EFEKTIFITAS BAHAN PENGIKAT MIKOTOKSIN (UJI IN VITRO)
|
|
- Ari Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EFETIFITAS BAHAN PENGIAT MIOTOSIN (UJI IN VITRO) (Effectifity of Toxin Binder (In Vitro Study)) SRI RACHMAWATI Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor ABSTRACT Mycotoxin (aflatoxin, fumonisin, ochratoxin, deoksinivalenol, zearalenon and T2 toxin) can be found in feed, and can cause negative effect to the productivity of livestock. Various methods have been tried to eliminate the negative effect of these mycotoxin, such as physical treatment by adding the toxin binder into feed, so the toxin can not be absorbed by the intestine. Research conducted here was to test the effectivity of toxin binder to mycotoxin of aflatoxin B1 (AFB 1 ), fumonisin B1 (FB 1 ), ocratoxin (OTA), deocsinivalenol (DON) and zearalenon (ZEN) in an in-vitro study. The in vitro tests were conducted in Ringers solution and Ringers containing Gastro Intestinal Tract (GIT) which was added some quantity of mycotoxin and toxin binder. The mixture solution was centrifuge and the supernatant was separated and analyzed the rest of mycotoxin content by ELISA method. Then the effectivity of toxin binder can be calculated. Toxin binder give good binding effectivity to aflatoxin which the degree of N > >A1 A2. Binding effectivity of toxin binder to fumonisin was low and not effective to deoksinivalenol, whereas binding effectivity to ocratoxin was quite high (> 60%). Toxin binder of A1, A2 and N gave the binding effectivity of 50% to zearalenon, type of toxin binder was not effective. ey Words: Mycotoxin, Toxin Binder, In Vitro ABSTRA Berbagai mikotoksin ditemukan dialam dan yang umum dijumpai dalam pakan adalah Aflatoksin, Zearalenone, Okratoksin, Deoksinivalenol, T-2 toksin, Fumonisin. Mikotoksin dapat mengakibatkan berbagai pengaruh negatip pada ternak dan dapat mengakibatkan kerugian yang nyata terhadap produksi peternakan. Berbagai cara dilakukan untuk mengurangi pengaruh mikotoksin pada ternak diantaranya adalah perlakuan fisik dengan pemberian bahan pengikat (toxin binder) yang dapat mengikat mikotoksin sehingga tidak diserap oleh usus. Penelitian yang dilakukan disini adalah menguji efektifitas dari beberapa bahan pengikat toksin terhadap mikotoksin yaitu aflatoksin B1 (AFB 1 ), fumonisin B1 (FB 1 ), okratoksin (OTA), deoksinivalenol (DON) dan zearalenon (ZEN) secara in-vitro. Uji in vitro dilakukan dalam cairan Ringer s dan Ringer s yang mengandung GIT yang ditambahkan jumlah tertentu mikotoksin dan toksin binder. Campuran dikocok, kemudian disentrifuse. Mikotoksin yang tersisa dalam supernatan dianalisis secara ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Selanjutnya efektifitas (daya ikat) dari toksin binder dihitung. Toksin binder memberikan efektifitas yang terbaik terhadap aflatoksin dengan urutan N > >A1 A2. Respon pengikatan terhadap fumonisin rendah dan untuk deoksinivalenol (DON) tidak efektif, sedangkan efektifitas pengikatan terhadap okratoksin untuk semua toxin binder relatif tinggi (> 60%). Jenis toksin binder A1, A2 dan N memberikan daya ikat > 50% terhadap zearalenon, jenis kurang efektif ata unci: Mikotoksin, Bahan Pengikat, In Vitro PENDAHULUAN Mikotoksin adalah senyawa-senyawa racun yang dihasilkan oleh kapang yang tumbuh pada hasil pertanian dan juga pakan dan dalam jumlah tertentu dapat meracuni ternak yang mengkonsumsinya. Lebih dari 200 jenis mikotoksin ditemukan dialam dan beberapa jenis yang umum dijumpai dalam pakan adalah Aflatoksin, Zearalenone, Okratoksin, Deoksinivalenol, T-2 toksin, Fumonisin dsb. Berbagai bahan pangan seperti jagung, kacang tanah, pakan dan bahan pakan di Indonesia dilaporkan terkontaminasi mikotoksin, 924
