PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA BATU BATA UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA MISKIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA BATU BATA UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA MISKIN"

Transkripsi

1 i PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA BATU BATA UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA MISKIN ( STUDI KASUS DI DESA MANTAREN II KECAMATAN KAHAYAN HILIR KABUPATEN PULANG PISAU PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) WIDIHARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 ii PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa Tugas Akhir dengan Judul Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Batu Bata Untuk Meningkatkan Pendapatan Keluarga Miskin, Studi Kasus di desa Mantaren II Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau Propinsi Kalimantan Tengah ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal dari karya atau terbitan orang lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum sebagai daftar pustaka di bagian akhir Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini. Bogor, Desember 2006 Widiharsono

3 iii ABSTRAK WIDIHARSONO, Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Batu Bata Untuk Meningkatkan Pendapatan Keluarga Miskin, Studi Kasus di desa Mantaren II Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Propinsi Kalimantan Tengah, Program Studi Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana InstItut Pertanian Bogor, yang dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan SAHARUDIN. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui program pengembangan KUBE sebagai wadah pemberdayaan keluarga miskin. Kajian ini dilakukan di desa Mantaren II Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau Propinsi Kalimantan Tengah. Dalam kajian ini mengambil judul Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Batu Bata Untuk Meningkatkan Pendapatan Keluarga Miskin dengan pertimbangan bahwa hasil evaluasi program pengembangan komunitas yang dilakukan terhadap program KUBE menunjukkan adanya kelemahan atau permasalahan. Oleh karena itu kajian ini juga ingin mengidentifikasi performa KUBE, permasalahan, potensi, harapan, mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat, serta menyusun rencana program aksi pengembangan KUBE yang dilakukan secara partisipatif melalui FGD dengan melibatkan semua unsur yang terkait. Hasil kajian dilapangan menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi KUBE meliputi : Kurangnya modal kerja, Tidak berfungsinya pengurus KUBE, Kurang kompaknya anggota KUBE, Kurangnya dukungan dari Pemerintah, Rendahnya Teknologi, Kurang kekompakan anggota dalam penentuan harga, belum ada kemitraan. Sedangkan potensi yang dimiliki KUBE meliputi : bahan baku melimpah, adanya keterampilan anggota, tingginya partisipasi anggota, peluang pasar, adanya lembaga keuangan, adanya lembaga / instansi pemerintah, adanya LSM pemerhati kemiskinan. Harapan yang diinginkan antara lain : dapat menambah permodalan sehingga dapat memperluas usaha, berfungsinya pengurus KUBE, terwujudnya kemitraan atau jaringan kerja, terwujudnya kerjasama dan kekompakan anggota, dapat bersaing di pasaran, Adanya pembinaan dari Pemerintah, Adanya pendampingan KUBE. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE terdiri dari : potensi keluarga miskin, yang meliputi faktor positif; anggotanya memiliki lahan yang luas, anggota KUBE, terampil, anggota KUBE ulet bekerja, adanya kerjasama antar anggota. Faktor negatif ; bahan baku dapat merusak lingkungan, masih terdapat kekurang kompakan anggota, terbatasnya modal. Dukungan pihak luar, faktor positif meliputi ; Terdapat peluang pasar yang cukup luas, adanya Instansi atau lembaga Pembina, masih terdapat lembaga keuangan, terdapatnya pengusaha atau rekanan. Faktor negatif meliputi ; masih terjadi persaingan pasar, belum ada pendampingan, tidak ada keberanian mengajukan pinjaman modal, belum mampu menjalin kemitraan. Dukungan kelompok lokal lain: faktor positif meliputi ; adanya hubungan kerja dengan TPSP, adanya pembinaan dari Karang Taruna, terdapatnya kelompok usaha produktif lain di desa. Faktor negatif terdiri dari ; pinjaman ke TPSP terbatas dan kecil, belum ada kerjasama dengan kelompok lokal lainnya. Dukungan Komunitas : faktor positif ; adanya modal awal berupa sarana produksi, adanya dukungan Tokoh Masyarakat, adanya tenaga kerja. Faktor negatif ; belum melibatkan komunitas secara umum, belum mampu menampung seluruh keluarga miskin.

4 iv Dalam kajian ini menghasilkan program pemberdayaan KUBE. Program tersebut disusun secara partisipatif dengan memilih prioritas masalah yang harus segera mendapat penanganan. Prioritas masalah tersebut ; kurangnya modal usaha, tidak berfungsinya pengurus, belum ada kemitraan. Untuk mengatasi masalah tersebut disusun sebuah rencana program aksi pengembangan KUBE sebagai berikut ; (1) Penguatan Modal Usaha KUBE dengan tujuan peningkatan volume usaha dan memperkuat modal kelompok, dengan kegiatan yang dilakukan ; membentuk arisan anggota KUBE, mengusulkan pinjaman modal. (2) Revitalisasi Organisasi KUBE dengan tujuan memperkuat kinerja pengurus, meningkatkan peran anggota, meningkatkan kebersamaan dan kegotong royongan, dengan kegiatan yang dilakukan; melakukan penggantian kepengurusan, menyusun tata tertib kelompok secara tertulis, pembagian tugas anggota KUBE, mengadakan pertemuan rutin. (3) Membangun kemitraan, dengan tujuan untuk memperluas jaringan pemasaran, sedang kegiatan yang dilakukan antara lain; ikut kegiatan pameran, mencari bapak angkat, serta membangun jaringan pasar. (4) Pendampingan, yang dilakukan PSM sebagai fasilitator kegiatan KUBE.

5 v Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2006 Hak Cipta Dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 vi PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA BATU BATA UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA MISKIN (STUDI KASUS DI DESA MANTAREN II KECAMATAN KAHAYAN HILIR KABUPATEN PULANG PISAU PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) WIDIHARSONO Tugas Akhir sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

7 vii Judul Tugas Akhir Nama Mahasiswa Nomor Pokok : : : PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA BATU BATA UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA MISKIN (Studi Kasus Di Desa Mantaren II Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau Propinsi Kalimantan Tengah) WIDIHARSONO A Disetujui Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Titik Sumarti, MS Ketua Ir. Saharuddin, M.Si Anggota Diketahui : Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr.Ir.Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 7 Desember 2006 Tanggal Lulus :

8 viii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, karena atas berkat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat (KPM) dengan judul PEMBERDAYAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) BATU BATA UNTUK MENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA MISKIN (Studi kasus di desa Mantaren II Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau Propinsi Kalimantan Tengah), tepat pada waktunya. Kajian Pengembangan Masyarakat ini disusun guna memenuhi syarat kelulusan dalam memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kajian Pengembangan Masyarakat ini terwujud berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Titik SumartI, MS. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan, mulai dari Konsultasi sampai dengan selesainya Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini. 2. Ir. Saharuddin, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang tidak jemujemunya membimbing kapan saja dan di manapun dia berada. 3. Dr. Mardjuki M.Sc. selaku Kepala Balatbangsos yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. 4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 5. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan selaku Dosen Penguji di luar Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan Kajian ini. 6. Dra.Neni Kusumawardhani,MS. Selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. 7. Teman-teman seangkatan yang telah banyak memberikan dukungan moril dan atas pinjaman buku-bukunya sehingga KPM ini dapat terselesaikan tepat waktunya.

9 ix 8. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Isteri dan Anakku tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil dan rela penulis tinggalkan selama menempuh pendidikan. 9. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini. Penulis menyadari bahwa Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, namun demikian KPM ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam penyempurnaan penyusunan program dan kebijakan kepada pihak-pihak yang terkait. Bogor, Desember 2006 Widiharsono

10 x RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Magelang pada tanggal 30 Desember 1967 sebagai anak ke lima dari enam bersaudara pasangan Bapak Sudarwadi dan Ibu Suwarti (Alm). Penulis menyelesaikan Pendidikan pada Sekolah Dasar di SD Negeri Bojong Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang pada Tahun Tahun 1984 tamat SMP Negeri Blabak, Kabupaten Magelang dan Tahun 1987 Tamat SMA Muhammadiyah Muntilan, Kabupaten Magelang. Kemudian pada Tahun 1992 berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Palangkaraya Kalimantan Tengah. Penulis mulai bekerja sebagai Penyuluh Keluarga Berencana pada Tahun 1993 sampai Tahun 1999 di Kabupaten Kapuas. Mulai Tahun 1999 sampai dengan Tahun 2004 dipercaya menjadi Pengawas Penyuluh KB di wilayah Kabupaten Kapuas. Pada Tahun 1999 penulis melangsungkan pernikahan dengan seorang perempuan bernama Suparmi dan pada Tahun 2002 telah dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik sekali yang kami beri nama Zonna Wahyu Purwani yang sekarang telah berumur lima tahun. Tahun 2004 mutasi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Pulang Pisau pada Bagian Sosial dan Pemberdayaan masyarakat sampai sekarang. Pada Tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian (IPB) Bogor dengan status Tugas Belajar atas biaya pendidikan dari Departemen Sosial RI.

11 xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Latar Belakang... Masalah Kajian... Tujuan Kajian... Mnfaat Kajian... TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan... Penyebab Kemiskinan... Faktor Internal... Faktor Ekdternal... Komunitas dan Pemberdayaan Keluarga Miskin... Pemberdayaan... Kelompok Usaha Bersama... Indikator Keberhasilan KUBE... Kerangka Pemikiran... METODE KAJIAN Batas-batas Kajian... Strategi Kajian... Tempat dan Waktu Kajian... Tempat Kajian... Waktu Kajian... Metode Pengumpulan Data... Teknik Analisis Data... Rancangan Penyusunan Program... PETA SOSIAL komunitas Kondisi Geografis dan Pengelolaan SDA... Kondisi Demografi... Sistem Ekonomi... Struktur Komunitas... Kelembagaan dan Organisasi Sosial... EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Program KUBE Pembuatan Batu Bata... Pengembangan Ekonomi Masyarakat Melalui KUBE... Pengembangan Modal Sosial dalam KUBE... ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE Performa KUBE... Keorganisasian... xii xiii xiv

12 xii Keanggotaan Permodalan... Perkembangan Usaha... Kepemimpinan / Kepengurusan.... Aturan Main... Pendampingan... Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan kelembagaan KUBE... Potensi Keluarga Miskin... Dukungan Pihak Luar... Hubungan dengan Kelompok Lokal Lainnya... Dukungan Komunitas... PROGRAM PENGEMBANGAN KUBE PEMBUATAN BATU BATA Langkah-langkah Strategis dan Prinsip Pengembangan KUBE... Langkah-langkah Strategis Pengembangan KUBE... Prinsip-prinsip pengembangan KUBE... Proses Pemberdayaan KUBE... Tujuan Program... Penyusunan Rancangan Program Pemberdayaan KUBE... Program Aksi... Kegiatan Revitalisasi Organisasi KUBE... Kegiatan penguatan Modal KUBE... Kegiatan Membangun Kemitraan... Kegiatan Pendampingan KUBE... KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan... Rekomendasi... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN - LAMPIRAN

13 xiii DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian... Tujuan, Data yang dikumpulkan, Sumber data, teknik dan Instrumen Pengumpulan Data... Langkah-langkah Penyusunan Program Pemberdayaan... Jumlah Penduduk Desa Mantaren II Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin... Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan... Penggunaan dan Kepemilikan Lahan... Penduduk Desa Mantaren II menurut Mata Pencaharian... Tahapan Keluarga Sejahtera Desa Manataren II Tahun Performa Kelembagaan KUBE... Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE... Potensi, Permasalahan, dan harapan anggota KUBE... Masalah, Prioritas masalah dan Alternatif pemecahan masalah pada KUBE di desa Mantaren II... Program Aksi Pengembangan Kelembagaan KUBE di desa Mantaren II

14 xiv DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman Skema Kerangka Pemikiran Kajian Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui KUBE... Piramida Penduduk Desa Mantaren II... Penduduk Usia Produktif... Perbandingan keluarga mampu dan miskin... Tahapan Keluarga Sejahtera Desa Mantaren II... Diagram Alir Masalah

15 xv DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman Sketsa Desa Mantaren II... Sketsa Wilayah Kecamatan Kahayan Hilir... Foto - Foto Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat Pedoman Wawancara (Anggota KUBE)... Pedoman Wawancara (Non Anggota KUBE).... Pedoman Wawancara (Pengurus KUBE)... Pedoman Wawancara (Perangkat Desa)... Pedoman Wawancara (Pengurus Karang Taruna)... Pedoman Wawancara (Pihak Kecamatan)... Pedoman Wawancara (Instansi Terkait)... Pedoman FGD (Pertama)... Pedoman FGD (Kedua)... Pedoman Lokakarya

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia terus bertambah. Dalam satu tahun kenaikannya mencapai empat juta jiwa. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Sussenas) BPS, penduduk miskin sampai pada bulan maret 2006 telah mencapai 39,05 juta jiwa atau 17,75 persen di antara total jumlah penduduk. Jumlah tersebut meningkat 3,95 juta iwa dibandingkan pada bulan Februari tahun 2005 yang waktu itu berjumlah 35,10 juta jiwa. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga BBM dan kedua kenaikan harga beras. Permasalahan kemiskinan telah mengakibatkan timbulnya masalah sosial lain yang lebih nyata dan luas seperti keterlantaran, ketunaan sosial, kriminalitas, eksploitasi anak dan wanita, serta berbagai tindakan anti sosial yang terjadi pada masyarakat. Sebagai akibat dari masalah kemiskinan struktural, kebijakan yang keliru, implementasi kebijakan yang tidak konsisten, maka masalah kemiskinan merupakan faktor penyebab munculnya masalah kesejahteraan sosial yang lain. Sumodiningrat (1997) mengemukakan bahwa kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab-sebab natural, kultural, atau struktural. Dengan kata lain, seseorang atau kelompok orang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan orang atau kelompok orang untuk mentaati tata nilai dan norma dalam masyarakatnya tersebut. Dipandang dari aspek ekonomi, kemiskinan pada dasarnya memperlihatkan adanya suatu kesenjangan antara lemahnya daya beli dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dipandang dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi perkembangan masyarakat yang rendah. Apabila dipandang dari aspek politik, kemiskinan berhubungan dengan lemahnya kemandirian masyarakat. Akibatnya tingkat ketergantungan atau eksploitasi oleh kelompok masyarakat satu terhadap masyarakat yang lainnya dan bermuara

17 2 kepada keadaan ketidakadilan atau kesenjangan. Keadaan kesenjangan yang terpelihara akan berbahaya dan akan menghambat upaya penghapusan kemiskinan. Di Desa Mantaren II terdapat sebanyak 210 keluarga miskin atau 31,2 persen dari total jumlah keluarga yaitu sebanyak 673 Kepala Keluarga sesuai kondisi desa berdasarkan Monografi Desa Mantaren II Tahun Kemiskinan tersebut terjadi karena mereka bermata pencaharian sebagai petani yang hanya sekali musim tanam dalam setahun. Oleh karena itu dari hasil panen padi pada umumnya hanya cukup untuk bertahan sampai panen berikutnya. Sebagai keluarga-keluarga petani, mereka memiliki lahan yamg cukup luas namun tidak dapat memberikan hasil secara maksimal karena pengaruh kondisi lahan yang kurang produktif yang disebabkan lahan tersebut mengandung gambut yang cukup tebal dan resiko terkena pasang surut air sungai. Kemiskinan tersebut semakin dirasakan oleh masyarakat sejak terjadinya krisis moneter yang menimpa Indonesia. Selanjutnya disusul dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang telah berlangsung beberapa kali. Dengan kenaikan harga BBM maka diikuti oleh kenaikan harga barang khususnya sembako yang sehari-hari diperlukan masyarakat. Sedangkan petani tidak mampu menaikkan harga hasil pertaniannya. Dengan demikian petani tidak mampu mengimbangi harga barang di pasaran yang terus naik harganya. Untuk mencapai kesatuan langkah dan keterpaduan dalam pelaksanaan program, strategi dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan keluarga miskin diperlukan strategi dalam mewujudkan kemandirian usaha ekonomi keluarga miskin, meningkatkan kemampuan dan kepedulian sosial masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi keluarga miskin, dan meningkatkan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan kualitas pengorganisasian lembaga keuangan mikro. Dalam hubungan ini, pendekatan yang paling tepat dalam pengembangan ekonomi rakyat yang masih tertinggal menurut Sumodiningrat (1997) adalah melalui pendekatan kelompok dalam bentuk usaha bersama. Selanjutnya Supriyanto (1996), menjelaskan bahwa keberadaan kelompok akan sangat memberi manfaat yang jauh lebih besar bagi anggotanya sejauh : 1. Dipakai untuk pembinaan dalam rangka meningkatkan kemampuan berusaha secara umum bagi para anggotanya.

18 3 2. Dipakai untuk meningkatkan pengetahuan dan praktek serta suatu value system yang lebih cocok bagi kehidupan pengusaha. 3. Dipakai untuk menyuburkan moralitas usaha yang baik,. 4. Dipakai untuk meningkatkan kualitas dari aspek kehidupan yang lebih luas (usaha, rumah tangga, masyarakat, dan sebagainya). Kelompok Usaha Bersama (KUBE), adalah program pemerintah yang dilaksanakan melalui Dinas Kesejahteraan Sosial. Keberadaan KUBE pembuatan Batu Bata di Desa Mantaren II merupakan upaya kerjasama antara masyarakat dengan karang taruna. Program tersebut dibentuk bersama-sama antar warga masyarakat khususnya para pengrajin batu bata yang difasilitasi oleh karang taruna desa. Mengenai permodalan, pada awalnya KUBE tersebut bergerak dengan menggunakan modal sendiri. Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Kalimantan Tengah menyediakan dana pembinaan terhadap Karang Taruna Desa sebanyak Rp ,-. Oleh karang taruna dana tersebut dimanfaatkan untuk membina KUBE tersebut dengan cara dibagikan kepada anggota KUBE. Kehadiran KUBE keluarga miskin merupakan wadah untuk meningkatkan motivasi warga miskin untuk lebih maju secara ekonomi dan sosial, meningkatkan interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber sosial ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai pihak yang terkait. Melalui KUBE diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan berpikir para anggota karena mereka dituntut suatu kemampuan manajerial untuk mengelola usaha yang sedang dijalankan dan berupaya menggali dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungan untuk keberhasilan kelompoknya. Di samping itu diharapkan dapat menumbuh kembangkan sikap berorganisasi dan pengendalian emosi yang semakin baik serta dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, rasa kepedulian dan kesetiakawanan sosial, baik di antara keluarga binaan sosial maupun kepada masyarakat secara luas ( Sulistiati, dkk. 2005) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan keberfungsian sosial para anggota dan keluarganya, yang meliputi meningkatnya kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan berubahnya sikap dan tingkah laku dalam mengatasi

19 4 permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta meningkatnya kemampuan dalam menjalankan peran-peran sosialnya dalam masyarakat. Atas dasar itu maka dalam kajian ini akan membahas Bagaimana Langkah-langkah Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama sehingga dapat memberdayakan Keluarga Miskin?. Masalah kajian Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama memberikan peluang bagi masyarakat miskin untuk membangun dirinya secara partisipatif. Konsep tersebut memberikan dasar dan sasaran dalam upaya perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat, membangkitkan partisipasi masyarakat, dan penumbuhan kemampuan untuk berkembang secara mandiri dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui KUBE. Kelompok usaha bersama yang akan dikaji ini merupakan kelompok yang dibangun atas dasar filosofi dari, oleh dan untuk masyarakat. Untuk itu dalam kajian ini akan menganalisis bagaimana kelompok usaha bersama (KUBE) dapat menjadi media dalam upaya mengangkat derajat masyarakat atau keluarga-keluarga dari kemiskinan. Atas dasar gambaran latar belakang di atas maka dalam kajian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Performa Kelembagaan KUBE? 2. Sejauhmana dukungan pihak luar, interaksi KUBE dengan kelompok lokal lain, dan dukungan komunitas dalam perkembangan kelembagaan KUBE? 3. Bagaimana potensi, masalah, dan harapan dalam pengembangan kelembagaan KUBE? 4. Bagaimana strategi pemberdayaan KUBE untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin? Tujuan kajian Secara umum tujuan kajian ini untuk mengkaji tentang kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai sarana Pemberdayaan Keluarga Miskin. Sedangkan secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah : 1. Mengetahui performa kelebagaan KUBE.

20 5 2. Mengetahui sejauhmana dukungan pihak luar, interaksi KUBE dengan kelompok lokal lain, dan dukungan komunitas dalam perkembangan kelembagaan UBE. 3. Menganalisis potensi, masalah, dan harapan dalam pengembangan kelembagaan KUBE. 4. Menghasilkan strategi dan menyusun program aksi pemberdayaan KUBE untuk meningkatkan pendapatan Keluarga Miskin. Manfaat kajian 1. Memberikan masukan tentang model dan program Pemberdayaan KUBE kepada pengurus dan anggota Kelompok Usaha Bersama di desa Mantaren II Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau. 2. Memberikan masukan tentang model dan program Pemberdayaan KUBE bagi aparat pemerintahan desa. 3. Memberikan masukan kepada Instansi lintas sektoral terkairt di Kabupaten Pulang Pisau dalam pembuatan kebijakan tentang pemberdayaan KUBE dalam rangka peningkatan pendapatan bagi keluarga miskin.

21 6 TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan Kemiskinan sering didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan : kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kemiskinan merupakan suatu sindrome permasalahan sosial yang kompleks sebagai bagian dari permasalahan sosial. Oleh karena itu kemiskinan adalah masalah yang multidemensional menyangkut berbagai aspek ekonomi, sosial budaya, dan memiliki dimensi fisik dan mental, serta dimensi diri (internal) dan lingkungan (eksternal). BPS dan Depsos (2002) yang dikutip Suharto (2005) mendefinisikan bahwa kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Yustika (2003) mendefinisikan kemiskinan dengan memahaminya sebagai akibat dari kebijakan yang timpang terhadap 1) kepemilikan modal, 2) kepemilikan tanah dan akses, serta 3) ketidakserasian aktifitas yang dikerjakan. Selanjutnya Yustika mengatakan bahwa kemiskinan merupakan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan yang dimaksudkan di sini bukan hanya kemampuan individu itu sendiri, tetapi juga dalam konteks keluarga, artinya meskipun kemiskinan itu merupakan atribut bagi individu yang bersangkutan tetapi pada kenyataannya keadaan tersebut terkait erat dengan keluarga. Suharto, dkk (2005) mengutip pendapat Friedman (1979) bahwa kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial tersebut meliputi : modal yang produktif atau assets, sumber-sumber keuangan, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan, jejaring sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, dan lain-lain, pengetahuan dan

22 7 keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan masyarakat. Atas dasar definisi-definisi kemiskinan di atas maka konsep kemiskinan dapat digambarkan sebagai kondisi yang serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan akan sandang, pangan, papan (tempat tinggal), kesehatan, dan pendidikan. Penyebab Kemiskinan Pendapat Elis (1984) yang dikutip suharto (2005), menyatakan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik, dan sosial-psikologis. Secara ekonomis, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut aspek finansial dan jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang disebut garis kemiskinan.garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan pendapatan tertentu. Definisi kemiskinan yang menggunakan pendekatan kebutuhan dasar seperti ini diterapkan oleh Depsos terutama dalam mendefinisikan Fakir Miskin. Bahwa yang disebut Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuatan (power). Kekuatan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Dalam konteks ini Friedman yang dikutip suharto (2003) mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang meliputi : a. modal produksi atau aset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan); b. sumber keuangan (pekerjaan, kredit); c. organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama;

23 8 d. jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa; e. pengetahuan dan keterampilan; f. informasi yang berguna untuk kemajuan hidup. Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan struktur yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktifitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatankesempatan yang ada dalam masyarakat. Faktor penghambat tersebut dapat datang dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Faktor dari dalam seperti rendahnya tingkat pendidikan atau hambatan karena budaya. Sedangkan faktor dari luar seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan seperti ini sering disebut dengan kemiskinan struktural. Mengingat kemiskinan bersifat multidimensi, maka penyebnya juga bersifat multidimensi yang diungkapkan oleh Lubis (2004) diantaranya disebabkan oleh faktor : bencana alam, kegagalan panen, etos kerja yang rendah, pendidikan dan kwalitas kesehatan rendah, serta sebab struktur dan proses transaksi politik, ekonomi dan sosial budaya yang tidak adil dan memiskinkan. Selanjutnya Sulistiati dkk, (2005) lebih jelas lagi menguraikan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan yang dapat dikategorikan dalam dua hal sebagai berikut : 1. Faktor Internal Faktor - faktor internal (dari dalam individu atau keluarga fakir miskin) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain berupa kekurangmampuan dalam hal : a. Fisik (misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan) b. Intelektual (misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi). c. Mental emosional (misalnya malas, mudah menyerah, putus asa, temperamental). d. Spiritual (misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin). e. Sosial psikologis (misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan). f. Keterampilan (misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja). g. Asset (misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan, dan modal kerja).

