PENGARUH TOKSIN BINDER DAN AFLATOKSIN B1 TERHADAP RESPON TANGGAP KEBAL NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH TOKSIN BINDER DAN AFLATOKSIN B1 TERHADAP RESPON TANGGAP KEBAL NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING"

Transkripsi

1 PENGARUH TOKSIN BINDER DAN AFLATOKSIN B1 TERHADAP RESPON TANGGAP KEBAL NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING (Effect of Toxin Binder and Aflatoxin B1 Against Immune Response of Newcastle Disease in Broiler) MUHARAM SAEPULLOH 1, S. BAHRI 2, S. RAHMAWATI 1 dan N.L.P. INDI DHARMAYANTI 1 1) Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. RE. Martadinata 30, PO. Box. 151, Bogor ) Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl.Raya Pajajaran Kav. E 59 Bogor ABSTRACT The aim of this research was to study the effectiveness of toxin binder to aflatoxin B1 (AFB1) in chicken feed and also its influence to antibody response against Newcastle Disease (ND) in broiler. Three commercial product of toxin binder (A, B, and C) that contain propionate acid and calcium propionate were used to absorb the aflatoxin in chicken feed. Each of toxin binder with a dosage 0.2% was mixed with chicken feed that contain aflatoxin 100 ppb and 5000 ppb which was given to experimental chicken for 3 and 4 week, respectively. The result showed that the used of binder A, B, and C was still effective as toxin binder when the chicken feed only contained 100 ppb AFB1. However, all of the binders were not effective when chicken feed contained 5000 ppb AFB1. Based on the challenged test against ND, death was not found in treatment groups, except in the control group without vaccination and one chicken death in treatment group IX (5000 ppb of AFB1 and binder B). The result demonstrated that the binder A, B and C will be more effective if the aflatoxin content in chicken feed was relatively lower ( ppb) for prolonged effect as the case with layer. Therefore, further research in layer was needed to find out the antibody response against ND. Key Words: Toxin Binder, Aflatoxin B1, Newcastle Disease, Antibody Response, Broiler ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas toksin binder terhadap aflatoksin B1 (AFB1) dalam pakan serta pengaruhnya terhadap imunisasi Newcastle disease pada ayam pedaging. Tiga jenis produk komersial toksin binder (A, B dan C) masing-masing mengandung asam propionat dan kalsium propionat digunakan untuk mengikat aflatoksin dalam pakan. Ketiga toksin binder dengan dosis masing-masing 0,2% dicampurkan dengan pakan yang mengandung AFB1 sebesar 100 ppb dan 5000 ppb yang diberikan kepada ayam percobaan selama 3 dan 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian binder A, B, dan C masih cukup efektif sebagai toksin binder bila pada pakan hanya mengandung AFB1 100 ppb. Akan tetapi, ketiga binder tersebut tidak efektif lagi bila pada pakan mengandung AFB ppb. Berdasarkan uji tantang terhadap virus ND tidak ditemukan kematian pada semua kelompok perlakuan, kecuali pada kelompok kontrol yang tidak divaksinasi ND. Sedangkan pada kelompok percobaan hanya terjadi kematian 1 ekor pada kelompok perlakuan IX (yang diberi 5000 ppb AFB1 dan binder B). Dari hasil yang diperoleh ini, binder A, B, dan C akan lebih bermanfaat dalam menanggulangi aflatoksin pada kandungan relatif rendah ( ppb) untuk efek yang lama atau kronis, seperti halnya pada ayam petelur. Oleh karena itu perlu pengujian lebih lanjut terhadap penampilan ayam petelur dan respon kekebalannya terhadap ND. Kata Kunci: Toksin Binder, Aflatoksin B1, Newcastle Disease, Respon Antibodi, Ayam Pedaging PENDAHULUAN Pakan yang pada umumnya terdiri dari berbagai komoditas pertanian, merupakan salah satu faktor dalam budidaya ternak unggas, karena sekitar 70% dari biaya produksi dipergunakan untuk pakan. Sebagai komoditas pertanian, pakan ternak mempunyai kelemahan karena mudah rusak baik akibat faktor internal maupun faktor eksternal sehingga menjadi 753

2 kurang bermanfaat bahkan dapat membahayakan kesehatan ternak yang mengkonsumsi pakan tersebut. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi mutu pakan adalah adanya infeksi kapang pada pakan maupun bahan pakan, yang kemudian berkembang biak dan memproduksi senyawa beracun yang disebut mikotoksin, sehingga pakan maupun bahan pakan menjadi rusak dan bermutu rendah. Secara umum mikotoksin adalah senyawa kimia toksik hasil metabolisme sekunder yang dihasilkan oleh kapang toksigenik seperti Aspergillus spp., Fusarium spp. dan Penicillium spp. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin utama yang banyak mengkontaminasi produk-produk pertanian seperti jagung, kacang tanah maupun pakan dan pakan ternak serta produk ternak (MUHILAL dan KARYADI, 1985; WIDIASTUTI, et al., 1988a; WIDIASTUTI et al., 1988b; BAHRI et al., 1995; BAHRI, 1998). Dari berbagai macam aflatoksin (Aflatoksin B1, B2, G1 dan G2), maka aflatoksin B1 merupakan jenis aflatoksin yang paling toksik karena bersifat karsinogenik, hepatotoksik dan mutagenik sehingga paling mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Keberadaan aflatoksin dengan kadar beragam pada pakan unggas di Indonesia telah banyak diteliti (GINTING, 1988; BAHRI, 1998; WIDIASTUTI et al., 1988a; WIDIASTUTI et al., 1988b). Senyawa aflatoksin ini diketahui dapat menurunkan produktivitas unggas, bahkan dapat menekan daya kekebalan ayam (efek imunosupresif). GABAL dan AZAM (1998) telah membuktikan bahwa pemberian 200 ppb aflatoksin B1 pada ayam layer dapat menurunkan produksi telur, berat telur, serta menurunkan titer antibodi terhadap ND, IB dan IBD. Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah banyak dilakukan berbagai upaya, antara lain dengan penambahan senyawa pengikat toksin, seperti novasil, zeolit, asam propionat, kalsium propionat dan mycosorb. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas binding agent terhadap aflatoksin B1 serta pengaruhnya terhadap imunisasi Newcastle disease pada ayam pedaging. Ayam percobaan MATERI DAN METODE Dalam penelitian ini digunakan 481 ekor anak ayam pedaging (hubbard) berumur satu hari yang diperoleh secara komersial dari perusahaan penetasan ayam PT. Wonokoyo Jayakusuma. Selama percobaan, ayam diberi pakan yang telah diberi perlakuan dan air minum secara ad libitum. Binding Agent Untuk mengikat aflatoksin dalam pakan maka digunakan tiga macam binder yang diperoleh secara komersial, yaitu binder A (asam propionat 23,8%; kalsium propionat 21,2%; Zeolit 49,0%; dan anti cracking 6%), binder B (asam propionat 23,8%; kalsium propionat 8,8%; kalium sorbat 7,5%; natrium benzoat 7,5%; zeolit 48,5%; dan anti cracking 3,9%), dan binder C (mineral-kalsium 80,0%; kalsium clay-mineral 13,0%; kalsium feldspar 4,0%; dan kalsium mica 3,0%). Ketiga binder tersebut pada umumnya mengandung mineralmineral yang diharapkan dapat mengikat aflatoksin dalam pakan. Dalam penelitian ini dosis yang digunakan dengan cara dicampurkan ke dalam pakan dengan konsentrasi masingmasing 0,2%. Rancangan percobaan Dalam penelitian in vivo ini dilakukan percobaan dengan dasar rancangan acak lengkap terdiri dari 2 faktor perlakuan, yaitu faktor pertama pemberian aflatoksin (AFB1) terdiri dari 3 macam dosis (0, 100 dan 5000 ppb AFB1), dan faktor kedua pemberian binder terdiri dari 4 perlakuan (tanpa binder, binder A, binder B dan binder C). Dengan demikian kombinasi perlakuannya terdapat 12 (3 4), tetapi kombinasi perlakuan AFB1 0 dengan binder C tidak dilakukan, sehingga jumlah kombinasi perlakuan yang dikerjakan adalah 11 perlakuan Tabel 1 ditambah 1 perlakuan tanpa aflatoksin, tanpa binder dan tanpa vaksinasi ND (kelompok XII). 754

