganjurkan pemberian ASI tanpa makanan pendamping hingga bayi berusia 6 bulan (ASI eksklusif). Tabel 10 Distribusi balita berdasarkan pola asuh makan di Puskesmas Kabupaten Manokwari Peubah Total n % Pola asuh makan Baik ( 70%) Kurang (< 70%) Riwayat pemberian ASI dan penyapihan Baik ( 70%) Kurang (< 70%) Praktek pemberian makan Baik ( 70%) Kurang (< 70%) Tabel 10 juga menunjukkan bahwa 65% ibu balita memiliki praktek pemberian makan yang kurang baik dan 35% ibu memiliki praktek pemberian makan yang baik. Praktek pemberian makan disini meliputi cara memberi makan, frekuensi makan, jenis dan ragam makanan serta situasi saat makan. Cara pemberian makan yang kurang baik diantaranya adalah kebiasaan sarapan pagi kurang diterapkan padahal menurut Suhardjo (1989) makan pagi sangat penting. Sejalan dengan pernyataan Khomsan A (2002) yang menyatakan bahwa makan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik. Pola asuh makan yang kurang baik juga disebabkan para responden cenderung memaksa anak untuk makan dan tidak bisa menciptakan situasi makan yang baik saat makan. Disamping itu frekuensi makan anak yang tidak teratur serta jenis dan ragam makanan yang kurang bervariasi pun menjadi penyebab kurang baiknya pola asuh makan ibu. Hal ini didukung oleh Anwar (2009) yang menyatakan bahwa situasi makan dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan, ada anak yang diberi makan secara teratur setiap hari, makan pada tempat yang nyaman, dan anak makan dengan tertib. Sebaliknya ada pula anak yang diberi makan semaunya, sambil jalan-jalan, sambil bermain-main, dan tergantung kepada pengawasan ibu atau pengasuh. Akibatnya anak akan terbiasa sulit untuk makan, berhamburan atau akan banyak makanan yang tidak dihabiskan.

11 59 Cara mengasuh anak baik asuh makan dan asuh kesehatan antar keluarga sangat bervariasi, diantaranya dipengaruhi oleh karakteristik keluarga. Secara rinci distribusi pola asuh makan berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Distribusi contoh berdasarkan pola asuh makan dan karakteristik sosial ekonomi keluarga Peubah Pola asuh makan Total Baik Kurang baik n % n % n % Umur ibu Tua ( 35 tahun) Muda (< 35 tahun) Umur ayah Tua ( 35 tahun) Muda (< 35 tahun) Besar keluarga Kecil ( 4 orang) Besar (> 4 orang) Pendapatan keluarga Tinggi ( ) Rendah (< ) Asal suku Papua Non Papua Pendidikan ibu Rendah Tinggi Pendidikan ayah Rendah Tinggi Pekerjaan ayah Bekerja Pekerjaan ibu Bekerja Tidak bekerja/irt Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga, pola asuh makan yang kurang lebih banyak dilakukan oleh orangtua berumur muda (64.4%), memiliki jumlah anggota keluarga kecil dengan pendidikan orangtua yang rendah dan ibu tidak memiliki pekerjaan. Namun berdasarkan analisis chi-square tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan pola asuh makan.

12 60 Pola Asuh Kesehatan Pola asuh kesehatan tidak terlepas dari praktek hidup bersih yang diterapkan oleh ibu. Kebersihan adalah faktor yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan. Pola asuh kesehatan dalam penelitian ini meliputi praktek kebersihan (higiene) anak, penanganan ketika anak sakit, serta praktek pencegahan malaria yang diterapkan ibu kepada anak. Distribusi pola asuh kesehatan disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Distribusi balita berdasarkan pola asuh kesehatan di Puskesmas Kabupaten Manokwari Peubah Total n % Pola asuh kesehatan Baik ( 70%) Kurang (< 70%) Praktek kebersihan anak Baik ( 70%) Kurang (< 70%) Perawatan anak saat sakit Baik ( 70%) Kurang (< 70%) Praktek pencegahan malaria Baik ( 70%) Kurang (< 70%) Berdasarkan Tabel 12, diperoleh 57% ibu memiliki pola asuh kesehatan yang kurang baik dan 43% memiliki pola asuh kesehatan yang baik. Jika ditinjau dari praktek kebersihan, sebagian besar (80%) ibu memiliki praktek kebersihan yang baik dan hanya terdapat 20% ibu yang memiliki praktek kebersihan kurang baik. Praktek kebersihan yang dimaksud disini terdiri dari kebiasaan mengonsumsi air masak, praktek kebersihan anak, seperti kebiasaan mandi dua kali sehari, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, kebiasaan menggunting kuku dua kali seminggu dan sebagainya. Pola asuh kesehatan yang buruk akan sangat merugikan bagi anak oleh karena itu kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua, yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995). Berdasarkan data Riskesdas 2010, cakupan pelayanan kesehatan bayi dipapua barat adalah yang terendah kedua (42.0%) di Indonesia setelah Papua (32.40%), dimana targetnya adalah