24 9 2. Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal (berada di luar individu atau keluarga) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain : a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar. b. Tidak dilindungi hak atas kepemilikan tanah. c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usahausaha sektor informal. d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro. e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak. f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal (seperti zakat). g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (Stuctural Adjusment Program / SAP). h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana. j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material. k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata. l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin. Faktor internal dan eksternal tersebut mengakibatkan kondisi kemiskinan tidak mampu dalam hal memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, menampilkan peranan sosial, mengatasi masalah-masalah sosial psikologis yang dihadapinya, mengembangkan potensi diri dan lingkungan, serta mengembangkan faktorfaktor produksi sendiri. Salah satu penyebab kemiskinan diungkapkan oleh Sumodiningrat (1997) adalah Kemiskinan Struktural. Kemiskinan tersebut merupakan kemiskinan yang langsung atau tidak langsung diakibatkan oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak yang berlangsung beberapa kali serta naiknya harga beras yang secara otomatis akan diikuti kenaikan harga barang lain khususnya sembako. Kondisi ini menyebabkan masyarakat tidak mampu mengimbangi harga barang untuk memenuhi kebutuhan pokok pada umumnya, sehingga menjadikan kemiskinan pada masyarakat. Komunitas dan Keluarga Miskin Di dalam proses pembangunan sosial ekonomi di berbagai bidang perekonomian, pertanian, kesehatan dan sebagainya selalu menggunakan komunitas sebagai titik masuk sebuah kebijakan. Oleh karena itu konsep

25 10 komunitas menjadi penting artinya dalam proses pembangunan masyarakat. Koentjaraningrat (1996), mendefinisikan bahwa komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan berinteraksi secara kontinyu sesuai dengan suatu sistem adat istiadat dan terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Pemahaman konsep komunitas secara lebih klasik diungkapkan oleh Wilkinson (1970) yang dikutip Iwan Nugroho (2004) bahwa komunitas merupakan orang-orang yang hidup di suatu tempat (lokasi), di mana mereka mampu membangun sebuah konfigurasi sosial budaya, dan secara bersama-sama menyusun aktifitas kolektif (collection action). Dari kedua pandangan tersebut terdapat beberapa elemen (aspek) penting pembentuk komunitas yang selalu melekat pada pengertian komunitas, bahwa suatu komunitas terbentuk atas dasar lokalitas, adanya ikatan-ikatan sosial-budaya, adanya interaksi kontinyu antar sesama angota dalam komunitas. Secara klasikal, dalam struktur sebuah komunitas akan selalu dikenali makna dan pemahaman adanya prinsip saling berbagi dan pertukaran yang adil (mutuality principle). Selain itu, dalam struktur komunitas juga membawa makna solidaritas sosial yang mengintegrasikan individu-individu anggotanya menjadi sebuah kesatuan sosial yang sulit untuk dipisahkan. Secara umum, gambaran sebuah struktur komunitas akan ditandai oleh serangkaian fenomena sebagai berikut : 1. Prinsip saling berbagi (shared norms and expectation) di antara para anggota suatu komunitas. 2. Pertukaran materi informasi yang adil di antara individu-individu anggota sebuah komunitas. 3. Kesatuan komunitas yang dibangun oleh to face communicastion yang akrab. (Tonny, 2005) Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, sebuah komunitas harus dibangun. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arthur (1960) dalam Iwan Nugroho (2004) bahwa pembangunan komunitas sebagai usaha yang terorganisasikan untuk memperbaiki kondisi kehidupan komunitas, kemampuan integrasi, dan kemampuan untuk berkembang secara mandiri. Dalam pemahaman tersebut suatu komuntas dibangun dalam kaitannya dalam upaya pemenuhan kebutuhan anggota komunitas serta upaya pengembangan diri dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian. Upaya pengembangan komunitas tersebut meliputi semua kegiatan yang terdapat dalam komunitas

26 11 tersebut dengan modal sosial yang dimilikinya. Dengan demikian partisipasi dalam sebuah komunitas lebih diutamakan dalam rangka pengembangan diri. Mengacu pada Unicef (1999) dalam Sumarti. dkk (2005), terdapat tujuh komponen kapasitas di tingkat komunitas yang dapat dikembangkan untuk dapat mendorong aktivitas-aktivitas ekonomi anggotanya melalui pembentukan kelompok-kerlompok usaha ekonomi produktif seperti KUBE, yaitu : 1. Community leader ; siapa saja orang-orang yang berpengaruh dalam masyaraklat yang dapat mendorong penguatan kelompok usaha ekonomi produktif? 2. Community technology ; teknologi apa yang digunakan oleh masyarakat untuk memproduksi sesuatu, apa konsekuensi dari suatu intervensi? 3. Community fund ; apakah ada mekanisme penghimpunan dana dalam masyarakat? 4. Community material ; sarana apa saja yang ada di masyarakat yang berguna untuk pengembangan kelompok, apa modal usaha keluarga/komunitas? 5. Community knowledge ; apa persepsi masyarakat berkaitan dengan usaha mereka, apa harapan terhadap pelayanan ekonomi produktif, sejauhmana kepercayaan pada pelaku pelayanan ekonomi produktif? 6. Community decision making ; apakah masyarakat disertakan dalam program secara keseluruhan? 7. Community organizations ; usaha ekonomi mana yang dapat berkembang menjadi organisasi ekonomi produktif? Kelompok tani, koperasi tani, KUD/LSM, kelembagaan bagi hasil, kelembagaan pedagang, mitra kerja. Dalam pemberdayan Kelompok Usaha Bersama, kelompok menempati posisi yang penting karena akan berperan dalam mengontrol suatu keputusan program maupun kebijakan yang berpengaruh langsung kepada kehidupan komunitas. Di dalam pembahasan tentang pemberdayaan masyarakat dikenal suatu konsep modal sosial, yang secara umum dipahami sebagai bentuk institusi, relasi, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat. Pemberdayaan Pemberdayaan, menurut Adimihardjo, 2004 merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat dan martabat masyarakat bawah. Konsep ini menjadi sangat penting karena dapat memberikan perspektif positif terhadap masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi merupakan strategi dalam paradigma pembangunan yang bertumpu pada rakyat ( people centered development ). Konsep pemberdayaan

27 12 dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep kemandirian, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan (Adimihardja, 2004). Pembedayaan menunjuk pada kemampuan orang atau kelompok yang lemah sehingga mereka memiliki kekuatan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom). Dengan kemampuan dan kekuatannya mereka mampu menjangkau sumber-sumber produksi yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh kebutuhan barang dan jasa yang mereka inginkan. Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan memuat dua pengertian kunci yaitu kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan diartikan bukan hanya menyangkut kekuatan politik, melainkan kekuasaan atau penguasaan atas pilihan-pilihan personil dan kesempatan-kesempatan hidup, pendevinisian gagasan kebutuhan, ide atau gagasan, lembaga-lembaga, sumber-sumber, dan reproduksi. Dengan demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu dan komunitas tertentu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang diinginkan oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan, dan mempunyai pengetahuan serta kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Beragam definisi pemberdayaan pada dasarnya menitik beratkan pada proses pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan proses pegambilan keputusan tersebut, partisipasi merupakan komponen penting dalam membangkitkan kemandirian dan proses pemberdayaan (Craig dan Mayo, 1995). Dengan demikian pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi dalam paradigma pembangunan yang bertumpu pada rakyat (people centered development), sehingga mereka memiliki kemampuan untuk melaksanakan berbagai aktifitas pembangunan dengan memanfaatkan potensi dan sumbersumber yang ada dalam masyarakat secara mandiri. Hal tersebut selaras dengan konsep pengembangan masyarakat (community development) yang merupakan suatu pendekatan pembangunan yang diartikan seagai suatu gerakan yang dibangun untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui partisipasi aktif dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas (Suharto, 2003).

28 13 Pemberdayan merupakan gerakan yang dirancang untuk meningkatkan kehidupan seluruh komunitas dengan partisipasi aktif dan atas dasar prakarsa komunitas. Sejalan dengan kerangka berpikir tersebut, strategi pemberdayaan masyarakat secara partisipatif (participatory community empowment) merupakan strategi yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan. Permasalahan sosial yang terjadi pada masyarakat bukan hanya akibat dari adanya penyimpangan perilaku maupun masalah kepribadian. Namun merupakan akibat masalah struktural, kebijakan yang keliru, implementasi yang tidak konsisten, dan tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan (ESCAP, 1999). Dalam kondisi yang demikian itu maka strategi pemberdayaan sangat diperlukan agar dalam upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas masyarakat menjadi terarah dan mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Mark G. Hanna dan Buddy Robinson (1994), mengemukakan ada tiga strategi utama pemberdayaan dalam praktek perubahan sosial, yaitu tradisional, direck action (aksi langsung), dan transformasi. Strategi tradisional menyarankan agar mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam bebagai keadaan. Strategi direct-action (aksi langsung) membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh sebua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi. Sedangkan strategi transformasi menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengidentifikasian kepentingan diri sendiri. Dalam proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pembangunan untuk menciptakan suasana yang memungkinkan potensi dan sumber yang ada dalam masyarakat dapat berkembang secara optimal. Pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat diperkuat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya. Kelompok-kelomok lemah dilindungi agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok yang lebih kuat, serta menghindari persaingan yang tidak seimbang antar yang kuat dan yang lemah. Mencegah sedini mungkin terjadinya eksploitasi antara kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Oleh karena itu pemberdayaan diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam berusaha memperbaiki kesejahteraan sosialnya.

29 14 Dalam proses pemberdayan, kelompok menempati posisi yang penting karena akan berperan dalam masyarakat dalam mengontrol suatu keputusan program maupun kebijakan yang berpengaruh langsung kepada kehidupan komunitas. Di dalam pembahasan tentang pemberdayaan masyarakat dikenal suatu konsep modal sosial, yang secara umum dipahami sebagai bentuk institusi, relasi, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat. Suharto, dkk berpendapat bahwa tingkat keberdayaan kelompok dan institusi masyarakat dapat dilihat dari tiga aspek yang dibangun yaitu : Pertama, Keswadayaan ide dan gagasan. Ide dan gagasan ini mengacu pada kegiatan dan usaha yang akan dilaksanakan harus betul-betul datang dari anggota, mereka diberi kepercayaan untuk memformulasikan ide dan gagasannya mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan sampai pada evaluasi. Kedua, Keswadayaan modal dan materi. Penyediaan modal dan materi dan bahan baku secara swadaya dari masyarakat akan lebih menjamin kelangsungan dan kelestarian proses dan hasil kegiatan, sehingga dimungkinkan adanya penarikan simpanan-simpanan keanggotaan untuk memperkuat struktur modal seperti simpanan pokok dan simpanan wajib.ketiga, keswadayaan tenaga, keterampilan, dan keahlian. Kegiatan harus melibatkan tenaga keterampilan dan keahlian para anggotanya. Kelompok Usaha Bersama Kelompok usaha bersama adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan Program Kesejahteraan Sosial, untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai metode pendekatan Prokesos yang berarti sebagai metode pendekatan pelayanan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), merupakan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suasana kebersamaan. Kelompok Usaha Bersama akan lebih dapat diharapkan keberhasilannya apabila dilaksanakan dalam semangat kebersamaan dalam kelompok. Selain itu dari segi monitoring dan evaluasi akan lebih mudah dan lebih efektif.

30 15 Penanganan secara kelompok dimaksudkan agar terjadi akumulasi potensi dari warga atau keluarga binaan sosial, sehingga dapat saling melengkapi kemampuan satu sama lain. Dengan berkelompok mereka dapat mencapai tujuan bersama, karena tujuan itu barangkali tidak dapat dicapai sendiri dalam usahanya (Sutarmanto, 1987). KUBE sebagai sebuah organisasi atau kelembagaan terkandung adanya unsur-unsur keorganisasian, keanggotaan, permodalan, perkembangan usaha, kepemimpinan/kepengurusan, memiliki aturan main, serta pendampingan. KUBE akan semakin berdaya dan memberikan manfaat bagu anggota maupun lingkungannya apabila komponen-komponen tersebut dapat berfungsi secara optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE meliputi dimilikinya potensi keluarga miskin, adanya dukungan phak luar, adanya hubungan dengan kelompok lokal lainnya, sertaadanya dukungan dari komunitas. Apabila KUBE dapat mengadopsi secara optimal faktor-faktor tersebut maka dapat dipastikan bahwa KUBE akan semakin berdaya. Sulistiati, dkk (2005) merumuskan bahwa kegiatan pengembangan Kelompok Usaha Bersama bertujuan untuk : 1. Meningkatkan kemampuan anggota kelompok KUBE di dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari, ditandai dengan : meningkatnya pendapatan keluarga, meningkatnya kualitas pangan, sandang, papan, kesehatan, tingkat pendidikan, dapat melaksanakan kegiatan keagamaan dan menongkatnya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosialnya. 2. Meningkatnya kemampuan anggota kelompok KUBE dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dalam lingkungan sosialnya, yang ditandai dengan kebersamaan dan kesepakatan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan dalam lingkungan sosialnya. 3. Meningkatnya kemampuan anggota kelompok KUBE dalam menampilkan peranan-peranan sosialnya baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan sosialnya, yang ditandai dengan semakin meningkatnya kepedulian dan rasa tanggung jawab dan keikutsertaan anggota dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial di lingkungannya. Adapun arah yang ingin dicapai Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah untuk mempercepat penghapusan kemiskinan melalui : 1. Peningkatan kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok; 2. Peningkatan pendapatan; 3. Pengembangan usaha; 4. Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial di antara para anggota KUBE dengan masyarakat sekitar.

31 16 Dengan demikian pembentukan KUBE ditujukan untuk meningkatkan kemampuan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) khususnya keluarga miskin dalam berwira usaha dan meningkatkan rasa kegotong royonganan baik di antara anggota maupun dengan masyarakat di sekitarnya. Melalui KUBE mereka dapat saling menopang dalam melaksanakan usaha. Masalah ekonomi dan sosial yang dihadadpi dapat ditanggulangi secara bersama-sama. Dengan demikian program Kesejahteraan Sosial KUBE Fakir Miskin ini sekaligus dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial keluarga binaan sosial khususnya keluarga miskin. KUBE sebagai media pemberdayaan keluarga miskin dikatakan berhasil apabila dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, dengan kata lain keberhasilan KUBE secara umum tercermin dengan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial. Keberhasilan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bagi keluarga miskin di tengah-tengah masyarakat telah menjadi sarana untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif (khususnya dalam peningkatan pendapatan), menyediakan sebagian kebutuhan yang diperlukan bagi keluarga miskin, menciptakan keharmonisan hubungan sosial antar warga, menyelesaikan masalah sosial yang dirasakan keluarga miskin, pengembangan diri dan sebagai wadah berbagi pengalaman antar anggotanya. Selanjutnya, Sulistiati dkk (2005) merumuskan sembilan kunci sukses dalam pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yaitu : 1. Usaha ekonomi berdasarkan rencana usaha dan anggaran dasar yang disepakati bersama. 2. Usaha ekonomi berorientasi pasar. 3. Menggunakan modal usaha sesuai dengan kebutuhan usaha. 4. Menggunakan bahan baku yang mudah diperoleh di lingkungan setempat. 5. Melakukan usaha sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. 6. Sistem pengelolaan usaha ekonomi dapat dilaksanakan semua anggota dan terbuka bagi anggota. 7. Ada komitmen dan kerjasama yang kuat dari setiap anggota untuk berhasil. 8. Harga yang ditawarkan menguntungkan dan bersaing di pasar. 9. Ada kebersamaan dalam menghadapi berbagai hambatan usaha. Agar Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dapat mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan oleh berbagai pihak, khususnya bagi anggota kelompoknya, maka dalam usaha pengembangannya diperlukan strategi pengembangan KUBE. Adapun strategi pengembangan KUBE tersebut sesuai dengan rumusan Depsos RI (2004) meliputi :

32 17 1. Perlu adanya pengadministrasian dan pengorganisasian kelompok yang baik dan rapi. 2. Pertemuan rutin kelompok minimal seminggu sekali harus disepakati dengan adanya komitmen dari setiap anggota untuk melakukannya. 3. Mempertahankan azas musyawarah untuk mufakat yang ditandai oleh semangat kekeluargaan, kebersamaan, kegotongroyongan dan kesetiakawanan sosial. 4. Pengelolaan dan pengembangan KUBE harus berorientasi pada pemanfaatan dan penggalian sumber dan potensi yang tersedia di lingkungan masing-masing. 5. Penerapan inovasi-inovasi baru dalam pengembangan dan pengelolaan jenis usaha yang dipilih. 6. Pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan. Dengan demikian KUBE diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan berpikir para anggota karena mereka dituntut suatu kemampuan manajerial untuk mengelola usaha yang sedang dijalankan, dan berupaya menggali dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungan untuk keberhasilan kelompoknya. Dengan sistem KUBE diharapkan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, rasa kepedulian dan kesetiakawanan sosial, baik diantara anggota maupun kepada masyarakat secara luas. Indikator Keberhasilan KUBE Penelitian yang dilakukan oleh Suyanto di Propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2002 menyimpulkan bahwa KUBE ternyata memberikan beberapa manfaat bagi anggota dan masyarakat. Manfaat menjadi anggota KUBE dapat menambah penghaslan keluarga, selain itu juga menambah keterampilan kerja bagi anggotanya, anggota KUBE merasa memiliki jaringan sosial yang lebih luas dibanding sebelum menjadi anggota KUBE. Sedangkan manfaat bagi masyarakat antara lain sebagai tempat memperoleh barang dan jasa dengan harga lebih murah. Dahlan (2003) menyatakan bahwa keberhasilan KUBE akan dirasaka manfaatnya baik oleh anggota maupun masyarakat. Manfaat bagi anggota antara lain meliputi : 1. Menambah keterampilan dan pengetahuan anggota dalam pengelolaan usaha secara kelompok. 2. Adanya simpan pinjam anggota KUBE.

33 18 3. Memperoleh tambahan penghasilan dari keuntungan usaha. 4. Meningkatnya relasi sosial di masyarakat dengan bertambahnya teman dan pergaulan. Sedangkan manfaat bagi masyarakat antara lain ; 1. Meningkatnya kegotong royongan masyarakat. 2. Masyarakat bisa belajar berusaha secara kelompok dengan meniru kegiatan serupa. 3. Masyarakat bisa membeli barang hasil usaha KUBE dengan harga yang lebih murah. 4. Tumbuhnya embrio jaminan kesejahteraan sosial masyarakat. Keberhasilan usaha secara kelompok harus dilakukan melalui langkahlangkah operasional pengembangan usaha terutama untuk usaha kecil yang menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmadja (2005) adalah sebagai berikut : 1. Penumbuhan iklim usaha yang kondusif, meliputi ; a) kebijakan persaingan yang sehat dan pengurangan distorsi pasar, b) kebijakan ekonomi yang meberikan peluang bagi UKM untuk mengurangi beban biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi, c) kebijakan pertumbuhan kemitraan dengan prinsip saling menguntungkan, memerlukan, dan saling memperkuat. 2. Dukungan penguatan, meliputi ; a) peningkatan sumberdaya manusia, b) peningkatan penguasaan teknologi, c) peningkatan penguatan informasi, d) peningkatan penguasaan permodalan, e) peningkatan penguasaan pasar, f) perbaikan organisasi dan manajemen, g) pencadangan tempat usaha, h) pencadangan bidang-bidang usaha. Kerangka Pemikiran Pemberdayaan merupakan bagian dari strategi program pembangunan kesejahteraan sosial. Pembanguan masyarakat dan pemberdayaan rakyat tidak mungkin dapat dipisahkan dari arena dan konteks di mana ia berada. Untuk memperjelas arah pemberdayaan keluarga miskin maka salah satu cara yang dapat dilakukan dengan melalui program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sehingga terjadi peningkatan pendapatan sehingga tercapai kesejahteraan dan keberfungsian sosialnya. Pemberdayaan KUBE perlu dilakukan langkah-langkah

34 19 tepat yang dapat mempercepat tingkat keberdayaannya sehingga akan membawa pengaruh kepada peningkatan pendapatan anggotanya. Sebagaimana telah diuraikan terdahulu bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan kronis adalah kemiskinan yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama, turun temurun, atau disebut juga sebagai kemiskinan struktural, yaitu akibat kebijakan, peraturan, atau perundangan yang keliru. Masyarakat yang dikategorikan miskin pada dasarnya mereka juga memiliki potensi atau kemampuan diri sebagai modal dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, walaupun dalam keadaan sangat minim atau terbatas. Keluarga miskin secara faktual dapat dilihat bahwa mereka mampu merespon dan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Namun demikian dengan mengembangkan potensi yang mereka miliki maka bukan tidak mungkin kemiskinan tersebut dapat diatasi. Salah satu upaya mengembangkan potensi yang dimiliki keluarga miskin tersebut adalah melalui Kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan KUBE seperti potensi keluarga miskin, adanya dukungan pihak luar, dukungan kelompok lokal lain di desa, serta dukungan dari komunitas. Untuk mengatasi kelemahan atau permasalahan pada Terdapat sembilan kunci sukses dalam rangka pengembangan KUBE yang meliputi Usaha ekonomi berdasarkan rencana usaha dan anggaran dasar yang disepakati bersama, usaha ekonomi berorientasi pasar, menggunakan modal usaha sesuai dengan kebutuhan usaha, menggunakan bahan baku yang mudah diperoleh di lingkungan setempat, melakukan usaha sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, sistem pengelolaan usaha ekonomi dapat dilaksanakan semua anggota dan terbuka bagi anggota, ada komitmen dan kerjasama yang kuat dari setiap anggota untuk berhasil, menguntungkan dan bersaing di pasar, ada kebersamaan dalam menghadapi berbagai hambatan usaha. Untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap dalam menganalisis data maka dapat dirumuskan performa KUBE yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut : keorganisasian, keanggotaan, permodalan, perkembangan usaha, kepemimpinan/kepengurusan, aturan Main, pendampingan. Dipilihnya pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai wahana peningkatan pendapatan bagi keluarga miskin karena terdapat beberapa alasan yang antara lain bahwa Pertama; KUBE telah diperkenalkan di dalam masyarakat sejak akhir tahun 1970 dan awal tahun 1980 an, namun sampai

35 20 sekarang belum terdapat KUBE yang benar-benar dapat mengatasi masalah kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Kedua; Pada umumnya, KUBE telah mendapat bantuan modal dari pemerintah namun tidak dapat dikembangkan. Ketiga ; Masih banyak KUBE yang belum terorganisir secara terstruktur sehingga belum berlakunya manajemen yang baik. Keempat ; Pada umumnya indikator KUBE seperti keanggotaan, kepengurusan, serta kegiatannya belum berfungsi dengan baik. Program KUBE disusun sebagai upaya pengentasan kemiskinan sehingga bagi keluarga-keluarga miskin dapat meningkatkan pendapatan sehingga dapat terwujud kesejahteraan dan keberfungsian sosial anggotanya. Strategi yang dapat dilakukan dalam upaya pemberdayaan kube adalah sebagai berikut : Perlu adanya pengadministrasian dan pengorganisasian kelompok yang baik dan rapi, pertemuan rutin kelompok minimal seminggu sekali harus disepakati dengan adanya komitmen dari setiap anggota untuk melakukannya, mempertahankan azas musyawarah untuk mufakat yang ditandai oleh semangat kekeluargaan, kebersamaan, kegotongroyongan dan kesetiakawanan sosial, pengelolaan dan pengembangan KUBE harus berorientasi pada pemanfaatan dan penggalian sumber dan potensi yang tersedia di lingkungan masing-masing, penerapan inovasi-inovasi baru dalam pengembangan dan pengelolaan jenis usaha yang dipilih, pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan. Kajian Pengembangan Masyarakat ini akan mengkaji kondisi dan perkembangan KUBE di desa Mantaren II dan menyusun program pemberdayaan KUBE sehingga dapat mengangkat derajat keluarga miskin atau menjadikan KUBE ibarat sebuah motor penggerak yang dapat membawa anggotanya menjadi lebih maju. Secara jelas, kerangka pemikiran kajian ini dapat digambarkan sebagaimana pada gambar 1 berikut :

36 21 Potensi Keluarga Miskin Kepemilikan lahan Pengetahuan dan keterampilan Ulet dan pekerja keras Solidaritas sosial Mobilitas Tidak mudah menyerah Berorientasi ke depan Dukungan Pihak Luar Program/ Kebijakan Pemasaran Pendanaan/Modal LSM Organisasi terkait Dukungan Kelompok Lokal Lain Kelompok Arisan TPSP UPPKS UP2K-PKK Performa KUBE Keorganisasian Keanggotaan Permodalan Perkembangan Usaha Kepemimpinan/ Kepengurusan Aturan Main Pendampingan Strategi Pemberdayaan Kelembagaan KUBE KUBE Berdaya Peningkatan pendapatan Mampu mengatasi masalah Peningkatan keberfungsian sosial anggota Dukungan Komunitas Orang berpengaruh Teknologi Penghimpunan Dana Sarana Persepsi Masyarakat Kesertaan dalam program Alternatif Usaha Gambar 1: Skema kerangka pemikiran dalam Kajian Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui KUBE.