3 Tabel 1. Rancangan percobaan untuk uji in vivo terhadap ayam yang diberi kombinasi perlakuan tiga dosis aflatoksin dan empat macam toxin binder Kelompok I II III Perlakuan Diberi pakan tanpa aflatoksin, tanpa toxin binder Pakan ditambah 100 ppb (µg/kg) aflatoksin, tanpa binder Pakan ditambah 5000 ppb (µg/kg) aflatoksin, tanpa binder IV Diberi pakan tanpa aflatoksin, ditambah binder A 0,2% V Pakan ditambah 100 ppb (µg/kg) aflatoksin, dan binder A 0,2% VI Pakan ditambah 5000 ppb (µg/kg) aflatoksin dan binder A 0,2% VII Diberi pakan tanpa aflatoksin, ditambah binder B 0,2% VIII Pakan ditambah 100 ppb (µg/kg) aflatoksin, dan binder B 0,2 % IX Pakan ditambah 5000 ppb (µg/kg) aflatoksin, dan binder B 0,2% X Pakan ditambah 100 ppb (µg/kg) aflatoksin, dan binder C 0,2% XI Pakan ditambah 5000 ppb (µg/kg) aflatoksin, dan binder C 0,2% XII Diberi pakan tanpa aflatoksin, tanpa binder, tanpa vaksinasi ND Pada masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan (dalam 5 kandang terpisah yang ditempatkan secara acak) yang tiap-tiap ulangan terdiri dari 7 ekor day old chick (DOC) broiler yang dipilih secara acak. Sehingga jumlah DOC adalah 385 ekor, tetapi untuk keperluan mempelajari titer antibodi terhadap ND, serta uji tantang terhadap virus ND, maka ada tambahan penggunaan DOC, sehingga total jumlah day old chick (DOC) yang dipergunakan adalah 481 ekor. Aflatoksin (AFB1) Aflatoksin (AFB1) yang digunakan diperoleh dengan membiakkan kapang Aspergillus flavus isolat Balitvet yang mampu memproduksi aflatoksin dalam jumlah besar (konsentrasi tinggi). Kandungan aflatoksin dalam pakan percobaan sesuai dengan yang diinginkan, yaitu 100 ppb dan 5000 ppb yang dianalisa terlebih dahulu dengan menggunakan metode ELISA. Sedangkan untuk yang 0 ppb adalah pakan yang tidak ditambah aflatoksin. Pencampuran aflatoksin ke dalam pakan dilakukan bersamaan dengan pencampuran binder (A, B dan C) sesuai dengan kombinasi masing-masing perlakuan. Dosis binder A, B dan C masing-masing adalah 0,2% dalam ransum. Vaksin dan vaksinasi Sebagai vaksin ND digunakan yaitu vaksin ND aktif (Avinew, Merial-France), vaksin ND inaktif (Chikopest, Merial-France) yang diperoleh secara komersial dari PT Romindo. Vaksinasi dilakukan pada seluruh kelompok perlakuan kecuali kelompok kontrol (XII). Vaksinasi ND yang pertama dilakukan pada saat ayam umur 4 hari yaitu menggunakan vaksin ND aktif dengan aplikasi tetes mata. Selanjutnya, vaksinasi kedua dengan menggunakan vaksin ND aktif dan ND inaktif dilakukan pada saat ayam berumur 18 hari dengan aplikasi tetes mata untuk ND aktif dan subkutan 0,3 ml untuk ND inaktif. Untuk kelompok kontrol (tanpa vaksinasi dengan ND dan juga tanpa perlakuan) yaitu terdiri dari 19 ekor ayam yang dipelihara secara terpisah dari kelompok di atas. Selanjutnya kelompok ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol yang berjumlah 7 ekor yang selanjutnya disebut kelompok XII, dan kelompok penantang berjumlah 12 ekor. Kelompok penantang ini dipersiapkan untuk ditantang dengan virus ND ganas (Velogenik) galur Ita yang kemudian akan ditularkan dengan sistim kontak kepada kelompok ayam yang divaksinasi maupun kelompok XII. 755

4 Pemeriksaan titer antibodi Pemeriksaan titer antibodi dilakukan baik terhadap ND ketika ayam berumur 1 hari (prevaksinasi), 1, 2, 3, dan 4 minggu setelah vaksinasi. Pengambilan darah untuk pemeriksaan serologik tersebut cukup diwakili oleh kelompok ayam yang khusus untuk diambil darahnya saja (2 ekor per kelompok), hal ini untuk menghindari terjadinya stres atau gangguan lain sehingga akan memperngaruhi pertumbuhan bobot badan ayam percobaan. Pengambilan darah dilakukan dari vena sayap dan serumnya diperiksa untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap ND dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI) menurut cara BEARD (1980). Uji hemaglutinasi inhibisi (HI) Untuk pemeriksaan titer antibodi terhadap ND digunakan uji HI menurut ALEXANDER (1988). Serum diencerkan dengan larutan phosphate buffer saline (PBS) ph 7,2 secara pengenceran seri lipat dua dalam lempeng mikrotiter, sehingga diperoleh enceran 2 kali lipat, 4 kali lipat, 8 kali lipat dan seterusnya. Sebanyak 0,025 ml larutan antigen ND yang mengandung 4 HAU per 0,025 ml ditambahkan kepada setiap enceran serum. Selanjutnya, kepada setiap enceran ditambahkan 0,050 ml suspensi butir darah merah ayam konsentrasi 0,5%. Titer HI dinyatakan sebagai pengenceran serum tertinggi yang masih memperlihatkan aktivitas hemaglutinasi sempurna. Titer HI diekspresikan dalam bilangan log2. Titrasi virus ND ganas galur ITA Sepuluh butir telur ayam tertunas Specific Pathogenic Free (SPF) umur 9 11 hari diinokulasi dengan 0,1 ml virus ND ganas melalui bagian khorio alantoik. Telur diinkubasikan pada inkubator suhu 37 C dan diamati selama 3 7 hari terhadap kematian embrio pada telur. Untuk uji tantang, virus ND ini terlebih dahulu dititrasi dengan menggunakan telur ayam tertunas SPF umur 9 11 hari untuk menentukan dosis uji tantang yaitu 10 8 EID 50 /0,1 ml. Dibuat pengenceran virus secara seri dengan kelipatan 10 mulai dari 10-1 sampai dengan Setiap enceran virus, mulai dari 10-5 sampai diinokulasikan 0,1 ml pada telur ayam tertunas, 4 butir telur/enceran. Telur yang telah diinokulasi, kemudian diinkubasikan di inkubator pada suhu 37 C. Pengamatan dilakukan selama 3 7 hari. Cairan alantoik dipanen dan dilakukan titrasi dengan menggunakan metode hemaglutinasi (HA) cepat (Rapid Haemagglutination). Titer virus ND dihitung dengan metode REED and MUENCH (1938), kemudian konsentrasi virus diencerkan menjadi 10 8 EID 50 /0,1 ml untuk digunakan pada uji tantang. Uji tantang Uji tantang dilakukan terhadap kelompok ayam yang divaksinasi (kelompok yang diambil darah) apabila rata rata titer antibodi terhadap ND lebih dari 5 (log2) atau pada saat ayam umur 4 minggu ( 2 minggu setelah vaksinasi ke-2). ayam-ayam tersebut diberi nomor pada sayapnya (tag) sesuai dengan kelompok perlakuan. Kemudian ditantang dengan virus ND ganas galur ITA dengan sistem kontak. Dua belas ekor ayam bebas antibodi terhadap ND telah dipersiapkan sebelumnya dan memiliki umur yang sama dengan umur ayam yang akan ditantang, diinfeksi secara buatan dengan virus ND ganas galur ITA secara tetes mata dengan dosis 10 8 EID 50 per ekor ayam. Setelah infeksi, kemudian dicampurkan kepada ayam-ayam yang akan ditantang dalam satu ruangan. Pakan dan air minum diberikan ad libitum selama uji tantang berlangsung. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 2 minggu, jumlah ayam sakit dan mati dicatat. Ayam-ayam yang mati diambil otaknya untuk isolasi virus ND guna peneguhan diagnosis terhadap ND. Daya proteksi terhadap ND Daya proteksi (perlidungan) yang diberikan oleh vaksinasi ND terhadap virus ND penantang dihitung dengan rumus: P AKTV - AKDV P = 100% AKTV : Proteksi 756

5 AKTV: Angka kematian kelompok ayam tanpa vaksinasi (kontrol) AKDV: Angka kematian kelompok ayam divaksinasi Isolasi ND Otak yang berasal dari ayam yang mati pascauji tantang dibuat suspensi otak 10%. Suspensi otak kemudian disentrifugasi rpm selama 15 menit. Supernatan diinokulasikan pada telur ayam tertunas SPF umur 9 11 hari sebanyak 0,1 ml/butir pada bagian khorio alantoik. Telur yang sudah diinokulasi kemudian diinkubasikan di inkubator pada suhu 37 C selama 3 7 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap kematian embrio. Setelah 7 hari, semua cairan alantoik dipanen dan dilakukan uji hemaglutinasi (HA) cepat. Apabila terjadi aglutinasi antara butir-butir darah merah dengan cairan alantoik maka sampel dinyatakan positif mengandung virus ND. Analisis data Data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji statistik ANOVA. Selanjutnya untuk mengetahui interaksi antar perlakuan digunakan uji lanjut Duncan s Multiple Range Test (DMRT) (GOMEZ dan GOMEZ, 1983). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh terhadap titer antibodi ND Data perkembangan titer antibodi terhadap ND disajikan dalam Gambar 1. Rata-rata titer antibodi maternal pada ayam umur 4 hari yang digunakan dalam percobaan ini cukup tinggi yaitu 7,4 (log2). Vaksinasi yang dilakukan pada umur 4 hari nampaknya tidak memperlihatkan respon imun pada semua kelompok baik kelompok yang diberi perlakuan maupun kelompok yang tidak diberi perlakuan. Maternal antibodi ini terus menurun secara bertahap sampai ayam berumur 18 hari. Setelah dilakukan vaksinasi ke-2 pada saat ayam berumur 18 hari, maka satu minggu kemudian (umur 25 hari) titer antibodi meningkat untuk semua kelompok perlakuan hingga sampai pada saat ayam akan ditantang yaitu 2 minggu pascavaksinasi ke-2 (umur 32 hari), kecuali kelompok X dan kelompok ayam yang tidak divaksinasi (kontrol) mengalami penurunan titer antibodi. Sampai tahap ini, pemberian toxin binder (binder A, B dan C) pada pakan yang diberi aflatoksin baik 100 ppb Rataan geometrik titer (log2) Vaksinasi ke Tantang Vaksinasi ke Umur (hari) Gambar 1. Rataan titer antibodi terhadap ND pada setiap kelompok perlakuan setelah memperoleh 2 kali vaksinasi ND (hari ke-4 dan ke-18) dan ditantang pada hari ke-32 dengan virus ND galur ITA 757

6 maupun 5000 ppb masih belum terlihat perbedaan yang nyata (P > 0,05) terhadap titer antibodi antar perlakuan sampai ayam berumur 32 hari. Walaupun secara umum terlihat kenaikan titer antibodi pada semua perlakuan. Pada saat ayam umur 39 hari atau setelah 1 minggu pascapenantangan dengan virus ND ganas, titer antibodi untuk perlakuan I, IV, VII, V, VIII dan X mengalami peningkatan yang cukup tajam dengan kenaikan titer berkisar antara 2,7 3,5 (log2). Sedangkan rata-rata titer antibodi pada kelompok perlakuan II, III, VI, IX dan XI hanya 0,2 2 (log2). Sementara itu, kelompok kontrol mengalami kenaikan titer antibodi hingga 2,4 (log2) Tabel 2. Tabel 2. Hasil pemeriksaan serologik dari kelompok ayam yang memperoleh vaksinasi ND dari masingmasing perlakuan. Kelompok I Perlakuan Pakan tanpa aflatoksin, tanpa T. Binder, vaksinasi ND II Pakan ditambah 100 ppb aflatoksin, tanpa Binder, Vaksinasi ND III Pakan ditambah 5000 ppb aflatoksin, tanpa Binder, Vaksinasi ND IV Diberi pakan tanpa aflatoksin, ditambah Binder A, vaksinasi ND V Pakan ditambah 100 ppb aflatoksin, dan Binder A, vaksinasi ND VI Pakan ditambah 5000 ppb aflatoksin dan Binder A, vaksinasi ND VII Diberi pakan tanpa aflatoksin, ditambah Binder B, vaksinasi ND VIII Pakan ditambah 100 ppb aflatoksin dan Binder B, vaksinasi ND IX Pakan ditambah 5000 ppb aflatoksin dan Binder B, vaksinasi ND X Pakan ditambah 100 ppb aflatoksin dan Binder C, vaksinasi ND XI Pakan ditambah 5000 ppb aflatoksin dan Binder C, vaksinasi ND XII Diberi pakan tanpa aflatoksin, tanpa Binder, tanpa vaksinasi ND Rataan geometrik titer HI (log2) pada umur (hari) ,43 abc 3,43 e 4,00 bc 7,00 de 9,86 e 10,57 c 4,00 a 2,57 bcde 4,57 bc 7,14 e 7,29 bc 6,71 a 5,00 bcd 2,43 abcde 4,43 bc 6,50 cde 6,67 b 6,50 a 3,86 a 1,67 ab 4,67 bc 6,20 bcd 9,60 e 10,40 c 5,43 d 2,17 abcd 4,17 bc 6,00 bc 8,33 d 9,00 b 4,71 abcd 2,71 bcde 4,29 bc 5,80 bc 7,60 cd 7,20 a 4,57 abcd 2,43 abcde 5,14 cd 6,14 bcd 9,57 e 10,29 c 5,00 bcd 3,17 de 5,17 cd 5,67 bc 8,33 d 9,17 b 5,14 cd 2,86 cde 3,43 ab 6,17 bcd 7,60 cd 7,20 a 4,14 ab 2,57 bcde 6,14 d 5,43 b 8,29 d 8,86 b 5,14 cd 2,00 abc 4,71 bc 5,67 bc 7,67 cd 7,00 a 4,71 abcd 1,43 a 2,29 a 0,57 a 3,00 a M Angka-angka yang diikuti hurup yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada taraf 0,05 DMRT; M= semua ayam mati 758

7 Selanjutnya pengaruh pemberian aflatoksin dan toxin binder terhadap titer antibodi ND pada saat ayam berumur 39 hari disajikan pada Tabel 3. Pemberian aflatoksin berpengaruh nyata terhadap penurunan titer antibodi ND. Dalam hal ini pemberian aflatoksin baik 5000 ppb maupun 100 ppb menyebabkan penurunan titer antibodi secara nyata (P < 0,05) bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian aflatoksin, yaitu 7,3 (log2) (Aflatoksin 5000 ppb); 8,0 (log2)(aflatoksin 100 ppb) dan 9,7 (log2) (tanpa aflatoksin). Sementara itu, binder B berpengaruh secara nyata (P < 0,05) terhadap peningkatan titer antibodi ND bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian binder, yaitu 8,6 (log2) (binder B) dan 8,0 (log2) (tanpa binder). Sedangkan antara binder yang satu dengan yang lainnya belum menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Dari hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa adanya kandungan aflatoksin pada pakan baik 100 ppb maupun 5000 ppb dapat menyebabkan penurunan titer antibodi pada saat ayam berumur 39 hari, walaupun pakan tersebut telah diberi toxin binder (binder A, B dan C). Akan tetapi penurunan titer antibodi tersebut jauh lebih besar pada pakan yang mengandung aflatoksin 5000 ppb dibandingkan dengan pakan yang mengandung aflatoksin 100 ppb. Adanya toxin binder baik A, B, maupun C pada pakan mampu menekan aktivitas aflatoksin yang dapat menghambat produksi antibodi dalam limfosit yang berakibat terjadinya penurunan titer antibodi. Sementara itu, toxin binder (A, B dan C) memiliki kemampuan yang sama dalam menekan aktivitas aflatoksin. Pada saat ayam umur 46 hari (2 minggu pasca penantangan) (Tabel 4) untuk kelompok perlakuan pakan tanpa diberi aflatoksin (kelompok I, IV dan VII) memiliki rata-rata titer antibodi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan pakan yang diberi aflatoksin baik 100 ppb (kelompok II, V, VIII dan X) maupun 5000 ppb (Kelompok III, VI, IX dan XI). Oleh karena itu, pemberian aflatoksin berpengaruh terhadap penurunan titer antibodi ND. Dalam hal ini pemberian aflatoksin baik 5000 ppb maupun 100 ppb menyebabkan penurunan titer antibodi secara nyata (P < 0,05) bila dibandingkan dengan Tabel 3. Titer antibodi terhadap ND (Log2) pada ayam umur 39 hari yang mendapat kombinasi perlakuan AFB1 dan binder (1 minggu pasca uji tantang ) Dosis AFB Macam binder Tanpa A B C 9,9 7,3 6,7 9,3 8,4 7,8 9,7 8,3 7,5 -- 8,3 7,7 Pengaruh AFB1 Pengaruh binder 8,0 b 8,5 ab 8,6 a 8,1 ab 0,47 Huruf superskrip yang sama pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata (P > 0,05) 9,7 a 8,0 b 7,3 c MSE Tabel 4. Titer antibodi (Log2) terhadap ND pada ayam umur 46 hari (2 minggu pasca uji tantang ) Dosis AFB 1 Macam binder Tanpa A B C Pengaruh AFB1 MSE ,6 6,7 6,5 10,3 8,8 7,0 10,3 9,2 7,3 -- 8,8 7,0 10,4 a 8,3 b 6,9 c Pengaruh binder 8,0 c 8,7 ab 9,1 a 8,2 bc 0,47 Huruf superskrip yang sama pada kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata (P > 0,05) 759

8 perlakuan tanpa pemberian aflatoksin, yaitu 6,9 (log2) (Aflatoksin 5000 ppb); 8,3 (log2) (Aflatoksin 100 ppb) dan 10,4 (log2) (tanpa aflatoksin). Sementara itu, binder B berpengaruh secara nyata (P < 0,05) terhadap peningkatan titer antibodi ND bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian binder maupun dengan pemberian binder C, yaitu 9,1 (log2) (binder B), 8,7 (log2) (tanpa binder) dan 8,2 (log2) (binder C). Sedangkan binder B tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) bila dibandingkan dengan binder A. Data di atas menunjukkan bahwa penambahan aflatoksin baik 100 ppb maupun 5000 ppb dapat menurunkan titer antibodi. Hal tersebut sesuai dengan laporan AZZAM dan GABAL (1998) bahwa kandungan aflatoksin 200 ppb pada pakan dapat menurunkan titer antibodi. Walaupun terjadi penurunan titer antibodi pada pakan yang telah diberi aflatoksin tanpa toxin binder, akan tetapi dengan pemberian binder A, B, dan C pada pakan yang mengandung aflatoksin 100 ppb sebenarnya mengalami kenaikan titer antibodi bila dibandingkan dengan titer antibodi sebelumnya (Tabel 3), yaitu pada saat ayam umur 39 hari. Sedangkan pemberian binder A, B, dan C pada pakan yang mengandung aflatoksin 5000 ppb menunjukkan penurunan titer antibodi bila dibandingkan dengan titer antibodi sebelumnya (umur 39 hari). Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa pemberian binder A, B, dan C masih cukup efektif sebagai toxin binder bila pada pakan hanya mengandung aflatoksin 100 ppb. Akan tetapi, toxin binder tersebut sudah tidak efektif lagi bila pada pakan mengandung aflatoksin 5000 ppb. Sementara itu, interaksi diantara ketiga macam binder, maka binder B memiliki kemampuan yang lebih baik sebagai toxin binder bila dibandingkan dengan binder C akan tetapi binder B dan binder A memiliki kemampuan yang sama sebagai toxin binder. Uji tantang terhadap virus ND Hasil penantangan dapat dilihat pada Tabel 5. Pada saat akan dilakukan uji tantang, terdapat sejumlah ayam yang mati yaitu kelompok III (1 ekor), IV (2 ekor), V ( 1 ekor), VI (2 ekor), VIII (2 ekor), IX (1 ekor), dan XI (3 ekor) sedangkan kelompok I, II, X dan XII (tanpa vaksinasi) tidak terdapat kematian. Kematian pada kelompok percobaan sebelum dilakukan uji tantang disebabkan bukan karena terinfeksi virus ND. Hal ini dibuktikan setelah dilakukan bedah bangkai tidak menunjukkan Tabel 5. Hasil penantangan kelompok ayam yang memperoleh vaksinasi dari masing-masing perlakuan Kelompok perlakuan Jumlah ayam yang ditantang Jumlah ayam hidup Proteksi (%) Rataan titer HI pascatantang (log2) Hasil isolasi virus ND I ( vaksinasi ND) ,6 Tdl II (100 ppb + vaks. ND) ,7 Tdl III (5000 ppb + vaks. ND) ,5 Tdl IV (BA + vaks.nd) ,3 Tdl V (BA vaks.nd) ,8 Tdl VI (BA vaks.nd) ,0 Tdl VII (BB + vaks.nd) ,3 Tdl VIII(BB ND) ,2 Tdl IX (BB ND) ,3 1 (+) X (BC ND) ,8 Tdl XI (BC ND) ,0 Tdl XII (Tanpa vaksinasi) ,00 7 (+) Tdl = tidak dilakukan; BA= Binder A; BB= Binder B; BC= Binder C; +: positif 760

9 adanya klinis ND pada otak maupun proventrikulus ayam yang mati tersebut. Kemungkinan besar kematian disebabkan oleh aflatoksin terutama pada tingkat konsentrasi 5000 ppb dan hal tersebut terbukti dengan adanya pembengkakan pada ginjal pada kelompok ayam yang mati dengan pemberian aflatoksin 5000 ppb. Sedangkan kematian pada ayam tanpa perlakuan aflatoksin tidak ditemukan perbesaran pada organ ginjal dan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor daya tahan tubuh yang kurang baik. Tujuh ekor ayam yang tanpa divaksinasi ND setelah ditantang dengan virus ND ganas galur ITA secara sistim kontak semuanya mati. Dari kelompok perlakuan, hanya kelompok IX (pakan ditambah aflatoksin 500 ppb dan binder B) terdapat 1 ekor yang mati. Sedangkan perlakuan yang lain semuanya hidup. Dari ayam-ayam yang mati tersebut kemudian diambil otaknya dan dilihat perubahan Patologi Anatominya (PA) pada organ otak dan proventrikulus. Hasil PA menunjukkan bahwa pada kedelapan ayam yang mati ditemukan perdarahan baik pada otak maupun proventrikulus Gambar 2 dan 3. Kontrol #1 Kontrol #2 Kontrol #3 Kontrol #4 Kontrol #5 Kontrol #6 Kontrol #7 Normal Gambar 2. Perdarahan pada otak kelompok ayam tanpa divaksinasi ND yang mati pasca uji tantang Kontrol #1 Kontrol #2 Kontrol #3 Kontrol #4 Kontrol #5 Kontrol #6 Kontrol #7 Normal Gambar 3. Perdarahan pada proventrikulus kelompok ayam tanpa divaksinasi ND yang mati pasca uji tantang 761

10 Kemudian untuk konfirmasi bahwa perdarahan pada otak dan proventrikulus itu benar-benar diakibatkan oleh infeksi virus ND, maka otak dari ayam yang mati dibuat inokulum untuk isolasi virus ND. Hasil isolasi menunjukkan bahwa dari 8 inokulum yang berasal dari 8 ekor ayam yang mati semuanya positif virus ND baik dengan uji hemaglutinasi cepat (HA) maupun dengan pengamatan terhadap embrio yang mati setelah 48 jam. Hasil pengujian serologik pasca penantangan Tabel 5 memperlihatkan rata-rata titer HI yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat sebelum ditantang yaitu umur 32 hari Tabel 2 kecuali untuk perlakuan II (Pakan ditambah 100 ppb aflatoksin, tanpa toxin binder) dan III (pakan ditambah 5000 ppb aflatoksin, tanpa toxin binder) mengalami penurunan. Adanya serokonversi antara pre dan pasca penantangan disertai hasil isolasi virus ND dari otak ayam yang mati membuktikan bahwa virus penantang bekerja dengan baik dan tampak menginfeksi setiap ayam yang ditantang. Data ini membuktikan bahwa ayamayam tersebut memiliki daya proteksi yang tinggi terhadap virus ND ganas setelah dilakukan 2 kali vaksinasi ND yang mencapai 100% kecuali kelompok IX (pakan ditambah 5000 ppb aflatoksin dan binder B) hanya 83%. ALLAN et al. (1978) dan RONOHARDJO et al. (1989) telah memberikan gambaran mengenai hubungan titer HI dengan daya proteksi. Untuk ayam ras yang memiliki titer 4 (log2) atau lebih bila ditantang dengan virus ND ganas umumnya tidak terjadi kematian (ALLAN et al., 1979), namun untuk situasi di Indonesia yang dipelajari oleh RONOHARDJO et al. (1989) titer protektif untuk ND adalah 5 log (log2). Pada percobaan ini ayam-ayam ditantang pada umur 32 hari, dimana titer antibodinya sudah > 5 (log2). Karena itu sudah dapat diperkirakan bahwa daya proteksinya terhadap tantangan akan cukup tinggi. Karena variasi individu dari titer antibodi untuk tiap perlakuan cukup rendah, maka tidak diperlukan jumlah ayam yang banyak untuk ditantang cukup dipilih 7 ekor ayam untuk tiap perlakuan guna ditantang dengan virus ND ganas. Dari uraian di atas titer antibodi terhadap ND yang turun karena pemberian aflatoksin ternyata dapat ditingkatkan dengan penambahan binder A atau binder B. Titer antibodi kelompok ayam yang mendapat aflatoksin dan penambahan binder A atau binder B dalam pakannya ternyata lebih tinggi dan berbeda nyata dari kelompok yang hanya mendapat aflatoksin saja tanpa toxin binder. Titer yang lebih tinggi dan berbeda nyata ini ditunjukkan baik pada saat ayam berumur 39 hari ataupun ayam berumur 46 hari (2 minggu pascauji tantang). Pada saat ayam berumur 39 hari, terbukti titer antibodi terhadap ND dari kelompok kontrol adalah 9,9 (log 2), sedangkan kelompok yang mendapat aflatoksin saja sebesar 100 ppb, titernya turun menjadi 7,3 (log2), dan titer antibodi ini naik menjadi 8,3 (log2) pada kelompok yang mendapat aflatoksin 100 ppb dengan penambahan binder A ataupun B. Peningkatan titer antibodi ini sangat penting, karena akan meningkatkan imunitas dari ayam yang bersangkutan, yang berarti meningkatkan kesehatan ayam secara umum. Hal tersebut terbukti dalam uji tantang yang menunjukkan bahwa tingkat proteksi terhadap ND cukup tinggi yaitu mencapai %. KESIMPULAN Pemberian binder A dan B cukup bermanfaat dalam mengatasi penurunan titer antibodi terhadap ND akibat adanya aflatoksin dalam pakan (dosis AFB1 100 ppb). Dalam hal ini binder A, B dan C mempunyai kemampuan yang sama. Hal tersebut dibuktikan dengan terjadinya kenaikan titer antibodi terhadap ND. Pemberian binder A, B dan C tidak efektif manakala pakan mengandung aflatoksin 5000 ppb yang diberikan kepada ayam selama 46 hari. Mengingat pemeliharaan ayam pedaging hanya berumur pendek, maka pemberian toxin binder (binder A, B dan C) masih perlu diuji coba pada ayam petelur untuk mengetahui efek jangka panjang terhadap aspek produksi dan imunitas atas respon kekebalan ayam pada program vaksinasi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Budi Tangenjaya, MSc. dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Dr. Tri Budi MSc., Dr. Dra. Romsyah Mariam, Dr. Riza Z. Ahmad, dan Enny Kusumaningtyas, 762

11 S.Si., MSc., yang telah membantu kelancaran penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA ALEXANDER, D.J Newcastle disease diagnostic. In: Newcastle Diseases. DJ. ALEXANDER (Ed.). Kluwer Academic Publication, London. pp ALLAN, W.H., J.E. LANCASTER and B. TOTH Newcastle Disease Vaccine. Their Production and Use. Food and Agricultural Organization, Rome. AZZAM, A.H. and M.A. GABAL Aflatoxin and immunity in layer hens. Avian Pathology 27: AZZAM, A.H. and M.A. GABAL Interaction of aflatoxin in the feed and immunization against selected infectious disease in poultry. I. Infectious bursal disease. Avian Pathology 26: BAHRI, S., R. MARYAM, R. WIDIASTUTI dan P. ZAHARI Aflatoksikosis dan cemaran aflatoksin pada pakan serta produk ternak. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I. Bogor Maret Puslitbang Peternakan. hlm BAHRI, S Aflatoxins problems in poultry feed and its raw materials in Indonesia. Media Veteriner 5(2): BHAT, R.V. and J.D. MILLER Mycotoxins and food supply. FAO, Food, Nutrition and Agriculture 1: GABAL, M.A. and A.H. AZZAM Interaction of aflatoxin in the feed and immunization against selected infectious disease in poultry. II. Effect on one-day-old layer chicks simultaneously vaccinated against Newcastle Disease, Infectious bronchitis and infectious bursal disease. Avian Pathology 27: GINTING, NG Sumber dan Pengaruh Aflatoksin Terhadap Pertumbuhan dan Performa Lain Broiler. Disertasi. Universitas Padjajaran, Bandung. GOMEZ, K.A. and A.A. GOMEZ Statistical Procedures for Agricultural Research. 2 nd edition. An International Rice Research Intitiute Book. A Wiley-Intersciences Publication, John Wiley & Sons. pp IKENEBOMEH, M.J. and I.S. OGIEHOR Antimicrobial effects of sodium benzoat on growth, survival and aflatoxin production potential of some species of Aspergillus in garri during storage. Pakistan J. Nutrition 3(5): LEDOUX, D.R., E. ROTTINGHAUS., A.J. BERMUDEZ and M. ALONSO-DEBOLT Efficacy of hydrated sodium calcium allumino silicate to ameliorate the toxic effect of aflatoxin in broiler chicks. Poult. Sci. 78: MADDEN, U.A. and H.M. STAHR The effect on performance and biochemical parameters when soil was added to aflatoxincontaminated poultry rations. Vet. and Hum. Toxicology 41(4): MAHESH, B.K. and G. DEVEGOWDA Ability of Aflatoxin binders to bind aflatoxin in contaminated poultry feeds and liquid media in vitro. Poster presented at the 12 th Annual Symposium on Biotechnology in Feed Industry, Lexington, KY. April MUHILAL and D. KARYADI Aflatoxin in nuts and grains. Gizi Indonesia X(1): ONIONS, ALLSOPP and EGGINS Smith s Introduction to Industrial Mycology. Edward Arnold Ltd., London. PAREDE, L.P., P. RONOHARDJO, R. INDRIANI dan H. HAMID Aplikasi berbagai program vaksinasi dan uji tantang terhadap penyakit gumboro pada ayam petelur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak. Cisarua, Bogor, Maret Balitvet. Bogor. hlm REED, L.J. and H. MUENCH A simple method of estimating fifty percent endpoints. The American J. Hygiene 27(3): RONOHARDJO, P., DARMINTO, N. SURYANA, S. SAURI dan KUSMAEDI Hubungan antara titer hemaglutinasi inhibisi (HI) dan status ayam pascatantang pada percobaan laboratorium dan lapangan penyakit tetelo. Penyakit Hewan 38: SCHEIDELER, S.E Effects of various type of alumino-silicates and aflatoxin B1 on aflatoxin toxicity, chick performance, and mineral status. Poult. Sci. 72:

12 SUBOWO, Immunobiologi. Penerbit Angkasa, Bandung. hlm WIDIANA, A Pengaruh Waktu dan Ketinggian Tempat Simpan Pakan Ayam terhadap Intensitas Kontaminasi oleh Kapang Penghasil Mikotoksin. Skripsi Sarjana Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA Universitas Pajajaran Bandung. WIDIASTUTI, R., R. MARYAM, B.J. BLANEY, SALFINA and D.R. STOLTZ. 1988a. Corn as a source of mycotoxins in Indonesian poultry and the effectiveness of visual examination methods for detecting contamination. Mycopathol. 102: WIDIASTUTI, R., R. MARYAM, B.J. BLANEY, SALFINA and D.R. STOLTZ. 1988b. Cyclopiazonic acid in combination with aflatoxin, zearalenon and ochratoxin A in Indonesian corn. Mycopathol. 104: ZAHARI, P Pengaruh lama penyimpanan pakan terhadap kontaminan alfatoksin pada daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi. Pros. Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak. Cisarua, Bogor, Maret Balitvet. hlm

Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 MATERI DAN METODA Vaksin ND ( Newcastle Diseases ) Vaksin ND yang dipergunakan terdiri dari a Ga

Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 MATERI DAN METODA Vaksin ND ( Newcastle Diseases ) Vaksin ND yang dipergunakan terdiri dari a Ga Tenui Teknis Nasional Tenaga Fnngsional Pertanian 2006 PENGAMATAN DAYA PROTEKSI AYAM POST VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE DENGAN UJI TANTANG NANA SURYANA Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl RE Martadinata

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUJIAN DAYA HIDUP VIRUS VAKSIN ND (NEWCASTLE DISEASE) YANG TELAH DIENCERKAN DALAM WAKTU PENYIMPANAN YANG BERBEDA RINGKASAN

TEKNIK PENGUJIAN DAYA HIDUP VIRUS VAKSIN ND (NEWCASTLE DISEASE) YANG TELAH DIENCERKAN DALAM WAKTU PENYIMPANAN YANG BERBEDA RINGKASAN Temu Teknis Fungsional Non Penelid 2001 TEKNIK PENGUJIAN DAYA HIDUP VIRUS VAKSIN ND (NEWCASTLE DISEASE) YANG TELAH DIENCERKAN DALAM WAKTU PENYIMPANAN YANG BERBEDA NANA SURYANA Balai Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) DARMINTO, S. BAHRI, dan N. SURYANA Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor16114,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER

EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER (Effectiveness of Hydroted Sodium Calcium Aluminosilicate to Reduce Aflatoxin Residue

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Newcastle Disease (ND) disebut juga dengan penyakit Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini ditemukan hampir diseluruh

Lebih terperinci

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL NATIVE VIRUS CHALLENGE TEST AGAINST VACCINATED CHICKENS WITH COMMERCIAL ACTIVE AND INACTIVE IBD

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ZEOLIT KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT AFLATOKSIN (UJI IN VITRO)

EFEKTIVITAS ZEOLIT KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT AFLATOKSIN (UJI IN VITRO) EFEKTIVITAS ZEOLIT KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT AFLATOKSIN (UJI IN VITRO) Binder Capacity of Commercial Zeolites to Aflatoxin (In Vitro Study) SRI RAHMAWATI Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E.

Lebih terperinci

VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE SECARA LATERAL PADA AYAM PEDAGING : PENGARUH RASIO DAN DENSITAS

VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE SECARA LATERAL PADA AYAM PEDAGING : PENGARUH RASIO DAN DENSITAS VAKSINASI NEWCASTLE DISEASE SECARA LATERAL PADA AYAM PEDAGING : PENGARUH RASIO DAN DENSITAS DARMINTO Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O.Box 52, Bogor 16114, Indonesia (Diterima dewan

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS BAHAN PENGIKAT MIKOTOKSIN (UJI IN VITRO)

EFEKTIFITAS BAHAN PENGIKAT MIKOTOKSIN (UJI IN VITRO) EFETIFITAS BAHAN PENGIAT MIOTOSIN (UJI IN VITRO) (Effectifity of Toxin Binder (In Vitro Study)) SRI RACHMAWATI Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114 ABSTRACT Mycotoxin

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Efek Aflatoksin B1 (AFB1) pada Embrio Ayam

Efek Aflatoksin B1 (AFB1) pada Embrio Ayam Efek Aflatoksin B1 (AFB1) pada Embrio Ayam SJAMSUL BAHRI 1, R. WIDIASTUTI 1 dan Y. MUSTIKANINGSIH 2 1 Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16151 2 Universitas Nasional, Jl. Sawo Manila, Pasarminggu,

Lebih terperinci

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 11 (2), September 2013: 79-83 ISSN 1693-8828 Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta W. Suwito 1, Supriadi 1, E.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer Proteksi terhadap Virus Avian Influenza Subtipe H5N1

Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer Proteksi terhadap Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 INDRIANI et al.: Deteksi respon antibodi dengan uji hemaglutinasi inhibisi dan titer proteksi terhadap virus avian influenza subtipe H5N1 Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian 30 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai bulan Maret 2009 di kandang blok B (unggas) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, analisa bahan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.)

RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) SKRIPSI RESPON TITER ANTIBODI PASCAVAKSINASI AVIAN INFLUENZA PADA AYAM YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) OLEH: RIA EFITA 11081200238 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN

Lebih terperinci

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005 Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum (Performance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

Lokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan

Lokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan PENETAPAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM DENGAN CARA KROMATOGRAFI LAPISAN TIPIS Siti Djuariah Balai Penelitian Veteriner Bogor PENDAHULUAN Pakan merupakan salah satu faktor penting di dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

RESPON ANTIBODI DAN PROTEKSI VAKSIN INAKTIF INFECTIOUS BRONCHITIS ISOLAT LOKAL PADA AYAM PETELUR

RESPON ANTIBODI DAN PROTEKSI VAKSIN INAKTIF INFECTIOUS BRONCHITIS ISOLAT LOKAL PADA AYAM PETELUR RESPON ANTIBODI DAN PROTEKSI VAKSIN INAKTIF INFECTIOUS BRONCHITIS ISOLAT LOKAL PADA AYAM PETELUR RISA INDRIANI dan DARMINTO Balai Penelitian Veteriner Jalan RE. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114,

Lebih terperinci

Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur

Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur BAHRI et al.: Cemaran aflatoksin pada bahan pakan dan pakan di beberapa daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa

Lebih terperinci

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta ABSTRACT This research was conducted to investigate the effect

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang percobaan PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian terapan dengan metode eksperimen. Penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan April 2014. Sampel diambil dari itik dan ayam dari tempat penampungan unggas, pasar unggas dan peternakan

Lebih terperinci

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II (COMPARISON OF NEWCASTLE DISEASE ANTIBODIES TITRE IN LAYER PHASE I AND II) Saiful Akbar 1, Ida Bagus Komang Ardana 2,

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3.

SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3. SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3. 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner, 3 Lab Patologi Klinik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Denpasar, 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Made Wirtha dan Ibu dr. Ni Putu Partini Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal L. HARDI PRASETYO dan T. SUSANTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Diterima dwan redaksi 23 Juli

Lebih terperinci

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Effectiveness of Various Probiotics Product on the Growth and Production of Quail (Coturnix

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016 sampai 28 November 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Respons Antibodi Sekunder Terhadap Penyakit Tetelo pada Ayam Petelur Pascavaksinasi Ulangan dengan Vaksin Tetelo Aktif

Respons Antibodi Sekunder Terhadap Penyakit Tetelo pada Ayam Petelur Pascavaksinasi Ulangan dengan Vaksin Tetelo Aktif Jurnal Veteriner September 2016 Vol. 17 No. 3 : 331-336 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.3.331 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK (Isolation and Identification of Avian Influenza Virus from Ducks) HARIMURTI NURADJI, L. PAREDE dan R.M.A. ADJID Balai Besar Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Abdul Azis, Anie Insulistyowati, Pudji Rahaju dan Afriani 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN 2000-2005 NUR K. HIDAYANTO, IDA L. SOEDIJAR, DEWA M.N. DHARMA, EMILIA, E. SUSANTO, DAN Y. SURYATI Balai Besar Pengujian Mutu

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya ABSTRAK Vaksin Infectious Bursal Disease (IBD) dilaporkan menyebabkan kerusakan pada bursa Fabricius setelah vaksin. Kerusakan pada bursa Fabrisius ini menyebabkan gangguan pada organ imun hospes sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan adalah daun tapak liman (E. scaber) diperoleh dari lapangan Dukuhwaluh, Purwokerto; untuk uji aktivitas anti virus digunakan telur

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) (Method Development of Aflatoxin B 1 Residue in Liver Chicken by Enzyme Linked Immunosorbent

Lebih terperinci

PENGARUH AFLATOKSIN B1 TERHADAP KANDUNGAN KALSIUM DAN MAGNESIUM DALAM SERUM ITIK

PENGARUH AFLATOKSIN B1 TERHADAP KANDUNGAN KALSIUM DAN MAGNESIUM DALAM SERUM ITIK PENGARUH AFLATOKSIN B1 TERHADAP KANDUNGAN KALSIUM DAN MAGNESIUM DALAM SERUM ITIK (The Effect of Aflatoxin B1 (AFB1) Consumption on the Consentration of Calcium (Ca) and Magnesium (Mg) in the Serum of Ducks)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan Bahan pakan merupakan suatu bahan makanan ternak yang dapat diberikan kepada ternak secara langsung maupun melalui proses

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004 PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52 64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs

Lebih terperinci

Respon Pertumbuhan dan Efisiensi Produksi Ayam Broiler yang Mendapat Perlakuan Perbedaan Frekuensi Penaburan Zeolit pada Alas Litter

Respon Pertumbuhan dan Efisiensi Produksi Ayam Broiler yang Mendapat Perlakuan Perbedaan Frekuensi Penaburan Zeolit pada Alas Litter Respon Pertumbuhan dan Efisiensi Produksi Ayam Broiler yang Mendapat Perlakuan Perbedaan Frekuensi Penaburan Zeolit pada Alas Litter Freddy Pattiselanno 1 dan Sangle Y. Randa 2 1 Program Studi Produksi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C. 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C. Crassa terhadap Populasi Bakteri dalam Ileum Ayam Broiler yang dipelihara pada Kondisi Panas dilaksanakan

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower. Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 77-81 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower Dede Risnajati Jurusan

Lebih terperinci

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (3): 150-155 ISSN 1410-5020 Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging The Best Timing

Lebih terperinci

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak sehingga tanggap kebal dapat ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap

Lebih terperinci

AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES A, NENENG A, N M RIA ISRIYANTHI. Unit Uji Bakteriologi

AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES A, NENENG A, N M RIA ISRIYANTHI. Unit Uji Bakteriologi EFEKTIFITAS VAKSIN INFECTIOUS CORYZA TERHADAP STATUS KEKEBALAN PADA PRE-VAKSINASI AYAM KAMPUNG, PRE- VAKSINASI DAN PASCA-VAKSINASI AYAM PETELUR DI 5 PROPINSI INDONESIA AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Gianyar, 11 Nopember 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Ketut Ardika dan Ibu Ni Wayan Suarni. Penulis menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL

SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL SRI RACHMAWATI, ZAINAL ARIFIN, dan PADERI ZAHARI Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi peternakan ayam dan mewakili sekitar 70% dari seluruh biaya produksi. Upaya untuk menghasilkan pakan

Lebih terperinci

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition) UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition) SYAEFURROSAD, NENENG A, DAN NM ISRIYANTHI Balai Besar Pengujian Mutu dan

Lebih terperinci

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU Profile of Antibody Titre Against Newcastle Disease (ND)

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS EFFECT OF EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DOSAGE ADDED IN DRINKING WATER ON BODY WEIGHT OF LOCAL CHICKEN

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN (Performance of Duck Based on Small, Big and Mix Groups of Birth Weight) KOMARUDIN 1, RUKIMASIH 2 dan P.S. HARDJOSWORO

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan tepung buah pare dan rumput laut dalam ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari

Lebih terperinci

tentang Prinsip-prinsip Pembuatan Kandang dan Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Macam-macam Kandang. Modul empat, membahas materi Sanitasi dan

tentang Prinsip-prinsip Pembuatan Kandang dan Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Macam-macam Kandang. Modul empat, membahas materi Sanitasi dan ix S Tinjauan Mata Kuliah ejalan dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk Indonesia juga semakin bertambah, diikuti oleh meningkatnya pendapatan dan tingkat pendidikan, maka kebutuhan dan kesadaran konsumsi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A dan Blok C, serta Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta ABSTRACT This research was conducted to investigate

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2011 hingga Januari 2012. Pemeliharaan ayam, vaksinasi dan pelaksanaan uji tantang serta pengamatan gejala klinis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU Profile Of Antibody Titre Against and Avian Influenza (AI) and Newcastle

Lebih terperinci

STUDI KEPEKAAN BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) TERHADAP VIRUS NEWCASTLE DISEASE GALUR VELOGENIK ISOLAT LOKAL

STUDI KEPEKAAN BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) TERHADAP VIRUS NEWCASTLE DISEASE GALUR VELOGENIK ISOLAT LOKAL STUDI KEPEKAAN BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) TERHADAP VIRUS NEWCASTLE DISEASE GALUR VELOGENIK ISOLAT LOKAL DARMINTo dan SJAMSUL BAHRI BalaiPenelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151

Lebih terperinci