13 %. Disebutkan juga bahwa salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dan masih menjadi andalan adalah pengobatan penderita. Pengobatan yang efektif ini harus memenuhi tiga kategori, yaitu jenis obat yang diperoleh adalah ACT, obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan dosis obat diperoleh untuk tiga hari dan diminum seluruhnya. Anak balita sangat membutuhkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh secara terus-menerus. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa 85% ibu memiliki pola asuh yang baik dalam merawat anak ketika sakit dan hanya 15% ibu dengan praktek perawatan yang kurang baik. Praktek perawatan anak saat sakit diantaranya adalah tindakan ibu mengenai gejala malaria, tindakan dalam memanfaatkan layanan kesehatan serta kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar ibu langsung membawa anak mereka berobat ke sarana pelayanan ke puskesmas, praktek bidan dan puskesmas pembantu, hal ini disebabkan berbagai alasan, diantaranya adalah agar anak cepat sembuh, tidak menyediakan obat di rumah dan ingin mendapatkan pengobatan gratis. Praktek perawatan yang kurang baik disebabkan mereka tidak segera memeriksakan anaknya ke dokter, cenderung membiarkan dan baru memeriksakan anak lima hari setelah sakit dan semakin parah. Tabel 12 juga menunjukkan mengenai praktek pencegahan malaria, dimana 74% ibu belum menerapkan praktek pencegahan malaria yang baik dan 26% sudah menerapkan praktek pencegahan yang baik. Praktek pencegahan malaria sangat penting dilakukan guna menurunkan angka kesakitan malaria. Pengetahuan mengenai cara pencegahan malaria ini sangat penting mengingat, program pencegahan malaria dengan menggunakan kelambu pada masyarakat tidak begitu tepat dilakukan, disamping itu kondisi rumah yang tidak terpasang kasa nyamuk pada ventilasi menyebabkan nyamuk masuk kedalam ruangan. Berdasarkan hasil penelitian di daerah pedesaan seperti Warmare dan Prafi banyak rumah yang tidak menggunakan kasa pada jendela dan ventilasi dibandingkan di daerah perkotaan seperti Sanggeng dan Wosi sehingga kebiasaan menggunakan kelambu sangat banyak di pedesaan dibandingkan di perkotaan. Sedangkan kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk semprot dan elektrik lebih banyak dilakukan oleh ibu yang berada di perkotaan. Pada

14 62 dasarnya ibu hanya menerapkan dua sampai tiga praktek pencegahan saja dari tujuh praktek pencegahan malaria yang dianjurkan oleh dinas kesehatan setempat, padahal jika semua praktek dilakukan akan semakin efektif upaya untuk menghindarkan keluarga dari infeksi malaria. Praktek pencegahan malaria secara rinci disajikan pada Gambar 5 berikut. Sanitasi lingkungan 65 Penggunaan obat tradisional 14 Minum obat anti malaria 5 Pemakaian obat nyamuk/anti nyamuk 22 Penggunaan pakaian lengan panjang Penggunaan kasa pada jendela/ventilasi Penggunaan kelambu tanpa /berinsektisida Jumlah Responden Gambar 5 Praktek ibu dalam mencegah malaria di Puskesmas Kabupaten Manokwari Dari Gambar 5 terlihat bahwa untuk penggunaan kelambu berinsektisida dan non insektisida cukup banyak dipraktekkan oleh ibu. Penggunaan kelambu merupakan upaya yang paling efektif mencegah digigit nyamuk pada saat tidur dibandingkan dengan upaya yang lain, hal ini disebabkan penggunaan kelambu mengurangi resiko masuknya insektisida ke dalam tubuh manusia melalui jaringan kulit serta risiko lain dari obat pengusir nyamuk yang dibakar, khususnya bagi orang yang mempunyai gangguan sistem pernafasan. Berdasarkan keterangan rata-rata penggunaan kelambu adalah empat tahun dan rata-rata kelambu dicuci adalah lima bulan sekali. Menurut dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari, penggunaan kelambu berinsektisida akan efektif selama jangka waktu 3-5 tahun dan dapat dicuci secara teratur tiga bulan sekali. Dari Gambar 5 juga dapat dilihat bahwa praktek pencegahan yang paling sedikit dilakukan oleh para responden adalah mengonsumsi obat anti malaria, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya mengonsumsi obat pencegahan malaria. Dulu malaria masih diobati dengan klorokuin, namun

