SKRIPSI ANGELINA VANDA ARDHIYANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI ANGELINA VANDA ARDHIYANI"

Transkripsi

1 PENGGOLONGAN MORFOMETRIK BABI KELOMPOK PARUNG, GETASAN DAN KLUNGKUNG MELALUI PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MINIMUM D 2 MAHALANOBIS SKRIPSI ANGELINA VANDA ARDHIYANI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i

2 RINGKASAN Angelina Vanda Ardhiyani. D Penggolongan Morfometrik Babi Kelompok Parung, Getasan dan Klungkung Melalui Pendekatan Analisis Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Minimum D 2 Mahalanobis. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. Informasi karakteristik fenotipik berdasarkan morfometrik pada babi yang dipelihara di Indonesia dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan babi lebih lanjut dengan tidak mengabaikan kemurniannya. Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan babi secara morfometrik. Penelitian dilakukan di Parung, Getasan dan Klungkung. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah babi peranakan dan babi lokal yang telah mencapai dewasa tubuh. Variabel-variabel ukuran yang diamati adalah tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang rump, lingkar pergelangan kaki, panjang badan, tinggi pundak, lebar dada dan dalam dada. Analisis data menggunakan statistik T 2 Hotteling, analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D 2 Mahalanobis. Hasil uji T 2 Hotteling menunjukkan bahwa ukuran tubuh babi jantan lebih besar daripada babi betina pada kelompok Parung (P<0,05), Getasan dan Klungkung (P<0,01). Hasil uji T 2 Hotteling nyata antara jantan kelompok Parung dan Getasan (P<0,05); sangat nyata antara betina kelompok Parung dan Getasan, antara jantan maupun betina kelompok Parung dan Klungkung, antara jantan maupun betina kelompok Getasan dan Klungkung (P<0,01). Variabel-variabel pembeda antara babi betina kelompok Parung dan Getasan adalah lingkar pergelangan kaki dan lebar dada, yang membentuk persamaan diskriminan Y= 1,476X 4 0,310X 7 ; antara jantan kelompok Parung dan Klungkung adalah panjang rump, lebar dada, tinggi dan lebar pinggul, yang membentuk persamaan diskriminan Y=1,399X 1 + 3,988X 2 10,375X 3 0,440X 7 ; antara betina kelompok Parung dan Klungkung juga antara jantan maupun betina kelompok Getasan dan Klungkung adalah panjang rump, lingkar pergelangan kaki, panjang badan, tinggi pundak, lebar dada, tinggi dan lebar pinggul, yang masing-masing membentuk persamaan diskriminan Y = 9,893X 1 + 3,124X 2 11,646X 3 + 9,017X 4 0,505X 5 + 1,810X 6 8,453X 7 ; Y = 5,680X 1 + 3,433X 2 12,243X 3 + 2,264X 4 1,718X 5 1,834X 6 0,122X 7 ; dan Y = 0,648X 1 + 1,261X 2 5,182X 3 + 3,679X 4 0,301X 5 + 1,103X 6 1,11X 7. Kesalahan penggolongan terbesar ditemukan antara betina kelompok Parung dan Getasan dengan faktor koreksi 92,5%. Penggolongan berdasarkan jarak minimum D 2 Mahalanobis menghasilkan dua percabangan ketidakserupaan morfometrik tubuh. Babi kelompok Parung dan Getasan memiliki ketidakserupaan morfometrik tubuh pada jantan dan betina masing-masing sebesar 1,6620 dan 1,6710. Jarak ketidakserupaan morfometrik kedua kelompok babi tersebut terhadap kelompok Klungkung, pada jantan dan betina masing-masing sebesar 11,8370 dan 7,5542. Kata kunci: babi, morfometrik, diskriminan, Wald-Anderson, Mahalanobis ii

3 ABSTRACT Pig Morphometric Classification in Parung, Getasan and Klungkung Groups Through Fisher Discrimant, Wald-Anderson Analysis and Minimum Distance D2 Mahalanobis Ardhiyani, A. V., Rini H. M and Pollung H. S Information based on morphometric phenotypic characteristics in pigs reared in Indonesia can be used as a basis for further development of pigs without limiting its purity. This study aimed to characterize the morphometric pigs. The study was conducted in Parung, Getasan and Klungkung, based on statistics T 2 Hotteling, Fisher discriminant analysis, Wald- Anderson and the minimum distance D 2 Mahalanobis. T 2 Hotteling test results showed that body size of male pigs is greater than females in pigs Parung group (P<0,05), Getasan and Klungkung (P<0,01). T 2 Hotteling test results significantly between male pigs in Parung and Getasan group (P<0,05); very significantly between female pigs in Parung and Getasan groups, between male and female pigs in Parung and Klungkung groups, between males and female pigs in Getasan and Klungkung group (P<0,01). Variables distinguishing between female pigs in Parung and Getasan groups is ankle circumference and width of chest; between male pigs in Parung and Klungkung group is length of rump, chest width, height and width of the hips; between the female pigs in Parung and Klungkung groups and also between male and female pigs in Getasan and Klungkung groups is length of rump, ankle circumference, body length, shoulder height, chest width, height and width of the hips. Largest classification error was found between female pigs in Parung and Getasan groups with 92,5% correction factor. The result classification based on minimum distance D 2 Mahalanobis showed two branching of dissimilarity distance of body morphometric. The dissimilarity distance of male and female body morphometric pig in Parung and Getasan groups are 1,6620 and 1,6710 respectively. The dissimilarity distance of male and female body morphometric in these two groups of pigs with Klungkung group are 11,8370 and 7,5542 respectively. Keywords : pig, morphometrics, discriminant, Wald-Anderson, Mahalanobis iii

4 LEMBAR PERNYATAAN PENGGOLONGAN MORFOMETRIK BABI KELOMPOK PARUNG, GETASAN DAN KLUNGKUNG MELALUI PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MINIMUM D 2 MAHALANOBIS ANGELINA VANDA ARDHIYANI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 iv

5 Judul Nama NIM : Penggolongan Morfometrik Babi Kelompok Parung, Getasan dan Klungkung Melalui Pendekatan Analisis Diskriminan Fisher, Wald- Anderson dan Jarak Minimum D 2 Mahalanobis : Angelina Vanda Ardhiyani : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) (Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.) NIP : NIP : Mengetahui : Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc) NIP : Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : v

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 April 1988 di Magelang, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ag. Parjono dan Ibu Yuliana Murni. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SD Tarakanita Magelang. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negri I Magelang. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Van Lith pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun Penulis aktif sebagai anggota KORMA (Koor KEMAKI) dan panitia beberapa kegiatan yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa Katholik IPB (KEMAKI). Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2008 dan beasiswa ijari (A.A Rachmat) pada tahun vi

7 KATA PENGANTAR Ternak babi merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan protein masyarakat. Ternak babi cocok dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein asal hewani dalam waktu relatif singkat dan dalam jumlah cukup besar karena babi memiliki sifat prolifik. Penggunaan babi unggul dapat membantu meningkatkan produksi peternakan babi. Perolehan babi unggul dengan memperhatikan genetika babi. Upaya peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi faktor lingkungan juga mempengaruhi upaya tersebut. Faktor lingkungan biasanya terkait dengan tatalaksana pemeliharaan. Informasi karakteristik fenotipik berdasarkan morfometrik pada babi yang dipelihara di Indonesia dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan babi lebih lanjut. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan studi mengenai karakteristik morfometrik babi yang dipelihara di Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi pegangan dasar untuk penelitian serupa pada masa yang akan datang. vii

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ABSTRACT LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA. Babi. Bangsa. Performa Pertumbuhan Produksi Ukuran Tubuh Anatomi Tubuh Analisis Diskriminan Kriteria Penggolongan Wald-Anderson Analisis D 2 Mahalanobis MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Variabel yang Diukur Pengumpulan Data Analisis Data. ii iii iv v vi vii viii x xii xiii viii

9 T 2 Hotteling Analisis Fungsi Diskriminan Fisher Analisis Wald-Anderson Analisis D 2 Mahalanobis HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Rachel Farm di Parung Tambangan Farm di Getasan Peternakan Rakyat di Klungkung Hasil Uji T 2 Hotteling Penggolongan Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson Babi Kelompok Parung dengan Getasan Babi Kelompok Parung dengan Klungkung Babi Kelompok Getasan dengan Klungkung Penggolongan Berdasarkan Jarak Minimum D 2 Mahalanobis KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH 44 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN 48 ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah Babi yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Tubuh Babi Jantan dan Betina pada Kelompok Parung, Getasan dan Klungkung Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 Hotteling Antara Babi Jantan dan Betina Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 Hotteling Antara Babi Jantan pada Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 Hotteling Antara Babi Betina Setiap pada Dua Kelompok Peternakan yang Diamati Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Parung dengan Getasan (Hasil Pengolahan Pertama Penentuan Variabel Pembeda) Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung Penggolongan Individu Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina Kelompok Parung dengan Klungkung Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson.. 31 x

11 13. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung Penggolongan Individu Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina Kelompok Getasan dengan Klungkung Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Getasan dengan Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson 37 xi

