BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Suryadi Kartawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1998 WHO melaporkan bahwa infeksi merupakan penyebab kematian kedua setelah kardiovaskular dengan angka mencapai 13,3 juta orang yang meninggal pada tahun Hal ini setara dengan kematian manusia sebanyak 25 orang setiap menit (Bion et al., 2001). Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke dalam tempat di dalam tubuh yang secara normal dalam kondisi steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat terjadi karena agen infeksi seperti kuman, jamur virus, protozoa, dan cacing parasit (WHO, 2001). Bakteremia merupakan kondisi terdapatnya kuman yang hidup pada aliran darah (Daniela, 2010). Bakteremia dapat terjadi dikarenakan kuman yang normal terdapat pada lapisan mulut, kulit, atau lapisan saluran cerna masuk ke dalam aliran darah melalui abrasi, luka terbuka, atau kerusakan. Selain itu, kuman dapat masuk ke dalam aliran darah karena luka kecil karena sikat gigi (Cabell et al., 2003). Bakteremia merupakan hal yang menentukan terjadinya sepsis. Sepsis merupakan hasil dari infeksi kuman yang parah. Selain itu, sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis shock dengan tanda disfungsi ginjal atau hati yang disertai dengan hipotensi (Cunha, 2008). Sepsis merupakan salah satu infeksi yang masuk ke dalam 10 besar penyebab kematian (Hoyert et al., 2001). Secara keseluruhan kematian karena severe sepsis dan septic shock berkisar antara 30%-60% dengan jumlah kasus severe sepsis dan septic shock telah diperkirakan mencapai dan kasus pada tahun 2010 dan 2020 (Morrell et al., 2009). Terdapat hubungan antara usia lanjut dengan kejadian severe sepsis dan septic shock terutama pada orang tua. Resiko terjadinya sepsis meningkat 13 kali lipat pada pasien dengan usia 65 tahun atau lebih (Artero et al., 2012). 455 kasus sepsis di rumah sakit Universitario Dr. Peset, Spanyol menunjukkan bahwa angka kejadian sepsis paling tinggi terjadi pada pasien dengan umur >70 tahun 1
2 2 (Artero et al., 2012). Selain itu, kejadian sepsis tejadi di Malaysian public Hospital dengan angka kematian 21,58% pada laki-laki dan 12,16% pada perempuan (Gillani et al., 2009). Kuman penyebab sepsis dapat berasal dari infeksi pada paru-paru, saluran kencing, kulit, sistem saraf pusat, dan infeksi pada bagian perut termasuk saluran empedu dan Community acquired methicillin-resistant Staphylococcus aureus (Cunha, 2008 dan SWAB, 2010). Kematian pada pasien sepsis sebagian besar disebabkan oleh kuman Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp., Klebsiella pneumoniae, dan lebih dari sepertiga kematian disebabkan oleh MRSA (methicillin resistant Streptococcus aureus) (Gillani et al., 2009). Pasien yang menderita sepsis akan mengalami beberapa komplikasi seperti komplikasi organ. Pasien sepsis dengan kegagalan fungsi organ memiliki kemungkinan meninggal lebih besar. Kematian pasien sepsis tanpa kegagalan fungsi organ diperkirakan sekitar 15% dan meningkat menjadi 70% jika pasien mengalami 3 atau lebih kegagalan fungsi organ. Komplikasi organ meliputi paru-paru, ginjal, dan jantung (Artero et al., 2012). Salah satu tahap dalam first line penatalaksanaan sepsis adalah terapi antibiotik secara empirik (Morrell et al., 2009). Namun, perkembangan resistensi kuman yang sangat pesat terlihat dengan ditemukan kuman yang resisten terhadap antibiotik pada tahun 1979 sampai Beberapa kuman yang telah resisten terhadap antibiotik seperti gentamicin-r Enterococcus, vancomycin-r Enterococcus, levofloxacin-r Pneumococcus, imipenem-r Enterobacteriaceae, vancomicin-r Staphylococcus, ceftriaxone-r Nesseria gonorrhoeae, dan ceftaroline-r Staphylococcus (CDC, 2013). Penelitian tentang resistensi Escherichia coli terhadap antibiotik menunjukkan bahwa 21 isolat kuman (0,6%) resisten terhadap ampisillin, kloramfenikol, gentamisin, siprofloksasin, sefotaksim, dan trimetoprim/sulfametoksazol (Duerink et al., 2007). Lewis et al. (1999) melaporkan bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotik ceftriakson dan imipenem pada kuman Acinetobacter spp. (28,6% dan 10%), Pseudomonas aeruginosa (46,7% dan 3,8%),