15 63 setelah ada laporan resistensi maka saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT (Artemisinin-based Combination Therapy) dan DHP/ Arterakin (Dehidroartemisine piperaqui). Kedua jenis obat ini merupakan obat yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan untuk dikonsumsi saat ini. Teori Green (1980) mengemukakan bahwa kepercayaan atau keyakinan yang menjadi kebiasaan dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ada tradisi atau kepercayaan dalam mencegah malaria pada balita, misalnya dengan memandikan anak dengan menggunakan air yang rebusan daun dari pucuk pohon. Pemanfaatan tradisional tanaman obat bagi balita sakit malaria dan bagi orang dewasa umumnya adalah dengan mengonsumsi daun pepaya, daun sambiloto, serta paria untuk mengurangi gejala malaria. Daun pepaya dan paria biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran, namun tidak sedikit yang memanfaatkan daun pepaya, paria serta sambiloto untuk kemudian direbus dan diambil sarinya untuk diminum. Beberapa penelitian tentang pemanfaatan obat telah dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Suleman S et al (2009) tentang pemanfaatan tradisional tanaman obat-obatan dalam mengelola malaria pada penduduk Assendabo Township di Jimma, Etiopia. Diperoleh bahwa sebagian besar masyarakat Ethiopia menggunakan obat tradisional untuk mengobati malaria dan penyakit lainnya. Hasil penelitian ini kemudian menjadi dasar untuk memilih tanaman untuk lebih lanjut farmakologis dan studi fitokimia untuk mengembangkan baru dan relevan secara lokal anti malaria agen di Ethiopia. Secara rinci distribusi pola asuh kesehatan berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga, pola asuh kesehatan yang kurang baik lebih banyak dilakukan oleh orangtua berumur muda, memiliki jumlah anggota keluarga kecil, pendidikan orangtua rendah dan ibu tidak memiliki pekerjaan. Pola asuh kesehatan yang kurang baik lebih banyak dialami oleh anak balita umur dua sampai tiga tahun, berjenis kelamin perempuan dan memiliki berat badan lahir yang normal.

16 64 Tabel 13 Distribusi contoh berdasarkan pola asuh kesehatan dan karakteristik sosial ekonomi keluarga Pola asuh kesehatan Peubah Baik Kurang baik Total n % n % n % Umur ibu Tua ( 35 tahun) Muda (< 35 tahun) Umur ayah Tua ( 35 tahun) Muda (< 35 tahun) Besar keluarga Kecil ( 4 orang) Besar (> 4 orang) Pendapatan keluarga Tinggi ( ) Rendah (< ) Asal suku Papua Non Papua Pendidikan ibu Rendah Tinggi Pendidikan ayah Rendah Tinggi Pekerjaan ayah Bekerja Pekerjaan ibu Bekerja Tidak bekerja/irt Berdasarkan analisis chi-square tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan pola asuh kesehatan (p>0.05). Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Gizi Balita Asupan makan anak balita adalah hal penting yang harus diperhatikan oleh orang tua karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai

17 65 tingkat kesehatan optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi. Konsumsi merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mental anak. Konsumsi pangan anak balita dikumpulkan dengan metode recall ( 2x24 jam). Recall konsumsi pangan mencakup jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi anak termasuk makanan jajanan dan minum susu. Jenis makanan yang dikonsusmsi anak balita masih belum beragam. Rataan asupan zat gizi balita per hari disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Rataan asupan energi dan zat gizi balita per hari di Puskesmas Kabupaten Manokwari Asupan zat gizi (per hari) AKG yang dianjurkan Mean Minimum Maximum Energi (kcal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg) Vitamin B12 (ug) Energi dan protein berfungsi untuk membangun sel-sel yang rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon yang berguna dalam proses metabolisme. Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa rata-rata asupan energi balita adalah kcal per hari, yang berarti masih kurang dari AKG energi yang dianjurkan untuk balita yaitu kcal sampai kcal per hari. Anak yang asupan proteinnya kurang akan mengalami gangguan terutama gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu protein pada masa balita sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan otak. Berdasarkan Tabel 14, rata-rata asupan protein balita adalah gr per hari, yang berarti sudah cukup dari AKG protein yang dianjurkan untuk balita usia satu sampai tiga tahun yaitu 25 gr per hari, namun masih kurang bagi balita usia empat sampai lima tahun karena AKG protein yang dianjurkan pada usia ini adalah 39 gr per hari. Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu harus didapat dari makanan. Almatsier S (2005) mengemukakan bahwa vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan.