37 22 METODE KAJIAN Batas-batas Kajian Kajian pengembangan masyarakat dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh suatu komunitas yang di dalamnya menyangkut adanya program, dan organisasi, yang perlu dikembangkan. Lebih fokus lagi kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana keluarga-keluarga miskin mengetahui masalah yang mereka hadapi serta mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut sehingga berdaya dengan pemberdayaan KUBE. Dalam kajian ini lebih banyak menggunakan pendekatan partisipatif dalam menganalisis masalah yang dilakukan melalui diskusi-diskusi kelompok, dengan harapan dapat diperoleh data dan informasi secara mendalam dan mengetahui peristiwa-peristiwa yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat atau kelompok. Dengan melalui pendekatan ini diharapkan dapat membangun pemahaman tentang berbagai aspek yang dapat menunjukkan peranan kelompok dalam meningkatkan kemampuan dan kemandiriannya dalam upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan sosialnya, khususnya masalah pengembangan usaha secara mandiri dengan berdasarkan kekuatan yang dimiliki komunitas sehingga diperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh dari pola perilaku, tindakan, dan interaksi antar anggota kelompok usaha bersama (KUBE) tersebut. Dengan demikian dalam kajian pengembangan masyarakat ini dipilih aras subyektif mikro, dalam arti bahwa kajian ini berpusat pada KUBE sebagai subyek kajian. Dalam kajian ini dibatasi pada masalah upaya pemberdayaan KUBE Batu Bata untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin. Di samping itu untuk melihat sejauhmana partisipasi dan peran serta masyarakat di dalam KUBE tersebut sehingga akan terjadi suatu pertukaran informasi, saling berinteraksi antar anggota, sehingga terbangun sistem kelembagaan yang berfungsi untuk meningkatkan keberfungsian sosialnya.

38 23 Strategi Kajian Dalam proses pemberdayaan, Oakley dan Marsden (1984) sebagaimana dikutip Adimiharja ( 2004) mengatakan, bahwa proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian melalui organisasi. Sementara Dubois dan Milles yang dikutip Adimiharja ( 2004 ) mengatakan bahwa berdasarkan konsep tersebut maka proses pemberdayaan secara umum yaitu : Mempersiapkan kerjasama, menjalin relasi, mengartikulasikan tantangantantangan, mengidentifikasikan berbagai kekuatan yang ada, mendefinisikan arah yang ditetapkan, mengeksplorasi sistem-sistem sumber, menganalisis kapasitas sumber, menyusun kerangka pemecahan masalah, mengoptimalkan pemanfaatan sumber,memperluas kesempatan-kesempatan, mengakui keberhasilan, dan mengintegrasikan kemajuan-kemajuan yang dicapai. (Adimihardja, 2004). Masyarakat khususnya keluarga miskin sebenarnya memiliki banyak potensi baik dilihat dari sumber daya alam, maupun sumber daya sosial dan budaya. Keluarga miskin juga memiliki kekuatan yang apabila digali dan disalurkan akan menjadi energi yang besar untuk dikembangkan dalam rangka Pengentasan kemiskinan. KUBE sebagai sarana dalam peningkatan pendapatan bagi keluarga miskin perlu diberdayakan sehingga dapat mampu menjadi penggerak bagi keluarga miskin dalam mencapai kesejahteraannya. Untuk itu maka dilakukan strategi pengembangan dengan mendayagunakan berbagai sumber dan potensi yang ada sehingga dapat membuka peluang menuju keberdayaan. Di dalam pemberdayaan KUBE, yang terpenting adalah bagaimana menjadikan keluarga miskin pada posisi pelaku yang aktif dan bukan penerima pasif, mengutamakan insiatif dan kreasi masyarakat, dengan strategi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam upaya pemberdayaan KUBE harus selalu ditumbuhkan, didorong, dan dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan. Hal ini karena KUBE dibentuk dan diberdayakan bukan saja untuk anggota, namun lebih terbuka baik bagi anggota maupun non anggota yang dapat menerima manfaat dengan adanya KUBE tersebut.

39 24 Tempat dan Waktu Kajian Tempat Kajian Kajian Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama untuk meningkatkan pendapatan bagi keluarga miskin ini dilakukan di Desa Mantaren II, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan dengan alasan atau pertimbangan bahwa desa ini merupakan desa miskin walaupun telah tersentuh oleh program program pembangunan masyarakat, khususnya program penanggulangan kemiskinan. Desa tersebut berdiri sejak tahun 1959 karena desa ini merupakan desa transmigrasi, yang telah didefinitifkan sejak tahun Karena pengaruh keadaan tanah yang merupakan tanah gambut, sehingga kesulitan bagi masyarakat untuk mengembangkan potensi bidang pertanian. Secara geografis, Desa Mantaren II tersebut merupakan lokasi yang sangat strategis karena desa tersebut terletak dipinggir jalan raya yang menghubungkan antara Kabupaten Kapuas dengan Kabupaten Pulang Pisau dan Palangkaraya. Jarak antara desa dengan ibu kota kecamatan dan kabupaten sekitar 8 km. Selain dilalui lalu lintas jalan raya, desa ini juga dilalui oleh lalu lintas sungai yang menghubungkan antara Kecamatan Maliku dengan Ibu kota kecamatan dan Kabupaten. Dengan melalui lalu lintas air atau sungai maka akses untuk menuju ke desa-desa tetangga yang berada di seberang sungai lebih mudah, yaitu dengan menggunakan perahu mesin tempel. Dengan dilaluinya dua jalur lalu lintas tersebut sangat membantu dan memudahkan bagi masyarakat desa Mantare II untuk mengadakan hubungan dengan desa-desa lain di sekitarnya. Dengan kondisi geografis yang demikian itu sangat memungkinkan dan sangat mendukung untuk kemajuan desa tersebut. Waktu kajian Kajian ini dilakukan dengan melalui beberapa tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan kajian, sampai dengan penyusunan laporan hasil kajian. Perencanaan kajian dimulai sejak pelaksanaan Praktek Lapangan I yang dilaksanakan pada bulan Nopember 2005, Kemudian dilanjutkan dengan Paktek Lapangan II yang dilaksanakan pada bulan Februari Selanjutnya

40 25 Pelaksanaan Kajian dilaksanakan mulai bulan Juni 2006, yang secara jelas seperti tampak pada tabel 1 berikut : Tabel 1 : Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian No Kegiatan Tahun 2005 Tahun Pemetaan Sosial 2 Evaluasi Program 3 Penyusunan Proposal dan Seminar Kolokium 4 Pelaksanaan Kajian 5 Penulisan Laporan 6 Seminar dan Ujian 7 Penggandaan Laporan Metode Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dalam kajian Pengembangan Masyarakat ini dilakukan melalui beberapa tahapan : Pertama ; Proses pengumpulan data diawali dengan pelaksanaan Praktek Lapangan I yaitu Pemetaan Sosial. Dalam pemetaan Sosial ini diperoleh data dan informasi mengenai Sejarah Desa dan lokasi Pemetaan, data tentang kependudukan, sistem ekonomi, struktur komunitas, organisasi dan kelembagaan, sumber daya lokal, serta data tentang Masalah kesejahteraan sosial. Kedua ; Data dan informasi sebagai bahan kajian ini dikumpulkan melalui kegiatan Praktek Lapangan II mengenai evaluasi program pengembangan

41 26 masyarakat. Dalam proses ini diperoleh data dan informasi mengenai Program dan kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Batu Bata bagi keluarga miskin. Agar dapat diperoleh data yang lebih akurat sesuai yang diperlukan dalam kajian, maka data yang dikumpulkan meliputi : 1. Data primer : dimaksudkan bahwa data yang diperoleh bersumber dari responden yaitu anggota KUBE. Data dan informasi yang diperoleh mengenai manfaat, masalah yang dirasakan, serta harapan yang diinginkan anggota KUBE. Sedangkan data yang dikumpulkan dari informan seperti tokoh masyarakat, Pengurus dan anggota KUBE, serta dari informan atau masyarakat lainnya mengenai pandangan mereka terhadap keberadaan KUBE yang menyangkut manfaat, masalah, dan harapan yang diinginkan dengan keberadaan KUBE. Mengenai jumlah responden atau informan yang dijadikan sumber tidak ada patokan jumlahnya, tetapi berpatokan pada kecukupan informasi tentang masalah kajian. 2. Data sekunder : dimaksudkan data yang bersumber dari dokumen dokumen tingkat desa seperti kondisi demografis, luas lahan, penggunaan lahan, serta dokumen tertulis lain yang dapat digunakan sebagai bahan kajian. Tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data kajian ini meliputi : a. Observasi, dilakukan untuk mengamati perilaku warga miskin dalam mencari nafkah, mengamati potensi desa, mengamati cara memperoleh bahan baku pembuatan batu bata, mengamati lokasi kegiatan KUBE. b. Studi dokumentasi, untuk memperoleh data jumlah penduduk, jumlah keluarga miskin, jenis mata pencaharian, luas wilayah dan batas-batas desa. c. Wawancara mendalam, untuk memahami pandangan, pendapat, dan tanggapan-tanggapan masyarakat, tokoh masyarakat, pemuda, perempuan, serta lebih khusus kepada komunitas kajian yaitu anggota dan pengurus KUBE, tentang manfaat, masalah, dan harapan, serta potensi yang dimiliki dan faktor pendukung dan penghambat perkembangan KUBE. d. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion), yaitu mengadakan diskusi secara sistematis untuk memahami dan memecahkan permasalahan secara partisipatif. Pada diskusi ini sebagai peserta adalah anggota KUBE, peneliti berperan sebagai fasilitator. Dalam kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dilaksanakan tersebut diharapkan dapat diperoleh data dan informasi lengkap sesuai yang

42 27 dibutuhkan dalam kajian. Untuk mengumpulkan data dan informasi dapat lebih lengkap dan mengarah maka dalam kajian ini diperlukan data dan informasi mengenai Performa KUBE untuk mengetahui sejauhmana perkembangannya sejak terbentuknya sampai dengan kondisi saat dilakukan kajian. Untuk mengetahui perkembangan KUBE tersebut maka diperlukan juga data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan KUBE yang meliputi ; Potensi Keluarga Miskin, Dukungan Pihak Luar, Hubungannya dengan kelompok lokal lainnya, serta Sejauhmana dukungan komunitas terhadap perkembangan KUBE. tabel 2. Secara rinci, proses pengumpulan data dalam kajian ini dapat dilihat pada Tabel 2 : Tujuan, data yang dikumpulkan, sumber data, teknik dan Instrumen Pengumpulan data. No Tujuan Variabel Parameter Sumber Data Teknik Instrumen 1 Mengetahui potensi dan masalah keluarga miskin Penguasaan lahan Keterampilan Tingkat penguasaan lahan/luas Keterampilan yang dimiliki Anggota Wawancara Pedoman Wawancara 2 Mengetahui dukungan pihak luar terhadap KUBE dan mengetahui sejauhmana intervensi KUBE mendapat dukungan pihak luar. Program/ kebijakan Pemasaran Pendanaan/Mo dal Dukungan Program dan usaha KUBE Sistim /jangkauan Pemasaran Pendanaan / bantuan modal Anggota Pengurus Instansi Terkait Karang Taruna LSM Wawancara Pedoman Wawancara 3 Mengetahui Performa /Kelembagaan KUBE Keorganisasian Keanggotaan Permodalan Perkembangan Usaha Kepemimpinan/ Kepengurusan Aturan Main Pendampingan Prospek di masa depan Perkembangan jumlah anggota Perkembangan jumlah modal usaha Perkembangan jenis usaha/ Anggota Pengurus Wawancara Pedoman wawancara kegiatan Administrasi dan manajemen KUBE 4 Mengetahui Interaksi KUBE dengan Organisasi Lokal lainnya Kelompok Arisan TPSP UPPKS UP2K - PKK Manajemen/ kepengurusan Cara pemupukan modal Anggota Pengurus Wawancara Pedoman wawancara Cara pengembangan

43 28 usaha Membangun jejaring Aturan main 5 Hubungan KUBE dengan Komunitas Orang berpengaruh Teknologi Penghimpunan dana Sarana Persepsi masyarakat Kesertaan dlm program Alternatif usaha Dukungan orangorang berpengaruh di desa Teknologi yang digunakan berusaha Pengembangan modal usaha Sarana dan prasarana pendukung Tanggapan masyarakat luas thd KUBE Anggota Pengurus Wawancara Pedoman wawancara Keterlibatan masy. Dalam program pemb. Pilihan-pilihan lain jenis usaha 6 Menyusun Strategi dan program aksi pemberdayaan KUBE Data potensi dan dan masalah pengembangan KUBE Potensi KUBE Rencana Kerja Analisis Potensi dan masalah yang dihadapi KUBE Penetapan alternatif masalah Penyusunan program aksi Pengurus Anggota Karang Taruna Staf Desa Instansi terkait FGD Pedoman FGD Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul yang bersumber dari responden, informan, maupun dokumentasi selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan dideskripsikan dan diolah dalam bentuk tabel atau matrik data. Menurut Miles dan Huberman (1992), dalam menganalisis data tersebut dijelaskan bahwa : Data yang ada tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam menganalisis data kualitatif adalah sebagai berikut : 1. Reduksi Data : merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang

44 29 menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulankesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diidentifikasi. 2. Penyajian data : merupakan sekumpulan data dan informasi yang disusun dalam bentuk Tabel atau matriks, grafik atau bagan, sehingga memudahkan dalam penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Kesimpulan dan Verifikasi : yaitu proses menghubungkan antar data (fenomena) secara kualitatif dan berdasarkan landasan teoritis yang meliputi arti tindakan masyarakat, mencari pola hubungan, penjelasan, dan proposisi. Kesimpulan akhir tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpangan dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti dan tuntutan sponsor. Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Pembuktian kembali atau verifikasi dapat dilakukan untuk mencari pembenaran dan persetujuan sehingga validitas dapat tercapai. Rancangan Penyusunan Program Program pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin agar mereka terhindar dari kemiskinan dan ketidakberfungsian sosialnya. Program pengembangan atau pemberdayaan KUBE bagi keluarga miskin yang telah dilakukan selama ini yang lebih bersifat top down, ternyata kurang membuahkan hasil dan manfaat nyata bagi masyarakat. Dalam melaksanakan kajian ini pengkaji berperan sebagai fasilitator untuk menghimpun data dan informasi serta menganalisis secara bersama melalui diskusi yang berlangsung dalam penyusunan program. Dalam penyusunan program aksi pemberdayaan KUBE Batu Bata yang menjadi topik kajian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi masalah Performa KUBE. Tahap ini dilakukan melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok, dan pengamatan lapangan. Dengan cara ini maka akan diperoleh masalah yang ada dalam kelompok tersebut dan dirumuskan secara bersama-sama. Tujuan dari identifikasi terhadap Kelembagaan KUBE ini adalah untuk mengetahui keragaan KUBE yang meliputi kepengurusan, perkembangan keanggotaan, permodalan dan kegiatan usaha, faktor-faktor yang

45 30 mempengaruhi perkembangan KUBE, serta mengetahui seberapa besar kontribusi komunitas terhadap KUBE dan bagaimana KUBE tersebut menjadi bagian penting bagi keluarga miskin, serta keterlibatan pihak luar dalam mendukung keberadaan KUBE yang meliputi program, pemasaran, serta dukungan permodalan dalam mendukung perkembangan KUBE. Di samping itu mengidentifikasi potensi dan masalah keluarga miskin yang meliputi tingkat keterampilan dan tingkat penguasaan lahan. Dengan melakukan identifikasi ini maka akan diketahui frofil KUBE yang menjadi fokus kajian. Hasil identifikasi tersebut kemudian direduksi untuk menentukan dan mencari prioritas masalah. Setelah masalah yang menjadi prioritas utama telah diketemukan, kemudian didiskusikan dan dianalisis dengan mencari faktor faktor penyebab dan mencari peluang yang dapat mendukung Pengembangan KUBE. 2. Menganalisis interaksi antara KUBE dengan Organisasi lokal lainnya. Tahap ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara KUBE dengan Organisasi Lokal lainnya. Dalam hal ini analisis bertujuan untuk sharing program dan kegiatan dengan tujuan bahwa dalam upaya mengembangkan KUBE dimaksud tidak ada salahnya jika mentransfer atau merujuk kegiatan dari kelompok-kelompok lain yang dapat diterapkan dalam KUBE. Tahap ini dilakukan dengan melalui diskusi, sehingga diperoleh kesepakatan bersama dalam upaya melakukan perbaikan terhadap kelembagaan dan kegiatan-kegiatan KUBE. Pada tahapan ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah program dan kegiatan secara lengkap. 3. Menganalisis dukungan pihak luar terhadap KUBE dan intervensi KUBE terhadap pihak luar. Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pihak luar yang meliputi kebijakan, perbankan, pemodal, pemasaran, keterlibatan/dukungan organisasi terhadap KUBE, dan sebagainya. Di samping itu untuk mengetahui sejauhmana aspirasi komunitas (KUBE) dapat diserap oleh pihak luar tersebut, yang meliputi kemudahan-kemudahan dukungan modal, pembinaan, pendampingan, maupun akses pasar, sehingga mempermudah KUBE dalam pengembangannya. Hal ini dilakukan dengan melalui wawancara serta diskusi-diskusi untuk menemukan kesepahaman.

46 31 4. Menganalisis Dinamika / Keberlanjutan KUBE. Tahap ini dilakukan setelah melakukan analisis ketiga analisis di atas. Tujuan melakukan analisis ini untuk mengetahui dampak atau pengaruh baik positif maupun negatif terhadap KUBE, baik yang disebabkan oleh performa KUBE itu sendiri, hasil interaksi dengan organisasi lokal lainnya, serta dukungan pihak luar dan aspirasi KUBE terhadap pihak luar. Untuk menganalisis ini dilakukan melalui diskusi kelompok tujuan untuk mengetahui permasalahan yang ada serta upaya mencari jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahap ini juga merupakan tahap menentukan alternatif kegiatan atau program yang akan dilakukan oleh kelompok usaha bersama dalam rangka pengembangan kelembagaan KUBE. Dengan demikian, anggota telah menentukan prioritas masalah dan menentukan alternatif jalan keluarnya yang telah disepakati bersama-sama. 6. Menyusun Rencana Program Aksi Pengembangan KUBE. Atas dasar diskusi yang dilakukan mulai dari menemukan prioritas masalah sampai dengan mencari alternatif pemecahannya yang dilakukan secara bersama-sama, maka dalam tahap ini adalah tahap menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukan kelompok tersebut. FGD dilakukan dalam dua tahapan yaitu pertama dilakukan di masing-masing KUBE yang dilaksanakan oleh pengurus dan anggota. Kedua, FGD dilakukan bersama antara KUBE dengan BPD, Perangkat Desa, dan kelompok lokal lainnya. Langkah selanjutnya setelah diketemukan permasalahan yang ada pada Kelembagaan KUBE, maka dilakukan Lokakarya yang diikuti oleh Pengurus dan anggota KUBE, Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat, serta Stakholders terkait lainnya seperti dinas dan instansi Pemerintah terkait. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 :

47 32 No Tabel 3 : Langkah-langkah Penyusunan Program Pemberdayaan Kegiatan Masalah yang dibahas Upaya mengatasi masalah Peserta Jumlah Keg 1 FGD Rendahnya modal usaha Tidak berfungsinya pengurus Kurang kompaknya anggota Kurangny a dukungan pemerintah Rendahnya teknologi Kurang kompaknya dalam harga jual Belum terwujudnya jaringan kemitraan Membentuk arisan dan mengajukan pinjaman modal kepada Bank. Revitalisasi organisasi Mencari dukungan melalui pemerintah desa Menambah iuran anggota Membuat aturan main secara tertulis Menaikkan hagra jual Mengikuti pameran dan promosi. Bekerjasama dengan rekanan Pengurus dan Anggota KUBE Perangkat Desa Tokoh Masyarakat Kelompok Lokal Lainnya 1 kali 2 Lokakarya Kurangnya Modal Usaha Tidak berfungsinya pengurus Belum ada Kemitraan Membentuk arisan dan mengajukan pinjaman modal Merevitalisasi kepengurusan Menjalin kemitraan Pendampingan Pengurus dan Anggota KUBE Stakholder terkait 1 kali

48 33 PETA SOSIAL KOMUNITAS Pada Prakek Lapangan I telah dilakukan Pemetaan Sosial di desa Mantaren II dan telah diperoleh sejumlah data dan informasi mengenai kondisi dan permasalahan umum yang dirasakan oleh masyarakat desa Mantaren II. Salah satu permasalahan yang sangat dirasakan oleh masyarakat dan diharapkan akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik yaitu permasalahan kemiskinan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut : Kondisi Geografis dan Potensi Sumber Daya Alam Secara Geografis, Desa Mantaren II terletak sangat strategis karena dilalui dua jalur lalu lintas, yaitu di sebelah timur dilalui jalur lalu lintas darat yang merupakan jalan raya yang menghubungkan antara Kabupaten Kapuas dengan Kabupaten Pulang Pisau dan Ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah yaitu Palangkaraya. Di sebelah barat dilalui jalur lalu lintas air atau sungai Kahayan yang menghubungkan antar Kecamatan di bagian hilir dengan Kecamatan di bagian hulu yaitu Kahayan Hilir dan Kabupaten Pulang Pisau serta Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah Palangkaraya. Kedua jalur lalu lintas tersebut dalam kondisi yang baik dan layak untuk dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana transportasi. Jalur lalu lintas darat atau jalan raya merupakan jalan penghubung antar propinsi. Dengan adanya jalan raya ini sangat memberikan manfaat bagi masyarakat desa Mantaren II maupun masyarakat pada umumnya. Dengan jalan darat ini memberikan kemudahan masyarakat beraktifitas usaha ke luar daerah, di samping itu juga akan memudahkan bagi masyarakat luar untuk masuk ke desa Mantaren II dengan berbagai kepentingan. Di samping dilalui jalan raya, desa Mantaren juga memiliki beberapa jalan desa yang menghubungkan antar RT. Dengan adanya jalan tersebut akan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengadakan hubungan atau komunikasi dengan masyarakat lain di desa tersebut. Kondisi jalan desa tersebut dalam keadaan baik sehingga dapat dilalui mobil, sepeda motor, maupun sepeda. Oleh karena itu di desa tersebut banyak dijumpai sarana

49 34 transportasi sepeda motor dan sepeda. Bagi keluarga miskin pada umumnya dalam bepergian menggunakan sepeda atau jalan kaki. Hal ini karena ketidak mampuan memanfaatkan sarana tranportasi darat lainnya seperti jasa ojek atau mobil angkutan umum. Jalur lalu lintas air atau sungai yang melintasi desa Mantaren II sebelah barat adalah sungai Kahayan yang memiliki lebar antara 400 sampai 500 meter. Sungai tersebut merupakan jalur lalu lintas umum yang melintas dan menghubungkan dari muara sungai ke ibu kota Propinsi. Sebagai sarana transportasi jalur sungai ini terdiri dari speed boat, kapal (bus air), alkon, serta kelotok yaitu jenis perahu kecil, yang merupakan angkutan umum sungai. Dengan sarana transportasi tersebut dengan mudah masyarakat desa Mantaren II akan keluar bepergian maupun masuknya masyarakat lain ke desa Mantaren II. Bagi masyarakat miskin khususnya, mereka pada umumnya apabila akan bepergian dengan menggunakan sarana transportasi mereka menggunakan bus air atau kelotok karena biaya yang harus dikeluarkan cukup rendah, namun harus bersabar karena dengan kedua jenis kendaraan air tersebut jalannya lamban. Tanah gambut merupakan tanah yang kurang begitu subur untuk lahan pertanian. Di samping tanah yang mengandung gambut tersebut, kondisi tanah juga memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Dalam keadaan tersebut maka untuk dapat manfaatkan sebagai lahan pertanian memerlukan biaya yang tidak sedikit seperti perlu dilakukan penaburan tanah kapur sebelum ditanami guna mengurangi tingkat keasaman. Untuk keperluan itu maka sebagai warga petani harus membeli bahan tersebut. Kemudian juga diperlukan pupuk dan obatobatan pembasmi hama tanaman dan sebagai pembasmi rumput yang harganya sudah tinggi. Bagi masyarakat miskin tentunya mengalami kesulitan dalam mengikuti prkembangan pertanian tersebut. Akibatnya dalam mengelola lahan pertanian tidak dapat secara maksimal. Adapun resiko yang timbul berkaitan dengan pertanian ini antara lain terjadinya kebakaran yang sudah dapat dipastikan akan merusak tanaman. Di samping kondisi tanah gambut, dalam mengelola pertanian juga mengalami kendala masalah pengairan. Karena kondisi tanah pada umumnya diatas permukaan air atau sungai, maka dalam upaya pengairan persawahan hanya mengharapkan pasang surut air sungai. Jika pasang surut air sungai telah

50 35 melampaui batas normal justeru akan meluap dan menjadi banjir. Jika terjadi luapan air berlebihan maka akan dapat merusak tanaman. Pada umunya dalam usaha pertanian khususnya bercocok tanam padi masyarakat desa Mantaren II hanya mampu sekali dalam setahun. Dengan demikian maka akan sangat menghambat bagi kemajuan ekonomi masyarakat apabila hanya mengharapkan pendapatan dari hasil pertanian. Akibat kondisi tersebut di atas maka kemiskinan masih dijumpai di desa Mantaren II tersebut. Kondisi Demografis Secara Demografis, desa Mantaren II yang memiliki luas wilayah 1460 ha tersebut terdiri dari delapan RT dan dihuni oleh 1127 penduduk laki-laki, dan 1006 penduduk perempuan, sehingga jumlah seluruh penduduk sebanyak 2133 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 : Jumlah Penduduk desa Mantaren Menurut kelompok umur dan jenis kelamin No Kelompok Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah Sumber : Monografi Desa tahun 2005.

