BAB I PENDAHULUAN. beberapa daerah. Kekeringan yang terjadi dapat menimbulkan. kali menghadapi kondisi tersebut adalah Kabupaten Gunung Kidul.
|
|
- Widyawati Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemarau menjadi satu musim di mana keberadaan air menjadi sangat berharga. Berlangsungnya musim kemarau menyebabkan tampungan air tanah menyusut karena intensitas hujan yang menurun. Hal tersebut mengakibatkan kekeringan terjadi di beberapa daerah. Kekeringan yang terjadi dapat menimbulkan ancaman bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya. Ancaman kekeringan semakin meningkat seiring dengan perubahan iklim global, meningkatnya degradasi lingkungan, bertambahnya jumlah penduduk, dan makin terbatasnya ketersediaan air (Maarif, 2011). Selama musim kemarau berlangsung, banyak daerah yang tersebar di Indonesia terancam mengalami kekeringan dan sulit untuk mendapatkan air. Salah satu daerah yang sering kali menghadapi kondisi tersebut adalah Kabupaten Gunung Kidul. Persoalan mengenai kekeringan dan minimnya ketersediaan air di Gunung Kidul, nyatanya masih menjadi perhatian masyarakat hingga kini. Pada tahun 2015, enam kecamatan mengajukan pasokan air kepada Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsoskertrans) karena mengalami kekeringan. En am kecamatan tersebut, antara lain Kecamatan Girisubo, Rongkop, Tepus, Nglipar, Ngawen, dan Panggang 1. Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya tahun 2012, sebanyak 10 kecamatan atau 170 pedukuhan yang tersebar di Kabupaten Gunung Kidul, mengalami bencana 1 Kekeringan Meluas di Gunung Kidul 6 Kecamatan Minta Pasokan Air, diakses pada Agustus
2 kekeringan yang berlangsung antara Juni hingga Oktober. Menurut Dinsoskertrans setempat, kecamatan yang paling parah mengalami kekeringan adalah Kecamatan Girisubo, yakni sebanyak 35 pedukuhan 2. Hal tersebut membuat stigma masyarakat akan kondisi Gunung Kidul sebagai daerah yang tandus dan kering masih sulit lepas dari ingatan. Secara topografis Gunung Kidul sendiri terbagi atas tiga zona. Zona pertama adalah zona Batur Agung yang terletak di bagian utara dengan ketinggian antara meter di atas permukaan laut. Meskipun keadan berbukit-bukit, namun dapat ditemui sungai di atas tanah dan sumber mata air. Beberapa kecamatan yang masuk dalam zona ini di antaranya Patuk, Nglipar, Ngawen, Semin, dan sebagian Ponjong Utara. Zona kedua adalah zona Ledok Wonosari yang memiliki ketinggian meter di atas permukaan laut. Zona ini dikelilingi oleh pegunungan, permukaannya landai, dan sedikit bergelombang. Sama halnya denga zona Batur Agung, dalam zona ini terdapat sungai di atas tanah, sumber mata air, dan dapat digali sumur hingga kedalaman 5-25 meter. Zona ini meliputi wilayah Wonosari, Karang Mojo, Semanu, Playen, dan Ponjong bagian Tengah. Zona terakhir adalah zona Pegunungan Seribu atau dikenal pula dengan wilayah Karst Gunung Sewu. Ketinggiannya antara meter di atas permukaan laut. Batuan dasarnya adalah batuan kapur yang membentuk bukit-bukit kapur dan memanjang dari barat ke timur. Berbeda dengan dua zona sebelumnya, pada zona Pegunungan Seribu tidak terdapat sungai di atas tanah. Air yang berada di permukaan, meresap melalui poros-poros batuan kapur dan berkumpul 2 Gunung Kidul Alami Bencana Kekeringan Hingga Oktober diakses pada Agustus
3 di bawah tanah. Zona ini meliputi Kecamatan Tepus, Panggang, Paliyan, Rongkop, Girisubo, Semanu bagian selatan, dan Ponjong bagian selatan 3. Pembagian zona ini tidak hanya menunjukkan perbedaan bentang lahan, tetapi juga persebaran sumber daya air yang tidak merata. Persebaran air yang tidak merata karena faktor geomorfologis pun berusaha dipecahkan pemerintah daerah. Bantuan dari pemerintah yang seringkali dilakukan adalah mengirimkan bantuan air dengan menggunaan tangki menuju desa-desa rawan kekeringan. Selain itu, pada awal tahun 1998 pemerintah berusaha memanfaatkan sungai bawah tanah yang menyimpan limpahan air. Sungai bawah tanah tersebut terbentuk dari jatuhnya air permukaan melalui poros batu kapur hingga mencapai kedalaman 100 meter. Menurut hasil inventarisasi MacDonalds dan Partners, terdapat beberapa sungai bawah tanah yang mengandung debit air yang besar dan melimpah di wilayah Gunung Kidul, di antaranya Bribin dengan debit 1500lt/dt, Seropan 400 lt/dt, Baron 8000 lt/dt, dan Ngobaran 150 lt/dt, terdapat belasan sistem sungai bawah tanah dengan debit di bawah 100 lt/dt, dan terdapat pula ratusan mata air dengan debit yang bervariasi (Adji, 2009). Pemerintah bekerjasama dengan lembaga Karlrusche Institute of Technology Jerman memanfaatkan sungai bawah tanah yang memiliki debit besar dan melimpah untuk membuat Program Pengembangan Air Baku 4. Air tersebut diangkat dari sungai bawah tanah ke permukaan dan dialirkan menuju desa-desa rawan kekeringan. Pengoperasionalan distribusi air menuju desa-desa dilakukan oleh 3 Fadjar Pratikto, Gerakan Rakyat Kelaparan, Media Pressindo, Yogyakarta, 2000, halaman Irsyad Martias, Ketika Air Tidak Mengalir ke Tempat Si Miskin (Tesis yang tidak diterbitkan, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, 2013, halaman 2) 3
4 PDAM. Sayangnya, air yang diangkat dari bawah tanah tersebut belum dapat dialirkan secara merata. Beberapa desa dan juga dusun bahkan belum dapat merasakan manfaat dari penyaluran air tersebut. Situasi tersebut memaksa beberapa daerah yang rawan mengalami kekeringan tetap bergantung pada air hujan sebagai sumber air utama. Air hujan ditampung dalam penampungan yang dimiliki setiap rumah maupun penampungan bersama yang biasa di bangun di setiap dusun. Namun cara mengumpulkan air dengan menampung air hujan belum sepenuhnya efektif dilakukan oleh warga untuk menanggulangi kekeringan. Hal tersebut dikarenakan warga hanya bisa menampung air ketika musim hujan berlangsung. Padahal tampungan air hujan belum tentu bertahan hingga musim kemarau berakhir, terlebih lagi ketika kemarau panjang. Kebergantungan terhadap air hujan menyulitkan warga selama musim kemarau karena tandanya mereka harus mencari air di tempat lain di kala persediaan air terus menyusut. Keberadaan telaga yang menjadi primadona masyarakat dulu untuk mendapatkan air pun, kini sudah banyak yang mengering, baik ketika musim kemarau maupun hujan. Kekeringan dan sulitnya mendapatkan air menjadikan sebagian masyarakat di Gunung Kidul menjadi lebih rentan terhadap berbagai risiko yang terjadi. Mereka tidak dapat leluasa menggunakan air untuk mandi, mencuci, memasak, dan menyiram tanaman pekarangan seperti halnya ketika musim hujan. Pendapatan rumah tangga menurun karena sawah yang mengering. Pengeluaran air untuk ternak pun cukup menguras persediaan air yang ada. Padahal tidak ada pasokan air yang pasti untuk 4
5 mengisi tampungan air mereka. Hanya bantuan dropping air dari pemerintah dan swasta yang biasa menjadi andalan ketika tidak ada pasokan air sama sekali. B. Rumusan Masalah Kekeringan ketika musim kemarau juga dirasakan oleh warga yang tinggal Dusun Janganmati, Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo. Warga yang masih dalam lingkup kawasan Gunungsewu tersebut, masih bergantung dengan air hujan. Aliran air PDAM sama sekali belum menyentuh Dusun Janganmati. Letak topografi yang lebih tinggi dibandingkan dusun-dusun lain, menjadi alasan air PDAM sulit mencapai Dusun Janganmati. Beberapa sumber air seperti telaga atau luweng yang masih dapat menampung air, terletak jauh dari dusun tersebut. Hal tersebut menyebabkan selama musim kemarau, warga mengandalkan dropping air yang merupakan bantuan dari pemerintah maupun pihak swasta. Namun kekeringan yang terjadi tetap menjadi tantangan bagi warga Janganmati. Bagaimana pun kondisi ketika musim hujan dan kemarau sangatlah berbeda. Bila ketika musim hujan mereka dapat menggunakan air tanpa khawatir akan habis, selama musim kemarau yang nyata adalah penampungan air yang terus menyusut. Bantuan air yang belum tentu dapat mencukupi kebutuhan selama kemarau, membuat warga mengeluarkan rupiah demi air yang dijual oleh pihak swasta. Selain itu, lahan pertanian sebagai sumber pendapatan pun mengering. Kondisi tersebut menunjukkan bagaimana pada musim kering, pendapatan mereka berkurang, sementara pengeluaran bisa jadi bertambah. 5
6 Meskipun Dusun Janganmati berada di tengah situasi yang tidak menguntungkan karena masih sering dilanda kekeringan, tetapi warga tetap bertahan untuk tinggal di kampungnya. Berpijak dari kenyataan tersebut, maka timbul pertanyaan, a. Mengapa warga Janganmati tetap bertahan di lingkungan yang kering? b. Bagaimana cara masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya yang rawan mengalami kekeringan tersebut? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, antara lain; a. Mengidentifikasi bagaimana pengetahuan serta strategi adaptasi yang dilakukan warga Dusun Janganmati untuk tetap bertahan di daerah rawan kekeringan b. Mengidentifikasi alasan warga Dusun Janganmati tetap bertahan di daerah rawan kekeringan D. Studi Pustaka Penelitian mengenai kekeringan seringkali dilakukan oleh peneliti dari banyak negara dengan berbagai bidang ilmu yang berbeda. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Parmeshwar Udmale dkk di Upper Bima, India. Upper Bima merupakan Drought Prone Area / DPA ( daerah rawan kekeringan) yang berada wilayah Maharashtra State, India. Pada tahun 2011, Maharashtra State mengalami 6
7 kekeringan parah yang kemudian berlanjut, meluas, dan memburuk pada tahun Dalam penelitiannya, Udmale dkk menunjukkan bagaimana kekeringan berdampak langsung terhadap penurunan hasil biji-bijian ( cereals), tanaman hortikultura, dan produksi ternak. Kegagalan pertanian menghasilkan berkurangnya lapangan kerja untuk tenaga tanpa keterampilan khusus. Hal tersebut selanjutnya diperburuk oleh situasi rumah tangga dan finansial yang lemah, bahkan kecenderungan bunuh diri. Selain berkenaan dengan sumber pangan dan pendapatan, kekeringan yang terjadi juga mengakibatkan migrasi sebagai dampak sosial. Kemudian ada pula dampak terhadap kesehatan, pendidikan anak, keputusasaan, konflik antar warga tentang air, dan juga malnutrisi karena preferensi makanan yang berubah. Dampak lingkungan, seperti naiknya temperatur udara, degradasi lahan, kualitas air yang menurun, ancaman terhadap habitat fauna, dan menipisnya air tanah merupakan hal yang dirasakan sampai batas tinggi. Beberapa hal yang dilakukan oleh para petani Upper Bima untuk menghadapi kekeringan yang terjadi, yaitu kesiapan terhadap kekeringan ( drought preparedness) dan langkah-langkah adaptasi. Bentuk antisipasi yang dilakukan di antaranya, menyimpan hasil panen, memberikan sisa hasil panen untuk ternak, menabung, bekerja di luar daerah, menjual ternak untuk menambah pendapatan, dan mencari pekerjaan lain sebagai sumber pendapatan alternatif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Irsyad Martias (2013), menunjukkan bagaimana kekeringan yang dialami oleh warga Karst Gunungsewu bukan hanya dikarenakan kondisi fisik wilayah, tetapi juga kemampuan ekonomi warganya. Pada penelitiannya tersebut, Martias mengidentifikasi unsur geo-spasial yang 7
8 mempengaruhi diferensiasi sosial ekonomi dan hubungan diferensiasi tersebut terhadap aksesibiltas air PDAM oleh masyarakat karst Gunungsewu. Aliran air PDAM yang harusnya ditujukan secara merata oleh setiap warga sebagai pemenuh kebutuhan, nyatanya hanya dapat dirasakan oleh mereka yang mempunyai kelebihan finansial. Sementara warga lain yang tergolong miskin, belum mampu menggunakan air PDAM karena biaya dinilai mahal. Ketidakmerataan akses air tersebut mengidentifikasikan adanya diferensiasi sosial dan ekonomi masyarakat karst Gunungsewu. Emi Dwi Suryanti (2010) menuliskan tesis yang berjudul Strategi Adaptasi Ekologis Masyarakat di Kawasan Karst Gunungsewu Dalam Mengatasi Bencana Kekeringan. Suryanti mengambil studi kasus masyarakat yang tinggal di Kecamatan Tepus Gunung Kidul. Dalam tesis tersebut, Suryanti mencoba memaparkan tentang tiga hal. Pertama, karakteristik wilayah, sumberdaya alam, dan masyarakat di Kawasan Karst Gunungsewu. Kedua, dampak kekeringan terhadap penghidupan masyarakat. Ketiga, strategi adaptasi ekologis masyarakat di Kawasan Karst Gunungsewu dalam mengatasi bencana kekeringan. Hasil yang dilampirkan Suryanti dalam pembahasan menunjukkan bahwa wilayah Kecamatan Tepus bagian utara masuk dalam kategori sangat berpotensi mengalami kekeringan dan sebagian lainnya masuk dalam potensi tinggi. Dampak dari kekeringan yang terjadi, antara lain kelangkaan air di musim kemarau, produktivitas sumberdaya alam rendah, dan pendapatan masyarakat yang rendah. Dalam menghadapi dampak kekeringan tersebut, masyarakat Tepus menerapkan strategi adaptasi, yaitu pengelolaan sumberdaya lahan, 8
9 melakukan migrasi musiman, mengelola pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga, dan melakukan pembagian kerja. Pembahasan yang hampir serupa dilakukan Nugroho Hartanto (2014) dalam skripsinya berjudul Strategi Penghidupan Rumah Tangga Perdesaan Dalam Menghadapi Bencana Kekeringan di Kawasan Perbukitan Karst Kabupaten Gunung Kidul. Dalam tulisannya tersebut, Hartanto mengambil studi kasus di Desa Giripurwo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunung Kidul. Hartanto fokus terhadap dampak dan respon rumah tangga, serta strategi penghidupan yang dilakukan rumah tangga dalam menghadapi bencana kekeringan. Secara umum dampak kekeringan dirasakan warga Giripurwo yang mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih dan menyebabkan lahan pertanian warga tidak dapat diolah. Respon yang banyak dilakukan rumah tangga dalam menghadapi hal tersebut adalah dengan membeli air dan mengurangi konsumsi air bersih. Strategi penghidupan yang dilakukan setiap rumah tangga dibagi menjadi supply dan demand, tergantung pada tingkat ekonomi rumah tangga. Dalam tulisannya Hartanto menyimpulkan, rumah tangga dengan tingkat ekonomi tinggi melakukan strategi terhadap supply, sedangkan rumah tangga dengan tingkat ekonomi rendah melakukan strategi terhadap demand. Dalam penelitian kali ini, peneliti berusaha untuk mengamati lebih jauh mengenai pengetahuan warga Dusun Janganmati, Gunung Kidul, terhadap kekeringan yang terjadi dan menghubungkannya dengan pola bertahan hidup yang dilakukan. Pengetahuan tersebut digali lebih dalam dari kesadaran warga atas pengalamanpengalaman selama kekeringan yang pernah dilalui. Berdasarkan dari pengamatan 9
10 tersebut, kemudian akan diketahui seberapa jauh ancaman kekeringan yang dirasakan oleh warga sehingga mereka memilih untuk tetap bertahan di lingkungan tersebut. E. Kerangka Pemikiran Kawasan dengan area karst di Kabupaten Gunungkidul lebih dikenal sebagai kawasan karst Gunungsewu atau zona Gunungsewu. Kawasan karst Gunungsewu membentang dari Pantai Parangendog di Kabupaten Gunung Kidul sampai dengan sebelah barat Pantai Telengria di Kabupaten Pacitan (Marfai dkk, 2013). Beberapa hal yang mencirikan karst adalah terdapatnya cekungan-cekungan tertutup dan atau lembah kering dengan berbagai ukuran dan bentuk, tidak terdapatnya atau langkanya drainase atau sungai permukaan, dan terdapatnya gua dari sistem drainase bawah tanah (White, 1988; Summerfield, 1991; Widyastuti dkk, 2012). Lahan kawasan tersebut identik sebagai lahan gersang, kering, dan berbatu serta masyarakatnya hidup dalam kungkungan kemiskinan (Haryono, 2004 ; Martias, 2013). Minimnya aliran sungai di permukaan tanah menyebabkan daerah tersebut kesulitan untuk mendapatkan air. Beberapa wilayah kecamatan yang masuk dalam zona ini, antara lain Kecamatan Tepus, Paliyan, Panggang, Rongkop, Semanu bagian selatan, sebagian Kecamatan Wonosari, Patuk, Gedangsari, Tanjungsari, Purwosari, Saptosari, dan Girisubo. Keduabelas kecamatan tersebut tercantum pula dalam Peraturan Daerah (Perda ) No.6/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Gunung kidul tahun , sebagai kawasan yang berpotensi mengalami kekeringan 5. Potensi kekeringan 5 20 Sumber Air di Gunung Kidul akan Didayagunakan, Anggaran Rp 4 Miliar, (diakses pada Februari 2016) 10
11 yang terjadi ini tidak hanya akan berpengaruh terhadap fisik lahan yang tidak ada air, tetapi juga kehidupan sosial masyarakat yang mendiaminya. Menurut Haggeet terdapat dua paradigma dalam menjelaskan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pertama, permukaan bumi adalah arena yang mana lingkungan memberikan pengaruh kuat terhadap bagaimana manusia dapat hidup dan mengatur dirinya sendiri. Kedua, bagaimana organisasi ruang dalam suatu relung sumberdaya digunakan untuk membangun sebuah perspektif tentang tata guna lahan di masa lampau, sekarang, maupun masa depan (Goudie, 1984; Martias 2013). Menurut Ostrom dan Jansen (2006), dalam pembahasan mengenai pengaruh sosial dan lingkungan atau sosio-ekologi, dapat dianalisis dengan melihat tiga fokus, yaitu kerentanan ( vulnerability), ketahanan ( resilience), dan adaptasi ( adaptation). Ketiga hal tersebut saling terkait karena adanya perubahan dalam ekologi. Ketiga hal ini menjadi acuan penulis untuk melihat bagaimana keterkaitan ekologi dengan hubungan sosial masyarakat. Menurut Philip dan Rayhan (2004), beberapa faktor dapat menyebabkan masyarakat mengalami kerentanan lingkungan ( environmental vulnerability), di antaranya adalah degradasi tanah, gempa bumi, banjir, angin topan, badai, penggundulan lahan, kekeringan, kelangkaan air, dan hal lain yang mengancam keanekaragaman hayati. Faktor-faktor penyebab kerentanan tersebut bertindak untuk melemahkan kapasitas perlindungan diri, blok atau mengurangi akses ke perlindungan sosial, pemulihan yang sulit atau terlambat, atau mengekspos beberapa kelompok untuk bahaya yang lebih besar atau lebih sering daripada kelompok lain. Sebagaimana 11
12 yang terjadi di kawasan Gunungsewu, kekeringan sangat berpengaruh terhadap aktivitas keseharian dan ekonomi warganya. Secara sadar atau tidak, kondisi ini membuat warga yang tinggal di kawasan Gunungsewu telah berada dalam lingkup kerentanan. Sementara menurut Chambers (2006), kerentanan adalah kondisi di mana individu atau kelompok mengalami ketidakberdayaan, perasaan tidak aman, dan paparan terhadap risiko, guncangan, dan kekhawatiran. Risiko dan berbagai kemungkinan yang terjadi selama kekeringan berlangsung dirasakan pula oleh warga Dusun Janganmati, yang secara administratif masih masuk dalam Kecamatan Girisubo. Air yang menjadi kebutuhan penting yang digunakan dalam keseharian, seperti mandi, memasak, dan mencuci, terus berkurang. Jumlah air yang terbatas menyebabkan aktivitas warga menjadi terbatas pula. Bagi warga yang kebutuhan air dipenuhi dengan membeli air dari pihak swasta, terutama selama musim kemarau panjang, menunjukkan adanya tambahan pengeluaran rumah tangga. Di sisi lain, sumber pendapatan sebagian besar warga adalah sawah tadah hujan. Kecilnya intensitas hujan yang turun membuat lahan warga mengering dan tidak produktif sehingga pendapatan menjadi berkurang. Menurut Moser, analisis kerentanan tidak hanya mengidentifikasi ancaman, tetapi juga ketahanan atau respon dalam kesempatan mengeksploitasi, dan menolak atau memulihkan efek negatif perubahan lingkungan (Philip and Rayhan, 2004). Adger menjelaskan bahwa ketahanan adalah kemampuan kelompok atau komunitas untuk menanggulangi kekhawatiran dan gangguan sebagai hasil dari perubahan sosial, politik, dan lingkungan (Philip and Rayhan, 2004). Ketahanan seperti ini tampaknya 12
13 dilakukan pula oleh warga Janganmati selama musim kemarau berlangsung. Kekhawatiran dan ancaman perubahan iklim mereka atasi sebagai penolakan terhadap dampak buruk yang dapat terjadi. Misalnya saja, untuk mengatasi kekhawatiran akan kebutuhan air yang terus menyurut, maka warga menghemat pengeluaran air. Sementara sawah yang sulit ditanami padi karena mengering, diganti dengan tanaman palawija yang lebih mampu bertahan dengan air yang terbatas. Kemampuan bertahan yang terus menerus dilakukan warga Janganmati berpengaruh terhadap bagaimana warga beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Smit dan Wandel (2006), adaptasi mengacu pada proses, tindakan, atau hasil dalam sistem (komunitas, rumah tangga, grup, dan sebagainya) agar lebih baik dalam menghadapi, mengatur, atau menyesuaikan perubahan keadaan, guncangan, bahaya, risiko, maupun kesempatan. Apabila ketahanan sekedar mengurangi kekhawatiran dan menolak efek negatif perubahan, dalam adaptasi, masyarakat sudah lebih baik dalam menghadapi dan menyesuaikan diri. Tinggal di daerah dengan keterbatasan sumberdaya, membuat warga Janganmati menjadi lebih peka terhadap alam dan lingkungan sekitar. Perubahan alam yang terjadi dari waktu ke waktu membentuk pengetahuan tersendiri bagi warga, termasuk juga dengan bagaimana kekeringan akan terjadi. Pengetahuan tersebut kemudian menjadi pedoman bagi warga untuk terus bertahan dalam menghadapi risiko dan juga ancaman. Seperti yang dijelaskan oleh Eriksen, Thus preservation of local knowledge and biodiversity in cultivated areas helps enhance adaptability and reduce vulnerability to extreme climate events such as drought and flooding (Eriksen, 2000) 13
14 Fankhauser menyebutkan bahwa berdasarkan waktunya, adaptasi dapat menjadi antisipatif atau reaktif. Sementara bila dilihat dari tingkat spontanitas, adaptasi bisa menjadi otomatis atau terencana (Smit et al: 2006). Kekeringan yang terjadi di Janganmati sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Keadaan ini menjadikan adaptasi yang dilakukan warga lebih mengarah pada sifat antisipatif dan terencana. Pengetahuan mengenai gejala alam mampu menggerakkan warga untuk bersiap menghadapi perubahan yang akan terjadi. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa perubahan alam yang semakin tidak menentu akan menjadikannya bersifat reaktif dan otomatis. Menurut Ahimsa-Putra, strategi beradaptasi adalah pola-pola yang dibentuk oleh berbagai usaha atau kegiatan yang direncanakan oleh manusia untuk dapat memenuhi syarat minimal yang dibutuhkan dan untuk memecahkan masalah-masalah yang langsung mereka hadapi. Pengetahuan dalam rangka beradaptasi bisa diperoleh individu dari berbagai pengalaman dan kontak dengan individu-individu di sekitarnya atau merupakan hubungan langsung dengan lingkungan itu sendiri. Pengetahuan yang didapat merupakan informasi mengenai berbagai hal, salah satunya mengenai strategistrategi untuk memanfaatkan lingkungan demi untuk bertahan hidup. Dengan demikian, alat terpenting dalam setiap strategi adalah pengetahuan mengenai lingkungan serta cara-cara untuk menghadapi dan memanfaatkan. Ahimsa-Putra menyebut keseluruhan proses ini sebagai sistem budaya (Amini: 2015). 14
15 F. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dusun Janganmati, Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dusun Janganmati merupakan salah satu dusun yang terletak di Kawasan Karst Gunungsewu, di mana daerah ini memiliki keterbatasan dalam penyediaan sumber air permukaan yang dapat dimanfaatkan masyarakatnya sebagai kebutuhan sehari-hari. Dusun Janganmati terletak paling jauh dari pusat pemerintahan desa, kurang lebih 5 km. Penelitian pertama kali dilakukan di Desa Jepitu pada bulan Desember 2013 ketika peneliti melakukan Praktek Profesi Antropologi. Penelitian tersebut dilakukan selama tiga bulan, yaitu hingga Februari Merasa tema tersebut menarik untuk dijadikan bahan skripsi, maka penulis kembali melanjutkan penelitian untuk menggali data lebih dalam di Dusun Janganmati pada bulan Mei hingga Juli Usai melakukan penelitian dengan waktu yang intens, peneliti tetap melakukan kunjungan berkala ke Janganmati hingga sekarang. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga hubungan kekeluargaan dengan warga dan juga untuk terus mengikuti perkembangan situasi dan kondisi Janganmati sendiri. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualiatatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metode kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 1993: 3). Tulisan yang dihadirkan dengan menggunakan penelitian kualitatif merupakan data yang berasal dari catatan lapangan, hasil wawancara, foto, maupun dokumen resmi sebagai pendukung 15
16 kelengkapan data. Beberapa teknik pengumpulan data yang paling penting dalam menggunakan metode penelitian kualitatif ini adalah observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Observasi partisipasi dilakukan dengan tinggal bersama masyarakat selama dua bulan dan turut melibatkan diri dalam kegiatan bermasyarakat, seperti mengurus sapi di ladang, berbelanja ke pasar, mengikuti pengajian, hingga mengikuti nglangi atau sedekah laut. Sebagai pelengkap dalam melakukan observasi berpartisipasi, peneliti menggunakan buku harian untuk menuliskan segala hal yang terjadi dan menjadi percakapan antara peneliti dengan warga sekitar maupun narasumber yang lain, serta menuliskan juga apa yang terjadi di lingkungan sekitar sebagai pelengkap dalam menunjukkan situasi yang terjadi. Data digali lebih dalam oleh peneliti dengan melakukan wawancara mendalam. Informan berjumlah enam orang dipilih secara acak, dengan memperhatikan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, serta jumlah penampungan air dan jumlah sapi yang dimiliki. Informasi yang dikumpulkan terkait seputar aktivitas warga dalam penggunaan air selama musim hujan dan kemarau, kegiatan bertani dan beternak, merantau, serta kondisi Janganmati pada masa sebelum dan setelah adanya tangki air. Dalam teknik wawancara mendalam, peneliti mengandalkan alat rekam dan catatan agar semua informasi yang disampaikan oleh narasumber dapat terarsip dengan baik dan dapat mengingatkan peneliti apabila terdapat kekurangan. Observasi dan wawancara mendalam menjadi data primer dalam penelitian ini. Selain melakukan observasi partisipasi dan wawancara mendalam, peneliti juga menambahkan profil desa dan peta lokasi sebagai data sekunder yang berasal dari 16
17 dokumen milik Desa Jepitu dan komunitas lokal. Dokumentasi gambar juga penting dilakukan oleh peneliti untuk mengabadikan tempat penelitian, aktivitas warga, dan objek pendukung. Dokumentasi gambar dilakukan agar pembaca lebih mendalami situasi dan kondisi yang ditulis oleh penulis. Data sekunder ini digunakan untuk melengkapi data primer yang sudah ada. G. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibagi ke dalam lima bab, di mana pada beberapa bab masih terbagi dalam sub-bab. Pada bagian bab I, penulis menjabarkan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, studi pustaka, kerangka pemikiran, metode penelitian, serta sistematika penulisan itu sendiri. Bab II berisi tentang tinjauan umum Desa Jepitu dan Dusun Janganmati, sebagai lokasi penelitian. Tinjauan umum tersebut terdiri dari letak geografis, kondisi demografis, dan kondisi sumber air yang tersebar di Desa Jepitu. Selanjutnya pada bab III, penulis menjabarkan mengenai pengalaman mengenai kekeringan yang dialami oleh warga Janganmati. Dalam hal ini melihat bagaimana dampak kekeringan dan perkembangan dalam memenuhi kebutuhan air. Melanjutkan bab sebelumnya, pada bab IV penulis menjelaskan mengenai strategi adaptasi yang dilakukan warga Dusun Janganmati dalam menghadapi dampak kekeringan yang terjadi. pada bab ini juga diuraikan mengenai alasan warga Janganmati memilih untuk tetap bertahan di sana. Kemudian yang terakhir, pada bab V, berisi mengenai kesimpulan atas penjabaran dari bab-bab sebelumnya. Pada bab ini, penulis menjelaskan jawaban pertanyaan penelitian secara singkat, padat, dan jelas. 17
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman merupakan kebutuhan pokok manusia, selain kebutuhan makanan dan pakaian. Permukiman sebagai tempat untuk kelangsungan hidup manusia. Permukiman sebagai unit
Lebih terperinciPENDAHULUAN LATAR BELAKANG
I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan, karena sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis karena letak geografisnya diantara 6 o LU 11 o LS dan 95 o BT 141 o BT. Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan
Lebih terperincimengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar
Lebih terperinciBAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Umum Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst pada umumnya memiliki karakter yang spesifik dan khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan bentang alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benua (benua Asia dan benua Australia) dan dua samudera (samudra Pasifik dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua (benua Asia dan benua Australia) dan dua samudera (samudra Pasifik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Business Council for Sustainable Development (2005), kondisi air di dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Air berperan utama dalam pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya dalam mendukung
Lebih terperinci5.1 Area Berisiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya
5.1 Area Berisiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya Penentuan area beresiko sanitasi di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan hasil penilaian data sekunder, Persepsi SKPD dan Studi EHRA. No Kecamatan Tabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok yang mutlak harus dipenuhi sehari-hari. Tanpa adanya air, manusia tidak dapat bertahan hidup karena air digunakan setiap harinya untuk
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dusun dan terletak di bagian selatan Gunungkidul berbatasan langsung dengan
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Tanjungsari adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kecamatan ini terdiri dari 5 desa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kab. Gunungkidul terdiri atas 3 (tiga) satuan fisiografis atau ekosistem bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi pembagian satuan
Lebih terperinciSEMINAR HASIL PENELITIAN
1 SEMINAR HASIL PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan bidang sumber daya air yang meliputi perencanaan umum, teknis, pelaksanaan fisik, operasi dan pemeliharaan maupun
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: DPPKA Pemda DIY Gambar 4.1 Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Kondisi kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2012 secara umum lebih buruk
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2016
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam, yang dalam praktiknya perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ekploitasi terhadap sumber daya alam yang ada di Indonesia semakin lama semakin meluas. Hal ini merupakan dampak dari semakin meningkatnya kebutuhan hidup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khatulistiwa. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi dan memiliki cadangan air
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tipe daerah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi dan memiliki cadangan air bersih
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH
III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Karakteristik Wilayah Studi 1. Letak Geografis Kecamatan Playen terletak pada posisi astronomi antara 7 o.53.00-8 o.00.00 Lintang Selatan dan 110 o.26.30-110 o.35.30 Bujur
Lebih terperinciPENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,
Lebih terperinciTANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL
TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. Kelompok Studi Karst, Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekeringan adalah sebuah kejadian dengan periode kering terjadi melebihi kondisi normal dan mengakibatkan masalah yang berkaitan dengan air (Drought Assessment, 2009).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman apabila kekurangan air akan menderit (stress)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan
Lebih terperinciBUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 129 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA KOORDINATOR WILAYAH KECAMATAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utama jalan raya adalah sebagai prasarana untuk melayani pergerakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat, sebaliknya peningkatan taraf hidup masyarakat akan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 38 Tahun : 2011 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENANDATANGANAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Perubahan Iklim 2012, Sekolah Pascaasarjana, Universitas Gadjah Mada, 30 Juni 2012
Prosiding Seminar Nasional Perubahan Iklim 2012, Sekolah Pascaasarjana, Universitas Gadjah Mada, 30 Juni 2012 PERAN ORGANISASI MASYARAKAT DALAM STRATEGI ADAPTASI KEKERINGAN DI DUSUN TURUNAN KECAMATAN PANGGANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu terjadi dalam proses pembangunan di negara berkembang. Sebagian besar negara berkembang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem
Lebih terperinciMuseum Karst di Gunungkidul
BAB III TINJAUAN KHUSUS MUSEUM KARST DI GUNUNGKIDUL 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Gunungkidul 3.1.1 Kondisi Geografi 3.1.1.1 Letak, Batas dan Luas Gambar ar 3.1 Peta Topografi Kabupaten Gunungkidul Sumber
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. 1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karst berasal dari bahasa daerah Yugoslavia yang merupakan nama suatu kawasan diperbatasan Italia Utara dan Yugoslavia sekitar kota Trieste. Istilah Karst ini
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta
Lebih terperincipengaduan, kritik dan saran secara online demi terciptanya Polri yang Profesional dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Kepolisian Resor Gunungkidul berkedudukan di Jl. MGR Sugiyopranoto No. 15 Wonosari, Gunungkidul, merupakan Institusi Polri yang mempunyai tugas pokok Polri Sebagai pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat
Lebih terperinciKAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka
KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Energi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia saat ini. Bagi bangsa Indonesia pemenuhan kebutuhan energi diperlukan bagi
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia saat ini. Bagi bangsa Indonesia pemenuhan kebutuhan energi diperlukan bagi kelangsungan pembangunan yang energi
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 02 Tahun : 2010 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. istilah urbanisasi. Urbanisasi merupakan salah satu isu kependudukan yang
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan kependudukan yang muncul di Indonesia yaitu terkait dengan perpindahan penduduk atau migrasi. Ada banyak jenis migrasi, salah satunya perpindahan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK RAWAN BENCANA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Berbagi pengalaman KARAKTERISTIK RAWAN BENCANA KABUPATEN GUNUNGKIDUL lempeng tektonik aktif yaitu Eurasia dan Australia (selatan!! Kabupaten Gunungkidul terletak dekat dengan pertemuan pantai jawa), patahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang lainnya seperti Sleman,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang lainnya seperti Sleman, Bantul dan Kulon Progo, Gunungkidul adalah daerah yang kurang subur baik di dalam segi pertanian
Lebih terperinciPemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan
Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018
KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi
Lebih terperinciBAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa
BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bibit tanaman hutan dan jenis tanaman serbaguna Multi Purpose Tree Species
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Kebun Bibit Rakyat (KBR) merupakan salah satu program pemerintah yang ditujukan untuk terus meningkatkan capaian rehabilitasi hutan dan lahan. Program tersebut
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Sasaran Metodologi Ruang Lingkup Wilayah 2
DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan 2 1.3 Sasaran 2 1.4 Metodologi 2 1.5 Ruang Lingkup Wilayah 2 BAB II Inventarisasi Data Wilayah, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 3 2.1
Lebih terperinciBUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,
BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN BERDASARKAN BEBAN KERJA DAN KELANGKAAN PROFESI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. ternyata tidak pilih kasih. Artinya, ia tidak saja melanda daerah-daerah yang
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kondisi sosial ekonomi masyarakat Gunungkidul dapat dilihat dari tata guna tanah atau penggunaan tanah oleh petani. Penggunaan tanah oleh petani tidak hanya terbatas pada satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul dengan ibukota Kabupaten Wonosari terletak di sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten Gunungkidul juga dikenal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC,2001), konsentrasi gas-gas rumah kaca, khususnya CO2, CH4, dan N2O dalam dua abad terakhir
Lebih terperinciSumberdaya Lahan Kawasan Karst Gunungsewu
Chapter 9 Sumberdaya Lahan Kawasan Karst Gunungsewu Ahmad Cahyadi Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Email: ahmadcahyadi@geo.ugm.ac.id Intisari Sumberdaya lahan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan
Lebih terperinciKONDISI UMUM BANJARMASIN
KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan
Lebih terperinciTjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM
Serial Powerpoint Presentasi: KOMPONEN- KOMPONEN ALIRAN KARST Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM SISTEM HIDROLOGI KARST A. Pendahuluan Karst Gunung Sewu dikenal sebagai kawasan
Lebih terperinciPENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-290 PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Eta Rahayu dan Eko Budi Santoso
Lebih terperinciPERENCANAAN PERLINDUNGAN
PERENCANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No 32 tahun 2009 TUJUAN melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjamin keselamatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahluk hidup, termasuk manusia. Penggunaan air oleh manusia sangat beraneka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan semua mahluk hidup, termasuk manusia. Penggunaan air oleh manusia sangat beraneka ragam, baik untuk
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI DAERAH KARST GUNUNGKIDUL
Abstract PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI DAERAH KARST GUNUNGKIDUL Estina Heniwati eheni_92@yahoo.co.id Djaka Marwasta jakamar@ugm.ac.id Karst area in Gunungkidul is dry and
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Menurut Asdak (2010), daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan
Lebih terperinciPOLA DAN PROSES KONSUMSI AIR MASYARAKAT PERMUKIMAN SEPANJANG SUNGAI JAJAR DI KABUPATEN DEMAK (Kecamatan Demak Kecamatan Kebonagung) TUGAS AKHIR
POLA DAN PROSES KONSUMSI AIR MASYARAKAT PERMUKIMAN SEPANJANG SUNGAI JAJAR DI KABUPATEN DEMAK (Kecamatan Demak Kecamatan Kebonagung) TUGAS AKHIR Oleh : MAYANG HAPSARI L2D 304 158 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun
Lebih terperinciPANITIA SEMINAR NASIONAL PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MANAJEMEN BENCANA BANJIR BANDANG DI LOKASI WISATA MINAT KHUSUS KALISUCI, GUNUNGKIDUL
PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MANAJEMEN BENCANA BANJIR BANDANG DI LOKASI WISATA MINAT KHUSUS KALISUCI, GUNUNGKIDUL Slamet Suprayogi 1), Ahmad Cahyadi 2), Tommy Andryan T. 3) dan Bayu Argadyanto
Lebih terperincid. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)
BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana tentang perubahan iklim merupakan isu global yang dianggap penting untuk dikaji. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberi dampak yang serius terhadap iklim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga dan rawa) dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1989, Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena Geosfer dengan sudut
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016
KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi
Lebih terperinciMENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)
Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA BENCANA :
MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa air. Di daerah perkotaan seiring pesatnya pembangunan gedung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut
Lebih terperinciKabupaten Gunungkidul merupakan salah satu dari 4 kabupaten di
10 BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN GUNUNGKIDUL 2.1 Struktur dan Karakteristik Fisik Dasar 2.2.1 Letak Geografis Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu dari 4 kabupaten di Propinsi
Lebih terperinciterbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Ruang terbuka sebagai daerah resapan Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat.
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran
K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi
Lebih terperinciBAB II KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT GUNUNGKIDUL SEBELUM PELAKSANAAN REVOLUSI HIJAU
BAB II KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT GUNUNGKIDUL SEBELUM PELAKSANAAN REVOLUSI HIJAU A. Kondisi Geografi Secara geografis, Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul merupakan salah satu Kabupaten dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memanfaatkan lahan untuk melakukan aktivitas mulai dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan unsur dari geosfer yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kehidupan manusia sangat tergantung pada lahan. Manusia memanfaatkan lahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu sumberdaya alam yang sangat berharga bagimanusia dan semua makhluk hidup. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kompleks, karena curah hujan yang tinggi akan meningkatkan laju erosi (Paiman dan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan kritis atau sering disebut juga lahan marginal merupakan lahan bermasalah yang dalam pemanfaatanya memerlukan teknologi khusus. Lahan kritis atau marginal menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sebagai sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia merupakan sesuatu yang mutlak. Akan tetapi, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini keberadaan air sebagai suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI
V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH STUDI
16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak
Lebih terperinciGUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN
0 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek
BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari
Lebih terperinci