18 66 Dilihat dari kelarutannya, maka vitamin terbagi menjadi dua yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang dilihat dalam penelitian ini adalah Vitamin A, Vitamin B12 dan Vitamin C. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi mikro mempunyai manfaat yang sangat penting bagi tubuh manusia, terutama dalam penglihatan manusia. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata asupan vitamin A balita adalah RE per hari, masih kurang dari AKG vitamin A yang dianjurkan bagi balita yaitu RE per hari. Ini terjadi terutama karena kebiasaan makan yang jelek dengan kekurangan konsumsi sayuran, buah yang menjadi sumber provitamin A. Kekurangan maupun kelebihan dalam asupan vitamin A dapat memunculkan resiko yang merugikan kesehatan. Ada bukti yang menyatakan bahwa suplementasi vitamin A dapat menurunkan morbiditas malaria. Penelitian tersebut dilakukan di Papua New Guinea pada anak umur 6-60 bulan yang menderita penyakit malaria dengan memberikan suplementasi vitamin A (60 mg RE setiap 3 bulan). Setelah diikuti selama satu tahun, vitamin A menurunkan insidens malaria 20% - 50% kecuali pada level parasit yang tinggi (Azrimaidaliza, 2007). Kemudian ditemukan bahwa suplementasi vitamin A memberikan efek yang sedikit pada anak umur dibawah 12 bulan dan efek yang besar pada anak umur 13 sampai 36 bulan. (Shankar et al, 1999 dalam Semba, 2002). Untuk mengobati anak yang menderita malaria, selain obat standar untuk mengobati malarianya sendiri, dokter biasanya memberikan obat penunjang seperti vitamin B12 dan vitamin C untuk memperkuat fisik balita. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata asupan vitamin C balita adalah mg per hari sedangkan rata-rata AKG vitamin C yang dianjurkan bagi balita mg per hari, berarti masih kurang. Tingkat kecukupan Vitamin C masih di bawah 100%, hal ini kemungkinan disebabkan para anak balita kurang mengkonsumsi buahbuahan. Menurut responden, anak mereka jarang mengonsumsi buah-buahan hal ini disebabkan mereka lebih memilih jajanan dibandingkan buah-buahan. Pada tabel 14 juga dapat dilihat bahwa rata-rata asupan vitamin B12 anak balita adalah 0.62 ug, masih kurang karena AKG yang dianjurkan adalah ug per hari. Belum ditemukan jurnal mengenai hubungan antara vitamin B12, vitamin C dengan infeksi malaria.

19 67 Konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makannya, sehingga kecukupan konsumsi pangan anak-anak perlu mendapat perhatian orangtua. Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah sangat rawan terhadap gizi kurang. Mereka mengkonsumsi pangan (energi dan protein) lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga berada (Khomsan A, 2003). Distribusi tingkat kecukupan gizi balita secara rinci disajikan pada Tabel 15 berikut. Tabel 15 Distribusi balita berdasarkan tingkat kecukupan gizi di Puskesmas Kabupaten Manokwari Peubah Total n % Tingkat kecukupan energi Baik ( 70% AKG) Kurang (< 70% AKG) Tingkat kecukupan protein Baik ( 70% AKG) Kurang (< 70% AKG) Tingkat kecukupan vit A Baik ( 70% AKG) Kurang (< 70% AKG) Tingkat kecukupan vit C Baik ( 70% AKG) Kurang (< 70% AKG) Tingkat kecukupan vit B12 Baik ( 70% AKG) Kurang (< 70% AKG) Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin B12 anak balita masih kurang. Hal ini disebabkan karena jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi masih kurang beragam. Makanan dikatakan beraneka ragam adalah apabila setiap hidangan terdiri dari minimal empat jenis bahan makanan yang terdiri dari bahan makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah-buahan yang bervariasi (Depkes 2000). Berdasarkan hasil penelitian, balita lebih banyak mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat dan protein dibandingkan pangan yang mengandung vitamin seperti sayur dan buah. Pangan sumber karbohidrat berasal dari nasi dan ubiubian, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan protein lebih banyak bersumber dari ikan.

