BAB I PENDAHULUAN. dan menangkap pelaku-pelakunya, menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dan menangkap pelaku-pelakunya, menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan Kepolisian Republik Indonesia melalui Detasemen Khusus (Densus) 88 1 membongkar jaringan teroris berideologi Islam radikal di Indonesia 2 dan menangkap pelaku-pelakunya, menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan yang ditangani Direktorat Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dihadapkan pada permasalahan menampung tahanan dan narapidana tindak terorisme yang semakin bertambah. 3 Hal demikian lebih sulit lagi karena sedikit sekali yang dijatuhi hukuman mati, 4 sisanya hanya dijatuhi hukuman dalam hitungan tahun yang pada akhirnya akan kembali lagi di tengah masyarakat. Oleh karenanya, program pembinaan terhadap narapidana 5 terorisme menjadi penting sebagai bagian dari upaya counter-terrorism atau perlawanan terhadap terorisme. 1 Kapolri menerbitkan Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003 menandai terbentuknya Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri. Keberadaan Skep Kapolri tersebut sebagai tindaklanjut dari diterbitkannya UU No. 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme atau disebut UU Anti Terorisme, yang mempertegas kewenangan Polri sebagai unsur utama dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, sedangkan TNI dan BIN menjadi unsur pendukung. 2 Jaringan teroris yang menyebabkan munculnya isilah Islam jihadi di Indonesia dalam laporan International Crisis Group (ICG) wilayah Asia Tenggara merupakan daur ulang atau regenerasi dari gerakan NII. Nur Khaliq Ridwan, 2009, Regenerasi NII Membedah Jaringan Islam Jihadi di Indonesia, Erlangga, Jakarta, hlm Dalam penanganan terorisme kurun wktu 2010, Detasemen Khusus 88 telah menewaskan 28 orang yang terduga teroris dan sekitar 600 orang ditahan. IAM, 28 Orang Terduga Teroris Tewas, Kompas, diakses pada tanggal 7 Oktober Pada 2008, hanya 3 orang pelaku bom Bali (2002) yang dieksekusi mati, yaitu Imam Samudera, Amrozi, dan Mukhlas alias Ali Gufron. Abdul Jalil Salam, 2010, Polemik Hukuman Mati di Indonesia Perspektif Islam, HAM, dan Demokratisasi Hukum, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Jakarta, hlm Pembinaan narapidana (treatment) merupakan upaya spesifik yang direncanakan untuk melakukan modifi kasi karakteristik psikologi sosial seseorang. Untuk itu, pembinaan narapidana adalah rangkaian kegiatan yang direkayasakan guna mempengaruhi narapidana terlepas dari hal-

2 2 Tertangkapnya Aman Abdurrahman alias Oman Rahman di Kampung Panteneun, Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, jelas mempertegas terbangunnya struktur organisasi teroris baru di Indonesia yang berawal dari Lembaga Pemasyarakatan. Oman yang menjalani hukuman sebagai narapidana terorisme justru leluasa melakukan koordinasi jaringan terorisme dari dalam penjara dengan adanya sel baru jaringan terorisme yang berlatih militer di Nangroe Aceh Darussalam. 6 Kesadaran atas kondisi demikian menjadikan aparatur pemenjaraan nasional segera bertindak membaca momentum dengan mendesain ulang pola pembinaan bagi pelaku terorisme dalam proses deradikalisasi melalui program re-edukasi nilai-nilai kemanusiaan yang didukung dengan program Deradikalisasi 7 bagi narapidana terorisme. Hal demikian dipengaruhi adanya narapidana terorisme selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, beberapa di antara mereka memungkinkan untuk mempengaruhi para tahanan dan narapidana kriminal biasa agar dapat bergabung ke dalam aksi teror setelah bebas. 8 Hal tersebut tentu mendapatkan korelasi tinggi seiring dengan adanya perubahan-perubahan tekanan psikologis yang dihadapi narapidana biasa di dalam penjara. Perubahan drastis yang menjadikan lingkungan semakin menekan bagi narapidana, seperti kehilangan hal yang mempengaruhinya melakukan tindak pidana. Muh. Khamdan, 2010, Pesantren di Dalam Penjara, Parist, Kudus, hlm NTA/INA, Eks Napi Didalami, Kompas, diakses pada tanggal 7 Oktober Program reintegrasi merupakan pola pembinaan yang menempatkan individu warga binaan sebagai suatu kesatuan hubungan dengan masyarakat dalam proses pemasyarakatan melalui sejumlah tahapan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 14 (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 77) 8 Dalam teori atribusi misalkan, seseorang akan dapat mudah mempengaruhi orang lain jika dapat selalu menonjolkan pada pokok-pokok fikiran yang sangat rasional dan logis untuk menyederhanakan pemrosesan kognitif dengan memberi.reaksi yang sangat banyak kepada stimuli yang menonjol. David O. Sears, 1994, Psikologi Sosial, Jakarta, Erlangga, hlm. 115

3 3 kebebasan fisik, kehilangan kelayakan hidup normal, kehilangan komunikasi keluarga, hilangnya stimulasi hidup dan terpaan gangguan psikologis akan menuntut mereka untuk mencari kebermaknaan hidup, 9 dan para narapidana teroris tentu dapat memanfaatkan kondisi tersebut. Para tersangka atau narapidana terorisme bukanlah individu yang memiliki tipe kepribadian khusus atau menyandang kelainan jiwa. Kalangan ini justru menampilkan karakteristik kepribadian yang normal, bukan psikopat ataupun psikotik. 10 Hal ini menjelaskan bahwa narapidana teroris merupakan individu yang sadar dan mampu mempertanggungjawabkan tindakannya. Oleh karena itu, tingkat radikalisme narapidana terorisme sangat terkait dengan persepsi atas keyakinan atau ideologinya, 11 sehingga memiliki peluang untuk dapat dikurangi atau diminimalisasi secara perlahan melalui perlakuan yang manusiawi, yaitu memenuhi hak-haknya, 12 memperhatikan harga dirinya, sekaligus menjaga keluarganya. 13 Berbagai perlakuan dengan kekerasan hanya akan menguatkan identitas sosial tertentu yang akan membuat dendam semakin bertambah. 14 Oleh karena itu pada tahun 2005, Indonesia mulai mewacanakan konsep Rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme yang diratifikasi oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism sebagai upaya memasyarakatkan kembali pelaku terorisme. 9 Toto Tasmara, 2001, Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intellegence), Gema Insani Press, Jakarta, hlm Hal ini setidaknya sebagaimana memahami cara pandang para pelaku tindak terorisme seperti dalam bukunya Imam Samudera, 2004, Aku Melawan Teroris, Jazeera, Jakarta, hlm Ibid, hlm Ibid 13 Ibid, hlm Ibid, hlm. 67

4 4 Oleh karena adanya latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Pelaksanaan Program Rehabilitasi Melalui Proses Deradikalisasi Bagi Pelaku Terorisme Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan Program Rehabilitasi Melalui Proses Deradikalisasi Bagi Pelaku Terorisme Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism di Indonesia? 2. Apa saja kendala dan solusi yang dihadapi dalam pelaksanaan Program Rehabilitasi Melalui Proses Deradikalisasi Bagi Pelaku Terorisme Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism? C. Tujuan Penelitian Penulisan hukum ini mempunyai dua tujuan, yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum pidana internasional, yaitu mengetahui dan

5 5 menganalisis mengenai implementasi, tingkat keberhasilan dan kendala program rehabilitasi melalui proses Deradikalisasi bagi pelaku Terorisme menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism dalam upaya pencegahan tindak pidana terorisme 2. Tujuan Subyektif Untuk memperoleh data yang akurat yang dipergunakan dalam penyusunan penulisan hukum sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran yang telah penulis lakukan, belum ada penulisan hukum yang membahas Pelaksanaan Program Rehabilitasi Melalui Proses Deradikalisasi Bagi Pelaku Terorisme Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism. Sebagai perbandingan, penulis menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian yang penulis lakukan yaitu, antara lain: 1. Eka Tama Pebrianto, 2010, Pengaruh Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373 Tahun 2001 Terhadap Upaya Kerjasama Internasional Dalam Pemberantasan Terorisme, Program Sarjana Universitas Gadjah Mada. Penelitian berbentuk skripsi ini memiliki rumusan masalah diantaranya :

6 6 a. Bagaimana pengaruh Resolusi Dewan Keamanan Nomor 1373 Tahun 2001 terhadap upaya kerjasama Internasional dalam melakukan pemberantasan Terorisme? b. Implikasi apa yang timbul setelah dikeluarkannya Resolusi tersebut? Kemudian, Penulis memberikan kesimpulan diantaranya : a. Setelah dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373 Tahun 2001, upaya kerjasama Internasional mengalami peningkatan. Kerjasama dituangkan dalam berbagai bentuk seperti pembentukan konvensi Internasional yang baru dan pembuiatan protokol konvensi yang telah ada, serta kerjasama-kerjasama pada tingkat regional dan perjanjian bilateral antar negara. Letak pengaruh resolusi dapat dilihat dalam konsiderans beberapa deklarasi, konvensi Internasional, atau protokol yang ada. b. Implikasi dari dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373 Tahun 2001 adalah wacana bagi negara-negara untuk melakukan peningkatan kerjasama dalam upaya pemberantasan Terorisme. Yang paling terlihat adalah wacana Global War on Terror yang diprakarsai oleh pemerintah Amerika Serikat. Isi Resolusi dijadikan legitimasi dalam memerangi kelompok Terorisme Internasional Al-Qaeda dan jaringan yang berkaitan dengan organisasi Terorisme tersebut.

7 7 Pengaruh Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373 Tahun 2001 terhadap negara-negara anggota terlihat dengan adanya peraturan-peraturan yang mengatur adanya pertukaran intelijen dan juga negara-negara anggota telah mebuat undang-undang anti-terorisme untuk mematuhi Resolusi. 2. Hery Firmansyah, 2011, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, Program Sarjana Universitas Gadjah Mada. Penelitian berbentuk skripsi ini memiliki rumusan masalah diantaranya : a. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya penanggulangan terhadap Tindak Pidana Terorisme? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pemerintah dalam hal penanggulangan terhadap tindak pidana terorisme? Kemudian, penulis memberikan kesimpulan diantaranya : a. Penanggulangan terhadap kegiatan terorisme yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan dengan pendekatan preemtif, preventif, dan represif untuk dapat tercapai upaya penegakan hukum dan penegakan politik secara terpadu. Dalam keadaan tertentu, perbuatan terror diperlukan penanggulangan secara konseptual yang persuasive sebagai upaya penyelesaian di luar hukum dan politik bersumber dari kekuatan aksi social. Dalam perang melawan terorisme perlu dilakukan upaya secara terkoordinasi lintas instansi, lintas nasional, dan secara

8 8 simultan dilakukan langkah-langkah yang bersifat represif, preventif, preemtif, maupun rehabilitasi. Pengalaman berbagai Negara menerapkan konsep yang mengutamakan tindakan represif dengan kekuatan bersenjata ataupun dengan penegakan hukum secara tegas bagaimanapun tidak akan efektif menghentikan terorisme. Selain langkah represif dan preventif kita harus menyentuh akar terorisme (roots of terrorism) melalui langkah-langkah resosialisasi dan reintegrasi para pelaku terorisme ke dalam masyarakat. Yang perlu diingat bahwa kebijakan dan langkah pemerintah untuk menyusun undang-undang tentang pemberantasan terorisme bukan karena tekanan Negara-Negara maju. Undang-Undang tentang Pemberantasan Terorisme didasarkan pada 3 paradigma sebagai berikut : 1) Melindungi bangsa dan kedaulatan NKRI; 2) Melindungi hak asasi korban dan saksi-saksi; 3) Melindungi hak azasi pelaku Terorisme. Yang harus diingat langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh diskriminatif. Undang-undang tentang Pemberantasan Terorisme tidak ditujukan pada suatu kelompok manapun. Siapapun yang melakukan perbuatan teror akan melihat latar belakang etnis maupun agamanya.

9 9 b. Kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam hal penanggulangan tindak pidana terorisme yaitu adanya resistensi terhadap peranan intel yang sangat tinggi dan respon pemerintah yang hanya bersifat reaktif sedangkan inisiatif berada ditangan teroris. Berulangnya aksi teroris di Indonesia terutama disebabkan sistem dan kinerja aparat yang lemah, sementara disisi lain, pelaku kejahatan terorisme cukup canggih mengorganisir dan menjalankan modus operandi kejahatannya hal ini dapat dilihat dari lemahnya koordinasi dan rendahnya kapasitas intelijen dan polisi, bukan karena kurangnya kewenangan mereka. Oleh karena itu diperlukan adanya pemeriksaan dan evaluasi kinerja aparat (TNI, POLRI, dan BIN) yang harus dilakukan secara jujur dan terbuka. Dengan ini, belum ada tesis dengan topik bahasan Pelaksanaan Program Rehabilitasi Melalui Proses Deradikalisasi Bagi Pelaku Terorisme Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism dan Penulis berkesimpulan bahwa penulisan hukum yang akan dibuat oleh Penulis memenuhi kriteria sebagai penulisan hukum yang orisinal. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara akademis maupun praktis. Adapun kegunaannya sebagai berikut:

10 10 1. Kegunaan Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan hukum pidana Internasional tentang Pelaksanaan Program Rehabilitasi Melalui Proses Deradikalisasi Bagi Pelaku Terorisme Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism. 2. Kegunaan Praktis a) Bagi masyarakat, dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya bidang hukum pidana Internasional, serta dapat dipakai sebagai acuan dalam Program Rehabilitasi Melalui Proses Deradikalisasi Bagi Pelaku Terorisme Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism. b) Bagi Praktisi, dapat dipakai sebagai pedoman dan sebagai bahan evaluasi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, dapat lebih memperjelas mengenai Program Rehabilitasi Melalui Proses Deradikalisasi Bagi Pelaku Terorisme Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism sebagai bagian dari Kebijakan Hukum Pidana. c) Bagi Peneliti, disamping untuk kepentingan penyelesaian studi juga untuk menambah pengetahuan serta wawasan di bidang hukum tindak pidana terorisme

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti,

Lebih terperinci

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke :

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke : LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kategori kejahatan kemanusiaan (crime of humanity),apalagi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kategori kejahatan kemanusiaan (crime of humanity),apalagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme merupakan suatu tindak pidana yang sangat serius ditangani oleh pemerintah,bahkan oleh dunia internasional. Aksi terorisme yang terjadi selalu menimbulkan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI O L E H : PROF. DR. IRFAN IDRIS, MA DIREKTUR DERADIKALISASI BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT) RI JOGJAKARTA, 11 JUNI 2014 1 Kerangka Konsepsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan

Lebih terperinci

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke : LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME Pencegahan dan penanggulangan aksi teror merupakan agenda pemerintah yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan. Di samping melakukan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

RANCANGAN N RANCANGAN RANCANGAN

RANCANGAN N RANCANGAN RANCANGAN RANCANGAN N RANCANGAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPATKOMISI III DPR RI DENGANBADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT) --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM,

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMBERANTASAN TERORISME

POLITIK HUKUM PEMBERANTASAN TERORISME Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUKUM KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN

Lebih terperinci

BAB II ORGANISASI PENCEGAHAN TERORISME (BNPT DAN TPB UNODC) 2.1 Peraturan Perundang-Undangan tentang Terorisme di Indonesia

BAB II ORGANISASI PENCEGAHAN TERORISME (BNPT DAN TPB UNODC) 2.1 Peraturan Perundang-Undangan tentang Terorisme di Indonesia BAB II ORGANISASI PENCEGAHAN TERORISME (BNPT DAN TPB UNODC) Sebelum lebih jauh membahas interaksi kerjasama serta hasil yang didapat dari sebuah kerjasama antara dua unit pencegahan terorisme, dalam hal

Lebih terperinci

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME Aksi teror yang melanda belahan bumi Indonesia telah terjadi sejak era orde lama, orde baru, dan bahkan semakin meningkat pada era reformasi. Melihat pola,

Lebih terperinci

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 Pasal 1 (8) Pasal Potensi Pelanggaran HAM Kerangka hukum yang bertabrakan Tidak ada Indikator jelas mengenai keras

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme. TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 SEBAGAI TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI (TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME) 1 Oleh: Edwin Fernando Rantung 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa salah tujuan dari pengaturan narkotika adalah untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada tanggal 12 oktober 2002 hingga bom yang meledak di JW Marriott dan Ritz- Carlton Jumat pagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan

BAB I PENDAHULUAN. program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.

Lebih terperinci

tugas sosiolagi tentang bentuk akomodasi untuk mengatasi permasalahan teror Posted by cici - 30 Sep :25

tugas sosiolagi tentang bentuk akomodasi untuk mengatasi permasalahan teror Posted by cici - 30 Sep :25 tugas sosiolagi tentang bentuk akomodasi untuk mengatasi permasalahan teror Posted by cici - 30 Sep 2010 18:25 NAMA : AULIA ADANTI HAMDAN KELAS : X-3 NIS : 101085 Menurut saya bentuk akomodasi yang sesuai

Lebih terperinci

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan BAB V KESIMPULAN Arab Saudi merupakan negara dengan bentuk monarki absolut yang masih bertahan hingga saat ini. Namun pada prosesnya, eksistensi Arab Saudi sering mengalami krisis baik dari dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada bukan hanya kepentingan domestic tetapi juga kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. kepada bukan hanya kepentingan domestic tetapi juga kepentingan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rangkaian tindak pidana terorisme di Indonesia telah memakan korban jiwa dan ratusan orang luka-luka, termasuk kasus bom Bali tahun 2002 yang lalu. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana orang itu bertempat tinggal. Di Indonesia, landasan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimana orang itu bertempat tinggal. Di Indonesia, landasan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapatkan rasa aman dalam kehidupannya. Rasa aman ini merupakan kewajiban yang harus dijamin oleh negara tempat dimana orang itu bertempat tinggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama,

BAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama, BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dalam sejarah terorisme di abad ke-20, dikenal sebuah kelompok teroris yang cukup fenomenal dengan nama Al Qaeda. Kelompok yang didirikan Osama bin Laden dengan beberapa rekannya

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah: a. Langkah Preemtif yang meliputi: tindak pidana terorisme.

BAB III PENUTUP. dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah: a. Langkah Preemtif yang meliputi: tindak pidana terorisme. 65 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1. Langkah-langkah Polri dalam menanggulangi

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

POLICY BRIEF ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA POLICY BRIEF ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA A. PENDAHULUAN Penguatan Sistem Pertahanan Negara merupakan salah satu agenda prioritas dalam RPJMN 2015-2019. Agenda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Peristiwa terorisme pada tahun 2002 di Bali dikenal dengan Bom Bali I, mengakibatkan banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seluruh masyarakat yang ada di dunia ini sebenarnya mendambakan dan membutuhkan kedamaian, kecukupan dan kemakmuran. Namun, seringkali yang diperoleh adalah sebaliknya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2015 PERATURAN BERSAMA. Teroris. Identitas. Orang. Korporasi. Pencantuman. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM BADAN LEGISLASI DPR RI DENGANDR. CHRISTOPHE PAULUSSEN, LL.M, M.PHIL DAN TANYA MEHRA LL.M TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB), Sambutan Y. M. Muhammad Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Umum Interpol Ke-85 Dengan Tema Setting The Goals Strengthening The Foundations: A Global Roadmap for International Policing

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya persoalan anak masih menjadi perhatian kita semua. Kekerasan terhadap anak sudah banyak yang memperhatikan namun masih sedikit perhatian tertuju untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini memuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan saran-saran. 6.1. Kesimpulan 1.a. Pelaksanaan kewajiban untuk melindungi anak yang berhadapan dengan hukum

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, Polri sebagai salah satu organ pemerintahan dan alat negara penegak hukum mengalami beberapa

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang sifatnya serius karena menimbulkan masalah serta ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

There are no translations available.

There are no translations available. There are no translations available. Kapolri, Jenderal Polisi H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D menjadi salah satu pembicara dalam Panel Discussion yang diselenggarakan di Markas PBB New York, senin 30

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab in akan dibahas tentang permasalahan narkoba dan mengenai ditetapkannya Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkotika,

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016 Pendahuluan Fungsi pokok Komnas HAM yang dikenal rakyat Indonesia adalah menerima dan memeriksa kasus atau peristiwa

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang

BAB I PENGANTAR. Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang terjadi di Indonesia sebagai dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan baik sosial, budaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 / HUK / 2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 / HUK / 2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 / HUK / 2014 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2014 MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menelan banyak korban sipil tersebut. Media massa dan negara barat cenderung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menelan banyak korban sipil tersebut. Media massa dan negara barat cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme menjadi tema utama dalam wacana global selain demokrasi dan perekonomian dunia. Sehingga menimbulkan berbagai pernyataan variatif dari berbagai elemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Setelah melakukan proses wawancara dengan beberapa narasumber terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada Kampanye Pencegahan Peredaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Potensi ideologisasi..., Rocky Sistarwanto, FISIP UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Potensi ideologisasi..., Rocky Sistarwanto, FISIP UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Terorisme merupakan problem utama yang dihadapi oleh komunitas global. Situasi yang dihadapi, tanpa dapat dipungkiri, menjadi sangat genting dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman bahaya narkoba telah melanda sebagian besar negara dan bangsa di dunia. Kecenderungan peredaran narkoba sebagai salah satu cara mudah memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) 1. Pengembangan Integratif Terwujudnya postur TNI yang siap melaksanakan tugas pokok dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal dengan Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat mencemaskan. Berdasarkan data BPS 1, dalam satu dekade terakhir jumlah kecelakaan lalu lintas dengan

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan arah bangsa di kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, maka di masa mendatang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta

BAB III PENUTUP. kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta 49 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta penerapan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci