BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Dosis Energi Laser Nd:YAG Q-Switch

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Dosis Energi Laser Nd:YAG Q-Switch"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Dosis Energi Laser Nd:YAG Q-Switch Hasil karakterisasi dari dosis energi laser Nd:YAG Q-Switch disajikan pada Tabel 4.1. Karakterisasi dosis energi yang berupa kerapatan energi (energy density) didapatkan dari pengukuran energi pulsa tunggal dengan photodetector dalam satuan milijoule. Hasil rata-rata pengukuran energi pulsa tunggal dibagi dengan besarnya diameter berkas pada burn paper. Hasil karakterisasi dosis energi laser Nd:YAG Q-Switch adalah kerapatan energi (energy density) dan kerapatan daya (power density) disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil karakterisasi dosis energi laser Nd:YAG TEGANGAN RATA- RATA DIAMETER DOSIS PUMPING ENERGI BERKAS ENERGI (VOLT) (mj) (mm) (mj/cm^2)

2 45 Hasil karakterisasi output energi laser Nd:YAG Q-Switch ditampilkan pada Tabel 4.2, sedangkan hasil output diameter yang dihasilkan pada burn paper disajikan pada pada Tabel 4.3. Mode yang dihasilkan pada penelitian ini adalah TEM 00. Gambar 4.1. menunjukkan hasil karakterisasi output panjang gelombang laser Nd:YAG Q-Switch pada burn paper yang memiliki panjang gelombang 1064 nm dengan repetition rate 10 Hz dan waktu selama 10 sekon. Tegangan pumping yang digunakan pada penelitian ini adalah volt dengan rentang 10 volt. Tabel 4.2 Hasil karakterisasi output energi laser Nd:YAG Q-Switch TEGANGAN PUMPING ENERGI KELUARAN (mj) ULANGAN KE- RATA- RATA ENERGI KELUARAN (mj) 560 5,4 5,5 5,8 5,3 5,3 5, ,5 7,6 7,7 7,5 7,5 7, ,1 10,2 10,1 9,8 9,7 9, ,1 12,2 12, , ,7 15,2 14,6 14,9 14,8 14, ,6 18,4 18,8 18,3 18,6 18, ,6 21,7 21,9 21,5 21,6 21, ,1 25,7 25,7 25,9 25,8 25, ,2 31,5 30,5 30,6 30,9 30, ,8 34,5 35,5 35,8 34,9 35, ,5 38,7 39,5 39,2 39,5 39, ,6 44,9 44,9 44,8 45,2 44, ,8 48,7 48,5 48,7 48, ,7 54,4 54,6 55,5 55,4 54, ,2 59,4 59,4 60,8 59,8 59, ,2 64,8 64,1 64,9 64,5 64, , ,1 69,4 69,2 69, ,1 74,6 75,8 75,2 74,4 74, ,7 81,9 81,4 81,9 82,3 81,8

3 46 Pada Tabel 4.3 menunjukkan hasil diameter karakterisasi output energi laser Nd:YAG Q-Switch dengan menggunakan burn paper, pengukuran energi pada laser Nd:YAG Q-Switch untuk setiap tegangan pumping dan penembakan laser pada burn paper masing-masing sebanyak 5 kali. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) (m) (n) (o) (p) (q) (r) (s) Gambar 4.1. Berkas laser Nd:YAG Q-Switch pada burn paper Keterangan : dengan tegangan pumping sebesar (a) 560 V, (b) 570 V, (c) 580 V, (d) 590 V, (e) 600 V, (f) 610 V, (g) 620 V, (h) 630 V, (i) 640 V, (j) 650 V, (k) 660 V, (l) 670 V, (m) 680 V, (n) 690 V, (o) 700 V, (p) 710 V, (q) 720 V, (r) 730 V, (s) 740 V. Berdasarkan paparan di atas, maka penelitian ini mengambil 3 dosis yaitu 13,91 J/cm², 21,19 J/cm² dan 41,68 J/cm², hal ini didasarkan pada penelitian sebelumya yaitu Arianto (2003) melaporkan bahwa pada output energi laser 80, 120, dan 160 mj, morfologi struktur permukaan dentin berubah membentuk permukaan yang ireguler, terjadi porositas, retakan, goresan, kawah, serta bagian dentin yang meleleh/ablasi dan Apsari (2009) memaparkan bahwa pada energi keluaran 102,3 mj dan repetition rate 10 Hz efek yang terjadi pada enamel berupa

4 47 lubang. Pada energi keluaran 133,3 mj dengan pemfokusan pada repetition rate 20 Hz akibat yang ditimbulkan paparan laser Nd:YAG tanpa Q-switch (WQS) enamel mengalami keretakan. Penelitian ini diharapkan mampu melengkapi informasi ilmiah yang sudah dilaporkan oleh kedua peneliti tersebut. Tabel 4.3 Hasil diameter karakterisasi output energi laser Nd:YAG Q-Switch dengan menggunakan burn paper TEGANGAN DIAMETER (mm) RATA- LUAS DELTA PUMPING ULANGAN KE- RATA BERKAS (volt) (mj) (mm²) 560 0,09 0,09 0,09 0,1 0,1 0,094 0,01 0, ,04 0,04 0,05 0,05 0,04 0,044 0,01 0, ,05 0,06 0,05 0,04 0,04 0,048 0,01 0, ,06 0,05 0,05 0,06 0,05 0,054 0,01 0, ,05 0,06 0,06 0,04 0,07 0, , ,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,01 0, ,05 0,09 0,1 0,06 0,06 0,072 0,01 0, ,05 0,04 0,04 0,06 0,04 0,046 0,01 0, ,05 0,05 0,04 0,05 0,06 0,05 0,01 0, ,04 0,05 0,04 0,04 0,05 0,044 0,01 0, ,06 0,06 0,05 0,05 0,06 0,06 0,01 0, ,06 0,06 0,06 0,09 0,07 0,068 0,01 0, ,04 0,06 0,06 0,04 0,05 0,05 0,01 0, ,08 0,06 0,06 0,05 0,07 0,064 0,01 0, ,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,01 0, ,06 0,04 0,04 0,05 0,05 0,048 0,01 0, ,06 0,05 0,05 0,04 0,06 0,052 0,01 0, ,05 0,05 0,06 0,05 0,05 0,052 0,01 0, ,04 0,04 0,05 0,06 0,06 0,05 0,01 0, Analisis Kerusakan dengan Menggunakan Uji FESEM EDAX Setelah dentin diberi paparan laser Nd:YAG dengan berbagai dosis energi yaitu 13,91 J/cm², 21,19 J/cm², dan 41,68 J/cm² kemudian dilakukan uji FESEM EDAX yang dilapisi emas selama 1-3 menit, uji ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan dari morfologi permukaan dentin setelah paparan laser. Hasil dari uji ini disajikan dalam Gambar 4.2.

5 48 a b b lelehan c d lelehan Gambar 4.2 Morfologi dentin gigi dari hasil FESEM-EDAX a. Dentin sebelum terpapar laser Nd:YAG Q-Switch tidak ada efek b. Dentin setelah terpapar laser Nd:YAG Q-Switch pada dosis energi 13,91 J/cm² efek yang terjadi : retak) c. Dentin setelah terpapar laser Nd:YAG Q-Switch pada dosis energi 21,19 J/cm² efek yang terjadi berupa lubang dan terdapat lelehan) d. Dentin setelah terpapar laser Nd:YAG Q-Switch pada dosis energi 41,68 J/cm² efek yang terjadi berupa lubang dan terdapat lelehan

6 49 Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa setelah paparan laser Nd:YAG Q-Switch dengan berbagai variasi dosis menunjukkan bahwa morfologi permukaan dentin strukurnya berubah dengan adanya retakan, terjadi lubang dengan diameter yang kecil sampai yang besar. Dari Gambar 4.3 (a) dapat dijelaskan bahwa tidak ada efek yang terjadi pada dentin ketika dentin tersebut tidak disinari dengan laser Nd: YAG sedangkan dari Gambar 4.3 (b) dentin setelah terpapar laser Nd:YAG Q-Switch pada dosis energi 13,91 J/cm² efek yang terjadi berupa retakan dan tidak terjadi efek lubang maupun lelehan pada permukaan dentin. Gambar 4.3 (c) dan Gambar 4.3 (d) dentin setelah terpapar laser Nd:YAG Q-Switch pada dosis energi 21,19 J/cm² dan dosis energi 41,68 J/cm² efek yang terjadi pada keduanya ialah efek berupa lubang dan terdapat lelehan. Peristiwa terjadinya lubang pada dentin dikarenakan peristiwa optical breakdown yang terjadi ketika laser dengan daya yang berkekuatan tinggi difokuskan, pembentukan lubang merupakan indikator terjadinya kerusakan pada dentin. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang dilaporkan oleh Arianto (2003) yang menyatakan adanya efek lubang dan retak pada dentin namun pada pelitian tersebut tidak menjelaskan apakah paparan laser Nd:YAG menggunakan Q-Switch sedangkan Apsari dan Ike (2009) melaporkan adanya efek lubang, lelehan dan retakan pada enamel akibat paparan laser Nd:YAG Q-Switch sehingga penelitian ini melengkapi informasi ilmiah yang sudah dilaporkan oleh ketiga peneliti tersebut.

7 50 Berdasarkan morfologi dentin gigi dengan menggunakan FESEM-EDAX munculnya lelehan pada dentin akibat paparan laser Nd:YAG Q-Switch menunjukkan adanya efek fototermal pada dentin dengan suhu yang melebihi >300 C (Neims, 2007). Kemampuan untuk melehkan dentin dan mengurangi diameter atau menutup dentin tubuli dapat menjadikan laser sebagai piranti yang potensial dalam rangka aplikasi klinis seperti: mengurangi hipersentivitas dentin akibat denaturalisasi protein pada cairan dentin tubuli, sterilisasi permukaan dentin karena mencegah invasi bakteri dan memberi rangsang bagi pembentukan dentin baru seperti pada terapi pulp capping (Arianto, 2003) Dari uji FESEM-EDAX dapat diketahui unsur-unsur apa saja yang terkandung di dalam dentin karena penelitian ini difokuskan pada hidroksiapatit (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ) maka dari Tabel 4.4 berikut dapat dilihat unsur-unsur penyusun hidroksiapatit dan hasil uji FESEM-EDAX disajikan pada Lampiran 3 sampai Lampiran 6.

8 51 Tabel 4.4 Persentase unsur penyusun hidroksiapatit Laser Nd:YAG Unsur % Berat % Atom sebelum disinari laser disinari laser Nd:YAG 13,91 J/cm² disinari laser Nd:YAG 21,19 J/cm² disinari laser Nd:YAG 41,68 J/cm² C 14,99 33,75 O 16,54 27,96 P 11,21 9,79 Ca 38,42 25,92 C 3,83 7,67 O 35,63 53,58 P 13,66 10,61 Ca 46,88 28,14 C 6,28 15,95 O 19,04 36,28 P 12,11 11,92 Ca 43,18 32,85 C 6,49 15,33 O 24,06 42,68 P 10,90 9,99 Ca 40,37 28,58 Dari Tabel 4.8 diketahui berapa % dari unsur-unsur penyusun dari hidroksiapatit yaitu unsur Ca, O, P, dan C, dari hasil uji FESEM-EDAX juga dapat dihitung berapa rasio molaritas Ca dan P dengan menggunakan persamaan Adapun perhitungan secara rinci disajikan pada Lampiran 7. Dentin tanpa disinari laser Nd:YAG

9 52 Berdasarkan analisis rasio Ca/P dapat digambarkan pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Persentase unsur HA dengan berbagai variasi dosis energi Dosis energi J/cm² Rasio Ca/P 0 2,64 13,91 2,66 21,19 2,76 41,68 2,87 Untuk mengetahui pengaruh dari paparan laser Nd:YAG Q-Switch terhadap rasio Ca/P maka dibuat diagram hubungan antara dosis energi terhadap rasio Ca/P disajikan pada Gambar 4.3. rasio HA Diagram Dosis Energi terhadap rasio HA dosis energi (J/cm²) Gambar 4.3 Diagram dosis energi terhadap rasio Ca/P Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa rasio Ca/P akan semakin meningkat dengan seiringnya bertambahnya dosis energi. Hal ini menunjukkan sinar laser Nd:YAG cukup banyak diserap oleh HA dentin, sebagian besar sinar laser Nd:YAG Q-Switch ditransmisikan ke dentin dan hanya kurang dari 1% yang langsung ditransmisikan ke pulpa dan tidak tergantung dari ketebalan dentin tetapi