20 68 Sanitasi Lingkungan dan Kejadian Malaria Sanitasi Lingkungan Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Sanitasi dalam penelitian merupakan kondisi tempat tinggal ibu berupa keadaan lantai rumah, ventilasi yang baik, kepemilikan kolam ikan, sumur, kandang ternak yang dekat dengan rumah, saluran pembuangan limbah, jamban keluarga yang terletak didalam rumah, tempat pembuangan sampah dan tempat penampungan air. Adanya danau air payau, genangan air di hutan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria. Rendahnya kesadaran masyarakat akan sanitasi lingkungan dan perumahan menyebabkan angka kesakitan malaria tinggi di daerah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 82% sanitasi lingkungan tempat tinggal responden berada dalam kategori kurang baik dan hanya terdapat 18% responden dengan sanitasi tempat tinggal yang baik. Di daerah pedesaan seperti Warmare dan Prafi, sebagian besar ibu memiliki rumah dengan keadaan lantai rumah tanpa semen, rumah tanpa ventilasi, rumah yang dekat dengan kandang ternak, letak jamban keluarga diluar rumah serta sumber air untuk minum dan mandi semua keluarga di pedesaan umumnya berasal dari air sumur, sungai dan penampuangan air hujan. Demikian halnya dengan ibu di perkotaan, keadaan rumah yang dekat dengan kandang ternak, saluran pembuangan air limbah yang terbuka dan tidak lancar, selokan yang tersumbat, serta sumur tanpa cincin merupakan ciri buruknya sanitasi lingkungan. Romadon (2001) menyatakan bahwa proporsi penyakit malaria di Kecamatan Salaman sebesar 50% dimana pencahayaan, ventilasi, jenis rumah, semak-semak dan perbukitan menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap kejadian malaria, sedangkan kebersihan rumah, suhu rumah, kelembaban rumah, genangan air dan persawahan tidak menunjukkan hubungan terhadap kejadian malaria. Sementara Kholis E dkk (2010) menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak yang berisiko untuk terinfeksi malaria adalah sebesar 1.10 kali dibandingkan individu yang tinggal di rumah tangga yang memiliki peternakan yang tidak berisiko. Pemeliharaan ternak yang berisiko adalah ternak yang tidak mempunyai

21 69 kandang atau ada kandangnya tetapi dekat dengan rumah. Semakin dekat dengan rumah, semakin berisiko terjadinya malaria. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Duarsa A (2007) yang mengemukakan bahwa individu yang memiliki pemeliharaan ternak berisiko mempunyai prevalence ratio Kejadian Malaria Manokwari merupakan daerah yang memiliki iklim tropis, sehingga sangat mendukung kelangsungan hidup dari spesies nyamuk terutama Anopheles. Nyamuk Anopheles tersebar di Manokwari dan menyebabkan penyakit malaria tersiana dan malaria tropika dengan jumlah penderita yang cukup banyak. Dalam penelitian ini kejadian malaria terdiri dari status sakit, jenis malaria, frekuensi sakit dan riwayat penyakit lain. Distribusi balita berdasarkan kejadian malaria disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Distribusi balita berdasarkan kejadian malaria di Puskesmas Kabupaten Manokwari Peubah Total n % Kejadian malaria Tinggi Rendah Status sakit malaria Sakit Tidak sakit Jenis malaria Berat Ringan Frekuensi sakit 2 kali sebulan >2 kali sebulan Riwayat penyakit lain Ada Tidak ada Tabel 16 menunjukkan bahwa 69% tingkat kejadian malaria pada balita di Kabupaten Manokwari tinggi dan hanya 31% yang rendah. Tingginya kejadian malaria ini disebabkan pada saat penelitian dan selama enam bulan terakhir banyak balita yang sakit malaria. Berdasarkan status sakit, hanya terdapat 20% balita yang tidak sakit malaria dan 80% balita lainnya menderita sakit malaria. Balita yang tidak menderita malaria mengalami sakit flu, diare dan gatal-gatal.