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Anatomi Ternak Babi Dewasa 7 2. Bagan Beberapa Bagian Tubuh Babi yang Diukur Babi Jantan Kelompok Parung dengan Getasan Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individuindividu Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung Babi Betina Kelompok Parung dengan Klungkung Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Klungkung Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung Babi Betina Kelompok Getasan dengan Klungkung Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Betina Kelompok Getasan dengan Klungkung Dendogram Jarak Minimum Akar D 2 Mahalanobis Ketidakserupaan Berbagai Ukuran Tubuh pada Kelompok Babi Jantan Dendogram Jarak Minimum Akar D 2 Mahalanobis Ketidakserupaan Berbagai Ukuran Tubuh pada Kelompok Babi Betina 40 xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perhitungan Manual Uji Statistik T 2 - Hotteling Berbagai Ukuran Tubuh Babi Betina pada Kelompok Parung dengan Getasan Cara Perhitungan Fungsi Diskriminan pada Berbagai Ukuran Tubuh Babi Betina pada Kelompok Parung dengan Getasan Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Cara Perhitungan Jarak Minimum D 2 Mahalanobis Antara Babi Betina Kelompok Parung, Getasan dan Klungkung xiii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan protein masyarakat. Babi memiliki sifat prolifik yaitu dapat menghasilkan banyak anak per kelahiran dan dapat mengkonversi pakan menjadi daging relatif cepat serta memiliki persentase karkas tinggi. Ternak babi cocok dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein asal hewani dalam waktu relatif singkat dan dalam jumlah cukup besar. Usaha peternakan babi merupakan salah satu usaha yang menguntungkan walaupun dalam kenyataannya masyarakat yang mengkonsumsi babi di Indonesia relatif sedikit. Keberhasilan suatu usaha peternakan babi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya tatalaksana pemeliharaan yang baik, manajemen pemberian pakan, dan tipe bangsa babi unggul. Penggunaan babi unggul dapat membantu meningkatkan produksi peternakan babi. Perolehan babi unggul dapat dilakukan dengan memperhatikan genetika babi. Upaya peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi faktor lingkungan juga mempengaruhi upaya tersebut. Faktor lingkungan biasanya terkait dengan tatalaksana pemeliharaan. Penggunaan babi unggul di Indonesia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan asal babi. Babi unggul yang digunakan adalah babi ras baik persilangan maupun babi ras murni. Kondisi ini tidak mempengaruhi keberadaan babi lokal di Indonesia sebagai sumber protein hewani. Babi lokal masih ditemui di daerah Papua, Sumatera dan Bali. Keberadaan babi lokal memang tidak bergeser, namun telah terjadi persilangan antara babi lokal dengan babi ras baik babi ras murni maupun babi ras persilangan. Penyebaran babi di Indonesia tidak luas. Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia yang mengakibatkan hal itu terjadi, walaupun babi memiliki peran dalam kontribusi pengadaan pangan nasional. Dinas Peternakan Jawa Barat (2009) menyatakan bahwa populasi babi sebanyak ekor dibagi dalam empat wilayah di Jawa Barat pada tahun Populasi babi sebanyak ekor dibagi dalam 22 wilayah penyebaran di Jawa Tengah pada tahun 2006 (Dinas Peternakan Jawa Tengah, 2007). Pemasaran babi berdaya saing baik, terutama di pasar lokal daerah 1

15 Bali dan Papua. Ternak babi banyak diusahakan oleh masyarakat sebagai usaha sampingan maupun komersial. Informasi karakteristik fenotipik berdasarkan morfometrik pada babi yang dipelihara di Indonesia dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan babi lebih lanjut dengan tidak mengabaikan kemurnian dari jenis babi lokal. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan studi mengenai karakteristik morfometrik babi yang dipelihara di Indonesia. Pengidentifikasian karakteristik morfometrik babi pada masing-masing peternakan dapat dijadikan modal dasar untuk tujuan seleksi pada tahap berikutnya. Babi yang memiliki jarak ketidakserupaan yang tinggi dapat dilakukan persilangan untuk meningkatkan produksi tanpa harus menghilangkan karakteristik morfometrik asli dari masing-masing peternakan. Pengukuran morfometrik yang diamati adalah tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang rump, lingkar pergelangan kaki, panjang badan, tinggi pundak, lebar dada dan dalam dada. Populasi babi yang akan diamati menyebar di Parung, Getasan dan kabupaten Klungkung. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan sejumlah babi yang diamati pada populasi ternak berdasarkan variabel pembeda melalui analisis diskriminan Fisher, kriteria penggolongan Wald-Anderson dan kriteria jarak kuadrat minimum D 2 Mahalonobis. Penggolongan ini akan memberikan informasi mengenai kedekatan morfometrik tubuh antara populasi babi pada kelompok peternakan yang diamati. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Babi Klasifikasi zoologis ternak babi adalah kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, genus Sus, spesies Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus dan Sus barbatus. Dijelaskan lebih lanjut bahwa jenis babi di Indonesia merupakan salah satu sumber genetik ternak yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan protein pangan asal hewan. Babi yang dipelihara memiliki tujuan untuk menghasilkan daging yang berkualitas tinggi (Sihombing, 1997). Sihombing (1997) juga menyatakan bahwa klasifikasi babi juga dapat dilihat dari sifat fisik yang tampak. Klasifikasi berdasarkan warna, besar dan kegemukan, kecepatan dewasa serta bentuk kepala. Berdasarkan warna, babi digolongkan menjadi lima, yaitu hitam, putih, coklat atau kemerahan, berselempang (belted) dan bercak (spotted). Babi berdasarkan kecepatan dewasa tubuh paling banyak diterima oleh peternak. Babi besar dan lambat dewasa digolongkan dalam babi tipe besar, sedangkan babi yang kecil dan cepat dewasa digolongkan dalam babi berdarah panas. Bentuk kepala babi yaitu sub-konkaf, konkaf dan ultra konkaf. Bangsa Babi yang dipelihara saat ini sebanyak 312 varietas dan 87 varietas yang resmi kini dikenal dengan babi unggul. Babi unggul merupakan hasil seleksi dan persilangan beberapa bangsa babi sehingga dihasilkan bangsa baru kemudian menyebar keseluruh dunia. Penjelasan mengenai ciri-ciri beberapa bangsa babi dijelaskan pada uraian berikut ini (Bollen et al., 2000). 1. Landrace Babi Landrace memiliki tubuh berwarna putih, panjang dan telinga terkulai.ia memiliki kepala yang panjang dengan garis hidung sedikit cekung. Babi bangsa ini berkembang biak sangat bervariasi sesuai dengan tempat hidupnya dan memiliki karakteristik sendiri yang berbeda di berbagai negara. Rataan bobot indukan adalah 273 kg dan bobot pejantan sebesar 312 kg. 3

17 2. Duroc Babi Duroc memiliki tubuh berwarna merah yang bervariasi mulai dari merah terang hingga merah tua, panjang dan besar. Babi Duroc memiliki telinga yang terkulai ke depan. Babi bangsa ini memiliki adaptasi terhadap lingkungan yang baik. Rataan bobot indukan adalah 300 kg dan bobot pejantan sebesar 350 kg. 3. Yorkshire atau Large White Babi Yorkshire memiliki tubuh berwarna putih, panjang dan sedang. Babi ini memiliki telinga yang tegak dan garis hidung yang cekung. Babi bangsa ini memiliki kemampuan berkembang biak yang baik. Indukan babi Yorkshire memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dengan ukuran litter size hingga 11 ekor. Rataan bobot babi indukan sebesar 280 kg dan pejantan 320 kg. 4. Hampshire Babi ini memiliki warna tubuh hitam dengan selempang putih melingkar di bahunya. Babi Hampshire memiliki tubuh yang kompak dengan kaki yang relatif pendek. Babi bangsa ini memiliki telinga yang tegak dan garis hidung yang cekung. Rataan bobot indukan sebesar 280 kg dan pejantan 320 kg 5. Babi Bali Babi Bali memiliki tubuh berwarna hitam dan putih dengan ujung ekor berwarna putih. Bangsa babi ini sangat tahan penyakit, memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan bobot badannya mencapai 100 kg.. Babi bali cepat berkembang dengan litter size 8-14 ekor (Natural Veterinary,2009). Performa Perfoma ternak babi ditentukan oleh komposisi genetik dan berbagai macam faktor lingkungan (Krider dan Carroll, 1971). Setiap bangsa babi memiliki sifat-sifat yang mudah diketahui yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Pada sekelompok babi yang bangsa dan umurnya sama akan ditemukan variasi untuk sifat-sifat tertentu dan keseragaman untuk sifat-sifat lain (Sihombing, 1997). Hidung babi tersusun dari kepingan kartilago yang elastis, kepala pendek dan leher yang kuat. Babi juga memiliki tubuh yang bulat, kaki pendek dan mata yang cekung. Babi memiliki gigi geraham di rahang atas dan bawah tidak seperti domba dan sapi. Gigi geraham digunakan untuk memudahkan babi memakan rumput. Babi 4

18 juga merupakan hewan omnivora yang dapat memakan dan mencerna berbagai macam makanan, tetapi babi tidak memiliki rumen (Davidson dan Coey, 1966). Terdapat sekitar 312 varietas bangsa babi yang diketahui, diantaranya sebanyak 87 varietas yang diakui sebagai bangsa babi, sedangkan 225 lainnya belum diakui. Bangsa babi yang telah diakui dikenal sebagai babi unggul atau babi hibrida dan telah menyebar luas di dunia (Sihombing, 1997). Pertumbuhan Pertumbuhan dapat diartikan kondisi pertambahan ukuran tulang, otot, organ internal dan beberapa bagian tubuh (Holden dan Ensminger, 2006). Menurut Gentry et al. (2002), tipe kandang mempengaruhi pertumbuhan babi. Saat lahir, babi di kandang terbuka memiliki bobot badan yang lebih besar daripada babi di kandang tertutup. Babi finishing dalam kandang terbuka mempunyai rasio pertambahan pakan lebih rendah daripada babi dalam kandang tertutup. Pertambahan berat bobot badan harian dan bobot karkas panas babi dalam kandang terbuka lebih besar daripada babi dalam kandang tertutup. Kecepatan pertumbuhan adalah karakteristik penting dalam peternakan. Bobot babi baru lahir sekitar 1,4 kg. Babi akan menjadi dewasa kelamin sekitar umur delapan bulan. Babi komersial umur satu setengah tahun dapat mencapai bobot badan sekitar 163 kg. Kecepatan pertumbuhan pada babi dipengaruhi oleh kebutuhan pakan dengan proporsi tinggi dan pengelolaan yang baik (Davidson dan Coey, 1966). Robinson (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan babi pada saat postweaning menunjukkan grafik yang linier berhubungan dengan umur dan bobot badan. Tingkat pertumbuhan babi berkorelasi dengan efisiensi pakan yang dikonsumsi. Lemak punggung atau backfat, lemak atau protein yang terdeposisi pada karkas juga menunjukkan grafik yang linier pada saat postweaning. Produksi Pertambahan jumlah anak per kelahiran meningkat sampai babi betina umur 2,5-3,0 tahun dan konstan saat babi berumur sekitar lima tahun. Babi betina dewasa (sow) dapat menghasilkan anak satu atau dua ekor lebih banyak daripada babi betina muda. Umur dari babi betina (sow) dapat mempengaruhi litter size. Sistem produksi 5