51 36 Tabel tersebut menunjukkan bahwa apabila dilihat dari Usia, maka Penduduk di desa Mantaren II tersebut termasuk penduduk muda. Hal ini karena Jumlah penduduk yang tergolong usia muda menempati posisi yang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk usia tua yaitu bahwa penduduk usia tua (45 tahun ke atas ) sebanyak 480 jiwa dan penduduk usia muda yaitu berusia 0 tahun sampai 45 tahun sebanyak 1653 jiwa. Keadaan penduduk yang relatif lebih banyak pada usia muda ini memberikan peluang bahwa secara ketenagakerjaan lebih berpotensi untuk dikembangkan. Apabila digambarkan dalam bentuk Piramida Penduduk, maka keadaan penduduk desa Mantaren II menurut jenis kelamin adalah sebagaimana tampak pada gambar 2. Laki-laki Perempuan 65 ke atas Keterangan : Skala 1 : 100 orang. Gambar 2 Piramida Penduduk desa Mantaren II Berdasarkan piramida penduduk di atas terlihat bahwa kelompok umur balita menunjukkan jumlah yang kecil. Kemudian pada kelompok umur Produktif yaitu antara umur tahun terlihat cukup besar, sedang pada kelompok umur lansia kembali kecil. Dengan demikian desa Mantaren II merupakan desa yang potensial untuk dikembangkan apabila dilihat dari aspek Kependudukan, yaitu karena sebagian besar penduduk berada pada usia produktif.

52 37 Berdasarkan data di atas, dari jumlah seluruh penduduk sebanyak 2133 jiwa maka jumlah penduduk usia produktif tahun sebanyak 1574 jiwa (73,79 %), dan selebihnya sebanyak 559 jiwa (26,20 %) termasuk kelompok umur yang tidak produktif. Penduduk dalam kategori Kelompok Usia Produktif merupakan salah satu potensi yang akan dapat mendukung kemajuan desa apabila dikembangkan. Namun akan menjadi beban tanggungan yang berat jika kondisi tersebut tidak mengalami perubahan yang cenderung maju dan berkembang. Jika digambarkan, maka kondisi Penduduk Usia Produktif dan tidak produktif tersebut adalah seperti gambar 3. 26% Produktif Non Produktif 74% Gambar 3 Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif Berdasarkan gambar di atas, maka terlihat bahwa rasio beban tanggungan tidak terlalu besar, karena beban rasio merupakan perbandingan jumlah penduduk usia produktif terhadap jumlah penduduk usia non produktif. Namun demikian, dari usia produktif tersebut terdapat pula penduduk yang tergolong kriteria miskin, dengan demikian beban tanggungan akan menjadi lebih besar. Kemiskinan tersebut akhirnya akan menjadi satu permasalahan sosial yang harus mendapat perhatian dari berbagai pihak untuk menanganinya. Hal ini menjadi lebih tampak sejak munculnya krisis moneter tahun Demikian pula di desa Mantaren II tersebut dari 673 Kepala Keluarga (KK) yang tergolong miskin sebanyak 210 Kepala Keluarga (KK) atau 31,2 % dari jumlah KK. Kondisi atau perbandingan antara Keluarga tidak miskin dengan keluarga miskin tersaji pada gambar 4 : 31% Kaya dan mampu Miskin 69% Gambar 4 Keluarga Miskin dan Tidak Miskin

53 38 Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, maka penduduk desa Mantaren II termasuk tingkat pendidikan penduduk masih rendah. Hal ini ditunjukkan bahwa sebagian besar penduduk berpendidikan Menengah ke bawah yaitu sebanyak 1625 jiwa sedangkan yang berpendidikan Sekolah lanjutan ke atas sebanyak 208 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5: Jumlah Penduduk dan Persentase menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk 1 Tidak/belum sekolah ,89 2 Belum tamat SD ,55 3 Tamat SD 10 0,47 4 Tamat SMP 50 2,34 5 Tamat SLTA 200 9,38 6 Akademi/Diploma/SM 6 0,28 7 Sarjana 2 0,09 Jumlah 2133 Jiwa 100 % Sumber : Monografi desa tahun Atas dasar tabel di atas bahwa tingkat pendidikan penduduk masih tergolong rendah, di mana jumlah penduduk yang tidak atau belum sekolah sebanyak 1640 yang merupakan kelompok penduduk usia tua dan balita, telah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar sebesar 225 orang, sedangkan yag tamat SD sebanyak 10 orang serta tamat SMP sebanyak 50 orang. Tingkat pendidikan penduduk tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman terhadap informasi sehingga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang sebih baik sehingga akan berpengaruh pula terhadap penentuan pola hidup terutama mata pencaharian. Tingkat pendidikan dan keterampilan penduduk merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat pendapatan seseorang. Kondisi kemiskinan dikatakan oleh Sulistiati, dkk (2005) pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor penyebab yang antara lain : 1. Pendidikan yang rendah dan kurang keterampilan. 2. Terbatasnya pendapatan atau penghasilan. 3. Keterbatasan sumberdaya alam. 4. Kondisi alam (tanah) yang kurang mendukung pertanian. 5. Kurang adanya pembinaan. %

54 39 Atas dasar pendapat tersebut bahwa di desa Mantaren II tersebut, tingkat pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi kondisi kemiskinan yaitu dengan terdapatnya jumlah angka penduduk berpendidikan rendah yaitu belum atau tidak tamat SD sebanyak 225 Jiwa atau 45,6 % dari jum;ah penduduk. Disamping memiliki pendidikan yang rendah, mereka juga kurang memiliki ketarampilan, sehingga sangat sulit untuk mengembangkan potensi dirinya. Jika dilihat dari daya dukung sumber daya alam, desa Mantaren II memiliki luas wilayah 1460 ha yang terbagi menjadi lahan sawah seluas 604 ha, ladang 633 ha, kebun, 97 ha, atau seluas 1334 ha (92,4 %) dari seluruh luas lahan desa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6: Penggunaan dan Luas Lahan Desa Mantaren II Tahun No Penggunaan lahan/tanah Desa Luas (ha) % 1 Sawah ,4 2 Ladang ,4 3 Pekarangan 104 7,1 4 Kebun 97 6,6 5 Lain-lain (Fasilitas umum) 22 1,5 Jumlah Sumber : Monografi Desa Tahun Berdasarkan tabel di atas, penggunaan lahan atau tanah desa untuk sawah dan ladang merupakan penggunaan paling besar atau paling luas yaitu 633 ha dan 604 ha. Namun demikian hal ini tidak berarti dominan dalam mendukung perekonomian masyarakat. Hal ini disebabkan karena kondisi lahan yang mengandung gambut dan pasang surut, sehingga kurang dapat mengahasilkan untuk produksi pertanian. Sistem Ekonomi Dalam rangka memenuhi kehidupan sehari-hari penduduk desa Mantaren II, memiliki pola mata pencaharian yang heterogen. Pada umumnya mata pencaharian pokok penduduk desa Mantaren II kurang lebih 85 % sebagai petani. Pola nafkah ganda banyak berlaku di desa tersebut, bahwa di samping bertani, masyarakat petani tersebut juga membuka peluang usaha lain yang

55 40 dapat meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan keluarganya. Pola nafkah ganda tersebut seperti tukang kayu/batu yang dilaksanakan secara musiman dan hanya jika diperlukan oleh orang lain. Sedangkan usaha seperti tukang ojek, bengkel, pembuatan batu bata, pembuatan batako, usaha industri makanan, penjual sayur keliling, beternak, membuka warung kecil-kecilan dilaksanakan setiap hari. Namun demikian, pola nafkah ganda tersebut kebanyakan dilakukan terbatas di dalam desa tersebut, kecuali pedagang sayur keliling yang yang dilakukan oleh para ibu-ibu dan menjajakan dagangannya sampai ke desa-desa tetangga yang mereka berangkat pada pagi hari dan pada siang hari sudah kembali, sehingga masyarakat di samping bekerja sebagai petani di sawah dapat melakukan usaha sampingan tersebut. Secara rinci, penduduk desa Mantaren II berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 : Penduduk Desa Mantaren II Menurut Mata PencaharianTahun 2005 No Mata Pencaharian Jumlah % 1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 25 1,7 2 Pensiunan 9 0,6 3 Karyawan Pabrik 2 0,1 4 Pedagang Kelontongan Pedagang Sayur Keliling 70 4,8 6 Bengkel Sepeda/Motor 5 0,3 7 Jasa Ojek 42 2,9 8 Usaha Kecil Pemb. Batu Bata, Batako, Genteng 22 1,5 9 Usaha Kecil Pembuatan Makanan 13 0,9 10 Petani ,51 Jumlah Sumber : Monografi Desa Tahun Tabel di atas menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk sebagai petani merupakan mata pencaharian pokok dan dominan bagi penduduk desa yaitu sebesar 1257 petani dari total penduduk berusia 17 tahun ke atas. Di antar jumlah tersebut sebanyak 210 keluarga tergolong sebagai keluarga miskin. Kemiskinan yang terjadi lebih disebabkan oleh karena faktor alam, yaitu bahwa kondisi lahan sawah dan ladang yang kurang mendukung untuk usaha di bidang pertanian. Produk dari usaha pertanian yang menonjol adalah sayuran, singkong,

56 41 serta padi. Namun jika dilihat dari hasilnya masih sdangat terbatas karena faktor tanah yang kurang subur sehingga hasilnya juga kurang memuaskan. Seperti padi, sesuai dengan kondisi alam maka selama satu tahun hanya dapat menanam satu kali musim tanam. Desa Mantaren II yang memilki berbagai potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, berbagai jenis mata pencaharian, dan pendidikan masyarakat yang patut untuk dikembangkan dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian berdasarkan hasil kajian ternyata pengelolaan sumber-sumber tersebut belum maksimal sehingga masih terdapatnya keluarga-keluarga yang tergolong miskin. Hal ini karena tidak berdayanya mereka mengelola sumber-sumber yang tersedia di lingkungannya. Bagi mereka yang mampu memanfaatkan sumber dan potensi tersebut dengan baik maka akan membawa pengaruh kepada peningkatan kesejahteraan keluarganya. Dan sebaliknya semakin mereka tidak mampu mengelola potensi dan sumber tersebut maka akan semakin menurun pula tingkat kesejahteraannya. Karena dalam pengelolaan lahan, keterampilan, pendidikan, kesehatan, dan pendapatan yang berbeda-beda, maka tingkat kesejahteraannya akan berbeda pula. Tahapan keluarga sejahtera tersebut mencerminkan tingkatan kesejahteraan keluarga yang ada di desa Mantaren II. Berdasarkan hasil pendataan keluarga tahun 2006 diperoleh data tingkat atau tahapan keluarga sejahtera sebagaimana tampak pada Tabel 8. Tabel 8 : Tahapan Keluarga Sejahtera Desa Mantaren II Tahun 2005 No Tahapan Keluarga Sejahtera Jumlah KK Persentase 1 Keluarga Pra Sejahtera 17 2,53 2 Keluarga Sejahtera Tahap I ,68 3 Keluarga Sejahtera Tahap II ,45 4 Keluarga Sejahtera Tahap III 28 4,16 5 Keluarga Sejahtera Tahap IIII Plus 8 1,19 Jumlah Sumber : Monografi Desa/Pendataan tahun Tabel di atas menggambarkan bahwa golongan keluarga miskin sebanyak 210 keluarga atau 31,2 % dari673 keluarga yang ada. Golongan keluarga miskin tersebut adalah mereka yang termasuk dalam kategori keluarga

57 42 Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I. Mereka dikategorikan sebagai keluarga miskin karena secara ekonomi pada umumnya mereka belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Sedangkan keluarga sejahtera tahap II merupakan jumlah terbanyak yaitu sejumlah 427 keluarga atau 63,42 %. Keluarga tersebut dikategorikan sebagai keluarga yang sedang atau menengah secara ekonomi maupun sosialnya. Tahapan keluarga selanjutnya adalah mereka yang tergolong keluarga kaya yaitu terdapat pada tahapan keluarga sejahtera tahap III dan Keluarga sejahtera tahap III Plus. Terdapat sebanyak 36 keluarga atau 5,35 % dari jumlah keluarga yang ada. Mereka adalah keluarga yang mampu atau kaya baik secara ekonomi maupun sosial dalam kegiatankegiatan kemasyarakatan. Apabila digambarkan adalah sebagai berikut : PRA KS KS I KS II KS III KS III PLUS Gambar 5 Tahapan Keluarga Sejahtera Desa Mentaren II Struktur Komunitas Di desa Mantaren II terdapat beberapa penggolongan atau pelapisan sosial masyarakat yang terdiri sebagai berikut : a. Penggolongan berdasarkan kehormatan atau kedudukan formal. Golongan ini terdiri dari Kepala desa dan perangkatnya, Kepala sekolah, Bidan desa dan perawat, dan PPL pertanian. Di antara golongan atau pelapisan sosial tersebut telah terjadi adanya nteraksi dan hubungan kerja yang baik di antara mereka. Bagi masyarakat, dalam memandang atau menghormati mereka pada umumnya didasarkan atas peran dan fungsi

58 43 mereka di dalam masyarakat. Oleh karena itu secara berurutan, peringkat paling dihormati oleh masyarakat atas peran dan fungsinya dapat dibuat urutan peringkat sebagai berikut : Pertama ; Kepala desa dan perangkatnya. Golongan ini dihormati karena masyarakat desa Mantaren II pada umumnya taat dan patuh kepada pimpinan formal. Di samping itu masyarakat secara umum juga patuh terhadap nilai-nilai dan norma-norma, sedangkan nilai dan norma tersebut dikendalikan oleh kepala desa beserta perangkatnya. Kedua ; Bidan desa dan perawat. Golongan ini dihormati karena jasajasanya kepada masyarakat dalam bidang kesehatan.sementara itu ketergantungan masyarakat akan kebutuhan kesehatan sangat tinggi. Ketiga ; Kepala Sekolah. Kepala sekolah sangat dihormati karena jasa mereka yang tidak ternilai harganya. Mereka telah mampu memajukan para generasi muda dalam bidang pendidikan. Tanpa jasa mereka maka pendidikan masyarakat akan menurun dan tidak akan menjadi masyarakat yang maju. Keempat ; PPL Pertanian. Keberadaan PPL pertanian di desa menjadi penting artinya bagi masyarakat karena dengan PPL tersebut masyarakat dapat berkonsultasi dan bertukar pengalaman seputar masalah pertanian yang menjadi mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat. b. Penggolongan berdasarkan karena budaya atau agama. Golongan ini terdiri dari Tokoh agama atau alim ulama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda. Masyarakat menghormati golongan ini karena peran danfungsinya yang sangat besar di dalam kehidupan masyarakat. Secara berurutan, tingkat penghormatan masyarakat sebagai berikut : Pertama ; Tokoh agama atau alim ulama. Mereka paling dihormati oleh masyarakat. Tokoh agama atau para alim ulama tersebut oleh masyarakat dijadikan panutan karena kelebihan pengetahuan yang mereka miliki di bidang agama. Di samping itu mereka juga sangat berperan bagi masyarakat apabila terjadi konflik di antara warga masyarakat. Oleh karena itu tokoh tersebut juga disegani oleh sebagian besar masyarakat. Dengan melalui kegiatan-kegiatan pengajian atau yasinan para tokoh agama ini

59 44 menyampaikan ajaran-ajaran agama dimaksudkan untuk dapat dijalankan oleh masyarakat sebagai kontrol dalam kehidupan sehari-hari. Kedua ; Tokoh Masyarakat. Tokoh masyarakat merupakan tokoh yang dituakan dandijadikan sesepuh oleh masyarakat. Tokoh masyarakat ini terdiri dari para pensiunan dan mantan kepala desa. Kepada mereka ini masyarakat biasa mengadu apabila mengalami permasalahan di desa. Di samping itu tokoh ini juga sering dijadikan tempat untuk menimba pengalaman bagi masyarakat. Apabila terjadi permasalahan di desa, tokoh masyarakat ini juga selalu dilibatkan karena pada umumnya para tokoh masyarakat mempunyai pandangan-pandangan yang positif. Oleh karena itu keberadaan tokoh masyarakat di desa menjadi sangat penting. Ketiga ; Tokoh Pemuda. Golongan ini adalah orang-orang yang menjadi penggerak bagi generasi muda. Tokoh pemuda ini dihormati karena perannya yang besar dalam melakukan pembinaan generasi muda. Atas peran mereka ini juga maka di desa Mantaren II dapatditekan tingkat kenakalan remaja. Bahkan dapat membina generasi muda dalam bidang keterampilan usaha dengan mengirimkan para pemuda untuk mengikuti pelatihan ketrampilan. c. Penggolongan berdasarkan pendidikan atau intelektual. Golongan ini merupakan Golongan masyarakat yang dihormati masyarakat karena dipandang dan diangap memiliki kelebihan ilmu pengetahuan dibanding dengan masyarakat pada umumnya di desa. Namun demikian bukan berarti di antara mereka terjadi kesenjangan atau adanya jarak antara kelompok tersebut dengan masyarakat. Termasuk dalam golongan ini adalah para guru maupun masyarakat yang memeiliki pendidikan tinggi. Dalam kehidupan sehari-hari mereka saling berbaur dalam aktifitas sehari-hari baik dalam kegiatan-kegiatan yasinan, gotong royong,dan sebagainya. Oleh karena itu mereka saling berdampingan dan saling dapat mengisi dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. d. Golongan berdasarkan kekayaan. Penggolongan berdasarkan kekayaan ini dapat dibedakan dalam tiga golongan sebagai berikut :

60 45 Golongan kaya; Golongan masyarakat ini jumlahnya tidak begitubanyak. Mereka bertempat tinggal secara menyebar di pelosok desa. Mereka dikategorikan kaya karena secara ekonomi telah mapan dan bahkan mempunyai kelebihan sehingga mereka mampu dan aktif dalam kegiatankegiatan sosial seperti memberikan sumbangan atau donatur dalam kegiatan pembangunan fasilitas umum seperti tempat ibadah. Golongan ini sangat dihormati oleh sebagian besar masyarakat. Terlebih bagi golongan miskin karena ketergantungan masyarakat miskin terhadap golongan kaya sangat tinggi seperti menjadi buruh. Kelompok kaya atau yang dianggap kaya di desa berkedudukan dan bertempat tinggal secara tersebar di setiap penjuru desa. Mereka dianggap memiliki kekayaan lebih dibanding dengan masyarakat pada umumnya. Dalam kehidupan sehari-harinya mereka hidup bersama-sama dan saling memerlukan satu sama lain. Antara yang kaya dengan yang miskin dalam kehidupan bermasyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa ada perbedaan antar hak dan kewajiban dalam kehidupan kemasyarakatan. Disamping itu di desa tersebut tidak terjadi penekanan-penekanan tertentu oleh si kaya. Bahkan kegiatan rentinirpun tidak ditemui di desa Mantaren II. Bahkan sikap kegotong royongan dan tolong menolong sangat akrab dengan kehidupan mereka. Golongan menengah; Termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang secara ekonomi dalam posisi sedang, namun tingkat ketergantungan kepada golongan kaya cukup kecil. Secara ekonomi mereka dapat dikatan mapan dan mandiri karena telah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara normal, namun pada umumnya belum mampu secara rutin memberikan sumbangan atau kegiatan sosial bagi kepentingan umum. Golongan bawah atau miskin; Golongan atau kelompok orang miskin atau kurang mampu di desa Mantaren II tersebut merupakan golongan buruh bagi orang-orang yang dianggap kaya atau mampu. Di samping kriteria tersebut sebagai golongan orang miskin atau keluarga miskin, mereka yang menurut masyarakat tidak mengalami perbaikan ekonomi dalam waktu yang cukup lama, artinya secara ekonomi mereka selalu ketinggalan dengan yang lainnya. Tingkat ketergantungan golongan ini sangat tinggi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jumlah golongan miskin tersebut cukup banyak yaitu mencapai 210 keluarga dari 673 keluarga yang ada.

61 46 Dalam kehidupan sehari-hari di antara pelapisan masyarakat tersebut tidak menimbulkan adanya kesenjangan yang mencolok dengan masyarakat, sehingga interaksi sosial dapat berjalan dengan lancar sesuai norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kelembagaan dan Organisasi Kelembagaan dipandang sebagai kelompok sosial yang terdiri dari sekumpulan orang yag memiliki tujuan tertentu dan dapat dipandang pula sebagai Organisasi sosial yang konkrit. Kelembagaan juga dapat diartikan sebagai sistem peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai dan norma-norma penting. Oleh karena itu kelembagaan sosial dapat berfungsi sebagai pedoman bagi masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku dalam mempertahankan kehidupan bermasyarakat. Kelembagaan sosial merupakan suatu kompleks atau peraturan-peraturan dan adat-istiadat yag mempertahankan nilai-nilai yag penting (Sukanto, 2000) seperti dikutip Tonny Dengan demikian kelembagaan sosial memiliki tujuan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat. Desa Mantaren II sebagi desa yang relatif luas dan berpotensi memiliki berbagai bentuk kelembagaan yang telah tumbuh dan berkembang dengan baik. Lembaga-lembaga tersebut terbagi dalam beberapa sektor atau kepentingannya masing-masing kepentingan. Menurut sektornya kelembagaan dan organisasi yang ada di desa Mantaren II terbagi dalam beberapa sektor komunitas sebagai berikut : Kelembagaan politik yang terdiri dari Badan Perwakilan Desa (BPD), beberapa Partai Politik seperti Golongan Karya, PDI P, PKB, PAN, PKS, dan PPP. Kelembagaan atau organisasi tersebut merupakan kelembagaan yang berfungsi sebagai penampung aspirasi rakyat sehingga cita-cita atau harapan yang diinginkan dapat tersalurkan. Di samping itu kelembagaan ini juga berfungsi sebagai alat kontrol bagi kinerja pemerintahan desa. Kelembagaan Pemerintah seperti : Pemerintahan Desa, Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu, PPL, Pengamat perairan, Sekolah Dasar dan SMP. antara lain : Pemerintahan Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Puskesmas Pembantu, Poliklinik Desa (Polindes), Lembaga Pendidikan TK, SD, SMP. Kelembagaan kelembagaan ini

62 47 memiliki fungsi pelayanan kepada masyarakat umum. Di dalam kelembagaan ini terjadi sebuah komunikasi dan interaksi sehingga akan dapat terwujud apa yang diharapkan dari pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan. Berbagai kelembagaan, organisasi, dan kelompok yang ada didesa Mantaren II merupakan fenomena natural yang terdapat di desa yang masih tergolong tradisional dan masih menjunjung tinggi rasa saling menghormati yang tinggi, kekeluargaan, kegotong-royongan, dalam rangka menduung pembangunan desa. Kebersamaan di dalam kelompok atau organisasi menunjukkan adanya proses asosiatif dan sosialisasi di dalam kehidupan masyarakat. Kelembagaan sosial atau kelembagaan kemasyarakatan yang merupakan himpunan norma-norma dan nilai-nilai kehidupan masyarakat bersifat formal maupun informal, di mana kelembagaan formal merupakan lembagalembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pemerintah, dan kelembagaan informal merupakan lembaga-lembaga yang dibentuk atas inisiatif masyarakat secara bersama-sama sesuai kebutuhan dan kepentingan mereka. Di samping kelembagaan atau organisasi sebagaimana tersebut di atas, di desa Mantaren II terdapat pula kelembagaan sosial lainnya, yang menurut fungsinya dapat dibedakan menjadi beberapa fungsi kelembagaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Fungsi Kerukunan Komunitas. Kelembagaan menurut fungsi kerukunan yang telah terbentuk di desa Mantaren II terdiri dari beberapa kelembagaan seperti Yasinan, Pengajian Miftakhul Jannah, Posyandu, dan rukun kematian. Kelembagaan tersebut terbentuk atas dasar kerukunan di antara komunitas di desa. Yasinan; Di desa Mantaren II terdapat beberapa macam Yasinan, yaitu Yasinan bagi kaum perempuan dan yasinan bagi kaum laki-laki. Kelompok yasinan tersebut telah terbentuk pada setiap RT dengan pelaksanaannya setiap minggu sekali. Yasinan Bapak-bapak dilaksanakan pada setiap hari kamis malam yang bertempat secara bergiliran sesuai siapa yang mendapat giliran arisan. Sedangkan Yasinan ibu-ibu dilaksanakan pada hari senin sore hari. Adapun tujuan dari kegiatan yasinan tersebut di samping upaya meningkatkan pengetahuan agama juga meningkatkan rasa kekeluargaan dan persaudaraan sesama di lingkungan tempat tinggal masing-masing.