22 70 Balita penderita malaria yang berobat ke unit pelayanan kesehatan, umumnya masih diobati secara pengobatan klinis, yaitu pemberian obat anti malaria hanya berdasarkan gejala klinis saja dan belum diberikan pengobatan radikal atau pemberian obat anti malaria selain gejala klinis, sedangkan yang lainnya menggunakan Rapid Test Diagnosis (RTD). Kondisi ini terjadi karena beberapa faktor, antara lain keterbatasan saran dan prasarana yang dibutuhkan (mikroskop), minimnya kemampuan/keterampilan petugas (tenaga mikroskopis malaria) terutama didaerah pedesaan dan tidak memadainya dana operasional program P2 Malaria (Khususnya di Kab/ Kota dan Puskesmas). Pengobatan terhadap penderita malaria yang dilaksanakan di Indonesia ada dua jenis, yaitu pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal. Pengobatan malaria klinis merupakan pemberian obat anti malaria hanya berdasarkan gejala klinis saja, sedangkan pengobatan radikal adalah pemberian obat anti malaria yang berdasarkan hasil konfirmasi laboratorium. Sampai saat ini, masih banyak propinsi yang masih melaksanakan pengobatan malaria klinis, termasuk Propinsi Papua Barat. Berdasarkan kajian dan penelitian yang dilakukan oleh departemen kesehatan, ternyata pengobatan dengan cara ini sering menimbulkan terjadinya kegagalan pengobatan bagi penderita malaria klinis, sebab pengobatan dengan cara ini tidak berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan darah. Tabel 16 juga menunjukkan bahwa tingginya kejadian malaria disebabkan jumlah balita yang mengalami malaria berdasarkan jenisnya, baik malaria berat dan ringan tidak berbeda jauh. Berdasarkan data diperoleh bahwa 42% balita menderita malaria berat yaitu malaria jenis tropika dan 58% balita lainnya menderita malaria ringan. Kemudian jika ditinjau dari frekuensi sakit diketahui bahwa terdapat 45% balita mengalami malaria lebih dari dua kali dalam enam bulan dan 55% lainnya mengalami malaria kurang dari dua kali dalam enam bulan. Lama anak balita mengalami sakit infeksi, dapat mempengaruhi tingkat kecukupan gizi balita tersebut. Hal ini disebabkan pada saat sakit nafsu makan anak menjadi berkurang sehingga asupan zat gizi yang berasal dari makanan pun menjadi sedikit serta secara langsung akan mempengaruhi tingkat kecukupan zat gizi anak tersebut. Riwayat penyakit lain balita juga menjadi penyebab tingginya kejadian malaria di Puskesmas Kabupaten Manokwari. Berdasarkan data yang diperoleh

23 71 sebanyak 21% balita memiliki riwayat penyakit lain seperti asma, tuberkulosis, diare, batuk dan alergi. Tabel 17 Distribusi contoh berdasarkan kejadian malaria dan karakteristik sosial ekonomi keluarga Kejadian malaria Total Peubah Rendah Tinggi P-value n % n % n % Umur ibu Tua ( 35 tahun) Muda (< 35 tahun) Umur ayah Tua ( 35 tahun) Muda (< 35 tahun) Besar keluarga Kecil ( 4 orang) Besar (> 4 orang) Pendapatan keluarga Tinggi ( ) Rendah(< ) Asal suku Papua Non Papua Pendidikan ibu Rendah Tinggi Pendidikan ayah Rendah Tinggi Pekerjaan ayah Bekerja Pekerjaan ibu Bekerja Tidak bekerja/irt Umur balita 2-3 tahun tahun Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Berat badan lahir Normal ( 2500 gr) BBLR (< 2500 gr)