19 pada peternakan babi merupakan manajemen rutin dalam menangani ternak (Krider dan Carroll, 1971). Produktivitas babi betina dewasa (sow) merupakan dasar dari produksi babi komersial, sehingga seleksi babi dara (gilts) sangat diperlukan. Seleksi babi dara dapat dilihat dari fungsional puting, reproduksi, kaki, perfoma dan lemak punggung. Selain itu, seleksi babi pejantan juga perlu dilakukan dengan memperhatikan tingkah laku, performa, produktivitas, lemak punggung, reproduksi dan konformasi (panjang, kedalaman, tinggi, ukuran tulang serta ukuran dan bentuk otot). Babi pejantan yang diseleksi sebaiknya berumur 6-7 bulan. Hal ini akan lebih baik jika babi pejantan pengganti diperoleh 45 atau 60 hari sebelum dibutuhkan (Holden dan Ensminger, 2006). Menurut Holden dan Ensminger (2006), babi betina mencapai dewasa kelamin pada umur 4-8 bulan. Hal ini tergantung pada bangsa babi dan lingkungan. Pada saat umur dewasa kelamin, babi betina memiliki bobot badan kg. Babi pejantan berumur 8-12 bulan dapat mengawini 2-4 ekor betina dan babi pejantan berumur 12 bulan keatas dapat mengawini 3-5 ekor betina dalam kandang kawin. Ukuran Tubuh Pertumbuhan ternak dapat dideskripsikan dengan cara mengukur karakteristik fisik ternak seperti bobot badan, tinggi badan, panjang badan dan lingkar dada atau mengukur tebal lemak punggung, ketebalan dan kedalaman otot (Scanes, 2003). Johnson dan Nugent (2003) menyatakan adanya korelasi positif antara panjang badan dengan loin muscle area pada babi. Tetapi korelasi antara panjang badan dengan loin muscle area tidak tampak pada babi pada masa postweaning (Johnson et al., 2002). Machebe dan Ezekwe (2010) menunjukkan bahwa ukuran lingkar dada adalah penduga yang baik untuk bobot hidup babi dibandingkan dengan panjang badan dan jarak antara flank, karena nilai koefisien determinasinya 95%. Karakteristik morfologi dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengindentifikasian ternak (Shresta, 2005). Johansson dan Rendel (1966) menyatakan bahwa lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak pada ternak dipengaruhi oleh pertumbuhan kerangka tulang (faktor genetik), sedangkan pertumbuhan dalam dada dan lingkar dada dipengaruhi oleh pertumbuhan daging antar otot (faktor lingkungan). 6

20 Philips dan Dawson (1936) menyatakan bahwa pengukuran yang akurat pada babi sangat sulit didapatkan karena babi sering berpindah posisi. Posisi yang normal pada babi untuk diukur adalah pada saat babi berdiri dengan empat kaki dan kepala menunduk. Terdapat tiga metode pengukuran yaitu pengukuran langsung, pengukuran dengan skala dan pengukuran dengan foto. Pengukuran langsung yaitu pengukuran yang dilakukan langsung terhadap ternak, metode pengukuran biasanya menggunakan kaliper (tongkat ukur) dan pita ukur. Pengukuran dengan skala adalah pengukuran dengan skala yang menunjukkan rasio bagian-bagian tubuh. Pengukuran dengan foto dilakukan dengan mengambil gambar ternak bagian depan, atas dan samping. Tujuan pengukuran dengan foto adalah untuk meyakinkan ukurannya hampir sama dengan ukuran aslinya. Anatomi Tubuh Frandson (1992) menyatakan bahwa anatomi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur makhluk hidup. Semua ternak tergolong dalam vertebrata karena mempunyai kolom vertebral. Colville dan Joanna (2002) menyatakan bahwa kerangka adalah susunan tulang yang menyokong dan melindungi jaringan lunak pada tubuh. Gambar 1 menyajikan gambar anatomi tubuh babi dewasa. Tulang belakang atau vertebrae disusun oleh tulang-tulang yang terletak di median dan tidak berpasangan. Bagian- bagian tulang belakang meliputi korpus, arkus dan prosessus. Sternum merupakan tulang dada yang terdapat di dasar toraks dan merupakan tempat Gambar 1. Anatomi Ternak Babi Dewasa Sumber: North Carolina A & T State University (2010) 7

21 perlekatan kartilago kosta sternalis. Sternum terdiri dari segmen-segmen yang disebut sternebrae pada umur lanjut. Jumlah sternebrae pada babi adalah 6. Scapula berbentuk pipih dan merupakan tulang triangularis (Frandson, 1992). Frandson (1992) juga menyatakan bahwa humerus merupakan tulang lengan atas yang panjang yang memiliki struktur halus yang bervariasi. Carpus pada mamalia merupakan daerah yang komplek yang terdiri dari dua deret tulang-tulang kecil sedangkan metacarpus merupakan daerah disebelah distal carpus. Pada babi terdapat empat tulang metacarpus. Tulang tarsus juga disusun oleh tulang-tulang kecil seperti halnya tulang carpus sedangkan tulang metatarsus sama dengan metacarpus. Colville dan Joanna (2002) juga menyatakan bahwa tulang sacral merupakan tulang tunggal yang unik dan dibentuk dari struktur padat. Tulang ini terletak di bagian dorsal pada daerah pinggul dan menghubungkan tulang panggul. Analisis Diskriminan Analisis diskriminan pada dasarnya dipergunakan untuk mengetahui variabel penciri yang membedakan kelompok populasi dan dapat digunakan sebagai kriteria pengelompokan. Analisis diskriminan dilakukan berdasarkan perhitungan statistik terhadap kelompok yang terlebih dahulu diketahui secara jelas dan pasti. Fungsi diskriminan ini dilakukan setelah uji statistik T 2 Hotteling yaitu uji perbedaan vektor nilai rataan diantara populasi menunjukkan hasil yang nyata secara statistik (Gaspersz, 1992). Mangku (1993) menyatakan bahwa analisis diskriminan dapat digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang berkontribusi untuk membuat suatu penggolongan karena analisis ini memberikan pemaparan perbedaan antar kelompok. Everitt dan Dunn (1991) menyatakan bahwa terdapat dua metode diskriminan yang biasa digunakan yaitu diskriminan Fisher dan diskriminan Logistik. Diskriminan Fisher digunakan ketika kerapatan multivariat sama dengan densitas matriks kovarian sedangkan diskriminan Logistik digunakan pada berbagai fungsi kerapatan. Kriteria Penggolongan Wald Anderson Gaspersz (1992) menyatakan bahwa analisis Wald-Anderson dapat digunakan untuk keperluan penggolongan dan merupakan alternatif dari konsep analisis diskriminan Fisher. Anderson (1984) menyatakan bahwa peneliti membuat sejumlah pengukuran dari individu dan mengharapkan penggolongan individu dalam satu 8

22 kelompok dari beberapa kategori berdasarkan pengukuran tersebut. Penggolongan perlu dibentuk. Prosedur dibentuk untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan penggolongan dan efek kurang baik. Ketika suatu populasi telah diidentifikasi, dapat diusulkan beberapa kriteria penggolongan. Analisis Wald-Anderson memberikan hasil penggolongan yang lebih baik. Analisis D 2 Mahalanobis Selang kepercayaan serempak 95% untuk suatu variabel tidak mengandung nilai nol, maka menunjukkan bahwa nilai rataan suatu variabel diantara kelompok berbeda. Dengan demikian, variabel-variabel yang terdapat dalam suatu model menjelaskan perbedaan sifat diantara kedua kelompok yang dipelajari. Penentuan korelasi antara masing-masing variabel dan fungsi diskriminan dilakukan setelah menentukan analisis D 2 Mahalonobis. Unsur dari perhitungan analisis tersebut adalah vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok pertama, vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok kedua dan invers matriks gabungan (Gaspersz, 1991). 9

23 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rachel Farm, Parung, Bogor; Tambangan Farm, desa Tambangan, Kecamatan Getasan, Semarang; peternakan rakyat di Klungkung, Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari-Maret Materi Materi yang digunakan dalam penelitian adalah babi peranakan ras dan babi lokal. Sebanyak 25 ekor babi peranakan di Rachel Farm terdiri atas 15 ekor betina dan 10 ekor jantan; 35 ekor babi peranakan ras di Tambangan Farm terdiri atas 25 ekor betina dan 10 ekor jantan dan 38 ekor babi lokal terdiri atas 25 betina dan 13 ekor jantan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Babi yang diukur adalah babi yang telah mencapai dewasa tubuh. Tabel 1. Jumlah Babi yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin Babi (ekor) Lokasi Jumlah Jantan Betina Parung Getasan Klungkung Jumlah Peralatan yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah pita meter/pita ukur, tongkat ukur dan perlengkapan lain adalah kamera serta alat tulis. Prosedur Variabel yang Diukur Variabel ukuran yang diamati pada babi adalah tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ), panjang rump (X 3 ), lingkar pergelangan kaki (X 4 ), panjang badan (X 5 ), tinggi pundak (X 6 ), lebar dada (X 7 ) dan dalam dada (X 8 ) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. 10

24 Gambar 2. Bagan Beberapa Bagian Tubuh Babi yang Diukur Gambar 2 menyajikan bagan bagian - bagian tubuh babi yang diukur pada penelitian. Bagian tubuh dan cara pengukuran yang dilakukan adalah: 1. Tinggi pinggul (cm), diukur dari jarak tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah menggunakan tongkat ukur. 2. Lebar pinggul (cm), diukur pada sendi pinggul babi menggunakan pita ukur. 3. Panjang rump (cm), diukur pada tulang sacral kebelakang sampai bagian atas tulang ekor menggunakan pita ukur. 4. Lingkar pergelangan kaki (cm), diukur melingkar di radius ulna menggunakan pita ukur. 5. Panjang badan (cm), diukur jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinosus sampai dengan benjolan tulang lapis (os ichium) menggunakan tongkat ukur. 6. Tinggi pundak (cm), diukur dari jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula, tegak lurus ke tanah menggunakan tongkat ukur. 7. Lebar dada (cm), diukur jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan menggunakan tongkat ukur. 8. Dalam dada (cm), diukur dari jarak titik tertinggi pundak dan tulang dada menggunakan tongkat ukur. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan mengukur secara langsung ukuran tubuh babi yang diamati. Data dicatat dalam lembar data kemudian dimasukkan dalam bentuk data yang siap diolah. 11