10 53 oleh absorbsi jaringan. Oleh karena itu keamanan pulpa dalam hal ini dapat dipertahankan sehingga radiasi sinar laser Nd:YAG tidak membahayakan pulpa selama energi yang digunakan tidak melebihi batas modifikasi fisik dari Nd:YAG yaitu di bawah 200 mj sehingga laser Nd:YAG cocok sebagai piranti terapi (White et all, 1995). 4.3 Analisis Kerusakan dengan Menggunakan Uji Vickers Hardnes Setelah sampel yaitu dentin gigi diberi paparan laser Nd-YAG Q-Switch kemudian dilakukan pengukuran tingkat kekerasan dengan menggunakan alat Vickers Microhardness Test dengan pembebanan 300 gf. Data yang diperoleh dari hasil eksperiment berupa nilai D₁ (diagonal 1), D₂ (diagonal 2), dan VNH (nilai kekerasan) yang telah tertera pada alat. Nilai VHN dilakukan pada titik yang berbeda yang ditunjukkan pada lampiran. Nilai dari kekerasan dari masing-masing sampel ditunjukkan pada Tabel 4.6. Hasil uji Vickers Hardness disajikan pada Lampiran 8. Tabel 4.6 Hasil uji Vickers Hardnest Laser Nd:YAG sebelum disinari Laser disinari laser 13,91 J/cm² disinari laser 21,19 J/cm² disinari laser 41,48 J/cm² D₁ (mm) D₂ (mm) HVN (kgf/mm²) 122,2 140,5 32,2 120, ,6 125, ,2 122,4 123,8 36,7 108,8 121,1 42,1 122,4 121,7 37,3 99,9 112,1 49,5 95,7 127,4 49,7 94,1 124,7 46,5 71,6 90,8 84,4 72,5 85,7 88,9 78,2 82,3 86,4 Rata-rata (kgf/mm²) 32,3 38,7 46,9 86,6

11 54 Untuk mengetahui pengaruh dari paparan laser Nd:YAG Q-Switch terhadap sifat kekerasan maka dibuat diagram hubungan antara dosis energi terhadap nilai kekerasan berdasarkan Tabel 4.6 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.4. Diagram Dosis Energi terhadap kekerasan kekerasan (kgf/mm²) dosis energi (J/cm²) Gambar 4.4 Diagram dosis energi terhadap kekerasan Berdasarkan Gambar 4.4 yaitu perhitungan nilai kekerasan dentin akibat paparan laser Nd:YAG Q-Switch mennunjukkan adanya perubahan. Dengan dosis energi yang semakin meningkat akibat paparan laser Nd:YAG Q-Switch menghasilkan nilai kekerasan yang akan semakin meningkat pula hal ini dikarenakan pada saat radiasi laser Nd:YAG Q-Switch terjadi efek panas yang instan akibat pemanasan laser yang mencapai sedikitnya 650 C atau lebih tinggi 1000 C yang menyebabkan evaporasi air dan matriks organik yang kemudian terjadi solidifikasi yang cepat. Kristal kalsium fosfat akan mengalami rekristalisasi dan tumbuh menjadi lebih besar. Meningkatnya kristalisasi dentin akibat panas paparan laser Nd:YAG akan meningkatkan pula kekerasan dari dentin hal ini dimungkinkan karena tumbuhnya kristal-kristal HA menjadi lebih

12 55 besar dan adanya panas dari paparan laser Nd:YAG yang begitu tinggi sehingga dentin akan lebih tahan terhadap asam dan kerusakan gigi (Arianto, 2003). Hal ini menunjukkan adanya efek fototermal pada dentin. Hasil uji kekerasan mikro menunjukkan adanya peningkatan kekerasan mikro permukaan dentin dengan berbagai dosis energi. Nilai kekerasan pada dentin setelah radiasi terlihat cukup besar disebabkan karena laser menyebabkan perubahan tekstur permukaan dentin menjadi lebih kasar, tidak homogen sehingga mengakibatkan identasi yang lebih bervariasi (Apsari, 2009). Selain yang disebutkan diatas sampel dentin gigi yang digunakan juga dipengaruhi oleh umur dan kondisi gigi itu sendiri, karena mineral hidroksiapatit paling banyak terdapat pada dentin. Pada penelitian ini usia gigi yang digunakan sebagai sampel antara 13 sampai 19 tahun, dari penelitian yang dilakukan Purwanto (2002) analisa mineral berdasarkan usia menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan mineral hidroksiapatit dan fluor apatit serta menurunnya kalsium fosfat hidrat, sedangkan hasil analisis berdasarkan kondisi menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan mineral hiroksiapatit dan fluor apatit serta meningkatnya kalsium fosfat hidrat pada material gigi tidak normal (rusak) dibandingkan dengan material gigi normal. 4.4 Analisis Kerusakan dengan Menggunakan Uji XRD Hasil uji XRD tersaji dalam bentuk spektrum dan tabel, pola difraksi berupa spektrum hasil uji XRD memberikan informasi mengenai sudut-sudut yang terjadinya difraksi pada atom-atom bahan (2θ) pada sumbu horizontal dan

13 56 besar intensitas yang dihasilkan pada sumbu verikal. Tabel memberikan informasi data mengenai 2θ dan intensitas yang berupa angka. Hasil uji XRD pada dentin akan ditunjukkan pada Gambar 4.5 sampai sampai Gambar 4.8. Yuni_sample1_ Lin (Cps) Theta - Scale Yuni_sam ple1_ File: Yuni_sam ple1_ raw - Type: 2Th/T h lock ed - Start: End: Step: Step tim e: 1. s - T em p. : 25 C (R oom ) - T im e Started: 0 s - 2-T het a: Operations: Im port (C) - H ydroxylapatite, syn - Ca10(PO4)6(OH )2 - Y: % - d x by: 1. - W L: I/Ic PD F (I) - Whit lock ite, sy n - C a3(po 4)2 - Y: % - d x by: 1. - WL: Gambar 4.5 Spektrum hasil uji XRD dentin sebelum penyinaran setelah searching Yuni_Sample2_ Lin (Cps) Theta - Scale Yuni_Sam ple2_ File: Yuni_Sam ple2_ raw - Type: 2Th/T h loc ked - St art: End: Step: Step tim e: 1. s - T em p.: 25 C (R oom ) - Tim e Started: 0 s - 2-T heta: Operations: Im port (C) - H ydroxylapatite, syn - Ca10(PO4)6(OH )2 - Y: % - d x by: 1. - W L: Hex agonal - I/Ic PDF S-Q 48.2 % (C) - F luorapatite - C a4.895(po4)2.995cl. 23F.77(OH ).35 - Y: % - d x by : 1. - W L: H ex agonal - I/Ic PD F 1. - S-Q 51.8 % - Gambar 4.6 Spektrum hasil uji XRD dentin setelah penyinaran setelah searching pada dosis energi 13,91 J/cm²

14 57 Yuni_Sample3_ Lin (Cps) Theta - Scale Yuni_Sam ple3_ File: Yuni_Sam ple3_ raw - Type: 2Th/T h loc ked - St art: End: Step: Step tim e: 1. s - T em p.: 25 C (R oom ) - Tim e Started: 0 s - 2-T heta: Operations: Im port (C) - H ydroxylapatite, syn - Ca10(PO4)6(OH )2 - Y: % - d x by: 1. - W L: I/Ic PD F S-Q 48.2 % (C) - F luorapatite - C a4.895(po4)2.995cl. 23F.77(OH ).35 - Y: % - d x by : 1. - W L: I/Ic PD F 1. - S-Q 51.8 % - Gambar 4.7 Spektrum hasil uji XRD dentin setelah penyinaran setelah searching pada dosis energi 21,19 J/cm² Yuni_Sample4_ Lin (Cps) Theta - Scale Yuni_Sam ple4_ File: Yuni_Sam ple4_ raw - Type: 2Th/T h loc ked - St art: End: Step: Step tim e: 1. s - T em p.: 25 C (R oom ) - Tim e Started: 0 s - 2-T heta: Operations: Im port (C) - H ydroxylapatite, syn - Ca10(PO4)6(OH )2 - Y: % - d x by: 1. - W L: Hex agonal - I/Ic PDF S-Q 48.2 % (C) - F luorapatite - C a4.895(po4)2.995cl. 23F.77(OH ).35 - Y: % - d x by : 1. - W L: H ex agonal - I/Ic PD F 1. - S-Q 51.8 % - Gambar 4.8 Spektrum hasil uji XRD dentin setelah penyinaran setelah searching pada dosis energi 41,68 J/cm²

15 58 Hasil pencocokan (search match) dengan JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standart) dapat dilihat pada Gambar 4.5 sampai 4.8. Dari data output XRD setelah seach match pada Lampiran 9 sampai dengan 12 dan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan 2.15 didapatkan besarnya persentase senyawa (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ) dengan hasil seperti disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Persentase senyawa Hidroksiapatit dengan dosis energi Dosis energi J/cm² % kristalinitas HA , , , Untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis energi terhadap persentase senyawa hidroksiapatit maka dibuat diagram hubungan antara dosis energi terhadap persentase senyawa hidroksiapatit berdasarkan Tabel 4.7 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.9. persentase senyawa HA Diagram Dosis Energi terhadap Persentase Senyawa HA dosis energi (J/cm²) Gambar 4.9 Diagram dosis energi terhadap persentase senyawa HA

16 59 Berdasarkan data kristalografi (ICSD) struktur kristal [Ca 10 (PO 4 ) 6 ](OH) 2 pada lampiran berbentuk heksagonal dengan parameter kisi a = b c. Nilai parameter kisi kristal hidroksiapatit dihitung menurut Persamaan dan hasil perhitungannya pada lampiran 9. Tabel 4.8. Parameter kisi dengan dosis energi Dosis Energi Parameter J/cm² Ǻ 0 a=b=9,47; c=6,83 13,91 a=b=9,32; c=6,84 21,19 a=b=9,50; c=6,86 41,68 a=b=9,42; c=6,88 Dengan hasil perhitungan pada Tabel 4.3. penyinaran laser Nd:YAG dengan Q-Switch tidak menimbulkan perubahan pada struktur kristal hidroksiapatit tetapi menimbulkan perubahan pada prosentase senyawa hidroksiapatit tersebut. Tidak berubahnya struktur kristal hidroksiapatit ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan pada parameter kisinya. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini durasi pulsa yang dihasilkan sebesar 8 ns. Dengan durasi pulsa yang singkat menyebabkan waktu interaksi antara laser dan jaringan berkurang, membatasi penyebaran panas, dan meminimalkan kerugian pada jaringan sekitar (Rohanizadeh et all, 1999). Waktu interaksi antara laser dan dentin yang singkat yaitu sekitar 9-11 sekon tidak mampu mengubah struktur kristal hidroksiapatit. Sedangkan persentase senyawa hidroksiapatit setelah penyinaran laser Nd-YAG dengan Q-Switch mengalami peningkatan dengan dosis energi yang semakin menghasilkan persentase senyawa hidroksiapatit yang cenderung meningkat akan

17 60 tetapi peningkatannya tidak signifikan. Hal ini diduga dengan dosis energi 13,91 J/cm² sampai 41,68 J/cm² menghasilkan panas dengan suhu yang tidak berbeda jauh sehingga proses dekomposisi mineral kalsium fosfat tidak mengalami perubahan yang signifikan. 4.5 Aplikasi Medis Dalam Kedokteran Gigi Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian. Ada beberapa cara untuk mengelompokkan karies gigi. Walaupun apa yang terlihat dapat berbeda, faktor-faktor risiko dan perkembangan karies hampir serupa. Mula-mula, lokasi terjadinya karies dapat tampak seperti daerah berkapur namun berkembang menjadi lubang coklat. Walaupun karies mungkin dapat saja dilihat dengan mata telanjang, terkadang diperlukan bantuan radiografi untuk mengamati daerah-daerah pada gigi dan menetapkan seberapa jauh penyakit itu merusak gigi. Karies yang akan dibahas pada penelitian ini adalah karies media, karies media adalah karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam dan manis. Lubang yang diakibatkan oleh paparan laser Nd:YAG Q-Switch pada uji FESEM-EDAX diduga bahwa terjadinya karies pada dentin, lubang gigi disebabkan oleh beberapa tipe dari bakteri penghasil asam yang dapat merusak karena reaksi fermentasi karbohidrat

18 61 termasuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Asam yang diproduksi tersebut mempengaruhi mineral gigi sehingga menjadi sensitif pada ph rendah. Sebuah gigi akan mengalami demineralisasi dan remineralisasi. Ketika ph turun menjadi di bawah 5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang luluh dan membuat lubang pada gigi. Dari hasil penelitian dengan menggunakan laser Nd:YAG Q-Switch maka laser Nd:YAG Q-Switch dapat digunakan sebagai terapi dengan modifikasi pemakaian material tambal resin komposit karena resin akan lebih mudah berinfiltrasi menyelimuti HA yang terekspos dan mengadakan retensi pada permukaan yang kasar untuk meningkatkan kuat rekat. Demikian pula modifikasi dengan pemakaian material tambal glass-ionomer adhesives akan dapat memberikan potensi adhesi secara kimiawi karena lebih banyaknya HA pada permukaan dentin (Roulet et all, 2000). Efek lelehan yang terjadi akibat paparan laser Nd:YAG Q-Switch menandakan bahwa laser Nd:YAG Q-Switch dapat mengadakan fusi pada jaringan dentin sehingga dapat memperbaiki bagian dentin yang rusak. Kekerasan mikro dari subsrat dentin mempunyai korelasi dengan komposisi dentin dan kuat rekat geser, kondisi ini menunjukkan bahwa terjadinya adhesi yang baik karena adanya interaksi fisika-kimia dengan kristal HA yang berpenetrasi ke dalam dan di sekeliling serat kolagen. Dan perbandingan Ca/P serta persentase dari HA yang semakin meningkat menandakan bahwa terjadinya remineralisasi pada dentin