24 72 Berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga (Tabel 17), tingginya kejadian malaria lebih banyak dialami oleh balita yang memiliki orangtua dengan umur muda, memiliki jumlah anggota keluarga kecil, pendidikan orangtua rendah dan ibu tidak memiliki pekerjaan. Kejadian malaria yang tinggi lebih banyak dialami oleh anak balita umur dua sampai tiga tahun, berjenis kelamin perempuan dan memiliki berat badan lahir yang normal. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian malaria (p=0.008). Sebagian besar pendapatan keluarga yang tinggi berasal dari masyarakat pendatang dimana berdasarkan hasil penelitian, balita asal pendatang/ non asli Papua lebih rentan terhadap malaria dibandingkan balita dari suku asli Papua. Selanjutnya hasil uji chi-square juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian malaria (p=0.041). Ibu yang tidak bekerja umumnya berpendidikan rendah dan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai praktek dan pencegahan malaria dibandingkan ibu yang bekerja sehingga kejadian malaria lebih banyak dialami oleh anak-anak yang berasal dari ibu yang tidak memiliki pekerjaan. Namun ada juga ibu bekerja yang mengikutsertakan anaknya ketika bekerja tanpa perlindungan dalam mencegah gigitan nyamuk, sehingga menjadi salah satu penyebab tingginya kejadian malaria pada anak yang ibunya bekerja. Status Gizi Anak Balita Status gizi balita diukur secara antropometri dilakukan dengan menimbang berat badan anak. Kemudian dihitung nilai z-skor berdasarkan indeks BB/TB, TB/U dan BB/U. Distribusi status gizi balita berdasarkan indeks BB/TB, TB/U dan BB/U disajikan pada Tabel 18. Berdasarkan BB/TB pada Tabel 18, diperoleh bahwa 31% balita memiliki status gizi tidak normal (kurus) dan 69% balita normal. Rata-rata status gizi balita berdasarkan BB/TB adalah normal. Selanjutnya berdasarkan TB/U diperoleh 21% balita pendek dan 79% balita memiliki TB/U yang normal. Rata-rata status gizi balita menurut TB/U adalah normal. Tabel 18 juga menunjukkan bahwa berdasarkan BB/U diperoleh 45% balita memiliki status gizi yang tidak normal dan 55% balita lainnya memiliki BB/U yang

25 73 normal. Rata-rata status gizi balita menurut BB/U berada dalam kategori tidak normal. Anak balita dengan status gizi buruk dan gizi lebih tidak ditemukan dalam penelitian ini. Tabel 18 Distribusi balita berdasarkan status gizi di Puskesmas Kabupaten Manokwari Peubah Total n % BB/TB Normal Tidak normal TB/U Normal Tidak normal BB/U Normal Tidak normal Dari ketiga indeks yang digunakan dalam penelitian ini yaitu indeks BB/U, TB/U dan BB/TB, dapat diambil kesimpulan bahwa status gizi anak balita di masa lampau pada umumnya berada pada kategori normal dan pada saat penelitian berada dalam keadaan tidak normal, hal ini disebabkan pada saat penelitian balita mengalami sakit sehingga berpengaruh terhadap nafsu makan yang secara langsung berpengaruh terhadap berat badan balita. Selanjutnya distribusi status gizi balita berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dan karakteristik balita disajikan pada Tabel 19. Berdasarkan analisis chi-squre diperoleh bahwa ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga dan karakteristik balita dengan status gizi balita dalam penelitian ini yaitu pendapatan keluarga, asal suku, pendidikan ibu dan pekerjaan ayah dengan status gizi.namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Masdiarti E (2000) di Kecamatan Hamparan Perak tentang pola pengasuhan dan status gizi anak balita ditinjau dari karakteristik pekerjaan ibu, memperlihatkan hasil bahwa anak yang berstatus gizi baik banyak ditemukan pada ibu bukan pekerja (43,24%) dibandingkan dengan kelompok ibu pekerja (40,54%) dan ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu yang lebih banyak dalam mengasuh anaknya.

26 74 Tabel 19 Distribusi status gizi berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dan karakteristik balita di Kabupaten Manokwari Status gizi BB/TB TB/U BB/U Peubah Tdk Normal Tdk Normal Normal Pendek Normal Normal n % n % n % n % n % n % Umur ibu Tua ( 35 thn) Muda(< 35 thn) Umur ayah Tua ( 35 thn) Muda (< 35 thn) Besar keluarga Kecil ( 4 org) Besar (> 4 org) Pendapatan keluarga * Tinggi ( ) Rendah (< ) Asal suku * Papua Non Papua Pendidikan ibu * Rendah Tinggi Pendidikan ayah Rendah Tinggi Pekerjaan ayah Bekerja Pekerjaan ibu * Bekerja Tdk bekerja Umur balita 2-3 tahun tahun Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Berat lahir Normal ( 2500 gr) BBLR (< 2500 gr) Hubungan antar Variabel Pola Asuh Makan, Tingkat Konsumsi, Pola Asuh Kesehatan, Kejadian Malaria dengan Status Gizi Balita Balita masih sangat rawan terhadap berbagai macam penyakit. Hal ini terjadi karena sistem kekebalan tubuhnya belum benar-benar terbentuk. Oleh karena itu anak harus diberikan asupan gizi yang cukup guna membantu membentuk sistem kekebalan tubuh yang kuat, sehingga anak tidak mudah sakit. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh (tulang, otot dan lemak) dan merupakan indikator yang sangat labil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome dilakukan dalam satu periode waktu yang bersamaan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masa balita merupakan usia penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. 3 Malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Warung Anak Sehat (WAS)