25 Ternak babi yang diukur dikelompokkan berdasarkan kelompok peternakan dan jenis kelamin. Data jantan dari kelompok peternakan yang satu akan dibandingkan dengan data jantan dari kelompok peternakan lainnya. Hal yang sama juga akan dilakukan pada data babi betina. T 2 Hotteling Analisis Data Vektor nilai rataan dari dua kelompok babi yang diamati diuji untuk menemukan nilai rataan dari sifat-sifat yang diamati apakah berbeda atau tidak secara statistik. Pengujian tersebut dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 : U 1 = U 2 ; berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama H 1 : U 1 U 2 sama dengan kelompok kedua. ; berarti bahwa kedua vektor nilai rataan berbeda dari keseluruhan kelompok babi. Uji T 2 Hotteling digunakan untuk menguji hipotesis yang dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gaspersz,1992) : T 2 = ( ) S G -1 ( ) Selanjutnya besaran : F= T 2 akan berdistribusi dengan derajat bebas V 1 = p dan V 2 = n1+n2 p 1 Keterangan: T 2 S G -1 F p : hasil uji statistik T 2 Hotteling : ukuran contoh pada kelompok 1 : ukuran contoh pada kelompok 2 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 : invers matrik peragam gabungan : nilai hitung untuk T 2 Hotteling : banyaknya variabel ukur Penggunaan T 2 Hotteling ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan diantara semua variabel yang diukur dan kelompok ternak yang diamati. Hasil uji statistik T 2 Hotteling yang berbeda nyata (P<0,05) menyatakan bahwa 12

26 kedua kelompok ternak babi yang diamati berbeda sehingga perlu dicari variabel pembeda berdasarkan uji fungsi diskriminan Fisher yang akan dibentuk. Analisis Fungsi Diskriminan Fisher Hanya hasil pengujian statistik T 2 Hotteling yang menunjukkan menolak H 0 yang dapat digunakan untuk memperoleh fungsi diskriminan untuk mengkaji perbedaan sifat yang ditemukan pada babi diantara kelompok yang diamati. Fungsi diskriminan linier Fisher menurut Gaspersz (1992) dirumuskan sebagai berikut: Y = a X = ( ) S -1 G X = a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x a n x n Keterangan : Y a X -1 S G a n x n : fungsi diskriminan linier Fisher : vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan : vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 : invers matriks gabungan : vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan ke-n : vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan ke-n Fungsi diskriminan yang dibentuk setelah melalui persamaan Fisher; melibatkan variabel pembeda diantara setiap dua kelompok ternak. Jumlah variabel yang ditampilkan pada fungsi diskriminan tersebut terjadi pada hasil olahan. Pengujian selang kepercayaan serempak digunakan untuk menerangkan kontribusi variabel-variabel yang diukur sebagai variabel pembeda dalam fungsi diskriminan yang dibentuk. Bila selang kepercayaan yang mengandung nilai nol maka kedua rataan kelompok untuk variabel tersebut dianggap tidak berbeda pada taraf 95%, sehingga dapat dikeluarkan dari fungsi diskriminan. berikut: Pengujian selang kepercayaan menurut Gaspersz (1992) adalah sebagai c ( ) ± c S G c Keterangan : n1 n2 T n1n2 c : vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi c : invers dari vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi S G : matriks peragam gabungan : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 ( 2 p,n1 n2 2 ) 13

27 T 2 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 : nilai T 2 Hotteling dari tabel Hotteling dengan taraf nyata α : ukuran contoh pada kelompok 1 : ukuran contoh pada kelompok 2 Keeratan hubungan antara sifat pembeda dengan fungsi diskriminan yang dibentuk pada kelompok babi yang diamati dilakukan berdasarkan analisis korelasi menurut Gaspersz (1992) adalah sebagai berikut: R Y,Xi = Keterangan : R Y,Xi di s ii D 2 Keterangan: : korelasi antara fungsi diskriminan dengan variabel Xi dalam model : selisih antara rataan variabel Xi diantara kedua kelompok babi : ragam dari variabel Xi diperoleh dari matriks S G : nilai statistik jarak genetik Mahalanobis yang diperoleh melalui perhitungan D 2 = ( ) S -1 G ( ) : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 S G -1 : invers matriks gabungan Hasil perhitungan korelasi yang paling lemah adalah hasil perhitungan yang mengandung nilai nol sehingga diputuskan variabel paling lemah dikeluarkan dari model fungsi diskriminan. Model fungsi diskriminan menjadi berubah karena ditemukan variabel yang hilang. Analisis Wald-Anderson Penggolongan berdasarkan kriteria statistik Wald-Anderson yaitu sebagai berikut (Gaspersz, 1992): Keterangan: W = x S G -1 ( ) ½ ( + ) S G -1 ( ) W : nilai uji statistik Wald-Anderson x : vektor variabel acak individu -1 S G : invers matriks gabungan : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 14

28 Kriteria penggolongan berdasarkan statistik W adalah: 1. Pengalokasian x kedalam kelompok 1 jika W>0 2. Pengalokasian x kedalam kelompok 2 jika W 0 Jika hasil perhitungan W>0 maka individu pertama dari kelompok satu yang memiliki karakteristik variabel yang menghasilkan W>0 digolongkan ke dalam kelompok satu. Penggolongan Wald-Anderson menyatakan penggolongan individu yang telah dikoreksi antara kelompok misalnya antara kelompok jenis ternak. Analisis D 2 Mahalanobis Jarak ketidakserupaan morfometrik antara kelompok babi dihitung berdasarkan karakteristik kuantitatif kerangka tubuh dari fungsi diskriminan yang dibentuk. Jarak kuadrat ketidakserupaan minimum menurut Gaspersz (1991) dirumuskan sebagai berikut: D 2 = ( ) S -1 G ( ) Keterangan: : nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik antar dua kelompok (kelompok 1 dan kelompok 2) S G -1 : invers matriks gabungan : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 D 2 Pengolahan data akan dibantu dengan menggunakan perangkat lunak statistika Minitab 14, sedangkan penyajian dendogram akan dibantu dengan program MEGA 4 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis). 15

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Rachel Farm di Parung Kabupaten Bogor dengan ibukota Cibinong merupakan sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini berbatasan dengan kota Depok dan DKI Jakarta di sebelah utara; kabupaten Purwakarta di sebelah timur, kabupaten Sukabumi di sebelah selatan serta kabupaten Lebak (Banten) di sebelah barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 35 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi sejumlah desa dan kelurahan (Dinas Pemerintahan Kabupaten Bogor, 2010). Dinas Peternakan Jawa Barat (2009) melaporkan bahwa populasi babi di kabupaten Bogor sebanyak ekor. Rachel Farm merupakan salah satu peternakan babi yang terletak di kampung Baru, desa Tajur Halang, kecamatan Tajur Halang, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat. John dan Sainsbury (1995) menyatakan bahwa suhu kritis lingkungan yang masih dapat diterima babi adalah 30 0 C, sedangkan suhu 21 0 C merupakan suhu nyaman ternak babi. Rataan suhu di daerah tersebut berkisar C (Agus, 2009) sehingga ternak babi masih dapat hidup dan berproduksi. Pembelian babi indukan dan pejantan di peternakan ini berasal dari daerah Kuningan dan Solo. Rachel Farm membagi kandang menjadi empat bagian yaitu kandang babi pejantan, babi betina beranak dan menyusui, babi indukan, dan babi sapihan serta pembesaran. Pemberian pakan di peternakan ini dilakukan sebanyak dua kali sehari. Pakan yang diberikan adalah pakan kering dan basah. Pakan kering terdiri atas konsentrat, jagung giling dan dedak, sedangkan pakan basah berasal dari ampas tahu. Babi dimandikan dengan cara penyemprotan air ke tubuh babi. Air yang digunakan berasal dari air sumur, yang digunakan juga untuk keperluan rumah tangga peternak. Proses pengawinan babi di peternakan ini dilakukan dengan sistem kawin alami. Pemberian vaksin dan obat-obatan dilakukan oleh peternak sendiri. Jenis vaksin dan obat yang diberikan antara lain vaksin Hog Cholera, Calsidex, Hemadex, Intermectin, Hormonivra dan Neoxil. Pencatatan atau recording produktivitas babi telah dilakukan dengan menggunakan alat bantu komputer oleh peternak sendiri. 16

30 Tambangan Farm di Getasan Kabupaten Semarang merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan kota Semarang dan kabupaten Demak di sebelah utara; kabupaten Grobogan dan kabupaten Boyolali di sebelah timur; kabupaten Magelang dan kabupaten Kendal di sebelah barat serta kabupaten Magelang dan kabupaten Boyolali di sebelah selatan. Kota Ungaran merupakan ibukota kabupaten Semarang. Luas keseluruhan wilayah Kabupaten Semarang adalah ,674 hektar atau sekitar 2,92% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini terdiri atas 19 kecamatan, 27 kelurahan dan 208 desa. Kabupaten ini merupakan dataran tinggi dan perbukitan. Ketinggian wilayah Kabupaten Semarang berkisar pada m di atas permukaan laut (dpl). Jumlah penduduk di kabupaten ini mencapai jiwa pada tahun Mata pencaharian penduduk di kabupaten Semarang pada umumnya di bidang pertanian. Populasi babi di kabupaten ini sebanyak ekor (Dinas Pemerintahan Kabupaten Semarang, 2008). Tambangan Farm merupakan salah satu peternakan yang terdapat di desa Tambangan, kelurahan Sumogawe, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah. Rataan suhu di kecamatan Getasan adalah 23 0 C (Mukson et al.,2009). John dan Sainsbury (1995) menyatakan suhu 23 0 C merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan dan peningkatan bobot babi. Hal ini berarti kecamatan Getasan merupakan daerah yang baik untuk pertumbuhan ternak babi. Tambangan Farm memiliki populasi babi sekitar ekor. Pembelian babi untuk indukan dan pejantan berasal dari daerah Bali dan Temanggung. Tambangan Farm membagi kandang menjadi enam bagian yaitu kandang indukan, pejantan, babi beranak dan menyusui, starter, grower dan finisher. Pemberian pakan di peternakan ini dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu jam WIB dan jam WIB. Pakan yang diberikan adalah pakan kering yang terdiri atas konsentrat, dedak dan jagung giling. Babi dimandikan dengan cara menyemprotkan air ke tubuh babi. Air yang digunakan adalah air sumur, yang selain digunakan untuk keperluan peternakan, air sumur juga digunakan untuk keperluan rumah tangga bagi para pegawai yang tinggal di peternakan tersebut. Proses pengawinan babi di peternakan ini secara alami walaupun skala peternakan babi ini tergolong besar. 17