2 aflatoksin, okratoksin, fumonisin, trikotesen, deoksinivalenol dan zearalenon (RACHMAWATI, 2005; BAHRI et al., 2005; BAHRI dan MARYAM, 2003; MARYAM, 2000). Setiap jenis mikotoksin dapat mengakibatkan berbagai pengaruh negatip pada ternak termasuk menurunkan nafsu makan, menurunkan produksi, menekan kekebalan tubuh sehingga ternak mudah diserang penyakit, merusak organ-organ tubuh seperti hati, ginjal dan secara keseluruhan dapat mengakibatkan kerugian yang nyata dalam produksi peternakan. Aflatoksin merupakan mikotoksin utama yang secara alami tersebar luas dan dapat mengkontaminasi produk-produk pertanian dan pakan ternak. Senyawa aflatoksin ini diketahui dapat menurunkan produktivitas unggas, bahkan dapat menekan daya kekebalan tubuh ayam (efek immunosupressif). AZAM dan GABAL (1998) telah membuktikan bahwa pemberian 200 ppb aflatoksin B1 pada ayam petelur dapat menurunkan produksi telur, berat telur, serta menurunkan titer antibodi terhadap ND, IB dan IBD. Selain itu aflatoksin diketahui sebagai penyebab kegagalan vaksinasi dan dapat menimbulkan efek penyakit gumboro (IBD) lebih ganas (CHANG dan HAMILTON, 1981). Okratoksin A (OTA) bersifat nefrotoksin, yang menyebabkan kerusakan ginjal pada proksimal tubulus dan anemia pada ayam pedaging muda (SAUVANT et al., 2005). Fumonisin menyebabkan nekrosis di otak terutama sangat toksik terhadap kuda dan keledai, menyebabkan kanker hati pada tikus dan gangguan pernafasan pada babi. Pada sapi, FB1 dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan perubahan organ sphingolipid (MATHUR et al., 2001). Zearalenon (ZEN) mempunyai aktifitas estrogenic terhadap babi, sapi perah, anak kambing, ayam, kalkun dan kelinci, namun hewan yang paling peka terhadap ZEN adalah babi. Senyawa toksik deoksinivalenol (DON) konsentrasi 0,5 0,75 ppm pada pakan babi, dapat menyebabkan kegagalan reproduksi, diare dan penurunan produksi (DACASTO et al., 1995). asus kematian domba akibat DON pernah terjadi di Indonesia, konsentrasi DON yang terdeteksi pada pakan konsentratnya adalah 3,2 ppm (BAHRI et al., 1990). Berbagai cara dikembangkan untuk mengurangi pengaruh mikotoksin pada ternak seperti perbaikan penanganan pasca panen, perlakuan fisk dengan memisahkan bahanbahan yang tercemar mikotoksin, pemberian bahan pengikat (toxin binder) yang dapat mengikat mikotoksin sehingga tidak diserap oleh usus atau dengan penambahan bahan kimia yang dapat mengubah struktur kimia mikotoksin bahkan akhir-akhir ini ditemukan juga enzyme yang dapat mempercepat perubahan struktur kimia mikotoksin menjadi struktur lain yang tidak berbahaya bagi ternak yang mengkonsumsinya. Berbagai jenis bahan pengikat dijumpai dipasaran seperti tanah liat (clay), diatomaceous earth, hydrated calcium alumino silicate (HSCAS) atau zeolite. Penelitian yang dilakukan disini adalah menguji efektifitas dari beberapa bahan pengikat toksin terhadap mikotoksin yaitu AFB 1, (FB 1 ), OTA, DON dan ZEN secara invitro, agar penggunaan nanti pada ternak dapat lebih jelas dan tepat. Bahan pengikat toksin yang digunakan pada uji ini umumnya berisi HSCAS dan campuran asam organik sebagai anti kapang. Bahan pengikat diperoleh dari PT. albe Farma. MATERI DAN METODA e dalam masing-masing 10 ml cairan Ringer s dan Ringer s yang mengandung GIT ditambahkan masing-masing mikotoksin (AFB 1 = 0, 25 µg, FB 1 = 25 µg, OTA= 2,5 µg, DON = 10 µg dan ZEN = 5 µg), selanjutnya ditambahkan pula 10 mg bahan pengikat toksin dari jenis A1, A2, N dan (dalam simulasi ini jumlah tersebut setara dengan penggunaan yang direkomendasikan untuk pakan yaitu 0,2% = 2 kg/ton). Campuran dikocok, kemudian disentrifuse