63 48 Pengajian Miftakhul Jannah, merupakan kelembagaan sosial yang bergerak di bidang agama dan ekonomi. Kelembagaan ini terbentuk atas dasar kesepakatan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kebersamaan antar warga dalam mendalami keagamaan secara lebih luas. Kelompok ini beranggotakan kaum perempuan, dengan kegiatannya di samping pengajian dalam rangka peningkatan pengetahuan agama, juga kegiatan berbagai macam arisan. Dengan diadakannya arisan tersebut tujuan utamanya adalah untuk mendidik masyarakat agar mempunyai budaya menabung. Posyandu; merupakan bentuk kelembagaan yang secara struktural telah mengarah ke lembaga formal. Posyandu juga merupakan tempat berkumpulnya masyarakat khususnya para ibu-ibu hamil, dan ibu balita dalam rangka pelayanan kesehatan, penyuluhan, imunisasi. Melalui kegiatan posyandu ini masyarakat banyak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan, serta di antara mereka dapat saling bertukar pikiran, saling meningkatkan rasa persaudaraan. Kegiatan posyandu dilaksanakan setiap bulan sekali, sehingga pada saat pelaksanaan kegiatan posyandu tersebut masyarakat dari berbagai penjuru dapat berkumpul di tempat tersebut. Rukun kematian; Rukun kematian adalah wujud kelembagaan sosial di dalam masyarakat yang mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan sesamanya dalam bidang pengurusan jenazah mulai dari proses memandaikan sampai mengantarkan jenazah ke liang lahat. Rukun kematian ini dibentuk dengan tujuan sebagai peningkatan solidaritas antar warga dilingkungannya serta membantu meringankan beban bagi keluarga yang ditinggalkan. Dalam perkumpulan ini dana merupakan unsur yang cukup penting guna keperluan kain, tempat penampungan air, dan keperluan lainnya yang berkaitan dengan proses pemakaman jenazah. Oleh karena itu iuran anggota telah dilakukan dalam rangka menghimpun dana. Rukun kematian di desa Mantaren II telah terbentuk sebanyak lima kelompok. Pembentukan ini didasarkan pada lingkungan tempat tinggal, sehingga akan memudahkan dalam kegiatannya. 2. Fungsi kekerabatan. Kelembagaan sosial dilihat dari fungsi kekerabatan yang ada di desa Mantaren II terdiri dari Paguyuban Ngudi Rahayu, Perkumpulan kesenian

64 49 Kuda Lumping, Tayub. Kelembagaan ini dibentuk atas dasar rasa persaudaraan dan kesamaan sosial budaya masyarakat. Paguyuban Ngudi Rahayu, adalah bentuk kelembagaan atau organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan masyarakat desa Mantaren II. Paguyuban tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mempererat tali persaudaraan di antara warga yang berasal dari berbagai daerah asal di Jawa. Oleh karena itu dipersatukan dalam bentuk paguyuban Ngudi Rahayu. Melalui paguyuban ini pula di antara anggotanya dapat saling kenal, menambah tali persaudaraan, menambah keeratan hubungan kekeluargaan. Adapun kegiatan paguyuban tersebut merupakan kegiatan sukarela seperti gotong royong dan kerja bakti pada umumnya yang berkaitan dengan pembangunan atau perawatan terhadap fasilitas umum, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Paguyuban tersebut melakukan pertemuan pada setiap tiga bulan sekali guna mempererat tali silaturrahmi, serta membahas rencana kegiatan paguyuban yang akan datang. Bahkan pada menjelang hari-hari besar, paguyuban ini secara sukarela ikut terlibat dalam kegiatan kebersihan kota, seperti pebersihan lingkungan tempat ibadah, pembersihan selokan, dan sebagainya. Perkumpulan kesenian Kuda Lumping. Perkumpulan ini merupakan perkumpulan bagi komunitas yang memiliki kesenangan terhadap kesenian kuda lumping. Perkumpulan kesenian tersebut dibentuk dengan tujuan antara lain untuk mempersatukan masyarakat yang memiliki kegemaran sama yaitu kuda lumping, mempertahankan budaya dan kesenian jawa, memberikan hiburan kepada masyarakat. Melalui perkumpulan kesenian kuda lumping ini maka rasa kekerabatan di antara anggota telah menjadi kekeluargaan yang tinggi. Kegiatan kuda lumping tersebut dilaksanakan biasanya untuk menghibur warga pada peringatan hari-hari besar, atau jika disewa orang yang mempunyai hajatan. Imbalan jasa yang diberikan bukan tujuan utama dari perkumpulan ini, akan tetapi peningkatan rasa kekeluargaan dan tali persahabatan yang mereka harapkan. Perkumpulan kesenian Tayub. Kesenian ini berasal dari Jawa Tiimur. Oleh karena itu keanggotaan perkumpulan Tayub ini sebagian besar masyarakat desa Mantaren II yang berasal dari Jawa Timur. Kesenian ini merupakan kesenian penghibur masyarakat. Pada umumnya keanggotaan Tayub ini adalah warga masyarakat yang telah mencapai umur dewasa.

65 50 Rasa kekeluargaan dan persaudaraan di dalam perkumpulan in sangat tinggi, sehingga terkesan sangat kompak dalam pelaksanaan kegiatannya. kesenian tayub biasanya ditampilkan apabila diperlukan masyarakat yang sedang mempunyai hajatan seperti sunatan atau perkawinan untuk menghibur para tamu. Tayub ini juga biasanya ditampilkan pada siang sampai malam hari. Karena melalui kesenian Tayub ini dapat mempererat tali persaudaraan, maka di antara perkumpulan Tayub baik yang berada di luar Kabupatenpun selalu diundang apabila di desa Mantaren II sedang menampilkan kesenian Tayub tersebut. Dengan demikian begitu bermaknanya kesenian Tayub digunakan sebagai upaya meningkatkan kekerabatan antar masyarakat. 3. Fungsi Ekonomi. Di samping fungsi kelembagaan di atas, dalam rangka mendukung dan mengembangkan masyarakat telah terbentuk beberapa Kelembagaan ekonomi masyarakat yang meliputi : Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP), Arisan lingkungan (arisan sembako), UP2K-PKK, UPPKS, Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) merupakan lembaga ekonomi rakyatyang bergerak dalam bidang pelayanan simpan pinjam kepada masyarakat. Kelembagaan ini di bentuk oleh masyarakat atas dasar kesepakatan bersama. Sebagai modal kegiatan TPSP berasal dari dana bantuan Pemerintah Propinsi di tambah dengan pengembalian dana IDT. Mengingat dari pada modal atau dana yang ada tersebut tidak dapat dijalankan dengan baik, maka atas kesepakatan bersama dibentuklah lembaga TPSP. Dengan demikian lembaga tersebut merupakan lembaga milik masyarakat yang dikelola oleh pengurus dengan diberikan jasa keuntungan dari hasil bunga pinjaman masyarakat. Namun demikian dalam peminjaman dibatasi jumlahnya mengingat dana yang tersedia juga terbatas. Pada umumnya masyarakat peminjam adalah mereka yang tergolong miskin dengan tujuan peminjaman untuk meningkatkan usaha atau keperluan lainnya. Arisan lingkungan (arisan sembako); adalah bentuk kelembagaan yang bergerak selain kegiatan keagamaan arisan lingkungan ini juga bergerak sebagai fungsi ekonomi. Sebagai kegiatan keagamaan bahwa dalam kegiatan ini terlebih dahulu dilakukan pengajian dalam rangka

66 51 menambah pengetahuan agama bagi anggotanya. Kegiatan selanjutnya diteruskan dengan kegiatan arisan. Kelembagaan ini beranggotakan para ibu-ibu yang sampai sekarang telah tercacat sejumlah 71 orang sebagai anggota. Adapun kegiata arisan ini terbagi dalam dua macam arisan yaitu arisan sembako dan arisan uang. Arisan sembako dibuka setiap bulan sekali dalambentuk barang seperti gula pasir, teh, dan kopi. Dengan arisan sembako ini ternyata dirasa oleh para anggotanya sangat meringankan beban bagi mereka yang sedang membutuhkan apabila mengadakan hajatan keluarga. Dengan memperoleh arisan ini maka mereka sudahtertolong dalam penyediaan bahan-bahan sebako lainnya. Arisan ini dubuka atas dasar penawaran siapa yang akan memerlukan sembako tersebut. Sedangkan arisan uang terbagi dalam bermacam macam arisan uang yaitu ada arisan lima ribuan, sepuluh ribuan, dan sepuluh ribuan lainnya. Arisan lima ribuan dibuka setiap seminggu sekali pada saat acara diselenggarakan, di mana dari lima ribu rupiah tersebut seribu rupiah untuk konsumsi, seribu rupiah untuk kas perkumpulan dan tiga ribu lainnya untuk yang mendapat arisan. Sedangkan dua arisansepuluh ribuan dibuka setiap bulan sekali, yang diharapkan arisan tersebut dapat menjadi tabungan bagi anggotanya. Dengan demikian, dengan memperoleh arsan tersebut mereka dapat memanfaatkan sebagai penambah modal usaha atau dapat digunakan untuk keperluan lainnya. UP2K-PKK, adalah kelembagaan ekonomi yang dibentuk oleh PKK desa. Kegiatan tersebut berbentuk kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari sepuluh orang ibu-ibu. Adapun modal dalam kegiatan tersebut berasal dari dana bantuan pembangunan desa yang khusus diperuntukkan bagi pembiaan PKK. Adapun kegiatan yang dilaksanakan selama ini berbentuk simpan pinjam bagi anggotanya. UPPKS; merupakan upaya pemerintah melalui BKKBN dalam penanggulangan kemiskinan. UPPKS tersebut merupakan sebuah kelompok yang beranggotakan para kaum perempuan peserta KB dan dalam kategori miskin. Adapun modal usaha tersebut berasaldari pemerintah yang bersifat pinjaman dalam bentuk Takesra dan Kukesra. Tujuan utama dari program ini selain mendidik dalam berusaha juga mendidika untuk menanamkan budaya menabung. UPPKS yang terdapat di desa Mantaren selama ini bergerak dalam bidang pembuatan makandari hasil pewrtanian seperti marning, keripik

67 52 singkong, keripik pisang, rempeyek dan sebagainya. Dalam usaha tersebut telah menunjukkan hasil yang baik karena dari hasil usaha tersebut telah dapat memasarkan ke luar wailayah. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) keluarga miskin; merupakan kelompok usaha bersama yang anggotanya terdiri dari keluarga-keluarga miskin di desa. KUBE tersebut bergerak dalam bidang pembuatan batu bata. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan batu bata bagi keluarga miskin tersebut dibentuk atas dasar dari, oleh, dan untuk masyarakat. KUBE tersebut terbentuk sejak tahun 2001 yaitu sebanyak empat kelompok KUBE yang berlokasi di Rey 5 atau RT 1 desa Mantaren II, di mana dalam setiap kelompok terdiri dari lima sampai tujuh anggota. Sampai sekarang telah tercatat sebanyak 24 orang atau keluarga miskin telah tergabung dalam KUBE Tersebut. Bahwa dengan memperhatikan kondisi kemiskinan yang ada di desa serta melihat peluang usaha ke depan maka Pengurus Karang Taruna dengan berkoordinasi dengan berbagai pihak yang terkait di desa berinisiatif membentuk KUBE tersebut

68 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam rangka peningkatan harkat, martabat dan kualitas hidupnya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar dan memecahkan berbagai permasalahan sosial yang timbul, dengan mengedepankan prakarsa dan kreatifitas masyarakat melalui pemanfaatan potensi dan sumber daya yang ada dan dalam prosesnya melibatkan semua unsur. Akan tetapi kenyataannya masih terdapat sebagian masyarakat yang tidak dapat berpartisipasi dalam pembangunan karena keterbatasannya. Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Pembuatan Batu Bata KUBE idealnya dibentuk atas dasar dari, oleh, dan untuk anggota. Sebagaimana KUBE yang telah terbentuk di desa Mantaren II merupakan KUBE yang dibentuk dari, oleh, dan untuk anggota. Adapun yang menjadi anggota KUBE tersebut adalah keluarga miskin yang secara bersama-sama memiliki keinginan yang sama untuk melakukan usaha secara kelompok. Dalam proses pembentukan KUBE tersebut keterlibatan Karang Taruna adalah sebagai fasilitator dalam proses pembentukan kelompok dimaksud. Secara kebetulan salah satu dari program dan kegiatan Karang Taruna adalah berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan. Dalam moment yang bersamaan tersebut ternyata antara program Karang Taruna dan keinginan warga miskin sejalan, dan membentuk KUBE dengan mengelola kegiatan usaha pembuatan batu bata. Usaha pembuatan Batu Bata merupakan industri kecil rumah tangga dan merupakan pilihan yang tepat bagi masyarakat desa Mantaren II. Usaha tersebut dimulai sejak tahun 2001 yang lalu sebagai usaha alternatif, mengingat Kabupaten Pulang Pisau merupakan Kabupaten Pemekaran, tentunya memerlukan banyak bahan bangunan seperti batu bata, karena pada saat sekarang bahan bangunan dari kayu sudah mulai sulit diperoleh dan harga sudah tinggi. Usaha pembuatan batu bata menjadi pilihan mereka dengan pertimbangan bahwa usaha tersebut belum dilakukan oleh masyarakat dari desa

69 54 atau wilayah lain sedang bahan bangunan tersebut sangat diperlukan oleh masyarakat desa maupun Kabupaten. Kelompok Usaha Bersama pembuatan batu bata dibentuk dalam rangka menerobos kesempatan dan peluang usaha. Hal ini mengingat bahwa usaha pertanian bagi warga kurang meningkatkan taraf perekonomian karena kondisi lahan yang kurang mendukung karena mengandung gambut yang cukup tinggi serta sering terjadi pasang surut. Oleh karena itu tujuan membentuk KUBE tersebut adalah untuk meningkatkan taraf hidup dengan menekuni usaha pembuatan batu bata. Di samping itu dengan membentuk kelompok maka akan lebih mendukung dalam hal saling pertukaran pengalaman dan pengetahuan sesama anggota. Sampai dengan tahun 2005 telah terbentuk sebanyak empat kelompok usaha bersama (KUBE) pembuatan batu bata yang setiap kelompoknya terdiri dari antara lima sampai tujuh anggota, di mana anggota kelompok tersebut adalah keluarga-keluarga miskin. Dalam melakukan usaha pembuatan batu bata tersebut, sebagai modal awal berasal dari modal pribadi, karena untuk memproduksi batu bata tersebut tidak banyak memerlukan beaya dan bahan yang harus dibeli. Keinginan untuk menambah modal memang muncul dari beberapa anggota kelompok dengan tujuan untuk dapat menambah tenaga kerja, namun tidak ada keberanian untuk mengajukan pinjaman modal ke pihak luar, karena persyaratan yang mereka miliki kurang memenuhi syarat, disamping itu rasa takut usaha tersebut tidak berkembang sehinga tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Yang menjadi harapan bagi para pengrajin batu bata tersebut adalah ada pihak yang mau menampung hasil produk yang mereka hasilkan. Karena dengan ada penampung, maka usaha akan menjadi lancar, tidak sekedar menunggu pesanan atau untuk mengurangi hasil produk menumpuk di kelompok. Keadaan yang ada pada saat sekarang adalah sepanjang barang masih banyak menumpuk, maka kegiatan produksi biasanya untuk sementara istirahat sambil menunggu barang tersebut laku dijual. Sejauh ini kebijakan Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau belum mengarah dan berpihak kepada upaya pemberdayaan KUBE yang ada di desa Mantaren II. Hal ini ditunjukkan belum adanya pembinaan terhadap KUBE tersebut baik secara permodalan maupun motivasi kegiatan. Dengan belum tersentuhnya perhatian Pemerintah Kabupaten tersebut, maka KUBE sampai saat sekarang masih mengalami banyak kendala seperti kurangnya permodalan,

70 55 kurang berjalannya kepengurusan, serta belum terjalinnya hubungan dengan pihak-pihak terkait dan berwenang di Kabupaten. Di samping itu masih terkendala pada masalah pemasaran, yaitu belum terwujudnya mitra kerja sehingga pemasaran masih bersifat menunggu datangnya pembeli, dan belum ada penyalur atau penampung hasil produksi KUBE. Dari sisi permodalan, selama ini KUBE bergerak dengan menggunakan modal sendiri yang dihimpun secara iuran kelompok. Melihat kegiatan usaha KUBE tersebut dianggap lancar dan kemungkinan dapat berkelanjutan, maka Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah melalui Dinas Kesejahteraan Sosial berupaya memberikan bantuan modal yang disalurkan dari dana pembinaan Karang Taruna sebesar Rp ,-. KUBE di desa yang merupakan binaan karang taruna, maka bantuan dana tersebut oleh karang taruna disalurkan kepada KUBE sebagai penambahan modal usaha, di mana setiap anggota KUBE memperoleh bantuan modal sebesar Rp ,- Kebijakan dan program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan selama ini masih terkesan dengan menerapkan pendekatan sentralistik. Hal ini dibuktikan bahwa Pemerintah melalui Dinas atau Kantor Sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui KUBE masih sebatas mengejar target program, tetapi belum bersifat menggerakkan masyarakat secara partisipatif dalam upaya pemberdayaan keluarga miskin. Akibat kebijakan seperti ini maka kreatifitas keluarga miskin juga lemah sehingga mereka selalu mengharap bantuan dari Pemerintah, sedangkan pemerintah tidak selalu mengerti kebutuhan yang sebenarnya diperlukan oleh masyarakat atau keluarga miskin. Hal ini karena dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam proses pemberdayaan tidak melibatkan masyarakat, sehingga hasil yang dicapai juga sesuai yang diharapkan. Program pemerintah Kabupaten Pulang Pisau dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui program KUBE, masih terbatas pembentukan-pembentukan kelompok yang telah ditargetkan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi, sepanjang adanya dana dekonsentrasi dari pusat, itu juga masih dalam jumlah yang sangat terbatas. Sejak berdirinya Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2002, pembentukan KUBE bagi keluarga miskin baru mencapai sebanyak 36 kelompok. Dari jumlah tersebut tersebar di delapan kecamatan sehingga program tersebut masih sangat minim dalam upaya memberdayakan keluarga miskin dengan melalui KUBE. Untuk mendukung

71 56 perkembangan KUBE tersebut disediakan dana dekonsentrasi yang dikelola oleh Dinas Kessos Propinsi, sedangkan Kantor Sosial Kabupaten masih sebatas menyediakan dan membentuk KUBE saja. Untuk program pengentasan kemiskinan sebagaimana program KUBE belum teranggarkan secara khusus pada Kantor Sosial dan PMD Kabupaten Pulang Pisau. Namun demikian agar KUBE-KUBE yang telah ada di wilayah Kabupaten Pulang Pisau menjadi sarana yang strategis dalam penanggulangan kemiskinan, diharapkan adanya sharing dana bahwa di Kabipaten dapat menyediakan dana pendampingan. Atas dasar kondisi di lapangan yang masih serba terbatas ini mengakibatkan KUBE-KUBE yang ada termasuk KUBE keluarga miskin di desa Mantaren II kurang mendapat perhatian dari pemerintah atau stakeholders terkait lainnya. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Melalui KUBE Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa usaha pembuatan batu bata merupakan salah satu terobosan baru sebagai usaha masayarakat dalam menambah penghasilan keluarga. Di samping itu untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bangunan di kabupaten Pulang Pisau yang merupakan Kabupaten Pemekaran. Dengan Kabupaten Pemekaran tersebut tentunya sangat dibutuhkan bahan bangunan yang cukup banyak. Oleh karena adanya kesempatan tersebut maka usaha pembuatan batu bata merupakan terobosan yang strategis sebagai usaha peningkatan ekonomi dan sekaligus penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Untuk menjamin agar di antara masyarakat tidak terjadi kesenjangan maupun persaingan yang kurang sehat maka atas inisiatif para tokoh masyarakat dan Karang Taruna, komunitas keluarga miskin tersebut diorganisir dalam wadah Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dari sisi ketenagakerjaan, bahwa KUBE tersebut juga terbuka peluang bagi warga masyarakat yang memiliki waktu luang termasuk anak-anak yang putus sekolah memanfaatkan peluang tersebut dengan ikut bekerja sebagai buruh upahan dalam pembuatan batu bata dengan bergabung dalam kelompokkelompok tersebut. Upah per biji batu bata sebesar Rp. 80,- dan rata-rata sehari para buruh dapat memproduksi sebanyak 250 sampai 300 biji bata, sedang pemilik usaha menjual per biji bata seharga Rp.250,-Dengan demikian maka Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan batu bata tersebut telah banyak

72 57 menampung tenaga kerja yang berarti telah berpartisipasi dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam produksi batu bata sebenarnya tidak banyak memerlukan modal finansial, hal ini karena sebagai bahan baku berupa tanah lihat diperoleh dari pekarangan mereka yang mengandung tanah lihat. Hanya saja kayu bakar sebagai pembakar batu batau setengah matang terpaksa harus dibeli dari warga yang lain seharga per kubik, di samping itu terkait dengan untuk memproduksi batu bata lebih banyak diperlukan tenaga kerja yang banyak juga, sehingga diperlukan modal untuk upah tenaga kerja. Namun sejauh ini baik secara pribadi maupun melalui kelompok belum berani megajukan pinjaman modal karena masih merasa takut apabila mengalami kendala dalam produksi dan pengembalian modal pinjaman tersebut. Dalam upaya pemasaran hasil produksi, sejauh ini belum dilakukan dengan menjalin jejaring maupun dikelola dengan sistem penampungan hasil produksi. Para pengrajin atau pengusaha batu bata tersebut masih bersifat menunggu pesanan atau pembeli yang datang ke tempat memproduksi batu bata tersebut. Harapan mereka bahwa hasil produksi batu bata tersebut ada pihakpihak yang dapat dan mau mempromosikan hasil produksinya seperti Dinas perindagkop maupun para pengusaha dan rekanan termasuk developer sehingga produksi dapat terus berlangsung tanpa henti sehingga dapat menjadi pekerjaan tetap bagi masyarakat baik pemilik usaha maupun para buruhnya. Pengembangan Modal Sosial dalam KUBE Modal Sosial menurut Fukuyama (2000) yang dikutip Tonny (2005) diartikan sebagai seperangkat nilai nilai internal atau norma-norma yang disebarkan di antara anggota-anggota suatu kelompok yang mengijinkan mereka untuk bekerjasama antara satu dengan yang lainnya. Ia menambahkan bahwa prasarat penting untuk munculnya modal sosial adalah adanya kepercayaan (trust), kejujuran (honesty), dan timbal baik (resiprosity). Selanjutnya Fukuyama juga mengatakan bahwa modal sosial itu sendiri memeliki empat dimensi sosial, Pertama ; adanya ikatan yang kuat antara anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya yang didasari ikatanikatan kekerabatan, etnik, dan agama. Kedua; adanya pertalian yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal seperti terbentuknya jejaring atau asosiai-asosiasi. Ketiga ; Adanya integritas organisasional yaitu keefektifan dan

73 58 kemampuan institusi negara yang menjalankan fungsinya termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat ; adanya sinergi yaitu relasi antar pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas. Bertitik tolak dari pendapat di atas maka dalam kegiatan evaluasi terhadap kegiatan KUBE, dengan merujuk pada konsep modal sosial dapat dikatakan bahwa : a. Kelompok usaha bersama (KUBE) merupakan serangkaian norma dan jaringan yang dapat menggerakkan orang miskin di pedesaan baik sebagai perseorangan maupun keluarga untuk melakukan tindakan yang secara bersama dalam wadah kelompok usaha bersama, baik dalam kegiatan ekonomi, sosial maupun kegiatan lainnya. b. Bahwa dalam kegiatan usaha bersama dalam wadah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan batu bata, di antara anggota didasari atas kepercayaan (trust), kejujuran, sehingga dapat membentuk kelembagaan/institusi yang cukup kuat sehingga dapat dijasdikan sebagai wadah dalam pemecahan masalah bersama termasuk dalam upaya penanggulangan kemiskinan anggotanya. c. Bahwa dalam KUBE terjalin ikatan yang kuat di antara anggota kelompok sehingga mereka dapat bekerjasama dengan baik termasuk dalam kesepakatan harga jual batu bata, sehingga tidak terdapat persaingan yang tidak sehat. Hal ini juga didasari oleh kekerabatan yang tinngi serta etnik yang sama. d. Program KUBE merupakan program pemberdayaan yang berupaya untuk mengembangkan aspek lokalitas dan menjembatani upaya penanggulangan kemiskinan di antara institusi yang terkait seperti pemerintah, swasta, pasar, maupun stakeholder yang lain sehingga tercipta sinergi dalam mewujudkan tujuan bersama dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan batu bata tersebut merupakan sebuah gerakan sosial (Social Movement) dalam rangka upaya menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosial. KUBE dibentuk dan dibangun berangkat dari gejala kemiskinan dan pengharapan yang meningkat sehingga dengan terbentuknya KUBE tersebut memberikan momentum kemudahan dalam situasional, sehingga merupakan sebuah gerakan upaya memerangi kemisinan.

