BAB II DESKRIPSI LURIK DAN OBJEK PENELITIAN. maupun dalam aktifitas sehari hari. Batik dikenal luas hingga ke mancanegara sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DESKRIPSI LURIK DAN OBJEK PENELITIAN. maupun dalam aktifitas sehari hari. Batik dikenal luas hingga ke mancanegara sebagai"

Transkripsi

1 BAB II DESKRIPSI LURIK DAN OBJEK PENELITIAN A. DESKRIPSI LURIK Berbicara budaya pakaian jawa,masyarakat luas hanya mengenal kain batik yang menjadi cirri khas yang telah melekat sejak dulu sehingga ketika menyebutkan batik akan terlekat akan pakaian khas masyarakat jawa yang di gunakan baik dalam kegiatan resmi maupun dalam aktifitas sehari hari. Batik dikenal luas hingga ke mancanegara sebagai nilai nilai filosofi masyarakat jawa dengan berbagai macam motif dan coraknya, namun seakan terlupakan bahwa selain batik ada satu lagi kain khas jawa yang sebenarnya juga di kenal sebagai ciri khas masyarakat jawa. Lurik ialah sebuah kain tenun yang motifnya di dominasi dengan lerek lerek atau garis garis. Corak garis garis searah panjang sehelai kain disebut dengan istilah lajuran, dan yang searah lebar kain di sebut pakan malang, sedangkan corak kotak kotak kecil di sebut dengan istilah cacahan, ketiga corak tersebut di jawa tengah dan jawa timur di sebut lurik.sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, lurik di artikan kain tenun yang coraknya berjalur jalur. Selain itu, masih banyak lagi motif lain kain lurik, di antaranya Tuluhwatu, Kembang Bayem, Pring Sedapur, Pletek Jarak, Lintang Kumelap, Kembang Tela, Sulur Ijo, Sulur

2 Ringin, Konang Sekebon, Dam daman, Semut Gatel Mubal, Yuyu Sekandang, Gambang Suling dan Kembang Benguk. Kain tenun lurik merupakan salah satu benda budaya karena di miliki oleh suatu masyarakat tertentu. Benda ini merupakan wujud fisik dari ide, nilai, maupun norma yang mengatur dan memberi arah bagi masyarakat pada suatu kebudayaan tertentu. Pada awalnya lurik di gunakan masyarakat jawa di pedesaan,namun karena motifnya yang menarik sehingga pihak keraton mengembangkan nya dan di gunakan dalam aktifitas di dalam lingkungan keraton. Dengan tertariknya lurik kedalam lingkungan keraton, membuat munculnya berbagai macam motif baru kain lurik. Dalam aktifitas sehari hari kain lurik di gunakan masyarakat Jawa dalam berbagai aktifitas, bagi kaum pria kain lurik di gunakan sebagai bahan baju dimana di daerah solo di sebut beskap, sedangkan di Yogyakarta di sebut Surjan.sedangkan bagi kaum wanita, lurik sering di buat kebaya dan kadang di gunakan sebagai selendang dalam aktiftas sehari hari. Pembuatan kain lurik sendiri melalui berbagaimacam tahapan, dimana setiap proses tersebut perlu ketelelitian dan keuletan agar kain lurik yang di hasilkan benar benar bagus serta layak di gunakan. Tahapan yang di lalui tersebut terkadang membutuhkan waktu beberapa hari dengan cara cara tradisional tanpa adanya bantuan alat modern, dengan cara tradisional tersebut serta proses yang panjang untuk menjadi sebuah kain lurik, wajar jika harga yang di bayarkan

3 untuk mendapatkan sebuah kain lurik cukup mahal, namun harga tersebut sudah sepantasnya diterima para pengrajin lurik. B. TAHAPAN PEMBUATAN KAIN LURIK Tahapan pertama Proses pewarnaan ialah dimana benang benang sebagai bahan dasar kain lurik di rebus dengan pewarnaan kimia maupun pewarnaan alami, sesuai dengan motif yang akan di buat, dalam prose perebusan ini waktu yang di butuhkan sekitar 3 4 jam, selain itu dalam proses tersebut juga di lakukan pengadukan kain sehingga warna yang di hasilkan merata ke seluruh bagian benang yang di rebus. Tahapan kedua Setelah melalui proses perebusan, benang tersebut di jemur di bawah sinar matahari hingga kering dan dapat di lanjut kan ke proses Klos, waktu yang di perlukan dalam proses penjemuran 1-2 hari tergantung cuaca.

4 Tahapan ketiga Klos ialah tahapan dimana benang yang telah keringdi pintal menajadi gulungan gulungan kecil agar mudah dalam menentukan motif yang akan di buat, proses pengklosan ini menggunakan sebuah alat yang di sebut kletek kayu. Tahapan keempat Proses ini di namakan Sekir (menata benang menjadi motif). Proses ini membutuhkan keahlian khusus serta ketelatenan yang luar biasa. Proses ini merupakan proses yang paling rumit dalam pembuatan kain lurik, dimana seorang penyekir harus menata benangbenang tipis sejumlah 2100 helai benang agar menjadi satu kain dengan motif lurik tertentu selebar 70 cm. Padahal masing-masing motif memiliki rumus yang berbeda, dan kain lurik memiliki puluhan motif, baik motif klasik maupun motif kontemporer. Tahapan kelima Proses ke empat adalah Nyucuk, yaitu memindahkan desain motif ke alat tenun. Setelah motif dasar selesai di tata di alat sekir, kemudian di pindahkan ke alat tenunan. Pada proses ini 2100 helai benang benang tadi di tata dan di masukkan satu per satu ke alat serupa sisir di alat tenun. Pada bagian ini, harus di lakukan oleh dua orang, yang satu memilah benang satu persatu untuk di serahkan pada partnernya, sedangkan satunya menerima dan memasangkan pada alat tenun.

5 Tahapan keenam Dengan menggunakan alat tenun manual atau yang dikenal dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) benang-benang akhirnya ditenun menjadi kain-kain lurik indah penuh makna dan siap di gunakan untuk menjadi sesuatu yang lebih indah. Begitulah proses pembuatan sebuah kain lurik, dari sebuah helaian benang lalu melalui berbagai proses dan tahapan hingga menjadi sebuah kain yang siap di pakai dan di bentuk menjadi sebuah pakaian atau gaun yang modis sehingga menarik oleh setiap mata yang memandang. C. MOTIF KAIN LURIK dalam buku Mengenal lurik,alat tenun bukan mesin Pedan, Klaten, Isbandono Hariyanto membagi lurik menjadi beberapa motif yang dikenal secara luas oelh masyarakat, yaitu : 1. Motif Cacahan : Corak yang terjadi dari persilangan antara corak lanjuran dan corak pakan malang. 2. Motif Lanjuran : Corak lajur yang garis garinya membujur searah benang lungsi 3. Motif Pakan Malang : adalah corak di mana garis garisnya melintang searah benang pakan.

6 4. Motif Tumenggungan : ialah motif yang pada awalnya di khususkan kepada kalangan bangsawan kraton, khususnya tumenggung dari Kraton Surakarta. 5. Motif Bribil : motif yang di ciptakan pada masa pemerintahan Paku Buwono VI di Kraton Surakarta dan hanya boleh di gunakan oleh bangsawan Kraton, motif Bribil terlihat dimana garis garis benang terlihat jelas membujur searah benang lungsi. Motif ini memiliki tata susunan dan lebar lajur lajur satuan kelompok yang sama, namun dengan perpaduan warna benang yang berbeda. 6. Motif Liwatan : dimana setiap bagian terdapat kelompok warna lajur yng berbeda. Pada kedua sisi kain terdapat garis lajur yang mengapit pada kelompok garis variasi yang memiliki tata warna berbeda dengan warna lainnya. 7. Motif Tumbar Pecah : yaitu corak yang terjadi merupakan persilangan corak lajuran dan corak pakan malang. 8. Motif Lasem : ialah dimana garis garis lajur yang memiliki ukuran sama, serta warna yang sama. Dalam motif ini terlihat jelas corak pakan malang yang berfungsi sebagai rumpal. 9. Motif Telu pat : ialah motif yang di ciptakan Sri Sultan Hamengku Buwono V, yang idenya datang saat beliau datang berkunjung ke sebuah pesantren di daerah Banten. Motif ini dimana corak garis benang terlihat jelas membujur searah benang lungsi yang berjumlah tiga dan empat dan dengan warna dasar biru tua.

7 D. PERAWATAN KAIN LURIK 1. Setelah membeli kain tenun lurik, sudah sepantasnya kita menguji kadar kekuatan zat pewarnanya, agar kita tahu treatment mana yang paling pas di lakukan. Untuk mengujinya, masukan kain tenun ke dalam air jernih lalu goyang goyangkan selama berapa saat.jika air menjadi keruh, itu berarti zat pewarna yang di gunakan tidak cukup kuat dan lekas luntur, jadi sebaiknya anda menghindari kain tenun tersebut dari air. Gunakanlah sistem mencuci dry clean untuk membersihkan bahan tenun anda tersebut. Namun jika air rendaman sedikit keruh atau tetap bening, maka kain tenun yang dimiliki aman untuk di cuci. 2. kain tenun denga kain katun, terutama yang bukan super quality katun sangat rentan terhadap penyusutan. Seringkali kita membuat kain tenun endek atau kain tenun menjadi sebuah busana siap pakai, namun setelah di cuci tiba tiba menjadi sempit.untuk mencegahnya, ada baiknya kita melakukan pencucian pertama pada kain tenun yang baru di beli sebelum di jahitdan dijadikan busana.tidak usah menggunakan deterjen, kain tenun cukup di celupkan secara merata dalam air lalu di jemur.selain untuk menghindari penyusutankain, pencucian pertama ini berguna untuk menghilangkan sisa pewarna yang terdapat di dalam kain. 3. setelah mencuci usahakan lah untuk tidak memeras kain agar kain tidak menjadi belel setelah di cuci. Selain itu,karena tidak di peras, kain menjadi lebih awet dan struktur benangnya tidak mudah patah.

8 4. setelah mencuci pual, jemurlah di tempat yang teduh atau di angina anginkan, seperti halnya kain batik dengan pewarna alami, kain tenun asli sangat berbahaya jika terkena sinar matahari langsung karena dapat membuat zat pewarnanya menjadi cepat pudar. 5. ketika mencuci kain tenun hindari menggunakan sabun atau deterjen cukup menggunakan air biasa, Karena dengan menggunakan deterjen akan mempengaruhi kualitas kain tenun. E. FILM DOKUMENTER Dokumenter ialah suatu karya film atau video yang berdasarkan pada realita serta fakta peristiwa, selain mengandung fakta film documenter juga mengandung subjektifitas pembuatnya. Namun lebih rincinya sebuah program documenter ialah program yang menyajikan suatu kenyataan berdasarkan pada fakta obyektif yang memiliki nilai esensial dan eksistensial, artinya menyangkut kehidupan, lingkungan hiudp, dan situasi nyata. Sedangkan Kritikus Film asal inggris John Grierson berpendpat bahwa documenter merupakan cara kreatif mempresentasikan realitas. Sehingga dapat di simpulkan bahwa film documenter adalah film non fiksi yang menceritakan realita / kenyataan suatu peristiwa tertentu. Dalam film documenter di muat sebuah kenyataan yang terjadi di kehidupan nyata dan di dokumentasi kan melalui sebuah gambar bergerak. Dalam film documenter yang di rekam adalah sesuatu yang alami tanpa adanya rekayasa atau fiksi, sehingga film

9 documenter menggambarkan sesuatu yang sebenarnya yang terjadi.film documenter pada awalnya hanya menceritakan sebuah perjalanan atau pendidikan, namun dengan mengikuti perkembangannya film documenter banyak menjadi sarana media kritik social terhadap suatu realitas social yang terjadi di kehidupan masyarakat. Film film documenter tersebut mengangkat mengenai kemiskinan, kesenjangan social, permasalahan social, pendidikan dan kesehatan. Namun tidak hanya itu, film documenter juga mengangkat sebuah biografi tokoh social,tokoh public maupun selebritas yang memberikan pengaruh kepada masyarakat social. Dalam mengangkat sebuah isu, film documenter tentunya memliki tujuan yang tentunya akan memberikan efek yang dapat di jadikan contoh atau solusi dari permasalahan yang di filmkan, sehingga dengan mengangkat sebuah isuakan menjadi kepedulian atau pembelajaran bersama baik bagi masyarakat social, pengambil kebijakan dan pihak yang peduli akan isu tersebut. Dengan mengunakan film documenter yang memiliki kelebihan dalam menyampaikan sebuah pesan, karena film documenter dikemas melalui multimedia yang mengabungkan unsur Video, audio dan teks, sehingga akan menarik indra penglihatan dan pendengaran penerima informasi atau pesan. Selain itu, film sebagai sebuahkarya visual juga bisa di saksikan secara berulang kali sesuai dengan tujuan pemutaran film documenter. Film documenter sendiri dalam perkembangannya menjadi sebuah sarana perlawanan akan sebuah keputusan dari sebuah kebijakan social, seperti film Samin vs Semen atau

10 film Jakarta Unfair yang di produksi Whatcdoc, dengan film documenter tersebut akan membuka sebuah pemikiran akan efek dari sebuah keputusan yang di ambil. Sebagai sebuah karya visual yang mengangkat sebuah permasalahan social, film documenter tentunya dapat di pertanggung jawabkan kebenaran akan isu yang di angkat tanpa adanya rekayasa, sehingga dengan gambaran secara nyata akan memunculkan sebuah solusi dari permasalahan yang di angkat sutradara. Para pembuat film dapat banyak melakukan eksperimen dalam proses produksi film documenter, eksperimen yang di hasilkan menarik banyak penonton, sehingga menarik pada pembuat film dan broadcaster muda untuk membuat film documenter karena besarnya keuntungan yang di dapat dari penjualan film documenter. Sebagai contoh dapat kita lihat film film documenter di stasiun televise khusus seperti National Geografic, Animal Planet, bahkan stasiun televisi Discovery Chanel menasbihkan sebagai stasiun televise yang hanya menayangkan program program documenter tentang keanekaragaman hayati dan budaya di dunia. Tentunya hingga saat ini perkembangan film documenter serta pencinta film documenter terus berkarya dengan memproduksi produksi berbagai film documenter yang mengangkat isu isu factual untuk di saksikan khalayak masyarakat. F. PRINSIP BAHASA FILM film yang kita saksikan adalah bagian dari komunikasi yang di tuturkan melalui audio dan visual yang bersifat searah, lalu bagaimana caranya agar pesan yang ingin disampaikan

11 dapat diterima oleh penonton. Terdapat tiga unsur yang mendasarinya, yaitu : visual, audio, dan keterbatasan waktu. 1. VISUAL / GAMBAR Visual adalah sekumpulan gambar yang tersusun dan di rangkai dalam suatu waktu. Gambar gambar tersebut di namakan frame dan dimainkan dalam kecepatan tinggi sehingga menciptakan ilusi gerak. Gambar merupakan sarana utama dalam karya film yang berfungsi untuk menanamkan informasi kepada penonton karena hal pertama yang di rasakan oleh penonton adalah gambar. 2. AUDIO / SUARA Unsur kedua adalah suara, karena unsur gambar belum mampu menjelaskan atau kurang efektif dan efisien, selain itu juga kurang realistis. Sehingga unsure suara sangat penting karena berfungsi sebagai sarana penunjang untuk memperkuat atau mempertegas informasi yang hendak di sampaikan melalui bahasa gambar. Penambahan penambahan tersebut bisa berupa sound effect atau ilustrasi music, dengan penambahan tersebut di maksudkan untuk menciptakan mood atau suasana kejiwaan, memperkuat informasi sekaligusmensuplai dan menguatkan pesan yang ingin kita sampaikan. 3. KETERBATASAN WAKTU Film mempunyai prinsip keterbatasan waktu karena film merupakan media elektronik yang mempunyai sifat selintas.factor keterbatasan waktu juga yang mengikat dan

12 membatasi penggunaan kedua unsur utama yaitu gambar dan suara, sehingga dalam mengemas film, pembuat harus paham bahwa hanya informasi penting saja yang harus di berikan kepada para penonton. G. TAHAPAN PROSES PRODUKSI 1. Materi Produksi pada tahap awal yang di lakukan ketika akan membuat sebuah film documenter adalah mempelajari isu atau permasalahan yang ingin kita angkat dengan cara meriset, mendatangi langsung objek atau mencari data melalui internet atau sumber sumber lainnya, sehingga data yang kita dapatkan akan menjadi sebuah sumber yang akan menentukan proses yang akan di lakukan. Dengan sumber yang ada tersebut akan dapat kita kelola kembali untuk lebih memahami isu yang ada, dengan begitu akan membuat sebuah isu yang kita angkat benar benar sesuai dengan kondisi rill. 2. Sarana Produksi Tentunya dalam setiap pembuatan karya audio visual memerlukan peralatan yang akan membantu berlangsungnya proses produksi, dengan alat alat tersebut akan di gunakan sesuai dengan kebutuhan, namun setiap alat yang di gunakan tentunya perlu penyewaan dari pihak pihak lain, sehingga membutuhkan biaya.

13 3.Biaya Produksi Dalam proses produksi karya documenter ini, tentunya memerlukan pembiayaan yang akan memudahkan kelancaaran berlangsungnya proses produksi, sehingga perlu sejak awal di tentukan besaran dana dan biaya yang di tetapkan, dengan kondisi tersebut akan memudahkan pencarian donatur atau penyumbang dana. dana yang ada akan di gunakan dalam operasional selama proses produksi hingga pasca produksi dan akan di pertanggung jawabkan ketika film documenter telah jadi. 4.Tahap Produksi a. Pra Produksi Yaitu proses menentukan ide yang akan di filmkan dengan pihak pihak yang terlibat, selain itu juga menentukan pembagian tugas masing masing individu sesuai dengan kemampuan sehingga akan membantu kelancaran berlangsungnya proses produksi yang akan di lakukan. Selanjutnya di tentukan naskah, kru, jadwal biaya, narasumber, serta lokasi produksi, sehingga akan di persiapkan waktu yang tepat oleh masing masing pihak. Tentunya tahapan pra produksi akan menentukan kelancaran proses kedepannya, sehingga perlu kerjasama semua pihak untuk menyajikan sebuah karya yang yang layak di saksikan.

14 b. Produksi Dalam proses ini, peran seorang sutradara sangat menentukan kelancaran proses produksi, dengan berbagai bantuan berbagai tenaga seperti cameramen, Lighting, Soundman, talent, dan lainnya. Dengan bantuan pihak akan menentukan keberlangsungan proses produksi yang telah di tetapkan sebelumnya, sehingga semua pihak yang terlibat akan berusaha untuk kerja secara maksimal sesuai dengan jobdesk yang telah di tentukan sebelumnya. c. Pasca produksi Hasil dari proses produksi akan masuk kedalam proses editing atau penyuntingan gambar yang di lakukan oleh seorang editor, selain itu juga di tambahkan berbagai unsur unsur suara sebagai pelengkap serta penguatan dari cerita. Dalam proses ini, seorang editor akan di temani oleh cameramen serta sutradara, untuk mengetahui angle mana yang layak serta sesuai dengan kebutuhan cerita, hasil akhir ini yang tentunya di sajikan sebuah karya visual.

BAB II DESKRIPSI DAN OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI DAN OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI DAN OBJEK PENELITIAN A. Budaya Agrari Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Agrari merupakan suatu hal yang terkait dengan pembagian, peruntukan, dan pemilikan lahan. Agraria sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberi informasi melalui berbagai media seperti cetak, elektronik dan internet. Salah

BAB I PENDAHULUAN. pemberi informasi melalui berbagai media seperti cetak, elektronik dan internet. Salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mengikuti perekembangan teknologi, penyebaran informasi begitu cepat dan mudah dengan berbagai sarana yang ada masa kini, siapapuhn dapat mengakses serta menjadi pemberi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam pembuatan produksi sebuah film, pada dasarnya memiliki suatu rangkaian tahapan yang harus dilalui. Rangkaian tersebut akan membantu menentukan hasil proses produksi program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa kehamilan dan persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu

Lebih terperinci

TUGAS MID TERM Kritik Populer pada Film Dokumenter Wabah Gadget

TUGAS MID TERM Kritik Populer pada Film Dokumenter Wabah Gadget TUGAS MID TERM Kritik Populer pada Film Dokumenter Wabah Gadget Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kritik Televisi & Film Dosen Pengampu : Citra Dewi Utami, S.Sn., M.A Disusun oleh : Muna Rif atil Akhlaq

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai jenis kain tradisional yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan kain-kain tersebut termasuk salah satu bagian dari kesenian

Lebih terperinci

BAB II Data & Analisa

BAB II Data & Analisa 1 BAB II Data & Analisa 2.1. Sumber Data Dalam proses perancangan buku Lurik, Penulis menggunakan datadata yang berasal dari sumber-sumber berikut ini. Sebagian besar data-data yang didapat Penulis, tujuannya

Lebih terperinci

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Modul ke: Program Dokumenter Drama Fakultas 12FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Program Dokumenter Drama Dokumentasi drama (drama dokumenter), yakni suatu film atau drama televisi

Lebih terperinci

FILM DOKUMENTER PEMBUATAN SONGKET SILUNGKANG JURNAL

FILM DOKUMENTER PEMBUATAN SONGKET SILUNGKANG JURNAL FILM DOKUMENTER PEMBUATAN SONGKET SILUNGKANG JURNAL Oleh : MERY SILVIA 53184/ 2010 PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL JURUSAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2014 1 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang penuh akan keanekaragaman budaya. Salah satu keanekaragamannya dapat dilihat pada perbedaan dalam pakaian adat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Karena manusia menjalankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi. Dalam proses komunikasi, komunikator mengirimkan. pesan/informasi kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi. Dalam proses komunikasi, komunikator mengirimkan. pesan/informasi kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk memahami pengertian manajemen komunikasi, terlebih dahulu dijelaskan pengertian komunikasi secara umum. Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bike Trial merupakan olahraga keterampilan sepeda, termasuk salah satu olahraga sepeda ekstrim. Fokus gerakan dari sepeda trial adalah manajemen balance dan power.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Landasan utama dalam penyutradaraan film dokumenter dengan tipe gaya interaktif, sutradara harus melakukan pendekatan yang lebih intim kepada subjek agar mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perfilman di Indonesia akhir-akhir ini berkembang sangat pesat seiring dengan majunya era globalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia memiliki orang-orang kreatif

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sesuai dengan tujuannya program tersebut dibuat. Program news feature adalah

BAB IV PENUTUP. sesuai dengan tujuannya program tersebut dibuat. Program news feature adalah BAB IV PENUTUP Sebuah stasiun televisi membutuhkan karya karya kreatif setiap hari untuk mengisi slot jam tayangnya. Karya karya program televisi yang dibuat harusnya sebuah program yang berbeda, unik,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan 5.1.1 Judul Perancangan CD Interaktif Judul perancangan CD Interaktif ini adalah Promosi Yuli Batik Motif Pekalongan. 5.1.2 Tema Perancangan Tema perancangannya

Lebih terperinci

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK Terbentuknya kain tenun, pada mulanya manusia purba menemukan cara membuat tambang, kemudian tali dan juga benang dari tumbuhantumbuhan merambat dan

Lebih terperinci

MAKNA KAIN LURIK UNTUK UPACARA TRADISIONAL DI YOGYAKARTA Oleh : Dra. Nanie Asri Yuliati Dosen PKK, FT Universitas Negeri Yogyakarta

MAKNA KAIN LURIK UNTUK UPACARA TRADISIONAL DI YOGYAKARTA Oleh : Dra. Nanie Asri Yuliati Dosen PKK, FT Universitas Negeri Yogyakarta MAKNA KAIN LURIK UNTUK UPACARA TRADISIONAL DI YOGYAKARTA Oleh : Dra. Nanie Asri Yuliati Dosen PKK, FT Universitas Negeri Yogyakarta ABSTRAK Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa mempunyai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan, sehingga dengan cepat tersebar, didengar, dibaca ataupun

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan, sehingga dengan cepat tersebar, didengar, dibaca ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk komunikasi yang melibatkan khalayak luas. Informasi dapat disampaikan secara cepat dan hampir bersamaan, sehingga

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Kerangka Berpikir Studi

II. METODOLOGI. A. Kerangka Berpikir Studi II. METODOLOGI A. Kerangka Berpikir Studi Kerangka berpikir studi diatas merupakan tahap dari konsep berpikir penulis, berikut penjelasan secara singkat: 1. Passing note Judul dari film pendek yang diangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam dan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia menjadikan bumi pertiwi terkenal di mata internasional. Tidak terlepas oleh pakaian adat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dyslexia merupakan salah satu dari keterbatasan khusus yang dapat menimpa siapapun. Hal itu disebabkan individu mengalami gangguan membaca. Namun penyandang dyslexia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai agar data yang dikirim oleh pengirim bisa sampai ke penerima. Media yang dipakai bisa melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi dinamika teknologi dan industri multimedia kini telah berkembang pesat. Industri multimedia seperti desain brand, pembuatan video, dan pembuatan game berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jazz, blues, rock, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak aliran musik

BAB I PENDAHULUAN. jazz, blues, rock, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak aliran musik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terdapat keberagaman jenis aliran musik yang ada didunia, seperti pop, jazz, blues, rock, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak aliran musik tersebut salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan disektor industri adalah salah satu sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan disektor industri adalah salah satu sasaran pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan disektor industri adalah salah satu sasaran pembangunan dibidang ekonomi pada SDA dan SDM yang produktif, mandiri, maju dan berdaya saing. Karena dibidang

Lebih terperinci

Bab III TAHAPAN PRA PRODUKSI

Bab III TAHAPAN PRA PRODUKSI Bab III TAHAPAN PRA PRODUKSI 3.1 Lokasi Produksi Salatiga. Lokasi yang akan menjadi bahan untuk produksi tugas akhir ini adalah kota 3.2 Sumber Informasi Sumber informasi yang peneliti pilih dalam pembuatan

Lebih terperinci

BATIK DARI INDONESIA

BATIK DARI INDONESIA BATIK DARI INDONESIA Disusun Oleh: Nama : Rissa Destyan Anindita NIM : 09.12.3519 Kelas : S1SI4K SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Abstrak Seni batik adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dan juga kalangan menengah kebawah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Rubinson menyatakan bahwa multimedia merupakan presentasi intrusional yang mengkombinasikan tampilan teks, grafis, vidio dan audio, serta dapat menyediakan interaktifitas.

Lebih terperinci

Alat dan Teknik Rekarakit Nusantara

Alat dan Teknik Rekarakit Nusantara ALAT DAN TEKNIK REKARAKIT NUSANTARA 101 Alat dan Teknik Rekarakit Nusantara A. RINGKASAN Dalam bab terdahulu kita telah mempelajari berbagai pengetahuan tentang teknik rekalatar, alat, dan bahan, beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Jenis Burung Pemangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Jenis Burung Pemangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung pemangsa merupakan burung yang mendapatkan makanan dengan cara berburu dan memangsa hewan lain (umumnya hewan bertulang belakang dan burung lain), yakni dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berusaha melihat bagaimana konstruksi dalam film Samin VS Semen dan film Sikep Samin Semen bekerja. Konstruksi ini dilihat melalui konsep yang ada di dalam film

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perfilman Indonesia pada saat ini adalah kelanjutan dari tradisi tontonan rakyat sejak masa trandisional, dan masa penjajahan sampai masa kemerdekaan.film adalah

Lebih terperinci

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG 1.1. Latar Belakang Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan bangga akan kebudayaannya sendiri. Dari kebudayaan suatu bangsa bisa dilihat kemajuan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan pada tahap

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses, produksi dan pasca produksi dalam pembuatan film AGUS. Berikut ini adalah penjelasan proses pembuatan film yang berjudul AGUS, sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan

Lebih terperinci

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN KARYA. kemudian berusaha mengembangkan bersama-sama dengan pencipta lagu.

BAB III PERANCANGAN KARYA. kemudian berusaha mengembangkan bersama-sama dengan pencipta lagu. 19 BAB III PERANCANGAN KARYA Berdasarkan BAB II proses membuat Video dibagi menjadi 3, yaitu Pra Produksi, Produksi, Pasca Produksi. 3.1 Pra Produksi Dalam tahap ini meliputi : 3.1.2 Ide Ide dasar pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Laporan Tugas Akhir pada BAB IV ini, menjelaskan tentang proses produksi dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab sebelumnya tentang pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan

Lebih terperinci

Pengertian Program Dokumenter Televisi

Pengertian Program Dokumenter Televisi Pengertian Program Dokumenter Televisi Modul ke: 01 Fakultas FIKOM Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting Program Dokumenter TV Merupakan Dasar Produksi Program Televisi ; 1. Dapat diproduksi

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING 3.1. STRATEGI KOMUNIKASI Media komunikasi visual, merupakan media yang tepat dan efektif dalam menyampaikan sebuah informasi. Keberhasilan

Lebih terperinci

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari kratonpedia.com

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari  kratonpedia.com BATIK oleh : Herry Lisbijanto Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku

Lebih terperinci

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya kerajinan batik,batik merupakan warisan budaya indonesia. kerajinan pahat, kerajinan yang membutuhkan ketekunan. kerajinan ukir, adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan Film Pendek Passing note merupakan salah satu media Audio Visual yang menceritakan tentang note cinta yang berlalu begitu saja tanpa sempat cinta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia atau Nusantara adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan keberagaman suku bangsa terbanyak di dunia. berbagai macam perbedaan suku, ras, agama, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk sebagai kesenian tradisional Jawa Timur semakin terkikis. Kepopuleran di masa lampau seakan hilang seiring

Lebih terperinci

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Musik adalah suatu bentuk ungkapan seni yang berhubungan dengan

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Musik adalah suatu bentuk ungkapan seni yang berhubungan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Musik adalah suatu bentuk ungkapan seni yang berhubungan dengan indera pendengaran manusia. Musik mampu menggambarkan suasana yang disampaikan lewat lirik dan

Lebih terperinci

KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012

KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012 KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012 A. Dasar Pemikiran Pada dasarnya film dapat dimaknai atau dilihat memiliki fungsi sebagai berikut: Sebagai media ekspresi seni Sebagai

Lebih terperinci

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perkembangan batik nusantara pun ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari menjadi kebutuhan untuk bersosialisasi dengan individu atau masyarakat. Komunikasi menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan.

Lebih terperinci

KUNJUNGAN STUDI KE ISI TV

KUNJUNGAN STUDI KE ISI TV LAPORAN KUNJUNGAN STUDI KE ISI TV Untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyuntingan Digital II Dosen Pengampu Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn Disusun Oleh : Farah Aulia R (15148113) Kintan Pramesti (15148144)

Lebih terperinci

BAB 3 METODE/PROSES PERANCANGAN (METODOLOGI)

BAB 3 METODE/PROSES PERANCANGAN (METODOLOGI) BAB 3 METODE/PROSES PERANCANGAN (METODOLOGI) 3.1 METODE PERANCANGAN 3.1.1 Metode Pengumpulan Data a. Studi Literatur Merupakan jenis metode studi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat Indonesia yang tinggal di Kepulauan Nusantara dengan bangga dalam hal keanekaragaman kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature, BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA 24 BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA Pada bab 3 ini, menjelaskan tentang metode yang digunakan dan proses perancangan karya dalam proses pengolahan editing berita (pasca produksi) di LPP TVRI D.I.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan lebih rinci tentang proses produksi dan pasca produksi seperti penjelasan tentang pra produksi pada bab sebelumnya tentang pembuatan video dokumenter

Lebih terperinci

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN BAB IV KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan Dalam sebuah produksi perfilman harus memiliki struktur manajemen yang baik agar sebuah produksi tersebut dapat berjalan dengan lancar. Tim-tim yang terlibat didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Topik yang dipilih oleh penulis adalah editing dalam pasca produksi. tayangan drama dokumenter Seniman Kulit Telur.

BAB I PENDAHULUAN. Topik yang dipilih oleh penulis adalah editing dalam pasca produksi. tayangan drama dokumenter Seniman Kulit Telur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Topik / Judul Tayangan Topik yang dipilih oleh penulis adalah editing dalam pasca produksi tayangan drama dokumenter Seniman Kulit Telur. Judul Tayangan : Seniman Kulit Telur 1.2.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup yang lainnya, manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup yang lainnya, manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dunia ini semua makhluk hidup pasti akan selalu berusaha memenuhi semua kebutuhan hidupnya, tak terkecuali manusia. Akan tetapi berbeda dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA JUDUL PROGRAM HIJAB MODERN BERBALUT KAIN TRADISIONAL

PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA JUDUL PROGRAM HIJAB MODERN BERBALUT KAIN TRADISIONAL PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA JUDUL PROGRAM HIJAB MODERN BERBALUT KAIN TRADISIONAL Diusulkan oleh : Khairunnisa Titus Andrian Arum Kusumaningtyas A11.2013.07991 A12.2013.04850 A12.2010.04183 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan pada tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir utara Jawa Barat atau dikenal dengan Pantura yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah sarana komunikasi massa yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian teknisnya

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. mengenai pelaksanaan produksi dan pasca produksi.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. mengenai pelaksanaan produksi dan pasca produksi. BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Laporan Tugas Akhir pada BAB IV ini, menjelaskan tentang proses produksi dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab sebelumnya tentang pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ujungberung yang terletak di Kota Bandung ini memiliki beragam kesenian, salah satunya adalah kesenian yang berkembang saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. menurut

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal BAB I GAMBARAN USAHA 1.1 Deskripsi Konsep Bisnis Seni batik di Indonesia usianya telah sangat tua, namun belum diketahui secara pasti kapan mulai berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa. Banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Batik merupakan warisan bangsa tak benda dan merupakan kesenian budaya asli Indonesia yang memiliki nilai seni tinggi. Menurut Irwan Tirta, pengertian batik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagian besar kota besar yang ada di Indonesia saat ini semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk. Salah satu kota yang berkembang saat ini

Lebih terperinci

tahun 2007 menjadi 6,9% pada tahun Adapun sekitar 6,3 juta wanita Indonesia

tahun 2007 menjadi 6,9% pada tahun Adapun sekitar 6,3 juta wanita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang sangat lazim dilakukan orang dan sudah meluas di masyarakat. Meskipun hampir semua orang telah paham mengenai resiko

Lebih terperinci

ARTIKEL PENGARUH MEDIA FILM DOKUMENTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KREATIF PUISI OLEH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KISARAN TAHUN AJARAN 2012/ 2013

ARTIKEL PENGARUH MEDIA FILM DOKUMENTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KREATIF PUISI OLEH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KISARAN TAHUN AJARAN 2012/ 2013 ARTIKEL PENGARUH MEDIA FILM DOKUMENTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KREATIF PUISI OLEH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KISARAN TAHUN AJARAN 2012/ 2013 Disusun dan Diajukan oleh: IRNAWATI HUTAGALUNG NIM 208311053

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN. Pictures Indonesia Yogyakarta yang pelaksanaannya pada: Tanggal : 01 Agustus 2016 sampai 02 September 2016

BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN. Pictures Indonesia Yogyakarta yang pelaksanaannya pada: Tanggal : 01 Agustus 2016 sampai 02 September 2016 BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN 4.1 Metode Pelaksanaan Pelaksanaan Kerja Praktik berlangsung selama 30 (tiga puluh) hari. Dalam kurun waktu 1 (satu) bulan, program Kerja Praktik yang dilaksanakan pada Lookout

Lebih terperinci

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY SKRIPSI PENCIPTAAN SENI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata 1 Program Studi Televisi dan Film

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terdiri dari berbagai daerah dan suku bangsa yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke, dan hampir di setiap daerah-daerah terdapat warisan hasil

Lebih terperinci

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN 1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cirebon adalah sebuah kota yang berada di pesisir utara pulau Jawa, berbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Karena letak geografisnya yang strategis membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota yang baik adalah kota yang menghargai budayanya dan tetap menjaga tradisi leluhurnya. Seiring dengan perkembangan zaman yang ada, terjadi perubahan sosial kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah salah satu Negara di dunia yang kaya akan sumber daya alamnya, berbagai jenis tanaman dan tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh dan berkembangbiak di tanah

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN A. TATARAN LINGKUNGAN Dapat memberikan identitas bagi komunitas atau untuk unit tertentu terhadap orang yang memakai kaos tersebut. Seperti, kominutas sepeda dengan nama BIKE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat penting dan menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat. Televisi memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan istilah seniman. Pada umumnya, seorang seniman dalam menuangkan idenya menjadi sebuah karya

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ASISTENSI LEMBAR ASITENSI KHUSUS KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ASISTENSI LEMBAR ASITENSI KHUSUS KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ASISTENSI LEMBAR ASITENSI KHUSUS KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya konkrit pemerintah maupun lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya konkrit pemerintah maupun lembagalembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya konkrit pemerintah maupun lembagalembaga non-pemerintah lainnya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik sebuah karya bangsa yang menyimpan nilai luhur budaya masyarakat Indonesia. Dalam buku Batik Filosofi, Motif & Kegunaan yang ditulis oleh Adi Kusrianto (2014),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan suatu kegiatan yang mempunyai hubungan dengan proses berpikir, serta keterampilan ekspresi

Lebih terperinci

Jual Karpet Masjid Jakarta: Solusi Masjid Indah, Nyaman, dan Rapi

Jual Karpet Masjid Jakarta: Solusi Masjid Indah, Nyaman, dan Rapi Jual Karpet Masjid Jakarta: Solusi Masjid Indah, Nyaman, dan Rapi Karpet masjid sejatinya bukan hanya menjadi sebuah alas lantai, melainkan juga berfungsi sebagai alas salat dan salah satu elemen yang

Lebih terperinci

REVIEW TUGAS AKHIR AUDIO VISUAL PROGRAM DOKUMENTER SOLO ECO-CITY TUGAS PENYUNTINGAN DIGITAL II

REVIEW TUGAS AKHIR AUDIO VISUAL PROGRAM DOKUMENTER SOLO ECO-CITY TUGAS PENYUNTINGAN DIGITAL II REVIEW TUGAS AKHIR AUDIO VISUAL PROGRAM DOKUMENTER SOLO ECO-CITY TUGAS PENYUNTINGAN DIGITAL II Untuk memenuhi tugas harian mata kuliah Penyuntingan Digital II Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang besar dan memiliki berbagai macam kebudayaan, mulai dari tarian, pakaian adat, makanan, lagu daerah, kain, alat musik, lagu,

Lebih terperinci

BAB IV TAHAP PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI PROGRAM

BAB IV TAHAP PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI PROGRAM BAB IV TAHAP PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI PROGRAM 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap sebelumnya yaitu pra produksi yang meliputi kegiatan-kegiatan penentuan ide dan konsep video yang

Lebih terperinci

Produksi suatu program acara terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: 1. Praproduksi (perencanaan) 2. Produksi (eksekusi program out door/in door) 3.

Produksi suatu program acara terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: 1. Praproduksi (perencanaan) 2. Produksi (eksekusi program out door/in door) 3. Produksi suatu program acara terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: 1. Praproduksi (perencanaan) 2. Produksi (eksekusi program out door/in door) 3. Pasca Produksi (penyuntingan program) 1. Menemukan Ide/gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang

BAB I PENDAHULUAN. penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mesin penggulung benang tradisional adalah suatu mesin dengan penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang sudah di pilin atau digintir. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dalam bidang teknologi dan informasi, hampir semua masyarakat baik yang berada di daerah pekotaan maupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pertelevisian di Indonesia saat ini sangatlah pesat, salah satu buktinya adalah banyak stasiun televisi yang bermunculan. Stasiun televisi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. film berupa gambar, dialog, adegan, visualisasi serta setting pada setiap

BAB V PENUTUP. film berupa gambar, dialog, adegan, visualisasi serta setting pada setiap BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Skripsi ini berusaha meneliti teknik penyampaian pesan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita dilihat dari kacamata dakwah menggunakan metode deskriptif analisis dan kategorisasi.

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN

BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN 41 BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai deskripsi pekerjaan selama melakukan Kerja Praktik di Bios TV Surabaya. Pada pelaksaan Kerja praktik ini dilaksanakan secara sistematis

Lebih terperinci