dan cairan/ supernatant dipisahkan untuk dianalisis mikotoksin yang tersisa dengan metoda ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Untuk percobaan pada cairan Ringer s yang mengandung GIT, campuran seperti diatas dipanaskan pada suhu 37 C, baru dipisahkan cairan/supernatannya. onsentrasi mikotoksin dalam percobaan dihitung dari konsentrasi rata-rata yang ditemukan dalam pakan, yaitu untuk AFB1 = 100 µg/kgr, FB1 = 5000 µg/kg, OTA =250 µg/kg, DON =2000 µg/kg dan ZEN = 1000 µg/kg. Berdasarkan konsentrasi ini jumlah pakan yang dikonsumsi ayam/ekor/hari 100 g, dapat diketahui jumlah mikotoksinnya. Jumlah 925
3 tersebut terdapat dalam 1 ekor ayam dengan volume air yang terkandung didalam GIT adalah 200 ml, maka jumlah mikotoksin yang digunakan dalam percobaan 10 ml Ringer s dapat diketahui, demikian pula hal nya dengan jumlah bahan pengikat dihitung dari jumlah yang direkomendasikan pada pakan. Hasil perhitungan jumlah mikotoksin dan bahan pengikat yaitu seperti yang ditambahkan pada percobaan diatas. Percobaan dilakukan pula tanpa penambahan bahan pengikat yaitu sebagai kontrolnya Uji coba untuk masingmasing jenis mikotoksin dan bahan ikat dilakukan dengan ulangan 2 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran kadar mikotoksin (AFB 1, FUM total), OTA, DON dan ZEN) yang tersisa dalam supernatan, pada percobaan in-vitro dalam cairan Ringer s dan GIT merupakan jumlah mikotoksin yang tidak terikat oleh toxin binder yang ditambahkan. Dari kadar mikotoksin yang tersisa ini dapat diketahui jumlah mikotoksin yang terikat toxin binder, yaitu jumlah yang ditambahkan (kadar mikotoksin kontrol) dikurangi yang tersisa (yang diukur). Selanjutnya efektifitas pengikatan toxin binder dapat dihitung yaitu jumlah yang terikat dibagi dengan nilai kontrol dikalikan 100%. Hasil perhitungan efektifitas toxin binder dapercobaan dalam cairan Ringers disajikan pada Tabel 1, dan percobaan pada cairan GIT data disajikan pada Tabel 2. Daya ikat toxin binder terhadap AFB 1 Dari data perhitungan efetifitas pengikatan toxin binder terhadap AFB 1 dalam cairan Ringer s, ternyata bahwa bahan ikat N mempunyai kemampuan pengikatan yang sangat baik terhadap AFB 1. Pada dosis rekomendasi yaitu 0,2% (2 kg/ton pakan), atau 10 mg/10 ml dalam percobaan in vitro dalam cairan Ringer s dan GIT, daya ikat sudah mencapai rata-rata 98%. Untuk jenis bahan ikat A1, daya ikat dalam GIT dosis rekomendasi 0,2% (2 kg/ton pakan setara dgn 10mg/10ml dalam percobaan in-vitro) mencapai 84,3% dan jenis A2 82,8%, sedangkan bahan ikat jenis, daya ikat pada penggunaan dosis rekomendasi mencapai 89%. Tabel 1. adar mikotoksin (sisa) dalam Ringer s dan efektifitas pengikatan bahan pengikat toksin Jenis toksin Aflatoksin B1 (AFB1) Fumosin B1 (FB1) Okratoksin A (OTA) Deoksinivalenol (DON) Zearalenon (ZEN) Jenis Rata-rata kadar mikotoksin (ng/ml-ppb) Efektifitas bahan ikat kontrol sisa terikat (%) A1 20,6 5,4 15,2 74,0 A2 6,2 14,4 70,1 N 0,3 20,3 98,5 3,9 16,7 81,1 A ,8 A ,7 N , ,7 A1 257,8 155,6 102,2 39,7 A2 143,9 113,9 44,2 N 135,0 122,8 47,6 104,8 153,0 59,3 A ,3 32,7 3,5 A2 888,5 36,5 3,9 N 877,3 47,7 5,2 A ,0 75,0 9,8 A2 637,5 124,5 16,3 N 627,5 134,5 17,7 654,0 108,0 14,2 926
4 Tabel 2. adar mikotoksin dalam cairan GIT setelah perlakuan (sisa) dan efektifitas bahan pengikat toksin Jenis toksin Aflatoksin B1 (AFB1) Fumosin B1 (FB1) Okratoksin A (OTA) Deoksinivalenol (DON) Zearalenon (ZEN) Jenis bahan ikat Rata-rata kadar mikotoksin (ng/ml-ppb) Efektifitas (%) kontrol sisa terikat A1 14,0 6,5 7,5 84,3 A2 7,1 6,9 82,8 N 0,6 13,4 98,7 4,6 9,4 89,0 A ,7 A ,0 N , ,6 A1 257,8 68,2 189,6 73,5 A2 81,7 176,1 68,3 N 75,7 182,1 70,6 53,3 204,5 79,3 A ,8 44,2 4,8 A2 925,0 0 0 N 863,7 61,3 6,6 925,0 0 0 A ,5 427,5 56,1 A2 326,0 436,0 57,2 N 293,5 468,5 61,5 577,8 184,2 24,2 Daya ikat toxin binder terhadap Fumonisin 25 µg FB1 yang ditambahkan dalam percobaan 10 ml cairan Ringer s dan GIT (konsentrasi 2,5 ppm) ternyata setelah pengukuran kembali kadar fumonisin yang ditemukan lebih besar yaitu 8,4 ppm, hal ini kemungkinan disebabkan karena ELISA kit tidak spesifik mendeteksi FB1, tetapi total fumonisin (FB1 dan FB2). Ternyata bahwa daya ikat toxin binder (A1, A2, N dan ) terhadap total fumonisin hampir sama untuk percobaan dalam cairan Ringer s maupun GIT, tidak seperti responnya terhadap AFB1 yang lebih besar efektifitas pengikatannya dalam GIT. Dan ternyata efektifitas pengikatan A1 dan A2 lebih baik dibandingkan dengan N dan. Namun daya ikatnya tidak tinggi, N dan nampaknya tidak efektif dalam mengikat fumonisin, namun demikian toxin binder jenis A1 dan A2 dosis rekomendasi, 2 kg/ton pakan atau setara dengan 10 mg/10 ml GIT dalam percobaan in-vitro juga kurang efektif dengan daya ikat yang hanya 19,7% dan 18,0%. Daya ikat toxin binder terhadap Okratoksin ELISA kit untuk okratoksin juga mendeteksi total Okratoksin (OTA, dan OTB), tidak spesifik terhadap OTA. Seperti halnya pada AFB1, respon daya ikat toxin binder terhadap Okratoksin juga lebih baik dalam cairan GIT dibandingkan dalam Ringer s. Toxin binder yang cukup baik mengikat total Okratoksin adalah jenis, daya ikat > A1 > N > A2, yaitu masing-masing 79,3% > 73,5% > 70,6% > 68,3%. Jika daya ikat sampai mencapai 80% dapat dikatakan cukup efektif, maka pengikatan jenis toxin binder diatas terhadap okratoksin belum dianggap efektif. 927
5 Daya ikat toxin binder terhadap toksin deoksinivalenol (DON) Efektifitas pengikatan toxin binder terhadap DON rendah untuk percobaan dalam cairan Ringer s maupun dalam cairan GIT. Pada penggunaan dosis rekomendasi, pengikatan jenis toxin binder N terhadap DON dalam cairan Ringers sebesar 5,2%, A2 = 3,9% dan A1 = 3,5%. % Daya ikat (Efektifiti) AFB1 FUM OTA DON ZEN Ringers AFB1 FUM GIT OTA DON ZEN A1 A2 N Daya ikat toxin binder terhadap zearalenon (ZEN) Percobaan daya pengikatan toxin binder terhadap ZEN dalam GIT hampir sama untuk jenis bahan ikat A1, A2 dan N, yaitu sekitar 55 60%. Respon pengikatan bahan ikat jenis terhadap ZEN ternyata yang terkecil. Gambar 1. Persentase daya ikat (efektifitas pengikatan) toxin binder terhadap mikotoksin dalam cairan ringers dan cairan GIT A1, A2, N dan adalah jenis bahan pengikat toksin (toxin binder); AFB1 = Aflatoksin B1; FUM = Fumonisin; OTA = Okratoksin; DON = Deoxinivalenol; ZEN = Zearalenon Rekapitulasi daya ikat toxin binder terhadap AFB1, FUM, OTA, DON dan ZEN Lebih jelas terlihat respon berbagai jenis toxin binder terhadap mikotoksin (AFB1, FUM, OTA, DON dan ZEN) pada percobaan in vitro cairan Ringer s dan GIT pada Gambar 1. Ternyata bahwa pengikatan dalam cairan GIT lebih tinggi untuk semua jenis toxin binder terhadap semua jenis mikotoksin yang diuji. Percobaan dalam cairan GIT memang dibuat untuk keadaan yang hampir menyamai kondisi pengikatan dalam tubuh ternak unggas. Semua toxin binder yang diuji memberikan daya ikat yang tinggi terhadap AFB1, daya ikat untuk semua toxin binder( A1, A2, N dan ) > 80%. Respon pengikatan yang kedua dan ketiga adalah terhadap OTA, dan ZEN, diatas 50% (kecuali toxin binder jenis ). Daya ikat terhadap FUM hanya kira-kira 20% untuk A1 dan A2 dan sangat rendah untuk N dan, sedangkan terhadap DON, nampaknya toxin binder tidak efektif. N dan nampaknya merupakan toxin binder yang dominan mengikat aflatoksin, sedangkan A1 dan A2 lebih ditujukan untuk dapat mengikat semua jenis mikotoksin. UCAPAN TERIMA ASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT albe Farma atas kerjasamanya dan bantuan bahan pengikat toksin. ESIMPULAN 1. Daya ikat yang terbaik terhadap aflatoksin adalah bahan ikat jenis N > >A1 > A2. 2. A1 dan A2 memberikan respon pengikatan terhadap fumonisin lebih baik daripada N dan, namun daya ikatnya masih rendah. 3. Efektifitas pengikatan terhadap okratoksin untuk semua toxin binder relatif tinggi (>60%). 4. A1, A2 dan N memberikan daya ikat >50% terhadap zearalenon, jenis kurang efektif 5. Respon pengikatan terhadap deoksinivalenol (DON) tidak efektif untuk semua toxin binder yang diuji (A1, A2, N dan ). DAFTAR PUSTAA AZZAM, A.H. and M.A. GABAL Aflatoxin and immunity in layer hens. Avian Pathol. 27:
6 BAHRI, S., B. TIESNAMURTI dan R. MARYAM asus kematian domba akibat pemberian konsentrat yang tercemar deoksinivalenol. Media edokteran Hewan. (1): 1 8. BAHRI, S. dan R. MARYAM Mikotoksin berbahaya dan pengaruhnya terhadap kesehatan hewan dan manusia. Wartazoa 14(4): BAHRI, S., R. MARYAM dan R. WIDIASTUTI Cemaran afklatoksin pada bahan pakan dan pakan di beberapa daerah propinsi Lampung dan Jawa Timur. JITV 10(3): CHANG, C.F. and P.B. HAMILTON Increased severity and new symptoms of infectious bursal disease during aflatoxicosis in broiler chickens. Poult. Sci. 61: DACASTRO, M., P. ROLANDO., C. NACHTMAN, L. CEPPA and C. NEBBLA Zearalenon mycotoxicoses in piglets suckling sows fed conytaminated grain. Vet. Hum. Toxicol. 37(4): MARYAM, R ontaminasi fumonisin pada bahan pakan dan pakan ayam di Jawa Barat. Pross. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, September Puslit Peternakan, Bogor. hlm MATHUR, S., P.D. CONSTABLE, R.M. EPPLEY, A.L. WAGGONER, M.E. TUMBLESON and W.M. HASCHE Fumonisin B1 is hepatotoxic and nepharotoxic in milk fed calves. Toxicol. Sci. 60(2): RACHMAWATI, S Aflatoksin dalam pakan ternak di Indonesia: Persyaratan kadar dan pengembangan teknik deteksinya. Wartazoa. Bull. Ilmu Peternakan Indonesia. 15(1): SAUVANT, C., H. HOLZINGER and M. GELE Proximal tubular toxicity of ochratoxin A is amplified by stimultaneous inhibition of the extracelluler signal regulated kineses. J. Pharmacol. Exp. Ther. 313(1): DISUSI Pertanyaan: 1. Apakah bahan pengikat mikotoksin yang diuji sudah bisa/mudah ditemukan di lapang? 2. Bagaimana aplikasinya pada ternak? Jawaban: 1. Sudah tersedia di pasaran. 2. Aplikasi mudah dicampur pada pakan yang sudah halus (misalnya pada jagung yang sudah digiling). Dosis disesuaikan dengan yang ada di kemasan. 929
EFEKTIVITAS ZEOLIT KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT AFLATOKSIN (UJI IN VITRO)
EFEKTIVITAS ZEOLIT KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT AFLATOKSIN (UJI IN VITRO) Binder Capacity of Commercial Zeolites to Aflatoxin (In Vitro Study) SRI RAHMAWATI Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi peternakan ayam dan mewakili sekitar 70% dari seluruh biaya produksi. Upaya untuk menghasilkan pakan
Lebih terperinciSITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA
SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA Djodi Achmad Hussain Suparto Direktorat Budidaya Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman
Lebih terperinciKEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT
KEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT Roostita L. Balia, Ellin Harlia, Denny Suryanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Tujuan dari pengembangan peternakan yaitu
Lebih terperinciCEMARAN ZEARALENON DAN DEOKSINIVALENOL PADA PAKAN SAPI DAN BABI
CEMARAN ZEARALENON DAN DEOKSINIVALENOL PADA PAKAN SAPI DAN BABI (Contamination of Zearalenone and Deoxynivalenol in Cattle and Pig Feeds) RAPHAELLA WIDIASTUTI dan RACHMAT FIRMANSYAH Balai Penelitian Veteriner,