74 59 Ditinjau dari aspek psikologi dan gerakan sosial, bahwa dalam pelaksanaan program KUBE dapat dijelaskan melalui perspektif konvergensi yaitu bahwa perilaku anggota KUBE dapat difahami dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, bahwa Akibat tekanan ekonomi yang menghimpit kehidupan mereka mendorong untuk melakukan sesuatu yaitu muncul semangat berusaha yang tinggi dengan bergabung ke dalam kelompok usaha bersama untuk meningkatkan taraf ekonominya. Sedangkan faktor eksternal bahwa dengan melihat peluang ke masa depan bahwa usaha pembuatan batu bata merupakan alternatif usaha yang cukup bagus dan menjadi peluang usaha selain usaha pokok sebagai petani. Sebagai saran untuk perbaikan bahwa dalam usaha tersebut, pertama ;perlunya perbaikan sistem pengorganisasian yang baik dan peningkatan jejaring sehingga dengan demikian eksistensi usaha lebih dapat dikembangkan dan dipertahankan. Kedua; menguatkan kapasitas kelompok dengan memperkuat kepengurusan dan kelembagaan karena dengan demikian akan lebih memberikan kepercayaan terhadap pihak luar yang berkaitan dengan usaha sehingga akan memberikan kemudahan dalam berusaha secara berkelanjutan. Setelah melakukan evaluasi terhadap program KUBE dari aspek pengembangan ekonomi lokal, modal sosial dan gerakan sosial dalam upaya pengembangan masyarakat maka dapat diambil kesimpulan umum terhadap program KUBE dalam pengembangan masyarakat antara lain sebagai berikut : a. Belum adanya kerjasama dan dukungan nyata dari pihak-pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, pengusaha, kelompok0kelompok peduli seperti LSM, Perguruan Tinggi, dan sebagainya sehingga belum terwujud suatu kerjasama yang baik dalam upaya penanggulangan kemiskinan. b. Secara lembaga, KUBE tersebut belum terakomodir secara baik karena kurang berfungsinya pengurus sehingga menimbulkan kurangnya kerjasama antar anggota, pelanggaran kesepakatan bersama seperti masalah keseragaman harga jual batu bata. Karena keterbatasan modal usaha maka volume usaha sulit untuk berkembang. Apabila kegiatan KUBE tersebut didukung dengan permodalan baik modal fisik berupa peralatan atau teknologi dan modal finansial maka usaha batu bata akan menjadi usaha yang dapat diandalkan dan berkelanjutan dan diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan.

75 60 ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE Untuk meminimalisai kekeliruan dalam menganalisis kelembagaan KUBE, diperlukan data dan informasi secara lengkap. Adapun data dan informasi yang diperlukan mengenai manfaat KUBE, masalah yang dialami, harapan yang diinginkan, serta faktor pendukung dan penghambat perkembangan KUBE. Dalam memperoleh data dan informasi tersebut dilakukan melalui wawancara terhadap anggota KUBE, masyarakat bukan anggota KUBE, serta pihak luar yang terkait serta melalui observasi lapangan, dokumentasi, serta diskusi-diskusi tentang keberadaan KUBE. Performa KUBE Berdasarkan hasil kajian lapangan yang dilakukan dengan melalui beberapa tahapan mulai dari wawancara kepada anggota kelompok, wawancara kepada masyarakat bukan anggota kelompok, pemerintah desa sampai dengan pemerintah kabupaten serta para tokoh masyarakat, maka diperoleh data dan informasi bahwa dalam rangka upaya pemberdayaan keluarga miskin dinilai sangat baik apabila dilakukan dengan melalui KUBE. Oleh karena itu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi keluarga miskin harus terlebih dahulu dilakukan upaya pemberdayaan KUBE sebagai wadah usaha ekonomi secara kelompok. Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan KUBE di desa Mantaren II, maka dalam kajian ini akan melihat dari berbagai aspek sebagai berikut : Keorganisasian Performa pengurus merupakan kondisi dinamis yang dimiliki pengurus KUBE yang ditunjukkan dengan dengan tinggi rendahnya tingkat pendidikan dan tinggi rendahnya kemampuan mengelola atau mamajemen yang dimiliki. Hasil kajian di lapangan bahwa pengurus KUBE di desa Mantaren II berpendidikan SMA. Pada waktu berdirinya KUBE yaitu pada tahun 2001 telah ditetapkan kepengurusan yang meliputi ketua, sekretaris, dan dan bendahara. Pengurus tersebut dipilih berdasarkan tingkat pendidikan dengan harapan dapat dan mampu mengelola manajemen dalam KUBE. Di samping itu rata-rata pengurus

76 61 telah memiliki usaha pembuatan batu bata dengan harapan dapat berperan sebagai penggerak bagi anggota dalam berusaha. Namun demikian dari hasil kajian di lapangan ternyata manajemen mereka masih tergolong rendah, yaitu ditunjukkan dengan peran ketua yang tidak optimal dalam memimpin kelompoknya, yaitu bahwa kegiatan KUBE masih terkesan sendiri-sendiri, serta tidak pernah melakukan pertemuan secara rutin. Hal ini dimungkinkan karena pengurus KUBE belum memiliki pengalaman dalam bidang manajemen usaha. Di samping itu sebagai pengurus belum mampu melakukan usaha menjalin hubungan dengan pihak luar dengan menjalin hubungan kerja atau permodalan. Dengan demikian Organisasi atau kelompok KUBE tersebut dapat dikatakan tidak berfungsi. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya KUBE. Keanggotaan Anggota KUBE merupakan warga desa yang rata-rata dalam kondisi perekonomian yang lemah atau dikategorikan miskindan tingakt pendidikan rendah yaitu rata-rata berpendidikan SD dan SMP. Tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah ternyata berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Oleh karena itu menjadi kesulitan bagi pengurus untuk untuk mengakomodir anggota dalam kegiatan. Tidak mudah bagi pengurus untuk melakukan sosialisasi tentang manfaat dan tujuan usaha secara kelompok. Oleh karena itu ada beberapa orang anggota KUBE yang tidak patuh dengan aturan main yang diterapkan dalam kelompoknya seperti masalah pemasaran, tidak secara kompak sesuai kesepakatan dalam kelompok. Dari keempat KUBE, jumlah anggota antar lima sampai tujuh orang anggota kelompok. Pada umumnya, anggota KUBE tersebut bermata pencaharian pokok sebagai petani dan rata-rata memiliki tanggungan antara tiga sampai empat orang anak. Mereka melakukan kegiatan usaha secara sendirisendiri karena usaha pembuatan batu bata kiranya sulit dilakukan secara kelompok. Namun dalam pengelolaan kegiatan termasuk aturan-aturan telah ditetapkan oleh kelompok. hal ini disebabkan bahwa sebagai bahan baku pembuatan batu bata dimiliki oleh setiap anggota seperti tanah lihat. Selama kurang lebih lima tahun, keanggotaan KUBE tidak mengalami peningkatan yaitu tetap sebanyak 24 orang anggota. Namun demikian telah banyak warga yang ikut terlibat dalam kegiatan KUBE yaitu sebagai buruh kerja pada KUBE.

77 62 Permodalan Modal merupakan faktor yang sangat berperan dalam kegiatan usaha KUBE pembuatan batau- bata. Pada awal kegiatannya, KUBE menggunakan modal secara swadaya. Para anggota KUBE memiliki modal berupa bahan baku yang dapat dikatan melimpah. Bahan baku untuk pembuatan batu bata sebenarnya sangat sederhana, yaitu berupa tanah lihat yang didapatkan dari lahan pekarangan mereka. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan terdiri dari cangkul dan alat pencetak batu bata yang terbuat dari kayu dan dapat dibuat sendiri oleh mereka. Sedangkan bahan lain yang harus dibeli seperti sekam dan kayu bakar. Kemudian, karang taruna memperoleh bantuan dana pembinaan karang taruna dari dinas sosial propinsi, yang kemudian dana tersebut digunakan untuk meningkatkan usaha KUBE dengan diberikan kepada anggota KUBE yang masing-masing memperoleh Rp ,-. Dengan tambahan modal tersebut para anggota KUBE dapat mempekerjakan buruh dengan memberi upah sebesar Rp. 80,- untuk satu biji batu bata. Dengan bertambahnya tenaga kerja tersebut maka produksi meningkat. Namun demikian sejalan dengan perkembangannya, ternyata modal saat sekarang dirasakan kurang karena permintaan batu bata terus bertambah sedang produksi tidak mengalami perkembangan. Jika memiliki modal yang lebih besar mereka berharap ingin berusaha dengan teknologi yang lebih maju seperti alat pengaduk tanah lihat dan alat pencetak. Dengan demikian produksi akan meningkat dan akan diperoleh mutu yang baik sehingga mampu bersaing dipasaran. Perkembangan Usaha Usaha pembuatan batu bata merupakan usaha alternatif yang dilakukan oleh KUBE dengan pertimbangan bahwa bahan bangunan tersebut sangat diminati oleh masyarakat. Di samping itu dengan tersedianya bahan baku pokok seperti tanah lihat. Kondisi bahan baku tersebut cukup melimpah karena tanah lihat tersedia di pekarangan dan sawah yang tidak dimanfaatkan. Di samping itu terdapatnya peluang pasar yang luas. Oleh karena itu mereka optimis bahwa usaha pembuatan batu bata ini adalah usaha jangka panjang. Kendala yang dialami dari aspek jenis usaha ini antara lain masalah pemasaran, karena belum terciptanya jalinan kerja dengan pihak lain, dan masih kalah persaingan dengan produk dari luar daerah.

78 63 Dengan kondisi KUBE yang ada saat sekarang ini maka untuk mencapai KUBE yang semakin berkembang, maju, atau mandiri ke depan diperlukan pembenahan-pembenahan baik dari segi organisasi atau kepengurusan, pemasaran, serta peningkatan permodalan. Pada dasarnya upaya pengembangan KUBE muncul ketika anggota KUBE menghadapi permasalahan dan menyadari bahwa KUBE tersebut sebenarnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Namun demikian dalam upaya pengembangan KUBE tersebut akibat dari kelemahan pengetahuan dari pengurus dan anggotanya, ternyata untuk mengembangkan KUBE masih memerlukan banyak dukungan dari pihak luar. Kepemimpinan / Kepengurusan Kepemimpinan merupakan hal penting dalam suatu usaha secara kelompok. Hal ini karena berhasil atau gagalnya suatu usaha banyak ditentukan oleh sistim kepemimpinannya. Berkaitan dengan kepengurusan, maka di samping pengurus dipilih mereka yang memiliki pendidikan tinggi juga dipilih yang secara ekonomi lebih baik dibanding dengan anggota yang lainnya. Di samping itu sebagai pemimpin atau ketua juga yang lebih dulu memiliki usaha batau bata. Hal ini dengan pertimbangan agar dapat memberikan contoh bagi yang lainnya dalam usaha. Dapat dikatakan sebagai pemimpin adalah mereka yang menjadi panutan bagi anggotanya. Aturan Main Sebagai sebuah lembaga ekonomi produktif, Kelompok Usaha Bersama (KUBE ) dalam menjalankan kegiatannya diatur oleh peraturan yang disusun dan disepakati bersama seperti tentang iuran anggota, kesepakatan harga jual, saling tolong-menolong antar sesama anggota, serta kekompakandalam usaha. Namun karena kurang berfungsinya kepengurusan, maka aturan-aturan yang telah dibuat versama tersebut banyak telah dilanggar oleh anggotanya. Hal ini mengakibatkan tidak ada lagi kebersamaan dalam kelompok. Bahkan memunculkan adanya calo-calo yang mengambil kesempatan dalam kekacauan kelompok tersebut.

79 64 Pendampingan Dalam program KUBE, pendampingan merupakan hal penting dan sangat diperlukan keberadaannya. Dengan pendampingan kegiatan KUBE dapat lebih terarah. Fungsi pendamping adalah sebagai fasilitator dalam urusan baik kedalam maupun ke luar. Keberadaan pendamping juga diharapkan perannya dalam mengakses pasar, modal, dan teknologi bagi perkembangan KUBE. Di samping membuka akses, pendamping juga juga sebagai fasilitator dalam perbaikan administrasi dan seluruh rangkaian kegiatan KUBE. Dengan belum optimalnya pendamping pada KUBE menyebabkan lemahnya KUBE mengaksesteknologi, modal, serta pemasaran. Secara jelas kondisi performa KUBE di Desa Mantaren II seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 : Performa Kelembagaan KUBE. Unsur-unsur No dalam KUBE Kondisi Lapangan 1 Keorganisasian Pendidikan pengurus rata-rata SMA Kepengurusan terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara Manajemen rendah karena belum optimalnya ketua dalam memimpin Pengurus belum mampu menjalin hubungan ke luar 2 Keanggotaan Pendidikan anggota SD dan SMP Tiap KUBE beranggotakan antara 5-7 orang Anggota KUBE rata-rata warga miskin Belum ada peningkatan jumlah anggota 3 Permodalan Pada awalnya dengan modal sendiri Ada bantuan dana pembinaan KTI Rp. 50 juta (tiap anggota mendapat 1,5 jt) Untuk mengembangkan usaha kurang modal 4 Perkembangan Usaha Bahan baku melimpah Usaha masih satu jenis (pembuatan batu bata) Belum menunjukkan perkembangan usaha 5 Kepemimpinan /kepengurusan Pemimpin adalah mereka yang berpendidikan tinggi dan mapan ekonomi Menjadi contoh bagi anggotanya 6 Aturan Main Pada awal telah dibuat peraturan kelompok Terdapat anggota yang tidak taat dengan peraturan Akibatnya terjadi ketidak kompakan anggota Usaha KUBE bermanfaat bagi anggota dan masyarakat KUBE memberikan nilai ekonomi dan sosial 7 Pendampingan Belum optimalnya pendampingan oleh KTI Belum ada pendampingan khusus untuk memfasilitasi kelangsungan dan perkembangan KUBE

80 65 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kelembagaan KUBE Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Perkembangan Kelembagaan KUBE Dalam Kajian ini Kelembagaan KUBE lebih dipengaruhi oleh Potensi yang dimiliki Keluarga Miskin baik sebagai anggota maupun bukan anggota KUBE, Dukungan pihak luar, Organisasi atau lembaga KUBE, Hubungan dengan Kelompok Lokal lainnya, serta dukungan Komunitas setempat. Atas dasar faktor-faktor pengaruh tersebut maka akan muncul sebuah dinamika KUBE. Apabila faktor-faktor pengaruh tersebut diserap secara maksimal oleh KUBE maka akan menimbulkan Dinamika yang positif bagi KUBE dan sebaliknya. Oleh karena itu dalam pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kelembagaan KUBE bertujuan sebagai analisis pembanding terhadap keadaan KUBE yang sebenarnya di lapangan. Dalam pembahasan ini lebih memberikan penekanan sampai sejauh mana KUBE mampu menyerap beberapa faktor pengaruh tersebut. Potensi Keluarga Miskin Suatu keluarga dikategorikan sebagai keluarga miskin pada dasarnya memiliki kemampuan atau potensi diri sebagai modal dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya walaupun dalam keadaan yang sangat minim atau terbatas. Keluarga miskin secara faktual dapat dilihat bahwa mereka mampu merespon dan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Dari semua bentuk keterbatasan yang dikategorikan terhadap keluarga miskin terdapat potensi sosial yang dimiliki mereka yang meliputi kepemilikan lahan, keterampilan, keuletan atau pekerja keras, solidaritas sosial, mobilitas yang tinggi, cerdik dan tidak mudah menyerah, serta berorientasi ke masa depan. Jika potensi tersebut telah dapat dikembangkan sebagaimana seharusnya maka keluarga-keluarga yang ada sudah dapat dipastikan akan terhindar dari kondisi kemiskinan. Namun demikian berbeda halnya kenyataan di lapangan, bahwa potensi yang ada tersebut sering kali masih mengalami kendala-kendala dalam perkembangannya. Sebagai warga masyarakat yang rata-rata bermata pencaharian sebagai petani, mereka telah dibekali keterampilan bertani dan bercocok tanam. Namun demikian walaupun hanya berbekal keterampilan yang sangat terbatas tetapi

81 66 dapat dimanfaatkan sebagai modal berbagai kegiatan usaha ekonomis produktif yang sangat terbatas juga yaitu sebatas mampu memenuhi kebutuhan seharihari. Sebagaimana dituturkan Bapak SLMT salah seorang petani sebagai berikut : Kami ini sebagai warga Transmigrasi dan sebagai petani yang hanya memiliki keterampilan bertani ya apa boleh buat demi kehidupan ya tetap bertani. Mau usaha lain saya sudah tua dan tidak punya keahlian lain selain bertani. Maka itu kehidupan kami ini ya dari dulu seperti ini tidak ada kemajuan... Secara umum, masyarakat desa Mantaren II yang merupakan warga Transmigrasi memang memilki keuletan dan pekerja keras. Hal ini karena terdorong oleh upaya memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka seolah tidak pernah mengenal lelah dalam berusaha. Sesuai perjalanan kehidupan mereka sebagai warga pendatang, maka tingkat keberhasilannyapun bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tingkat keterampilan dan keuletan berusaha yang berbedabeda. Namun apabila dilihat secara umum kebanyakan dari mereka masih dalam kategori miskin. Sebagai warga pedesaan yang di kategorikan sebagai warga miskin, merka memiliki keuletan dan pekerja keras. Dengan kemampuan yang terbatas ternyata mereka masih mampu membaca peluang usaha walaupun dalam skala kecil (mikro) yang berorientasi pasar pada tataran kelas menengah ke bawah. Sebagai bukti bahwa mereka mampu menciptakan peluang usaha yang belum dapat dilakukan oleh warga desa yang yang lain seperti menjual sayur keliling, membuat batu bata, batako, dan genting, beternak dan jenis usaha lainnya, seperti keterampilan industri kecil pembuatan makanan dari hasil pertanian seperti keripik pisang, singkong, marning, walaupun volume usaha tersebut masih terbatas pada pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal, dan sebagaian ke masyarakat luar. Walaupun kondisi kehidupan masyarakat desa Mantaren II dapat dikatan sakit oleh kemiskinan, namun mereka tidak pernah putus asa. Mereka juga memiliki harapan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal ini ditandai oleh adanya kemauan yang keras untuk berusaha, tidak mau menyerah dengan kondisi lingkungan yang ada. Atas dasar kondisi potensi keluarga miskin diatas maka apabila potensi tersebut dikembangkan maka ke depan dapat diprediksi bahwa potensi tersebut akan membawa pengaruh positif terhadap kehidupan yang lebih baik. Apabila keluarga-keluarga miskin tersebut

82 67 dikelompokkan dalam sebuah KUBE, maka dengan modal potensi yang mereka miliki maka dengan melalui KUBE akan dapat memberikan kemudahan bagi keluarga miskin untuk dapat memperbaiki taraf kehidupannya. Dukungan Pihak Luar Keberhasilan sebuah KUBE tidak terlepas dari dukungan pihak luar. Dukungan dalam hal ini berkaitan dengan bantuan pemerintah baik dukungan dalam bentuk permodalan, pembinaan, maupun program atau kebijakan pemerintah. Selanjutnya bentuk dukungan lainnya seperti keterlibatan pihakpihak yang peduli dengan kemiskinan seperti LSM maupun Organisasi terkait lainnya. Suatu KUBE tanpa ada campur tangan ataupun dukungan pihak luar tersebut niscaya KUBE tersebut akan mengalami hambatan dan kesulitan dalam mencapai keberhasilannya. Dukungan pihak luar terhadap KUBE yang ada di desa Mantaren II tergolong masih rendah. Hal ini dibuktikan bahwa selama ini belum pernah ada bimbingan, evaluasi, serta monitoring dari pihak pemerintah baik pemerintah Desa, Kecamatan, maupun Kabupaten. Bahkan keberadaannya pun belum banyak diketahui secara persis oleh pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena KUBE tersebut dibentuk oleh dan atas dasar inisiatif masyarakat sendiri dengan bimbingan dari Karang Taruna Desa dan merupakan salah satu bidang kegiatan Karang Taruna Desa. Dalam kaitan ini dikatakan oleh Staf pada Kantor Sosial dan PMD Bapak BN bahwa :...Sejauh ini kami belum mengetahui tentang keberadaan KUBE di desa Mantaren II, karena selama ini belum ada laporan bahwa di desa Mantaren II terdapat KUBE sebanyak empat Kelompok. KUBE yang kami ketahui keberadaannya sementara ini adalah KUBE yang dibentuk oleh Kantor Sosial dan PMD, jadi keberadaan KUBE tersebut belum kami monitor.namun demikian kami akan berusaha membantu melakukan pembinaan terhadap KUBE tersebut.... Namun demikian Pemerintah Kabupaten sejauh ini telah melakukan pembinaan terhadap Keluarga Miskin dengan membentuk KUBE yang tersebar di wilayah Kabupaten. Sampai saat sekarang telah terbentuk sebanyak 78 KUBE. Walaupun demikian, pemerintah Kabupaten melalui Kantor Sosial dan PMD telah memiliki Data tentang Keluarga Miskin se Kabupaten. Oleh karena itu ke depan akan memudahkan dalam melakukan pemberdayaan Keluarga Miskin tersebut yang salah satunya dengan membentuk KUBE. Bahkan sebagai

83 68 program prioritas Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau ke depan salah satunya adalah penanggulangan kemiskinan. Sebagaimana KUBE di desa Mantaren II tersebut bahwa yang menjadi permasalahan utama saat sekarang adalah masalah pemasaran. Di mana kendala pemasaran tersebut disebabkan oleh karena belum ada pihak yang peduli dengan melakukan penampungan barang hasil produksi seperti Dinas Perindagkop atau pihak manapun. Hal ini akan menghambat proses pemasaran, karena selama ini para pengrajin atau KUBE masih bersifat menunggu pesanan yang tidak menentu waktunya. Harapan bagi KUBE jika produk Batu Bata tersebut dapat ditampung oleh pihak yang berkepentingan maka produksi akan meningkat dan pemasaran akan lancar. Oleh karena belum terkoordinirnya masalah pemasaran ini maka terkadang dimasuki produk dari luar daerah sehingga produk sendiri tidak dapat dipasarkan. Di samping terkendala masalah pemasaran, untuk mengembangkan KUBE tersebut juga terkendala masalah permodalan. KUBE pembuatan Batu Bata tersebut pada awalnya beroperasi dengan menggunakan modal sendiri yang sangat terbatas. Selanjutnya atas binaan dari LSM Borneo yang bekerjasama dengan Karang Taruna Desa berusaha memohon bantuan kepada Pemerintah Propinsi dan ternyata mendapat bantuan berupa uang sebanyak Rp ,- yang kemudian dikelola melalui KUBE tersebut. Hal ini sangat membantu dalam pengembangan usaha KUBE. Namun demikian, mengingat usaha tersebut dirasakan oleh KUBE maupun oleh anggota kelompok sdangat menjanjikan dalam peningkatan usaha, maka KUBE mengharapkan dan berkeinginan untuk menambah modal usaha tersebut. Namun demikian mereka belum mengerti ke mana dan bagaimana caranya agar KUBE dapat memperoleh bantuan dana walaupun dalam bentuk pinjaman lunak. Demikian yang dikeluhkan salah satu anggota KUBE Life Skill II Bapak SR sebagai berikut :... Sebenarnya usaha Batu Bata ini sangat baik dalam upaya peningkatan pendapatan, namun kami kekurangan modal. Karena dengan modal yang sedikit membuat produksi juga rendah... Selanjutnya, salah satu anggota KUBE II yang lain Bapak SND lebih menginginkan adanya pendamping KUBE dari aparat Pemerintah agar kegiatan dan kepengurusan KUBE lebih baik. Beliau mengatakan bahwa : Kami sangat mengharapkan bahwa KUBE di desa Mantaren II ini didampingi oleh aparat pemerintah. Dengan adanya pendamping maka KUBE tersebut akan lebih baik dan disiplin, di samping itu dengan

84 69 adanya pendamping secara khusus dapat membantu kami dalam hal urusan baik di dalam maupun ke luar. Jika disimak lebih dalam bahwa dukungan pihak luar ternyata sangat diharapkan dalam pengembangan KUBE. Akan lebih bagus lagi jika program dan kebijakan pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan melalui KUBE. Karena dengan melalui KUBE akan memberikan kemudahan bagi Pemerintah dalam melakukan perencanaan, monitoring, dan evaluasi terhadap program tersebut. Di samping itu diharapkan juga adanya pihak-pihak terkait lainnya seperti perbankan atau lembaga keuangan lainnya dapat ikut berpartisipasi dalam ikut mendukung program penanggulangan kemiskinan dengan memberikan bantuan modal walaupun dengan sistem pinjaman dengan bunga yang lunak dan persyaratan yang ringan. Hubungan Dengan Kelompok Lokal Lainnya Sebagaimana umumnya sebuah desa dengan pola kehidupan masyarakatnya maka desa Mantaren II dengan kondisi masyarakat yang homogen dan berlatar belakang sebagai warga transmigrasi dengan mata pencaharian mayoritas petani, maka untuk mendukung tata kehidupan dan kemasyarakatan telah melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan seperti Arisan, adanya TPSP, UPPKS, UP2K-PKK, serta dibentuknya Rukun Kematian. Kelompok-kelompok tersebut telah berjalan dengan baik, namun terdapat sebagian yang sudah kurang aktif dalam kegiatannya. Kegiatan-kegiatan kelompok tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan. Melalui wadah kegiatan kelompok tersebut juga memberikan ruang kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan menambah wawasan dalam bermasyarakat dan berusaha. KUBE juga merupakan sebuah kelompok masyarakat sebagai wadah kegiatan masyarakat guna saling tukar-menukar pengalaman, informasi, serta digunakan sebagai tempat berusaha dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Namun demikian sejauh ini belum ada satu KUBE pun yang melakukan hubungan dengan kelomp[ok lokal lainnya, baik dalam usaha maupun kerjasama. Hal ini dimungkinkan karena KUBE yang ada masih lemahnya kepengurusan. Dengan demikian maka akan menghambat dalam melakukan hubungan dengan organisasi atau kelompok lokal lainnya. Hubungan dengan

85 70 kelompok lokal lainnya ini dimaksudkan untuk saling meninmba ilmu dan pengalaman dari keberhasilan kelompok lokal yang lain, serta saling kerjasama. Dukungan Komunitas Faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan KUBE adalah adanya dukungan komunitas. Dukungan komunitas tersebut meliputi antara lain adanya pandangan positif dari orang-orang yang berpengaruh, teknologi, sistem penghimpunan dana yang berupa kegiatan-kegiatan arisan, sarana pendukung usaha seperti transportasi,, keikutsertaan masyarakat dalam program KUBE, serta banyaknya alternatif usaha ekonomi produktif. Secara sosial budaya, bahwa telah menjadi suatu kebiasaan bahwa pola hidup masyarakat desa adalah kegotong royongan dan kerjasama yang baik. Oleh karena sebagaimana pada kegiatan KUBE, mereka saling bahu membahu dalam mencapai tuujuan bersama yaitu menigkatkan kesejahteraan sosial dan keluarganya. Dalam kegiatan KUBE, selain mempunyai tujuan utama meningkatkan kesejahteraan keluarga, juga bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosialnya yaitu meningkatnya rasa kesetiakawanan sosial, persaudaraan, kekerabatan, dan kegotong royongan dan kebersamaan. Masyarakat menyadari bahwa dalam menjalani kehidupan tidak akan dapat berjalan dengan normal tanpa dukungan atau adanya kerjasama dengan lainnya. Program KUBE termasuk program baru di desa Mantaren II. Program KUBE tersebut dibentuk mulai tahun Karena merupakan program baru di desa dan merupakan kegiatan di bidang ekonomis produktif bagi keluarga miskin maka sebagian besar anggotanya terdiri dari keluarga-keluarga miskin. Untuk menghindari agar program tersebut tidak berhenti di tengah jalan maka diperlukan pengelolaan secara baik. Untuk itu langkah awal dipilih pengurus dari orang-orang yang dianggap mempunyai pengalaman di bidang usaha ekonomi. Di samping itu sebagai anggota maupun pengurus adalah orang-orang desa Mantaren II, bukan orang dari luar desa tersebut. Sebagai kelompok ekonomis produktif, KUBE dilaksanakan dengan aturan-aturan tertentu sesuai dengan kondisi setempat. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai serta budaya masyarakat setempat seperti kegiatan KUBE sedapat mungkn dapat menyerap tenaga kerja bagi masyarakat desa Mantaren II, KUBE diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

86 71 masyarakat dan lingkunan, tidak berdampak terganggunya lingkungan akibat proses produksi yang dilakukan KUBE. Secara umum kegiatan usaha KUBE di desa Mantaren II merupakan kegiatan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakat. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya taraf ekonomi bagi keluarga Miskin yang telah tergabung sebagai anggota KUBE. Di samping itu keberadaan KUBE telah dapat mengangkat kemiskinan masyarakat dengan mengikutsertakan warga miskin sebagai tenaga buruh dengan mengambil upah. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang Tokoh Masyarakat Bapak SPY berikut : Keberadaan KUBE menurut pemngamatan saya probadi sangat menguntungkan masyarakat. Dengan adanya KUBE yang bergerak dibidang pembuatan Batu Bata tersebut telah mengangkat derajat sebagian masyarakat dari kemiskinan karena banyak warga yang menjadi buruh kerja di KUBE. Oleh karena itu saya sangat mendukung upaya-upaya pengentasan kemskinan itudilakukan dengan melalui KUBE seperti yang ada ini Selanjutnya Bapak SPY dalam menilai positif terhadap KUBE tersebut beliau memberikan contoh sebagai berikut :...Kami ini sebagai warga yang berasal usulsama yaitu sebagai warga Transmigrasi. Saya memperhatikan pada KUBE Life Skill I, ternyata mereka pada beberapa tahun terakhir ini kelihatan sekali adanya peningkatan perekonomiannya, terbukti mereka rata-rata telah dapat memperbaiki rumah mereka, padahal dulu ya hanya sama-sama kita seperti ini juga. Oleh karena itu saya mengharapkan dan sering saya katakan kepada masyarakat agar dalam berusaha jika memungkinkan secara kelompok agar dapat saling bantu-membantu dan bekerjasama dengan baik... Secara nyata, perkembangan KUBE di desa Mantaren II tersebut mulai menunjukkan kemajuan yaitu dengan adanya peningkatan pendapatan bagi anggota maupun masyarakat sekitarnya (buruh kerja). Namun demikian sebenarnya anggota KUBE masih memiliki keluhan bahwa hasil yang diperoleh sebenarnya minim. Dari sebanyak 1000 Batu Bata per orang mendapatkan hasil kurang lebih Rp ,- setelah dipotong biaya pembelian kayu bakar dan upah buruh. Itupun harus menunggu selama kurang lebih 20 hari. Kendala dalam hal ini karena rendahnya hasil produksi yang masih menggunakan peralatan secara tradisional yang dibikin sendiri dari kayu. Apabila dalam berproduksi dengan menggunakan teknologi yang modern tentunya akan menghasilkan jumlah produksi yang lebih bermutu dan jumlah yang banyak.

87 72 Demikian diungkapkan oleh salah seorang anggota KUBE Life Skill IV YTN berikut : Sementara ini kami hanya bekerja dengan peralatan yang sederhana buatan sendiri dari kayu, serta cangkul sebagai pengaduk tanah lihat. Jika kami menggunakan alat teknologi seperti pencetak Batu Bata dengan alat pencetak khusus maka akan memperoleh hasil yang baik. Di samping itu yang lebih baik lagi jika memiliki Molen sebagai pengaduk tanah lihat maka kami akan bekerja lebih cepat dan hasilnya juga akan lebih banyak. Namun kami bersyukur dengan kondisi sekarang ini dapat menambah pendapatan keluarga. Sebagai salah satu dalam upaya pengembangan KUBE adalah modal. Modal awal sebagai usaha Batu Bata ini dengan modal sendiri. Namun setelah ada Bantuan Karang Taruna tiap anggota KUBE mendapatkan suntikan dana tersebut sebesar Rp ,-. Dengan modal sebesar itu ternyata mereka telah dapat menjalankan usahanya dengan baik. Upaya dalam menambah modal sampai saat sekarang ini belum dilakukan oleh tiap KUBE. Upaya yang dilakukan sekarang adalah dengan melakukan iuran wajib kepada kelompok sebesar Rp ,- tiap bulan. Mengenai penggunaan uang tersebut salah satunya untuk biaya administrasi kelompok serta untuk biaya promosi ke luar, dan selebihnya merupakan tabungan kelompok. Dengan adanya KUBE di desa Mantaren II ternyata menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat memandang positif dengan adanya KUBE tersebut, namun sebagian lainnya mempunyai pandangan negatif atas terbentuknya KUBE tersebut. Bagi masyarakat yang memandang negatif tersebut kebanyakan karena dalam pembentukan KUBE tidak melibatkan seluruh warga untuk diajak dalam pembentukan. Hal ini menimbulkan kecemburuan kepada sebagian masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Bapak MKR berikut : Saya tidak tahu tentang KUBE itu, karena KUBE tersebut dibentuk tidak melibatkan seluruh warga dengan melalui musyawarah, akan tetapi sepengetahuan sayakube hanya dibentuk di RT I saja. Saya kurang tahu apa masalahnya, saya ini kan juga orang miskin tapi kenapa tidak diikutkan dalam KUBE... Berbeda dengan pendapat warga yang lain yang memandang positif dengan keberadaan KUBE tersebut. Pandangan tersebut seperti diungkapkan oleh Bapak WDD sebagai berikut : Menurut pendapat saya, KUBE yang ada tersebut ternyata telah memberikan nilai positif kepada masyarakat karena telah memberikan peluang pekerjaan kepada warga yang sedang menganggur. Hanya saja masalah pembentukannya kurang ada kerjasama dengan Desa

88 73 atau dengan warga yang lain. Tetapi dilihat dari sisi kegiatannya saya setuju dengan KUBE yang ada sekarang ini. KUBE Keluarga Miskin dibentuk seharusnya beranggotakan Keluargakeluarga Miskin yang ada di desa. Namun karena KUBE tersebut dibentuk dibentuk atas insiatif Karang Taruna yang bekerjasama dengan LSM Borneo Lestari, maka masih terdapat kelemahan seperti belum melibatkan seluruh Keluarga Miskin sebagai anggota KUBE. Dalam proses pembentukan KUBE tersebut selaku ketua Karang Taruna Bapak STN menyatakan sebagai berikut : Selaku ketua Karang Taruna saya mempunyai program kegiatan Karang Taruna. Salah satu kegiatan tersebut adalah pemberdayaan keluarga miskin. Oleh karena itu sebagai uji coba maka kami merinisiatif bembentuk KUBE ini yang dibantu oleh LSM Borneo Lestari. Apabila KUBE ini menunjukkan keberhasilannya maka ke depan kami akan membentuk KUBE-KUBE baru dalam rangka membantu pengentasan kemiskinan di desa... Bapak STN tersebut berinisiatif mengembangkan usaha KUBE tersebut karena melihat bahwa di desa Mantaren II terdapat banyak pengrajin Batu Bata. Namun selama ini kegiatan dilakukan secara sendiri-sendiri dan dilaksanakan sangat tradisional. Oleh karena itu agar kegiatan lebih terarah maka baik jika para pengrajin Batu Bata tersebut dikoordinir dalam wadah KUBE. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE di desa Mantaren II sebagaimana terlihat pada tabel 10.

89 74 Tabel 10 : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan KUBE No Faktor yang Faktor mempengaruhi KUBE Positif Negatif 1 Potensi Keluarga Miskin Terkait dengan SDM : Anggotanya memiliki lahan yang luas namun kurang produktif Terampil Ulet bekerja Terkait dengan Kelembagaan KUBE : Adanya kerjasama antar anggota Terkait dengan SDM : Bahan baku dapat merusak lingkungan Masih terdapat kekurang kompakan anggota Terkait dengan Kelembagaan KUBE : Terbatasnya modal 2 Dukungan pihak luar Terkait dengan Kelembagaan KUBE : Terdapat pasar yang cukup baik Adanya Instansi Pemerintah maupun swasta Adanya lembaga keuangan yang mau memberi pinjaman modal Terdapatnya pengusaha atau rekanan Terkait dengan Kelembagaan KUBE : Masih terjadi persaingan pasar Belum ada pendampingan Persyaratan peminjaman bagi keluarga miskin masih diperlakukan secara umum/dengan persyaratan yang masih rumit. Belum ada pihak yang bersedia menjadi mitra kerja. 3 Dukungan kelompok lokal lain Terkait dengan Kelembagaan KUBE : Adanya hubungan kerja dengan TPSP Adanya pembinaan dari Karang Taruna Terdapatnya kelompok usaha produktif lain di desa Terkait dengan Kelembagaan KUBE : Pinjaman ke TPSP terbatas dan kecil Belum ada kerjasama dengan kelompok lokal lainnya 4 Dukungan Komunitas Terkait dengan SDM : Adanya tenaga kerja Adanya dukungan Tokoh Masyarakat Terkait dengan Kelembagaan KUBE : Adanya modal awal berupa sarana produksi Terkait dengan Kelembagaan KUBE : Belum melibatkan komunitas secara umum Belum mampu menampung seluruh keluarga miskin Sumber Data : Hasil diskusi kelompok, Juli 2006.

90 75 PROGRAM PEMBERDAYAAN KUBE PEMBUATAN BATU BATA Dari hasil kajian lapangan diketahui bahwa kelembagaan KUBE di desa Mantaren II belum menunjukkan banyak kemajuan dan belum memenuhi harapan semua pihak, bahwa KUBE merupakan salah satu upaya dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Hal ini karena masih diketemukan masalah pada kelembagaan KUBE. Agar KUBE menjadi lebih berdaya sehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga miskin maka perlu disusun sebuah program pemberdayaan KUBE. Untuk menyusun program pengembangan KUBE dilakukan melalui langkah - langkah strategis dan berpedoman pada prinsipprinsip pengembangan KUBE. Langkah-langkah Strategis dan Prinsip Pengembangan Kelembagaan KUBE Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan Batu Bata merupakan kelompok usaha yang dibentuk sebagai wadah kegiatan dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu keberadaan KUBE tersebut diharapkan dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan kegiatan usaha ekonomi produktif bagi anggota dan masyarakat sekitarnya. Dengan meningkatnya kegiatan usaha KUBE diharapkan pula akan dapat meningkatkan pendapatan keluarga, sehingga dapat memenuhi kebutuhan anggota serta dapat tercapai pula kesejahteraan sosialnya. Langkah-langkah Strategis Pengembangan KUBE Dengan memperhatikan memperhatikan potensi, permasalahan, serta harapan, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE dan performa Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka untuk mengembangkan KUBE, ke depan dapat dibuat sebuah program pengembangan KUBE yang lebih menekankan pada tingkat partisipasi anggota dan masyarakat khususnya masyarakat atau keluarga miskin dalam proses mencapai tujuan. Adapun Program pengembangan KUBE tersebut adalah Pemberdayaan KUBE untuk meningkatkan pendapatan

91 76 keluarga miskin di desa Mantaren II Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau. Dalam proses penyusunan program tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan atau langkah mulai yaitu :Mengidentifikasi potensi, Mengidentifikasi masalah, Mengidentifikasi harapan, Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat, Mengidentifikasi keragaan KUBE. Setelah dilakukan identifikasi terhadap aspek-aspek di atas maka langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah : 1. Menetapkan prioritas masalah yang segera mendapat penyelesaian. 2. Menentukan alternatif pemecahan masalahnya. 3. Menyusun rancangan program pemberdayaan. 4. Menyusun Program Aksi pemberdayaan KUBE. Untuk memperkuat informasi dan melengkapi data dalam proses menyusun rancangan program KUBE, maka untuk memperoleh gambaran yang komprehensip dilakukan kegiatan observasi, wawancara dengan pihak yang terkait, serta menganalisis data dan informasi tersebut. Kegiatan ini dilakukan dalam uapaya memperoleh gambaran gejala-gejala sosial yang terjadi dalam pengembangan masyarakat khususnya pemberdayaan keluarga miskin berkaitan dengan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan batu bata di desa Mantaren II. Untuk melihat upaya pengembangan kelembagaan KUBE sebagai sarana pemberdayaan keluarga miskin dapat pula dilihat dari aspek pandangan anggota KUBE dan bukan anggota KUBE dalam memaknai KUBE sebagai wadah pemberdayaan keluarga miskin, dukukungan komunitas dan pihak luar. Di samping itu dalam rangka proses pemberdayaan KUBE dengan melhat sejauhmana KUBE tersebut mengadopsi faktor intern dan ekstern, potensi yang dimiliki, serta pengelolaan KUBE yang telah dilaksanakan selama ini. Prinsip-prinsip pengembangan KUBE Sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa dalam upaya pemberdayaan keluarga miskin salah satunya dilakukan melalui KUBE, maka terlebih dahulu KUBE yang harus diberdayakan. Karena tanpa terwujudnya KUBE yang baik dan ideal untuk pemberdayaan keluarga miskin, maka upaya pemberdayaan keluarga miskin yang diinginkan tidakakan tercapai dengan baik. Agar dalam upaya memberdayakan keluarga miskin melalui KUBE dapat

92 77 mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu mengacu pada prinsip-prinsip yang antara lain meliputi : 1. Pemberdayaan berpihak kepada keluarga miskin, bahwa anggota KUBE di desa Mantaren II mayoritas keluarga miskin, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberfungsian mereka. 2. Menguntungkan, artinya bahwa semua kegiatan usaha yang dilakukan oleh anggota KUBE harus diperhitungkan dengan matang yang menyangkut tentang kelayakan usahanya agar terhindar dari kerugian yang mungkin dialami oleh anggota KUBE. Bahwa keberadaan KUBE di desa Mantaren II telah memberikan manfaat bagi anggota maupun bukan anggota secara ekonomi, yaitu dengan meningkatnya pendapatan mereka. 3. Berkelanjutan, yang mengandung arti bahwa usaha yang dilakukan oleh anggota KUBE dapat merintis usaha baru yang prospektif atau dapat berkembang. KUBE didesa Mantaren II memiliki potensi seperti bahan baku yang melimpah, tersedianya peluang pasar, serta tersedianya tenaga kerja, sehingga kemungkinan usaha tersebut berkelanjutan sangat besar. 4. Menerapkan manajemen dan administrasi yang standar sehingga di dalam kelompok terjadi adanya pembagian tugas sesuai fungsinya, transparan dalam keuangan, serta administrasi yang tertib. 5. Potensi anggota, bahwa pengelolaan dan pengembangan KUBE harus didasarkan pada kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh para anggota KUBE. Sebagaimana kasus KUBE di desa Mantaren II, bahwa anggota KUBE memiliki keuletan bekerja, memiliki keterampilan, memiliki harapan, dan memiliki kemauan keras untuk maju. 6. Usaha yang berorientasi pasar, bahwa pengembangan KUBE melalui jenis usaha yang dilakukan harus diarahkan pada jenis usaha yang memiliki prospek yang baik sesuai dengan kebutuhan pasar. Proses Pemberdayaan KUBE Untuk dapat melakukan pemberdayaan terhadap KUBE agar menjadi KUBE yang berdaya maka perlu memperhatikan potensi yang dimiliki, permasalahan yang dihadapi, serta harapan-harapan yang diinginkan. Berdasarkan hasil kajian lapangan terhadap KUBE maka diketahui bahwa secara umum KUBE yang ada tersebut memiliki potensi yang layak untuk dikembangkan

93 78 sebagai upaya pemberdayaan KUBE. Potensi-potensi tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Bahan baku melimpah, yaitu bahwa sebagai bahan baku pembuatan Batu Bata berupa tanah lihat tersedia cukup melimpah karena tanah pekarangan yang mereka miliki sangat mengandung tanah lihat. 2. Adanya keterampilan anggota, bahwa setiap anggota telah memiliki keterampilan dalam pembuatan Batu Bata. Bahkan mereka pernah mengikuti pelatihan dalam pembuatan Batu Bata yang memenuhi standar. 3. Tingginya partisipasi anggota, yaitu bahwa setiap anggota KUBE memiliki peran yang aktif dalam setiap kegiatan KUBE. 4. Peluang pasar yang luas, yaitu bahwa keperluan bahan bangunan Batu Bata sangat diminati oleh masyarakat sekitar Kabupaten Pulang Pisau karena bahan bangunan dari kayu sudah mulai langka dan mahal. 5. Adanya lembaga keuangan yang bersedia memberikan bantuan pinjaman bagi kelompok ekonomi lemah, seperti Bank dan Koperasi. 6. Adanya lembaga / instansi pemerintah selaku pembina masyarakat seperti Kantor Sisial dan PMD. 7. Adanya LSM pemerhati kemiskinan yaitu LSM Borneo Lestari. Dari hasil pengumpulan data di lapangan dapat dipahami bahwa masalah yang muncul pada KUBE. Secara rinci masalah dan penyebabnya yang diketemukan pada KUBE antara lain sebagai berikut : 1. Kurangnya modal kerja yang dimiliki anggota KUBE yang disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan tentang upaya pengembangan modal, dan belum melakukan upaya kepada pihak ketiga agar dapat memberikan bantuan modal. 2. Tidak berfungsinya pengurus KUBE yang disebabkan oleh kurangnya dukungan dan belum adanya pendampingan. Sementara pengurus yang ada disibukkan dengan kegiatannya masing-masing. 3. Kurang kompaknya anggota KUBE yang disebabkan oleh tidak berfungsinya pengurus KUBE. 4. Kurangnya dukungan dari Pemerintah yang disebabkan oleh kurang koordinasinya Organisasi Karang Taruna dengan Instansi Pemerintah terkait. 5. Rendahnya Teknologi yang disebabkan masih rendahnya modal usaha dan belum terjalin kemitraan dengan pihak luar.

94 79 6. Kurang kekompakan dalam penentuan harga jual Batu Bata yang disebabkan oleh karena ada beberapa orang yang ingin mengambil jalan sendiri tidak memperhatikan yang lain sesama anggota, yaitu dengan menjual harga di bawah harga kesepakatan kelompok. Di samping itu karena usaha dilakukan secara perorangan. 7. Sulitnya pemasaran hasil produksi KUBE yang disebabkan oleh karena belum ada kemitraan. Di samping itu karena adanya persaingan dari produk luar daerah. Untuk lebih jelasnya, masalah dan penyebabnya yang dialami KUBE secara umum dapat dilihat pada Diagram Alir masalah seperti tampak pada gambar 6. Akses terbatas Kurang Modal Kurang berkembangnya KUBE Pengurus tidak berfungsi Blm ada pedamping an Kurang dukungan pihak luar Harga rendah Kurang promosi Belum bermitra usaha Sulitnya pasar Usaha secara perorangan Anggota kurang kompak Kesadaran rendah Teknologi rendah Rendahnya modal Sulitnya pasar Gambar 6 : Diagram Alir Masalah Berkaitan dengan masalah tersebut diatas, maka Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam melakuan kegiatannya di masa depan tentunya mempunyai harapan-harapan tertentu yang lebih baik. Harapan itu sendiri muncul ketika masalah yang dialaminya dirasa semakin sulit untuk mencari jalan keluarnya. Harapan-harapan KUBE tersebut antara lain meliputi : 1. Dapat menambah permodalan sehingga dapat pula memperluas usaha. 2. Berfungsinya pengurus KUBE. 3. Terwujudnya kemitraan atau jaringan kerja.

95 80 4. Terwujudnya kerjasama dan kekompakan anggota. 5. Dapat bersaing di pasaran. 6. Adanya dukungan dari Pemerintah. 7. Adanya pendampingan KUBE. Sebagai upaya pengembangan KUBE ke depan tentunya dengan memperhatikan permasalahan yang dialami, potensi yang dimiliki, serta harapan yang diinginkan anggota. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11: Potensi, Masalah, dan harapan anggota KUBE No Uraian Keterangan 1 Potensi Terkait dengan SDM : 1. Adanya keterampilan anggota 2. Adanya partisipasi anggota Terkait dengan kelembagaan KUBE : 1. Bahan baku melimpah 2. Adanya peluang pasar 3. Adanya lembaga keuangan 4. Adanya lembaga / instansi pemerintah 5. Adanya LSM pemerhati kemiskinan 2 Masalah Terkait dengan SDM : 1. Tidak berfungsinya pengurus KUBE 2. Kurang kompaknya anggota KUBE 3. Rendahnya Teknologi Terkait dengan kelembagaan KUBE : 1. Kurangnya modal kerja 2. Kurangnya dukungan dari Pemerintah 3. Kurang kekompakan dalam penentuan harga 4. Belum ada kemitraan. 3 Harapan Terkait dengan SDM : 1. Berfungsinya pengurus KUBE. 2. Terwujudnya kerjasama dan kekompakan anggota. Sumber : Hasil diskusi Tahun Terkait dengan kelembagaan KUBE : 1. Dapat menambah permodalan sehingga dapat memperluas usaha. 2. Terwujudnya kemitraan atau jaringan kerja. 3. Dapat bersaing di pasaran. 4. Adanya dukungan dari Pemerintah. 5. Adanya pendampingan KUBE.