31 Kesehatan babi di peternakan ini dilakukan dengan pemberian vaksin dan obat-obatan oleh peternak sendiri. Vaksin yang biasa diberikan adalah vaksin Hog Cholera. Pencatatan dilakukan oleh pegawai yang bertanggungjawab di setiap bagian kandang. Papan kecil disediakan pada masing-masing kandang untuk mencatat data produktivitas babi. Peternakan Rakyat di Klungkung Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten yang paling kecil dari sembilan kabupaten dan kotamadya di Provinsi Bali dengan di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Bangli, di sebelah timur dengan kabupaten Karangasem, di sebelah barat dengan kabupaten Gianyar dan di sebelah selatan dengan Samudera Indonesia. Luas daerah kabupaten Klungkung adalah 315 km² dengan rataan suhu 29,8-33,4 0 C. Mata pencaharian penduduk kabupaten Klungkung mayoritas adalah sebagai petani. Populasi babi lokal di kabupaten ini sebanyak ekor (Dinas Pemerintahan Kabupaten Klungkung, 2010). Babi dipelihara oleh masyarakat dalam jumlah yang relatif kecil yaitu 2-3 ekor/rumah tangga. Babi yang dipelihara adalah jenis babi lokal yang mayoritas berwarna hitam. Pemeliharaan babi dilakukan secara sederhana (ekstensif tradisional). Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan yang diberikan berasal dari limbah rumah tangga. Air yang digunakan untuk keperluan peternakan dan rumah tangga berasal dari air sumur. Proses pengawinan babi di kabupaten ini dilakukan secara alami. Hasil Uji T 2 Hotteling Hasil pengukuran beberapa variabel pada tubuh babi kelompok Parung, Getasan dan Klungkung baik jantan maupun betina disajikan pada Tabel 2. Ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan secara umum lebih besar dibandingkan dengan betina. Koefisien keragaman pada ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan kelompok Parung lebih tinggi daripada betina. Hal yang sama tidak ditemukan pada babi kelompok Getasan dan Klungkung. Koefisien keragaman yang tinggi menunjukkan bahwa seleksi babi betina terhadap kelompok babi jantan di kelompok Parung lebih ketat dilakukan dibandingkan kelompok Getasan dan Klungkung. Koefisien keragaman ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan kelompok Parung 18

32 Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Tubuh Babi Jantan dan Betina Kelompok Parung, Getasan dan Klungkung Variabel atau Peubah Tinggi Pinggul 79,25 ± 11,81 Babi Kelompok Parung Getasan Klungkung (cm) (14,90%) (n=10) Lebar Pinggul 44,10 ± 6,69 (15,17%) (n=10) Panjang Rump 14,90 ± 3,60 Lingkar Pergelangan Kaki (24,19%) (n=10) 22,50 ± 3,63 (16,13%) (n=10) Panjang Badan 87,20 ± 14,97 (17,16%) (n=10) Tinggi Pundak 72,65 ± 13,65 (18,79%) (n=10) Lebar Dada 35,60 ± 7,55 (21,21%) (n=10) Dalam Dada 41,55 ± 6,29 (15,13%) (n=10) 75,23 ± 4,21 (5,60%) (n=15) 42,27 ± 5,55 (13,13%) (n=15) 14,67 ± 2,72 (18,52%) (n=15) 19,07 ± 1,22 (6,41%) (n=15) 84,87 ± 6,54 (7,71%) (n=15) 66,60 ± 7,03 (10,56%) (n=15) 27,70 ± 2,15 (7,74%) (n=15) 39,50 ± 3,30 (8,36%) (n=15) 82,30 ± 4,49 (5,46%) (n=10) 55,90 ± 6,54 (11,70%) (n=10) 17,90 ± 1,52 (8,51%) (n=10) 24,90 ± 1,10 (4,42%) (n=10) 88,35 ± 7,00 (7,92%) (n=10) 81,30 ± 7,01 (8,63%) (n=10) 41,25 ± 4,22 (10,24%) (n=10 48,35 ± 6,13 (12,68%) (n=10) 76,66 ± 5,89 (7,68%) (n=25) 35,96 ± 5,25 (14,59%) (n=25) 16,40 ± 1,76 (10,71%) (n=25) 21,92 ± 1,32 (6,02%) (n=25) 89,00 ± 6,07 (6,82%) (n=25) 71,90 ± 4,67 (6,50%) (n=25) 32,48 ± 3,41 (10,51%) (n=25) 40,40 ± 4,35 (10,77%) (n=25) Keterangan: Angka dalam tanda kurung (%) merupakan koefisien keragaman dan n adalah jumlah indivu yang diukur (ekor) 57,42 ± 0,95 (1,66%) (n=13) 21,35 ± 0,63 (2,93%) (n=13) 21,69 ± 0,60 (2,75%) (n=13) 17,85 ± 0,63 (3,50%) (n=13) 76,31 ± 0,38 (0,50%) (n=13) 58,39 ± 0,92 (1,57%) (n=13) 23,31 ± 0,60 (2,40%) (n=13) 39,35 ± 0,47 (1,20%) (n=13) 52,08 ± 1,06 (2,03%) (n=25) 20,62 ± 0,53 (2,55%) (n=25) 21,60 ± 0,61 (2,84%) (n=25) 17,44 ± 0,46 (2,66%) (n=25) 72,64 ± 0,70 (0,96%) (n=25) 52,96 ± 1,01 (1,91%) (n=25) 22,48 ± 0,55 (2,44%) (n=25) 37,42 ± 0,49 (1,32%) (n=25) 19

33 yang tinggi kemungkinan terjadi karena pengambilan sampel yang lebih menyebar pada banyak peternakan dalam satu wilayah yang tidak terjadi pada kelompok betinanya. Babi betina kelompok Parung berasal dari peternakan yang sama. Babi kelompok Getasan berasal dari peternakan yang sama, baik jantan maupun betina. Keragaman ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan kelompok Getasan yang lebih tinggi ditemukan pada ukuran panjang badan, tinggi pundak dan dalam dada; mengindikasikan bahwa ketiga variabel tersebut masih efektif untuk diseleksi. Koefisien keragaman ukuran variabel-variabel tubuh yang tidak terlalu tinggi pada babi kelompok Klungkung baik pada jantan maupun betina mengindikasikan bahwa babi kelompok Klungkung relatif lebih seragam dibandingkan dengan babi kelompok Parung dan Getasan. Hal ini terjadi karena babi kelompok Klungkung merupakan babi lokal yang telah beradaptasi lama di lingkungan tanpa mengalami percampuran darah dari babi jenis lain (diluar babi kelompok Klungkung). Babi kelompok Klungkung telah memiliki ukuran-ukuran tubuh yang khas yang menjadi karakteristik tersendiri yang diperlihatkan dengan penampilan fenotipik morfometrik yang seragam. Babi kelompok Parung dan Getasan merupakan babi peranakan yaitu sebagian besar dari keturunan ras murni Landrace dan Duroc, selain itu babi Yorkshire juga berperan dalam persilangan tersebut karena ditemukan ciri babi yang memiliki telinga yang tegak. Sihombing (1997) menyatakan bahwa nama lain dari babi Landrace adalah babi America Landrace. Babi jantan bangsa ini memiliki bobot dewasa sekitar kg dan betina dewasa sekitar kg. Bobot babi jantan dewasa Duroc sekitar kg dan betina dewasa sekitar kg. Natural Veterinary (2009) menyatakan bahwa jenis babi di Klungkung merupakan babi lokal yang memiliki bobot sekitar 100 kg. Bobot hidup memiliki korelasi positif dengan persentase lemak pada karkas (Busch et al., 1969). Hetzer dan Miller (1972) melaporkan bahwa ditemukan respon korelasi yang positif antara ukuran-ukuran tubuh dan lemak punggung pada babi. Korelasi positif antara lemak punggung dan bobot badan juga dinyatakan oleh Quijandria dan Robinson (1971). Hal tersebut mengindikasikan bahwa ukuran-ukuran tubuh yang besar akan memiliki bobot badan yang besar, demikian pula sebaliknya. Ukuran variabel-variabel tubuh ditemukan lebih besar pada babi kelompok Parung dan Getasan dibandingkan 20

34 dengan kelompok Klungkung pada penelitian ini. Babi kelompok Parung dan Getasan merupakan kelompok babi peranakan ras luar negeri tipe pedaging unggul (dari bangsa Duroc) dan tipe dwiguna (Landrace dan Yorkshire). Tabel 3 menyajikan rekapitulasi hasil analisis T 2 Hotteling antara jantan dan betina pada setiap dua kelompok peternakan babi yang diamati. Hasil uji T 2 Hotteling menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh pada kelompok babi yang diamati. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 Hotteling Antara Babi Jantan dan Betina Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati Peternakan Jantan dengan Betina Parung * Getasan ** Klungkung ** Keterangan: tanda * = berbeda (P<0,05); ** = sangat berbeda (P<0,01) Babi jantan pada kelompok Parung memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih kecil daripada betina (P<0,05), sedangkan jantan pada kelompok Getasan dan Klungkung memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih besar (P<0,01) dibandingkan dengan kelompok betina. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Soeparno (1998) bahwa ternak jantan tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada umur yang sama dibandingkan dengan betina, karena perbedaan hormon yang mempengaruhi pertumbuhan. Tabel 4 menyajikan rekapitulasi analisis T 2 Hotteling antara babi jantan pada setiap dua kelompok peternakan yang diamati. Hasil uji T 2 Hotteling juga menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara babi jantan Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 Hotteling Antara Babi Jantan pada Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati Peternakan Babi Jantan Parung Getasan * Parung Getasan Klungkung Klungkung ** ** Keterangan: tanda * = berbeda (P<0,05), tanda ** = sangat berbeda (P<0,01) 21

35 kelompok Parung dan Getasan dan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara babi jantan kelompok Parung dan Klungkung; antara babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung. Tabel 5 menunjukkan bahwa ukuran variabel-variabel tubuh babi betina sangat berbeda (P<0,01) antara kelompok Parung dan Getasan; antara babi betina kelompok Parung dan Klungkung juga antara babi betina kelompok Getasan dan Klungkung. Perbedaan tersebut belum memberikan informasi yang lebih rinci sehingga uji statistik diskriminan Fisher digunakan untuk melengkapi informasi tersebut. Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 Hotteling Antara Babi Betina pada Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati Peternakan Babi Betina Parung Getasan ** Parung Getasan Klungkung Klungkung ** ** Keterangan: tanda ** = sangat berbeda (P<0,01) Penggolongan Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson Penggolongan babi kelompok Parung, Getasan dan Klungkung berdasarkan fungsi diskriminan Fisher dan Wald-Anderson dijelaskan pada uraian berikut ini. Penggolongan tersebut dilakukan masing-masing pada jantan dan betina. Babi Kelompok Parung dan Getasan Hasil T 2 Hotteling mengindikasikan bahwa ditemukan perbedaan ukuran variabel-variabel tubuh diantara babi jantan dan betina pada kelompok Parung dengan Getasan. Berdasarkan fungsi diskriminan Fisher, perbedaan ukuran variabelvariabel tubuh tersebut hanya ditemukan pada babi betina walaupun berdasarkan hasil uji T 2 Hotteling perbedaan ukuran variabel-variabel tubuh ditemukan nyata (P<0,05) antara babi jantan kelompok Parung dan Getasan. Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak ditemukan satupun ukuran variabelvariabel tubuh babi jantan kelompok Parung dan Getasan yang berkorelasi dengan skor diskriminan (P>0,05) sehingga persamaan diskriminan Fisher pada babi jantan 22

36 Tabel 6. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Parung dengan Getasan (Hasil Pengolahan Pertama Penentuan Variabel Pembeda) Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Tinggi Pinggul (X 1 ) 0,103 tn Lebar Pinggul (X 2 ) 0,537 tn Panjang Rump (X 3 ) 0,326 tn Lingkar Pergelangan Kaki (X 4 ) 0,269 tn Panjang Badan (X 5 ) 0,030 tn Tinggi Pundak (X 6 ) 0,240 tn Lebar Dada (X 7 ) 0,278 tn Dalam Dada (X 8 ) 0,330 tn Keterangan : tn = tidak nyata (P>0,05) kelompok Parung dan Getasan tidak dapat dibentuk. Analisis Wald-Anderson tidak dapat dilakukan karena tidak ditemukan variabel pembeda pada babi jantan kelompok Parung dan Getasan. Gambar 3 menyajikan babi jantan kelompok Parung dengan Getasan yang diamati. (a) (b) Gambar 3. Babi Jantan Kelompok Parung (a) dengan Getasan (b) Fungsi diskriminan Fisher babi betina antara kelompok Parung dan Getasan disajikan pada Tabel 7. Variabel-variabel yang menjadi pembeda antara kedua kelompok babi betina tersebut adalah lingkar pergelangan kaki (X 4 ) dan lebar dada (X 7 ) karena pada pengujian selang kepercayaan memberikan hasil nyata (P<0,05). 23

37 Koefisien korelasi masing-masing variabel pembeda tersebut terhadap skor diskriminan juga disajikan pada Tabel 7 yang menunjukkan nilai negatif. Nilai negatif yang dihasilkan memiliki arti bahwa setiap kenaikan ukuran lingkar pergelangan kaki (X 4 ) dan lebar dada (X 7 ) akan menurunkan skor diskriminan. Persamaan diskriminan yang dibentuk antara babi betina kelompok Parung dan Getasan adalah Y = 1,476 X 4 0,310 X 7. Tabel 7. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Tinggi Pinggul (X 1 ) 0,080 1) tn Lebar Pinggul (X 2 ) 0,352 1) tn Panjang Rump (X 3 ) 0,240 1) tn Lingkar Pergelangan Kaki (X 4 ) 0,930 2) * Panjang Badan (X 5 ) 0,198 1) tn Tinggi Pundak (X 6 ) 0,280 1) tn Lebar Dada (X 7 ) 0,666 2) * Dalam Dada (X 8 ) 0,067 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 1,476 X 4 0,310 X 7 Keterangan : * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda Hal ini didukung dengan hasil penelitian Scanes (2003) yang menyatakan bahwa perbedaan ukuran tubuh, kecepatan pertumbuhan, muscling atau komposisi tubuh pada saat dewasa kelamin dapat memberikan penampakan yang berbeda setiap ternak. Frandson (1992) menyatakan bahwa kerangka yang disusun dari beberapa jenis tulang memberikan dasar pada struktur eksternal dan wujud ternak. Tulangtulang yang memberikan pengaruh berbeda pada babi betina kelompok Parung dan Getasan adalah radius ulna dan os scapula (Gambar 1). Gambar 4 menyajikan babi betina Parung dan Getasan yang diamati. 24

38 (a) (b) Gambar 4. Babi Betina Kelompok Parung (a) dengan Getasan (b) Penggolongan individu-individu pada babi betina kelompok Parung dan Getasan berdasarkan kriteria Wald-Anderson disajikan pada Tabel 8. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat dua ekor babi betina kelompok Getasan yang pada kenyataannya digolongkan ke dalam kelompok Parung dengan persentase koreksi sebesar 86,67% dan satu ekor babi betina kelompok Parung yang pada kenyataannya digolongkan kedalam kelompok Getasan dengan persentase koreksi sebesar 96%. Tabel 8. Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual Penggolongan Babi Kelompok Parung Getasan Parung (n = 15) 13 2 Getasan (n = 25) 1 24 Total (n = 40) Keterangan: n adalah jumlah sampel (ekor) % Koreksi 13/15x 100 % = 86,67 % 24/25 x 100 % = 96 % (40-3)/40 x 100 % = 92,5 % Kesalahan penggolongan berdasarkan analisis statistik Wald-Anderson adalah sebanyak tiga ekor dengan persentase koreksi sebesar 92,5%. Kesalahan penggolongan terjadi kemungkinan karena variabel pembeda antara babi betina 25

39 Frekuensi kelompok Parung dan Getasan sedikit ditemukan. Penggolongan dengan kriteria ini masih berdasarkan pada variabel pembeda yang diperoleh berdasarkan analisis diskriminan Fisher Kelompok Peternakan Getasan Parung Skor Wald Anderson Babi Betina 4 8 Gambar 5. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu-individu pada babi betina kelompok Parung dan Getasan berdasarkan skor Wald-Anderson masingmasing individu disajikan pada Gambar 5. Data babi betina kelompok Getasan berada pada daerah grafik sebelah kiri, sedangkan kelompok Parung berada di daerah sebelah kanan pada gambar tersebut. Pola tumpang tindih disajikan pada kedua data kelompok babi betina, hal ini menunjukkan beberapa data babi betina kelompok Parung digolongkan kedalam data kelompok Getasan dan sebaliknya beberapa data babi betina kelompok Getasan digolongkan kedalam kelompok Parung. Noor (2008) menyatakan bahwa fenotip suatu ternak dipengaruhi oleh gen dan lingkungan. Kesalahan penggolongan pada data babi betina kelompok Parung dengan Getasan berdasarkan analisis statistik kemungkinan terjadi karena sama-sama merupakan babi peranakan dan masih dalam satu wilayah yang sama yaitu Pulau Jawa. 26

40 Babi Kelompok Parung dan Klungkung Hasil T 2 Hotteling mengindikasikan bahwa ditemukan perbedaan ukuran variabel-variabel tubuh antara babi jantan dan antara babi betina kelompok Parung dengan Klungkung. Berdasarkan fungsi diskriminan ditemukan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada ukuran variabel-variabel tubuh pada babi jantan dan betina pada dua kelompok babi tersebut. Variabel-variabel yang membedakan antara babi jantan kelompok Parung dan Klungkung adalah tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ), panjang rump (X 3 ) dan lebar dada (X 7 ). Fungsi diskriminan Fisher yang dibentuk antara babi jantan kelompok Parung dan Klungkung adalah Y = 1,399 X 1 + 3,988 X 2 10,375 X 3 0,440 X 7 (Tabel 9). Tabel 9. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Tinggi Pinggul (X 1 ) 0,206 2) * Lebar Pinggul (X 2 ) 0,378 2) * Panjang Rump (X 3 ) 0,207 2) * Lingkar Pergelangan Kaki (X 4 ) 0,061 1) tn Panjang Badan (X 5 ) 0,036 1) tn Tinggi Pundak (X 6 ) 0,051 1) tn Lebar Dada (X 7 ) 0,191 2) * Dalam Dada (X 8 ) 0,017 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 1,399 X 1 + 3,988 X 2 10,375 X 3 0,440 X 7 Keterangan : * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda Frandson (1992) menyatakan bahwa struktur eksternal dan wujud ternak berdasarkan kerangka terdiri atas beberapa tulang. Tulang tulang yang memberikan pengaruh 27