19 62 sehingga dentin dapat mampu tahan dari asam. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa paparan laser Nd:YAG Q-Switch dapat dijadikan terapi pada karies media dengan modifikasi pemakaian material tambal resin komposit atau pemakaian material tambal glass-ionomer adhesives. Efek leleh dan lubang akibat paparan laser Nd:YAG Q-Switch diduga terjadinya karies pada dentin.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat terutama pada bidang kedokteran gigi. Cara pengobatan dengan. untuk memungkinkan aplikasi yang lebih aman dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat terutama pada bidang kedokteran gigi. Cara pengobatan dengan. untuk memungkinkan aplikasi yang lebih aman dan efektif. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi yang berbasis laser telah berkembang dengan pesat terutama pada bidang kedokteran gigi. Cara pengobatan dengan menggunakan laser menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Optik dan Laser

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Optik dan Laser BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Optik dan Laser FSAINTEK Unair, pemotongan dilakukan di Bengkel Fisika FSAINTEK Unair, sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur email dan dentin pada gigi merupakan faktor penting terjadinya karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi (Samaranayake,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Pengukuran Nilai Kekerasan Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui besar nilai kekerasan gigi desidui sebelum dan sesudah perendaman pada beberapa

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan pada spesimen adalah sebagai berikut:

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan  pada spesimen adalah sebagai berikut: 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil rata rata pengukuran kekerasan email pada spesimen adalah sebagai berikut: Tabel 5.1. Kekerasan Email Rata-rata Microhardness Kontrol Perlakuan p Konsentrasi xylitol 20%

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L)

KARAKTERISTIK  GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L) KARAKTERISTIK EMAIL GIGI YANG TERPAPAR ASAM SUNTI (Averrhoa bilimbi L) Latar Belakang Provinsi Aceh merupakan penghasil asam sunti yang merupakan bumbu masakan seperti kuah asam keueng, tumeh eungkot sure,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemutihan gigi adalah prosedur yang telah digunakan pada bidang kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin banyak dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN Desain: EKSPERIMENTAL LABORATORIK 4.2. SPESIMEN DAN SAMPEL Spesimen diambil dari gigi yang diekstraksi dari beberapa klinik di Jakarta. Spesimen gigi terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4. CaO bersumber dari cangkang telur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite BAB II TEORI DASAR 1. Hydroxyapatite Apatit adalah istilah umum untuk kristal yang memiliki komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur-unsur yang menempati M, Z dan X ialah: (Esti Riyani.2005) M = Ca, Sr, Ba,

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. KOMPOSISI KALSIUM Hasil rata rata pengukuran komposisi kalsium pada sampel adalah sebagai berikut: Tabel 5. 1. Rata rata komposisi kalsium email Kontrol Perlakuan p Konsentrasi

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan semen gigi yang baik ini bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi sekaligus

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan semen gigi yang baik ini bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi sekaligus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini teknologi untuk memproduksi bahan tambal gigi berkembang cukup pesat. Hal ini memberikan pilihan bagi para dokter gigi untuk menentukan bahan semen

Lebih terperinci

Analisis Puncak Difraksi

Analisis Puncak Difraksi Pertemuan ke-8 Analisis Puncak Difraksi Nurun Nayiroh, M.Si DIFRAKSI SINAR-X ANALISIS PUNCAK DIFRAKSI Keluaran utama dari pengukuran data difraksi serbuk dengan difraktometer adalah sudut 2θ dan intensitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena memiliki kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian terhitung sejak bulan Maret 2015 sampai dengan Mei 2015. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan karena adanya aktivitas suatu jasad renik yang ditandai dengan demineralisasi atau hilangnya mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring pertumbuhan penduduk di dunia yang semakin meningkat, kebutuhan akan sumber energi meningkat pula. Termasuk kebutuhan akan sumber energi listrik. Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk mempertahankan gigi dalam rongga mulut serta mengembalikan keadaan gigi agar dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sebelum dan sesudah perendaman dengan beberapa jenis sediaan susu telah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sebelum dan sesudah perendaman dengan beberapa jenis sediaan susu telah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penilitian Penelitian mengenai perbedaan kekerasan email gigi desidui antara sebelum dan sesudah perendaman dengan beberapa jenis sediaan susu telah dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI II.1 Tinjauan Pustaka Bahan tumpat gigi merupakan material kedokteran gigi yang digunakan untuk menumpat gigi yang telah berlubang. Bahan tumpat gigi yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mulai bulan Maret 2011 sampai bulan November Alat alat yang digunakan dalam peneletian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. mulai bulan Maret 2011 sampai bulan November Alat alat yang digunakan dalam peneletian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Optika dan Aplikasi Laser Departemen Fisika Universitas Airlangga dan Laboratorium Laser Departemen Fisika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian diawali dengan pembuatan sampel untuk uji serapan panjang gelombang sampel. Sampel yang digunakan pada uji serapan panjang gelombang sampel adalah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi kehilangan mineral gigi yang umumnya disebabkan oleh zat asam. Asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis bahan restorasi di bidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia dengan berbagai macam karakteristik, yaitu komposisi, sifat, struktur, kelebihan dan kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah proses penghancuran atau perlunakan dari email maupun dentin. Proses tersebut terjadi karena demineralisasi yang progresif pada jaringan keras dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies atau gigi berlubang merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi baik pada email maupun dentin yang disebabkan oleh metabolisme mikroorganisme dalam plak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa ini

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan BAB 2 BAHAN ADHESIF Salah satu material restorasi yang sering dipakai pada bidang keokteran gigi adalah resin komposit. Bahan resin komposit tersebut berikatan dengan struktur gigi melalui bahan adhesif.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Teknologi bahan restorasi berkembang dari aspek kualitas dan

Lebih terperinci

WULAN NOVIANA ( )

WULAN NOVIANA ( ) PENGARUH VARIASI WAKTU DAN MASSA SINTESIS APATITE DARI TULANG SAPI MENGGUNAKAN METODE GELOMBANG MIKRO DAYA 900 WATT WULAN NOVIANA (2710100097) DOSEN PEMBIMBING: YULI SETIYORINI ST, M.Phil L/O/G/O Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi desidui berada pada rongga mulut dalam waktu yang singkat tetapi ketika terjadi karies, gigi desidui perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak produk-produk yang menawarkan makanan dan minuman secara instant. Promosi dari masing-masing produk tersebut telah menarik pembeli terutama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan analisis struktur kristal semen gigi seng oksida eugenol untuk mengetahui keterkaitan sifat mekanik dengan struktur kristalnya. Ada lima sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan masalah di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri, jaringan host, substrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan suatu kerusakan jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu mikroorganisme yang ditandai dengan demineralisasi

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Struktur Gigi Desidui Gigi desidui atau lebih dikenal dengan gigi susu adalah gigi yang pertama kali muncul di rongga mulut. Gigi desidui sudah mulai berkembang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN MENGGUNAKAN X-RAY FLUORESCENCE

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai  , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat mengenai email, dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

MODIFIKASI SERAT IJUK DENGAN RADIASI SINAR γ SUATU STUDI UNTUK PERISAI RADIASI NUKLIR

MODIFIKASI SERAT IJUK DENGAN RADIASI SINAR γ SUATU STUDI UNTUK PERISAI RADIASI NUKLIR Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.1, 2006: 4 9 MODIFIKASI SERAT IJUK DENGAN RADIASI SINAR γ SUATU STUDI UNTUK PERISAI RADIASI NUKLIR Mimpin Sitepu 1, Evi Christiani S. 2 Manis Sembiring 1, Diana Barus 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan baru di berbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian anodizing pada aluminium seri 1xxx, maka diperoleh data-data pengujian yang kemudian dijabarkan melalui beberapa sub-sub pembahasan dari masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu kedokteran gigi restoratif memiliki tujuan utama untuk mengembalikan dan mempertahankan kesehatan gigi melalui perawatan restoratif yang adekuat guna melindungi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian terhidung sejak bulan Juni 2013 sampai dengan

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian terhidung sejak bulan Juni 2013 sampai dengan 29 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian terhidung sejak bulan Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yaitu di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Rancangan kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat merupakan protesa permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa untuk menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi (Shilingburg dkk., 1997).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi terjadinya karies di Indonesia masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia sebesar 4,6, yang memiliki

Lebih terperinci