TINJAUAN PUSTAKA. Warung Anak Sehat (WAS) TINJAUAN PUSTAKA Warung Anak Sehat (WAS) Warung Anak Sehat merupakan suatu program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap kesehatan anak-anak yang rawan mengalami masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2 17 METODOLOGI Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Untuk hidup dan meingkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral) dalam jumlah yang cukup,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO Nama sheet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama kesehatan di Negara berkembang adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi kurang yang dialami oleh negara -negara

Lebih terperinci

KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI

KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI I. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden : Alamat : Tanggal Wawancara : KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI II. DATA KELUARGA 1. Nama KK :... 2. Umur :... 3. Jenis Kelamin : L / P 4. Agama : 5. Pendidikan :... 6.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, karena pada dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan. Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki

Lebih terperinci

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh.

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh. 22 Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga Ketersediaan Pangan Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh Kondisi Lingkungan Pola Asuh Tingkat kepatuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan status gizi menurun dimana keadaan ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI di Indonesia 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Kayubulan Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang pada saat

Lebih terperinci

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain case control bersifat Retrospective bertujuan menilai hubungan paparan penyakit cara menentukan sekelompok kasus

Lebih terperinci

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL Rr. Dewi Ngaisyah INTISARI Kejadian stunting muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

2. Tanggal Lahir : Umur : bulan. 4. Nama Ayah :. Umur : tahun. 5. Nama Ibu :. Umur : tahun

2. Tanggal Lahir : Umur : bulan. 4. Nama Ayah :. Umur : tahun. 5. Nama Ibu :. Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SABOKINGKING KOTA PALEMBANG (RESPONDEN ADALAH IBU) Tanggal pengumpulan data : / / Enumerator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan pangan dalam GBHN 1999 adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang serius terutama pada anak usia 1-5 tahun dan merupakan penyebab kematian anak di negara

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden :

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi pada anak sekolah dasar masih cukup memprihatinkan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap anak usia sekolah dasar di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini desain population survey, yaitu dengan mensurvei sebagian dari populasi balita yang ada di lokasi penelitian selama periode waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana pertumbuhan manusia, pada masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan dan gizinya dapat mudah terpengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita 6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Pengasuhan Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil. Menurut Wagnel dan Funk yang dikutip oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Balita Balita didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010),

Lebih terperinci

KUISIONER SURVEY MAWAS DIRI

KUISIONER SURVEY MAWAS DIRI KUISIONER SURVEY MAWAS DIRI Survey Mawas Diri adalah survey yang dilakukan secara rutin untuk mengetahui permasalahan kesehatan di masyarakat. Informasi yang didapatkan melalui survey ini sangat berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal

Lebih terperinci

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive, dengan kriteria memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pembangunan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebababkan

Lebih terperinci

GAMBARAN FACTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

GAMBARAN FACTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN GAMBARAN FACTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Esti Yuandari 1, Bagus Rahmat Santoso 1, Anggi Permatasari* 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *Korespondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya menjaga kesehatan bagi masyarakat adalah hal mutlak. Karena dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat terus produktif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian khusus dan perlu penanganan sejak dini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian khusus dan perlu penanganan sejak dini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi kurang merupakan salah satu masalah malnutrisi yang membutuhkan perhatian khusus dan perlu penanganan sejak dini. Hal ini karena kondisi kurang gizi dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati

BAB 3 METODE PENELITIAN. epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati 49 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei, dengan menggunakan desain penelitian epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi badannya. Pendek atau yang dikenal dengan istilah stunting masih menjadi masalah gizi yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan anak merupakan praktik yang tersebar luas didunia. UNICEF (2010) mencatat bahwa sekitar 60% anak perempuan di dunia menikah di bawah usia 18 tahun. Di Indonesia

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan di Indonesia beragam dan bertingkat mulai dari daerah pedesaan hingga perkotaan. Suatu daerah digolongkan dalam daerah perkotaan dan pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Kepada Yth. Ibu Balita Di Tempat Kabanjahe, Juli 2015 Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN

NASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN Lampiran 1 NASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN Saya Meiti Mahar Resy sebagai mahasiswi Universitas Esa Unggul akan melakukan penelitian Skripsi di RW 03 Kelurahan Pondok Kacang Timur Tangerang Banten.

Lebih terperinci