3 3 dan Enterobacter spp. (16% dan 0%). Penelitian lain yang dilakukan di ruang ICU RS Fatmawati, Indonesia didapatkan hasil bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotik meropenem, gentamisin, dan levofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa (25%; 39,1%; 42,2%), Staphylococcus epidermidis (32,4%; 0%; 50%), dan Escherichia coli (7,7%; 38,5%; 53,8%) (Radji et al., 2011). Penemuan strain ST239 MRSA di Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Filipina menunjukkan adanya resistensi terhadap trimetoprim-sulfametoksazol, siprofloksasin, tobramisin, gentamisin, eritromisin, dan tetrasiklin (Chen & Huang, 2014). RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit rujukan terutama untuk daerah Jawa Tengah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan resistensi kuman terhadap antibiotik pada sepsis dewasa sebagai masukan kepada RSUD Dr. Moewardi agar memperhatikan bahwa pada pasien tertentu perlu ada perubahan antibiotika. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut 1. Bagaimana pola kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi? 2. Bagaimana pola resistensi kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut 1. Mengetahui pola kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi 2. Mengetahui pola resistensi kuman pada sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
4 4 D. Tinjauan Pustaka 1. Sepsis Sepsis merupakan SIRS (Systemic Inflammatory Respon Syndrome) akibat dari infeksi (Ntusi et al., 2010). Pasien yang mengalami sepsis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut: Tabel 1. Terminologi dan definisi sepsis Terminologi Systemic inflammatory respons syndrome (SIRS) Sepsis Sepsis berat Syok septik Definisi Dikatakan SIRS bila didapatkan 2 atau lebih: 1. Suhu >38ºC atau <36ºC 2. Denyut nadi >90x/menit 3. Respirasi >20x/menit atau PCO 2 <32 mmhg 4. Lekosit darah >12.000/mm3 atau <4.000 mm3 Sindrom klinis yang ditandai dengan adanya infeksi dan SIRS Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi, termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran Sepsis dengan hipotensi yang tidak membaik dengan resusitasi cairan yang adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Cayono, 2007) Kuman penyebab sepsis dapat berasal dari infeksi pada paru-paru, saluran kencing, kulit, sistem saraf pusat, dan infeksi pada bagian perut termasuk saluran empedu dan Community acquired methicillin-resistant Staphylococcus aureus (Cunha, 2008 dan SWAB, 2010). Kematian pada pasien sepsis sebagian besar disebabkan oleh kuman Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp., Klebsiella pneumoniae, dan lebih dari sepertiga kematian disebabkan oleh MRSA (methicillin resistant streptococcus aureus) (Gillani et al., 2009). Salah satu tahap dalam first line penatalaksanaan sepsis adalah terapi antibiotik secara empirik (Morrell et al., 2009). RSUD Dr. Moewardi merupakan salah satu Rumah Sakit yang memiliki pedoman penggunaan antibiotik secara empirik untuk pasien sepsis (tabel 2). Namun, perkembangan resistensi kuman yang sangat pesat menyebabkan beberapa kuman resisten terhadap antibiotik seperti gentamicin-r Enterococcus, vancomycin-r Enterococcus, levofloxacin-r
5 5 Pneumococcus, imipenem-r Enterobacteriaceae, vancomicin-r Staphylococcus, ceftriaxone-r Nesseria gonorrhoeae, dan ceftaroline-r Staphylococcus (CDC, 2013). Tabel 2. Pedoman penggunaan antibiotik pada pasien sepsis di RSUD Dr. Moewardi 2. Isolasi Kuman Biakan murni dari kuman bisa didapatkan melalui beberapa metode isolasi kuman. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan isolasi kuman antara lain sebagai berikut: a. Cara goresan (Streak Plate Method) Kuman yang akan diisolasi terlebih dahulu diambil menggunakan ose steril kemudian ditanam diatas media yang cocok dan digoreskan pada media. Kuman yang telah diinokulasi digoreskan sebanyak 3 kali dengan masing-masing bagian goresan sebesar sepertiga bagian media. Setiap akan dilakukan goresan, ose harus disterilkan terlebih dahulu. Goresan kedua dimulai dari titik akhir goresan sebelumnya begitu pula untuk goresan ketiga. Media diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37⁰C.
6 6 b. Cara taburan (Pour Plate Method) Sampel kuman dimasukkan ke dalam media cair pada tabung kemudian dilakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan memasukkan beberapa µl media yang berisi kuman ke dalam media kedua dan media kedua yang berisi kuman dimasukkan ke dalam media ketiga. Setiap tabung yang berisi media dan kuman kemudian dituang ke dalam cawan petri steril dan ditunggu hingga mengeras. Media yang telah mengeras kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37⁰C (Grainger et al., 2001). 3. Uji Identifikasi Kuman Kultur kuman yang telah tumbuh kemudian diambil dan dicampurkan dalam tabung reaksi yang berisi larutan salin serta diatur kekeruhannya hingga setara dengan kekeruhan McFarland 0,5. Larutan salin yang telah setara kekeruhannya kemudian diletakkan pada cassette yang bersebelahan dengan slot reagent pada cassette tersebut. Rak yang telah berisi larutan salin dengan reagent slot dimasukkan ke dalam alat vitex dan dilakukan identifikasi kuman menggunakan alat vitex (Ligozzi et al., 2002). 4. Uji Resistensi Kuman a. Pembuatan media Mueller Hinton Media Mueller Hinton sebanyak 1 liter mengandung 64 gram media. Media Mueller Hinton yang telah dibuat, kemudian dituang kedalam petri dengan ketebalan media antara 3-4 mm b. Pembuatan suspensi kuman Kuman terlebih dahulu digoreskan pada media agar untuk mendapatkan koloni tunggal. Media kemudian diinkubasi selama semalam pada suhu 37⁰C. Kuman yang telah tumbuh dipilih 4-5 koloni menggunakan ose steril dan dimasukkan kedalam media BHI. Suspensi kuman kemudian disamakan kekeruhannya setara dengan standar McFarland 0,5.
7 7 c. Inokulasi kuman pada media Suspensi kuman yang telah setara dengan standart McFarland 0,5, kemudian ditanam pada media. Suspensi kuman diambil menggunakan kapas steril kemudian diratakan pada permukaan media. d. Cakram antibiotik Cakram antibiotik diletakkan diatas media yang telah diratakan dengan suspensi kuman. Media kemudian diinkubasi dengan keadaan terbalik selama jam pada suhu 35⁰C. e. Interpretasi data Media yang telah diinkubasi kemudian diukur zona hambat pada masingmasing antibiotik dan dibandingkan dengan standar zona hambat CLSI (Clinical and Laboratory Standart Institute) (CDC, 2003). 5. Resistensi Kuman Selama 20 tahun terakhir, kuman Gram positif yakni cocci telah menjadi kuman patogen yang menyebabkan infeksi di rumah sakit, karena kemampuan kuman tersebut untuk beradaptasi dengan antibiotik. Jenis kuman lain yaitu Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang sebagian besar resisten dengan antibiotik glikopeptida seperti vankomisin, sehingga dilakukan pembatasan penggunaan antibiotik untuk penanganan kuman tersebut (Bion et al., 2001). Tingginya resistensi kuman terhadap antibiotik tidak lepas dari peran kuman tersebut untuk beradaptasi dengan antibiotik. Adaptasi tersebut dapat berupa beberapa mekanisme kuman terhadap antibiotik, antara lain sebagai berikut: a. Perubahan struktur antibiotik Resistensi kuman terjadi karena adanya produksi enzim β-laktamase oleh kuman yang secara kimia akan menginaktivasi antibiotik, sebagai contoh antibiotik golongan betalaktam. Enzim ini akan menginaktivasi antibiotik dengan merusak cincin β-laktam pada antibiotik, sehingga menyebabkan hilangnya efek antibiotik pada golongan betalaktam.
8 8 b. Resistensi penghancuran streptomisin dan obat yang terkait Resistensi kuman terhadap antibiotik golongan aminoglikosida terjadi karena adanya penambahan gugus kimia pada antibiotik. Penambahan gugus kimia pada antibiotik tersebut terjadi karena adanya enzim yang dihasilkan oleh kuman. Enzim tersebut akan menambahkan gugus kimia pada struktur antibiotik. Gugus kimia yang berada pada struktur antibiotik tersebut akan menyebabkan terjadinya kegagalan antibiotik untuk menghambat kerja ribosom kuman dalam sintesis protein. c. Perubahan tempat target antibiotik Mekanisme resistensi kuman terhadap antibiotik yang lain dapat terjadi dengan berubahnya tempat target antibiotik. Resistensi pada jalur ini dapat terjadi melalui 2 jalur mekanisme yaitu mutasi pada gen yang mengkode target antibiotik dan enzim yang secara biokimia mengubah target antibiotik. d. Perubahan penyusun dinding sel Resistensi kuman dapat dipicu karena perubahan komponen penyusun dinding sel kuman. Resistensi kuman terhadap antibiotik vankomisin terjadi karena adanya perubahan reseptor vankomisin dari D-ala-D-ala menjadi D-ala-D-laktat sehingga terjadi kegagalan pergantian antara D-ala-D-ala dengan vankomisin. e. Pengeluaran antibiotik dari dalam sel oleh protein pump Mekanisme resistensi kuman dapat berlangsung dengan pengeluaran antibiotik dari dalam sel oleh protein pump pada membran sel. Protein pump diatur secara langsung oleh kuman dan protein pump hanya akan bekerja ketika terdapat antibiotik. Protein pump tersusun dari protein yang mirip dengan protein yang berperan dalam pengeluaran hasil metabolik sel atau hasil samping sel. Salah satu mekanisme resistensi antibiotik yang terjadi melalui protein pump adalah tetrasiklin. Protein pump akan mengikat tetrasiklin dan mengeluarkan antibiotik tersebut dari dalam sel. Resistensi terhadap antibiotik melalui protein pump juga terjadi pada Staphylococcus aureus terhadap antibiotik siprofloksasin dan kloramfenikol. Resistensi kuman tidak hanya terjadi pada tetrasiklin, siprofloksasin,
9 9 dan kloramfenikol, namun beberapa antibiotik seperti eritromisin dan penisilin serta obat yang terkait dapat terjadi resistensi karena mekanisme protein pump. f. Produksi substrat berlebih Resistensi kuman juga dapat terjadi karena produksi substrat yang berlebih oleh kuman. Substrat yang berlebihan akan menyebabkan penurunan interaksi antara antibiotik dengan target karena jumlah antibiotik yang sedikit dibandingkan dengan substrat. Resistensi terhadap antibiotik melalui jalur ini terjadi pada sulfonamida dan trimetoprim. Resistensi kuman terhadap sulfonamida terjadi karena produksi berlebih dari PABA sehingga memungkinkan PABA berikatan dengan sisi aktif enzim. Selain itu, produksi enzim yang berlebih dalam sel menyebabkan penurunan efektifitas trimetoprim yang berikatan dengan enzim. Penurunan efektifitas ini terjadi karena ketidakcukupan antibiotik untuk berikatan dengan enzim sehingga masih terdapat beberapa enzim dalam keadaan aktif. g. Penurunan permeabilitas Kuman membutuhkan nutrisi dari lingkungan serta membuang hasil samping atau metabolik ke lingkungan. Salah satu jalan untuk keluar dan masuk bahan dari aktivitas kuman tersebut dapat melalui pori-pori. Pori-pori tersebut sering digunakan antibiotik sebagai jalan untuk masuk ke sel kuman. Oleh karena itu, kuman mengatur untuk memperkecil pori-pori sehingga mempersulit antibiotik untuk masuk ke sel kuman. Resistensi kuman dengan penurunan permeabilitas biasanya terjadi pada kuman Gram negatif. Kuman Gram negatif memiliki kemampuan untuk mengatur pori-pori membran sehingga antibiotik tidak dapat masuk ke sel kuman. Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman yang resisten terhadap beberapa antibiotik karena kemampuan kuman tersebut untuk mencegah masuknya antibiotik ke dalam sel kuman. Resistensi kuman juga terjadi pada E. coli 0157:H7 terhadap streptomisin, sulfonamida, dan tetrasiklin. h. Perubahan enzim yang mengaktifkan antibiotik Antibiotik sebagian besar harus dalam bentuk aktif untuk menimbulkan efek. Tetapi, terdapat beberapa antibiotik yang digunakan dalam keadaan inaktif.
10 10 Antibiotik dalam keadaan inaktif ini akan diaktifkan oleh enzim yang terdapat di dalam kuman tertentu, sehingga antibiotik akan menjadi aktif dan akan menimbulkan efek. Pirazinamid merupakan salah satu antibiotik yang digunakan untuk pengobatan tuberkulosis. Antibiotik ini akan diaktifkan oleh enzim yang berada di dalam sel kuman sehingga menjadi aktif. Namun, beberapa enzim tersebut mengalami mutasi sehingga kehilangan kemampuan untuk mengubah antibiotik menjadi bentuk aktifnya. Ketidakmampuan enzim untuk mengubah antibiotik ini yang menjadikan kuman Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap antibiotik. Selain pirazinamid, isoniazid merupakan obat tuberkulosis yang memerlukan aktivasi oleh enzim KatG untuk menjadi aktif. Namun, beberapa enzim KatG pada Mycobacterium tuberculosis telah mengalami mutasi sehingga terjadi kegagalan antibiotik untuk menghambat pembentukan dinding sel (Guilfoile, 2007). E. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data ilmiah tentang pola kuman dan pola resistensi kuman pada sepsis dewasa dari spesimen darah pasien sepsis dewasa terhadap antibiotik di RSUD Dr. Moewardi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan
Lebih terperinci25 Universitas Indonesia
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap kloramfenikol, trimethoprim/ sulfametoksazol,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan bakteri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi
I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi penderitaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri. Ini Gram positif noda dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini ditemukan dalam anggur seperti
Lebih terperinci(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian
(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari hewan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang menyerang manusia yang disebabkan oleh berbagai macam mikroba patogen, salah satunya bakteri. Untuk menanggulangi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif. B. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan inflamasi di bagian sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi
Lebih terperinciAnalisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita
Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Dewasa ini berbagai jenis antimikroba telah tersedia untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat anti
Lebih terperinciBAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan
BAB 1 P ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait tingginya angka kejadian infeksi bakteri.penggunaan antibiotik yang irasional dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi, Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 4.2 Tempat dan waktu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah manusia, jutaan orang dilaporkan meninggal dunia akibat infeksi bakteri. Infeksi dapat menular dari satu orang ke orang lain atau dari hewan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan
III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan metode difusi Kirby-Bauer (Triatmodjo, 2008). Hasil penelitian diperoleh dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit dan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh
Lebih terperinciPETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI
PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh: WULAN PRIATIWI K 100110108 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Lebih terperinciDAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN MOTTO. HALAMAN PERSEMBAHAN. DEKLARASI.. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL.
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN MOTTO. HALAMAN PERSEMBAHAN. DEKLARASI.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL. DAFTAR LAMPIRAN INTISARI.... i iii.iv
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah salah satu penyebab meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas secara signifikan, khususnya pada individu yang mudah terserang penyakit, dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
Lebih terperinciANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA
ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut
Lebih terperinciMETODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4
27 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Rumah Sakit Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare terutama diare pada anak sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flora Normal Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.
Lebih terperinciObat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan
1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik (Hvidberg et al., 2000). Infeksi saluran kemih (ISK)
Lebih terperinciPOLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI
POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh: FINA TRIANA DEWI K 100110132 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya dinegara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi saluran nafas atas akut yang sering terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Menurut laporan
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru paru yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S.aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga merupakan flora
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman atau suatu keadaan ditemukan mikroorganisme patogen di dalam sirkulasi dan dapat berkembang menjadi sepsis (Soedarno
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam saluran kemih dengan jumlah yang bermakna (Lutter,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum
38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media
Lebih terperinciLAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI
LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI Jenis antibiotik Konsentrasi cakram antibiotik Diameter zona hambat (mm) Sensitif intermediate Resisten Kloramfenikol 30 µg 18 13 s/d 17 12 Sumber:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi dan teknik-teknik operasi, penggunaan antibiotik dan anestesia yang semakin baik serta penemuan alat elektronik yang digunakan
Lebih terperinciPENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME
PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau pemurnian dari mikroorganisme lain perlu
Lebih terperinciLAMPIRAN A SKEMA KERJA PEMBUATAN SUSPENSI BAKTERI
114 LAMPIRAN A SKEMA KERJA PEMBUATAN SUSPENSI BAKTERI Kultur murni E. coli / Staph. aureus dalam miring yang telah diremajakan selama 3 hari berturut-turut diinokulasikan 1 ose 2 ml MHB steril Inkubasi
Lebih terperinciII. METODELOGI PENELITIAN
II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinciSurvei Resistensi Antibiotik pada E. coli di Ternak, Manusia dan Lingkungan di Peternakan
Survei Resistensi Antibiotik pada E. coli di Ternak, Manusia dan Lingkungan di Peternakan Tujuan Mengetahui pola kepekaan bakteri pada peternakan babi dan ayam petelur skala kecil Mengetahui pola kepekaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta kematian neonatus setiap tahun, 98% terjadi di negara berkembang. Penyebab paling umum kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia (Fowler, 2008). Jumlah penderita diabetes di seluruh dunia semakin meningkat, peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh infeksi sering diderita oleh masyarakat kita, salah satu infeksi yang diketahui adalah infeksi organ urogenitalia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit demam tifoid berdasarkan pada angka kejadiannya, masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumonia Taksonomi dari Klebsiella pneumonia : Domain Phylum Class Ordo Family Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannya. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Di samping itu penyakit infeksi juga bertanggung jawab pada penurunan kualitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji
III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji efektivitas pada antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit inflamasi yang mengenai parenkim paru. 1 Penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh suatu mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME. Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal ( ) Biologi 3 B Kelompok 6
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan jangkauan yang luas, mulai dari infeksi kulit dan jaringan lunak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Staphylococcus adalah bakteri gram negatif yang berbentuk bulat tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu S. aureus dan S.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.
Lebih terperinci