41 berbeda pada babi jantan kelompok Parung dan Klungkung adalah tulang femur, fibula, metatarsus, pelvis, ischium, pubis dan os scapula (Gambar 1). Koefisien korelasi masing-masing ukuran variabel-variabel tubuh dan skor diskriminan disajikan pada Tabel 9. Koefisien korelasi pada variabel panjang rump (X 3 ) memiliki korelasi yang negatif terhadap skor diskriminan individu, sedangkan koefisien korelasi pada variabel tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ) dan lebar dada (X 7 ) memiliki korelasi yang positif terhadap skor individu (P<0,05). Hal ini menunjukkan jika tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ) dan lebar dada (X 7 ) mengalami kenaikan maka skor diskriminan akan naik pula, tetapi jika panjang rump (X 3 ) mengalami kenaikan maka akan menurunkan skor diskriminan. Gambar 6 menyajikan babi jantan kelompok Parung dengan Klungkung yang diamati. (a) (b) Gambar 6. Babi Jantan Kelompok Parung (a) dengan Klungkung (b) Penggolongan individu babi jantan kelompok Parung dengan Klungkung berdasarkan kriteria Wald-Anderson disajikan pada Tabel 10. Hasil yang diperoleh dari analisis Wald-Anderson adalah tidak ditemukan kesalahan penggolongan babi secara statistik dengan persentase koreksi sebesar 100%. Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu babi jantan kelompok Parung dengan Klungkung berdasarkan skor Wald-Anderson disajikan pada Gambar 7. Grafik tersebut menunjukkan sebaran frekuensi data skor Wald- Anderson masing-masing data individu babi. Data babi jantan kelompok Klungkung berada pada daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data babi jantan kelompok Parung berada di daerah sebelah kanan. Grafik yang saling lepas menunjukkan tidak 28

42 Frekuensi Tabel 10. Penggolongan Individu Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual Penggolongan Babi Kelompok Parung Klungkung Parung (n = 10) 10 0 Klungkung (n = 13) 0 13 Total (n = 23) Keterangan: n = jumlah sampel (ekor) % Koreksi 10/10x 100 % = 100 % 13/13 x 100 % = 100 % 23/23 x 100 % = 100 % ditemukan kesalahan penggolongan secara statistik pada babi jantan kelompok Parung dengan Klungkung. Hal tersebut bersesuaian dengan hasil analisis diskriminan Fisher antara babi jantan kelompok Parung dan Klungkung dengan variabel pembeda yang banyak ditemukan Kelompok Peternakan Klungkung Parung Skor Wald-Anderson Babi Jantan 100 Gambar 7. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung 29

43 Hasil analisis diskriminan antara babi betina kelompok Parung dan Klungkung disajikan pada Tabel 11. Fungsi diskriminan yang dibentuk antara dua kelompok babi tersebut secara nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh variabel tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ), panjang rump (X 3 ), lingkar pergelangan kaki (X 4 ), panjang badan (X 5 ), tinggi pundak (X 6 ) dan lebar dada (X 7 ). Seluruh variabel yang diamati kecuali dalam dada (X 8 ) merupakan variabel pembeda antara babi betina kelompok Parung dan Klungkung sehingga fungsi diskriminan yang dibentuk adalah Y = 9,893X 1 + 3,124X 2 11,646 X 3 + 9,017 X 4 0,505 X 5 + 1,810 X 6 8,453 X 7. Tulang tulang yang memberikan pengaruh berbeda pada babi betina kelompok Parung dan Klungkung adalah tulang sacrum, femur, tibia, metatarsus, pelvis, ischium, pubis, radius ulna, tepi tulang processus spinosus dan os scapula (Gambar 1). Tulang- tulang tersebut dapat memberikan dasar pada wujud dan struktur kerangka ternak yang diamati (Frandson, 1992). Tabel 11. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina Kelompok Parung dengan Klungkung Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Tinggi Pinggul (X 1 ) 0,444 2) * Lebar Pinggul (X 2 ) 0,329 2) * Panjang Rump (X 3 ) 0,208 2) * Lingkar Pergelangan Kaki (X 4 ) 0,101 2) * Panjang Badan (X 5 ) 0,157 2) * Tinggi Pundak (X 6 ) 0,162 2) * Lebar Dada (X 7 ) 0,196 2) * Dalam Dada (X 8 ) 0,050 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 9,893X 1 + 3,124X 2 11,646 X 3 + 9,017 X 4 0,505 X 5 + 1,810 X 6 8,453 X 7 Keterangan : * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda 30

44 Koefisien korelasi antara variabel-variabel yang diukur dan skor diskriminan juga disajikan pada Tabel 11. Nilai korelasi yang positif ditemukan pada variabel tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ), lingkar pergelangan kaki (X 4 ), panjang badan (X 5 ), tinggi pundak (X 6 ) dan lebar dada (X 7 ) sedangkan korelasi negatif ditemukan pada variabel panjang rump (X 3 ). Gambar 8 menyajikan babi betina kelompok Parung dan Klungkung yang diamati. (a) (b) Gambar 8. Babi Betina Kelompok Parung (a) dengan Klungkung (b) Tabel 12 menyajikan penggolongan data individu babi betina kelompok Parung dan Klungkung berdasarkan kriteria Wald-Anderson. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa tidak terdapat salah penggolongan pada dua kelompok babi tersebut. Nilai koreksi yang ditunjukkan pada masing-masing kelompok adalah 100%. Tabel 12. Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual Parung (n = 15) Klungkung (n = 25) Total (n = 40) Penggolongan Babi Kelompok Parung Keterangan: n = jumlah sampel (ekor) Klungkung % Koreksi 15/15x 100 % = 100 % 25/25 x 100 % = 100 % 40/40 x 100 % = 100 % 31

45 Frekuensi Gambar 9 menyajikan grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu babi betina kelompok Parung dan Klungkung. Gambar 9 juga memperlihatkan sebaran frekuensi dan penggolongan data individu babi yang diamati berdasarkan skor Wald-Anderson. Data babi betina kelompok Klungkung ditunjukkan pada grafik sebelah kiri dan kelompok Parung ditunjukkan pada grafik sebelah kanan. Pola grafik yang terpisah (saling lepas) menunjukkan bahwa penggolongan babi betina kelompok Parung dan Klungkung tidak ditemukan kesalahan Kelompok Peternakan Klungkung Parung Skor Wald Anderson Babi Betina 200 Gambar 9. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Betina Kelompok Babi Parung dengan Klungkung Minkema (1993) menyatakan bahwa genotipe dan lingkungan mempengaruhi penampakan atau fenotipe suatu ternak. Penggolongan yang tidak salah pada babi betina maupun jantan kelompok Parung dan Klungkung kemungkinan terjadi karena kedua kelompok babi tersebut berasal dari keturunan yang berbeda. Babi kelompok Parung merupakan peranakan, sedangkan babi kelompok Klungkung merupakan babi lokal. Lingkungan tempat tinggal babi juga berbeda, babi kelompok Parung berada di 32

46 wilayah Jawa sedangkan babi kelompok Klungkung berada di wilayah Bali. Hal ini didukung dengan penelitian dari Gizaw et al. (2008) yang menyatakan bahwa perbedaan morfologi sebagai akibat dari perbedaan daya adaptasi terhadap tempat hidup. Babi Kelompok Getasan dan Klungkung Hasil T 2 Hotteling mengindikasikan bahwa ditemukan perbedaan ukuranvariabel-variabel tubuh antara babi jantan dan antara babi betina kelompok Getasan dan Klungkung. Fungsi diskriminan Fisher yang dibentuk pada babi jantan kelompok Getasan dengan Klungkung adalah Y = 5,680 X 1 + 3,433 X 2 12,243 X 3 + 2,264 X 4 1,718 X 5 1,834 X 6 0,122 X 7 (Tabel 13). Variabel tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ), panjang rump (X 3 ), lingkar pergelangan kaki (X 4 ), panjang badan (X 5 ), tinggi pundak (X 6 ) dan lebar dada (X 7 ) memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Seluruh variabel yang diamati kecuali dalam dada (X 8 ) menjadi variabel Tabel 13. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Tinggi Pinggul (X 1 ) 0,512 2) * Lebar Pinggul (X 2 ) 0,500 2) * Panjang Rump (X 3 ) 0,216 2) * Lingkar Pergelangan Kaki (X 4 ) 0,510 2) * Panjang Badan (X 5 ) 0,163 2) * Tinggi Pundak (X 6 ) 0,308 2) * Lebar Dada (X 7 ) 0,400 2) * Dalam Dada (X 8 ) 0,139 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 5,680 X 1 + 3,433 X 2 12,243 X 3 + 2,264 X 4 1,718 X 5 1,834 X 6 0,122 X 7 Keterangan : * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda 33

47 pembeda antara babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung. Colville dan Joanna (2002) menyatakan bahwa kerangka yang disusun dari beberapa jenis tulang memberikan dasar pada struktur eksternal dan dapat melindungi jaringan tubuh. Tulang tulang yang memberikan pengaruh berbeda pada babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung adalah tulang sacrum, femur, tibia, metatarsus, humerus, carpus, metacarpus, pelvis, ischium, pubis, radius ulna, tepi tulang processus spinosus dan os scapula (Gambar 1). Koefisien korelasi antara variabel-variabel yang diukur dan skor diskriminan pada babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung berdasarkan analisis diskriminan juga disajikan pada Tabel 13. Nilai korelasi yang positif ditemukan pada variabel tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ), lingkar pergelangan kaki (X 4 ), panjang badan (X 5 ), tinggi pundak (X 6 ) dan lebar dada (X 7 ) sedangkan korelasi negatif ditemukan pada variabel panjang rump (X 3 ). Gambar 10 menyajikan babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung yang diamati. (a) (b) Gambar 10. Babi Jantan Kelompok Getasan (a) dengan Klungkung (b) Penggolongan individu antara babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung berdasarkan kriteria Wald-Anderson disajikan pada Tabel 14. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa kesalahan tidak ditemukan antara babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung. Nilai koreksi yang ditunjukkan pada masing-masing kelompok adalah 100%. Banyak variabel pembeda yang ditemukan dari hasil analisis diskriminan Fisher menandakan bahwa kedua kelompok peternakan tersebut memiliki perbedaan yang besar sehingga kesalahan penggolongan tidak ditemukan. 34

48 Frekuensi Tabel 14. Penggolongan Individu Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual Penggolongan Babi Kelompok- Getasan Klungkung Getasan (n = 10) 10 0 Klungkung (n = 13) 0 13 Total (n = 23) Keterangan: n = jumlah sampel (ekor) % Koreksi 10/10x 100 % = 100 % 13/13 x 100 % = 100 % 23/23 x 100 % = 100 % Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu babi pada kelompok Getasan dengan Klungkung ditunjukkan pada Gambar 11. Gambar tersebut memperlihatkan sebaran frekuensi dan penggolongan data individu babi yang diamati berdasarkan skor Wald-Anderson. Data babi jantan kelompok Kelompok Peternakan Getasan Klungkung Skor Wald Anderson Babi Jantan 150 Gambar 11. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung 35

49 Klungkung ditunjukkan pada grafik sebelah kiri dan data babi jantan kelompok Getasan ditunjukkan pada grafik sebelah kanan. Pola grafik yang saling lepas menunjukkan bahwa kesalahan penggolongan antara data babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung tidak ditemukan. Hasil analisis diskriminan Fisher pada babi betina kelompok kelompok Getasan dan Klungkung disajikan pada Tabel 15. Fungsi diskrimian Fisher yang dibentuk pada babi betina kelompok Getasan dengan Klungkung dipengaruhi variabel tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ), panjang rump (X 3 ), lingkar pergelangan kaki (X 4 ), panjang badan (X 5 ), tinggi pundak (X 6 ) dan lebar dada (X 7 ) yang memberikan hasil nyata (P<0,05) sehingga membentuk fungsi diskriminan Y = 0,648 X 1 + 1,261 X 2 5,182 X 3 + 3,679 X 4 0,301 X 5 + 1,103 X 6 1,11 X 7. Tabel 15. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina Kelompok Getasan dengan Klungkung Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Tinggi Pinggul (X 1 ) 0,565 2) * Lebar Pinggul (X 2 ) 0,399 2) * Panjang Rump (X 3 ) 0,384 2) * Lingkar Pergelangan Kaki (X 4 ) 0,440 2) * Panjang Badan (X 5 ) 0,368 2) * Tinggi Pundak (X 6 ) 0,545 2) * Lebar Dada (X 7 ) 0,398 2) * Dalam Dada (X 8 ) 0,092 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,648 X 1 + 1,261 X 2 5,182 X 3 + 3,679 X 4 0,301 X 5 + 1,103 X 6 1,11 X 7 Keterangan : * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda Tulang-tulang yang memberikan pengaruh berbeda pada babi betina kelompok Getasan dan Klungkung adalah tulang sacrum, femur, tibia, metatarsus, humerus, carpus, metacarpus, pelvis, ischium, pubis, radius ulna, tepi tulang 36

50 processus spinosus dan os scapula (Gambar 1). Susunan beberapa jenis tulang dapat membentuk struktur kerangka yang dapat menyokong tubuh dan melindungi jaringan pada tubuh (Colville dan Joanna, 2002). (a) (b) Gambar 12. Babi Betina Kelompok Getasan (a) dengan Klungkung (b) Koefisien korelasi antara variabel-variabel tubuh dan skor diskriminan pada babi betina kelompok Getasan dan Klungkung juga disajikan pada Tabel 15. Nilai korelasi yang positif ditemukan pada variabel tinggi pinggul (X 1 ), lebar pinggul (X 2 ), lingkar pergelangan kaki (X 4 ), panjang badan (X 5 ), tinggi pundak (X 6 ) dan lebar dada (X 7 ) sedangkan korelasi negatif ditemukan pada variabel panjang rump (X 3 ). Gambar 12 menyajikan babi betina kelompok Getasan dan Klungkung yang diamati. Tabel 16. Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Getasan dengan Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual Penggolongan Babi Kelompok- Getasan Klungkung Getasan (n = 25) 25 0 Klungkung (n = 25) 0 25 Total (n = 50) Keterangan: n = jumlah sampel (ekor) % Koreksi 25/25x 100 % = 100 % 25/25 x 100 % = 100 % 50/50 x 100 % = 100 % 37

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor untuk sapi PO jantan dan Rumah Potong Hewan (RPH) Pancoran Mas untuk sapi Bali jantan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi TINJAUAN PUSTAKA Sapi Sapi diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), ordo Artiodactile (hewan berkuku atau berteracak genap), sub-ordo

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin 15 Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Karo pada bulan Juli 2016 Bahan dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Mitra Tani Farm, Ciampea, Bogor, Jawa Barat dan di Tawakkal Farm, Cimande, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon Rumus: T 2 = X X S X X Selanjutnya: F = n + n p 1 (n + n 2) P T akan terdistribusi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Ciamis (Jawa Barat), Tegal (Jawa Tengah) dan Blitar (Jawa Timur). Waktu penelitian dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama yaitu pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda yaitu peternakan kambing PE Doa Anak Yatim Farm (DAYF) di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea dan peternakan kambing

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm kabupaten Ciampea, Bogor,

Lebih terperinci

PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN PERBANDINGAN UKURAN SERTA BENTUK TUBUH PADA BABI LOKAL BALI SKRIPSI I GEDE ADITYA INDRA PENGESTIKA

PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN PERBANDINGAN UKURAN SERTA BENTUK TUBUH PADA BABI LOKAL BALI SKRIPSI I GEDE ADITYA INDRA PENGESTIKA PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN PERBANDINGAN UKURAN SERTA BENTUK TUBUH PADA BABI LOKAL BALI SKRIPSI I GEDE ADITYA INDRA PENGESTIKA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Identifikasi Sifat Kualitatif dan Kuantitatif...Deddy Arwan Sihite

Identifikasi Sifat Kualitatif dan Kuantitatif...Deddy Arwan Sihite IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF BABI LOKAL DI KECAMATAN SIANJUR MULAMULA, KABUPATEN SAMOSIR, PROVINSI SUMATERA UTARA Deddy Arwan Sihite*, Sauland Sinaga, dan Primiani Edianingsih Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

SKRIPSI RIRI SELVIA N

SKRIPSI RIRI SELVIA N PENGGOLONGAN MORFOMETRIK JANTAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN PESISIR MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD- ANDERSON DAN JARAK MINIMUM D 2 MAHALANOBIS SKRIPSI RIRI SELVIA N DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengolahan data dan penulisan dilakukan di Laboratorium Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi lokal Indonesia keturunan banteng liar yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di Pulau Bali dan kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB yang berlokasi di desa Singasari, Kecamatan Jonggol; peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina dewasa tidak bunting sebanyak 50 ekor di Kecamatan Cibalong,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). 1.2. Materi Materi penelitian ini

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan data sekunder pengamatan yang dilakukan oleh Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Domba Lokal betina dewasa sebanyak 26 ekor dengan ketentuan domba

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN (Body Measurement Characteristics of Swamp Buffalo in Lebak and Pandeglang Districts, Banten Province) SAROJI, R.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Ternak babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi di Unit Pelaksanaan Teknis Daerah ( UPTD) Ternak Ruminansia Besar Desa

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ornitologi Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Cibinong. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 PERSAMAAN LAJU PERTUMBUHAN DOMBA LOKAL JANTAN DAN BETINA UMUR 1-12 BULAN YANG DITINJAU DARI PANJANG BADAN DAN TINGGI PUNDAK (Kasus Peternakan Domba Di

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013.

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar selama bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 013. 3..

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

VARIABEL PEMBEDA UKURAN TUBUH KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA DI TIGA PETERNAKAN BERBEDA NOVITA SAPRIKA THAMREN

VARIABEL PEMBEDA UKURAN TUBUH KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA DI TIGA PETERNAKAN BERBEDA NOVITA SAPRIKA THAMREN VARIABEL PEMBEDA UKURAN TUBUH KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA DI TIGA PETERNAKAN BERBEDA NOVITA SAPRIKA THAMREN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 33 pertalian genetik yang relatif dekat akan kurang memberikan laju pertumbuhan anaknya dengan baik. Sifat morfolgis ternak seperti ukuran tubuh dan pola warna dapat digunakan untuk menganalisis estimasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu (Sumber : Suharyanto, 2007) Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur Kabupaten Kaur adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Bengkulu. Luas wilayah administrasinya

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi 9 BAB III MATERI DAN METODE aaaaaapenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri dari tanggal 19 September 2013 sampai 5 Januari 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi pengamatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB, 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul 01.00-06.00 WIB, mulai dari tanggal 29Juli sampai dengan 23 Agustus 2016 di rumah potong hewan (RPH) Kampung Bustaman,

Lebih terperinci

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Oleh *APRIYANTO BAKARI, ** NIBRAS K. LAYA, *** FAHRUL ILHAM * Mahasiswa Progra Studi Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keunggulan antara lain karena pertumbuhannya yang cepat, konversi ransum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keunggulan antara lain karena pertumbuhannya yang cepat, konversi ransum yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Babi Ternak babi adalah ternak monogastrik penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2011 sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilakukan di lima lokasi peternakan rakyat yang memelihara kambing PE di wilayah

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah (asal India) dengan lokal, yang penampilannya mirip Etawah tetapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba sejak dahulu sudah mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi dan seleksi berpuluh-puluh tahun. Pusat domestikasinya diperkirakan berada

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU SIBORONGBORONG (Characteristics of Body Size of the Murrah Bufallo and Swamp Bufallo in BPTU Siborongborong) Gerli 1, Hamdan 2

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Peternakan Babi Rachel Farm yang berada di Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus TINJAUAN PUSTAKA Babi Yorkshire Klasifikasi zoologis ternak babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus,

Lebih terperinci

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG SKRIPSI GERLI 070306038 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah 50 ekor domba

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA) LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA) Disusun Oleh : Kelompok 9 Dita Swafitriani 200110140030 Hartiwi Andayani 200110140176 Fathi Hadad 200110140242

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di III.METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. 3.2 Materi Materi penelitian adalah ternak domba

Lebih terperinci

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin Program Studi Peterenakan Fakultas Peternakan Dan Perikanan Universitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR CHARASTERISTIC AND BODY SIZE IDENTIFICATION OF FRIES HOLLAND DAIRY COW IN KAWASAN USAHA PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci