BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri Gram
|
|
- Leony Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri Gram negatif yang tersebar luas di alam, terutama terdapat di tanah, air, dan lingkungan yang lembab. Bakteri tersebut dapat diisolasi dari berbagai sumber termasuk tumbuhan, hewan dan manusia baik di lingkungan rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Di rumah sakit, P. aeruginosa dapat diisolasi dari, antara lain: alatalat bantu pernafasan, ventilator, perangkat hemodialisis, desinfektan, sabun, wastafel, dan berbagai lingkungan yang lembab. Sedangkan di lingkungan komunitas, P. aeruginosa dapat ditemukan terutama di kolam renang, sumber air panas, alat pendingin udara, tanah, dan perairan (Lister et al. 2009; Mesquita et al. 2013). Meskipun P. aeruginosa ditemukan secara luas di alam dan potensial menjadi penyebab infeksi di masyarakat (community-acquired infections), namun infeksi yang serius lebih banyak terjadi di rumah sakit ( Hospital Associated Infections/HAI). Beberapa penelitian menunjukkan P. aeruginosa merupakan tiga besar penyebab infeksi nosokomial. Bakteri ini menjadi penyebab terbanyak untuk bakteri Gram negatif. P. aeruginosa menjadi penyebab 18% - 61% morbiditas dan mortalitas infeksi nosokomial (Aloush et al. 2006; European Centre for Disease Prevention and Control 2013; Nathwani et al. 2014; Morata et al. 2012). 1
2 Di Indonesia, beberapa rumah sakit menunjukkan P. aeruginosa menempati tiga besar penyebab berbagai macam infeksi pada pasien dewasa maupun anak-anak yang dirawat di Ruang Perawatan Intensif ( Intensive Care Unit/ICU) maupun di ruang rawat nonintensif (Mardiastuti dkk. 2007; Moehario et al. 2012; Setyati & Murni 2012). P. aeruginosa merupakan patogen oportunis yang dapat menyebabkan infeksi lokal maupun sistemik dengan manifestasi klinik yang bervariasi. Manifestasi yang sering dilaporkan terkait infeksi nosomokial antara lain: infeksi saluran nafas, fibrosis kistik paru, infeksi saluran kemih, bakteremia, dermatitis, infeksi jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan, dan berbagai infeksi sistemik lainnya (Nathwani et al. 2014). Pasien-pasien dengan sistem imun terganggu (immunocompromised) seperti pada neutropenia, luka bakar berat, dekubitus, kanker atau AIDS merupakan kelompok resiko tinggi terhadap infeksi oportunis oleh bakteri ini (Hauser & Ozer 2011; Bowers et al. 2013; Gellatly & Hancock 2013; Lucena et al. 2014). P. aeruginosa adalah salah satu superbug yang sulit dikontrol. Bakteri ini resisten terhadap berbagai kelas antibiotik yang banyak digunakan. Bakteri ini memiliki gen-gen pada kromosomnya yang mengkode resistensi intrinsik terhadap banyak antibiotik, termasuk aminoglikosida, flourokuinolon, β-laktam, bahkan karbapenem yang menjadi pilihan untuk terapi infeksi P. aeruginosa (Breidenstein et al. 2011; Barrios et al. 2014). Selain itu, sifatnya yang mampu bertahan terhadap tekanan di lingkungan termasuk penggunaan antibiotik, menjadikan P. aeruginosa dapat bertahan dan berkembang menjadi resisten 2
3 terhadap berbagai antibiotik yang digunakan. Bakteri ini juga dapat mengalami transfer gen-gen penyandi resisten secara horisontal dari bakteri lain sehingga terjadi resistensi dapatan (acquired resistance). Kesemua jenis resistensi tersebut terjadi karena perubahan permeabilitas membran luar, aktivitas pompa effluks yang meningkat, produksi enzim β-laktamase, hilangnya porin, dan perubahan pada penicillin binding protein (Mesaros, Nordmann, Roussel-Delvaleez, et al. 2007; Gellatly & Hancock 2013; Breidenstein et al. 2011; Fuste et al. 2013). Walaupun prevalensi infeksi P. aeruginosa dalam dua dekade terakhir relatif stabil, namun terjadi peningkatan prevalensi infeksi strain resisten P. aeruginosa yang signifikan. Infeksi P. aeruginosa yang resisten menyebabkan peningkatan mortalitas, morbiditas, pemakaian sumber daya, dan biaya perawatan. Lebih lanjut, resistensi yang terjadi selama terapi anti-pseudomonas pada strainstrain yang pada awalnya peka dan munculnya isolat-isolat yang multidrugresistant (MDR) menjadikan penanganan infeksi lebih sulit karena keterbatasan pilihan terapi empiris yang sesuai. Dengan demikian akan memberikan dampak pada hasil klinis yang buruk dan berdampak ekonomis dengan peningkatan biaya perawatan (Hirsch & Tam 2011; Bowers et al. 2013; Lucena et al. 2014; Nathwani et al. 2014; Moehario et al. 2012). Sampai saat ini pilihan antibiotik untuk infeksi P. aeruginosa meliputi aminoglikosida, tikarsilin/klavulanat, ureidopenisilin, seftazidime, sefepim, aztreonam, karbapenem (kecuali ertapenem), siprofloksasin dan levofloksasin (Meletis & Bagkeri 2013; Kanj & Kanafani 2011; Solh & Alhajhusain 2009; Mesaros, Nordmann, Roussel-Delvaleez, et al. 2007; Lee & Doi 2014). Namun, 3
4 dalam perkembangannya ada antibiotik yang lebih rentan menjadi resisten selama terapi sehingga berpotensi menyebabkan kegagalan pengobatan. Golongan karbapenem merupakan antibiotik β-laktam dengan spektrum lebih luas. Karbapenem (imipenem, meropenem, doripenem) sering digunakan untuk terapi bakteri-bakteri multi resisten, termasuk P. aeruginosa, terutama pada kasus-kasus infeksi berat. Imipenem lebih mudah resisten dibanding seftazidim atau siprofloksasin (Giamarellou & Kanellakopoulou 2008). Meropenem masih dianggap lebih poten dan lebih sulit menjadi resisten dibandingkan dengan imipenem. Karbapenem menjadi antibiotik yang diharapkan dapat mengatasi kasuskasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri multi resisten. Namun demikian, telah dilaporkan kasus infeksi P. aruginosa yang resisten terhadap golongan karbapenem (Ryoo et al. 2009; Chander et al. 2015). Kemunculan P. aeruginosa yang resisten terhadap meropenem atau golongan karbapenem yang lain semakin mempersulit terapi empiris akibat terbatasnya pilihan antibiotik. Salah satu cara untuk mengatasi resistensi adalah dengan mengombinasikan antibiotik. Kombinasi antibiotik secara klinik diharapkan dapat memperbaiki kondisi klinik pasien yang terinfeksi dengan strain yang masih peka terhadap satu atau lebih antibiotik yang dikombinasikan. Hal ini diharapkan terjadi apabila antibiotik mempunyai efek sinergi. Kombinasi antibiotik juga dapat mengurangi toksisitas dan dapat mencegah munculnya resistensi. Pada kasus infeksi dengan strain yang resisten terhadap hampir semua grup antibiotik yang tersedia, seperti oleh P. aeruginosa, kombinasi antibiotik menjadi pilihan yang 4
5 efektif (Worthington & Melander 2013). Kombinasi antibiotik juga menjadi suatu metode untuk memperbaiki kepekaan P. aeruginoasa yang telah resisten terhadap berbagai antibiotik (Lima et al. 2013; Zavascki et al. 2013; Rahal 2006; Mouton 1999). Penelitian selama lebih dari tiga dekade menunjukkan bahwa terapi kombinasi, umumnya kombinasi antibiotik β-laktam dan aminoglikosida, untuk mengobati infeksi Pseudomonas diyakini lebih efektif daripada monoterapi. Kombinasi ini efektif mengurangi angka kematian (27 dan 47%, masing-masing; p <0,02) dan mengurangi resiko kematian yang signifikan (OR: 0,50; 95% CI: 0,30-0,79) pada kasus bakteremia (Kmeid et al. 2013). Kombinasi meropenem dan aminoglikosida (amikasin) juga dapat dijadikan terapi pilihan pertama infeksi P. aeruginosa terutama pada kondisi tingkat resistensi yang tidak diketahui (Pai 2010). Beberapa penelitian menunjukkan kombinasi antibiotik β-laktam dan aminoglikosida memperlihatkan efek yang sinergi terhadap P. aeruginoasa. Efek sinergi ini didasarkan pada mekanisme kerja β-laktam yang bekerja dengan merusak struktur polimer pepetidoglikan pada dinding sel bakteri dan meningkatkan masuknya aminoglikosida ke dalam sel. Di sisi lain, aminoglikosida bekerja dengan cara berikatan dengan ribosom subunit 30S bakteri yang menghambat translokasi peptidyl-trna dari A-site ke P-site dan juga menyebabkan kesalahan pembacaan mrna. Hal ini menyebabkan bakteri tidak dapat melakukan sintesis protein yang penting untuk pertumbuhan bakteri tersebut. Kerusakan struktur dinding sel bakteri dan kegagalan sintesis protein 5
6 menyebabkan sel bakteri kehilangan viabilitasnya dan bahkan lisis. Dengan demikian bakteri akan lebih mudah mati (Jain et al. 2011; Nakamura et al. 2000). Selain mengombinasikan antibiotik, para peneliti juga kembali melihat potensi antibiotik lama seperti fosfomisin maupun kolistin untuk terapi infeksi bakteri-bakteri Gram negatif yang multiresisten. Fosfomisin adalah derivat asam fosfonat, merupakan antibiotik bakterisidal spektrum luas yang bekerja dengan cara menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel pada fase awal. Antibiotik ini telah digunakan secara luas sebagai monoterapi maupun kombinasi untuk mengatasi infeksi bakteri yang multi resisten seperti untuk Enterobacteriaceae multi resisten, Acinetobacter baumanni, P. aeruginosa, Enterococcus faecalis, dan lain-lain (Shrestha & Tomford 2001; Falagas et al. 2009; Zdzieblo et al. 2014). Karageorgopoulos et al. 2012, menyatakan bahwa kombinasi fosfomisin dan antibiotik lain merupakan pilihan terapi yang bijak untuk mencegah munculnya resistensi selama terapi pada bakteri-bakteri Gram negatif termasuk P. aeruginosa. Penelitian Kunakonvichaya et al. 2015, menunjukkan bahwa pemberian monoterapi fosfomisin, imipenem, meropenem dan doripenem memiliki aktivitas bakterisidal lebih lemah dibandingkan bila diberikan dalam bentuk kombinasi. Fosfomisin dianggap lebih murah bila dibandingkan golongan karbapenem (Duez et al. 2011). Antibiotik ini juga dianggap relatif aman dan kemampuan untuk resistensi silang dengan antibiotik lain lebih rendah (Zdzieblo et al. 2014; Falagas et al. 2008). Selain itu, fosfomisin juga mempunyai kemampuan penertasi jaringan yang baik pada kasus abses sehingga menjadi pilihan untuk infeksi 6
7 jaringan lunak (Chander et al. 2015). Fosfomisin juga mempunyai aktivitas antibakteri intraseluler dan bekerja pada lebih baik pada suasana anaerob ketika dikombinasikan dengan tobramisin (Mccaughey, Diamond, et al. 2013). Efek kombinasi antibiotik tidak dapat diperkirakan sehingga harus dilakukan pengujian. Beberapa metode laboratorium yang umum digunakan untuk menentukan sinergi antibiotik yaitu dilusi checkerboard, tes kombinasi beberapa antibiotik bakterisidal ( Multiple combination bactericidal testing), time-kill curve, dan E (epsilometer) tests (E-Test). Pada penelitian ini menggunakan metode dilusi checkerboard. Metode checkerboard (broth microdilution checkerboar) sering digunakan untuk pengujian efek sinergi kombinasi antibiotik karena relatif lebih mudah dilakukan dan konsentrasi yang diperoleh dari pengujian mendekati konsentrasi terapi secara klinis (Saiman 2007). Metode ini menggunakan Fractional Inhibitory Concentration Index ( FIC) yang ditentukan dengan menggunakan agar cair ( broth). Metode checkerboard menggunakan teknik yang sama dengan prosedur penentuan kadar hambat minimum (Minimum Inhibitory Concentration). Metode lainnya dengan menggunakan time kill curve untuk membandingkan perbedaan jumlah koloni dari organisme setelah suatu periode waktu tertentu (Nakamura et al., 2014). Morbiditas, mortalitas, serta biaya dan lama perawatan akibat infeksi P. aeruginosa ditambah sifat bakteri yang mudah menjadi resisten selama terapi menjadi masalah dalam penanganan infeksi. Ketersediaan antibiotik yang tepat juga menjadi masalah ketika bakteri menjadi resisten. Penggunaan antibiotik monoterapi one-drug to one-target juga tidak memungkinkan karena selain 7
8 keterbatasan antibiotik yang tersedia juga akan menambah kejadian resisten. Klinisi membutuhkan informasi secepatnya tentang pilihan antibiotik yang tepat untuk mengatasi infeksi. Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan perlunya suatu penelitian untuk mengetahui adanya efek kombinasi amikasin, meropenem, dan fosfomisin terhadap P. aeruginosa dengan metode broth microdilution checkerboard. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana efek kombinasi amikasin dengan meropenem terhadap isolat klinik P. aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM secara in vitro dengan menggunakan metode broth microdilution checkerboard? 2. Bagaimana efek kombinasi amikasin dengan fosfomisin terhadap isolat klinik P. aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM secara in vitro dengan menggunakan metode broth microdilution checkerboard? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui efek kombinasi amikasin dengan meropenem terhadap isolat klinik P. aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM secara in vitro dengan menggunakan metode broth microdilution checkerboard. 8
9 2. Mengetahui efek kombinasi amikasin dengan fosfomisin terhadap isolat klinik P. aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM secara in vitro dengan menggunakan metode broth microdilution checkerboard. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang efektifitas kombinasi aminoglikosida dengan karbapenem maupun aminoglikosida dengan fosfomisin terhadap isolat P. aeruginosa dan isolat bakteri Gram negatif lainnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti yang tertera dalam Tabel 1 di bawah ini. Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Leite, 2015 Khaleq et al., 2011 Le et al., 2011 Tabel. 1. Keaslian Penelitian Judul Penelitian Effect of Antibiotics Combination and Comparison of Methods for Detection of Synergism in Multiresistant Gram- Negative Bacteria Efficacy of Combination of Meropenem with Gentamicin, and Amikacin against Resistant E. coli Isolated from Patients with UTIs : in vitro Study In Vitro Activity of Carbapenems Alone Hasil Penelitian Studi in vitro dan in vivo efikasi aminoglikosida (amikasin, gentamisin, netilmisin, tobramisin dan isepamisin) secara sendiri-sendiri dan kombinasi dengan fosfomisin terhadap 28 isolat P. aeruginosa dengan metode checkerboad microdillution dan time-kill assay menunjukkan kombinasi amikasin dan fosfomisin atau isepamisin dan fosfomisin mempunyai efek sinergistik yang paling signifikan dibandingkan kombinasi yang lain. Kombinasi meropenem dan amikasin terhadap 25 isolat Escherichia coli, yang diisolasi dari urin pasien-pasien ISK di Baghdad selama 22/11/ /3/2010, memperlihatkan efek sinergistik tertinggi tercapai pada konsentrasi masing-masing antibiotik yang digunakan 1/4+1/4 MIC. Metode time-kill assay terhadap isolat KPC-Producing Klebsiella pneumoniae 9
10 Pai, 2010 Falagas et al., 2009 Cai et al., 2009 and in Combination With Amikacin Against KPC-Producing Klebsiella pneumoniae In Vitro Effects of Combined Antibiotics against Multidrugresistant Pseudomonas aeruginosa Fosfomycin for the treatment of infections caused by multidrugresistant nonfermenting Gramnegative bacilli : a systematic review of microbiological, animal and clinical studies Synergistic effects of aminoglycosides and fosfomycin on Pseudomonas aeruginosa in vitro and biofilm infections in a rat model menunjukkan monoterapi dengan karbapenem (imipenem, ertapenem, meropenem) maupun amikasin tidak dapat mempertahankan aktivitas bakterisidal 99.9% atau > 3 log10 terbunuh. Sinergi terjadi pada kombinasi meropenem dan imipenem dengan amikasin setelah 24 jam pada semua isolat dan mencapai akifitas bakterisidal ( 99.9% terbunuh) pada 24 jam. Ertapenem tidak menunjukkan aktivitas bakterisidal maupun efek sinergi. Kombinasi seftazidim, sefepim, aztreonam, pipirasilin-tazobaktam, atau meropenem dengan amikasin memperlihatkan efek sinergistik terhadap 10 isolat P. aeruginosa dengan resistensi yang beragam terhadap setiap antibiotik, tanpa memperhatikan MIC amikasin. Efek sinergistis amikasin dan meropenem terjadi terhadap isolat dengan resistensi tingkat tinggi terhadap amikasin (MIC hingga μg/ml) Fosfomisin menunjukkan efek sinergis pada kombinasi dengan β-laktam, aminoglikosida atau siprofloksasin terhadap 46/84 (53,5%) isolat MDR P. aeruginosa. Satu studi pada heawn coba menemukan efek terapi kombinasi fosfomisin/gentamisin yang baik terhadap endokarditis MDR P. aeruginosa. Pada 6 studi klinik, 33 pasien dengan infeksi MDR P. aeruginosa mendapatkan terapi fosfomisin (25/33 dalam kombinasi dengan antibiotik lain), 91% menunjukkan perbaikan klinis. Kombinasi aminoglikosida (amikasin, gentamisin, netilmisin, tobramisin dan isepamisin) dan fosfomisin memperlihatkan efek sinergis secara in vitro dan memperbaiki efek terapeutik pada model tikus yang diinfeksi biofilm. 10
11 Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada. Penelitian ini menggunakan isolat P. aeruginosa dari berbagai spesimen klinik yang resisten maupun masih sensitif terhadap amikasin, meropenem dan fosfomisin. Penelitian ini mengombinasikan amikasin dan meropenem serta amikasin dan fosfomisin terhadap isolat-isolat klinis P. aeruginosa dan pengujian efek sinergi dengan metode broth microdilution checkerboard. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi pengembangan mirobiologi klinik maupun untuk kepentingan terapi pasien. Manfaat yang diharapkan antara lain: 1. Memahami manfaat kombinasi antibiotik untuk pengobatan terutama terhadap bakteri yang telah resisten terhadap berbagai kelas antibiotik. 2. Hasil kombinasi antibiotik dapat dijadikan dasar dalam menentukan pilihan antibiotik untuk terapi empiris baik dalam penentuan jenis antibiotik maupun dosisnya. 3. Memberikan wawasan bahwa penggunaan kombinasi antibiotik akan menghambat terjadinya resistensi antibiotik. 11
BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi di lingkungan Rumah Sakit. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta kematian neonatus setiap tahun, 98% terjadi di negara berkembang. Penyebab paling umum kematian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi
I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan standar, terjadi resistensi terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem
1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem pencernaan manusia, dan juga bisa menjadi patogen yang menyebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Resistensi antibiotik memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, setidaknya 2 juta orang terinfeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi
BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi serius mulai dari sistitis hingga pyelonephritis, septikemia, pneumonia, peritonitis,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Isolat Pseudomonas aeruginosa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biofilm merupakan koloni bakteri yang terstruktur, saling menempel dan mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric Substance (EPS)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Subjek Penelitian Dari data pasien infeksi saluran kemih (ISK) yang diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada jangka waktu Januari 2001 hingga Desember 2005
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR
ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR Sulitnya penanggulangan infeksi pneumonia nosokomial oleh Acinetobacter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang. Enterobacter sp. ini sering menyebabkan infeksi saluran kemih, berhubungan erat dengan trauma dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Antibiotik merupakan substansi yang sangat. bermanfaat dalam kesehatan. Substansi ini banyak
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Antibiotik merupakan substansi yang sangat bermanfaat dalam kesehatan. Substansi ini banyak dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan sebagai obat untuk mengobati penyakit
Lebih terperinciANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA
ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri Staphylococcus yang paling sering ditemui dalam kepentingan klinis. Bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan. infeksi telinga tengah kronis berdurasi lebih dari tiga
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi telinga tengah kronis berdurasi lebih dari tiga bulan yang diawali oleh episode otitis media akut, ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan penyakit infeksi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan
Lebih terperinciObat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan
1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik di Indonesia maupun di dunia, hal ini terjadi karena penggunaan antibiotik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan ancaman bagi kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia, hal ini terjadi karena penggunaan antibiotik yang relatif
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
.. UNIVERSITAS INDONESIA POLA KEPEKAAN BAKTERI GRAM NEGATIF DARI PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH TERHADAP ANTIBIOTIK GENTAMISIN DAN KOTRIMOKSAZOL DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK FKUI TAHUN 2001-2005 SKRIPSI
Lebih terperinciFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
IDENTIFIKASI DAN POLA KEPEKAAN BAKTERI YANG DIISOLASI DARI URIN PASIEN SUSPEK INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN Oleh : ESTERIDA SIMANJUNTAK 110100141 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru paru yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun
Lebih terperinciABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008
ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 Nita Kristiani, 2010; Pembimbing I : Penny Setyawati.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari hewan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisme Multidrug-Resistant (MDR) didefinisikan sebagai organisme yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang dilakukan di Paris, didapatkan
Lebih terperinciABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012
ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumonia Taksonomi dari Klebsiella pneumonia : Domain Phylum Class Ordo Family Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae
Lebih terperinci(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian
(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.
Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Dengan semakin luasnya penggunaan antibiotik ini, timbul masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam saluran kemih dengan jumlah yang bermakna (Lutter,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mycobacterium non tuberculosis pertama kali. teridentifikasi menginfeksi manusia pada tahun 1885,
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Mycobacterium pertama kali teridentifikasi menginfeksi manusia pada tahun 1885, dan mengalami peningkatan prevalensi yang cukup signifikan pada tahun 1950-1980. Sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi
Lebih terperinciKeywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media
Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah dampak dari episode otitis media akut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika
Lebih terperinciPseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat menyebabkan keadaan yang invasif pada pasien dengan penyakit kritis maupun pasien yang memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Extended Spectrum β Lactamase (ESBL) Beberapa dekade terakhir, penggunaan intensif sefalosporin spektrum luas (sefalosporin generasi ketiga, seperti seftriakson dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang menyerang manusia yang disebabkan oleh berbagai macam mikroba patogen, salah satunya bakteri. Untuk menanggulangi
Lebih terperinciPrevalensi dan Pola Sensitivitas Antimikrob Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa di RSUD Arifin Achmad
ARTIKEL PENELITIAN pissn: 0126-074X eissn: 2338-6223 MKB. 50(1):6 12 http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v50n1.1150 Prevalensi dan Pola Sensitivitas Antimikrob Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan inflamasi di bagian sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu isu yang menjadi perhatian dunia dengan adanya globalisasi teknologi dan informasi adalah keselamatan pasien dan pengetahuan masyarakat tentang pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannya. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resistensi terhadap antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami yang dipercepat oleh penggunaan obat-obatan antibiotik (WHO, 2014). Spesies
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat dan infeksi luka ditandai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI INFEKSI MULTIDRUG-RESISTANT ORGANISMS (MDRO) PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI BANGSAL NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU) RUMAH SAKIT
p-issn: 2088-8139 e-issn: 2443-2946 Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi IDENTIFIKASI INFEKSI MULTIDRUG-RESISTANT ORGANISMS (MDRO) PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI BANGSAL NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati,
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Antibiotik adalah obat yang digunakan sebagai obat anti infeksi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Antibiotik adalah obat yang digunakan sebagai obat anti infeksi, penggunaan antibiotik ini menjadi meningkat akibat tingginya kasus infeksi yang terjadi. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Di samping itu penyakit infeksi juga bertanggung jawab pada penurunan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1998 WHO melaporkan bahwa infeksi merupakan penyebab kematian kedua setelah kardiovaskular dengan angka mencapai 13,3 juta orang yang meninggal
Lebih terperinciSKRIPSI SOFIA ADHITYA PRADANI K Oleh :
POLA KUMAN DAN RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE FEBRUARI-MARET TAHUN 2016 SKRIPSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA POLA RESISTENSI BAKTERI DALAM DARAH TERHADAP KLORAMFENIKOL, TRIMETHOPRIM/SULFAMETOKSAZOL, DAN TETRASIKLIN DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
Lebih terperinciPOLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :
POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER 2014 Oleh : DASTA SENORITA GINTING 120100251 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciPOLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI
POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI Oleh: RATNANINGTYAS SULISTYANINGRUM K100120154 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh
Lebih terperincimembunuh menghambat pertumbuhan
Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit paru akibat nontuberculous. mycobacterium (NTM) semakin meningkat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit paru akibat nontuberculous mycobacterium (NTM) semakin meningkat. Di negara-negara maju, seiring menurunnya kejadian tuberculosis paru dengan adanya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia. Infeksi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik (Hvidberg et al., 2000). Infeksi saluran kemih (ISK)
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jeruk nipis merupakan buah yang sudah dikenal oleh masyarakat untuk berbagai masakan ini memiliki aktivitas antibakteri, berdasarkan penelitian Lee et al (2014) dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Pseudomonas adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah P.. Bakteri ini bersifat gram negatif, berbentuk batang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat mortalitas di dunia. Infeksi nosokomial menempati urutan keempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit demam tifoid berdasarkan pada angka kejadiannya, masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia
Lebih terperinci