Lebih terperinciPENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)
PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) (Method Development of Aflatoxin B 1 Residue in Liver Chicken by Enzyme Linked Immunosorbent
Lebih terperinciPENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS
PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS EFFECT OF EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DOSAGE ADDED IN DRINKING WATER ON BODY WEIGHT OF LOCAL CHICKEN
Lebih terperinciPENGARUH TOKSIN BINDER DAN AFLATOKSIN B1 TERHADAP RESPON TANGGAP KEBAL NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING
PENGARUH TOKSIN BINDER DAN AFLATOKSIN B1 TERHADAP RESPON TANGGAP KEBAL NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING (Effect of Toxin Binder and Aflatoxin B1 Against Immune Response of Newcastle Disease in Broiler)
Lebih terperinciCemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur
BAHRI et al.: Cemaran aflatoksin pada bahan pakan dan pakan di beberapa daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa
Lebih terperinciDeteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya
Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka
Lebih terperinciAnalisis Perkembangan Harga Protein Hewani Asal Ternak dan Bahan Pakan Ternak di Kota Padang Tahun 2012
Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2014 Vol. 16 (3) ISSN 1907-1760 Analisis Perkembangan Harga Protein Hewani Asal Ternak dan Bahan Pakan Ternak di Kota Padang Tahun 2012 Price Trend Analysis of Animal
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging
ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif
Lebih terperinciEFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER
EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER (Effectiveness of Hydroted Sodium Calcium Aluminosilicate to Reduce Aflatoxin Residue
Lebih terperinciPengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan
Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan Sulastri Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof.
Lebih terperinciIV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK
IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)
Lebih terperinciPERSENTASE KARKAS AYAM PEDAGING YANG DIBERI TEPUNG CACING TANAH SEBAGAI SUPLEMEN PAKAN PENGGANTI ANTIBIOTIK
PERSENTASE KARKAS AYAM PEDAGING YANG DIBERI TEPUNG CACING TANAH SEBAGAI SUPLEMEN PAKAN PENGGANTI ANTIBIOTIK (The Percentages of Broiler Carcas Fed on Earthworm Meal as Feed Supplement for Antibiotic Substitution)
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat antipiretik dan analgesik yang sering digunakan sebagai obat manusia. Parasetamol menggantikan
Lebih terperinciEfek Aflatoksin B1 (AFB1) pada Embrio Ayam
Efek Aflatoksin B1 (AFB1) pada Embrio Ayam SJAMSUL BAHRI 1, R. WIDIASTUTI 1 dan Y. MUSTIKANINGSIH 2 1 Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16151 2 Universitas Nasional, Jl. Sawo Manila, Pasarminggu,
Lebih terperinciXIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN
XIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN Jamur dapat tumbuh pada berbagai jenis pangan, dan pertumbuhannya akan menyebabkan terjadinya kerusakan pangan yang bersangkutan, diantaranya kerusakan flavor, warna,
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. (1966) Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latarbelakang aflatoksikosis
1 PENDAHULUAN Latarbelakang Indonesia yang beriklim tropis memberikan kondisi yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai cendawan. Salah satu diantara cendawan tersebut adalah Aspergillus.
Lebih terperinciLokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan
PENETAPAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM DENGAN CARA KROMATOGRAFI LAPISAN TIPIS Siti Djuariah Balai Penelitian Veteriner Bogor PENDAHULUAN Pakan merupakan salah satu faktor penting di dalam upaya meningkatkan
Lebih terperinciPengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal
Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal L. HARDI PRASETYO dan T. SUSANTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Diterima dwan redaksi 23 Juli
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
Lebih terperinciPENGARUH AFLATOKSIN B1 TERHADAP KANDUNGAN KALSIUM DAN MAGNESIUM DALAM SERUM ITIK
PENGARUH AFLATOKSIN B1 TERHADAP KANDUNGAN KALSIUM DAN MAGNESIUM DALAM SERUM ITIK (The Effect of Aflatoxin B1 (AFB1) Consumption on the Consentration of Calcium (Ca) and Magnesium (Mg) in the Serum of Ducks)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya burung puyuh (Coturnix coturnix) betina dengan tujuan utama menghasilkan telur konsumsi dan atau pemeliharaan
Lebih terperinciKONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA
Sri Wahyuni Budiarti et al.: Komtaminasi Fungi. KONTAMINASI FUNGI PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA Sri Wahyuni Budiarti 1), Heni Purwaningsih 1), dan Suwarti 2) 1) Balai
Lebih terperinciPERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM
PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan Bahan pakan merupakan suatu bahan makanan ternak yang dapat diberikan kepada ternak secara langsung maupun melalui proses
Lebih terperinciRESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.)
SKRIPSI RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) OLEH: RIA EFITA 11081200238 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN
Lebih terperinciMATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN
MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2014 1. VISI : Terwujudnya peningkatan kontribusi subsektor peternakan terhadap perekonomian. 2. MISI : 1. Menjamin pemenuhan kebutuhan produk
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan
Lebih terperinciDOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016
DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA BIMA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KOTA BIMA TAHUN 2016
Lebih terperinciKonsumsi air per hari ad lib (liter/1000 ekor)
Konsumsi air per hari ad lib (liter/1000 ekor) No Kelompok Umur (minggu) 20º C 32 ºC 1. Leghorn pullet 4 50 75 12 115 180 18 140 200 2. Laying hen 50% prod 150 250 90% prod 180 300 3. Non laying hen 120
Lebih terperinciDUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL
DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman yang termasuk dalam famili Rubiaceae
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan apabila dibiarkan tumbuh
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian
14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Lebih terperinciANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH
ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH Doso Sarwanto 1) dan Eko Hendarto 2) ABSTRAK Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas air yang dikonsumsinya.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang umumnya terjadi pada usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami
Lebih terperinciKombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu
Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Riswandi 1), Sofia Sandi 1) dan Fitra Yosi 1) 1) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN PARACETAMOL DALAM PAKAN TERHADAP GAMBARAN DARAH (TOTAL LEUKOSIT DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT) AYAM PEDAGING SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN PARACETAMOL DALAM PAKAN TERHADAP GAMBARAN DARAH (TOTAL LEUKOSIT DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT) AYAM PEDAGING SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tawas banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pangan. Tawas paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. Tujuan penambahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti
Lebih terperinciIX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA
IX. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK DI INDONESIA Indonesia sebagai negara tropis dengan curah hujan dan kelembaban udara yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok untuk berkembangbiaknya berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kontaminasi produk pertanian oleh mikotoksin merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus diperhatikan.
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...
DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan
Lebih terperinciKANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT AGUS SUSANTO
KANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT AGUS SUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 1 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Undang-
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun
Lebih terperinciABSTRACT THE EFFECT OF CALCIUM AND VITAMIN D TOWARDS HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF WISTAR MALE RAT S KIDNEY WITH THE INDUCED OF HIGH LIPID DIET
ABSTRACT THE EFFECT OF CALCIUM AND VITAMIN D TOWARDS HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF WISTAR MALE RAT S KIDNEY WITH THE INDUCED OF HIGH LIPID DIET Elsa Patricia Anisah, 2014 1st Advisor : Dr. Meilinah Hidayat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian
Lebih terperinciBenarkah Ada Aflatoksin pada Kakao?
Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao? Oleh: Ayutia Ciptaningtyas Putri, S.Si PMHP Ahli Pertama Kakao merupakan salah satu komoditi utama perkebunan Indonesia dan andalan ekspor negara Indonesia. Saat ini
Lebih terperinciPRODUKSI PEREAKSI IMUNOKIMIA UNTUK PENGEMBANGAN TEKNIK ELISA OKRATOKSIN A (OTA) DALAM RANGKA MONITORING KEAMANAN PAKAN TERNAK
PRODUKSI PEREAKSI IMUNOKIMIA UNTUK PENGEMBANGAN TEKNIK ELISA OKRATOKSIN A (OTA) DALAM RANGKA MONITORING KEAMANAN PAKAN TERNAK (Immunoreagent Production for Development of ELISA Ochratoxin-A Technique in
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung
Lebih terperinciKeamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu
Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Penyusun:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya
Lebih terperinciPENGUKURAN KINERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR CAPAIAN TUJUAN
PENGUKURAN KINERJA 2009-2013 DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TARGET Tahun Dasar Realisasi NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA CAPAIAN TUJUAN 2013 2009 2010 2011 2012 2013 1 2 3 4 5 6 7 8
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang
Lebih terperinciSAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL
SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL SRI RACHMAWATI, ZAINAL ARIFIN, dan PADERI ZAHARI Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata
Lebih terperinciANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB
ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB UNANG PATRIANA Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Gunungsindur, Bogor 16340 Abstrak
Lebih terperinciPakan konsentrat Bagian 5 : Ayam ras pedaging (broiler concentrate)
Standar Nasional Indonesia Pakan konsentrat Bagian 5 : Ayam ras pedaging (broiler concentrate) ICS 65.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah
Lebih terperinciPENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP PENURUNAN SENYAWA RACUN DALAM MINYAK BIJI KAPOK (CYCLOPROPENOID FATTY ACID, CPFA)
PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP PENURUNAN SENYAWA RACUN DALAM MINYAK BIJI KAPOK (CYCLOPROPENOID FATTY ACID, CPFA) (Influence of Strorage Time on the Decreasing of a Toxic Compound in Kapok Seed Oil (Cyclopropenoid
Lebih terperinciAMANKAH PANGAN ANDA???
AMANKAH PANGAN ANDA??? BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan KEAMANAN PANGAN Pangan yang tidak
Lebih terperinciKIT ELISA (AFLAVET) UNTUK DETEKSI AFLATOKSIN PADA PRODUK PERTANIAN
KIT ELISA (AFLAVET) UNTUK DETEKSI AFLATOKSIN PADA PRODUK PERTANIAN (Elisa Kit (Aflavet) for Detecting Aflatoxin in Agricultural Product) SRI RACHMAWATI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114
Lebih terperinciBAB II. PERJANJIAN KINERJA
BAB II. PERJANJIAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009-2014 Rencana Stategis Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 2014 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia
Lebih terperinciMEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN
MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN Kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Mikotoksin terutama dihasilkan oleh kapang saprofit yang tumbuh pada bahan pangan atau pakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Fungsi terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah satu nutrisi penting asal produk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan
Lebih terperinciDeteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam
Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam (Detection of Salmonella sp in Beef and Chicken Meats) Iif Syarifah 1, Novarieta E 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Padjadjaran
Lebih terperinciFAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT
FAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT LATAR BELAKANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT KESEHATAN KUNCI SUKSES USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN MOTO KLASIK : PREVENTIF > KURATIF
Lebih terperinciPERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI
PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging
Lebih terperinciKOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN
1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat
Lebih terperinci(Biopotency Test of Monoclonal Antibody Anti Pregnant Mare Serum Gonadotropin in Dairy Cattle)
Hayati, September 1998, hlm. 73-78 ISSN 0854-8587 Uji Biopotensi Antibodi Monoklonal Anti Pregnant Mare Serum Gonadotropin pada Sapi Perah Vol. 5. No. 3 (Biopotency Test of Monoclonal Antibody Anti Pregnant
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran lingkungan oleh logam berat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan
Lebih terperinciLAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA
LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA Identitas Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan Nama Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan
Lebih terperinciFORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN LAMONGAN
FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA 1. Peningkatan Populasi = 2. Peningkatan Produksi Daging = 3. Peningkatan Produksi Telur = 4. Peningkatan Konsumsi Daging = 5. Peningkatan Konsumsi Telur = Jml. Populasi
Lebih terperinci1. Stres Panas Stres panas pada ayam akan menurunkan tampilan produksi. Hal ini berkaitan dengan adanya perubahan-perubahan fisiologik dan biokimiawi
1. Stres Panas Stres panas pada ayam akan menurunkan tampilan produksi. Hal ini berkaitan dengan adanya perubahan-perubahan fisiologik dan biokimiawi dalam tubuh ayam selama stres panas tersebut. Pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Produk makanan olahan saat ini sedang berkembang di Indonesia. Banyaknya variasi bentuk produk makanan olahan, terutama berbahan dasar daging yang beredar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang
Lebih terperinciPUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011
PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandungan berbagai asam amino, DHA dan unsur-unsur lainnya yang dibutuhkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah satu nutrisi penting asal produk
Lebih terperinciPENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER
PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta ABSTRACT This research was conducted to investigate
Lebih terperinci