I. PENDAHULUAN. kompleks, karena curah hujan yang tinggi akan meningkatkan laju erosi (Paiman dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. kompleks, karena curah hujan yang tinggi akan meningkatkan laju erosi (Paiman dan"

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan kritis atau sering disebut juga lahan marginal merupakan lahan bermasalah yang dalam pemanfaatanya memerlukan teknologi khusus. Lahan kritis atau marginal menurut istilahnya adalah berhubungan dengan tepi (batas), tidak terlalu menguntungkan, dan berada di pinggir (Yuwono, 2009). Produktivitas lahan kritis sangat ditentukan oleh karakteristik fisik, iklim, tanah, hidrologi dan topografi. Kemiringan lereng yang tinggi akan mengakibatkan permasalahan semakin kompleks, karena curah hujan yang tinggi akan meningkatkan laju erosi (Paiman dan Armando, 2010). Sebagian besar daerah pertanian di Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah karst. Kira kira luas daerah karst 53,40% dari luas kabupaten. Budidaya pertanian di daerah karst Gunungkidul hampir semuanya dilakukan di lahan kering, yaitu tegalan ha dan pekarangan ha (Koesnaryo, 2006). Produktivitas pertanian masih rendah. Ketersediaan air yang rendah menjadi faktor utama penghambat perkembangan sektor pertanian. Kesulitan akses air di Kabupaten Gunungkidul karena akuifer yang sangat dalam dan karakter fisik ekosistem karst (Brontowiyono dkk., 2013). Karakteristik fisik formasi karst memberikan sistem drainase yang unik dan didominasi oleh aliran bawah permukaan. Pada musim penghujan, air hujan yang jatuh ke daerah karst tidak dapat tertahan di permukaan tanah tetapi akan masuk

2 2 langsung ke jaringan sungai bawah tanah melalui ponor/ luweng (Suryatmojo, 2006). Sumber air permukaan di kawasan karst diperoleh hanya melalui telaga dan sumber air dari sungai bawah tanah yang keluar di lokasi tertentu. Akibatnya pada musim kemarau sering terjadi kekeringan yang parah dan kekurangan pasokan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Tjakrawidjaja dkk., 1993). Kekeringan menyebabkan tanah kurang subur, sehingga pada musim kemarau para petani tidak bisa bercocok tanam (dibero-kan), padahal sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang mencari sumber mata pencaharian lain, misalnya dengan menambang batu gamping di lahan karst. Daerah karst yang merupakan daerah resapan air menjadi rusak akibat aktivitas penambangan, padahal upah yang diterima oleh penambang tidak seberapa. Di Kabupaten Gunungkidul, para penambang rakyat ini sebagian besar menggantungkan dari pengusaha penambangan atau kuasa pertambangan. Seperti diakui Ratnoko (50), penambang rakyat penduduk Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, sudah lebih 3 tahun bekerja sebagai penambang. Hampir setiap hari mereka menggali batu yang terdapat di bukit dengan menggunakan peralatan sederhana, dan dijual kepada pengusaha dengan harga Rp 6.000,00 per meter kubik. Rata-rata sehari mereka bias menjual 3 meter kubik, sehingga penghasilan kotor bagi penambang rakyat hanya Rp ,00.

3 3 Gambar 1.1. Aktivitas penambangan batu gamping merusak lingkungan Kondisi fisik dan sosial ekonomi di Kabupaten Gunungkidul, mengakibatkan kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan dan ketidakberdayaan. Namun, dibalik semua itu, masyarakat berusaha keras untuk lepas dari kondisi ketidakberdayaan tersebut dengan memanfaatkan air hujan. Sejatinya, daerah ini memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Perhitungan curah hujan di stasiun Wonosari menunjukkan bahwa curah hujan rerata tahunan (dari tahun ) di Kabupaten Gunungkidul adalah sebesar 1940 mm/tahun. Hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 340 mm, dan hujan terendah terjadi pada bulan Agustus, yaitu 17,5 mm (Sudarmadji dkk, 2012). Berdasarkan penelitian Brontowiyono dkk. (2013), mengenai pemanfaatan air hujan berbasis teknologi irigasi di lahan marginal Kecamatan Ngawen, Gunungkidul, maka strategi utama untuk memperkuat pengembangan produktivitas pertanian di lahan kritis Gunungkidul adalah dengan mengoptimalisasi air hujan untuk irigasi. Selain itu, berdasarkan penelitian Soegiharto (2012), pemanfaatan air hujan sangat efektif digunakan untuk pengembangan budidaya perikanan di Kabupaten Gunungkidul.

4 4 Dari 18 Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, 12 diantaranya dikembangkan menjadi unit unit usaha budidaya ikan (Soegiharto, 2012). Pada tahun 2011 berdasarkan SK Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No: 70/DJ-PB/2010 tentang Penetapan 24 Lokasi Sentra Produksi Perikanan Budidaya sebagai percontohan Tahun 2011, Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul ditetapkan sebagai kawasan Percontohan Minapolitan. Selain itu, Kawasan Sentra Pengembangan Perikanan (KSPP) dilaksanakan di Kecamatan Playen, Gedangsari, Karangmojo dan Ponjong, adapun jenis ikan yang diusahakan lele, gurami dan nila, sedangkan kawasan lainnya merupakan daerah hinterland atau daerah pendukung. Adapun perikanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Gunungkidul adalah Lele Lahan Kering (LELAKI). Sebagai salah satu kawasan minapolitan di Indonesia dengan komoditas ikan lele, Kabupaten Gunungkidul telah mengembangkan teknik budidaya dengan sistem terpal, selain kolam permanen, semi permanen dan kolam tanah. Sistem terpal sangat efektif untuk pengembangan lele karena jenis ikan ini hanya membutuhkan sedikit penggantian air dan bisa hidup dengan baik di air tergenang. Oleh karena itu, tidak perlu khawatir apabila kemarau tiba. Luas lahan yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya lele ada hektar dari luas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar 1.485,36 km 2. Persentase lahan yang bisa digunakan untuk budidaya lele adalah 2,3% dari keseluruhan wilayah yang ada, sedangkan saat ini lahan yang dimanfaatkan baru sebesar m 2 atau 0,16% dari luasan wilayah dengan produksi sebesar kg (Soegiharto, 2012).

5 5 Penelitian Soegiharto (2012) mengenai teknologi pemanfaatan air hujan untuk budidaya lele, menggunakan lima kecamatan sebagai sampel yaitu Paliyan, Playen, Nglipar, Semin, dan Ponjong. Luas lahan budidaya m 2 dengan produksi lele kilogram, produktivitasnya hanya sebesar 1,93 kg/m 2 /tahun. Nilai produktivitas yang relatif rendah dibandingkan rerata luas kolam yang tersedia sebesar hektar. Untuk itu masih sangat dimungkinkan dilakukan pengembangan budidaya di daerah tersebut. Perikanan lele lahan kering pun bisa menjadi alternatif sumber mata pencaharian pengganti tambang batu gamping, karena hanya dengan lahan (5X10) m 2, padat tebar 240 ekor/m 2 atau ekor/ kolam, ukuran tebar benih 5-7 cm harga Rp 200/ekor, pakan 1 ton Rp ,00 (dilakukan secara intensif), maka akan memperoleh keuntungan sebesar Rp ,00/ 2 bulan Rp ,00/ 2 bulan atau Rp 3.500/ hari / hari, sehingga usaha ini layak dikembangkan (Asmara, 2014). Dorongan untuk terus mengembangkan budidaya lele di Kabupaten Gunungkidul, selain dari potensi lingkungan dan kelayakan usaha juga karena angka konsumsi ikan di Kabupaten Gunungkidul terus naik. Dalam lima tahun ( ), angka konsumsi ikan dari 7,29 kg/kapital/orang/tahun pada tahun 2007, menjadi 18,24 kg/kapital/orang/tahun pada tahun Gambar 1.2 menunjukkan angka kenaikan konsumsi ikan dari tahun Gambar 1.3 menunjukkan lele merupakan produksi budidaya perikanan terbesar di Kabupaten Gunungkidul

6 Gambar 1.2. Peningkatan angka konsumsi ikan (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2011) 6

7 7 Gambar 1.3. Lele merupakan produksi budidaya perikanan terbesar di Kabupaten Gunungkidul (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012) Kebutuhan konsumsi ikan yang tinggi perlu diimbangi dengan ketersediaan produksi ikan. Di Kecamatan Ponjong pertumbuhan rumah makan ikan sangat pesat, namun belum diimbangi dengan angka ketersediaan stok ikan. Sekitar 5 ton kebutuhan ikan tiap bulan masih banyak disuplai dari daerah lain karena produksi lokal belum bisa memenuhi. Hampir di semua pasar di Kabupaten Gunungkidul kekurangan lele, seperti di Pasar Ponjong, kebutuhan lele per minggu mencapai 1,5

8 8 ton. Sementara pembudidaya lele baru bisa memasok sekitar 25%. Masyarakat bersama pemerintah harus terus mengembangkan perikanan di daerah ini. Selain kebutuhan ikan untuk rumah makan, juga yang tidak kalah penting adalah kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga. Menurut Badan Ketahanan Pangan, Deptan (2007), Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah rawan pangan. Oleh karena itu, PP No 68 Tahun 2002, mengamanatkan bahwa untuk mengembangkan usaha perikanan yang mendukung ketahanan pangan harus berdasarkan sumberdaya perikanan di daerah rawan pangan (Hikmayani, 2010). Bertolak dari hal tersebut, maka upaya untuk memenuhi tantangan ketahanan pangan harus memperhatikan daya dukung lingkungan yang meliputi aspek Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik. Penataan wilayah atau penataan ruang pengembangan budidaya yang tidak memperhatikan daya dukung mengakibatkan pengelolaan yang tidak tepat, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan dengan berbagai aspek komplikasinya dalam jangka waktu yang lama. Kegagalan panen atau berhentinya usaha karena diabaikannya daya dukung lingkungan atau kemampuan lahan untuk budidaya. Beberapa fenomena yang sering terjadi di Kabupaten Gunungkidul, adalah masyarakat diberi bantuan bibit dari pemerintah, setelah berapa lama usaha tersebut berhenti karena masalah teknis, sumberdaya, manajemen atau sosial budaya. Gambar 1.4 menunjukan kolam terpal lele yang tidak bisa berlanjut di Kecamatan Ngawen.

9 9 Gambar 1.4. Kolam lele yang tidak bisa berlanjut (Sumber: dokumen pribadi) Beberapa fenomena budidaya lele yang tidak bisa berlanjut di beberapa wilayah Kabupaten Gunungkidul menyebabkan perlunya pemetaan daya dukung lingkungan. Pemetaan daya dukung lingkungan meliputi aspek fisik, biotik dan sosial ekonomi. Pemetaan daya dukung lingkungan memberikan gambaran daerah mana yang memiliki daya dukung tinggi, sedang dan rendah dalam pengembangan budidaya lele, sehingga dapat dirumuskan upaya pengembangan sesuai potensi di daerahnya masing masing Perumusan Masalah Wilayah Gunungkidul ditetapkan sebagai salah satu kawasan minapolitan di Indonesia, karena potensi lingkungannya yang mendukung untuk pengembangan perikanan. Perikanan yang menjadi komoditas unggulan adalah Lele Lahan Kering Sistem Terpal (Lelaki Sital). Sementara itu, angka konsumsi ikan dari tahun terus mengalami kenaikan. Namun saat ini, realitanya produksi perikanan di

10 10 Kabupaten Gunungkidul masih belum dapat memenuhi kebutuhan dan jauh lebih rendah daripada potensi yang tersedia untuk pengembangan budidaya perikanan. Meskipun banyak lahan yang belum dioptimalkan untuk pengembangan budidaya lele, namun dalam pengembangannya perlu memperhatikan daya dukung lingkungan dan managemen holistik (meliputi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan) agar tercipta pembangunan berkelanjutan. Studi daya dukung lingkungan dan partisipasi masyarakat perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kemampuan lahan dalam mendukung budidaya ikan lele sesuai dengan hasil yang diharapkan petani. Setiap wilayah yang memiliki karakteristik yang berbeda akan menunjukkan daya dukung lingkungan yang berbeda pula Pertanyaan Penelitian Berkaitan dengan masalah penelitian ini, maka dirumuskan tiga pertanyaan penelitian (Research Question), yaitu ; 1. Bagaimana tingkat daya dukung lingkungan pengembangan budidaya lele dari aspek biofisik dan sosial ekonomi di Kabupaten Gunungkidul dengan metode pembobotan 2. Bagaimana pemetaan daya dukung lingkungan dalam pengembangan budidaya lele di Kabupaten Gunungkidul dengan metode overlay 3. Bagaimana teknologi yang tepat guna untuk pengembangan budidaya lele di Kabupaten Gunungkidul

11 11 I.4. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini untuk memecahkan dan menjawab pertanyaan pada masalah dalam penelitian, yaitu ; 1. Mengkaji daya dukung lingkungan dalam pengembangan budidaya lele secara spasial di Kabupaten Gunungkidul 2. Membuat pemetaan daya dukung lingkungan dalam pengembangan budidaya lele di Kabupaten Gunungkidul. 3. Menentukan teknologi yang tepat dalam pengembangan budidaya lele di Kabupaten Gunungkidul I.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain : Bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya perikanan dan lingkungan, dapat dijadikan tinjauan dalam pengembangan riset dan teknologi berbasis pengembangan budidaya ikan lele, sehingga produktivitas terus meningkat. Bagi Pemerintah Daerah dan instansi terkait sebagai masukan dalam melakukan arahan penyuluhan kepada masyarakat untuk melakukan pengembangan budidaya lele lahan kering yang berkelanjutan. I.6. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai budidaya lele lahan kering di Kabupaten Gunungkidul pada Tabel 1.1 merupakan penelitian-penelitian yang mengkaji/berkaitan dengan budidaya lele lahan kering di Kabupaten Gunungkidul

12 12 Tabel 1.1 Penelitian yang berkaitan dengan budidaya lele lahan kering No Nama peneliti Judul Tujuan penelitian 1 Titik Soegiharto (2012) 2 Tjakrawidjaja, dkk (1993) Teknologi pemanfaatan air hujan untuk budidaya lele lahan kering di Kabupaten Gunungkidul Studi Potensi Air Tawar untuk Budidaya Ikan di Lahan Kering Kawasan Gunungkidul 1.Menganalisis kesesuaian kondisi wilayah, fisik dan hidrologis untuk budidaya lele menggunakan air hujan 2.Mengetahui teknologi budidaya lele menggunakan air hujan 3.Mengkaji kondisi sosial ekonomi pembudidaya lele dumbo yang menggunakan air hujan 4.Menentukan teknologi budidaya lele dumbo menggunakan air hujan yang sesuai. Menginventaris sumber air, kualitas air dan sosial ekonomi pendukung budidaya ikan air tawar Hasil yang dicapai Teknologi budidaya lele dumbo yang paling produktif diterapkan di Kabupaten Gunungkidul adalah dengan memakai kolam terpal. Teknologi pemanfaatan air hujan dengan paket teknologi kolam terpal sangat direkomendasikan di wilayah ini untuk meningkatkan produktifitas lahan, keuntungan dan kelanjutan pembudidayaan lele. Pada umumnya ketersediaan air di kawasan ini terbatas berkisar 4 6 bulan, kecuali di beberapa tempat yang bisa bertahan bulan, yaitu telaga Bakalan dan Tileng. Kualitas air pada badan badan air layak untuk pemeliharaan ikan. Pemeliharaan jenis ikan yang tepat untuk kolam air diam yaitu ; nila, lele, gurameh, tambakan dan sepat. Di telaga layak dibudidayakan ikan dalam

13 13 Lanjutan Tabel 1.1 No Nama peneliti Judul Tujuan penelitian 3 Ratnawati dan Asaad (2012) Daya Dukung Lingkungan Tambak di Kecamatan Pulau Derawan dan Sambaliung, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur Mengetahui daya dukung lingkungan pertambakan di Kecamatan Pulau Derawan dan Sambaliung, Kabupaten Berau, agar produktivitas tambak dapat lebih tinggi dan berkelanjutan. keramba apung/langsung. Hasil yang dicapai Daya dukung lingkungan di kawasan pertambakan di Kecamatan Pulau Derawan dan Sambaliung, Kabupaten Berau adalah sama yaitu masing-masing 62,52%, sehingga luas tambak yang dapat didukung berturutturut: 2.915,62 dan 304,90 ha. Faktor utama yang menjadi penyebab rendahnya daya dukung lingkungan pertambakan di Kecamatan Pulau Derawan dan Sambaliung adalah potensi kemasaman tanah dan kandungan unsur beracun yang tinggi, kandungan unsur hara yang rendah, curah hujan tinggi. 4. Rustam (2010) Analisis Parameter Fisik, Kimia, Biologi, dan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir untuk Pengembangan Usaha Budidaya Udang Windu di Kabupaten Barru 5 Suparjo (2008) Daya Dukung Lingkungan Perairan Tambak Desa Mororejo, Kabupaten Kendal Analisis parameter perairan sebagai salah satu acuan penentuan tingkat teknologi tambak yang layak dioperasikan dalam pengembangan usaha budidaya udang windu. Mengkaji daya dukung lingkungan dan mengetahui kualitas air dan tanah tambak Desa Mororejo Kemampuan (daya dukung) perairan pesisir untuk Menampung limbah organik berdasarkan ketersediaan oksigen yaitu 506,437 kg. Luas areal tambak yang layak dioperasionalkan yaitu 219 ha tambak intensif atau 481 tambak semi-intensif. Tambak udang dan bandeng Desa Mororejo memiliki daya dukung lingkungan sedang tinggi dengan kandungan amoniak dan salinitas sebagai faktor pembatas.

14 14 Lanjutan Tabel 1.1 No Nama peneliti Judul Tujuan penelitian 6 Purnama, dkk. (2003) Evaluasi Ekofisik Daya Dukung Lahan Tambak di Wilayah Pesisir Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah Mengetahui dan mengevaluasi daya dukung lahan tambak di Kabupaten Pemalang dan menganalisis teknologi budidaya yang berkaitan dengan daya dukung lahannya, serta menganalisis proporsi luasan dan sebaran lokasi dari tiap teknologi tersebut yang akan diterapkan di areal pertambakan di Kabupaten Pemalang Hasil yang dicapai 1.Evaluasi ekofisik yang telah dilakukan di tiga kecamatan di Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwasanya lahan pesisir di kabupaten ini masih layak guna dimanfaatkan sebagai tambak 2. Desa Lawangrejo dan Asemdoyong memiliki tambak existing yang menempati lokasi lahan yang sebagian besar berdaya dukung sedang sehingga dianjurkan menerapkan teknologi sederhana 3. Desa Nyamplungsari dan Desa Kendalrejo berkecenderungan mempunyai lahan tambak yang berdayadukung tinggi sehingga dianjurkan menerapkan teknologi sederhana dengan prosentase tidak kurang dari 50 % dari areal pertambakannya dan 50 % areal lebihnya adalah pembagian secara bebas antara teknologi madya dan teknologi maju 7 Nur Indah Septriani (2014) Daya Dukung Lingkungan Lahan Kritis dalam Pengembangan Budidaya Lele di Kabupaten Gunungkidul Mengkaji daya dukung lingkungan dalam pengembangan budidaya lele secara spasial. Membuat pemetaan tingkat daya dukung Overlay peta digunakan untuk menganalisis kebijakan dan luas lahan potensial yang dapat didukung untuk budidaya lele

15 15 lingkungan dalam Lanjutan Tabel 1.1 No Nama peneliti Judul Tujuan penelitian pengembangan budidaya lele. Menentukan teknologi yang tepat dalam pengembangan budidaya lele di Kabupaten Gunungkidul Hasil yang dicapai Penelitian ini menginventaris dan memetakan daya dukung lingkungan untuk budidaya lele secara spasial di lahan kritis. Secara spasial memperhatikan struktur geomorfologi yaitu zona Baturagung, Ledok Wonosari dan Perbukitan Karst. Penelitian kualitas air hujan untuk budidaya lele sudah pernah dilakukan, namun tidak semua masyarakat menggunakan air hujan sebagai sumber air untuk budidaya lele. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian kualitas air dari berbagai sumber sesuai potensi daerahnya masing-masing. Penelitian ini tidak hanya air sebagai objek utama, namun daya dukung lingkungan biofisik dan sosial-ekonomi terhadap pengembangan budidaya lele perlu dilakukan. Hasil dari penelitian ini berupa luas lahan yang dapat mendukung budidaya lele, peta lahan prioritas pengembangan budidaya lele Kabupaten Gunungkidul, arahan teknologi yang tepat dan kebijakan berdasarkan pemetaan daya dukung lingkungan.

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan, karena sektor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis karena letak geografisnya diantara 6 o LU 11 o LS dan 95 o BT 141 o BT. Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2017 Forum SKPD oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Yogyakarta, 28 Maret 2016 Outline 1. Potensi dan Permasalahan Pembangunan Sektoral 2. Isu Strategis

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kab. Gunungkidul terdiri atas 3 (tiga) satuan fisiografis atau ekosistem bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi pembagian satuan

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL PENELITIAN

SEMINAR HASIL PENELITIAN 1 SEMINAR HASIL PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan bidang sumber daya air yang meliputi perencanaan umum, teknis, pelaksanaan fisik, operasi dan pemeliharaan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian di Pulau Jawa dihadapkan pada masalah konversi lahan untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh karena itu, tantangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup

Lebih terperinci

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman apabila kekurangan air akan menderit (stress)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan perikanan tangkap Indonesia yang sebagian besar saat ini telah mengalami overfishing menuntut pemerintah untuk beralih mengembangkan perikanan budidaya. Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perikanan Kabupaten Bandung Secara astronomi Kabupaten Bandung terletak pada 107 22-108 50 Bujur Timur dan 6 41-7 19 Lintang Selatan. Berdasarkan tofografi, wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

BAB V. EVALUASI HASIL PENELITIAN Evaluasi Parameter Utama Penelitian Penilaian Daya Dukung dengan Metode Pembobotan 124

BAB V. EVALUASI HASIL PENELITIAN Evaluasi Parameter Utama Penelitian Penilaian Daya Dukung dengan Metode Pembobotan 124 DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Persetujuan Kata Pengantar Pernyataan Keaslian Tulisan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Peta Daftar Lampiran Intisari Abstract i ii iii iv v ix xi xii xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Apalagi akhir-akhir ini sumberdaya daratan yang selama ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH

KARAKTERISTIK WILAYAH III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Karakteristik Wilayah Studi 1. Letak Geografis Kecamatan Playen terletak pada posisi astronomi antara 7 o.53.00-8 o.00.00 Lintang Selatan dan 110 o.26.30-110 o.35.30 Bujur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi lahan kering untuk menunjang pembangunan pertanian di Indonesia sangat besar yaitu 148 juta ha (78%) dari total luas daratan Indonesia sebesar 188,20 juta ha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga memiliki kawasan pesisir yang luas dari tiap wilayah pulaunya. Kawasan pesisir ini digunakan oleh penduduk Indonesia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus sesuai dengan kemampuannya agar tidak menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan air semakin meningkat namun daya dukung alam ada batasnya dalam memenuhi kebutuhan air.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian di Indonesia memiliki 2 jenis lahan yaitu lahan kering dan lahan

I. PENDAHULUAN. Pertanian di Indonesia memiliki 2 jenis lahan yaitu lahan kering dan lahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian di Indonesia memiliki 2 jenis lahan yaitu lahan kering dan lahan basah, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Karakter lahan basah yang lebih identik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Bangsa Indonesia bidang ekonomi telah mendapat prioritas

Lebih terperinci

ANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA

ANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA ANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA ANDI KURNIAWAN Pusat Studi Pesisir & Kelautan Universitas Brawijaya Workshop II - Kajian Kerentanan dan Risiko Iklim untuk Kota/Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca) adalah komoditas buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah pisang. Buah pisang mudah didapat

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap*

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Sebagai Kabupaten dengan wilayah administrasi terluas di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap menyimpan potensi sumberdaya alam yang melimpah. Luas Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 kemudian akan digunakan untuk menduga sebaran keuntungan/kerugian kotor (gross margin) pada tiga kondisi (El Niño, dan ). Indikator ENSO yang digunakan dalam analisis ini adalah fase SOI. Keuntungan/kerugian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara dengan jumlah kepulauan terbesar didunia. Indonesia memiliki dua musim dalam setahunnya, yaitu musim

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Kuliah 2 SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Luas Wilayah : 600 Juta Ha Luas Daratan : 191 Juta Ha Luas Lautan : 419 Juta Ha Jumlah Pulau : 17 Ribu Panjang Pantai : 80 Ribu Km Jumlah G.Api : 130 Luas Rawa : 29

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah dengan bentangan Utara ke Selatan 34,375 Km dan Timur ke Barat 43,437 Km. kabupaten Temanggung secara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR, BAGAN DAN PETA...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR, BAGAN DAN PETA... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR, BAGAN DAN PETA... i ii iii v viii xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% diantaranya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan lahan pertanian di Indonesia merupakan salah satu pengembangan sektor pertanian yang dimanfaatkan dalam ekstensifikasi lahan pertanian yang semakin lama semakin

Lebih terperinci