BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
|
|
- Ari Kusnadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Menurut Asdak (2010), daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Daerah aliran sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi, serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut (Suprayogi et al., 2014). Tingginya kerusakan pada sejumlah daerah aliran sungai (DAS) menjadi pemicu terjadinya bencana. Tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia dan pemanfaatan sumberdaya alam yang intensif mengindikasikan kondisi DAS yang semakin menurun. Menurut Paimin et al. (2010), kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS di Indonesia telah teridentifikasi seperti ditunjukkan dengan sering terjadinya bencana banjir, erosi, sedimentasi, kekeringan dan tanah longsor. Bencana alam merupakan kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor alam seperti geologis, morfologis, klimatologis, dan hidrologis. Bencana alam memiliki dampak yang dapat merusak suatu kawasan baik dalam skala kecil maupun besar dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dari total bencana hidro-meteorologi yang paling sering terjadi di Indonesia adalah bencana banjir dan longsor. Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kecenderungan bencana alam tanah longsor di Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2015 semakin meningkat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat pada tahun 2005 terdapat 50 kejadian bencana longsor, kemudian semakin meningkat hingga tahun 2013 tercatat 296 kejadian, 385 kejadian pada tahun 2014 dan 501 kejadian pada tahun Wilayah Indonesia dilalui oleh 3 lempengan tektonik yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik dan dilalui oleh rangkaian pegunungan vulkanik yang aktif. 1
2 Material hasil erupsi gunung berapi melalui proses alam melapuk menjadi tanah yang mudah longsor saat hujan dengan intensitas tinggi (Wuryanta dan Sukresno, 2006). Lempengan tektonik yang melalui wilayah Indonesia juga dapat menyebabkan adanya garis-garis patahan yang merupakan daerah labil dan mudah longsor. Selain itu, sebagian besar wilayah Indonesia berupa daerah perbukitan dan pegunungan yang memiliki kelerengan tinggi yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Faktor lain yang dapat menyebabkan tanah longsor yaitu pemanfaatan sumberdaya alam yang melampaui daya dukungnya dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Menurut Purnomo (2008), peningkatan kejadian longsor lahan di Indonesia merupakan konsekuensi pembangunan yang kurang memperhatikan keseimbangan tata guna lahan. Perubahan penggunaan lahan yang tidak dikelola dengan baik telah meningkatkan tingkat kerentanan terhadap bahaya. Kawasan Model DAS Mikro (MDM) Watugede secara administratif sebagian besar terletak di Kecamatan Gedangsari dan sebagian kecil Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor 15 Tahun 2009, Model DAS Mikro (MDM) merupakan suatu wadah pengelolaan DAS dalam skala lapangan yang digunakan sebagai tempat untuk memperagakan proses partisipasif dalam pengelolaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), teknik-teknik konservasi tanah dan air, usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan, sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat. Pembangunan MDM sebagai model pengelolaan DAS bertujuan untuk membangun model dalam pemecahan masalah pengelolaan DAS. Pemilihan areal DAS mikro diutamakan pada DAS prioritas I dan II dan memiliki banyak isu permasalahan untuk dipecahkan. Berdasarkan Rencana Pengelolaan MDM Watugede, lokasi MDM Watugede merupakan daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Salah satu tujuan khusus pembangunan areal MDM Watugede adalah berkurangnya luasan lahan yang rawan longsor dan kejadian bencana longsorlahan. Berdasarkan data dalam Rencana Pengelolaan Model DAS Mikro Watugede, sekitar 35,17% kawasan MDM Watugede berada pada kelas kelerengan >40% 2
3 (sangat curam) dan sekitar 50,34% berada pada kelas kelerengan 25 40% (curam). Kondisi kelerengan curam ini dapat menjadi salah satu faktor pemicu longsor (Purwoarminta dan Siboro, 2008). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun , wilayah Kecamatan Gedangsari dan Kecamatan Nglipar termasuk ke dalam kawasan lindung (pasal 29) dan termasuk kawasan rawan bencana alam gerakan tanah dan longsor (pasal 32). Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul tercatat jumlah kejadian bencana longsor selama tiga tahun terakhir di Kecamatan Gedangsari dan Kecamatan Nglipar terbanyak pada Tahun 2013 sejumlah 131 kejadian, lalu Tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebanyak 30 dan 12 kejadian karena faktor curah hujannya. Selain itu, beberapa permasalahan dan isu strategis kawasan MDM Watugede yaitu masih adanya pemukiman di daerah hulu padahal daerah hulu memiliki kelerengan yang curam. Selain itu, kebutuhan masyarakat terhadap lahan tinggi sehingga lahan pada kelerengan curam pun akan tetap dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal tersebut dapat memicu terjadinya longsor pada daerah-daerah dengan kelerengan curam apabila pemanfaatannya tidak tepat. Dampak dari kejadian longsor dapat berupa kerugian materi dan jatuhnya korban jiwa. Catatan dari BPBD Kabupaten Gunungkidul, di kawasan MDM Watugede pada Tahun 2012 terdapat satu korban jiwa akibat bencana longsor dan pada tahun 2013 terdapat satu korban luka berat. Kerugian material yang diakibatkan oleh bencana longsor di kawasan MDM Watugede tahun 2012 hingga 2015 berkisar antara satu juta hingga 29 juta rupiah. Selain itu, menurut Jariyah dan Pramono (2012), kondisi DAS yang kritis diakibatkan oleh banyaknya bencana seperti erosi, banjir, tanah longsor sampai hilangnya sumber mata air, kekeringan dan perubahan fungsi guna lahan yang mengganggu kehidupan masyarakat. Keberadaan lahan kritis di MDM Watugede juga dapat menjadi akibat dari bencana longsor. Sekitar 1,93% kawasan MDM Watugede berada dalam kondisi kritis dan 85,03% dalam kondisi agak kritis. Kekritisan lahan dapat 3
4 berdampak pada penuruan produktivitas lahan yang akan berakibat pada pendapatan masyarakat. Menurut Carter (1992), manajemen risiko bencana terapan (aplikatif) yang mencari, dengan melakukan observasi secara sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures), terkait dengan pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi), persiapan, respon darurat dan pemulihan. Kajian risiko bencana perlu dilakukan dalam kegiatan manajemen risiko bencana untuk mengetahui tingkat risiko bencana pada suatu kawasan yang dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan dengan upaya mitigasi bencana. Kajian risiko bencana adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkat ancaman, tingkat kerugian dan kapasitas daerah (Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 2 Tahun 2012). Kajian risiko bencana merupakan dasar untuk menjamin keselarasan arah dan efektivitas penyelenggaraan penanggulangan bencana pada suatu daerah. Berdasarkan uraian di atas mengenai dampak yang dapat ditimbulkan akibat bencana longsor di Watugede, maka perlu dilakukan pengelolaan (manajemen) risiko dan mitigasi bencana longsor di kawasan MDM Watugede untuk penanganan terhadap bencana longsor secara lebih baik dan sistematis. Kegiatan tersebut diharapkan mampu mendukung keberhasilan upaya pemerintah setempat dalam pengurangan risiko bencana longsor, penerapan mitigasi bencana, monitoring kegiatan mitigasi, penataan ruang kawasaan dan mendukung keberhasilan pengelolaan DAS secara terpadu dalam kawasan MDM Watugede. 1.2.Permasalahan Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat risiko bencana longsor dari aspek ancaman, kerentanan dan kapasitas di kawasan MDM Watugede? 2. Bagaimana upaya mitigasi berdasarkan tingkat risiko bencana longsor di kawasan MDM Watugede. 4
5 1.3.Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis tingkat risiko bencana longsor dari aspek ancaman, kerentanan dan kapasitas di kawasan MDM Watugede. 2. Menganalisis upaya mitigasi berdasarkan tingkat risiko bencana longsor di kawasan MDM Watugede. 1.4.Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Aspek pengetahuan : menambah pengetahuan dan referensi dalam kajian risiko bencana longsor dan upaya mitigasinya. 2. Aspek pembangunan wilayah : memberikan informasi bagi pemerintah setempat dalam antisipasi, prioritas utama dalam penanganan daerah yang rawan bencana longsor, monitoring, perencanaan tata ruang wilayah untuk mendukung keberhasilan penanggulangan bencana. 3. Aspek lingkungan : mendukung keberhasilan percontohan pengelolaan DAS terpadu di kawasan MDM Watugede. 4. Aspek sosial : memberikan informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dengan mengurangi tindakan yang dapat memicu terjadinya longsor, terutama masyarakat yang tinggal di kawasan rawan longsor dan sekitarnya. 5
6 1.5.Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kajian risiko bencana longsor sebelumnya telah dilakukan oleh Nurohmah (2015) di Kecamatan Nglipar, Baskoro (2015) di Kecamatan Samigaluh, Laski (2015) di Kecamatan Imogiri, dan Muis (2012) di DAS Tinalah, Kulonprogo. Penelitian-penelitian tersebut melakukan penilaian risiko bencana longsor berdasarkan aspek bahaya atau ancaman longsor, kerentanan longsor dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi longsor serta upaya mitigasi longsor. Keaslian penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian mengenai manajemen risiko dan mitigasi bencana longsor di kawasan MDM Watugede belum pernah dilakukan. Lokasi penelitian yaitu di kawasan MDM Watugede yang secara administratif mencakup satu dusun yang masuk ke dalam Kecamatan Nglipar dan 4 desa yang masuk ke dalam Kecamatan Gedangsari. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun , wilayah Kecamatan Gedangsari dan Kecamatan Nglipar termasuk ke dalam kawasan lindung khususnya kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya (pasal 29) dan termasuk kawasan rawan bencana alam gerakan tanah dan longsor (pasal 32). Dengan demikian penelitian mengenai manajemen risiko dan mitigasi bencana longsor di kawasan MDM Watugede perlu dilakukan untuk mengkaji daerahdaerah yang berisiko terhadap bencana longsor dan sebagai upaya untuk melakukan mitigasi yang disesuaikan dengan rencana tata ruang, rencana pengelolaan MDM Watugede, kondisi fisik lahan dan sosial masyarakat. Alur pikir penelitian ini disajikan dalam Gambar 1. Penelitian-penelitian sebelumnya terkait kajian risiko bencana longsor tersaji dalam Tabel
7 Tabel 1.1 Penelitian tentang Kajian Risiko Bencana Longsor No. Peneliti Tahun Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil 1 Baroro Mahardini Muis (Tesis) Parcipatory GIS (P- GIS) pada tingkatan skala lokal yaitu pendekatan sektor rumah tangga 2 Harold Laski (Tesis) 2012 Tingkat Risiko Bencana Longsorlahan Berdasarkan Aspek Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat di DAS Tinalah, Kabupaten Kulonprogo,Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2015 Mitigasi Bencana dengan Pemetaan Risiko Tanah Longsor di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Mengetahui pola kerawanan, kerentanan dan tingkat kapasitas masyarakat terhadap longsorlahan Mengetahui ancaman, kerentanan, tingkat kapasitas masyarakat dan risiko serta memberikan rekomendasi pengurangan risiko dan mitigasi bencana tanah longsor. Penelitian ini didasarkan pada Perka BNPB No. 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Analisis dilakukan dengan aplikasi SIG ArcGIS Pembobotan faktor ancaman, kerentanan dan kapasitas menggunakan metode AHP dengan batuan software Expert Choice Sekitar 34% rumah tangga di DAS Tinalah memiliki kerentanan tinggi. 2. Penduduk dengan kerentanan rendah (10%) dan kerentanan sedang (50%) memiliki pola seperti pita yang berasosiasi dengan jalan. 3. Kapasitas penduduk pada zona rawan longsorlahan sedang maupun tinggi tidak jauh berbeda menandakan bahwa penduduk telah mengantisipasi longsorlahan dengan cukup baik. 1. Zona ancaman tinggi (10%) mencakup 5 desa, ancaman sedang (28%), dan ancaman tinggi (62%). 2. Desa kerentanan tinggi Desa Imogiri, kerentanan sedang Desa Wukisari, Karangtalun, Kebon Agung dan Sriharjo, kerentanan rendah Desa Girirejo, Karang tengah, Selopamioro. 3. Kapasitas tinggi : Desa Wukisari, Sriharjo, Selopamioro, Kapasitas rendah : Imogiri, Karangtalun, Kebon Agung, Girirejo, Karang Tengah. 4. Zona risiko tinggi sekitar 6%, zona risiko sedang 39%, risiko rendah 55%. 5. Mitigasi yang disarankan pembuatan countermeasure, memasang peringatan dini modern, membangun tempat evakuasi di tiap desa, mempertimbangkan peta risiko sebagai acuan untuk struktur penataan ruang. 7
8 3 Amin Nurohmah (Tesis) 2015 Kajian Risiko dan Mitigasi Bencana Longsorlahan di Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta Menganalisis tingkat bahaya, tingkat kerentanan, kapasitas masyarakat lokal dan risiko bencana longsorlahan kategori tinggi serta menganalisis mitigasi bencana. Metode yang digunakan adalah dengan survei. Analisis data dilakukan dengan pembobotan dan skoring serta in-depth interview dilakukan untuk mengungkap proses mitigasi bencana longsorlahan di Kecamatan Nglipar. 1. Zona tingka bahaya tinggi seluas 1.757,13 ha, zona tingkat bahaya sedang seluas 3.540,09 ha, zona bahaya rendah memiliki luas 2.008,5 ha. 2. Tingkat kerentanan penduduk pada zona bahaya longsor tinggi mempunyai tingkat kerentanan sedang (88,14%). 3. Tingkat kapasitas rendah (30,51%), kapasitas sedang (38,14%), dan kapasitas tinggi (31,36%). 4. Tingkat risiko rendah (67,80%), tingkat risiko sedang (26,27%) dan tingkat risiko tinggi (5,93%). 5. Proses mitigasi longsorlahan yang dilakukan penduduk pada zona bahaya longsrolahan kategori tinggi di Kecamatan Nglipar beragam di setiap daerah. 4 A.A. Baskoro (Tesis) 2015 Pemetaan Risiko Tanah Longsor di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo Menganalisa faktor ancaman, tingkat kerawanan, tingkat kapasitas penduduk dan tingkat risiko bencana longsor Metode pembobotan untuk masing-masing indeks risiko menggunakan metode AHP dengan bantuan software Expert Coice 11. Proses pembuatan peta ancaman, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko menggunakan software ArcGIS Tingkat ancaman tinggi (24,67%), sedang (50, 48%), rendah (24,84%). 2. Zona kerentanan tinggi : Desa Sidoharjo; sedang : Purwoharjo, Gerbosari, Pagerharjo; rendah : Ngargosari, Banjarsari, Kebonharjo. 3. Kapasitas tinggi : Sidoharjo dan Gerbosari, rendah : Purwoharjo, Pagerharjo, Ngargosari, Banarsari, Kabonharjo 4. Tingkat risiko tinggi 5,63%, sedang 46, 14% dan rendah 48, 22% 5. Faktor penyebab paling berpengaruh adalah batuan penyusun yang berupa breksi lapuk sempurna sampai breksi lapuk kuat kemudian faktor kelerengan sebagai faktor kedua. 6. Kelembagaan seperti kampung siaga bencana menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kapasitas di Kecamatan Samigaluh. 8
9 Kawasan Model DAS Mikro Watugede Kondisi yang diharapkan : Kondisi DAS yang sehat Bencana alam dapat ditanggulangi dengan baik Tata ruang kawasan sesuai dengan fungsi kawasan Kondisi Existing : Didominasi oleh kelerengan curam Kebutuhan masyrakat terhadap lahan tinggi Banyak pemukiman di daerah hulu Menurut Perda Kab.Gunungkidul No.6 Tahun 2011, termasuk kawasan lindung yang rawan bencana tanah longsor Dampak yang terjadi : kerugian material maupun korban jiwa. Kekritisan DAS yang akan berakibat pada penurunan produktivitas lahan. Manajemen Risiko dan Mitigasi Bencana Longsor Analisis Risiko Bencana Longsor Tingkat ancaman longsor Tingkat kerentanan longsor Tingkat Kapasitas terhadap Longsor Analisis Upaya Mitigasi Bencana Longsor berdasarkan tingkat risiko longsor di kawasan MDM Watugede 1. Informasi dan panduan bagi stakeholder terkait untuk melakukan tindakan mitigasi bencana 2. Untuk mencegah dan meminimalkan korban jiwa serta dampak negatif yang ditimbulkan 3. Sebagai masukan dalam penyusunan tata ruang sesuai dengan fungsi kawasan Mendukung keberhasilan penanganan longsor dan keberhasilan pengelolaan DAS terpadu di kawasan MDM Watugede Gambar 1. Alur Pikir Penelitian 9
BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng
Lebih terperinciMANAJEMEN RISIKO DAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KAWASAN MODEL DAS MIKRO WATUGEDE KABUPATEN GUNUNGKIDUL
MANAJEMEN RISIKO DAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KAWASAN MODEL DAS MIKRO WATUGEDE KABUPATEN GUNUNGKIDUL Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2 Diajukan oleh Diah Permata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah
Lebih terperinciFaktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta
Lebih terperinciPENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah
PENDAHULUAN 1.1 Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI 13-7124-2005 Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik wilayah pegunungan dan perbukitan, sehingga seringkali terjadi bencana. Tanah merupakan salah satu bencana alam yang paling sering
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan
230 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Wilayah Kecamatan Nglipar mempunyai morfologi yang beragam mulai dataran, perbukitan berelief sedang sampai dengan pegunungan sangat curam yang berpotensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu : lempeng Hindia-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciKritisnya lahan telah menyebabkan kerusakan fungsi DAS di Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk melakukan rehabilitasi DAS melalui program
Lusa (Ha) BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kritisnya lahan telah menyebabkan kerusakan fungsi DAS di Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk melakukan rehabilitasi DAS melalui program reboisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pangan yang cukup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia agar berada dalam kondisi sehat, produktif dan sejahtera. Oleh karena itu hak untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang paling hangat dibicarakan secara global belakangan ini. Meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer adalah pertanda iklim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai letak sangat strategis, karena terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia dan juga terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki tingkat kerawanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki daerah dengan potensi gerakan massa yang tinggi. Salah satu kecamatan di Banjarnegara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada wilayah-wilayah potensial gerakan massa (mass movement) di Indonesia. Elemen pemicu longsor yaitu
Lebih terperinciBencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana
Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kendala utama dalam kegiatan pengelolaannya. Dalam rangka memudahkan. pengelolaan DAS maka dikembangkan Model DAS Mikro menggunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pengelolaan DAS pada dasarnya bertujuan untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dan lingkungan dengan kegiatan manusia agar fungsi lingkungan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH
BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Kondisi Umum Pegunungan Menoreh Kulonprogo 3.1.1. Tinjauan Kondisi Geografis dan Geologi Pegunungan Menoreh Pegunungan Menoreh yang terdapat pada Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pandang geologi. Wilayah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penelitian berada di Kabupaten Garut Jawa Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki daya tarik tersendiri, khususnya dari sudut pandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.
Lebih terperinciKAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO
Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian dan fenomena baik alam non alam dan sosial yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan kehidupan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palopo merupakan kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah ditetapkan sebagai kota otonom berdasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Mamasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana banjir termasuk bencana alam yang hampir pasti terjadi pada setiap datangnya musim penghujan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya setiap manusia itu memiliki akal pikiran untuk mempertahankan kehidupannya. Manusia belajar mengenali lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan serta dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini
Lebih terperinciGambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana longsor lahan (landslide) merupakan salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Longsor lahan mengakibatkan berubahnya bentuk lahan juga
Lebih terperinciBAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG
1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan kesatuan hidrologi yang kompleks dan terdiri dari berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri atas manusia, iklim, tanah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR
PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR Oleh: JOKO SUSILO L2D 004 326 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciManajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana
Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana Teuku Faisal Fathani, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Wilayah Indonesia memiliki
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembentukan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang
Lebih terperinciPOTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK
1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan negara sebagaimana dimuat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 antara lain adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Lebih terperinciGambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasific. Pada
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan
Lebih terperincipenghidupan masyarakat (Risdianto, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir. Penentuan kelas kerentanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara dengan kondisi geologis yang secara tektonik sangat labil karena dikelilingi oleh Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,
SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 DAN PU.124/KPTS/1984 TAHUN 1984 TENTANG PENANGANAN KONSERVASI TANAH DALAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya
Lebih terperinciPENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim
PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim Program Magister Teknik Sipil Minat Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap banjir. Penentuan kelas kerentanan maupun
Lebih terperinciPemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan
Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada morfologi punggungan hingga perbukitan di wilayah timur dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum di Kabupaten Bantul merupakan daerah yang terletak pada morfologi punggungan hingga perbukitan di wilayah timur dari Kabupaten Bantul. Morfologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta
Lebih terperinciPENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA
PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
Lebih terperinciAnalisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)
Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang luas dan terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, berada dalam
Lebih terperinci