96 81 Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya di antara permasalahan, potensi, dan harapan satu sama lain saling ada keterkaitan. Dengan terdapatnya permasalahan pada KUBE secara langsung juga menjadi masalah bagi anggota KUBE. Untuk mewujudkan KUBE yang berdaya maka sebagai anggota KUBE juga memiliki harapan-harapan demi kemajuan KUBE. Dalam proses pemberdayaan sebuah KUBE agar menjadi KUBE yang berdaya dan dapat memberikan manfaat bagi keluarga miskin atau bagi anggota KUBE tentunya tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. Dari berbagai masalah yang ada tersebut tidak mungkin akan dapat diselesaikan secara bersama-sama dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itu dalam upaya atau proses pemberdayaan KUBE tersebut perlu ditegaskan dengan memilih prioritas masalah yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang sekiranya mampu untuk dilaksanakan. Adapun prioritas masalah yang merupakan masalah mendesak dan harus segera mendapat penanganan dari hasil kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Tidak berfungsinya pengurus. 2. Kurangnya modal usaha. 3. Belum ada kemitraan. Tabel 12: Masalah, Prioritas Masalah dan Alternatif Pemecahan masalah Masalah Terkait dengan SDM : 1. Tidak berfungsinya pengurus KUBE 2. Kurang kompaknya anggota KUBE 3. Rendahnya Teknologi Terkait dengan kelembagaan KUBE : 1. Kurangnya modal Usaha 2. Kurangnya dukungan dari Pemerintah 3. Kurang kekompakan dalam penentuan harga 4. Belum ada kemitraan Sumber :Hasil Diskusi Prioritas Masalah Terkait dengan SDM : 1. Tidak berfungsinya Pengurus. Terkait dengan kelembagaan KUBE : 1. Kurangnya modal usaha. 2. Belum ada kemitraan. Alternatif Pemecahan Masalah Terkait dengan SDM : 1. Merevitalisasi keorganisasian KUBE Terkait dengan kelembagaan KUBE : 1. Membentuk arisan kelompok (pemupukan modal swadaya) 2. Mengusulkan pinjaman modal dari pihak terkait dengan bunga yang ringan dan persyaratan yang lunak. 3. Menjalin kemitraan untuk mengadakan kerjasama dalam usaha 4. Pendampingan untuk membuka akses pasar, modal, dan teknologi

97 82 Prioritas masalah dan alternatif pemecahan masalah sebagaimana tabel tersebut diatas merupakan perumusan yang telah disepakati bersama oleh anggota KUBE. Selanjutnya atas prioritas masalah yang telah ditetapkan tersebut dengan melalui diskusi kelompok sepakat merumuskan dan merencanakan upaya pemecahan masalah dengan menyusun rencana program pengembangan KUBE. Tujuan Program Adapun tujuan disusunnya rancangan program pemberdayaan Kelembagaan KUBE antar lain adalah : 1. Bagi anggota KUBE, untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatnya pendapatan anggota serta meningkatkan keberfungsian sosial anggota. 2. Bagi KUBE, untuk menjamin kelangsungan dan keberlanjutan KUBE serta untuk menemukan model KUBE yang ideal sebagai upaya pembenahan terhadap keberadaan KUBE yang ada saat sekarang. 3. Bagi masyarakat sekitar, untuk dapat memperoleh manfaat dengan keberadaan KUBE, serta mendorong khususnya kepada masyarakat miskin agar dalam usaha dapat dilakukan secara kelompok. 4. Bagi Pemerintah, untuk memberikan masukan bahwa agar dalam menyusun program dan kebijakan penanggulangan kemiskinan ke depan dapat dilakukan melalui KUBE. Penyusunan Rancangan Program Pemberdayaan KUBE Proses penyusunan program pemberdayaan KUBE dilakukan melalui diskusi kelompok terfocus (Focus Group Discussion) yang dilaksanakan pada hari Senin.tanggal 7 Agustus 2006 pada pukul Wib sampai dengan pukul Wib yang mengambil tempat dikantor desa Mantaren II. Maksud pelaksanaan FGD tersebut antara lain untuk memberikan klarifikasi terhadap data dan informasi yang telah diperoleh sebelumnya dan mencari alternatif jalan keluar upaya pemecahan masalah dalam rangka pemberdayaan KUBE. Dalam proses penyusunan program ini dengan mengacu pada pedoman atau berpatokan pada kunci sukses pengembangan KUBE, sebagai bahan

98 83 perbandingan terhadap kondisi KUBE di lapangan. Melalui kegiatan FGD ini maka permasalahan yang ditemukan di lapangan segera dapat dilakukan perubahan atau pembenahan dengan mengacu pada pedoman umum pengembangan KUBE. Hal ini mengandung pengertian bahwa ke depan diharapkan akan menjadi KUBE yang ideal sebagai upaya peningkatan pendapatan keluarga miskin. Berdasarkan kajian dilapangan bahwa ternyata dari keempat KUBE yang ada masih belum memenuhi kriteria standar KUBE yang ideal. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya masalah dan kendala yang dialaminya, sehingga KUBE yang telah berjalan kurang lebih enam tahun tersebut belum menunjukkan perkembangan yang baik. Penyebab kurang berkembangnya KUBE tersebut disebabkan oleh faktor dari luar KUBE maupun faktor dari dalam KUBE sendiri. Namun demikian dengan potensi yang dimiliki KUBE maka ke depan masih ada harapan KUBE tersebut dapat berkembang dan berkelanjutan. Dengan melalui Forum FGD tersebut terungkap bahwa semua KUBE menyadari bahwa kurang berkembangnya KUBE di antaranya disebabkan karena kekurangan modal, dan ini menjadi masalah prioritas bagi semua KUBE. Hal ini diungkapkan oleh Bapak SND salah satu anggota KUBE Life Skill III sebagai berikut : Terus terang khusunya kelompok kami kekurangan modal usaha sehingga mengakibatkan lambatnya perkembangan usaha. Sekarang mumpung kita sama-sama ketemu bagaimana upaya agar kita dapat memperoleh tambahan modal usaha. Seandainya harus melalui pinjampun saya setuju setuju, entah dengan yang lainnya Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa ternyata semangat anggota KUBE dalam rangka ingin memajukan kelompoknya sangat besar. Apabila pendapat tersebut mendapat dukungan dan terjalinnya kerjasama yang baik di antara anggota kelompok, hal tersebut dapat diwujudkan. Dengan upaya memperoleh tambahan modal jika dilaksanakan secara bersama-sama atau secara kelompok akan lebih mudah dan beban yang ditanggungnyapun akan lebih ringan. Sementara itu salah satu peserta diskusi yang lain yaitu Bapak USP menyampaikan pengalamannya bahwa beliau pernah berkonsultasi kepada Instansi pemerintah yaitu Dinas Perindagkop Kabupaten Pulang Pisau, mengenai pinjaman modal. Beliau mengatakan bahwa :

99 84 Saya pernah bertanya tentang modal usaha pada Dinas Perindagkop bahwa Dinas tersebut dapat membantu Dana bergulir bagi masyarakat ekonomi lemah, dengan syarat harus secara kelompok dalam bentuk kelompok usaha dan telah memiliki usaha yang nyata Informasi sebagaimana diungkapkan oleh anggota KUBE tersebut diatas kiranya perlu ditelusuri kembali sebagai bahan pertimbangan dalam upaya memperoleh tambahan modal usaha bagi KUBE. Jika memang informasi tersebut benar adanya maka tidak ada salahnya jika setiap KUBE mencoba menghubingi Dinas yang bersangkutan berkaitan dengan keinginan KUBE untuk menambah permodalan. Sementara itu dalam FGD terungkap pula bahwa pada KUBE Life Skill I dan KUBE Life Skill III terdapat beberapa anggota yang kurang kompak dengan anggota lainnya. Kekurang kompakan ini terjadi dalam hal pemasaran hasil produksi. Bentuk dari kekurang kompakan ini terjadi adalah bahwa adasebagian anggota KUBE yang menjual hasil produksi telah melanggar kesepakatan harga yang telah ditetapkan oleh kelompok. Bahwa harga yang disepakati untuk satu biji Batu Bata adalah Rp. 300.,- namun anggota KUBE tersebut menjual di bawah harga standar dengan alasan yang penting cepat terjual biar untung sedikit dari pada terlalu lama menumpuk di rumah. Hal ini dikatakan oleh Bapak BD salah satu anggota KUBE Life Skill III yang kurang kompak tersebut sebagai berikut : Bagaimana saya mau menjual dengan harga yang telah disepakati, sedang keperluan saya di rumah sangat mendesak. Toh dalam melakukan kegiatan usaha pembuatan Batu Bata tersebut kita melakukan sendiri-sendiri Perilaku anggota KUBE yang telah menghianati kesepakatan kelompoknya tersebut ditanggapi oleh kebanyakan orang peserta diskusi. Perilaku tersebut dianggap telah menunjukkan ketidak kekompakan antara anggota KUBE maupun para pengrajin Batu Bata yang lainnya. Di samping itu dianggap telah mematikan anggota yang lain sementara para pengrajin yang lainnya justru mengharapkan dapat menaikkan harga jual mengingat biaya produksi semakin meningkat pula. Dengan keadaan seperti itu salah seorang peserta diskusi yaitu Bapak SH salah seorang anggota KUBE Life Skill III menanggapi bahwa yang dilakukan Bapak BD tersebut bahwa yang dilakukannya itu keliru. Beliau mengatakan sebagai berikut : Memang kita dalam usaha secara sendiri-sendiri, tetapi kita ini kan mempunyai kelompok. Bahkan dahulu oleh Karang Taruna selaku

100 85 pembina telah disepakati bahwa harga jual Batu Bata yang ada di desa Mantaren II harus seragam agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat, karena kita ini kan tinggal di satu desa, kalau tidak kompak kan tidak baik Jika dipahami, kondisi tersebut menunjukkan bahwa kepengurusan kelompok KUBE tersebut tidak berfungsi. Oleh karena itu ke depan diharapkan adanya pembenahan kepengurusan dalam kelompok termasuk dengan aturan main atau tata tertib yang disepakati bersama dalam kelompok. Sebagaimana dipahami bahwa tujuan dibentuknya KUBE, selain sebagai wadah dalam usaha meningkatkan pendapatan untuk mencapai kesejahteraan anggotanya, KUBE juga sebagai tempat atau sarana saling tukar informasi, saling tukar pengalaman, sarana penyelesaian masalah bersama, juga untuk meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial. Dengan terwujudnya KUBE yang ideal maka tujuan bagi anggota akan tercapai yaitu di samping peningkatan kesejahteraan juga terwujud keberfungsian sosialnya. Sementara itu dalam diskusi juga muncul pendapat dari peserta diskusi bahwa untuk pembinaan terhadap KUBE di desa Mantaren II diperlukan pendamping. Pendamping tersebut dapat secara formal maupun informal. Artinya sebagai pendamping dapat berasal dari masyarakat atau dari pemerintah. Dengan adanya pendamping ini maka akan memberikan kemudahan bagi anggota maupun pengurus dalam upaya pembinaan KUBE. Di samping itu dengan adanya pendamping maka untuk keperluan urusan atau melakukan hubungan dengan pihak luar dapat difasilitasi oleh pendamping tersebut. Keperluan pendamping tersebut sangat diharapkan oleh KUBE Life Skill I karena kondisi kelompok tersebut menunjukkan adanya kekurang kompakan. Dengan adanya pendamping maka pembinaan kelompok akan lebih intensif. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu anggotanya Bapak GND ebagai berikut : Kelompok kami ini menunjukkan adanya kekurang kompakan antar anggota. Di samping itu kami juga merasa kesulitan dalam menjalin hubungan dengan pihak luar. Oleh karena itu kami sangat menharapkan ada pendamping dalam kegiatan KUBE ini. Dengan adanya pendamping maka akan meringankan beban kelompok dalam kegiatan administrasi dan kegiatan atau hubungan keluar Pendapat tersebut ternyata mendapat dukungan dari peserta diskusi yang lain yang mengharapkan juga adanya pendampingan dalam kegiatan KUBE. Pendampingan tersebut diperlukan dalam rangka membantu KUBE dalam menggali potensi yang dapat mendukung perkembangan dan keberhasilan

101 86 KUBE. Pendamping dapat juga berfungsi sebagai nara sumber, fasilitator, dan sebagai penggerak pembangunan masyarakat. Oleh karena itu keberadaan pendamping sangat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi KUBE dan membantu mencari jalan keluar dalam mengatasi masalah tersebut. Diskusi yang telah berjalan kurang lebih empat jam tersebut dapat diambil makna bahwa hasil diskusi tersebut telah banyak diperoleh harapan-harapan dan rencana-rencana dari anggota KUBE dalam rangka upaya mencapai keberhasilan KUBE. Dalam diskusi tersebut juga dihadiri oleh ketua Karang Taruna yaitu Bapak STN. Dari hasil diskusi tersebut beliau dapat memahami apa yang diinginkan oleh anggota KUBE binaannya. Oleh karena itu ke depan beliau berusaha akan melakukan terobosan-terobosan baru dalam upaya pembinaan terhadap KUBE seperti upaya pengembangan permodalan, pembinaan kelompok dan kepengurusann serta pendampingan. Dalam kesempatan ini beliau menyatakan sebagai berikut : Sebagai ketua Karang Taruna saya merasa ikut bertanggung jawab atas keberhasilan KUBE. Oleh karena itu ke depan marilah kita benahi kelemahan-kelemahan KUBE ini. Marilah kita bersama-sama menyusun program demi keberhasilan KUBE. Saya juga akan melakukan terobosan ke luar berkaitan dengan permodalan dan pendampingan yang kita harapkan untuk kemajuan KUBE Dalam upaya pemberdayaan KUBE terlebih dahulu perlu mengidentifikasi masalah yang menjadi penyebab kurang berdayanya KUBE tersebut. Di samping itu perlunya menggali potensi yang dimiliki yang dapat mendukung keberhasilan KUBE. Dalam menggali masalah dan potensi tersebut dilakukan secara partisipatif oleh anggota sehingga dapat diperoleh kesepakatan bersama. Setelah masalah dan potensi pengembangan diketahui dan disepakati selanjutnya menentukan prioritas masalah yang dianggap paling mendesak untuk mendapat penanganan. Setelah disepakati bersama oleh anggota kelompok, selanjutnya menyusun rencana program aksi pengembangan KUBE. Program Aksi Dengan memperhatikan performa Kelompok Usaha Bersama (KUBE) keluarga miskin yang berusaha di bidang pembuatan Batu Bata di desa Mantaren II, maka upaya dalam pengembangannya ke depan perlu dilakukan program aksi sebagai langkah untuk pengembangan KUBE tersebut.

102 87 Berdasarkan analisis masalah, faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE, potensi yang dimiliki KUBE, serta harapan bagi anggota, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu maka selanjutnya dapat disusun rencana program pengembangan KUBE. Program aksi pengembangan KUBE dilaksanakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi oleh KUBE pembuatan Batu Bata di desa Mantaren II dan untuk mencari solusi yang terbaik dalam pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dalam merancang program tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis Stakeholders. Hal ini mengingat bahwa di dalam mengembangkan KUBE selain menuntut partisipatif anggota juga sangat memerlukan keterlibatan pihak luar. Dalam kegiatan ini sangat dimungkinkan adanya tindakan atau reaksi yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang muncul di dalam perkembangan KUBE. Analisis Stakeholders ini juga bertujuan untuk menggali aspirasi dan menyamakan persepsi antar Stakeholders dalam upaya memberdayakan keluarga miskin dengan melalui KUBE. Analisis Stakeholders dan rencana program aksi tersebut disusun dan dilaksanakan melalui kegiatan Lokakarya yang melibatkan seluruh komponen terkait dengan program KUBE dan pemberdayaan Keluarga Miskin. Program Aksi ini juga bertujuan untuk merealisasikan rencana program yang telah disusun terdahulu, sehingga dengan melalui analisis stakeholders ini akan mendapat tanggapan dari semua pihak. Rincian program pengembangan KUBE tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.

103 88 Tabel 13 : Program Aksi Pengembangan Kelembagaan KUBE di desa Mantaren II Tahun 2007 Rencana AKSI Nama No Program Indikator Tujuan Kegiatan Waktu Pelaksana Kinerja 1 Revitalisasi Organisasi KUBE - Memperkuat kinerja pengurus - Meningkatkan peran anggota - Meningkatkan kebersamaan dan kegotong royongan - Berfungsinya Pengurus - Meningkatnya peran aktif anggota - Meningkatnya kesadaran anggota - Melakukan penggantian Kepengurusan - Menyusun tata tertib kelompok secara tertulis - Pembagian tugas di dalam KUBE - Mengadakan pertemuan Rutin tiap bulan Januari Februari Pengurus - Anggota - Karang Taruna - Tokoh Masyarakat - Pemerintah Desa - Kantor Sosial dan PMD Sumber Dana - Swadaya - Pinjaman 2 Penguatan Modal Usaha KUBE - Peningkatan Volume Usaha - Memnperkuat keuangan kelompok - Bertambahnya Modal - Bertambahnya volume usaha - Bertambahnya tenaga kerja - Membentuk Arisan Anggota KUBE - Mengusulkan pinjaman modal kepada pihak Bank dengan syarat mudah dan bunga ringan Maret Juni Anggota - Pengurus - Bank - Koperasi - Swadaya - Pinjaman 3 Membangun kemitraan - Memperluas jaringan pemasaran 4 Pendampingan - Mengoptimalkan kinerja KUBE - Membuka akses pasar, modal, teknologi - Terjalinnya hubungan kerjasama dengan rekanan - Berjalannya seluruh komponen dalam KUBE - Terbukanya akses pasar, modal, teknologi - Ikut kegiatan Pameran - Membangun jaringan pasar - Monitoring dan Evaluasi Program - Menemukan inovasi-inovasi baru pengembangan KUBE - Penertiban Administrasi KUBE Januari Desember 2007 Januari Desember Pengurus - Karang Taruna - Mitra Kerja - Kantor Sosial - Pendamping KUBE - Swadaya Kelompok - Mitra Usaha - Dinas Perindagkop - Kas kelompok - Iuran anggota 88

104 89 Program Aksi Pengembangan Kelembagaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di desa Mantaren II dilaksanakan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi KUBE selama ini. Dengan program aksi tersebut diharapkan dapat mewujudkan Profil KUBE sebagaimana yang diharapkan oleh semua pihak. Program Aksi pengembangan Kelembagaan KUBE ini memiliki tujuan lain untuk memberikan motivasi baik secara internal maupun eksternal terhadap kegiatan KUBE sehingga terwujud Profil KUBE yang dapat dijadikan sebuah model atau percontohan bagi pengambil kebijakan. Dalam kajian ini program aksi pengembangan kelembagaan KUBE dilaksanakan dalam 3 (tiga) kegiatan program sebagai berikut : Kegiatan Revitalisasi Organisasi KUBE Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Keluarga Miskin yang bergerak dalam bidang Pembuatan Batu Bata di desa Mantaren II dibentuk atas dasar Inisiatif masyarakat dengan melalui pembinaan Karang Taruna. Dalam kenyataan di lapangan bahwa tanpa ada pembinaan dari pihak luar KUBE masih mengalami kendala kurang kompaknya anggota KUBE. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh kurang berfungsinya Kepengurusan, sehingga anggota kurang terkoordinir dengan baik. Agar dapat terwujud KUBE sebagaimana yang diharapkan oleh semua pihak, maka untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan keorganisasian KUBE sebagai berikut : 1. Melakukan pergantian pengurus sebagai penyegaran, dan agar setiap anggota memiliki tanggung jawab. Kepengurusan ini dapat dilakukan setiap satu tahun sekali agar setiap anggota mengalami dan merasakan bagaimana tugas dan tanggung jawab menjadi pengurus. Dalam hal ini melibatkan tokoh formal maupun formal sebagai fasilitator dalam merevitalisasi pengurus guna memperoleh wawasan yang terbaik bagi kepentingan kelompok. 2. Membuat dan menyepakati bersama aturan main dalam kelompok dan menerapkan tata tertib kelompok secara tertulis. Melalui kegiatan ini dengan tujuan untuk mendidik anggota agar dalam berusaha secara kelompok dapat dilakukan dengan tertib. 3. Pembagian tugas anggota kelompok, dimaksudkan agar setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama. 4. Melaksanakan pertemuan rutin setidaknya satu bulan sekali guna membahas permasalahan yang dihadapi KUBE.

105 90 Dalam program ini perlu melibatkan berbagai Stakeholders seperti, Pemerintah Kabupaten melalui Kantor Sosial dan PMD, Pemerintah Desa, Karang Taruna, LSM, dan Tokoh Masayarakt. Keterlibatan Stakeholders ini sangat diperlukan dalam upaya revitalisasi keorganisasian KUBE, dengan tujuan untuk memberikan pembinaan, pendampingan, maupun sebagai pemberi pencerahan bagi kelangsungan kegiatan KUBE. Kegiatan penguatan Modal KUBE Dari hasil kajian di lapangan terhadap Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dilakukan denganmelalui beberapa tahapan mulai dari survei, wawancara, Diskusi Kelompok, sampai melaksanakan Lokakarya, ternyata dalam pengembangannya, KUBE masih terkendala oleh kurangnya modal usaha. Keinginan dan harapan anggota KUBE untuk memperoleh modal usaha sangat besar. Namun kesulitan yang dihadapi bahwa untuk memperoleh pinjaman modal pada lembaga keuangan seperti Bank, masih memerlukan agunan atau jaminan sebagai persyaratan peminjaman. Sedangkan harapan bagi anggota KUBE, mereka menginginkan pinjaman modal dengan syarat dan bunga yang ringan. Pelaksanaan kegiatan penguatan modal KUBE dalam kajian ini mempunyai tujuan untuk memberikan semangat bagi anggota dalam upaya memperoleh tambahan permodalan baik dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok guna peningkatan kegiatan usaha KUBE. Oleh karena itu kegiatan yang perlu dilakukan oleh KUBE antara lain sebagai berikut : 1. Memupuk permodalan secara swadaya dengan membentuk arisan anggota KUBE walaupun jumlahnya tidak besar. Dengan cara arisan ini maka secara bergiliran setiap anggota akan memperoleh undian yang dapat digunakan sebagai tambahan modal. Apabila arisan kelompok ini dapat dilakukan secara rutin, maka lambat laun akan dapat meningkatkan jumlah modal usahanya. 2. Mengupayakan agar pihak lembaga keuangan seperti Bank untuk dapat memberikan pinjaman modal usaha bagi masyarakat miskin dengan syarat lunak dan bunga ringan. Jika hal ini sulit dilakukan, KUBE dapat meminjam nama seseorang yang bersedia membantu KUBE dan memenuhi persyaratan guna memohon pinjaman kepada pihak Bank, dan selanjutnya KUBE membayar kepada penjamin tersebut.

106 91 3. Mengupayakan agar pihak Pemerintah melalui Kantor Sosial dan PMD selaku penanggung jawab terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial dapat memberikan bantuan sosial berupa modal usaha kepada KUBE Pembuatan Batu Bata. 4. Mengupayakan kepada para rekanan/pengusaha dapat menjadi Mitra kerja atau Bapak Angkat, sehingga mereka bersedia meminjamkan modal dan bagi KUBE harus menjual hasil produksinya kepada mereka. 5. Melakukan koordinasi dan mengupayakan agar dinas Perindagkop Kabupaten dapat memberikan bantuan modal sebagai wujud pembinaan terhadap kegiatan usaha kecil masyarakat. Kegiatan Membangun Kemitraan Terjadinya persaingan pasar yang dialami KUBE selama ini merupakan salah satu faktor penyebab ketidakberdayaan KUBE. Hal ini lebih disebabkan oleh belum atau kurangnya terbangun jaringan pemasaran pada KUBE seperti kurangnya promosi dan belum terbangunnya kemitraan dengan berbagai pihak. Dengan kekurangan yang dialami KUBE tersebut mengakibatkan kalah dalam persaingan pasar, sehingga bagi pemanfaat produk masih banyak memanfaatkan produk dari luar padahal produk lokal tersebut jika dilihat dari kualitas tidak kalah dengan produk dari luar. Untuk mengatasi kendala di atas maka kegiatan yang perlu dilakukan oleh KUBE antara lain meliputi : 1. Melakukan promosi dengan mengikuti berbagai pameran pembangunan atau pameran produksi yang diselenggarakan di Kabupaten atau Propinsi. Melalui kegiatan Pameran ini maka dengan tujuan untuk memperkenalkan kepada publik bahwa di desa Mantaren II memiliki Produk Bahan Bangunan Batu Bata yang berkualitas. 2. Mengupayakan kepada para rekanan/pengusaha dapat menjadi Mitra kerja, sehingga mereka bersedia menyediakan modal dan bagi KUBE menyediakan hasil produknya. Diupayakan membangun jaringan bahwa di antara mereka saling membutuhkan dan saling menguntungkan. 3. Mengupayakan agar pihak Pemerintah dapat memberi penekanan kepada para pengusaha atau rekanan agar dapat memanfaatkan hasil produksi lokal.

107 92 Pendampingan Pendampingan sangat penting bagi kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang beranggotakan keluarga-keluarga miskin. Tanpa ada pendampingan maka akan menghambat dalam upaya pengembangannya karena keterbatasan yang mereka miliki. Oleh karena itu pendamping tersebut mempunyai fungsi sebagai fasilitator kegiatan KUBE baik urusan dalam KUBE maupun urusan ke luar dalam rangka memajukan KUBE. Beberapa hal penting dengan adanya program pendampingan tersebut adalah : 1. Pendampingan bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja KUBE, yaitu agar seluruh komponen KUBE seperti kepengurusan, keanggotaan, dan seluruh kegiatan yang dilakukan KUBE dapat berdaya guna dan berhasil guna. 2. Kegiatan yang dilakukan antara lain ; (a) Mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap program yang telah direncanakan dan dilakukan oleh KUBE. (b) Secara bersama-sama memfasilitasi dalam menemukan inovasiinovasi baru dalam upaya pengembangan KUBE, Menggerakkan bagianbagian komponen KUBE yang tidak berfungsi sehingga semua kelemahan dan kekurangan yang ada dapat terbuka dan dipahami bersama. (c) Penertiban Administrasi, karena dengan tertib administrasi maka kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap program akan lebih mudah. 3. Pendampingan juga dimaksudkan untuk mempermudah dalam mengakses terhadap pihak luar seperti pasar, modal, dan teknologi.

108 93 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan salah satu wadah atau sarana dalam upaya pemberdayaan keluarga miskin di pedesaan. Berdasarkan hasil kajian di lapangan bahwa keberadaan KUBE di desa Mantaren II menunjukkan keadaan yang belum membawa manfaat dalam peningkatan pendapatan bagi keluarga miskin, karena KUBE tersebut masih banyak mengalami permasalahan. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa KUBE KUBE di desa Mantaren II memiliki cukup potensi yang dapat dikembangkan untuk keberhasilan KUBE, seperti tersedianya bahan baku yang melimpah, dimilikinya keterampilan, keuletan bekerja, anggota memiliki orientasi ke depan, adanya peluang pasar, oleh karena kelangsungan KUBE sangat dimungkinkan. Keberadaan KUBE tersebut juga telah memberikan manfaat bagi anggota dan bukan anggota. Hal ini karena mereka yang ikut terlibat dengan keberadaan KUBE telah merasa mengalami adanya peningkatan kesejahteraan keluarganya. Namun demikian untuk mencapai keberhasilan KUBE yang diharapkan belum dapat diwujudkan. Hal ini karena masih dijumpainya permasalahan pada KUBE. Permasalahan pokok dan menjadi prioritas untuk segera dipecahkan adalah kurangnya permodalan, lemahnya kepengurusan KUBE, belum terbangunnya jaringan kemitraan dengan pihak luar. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu disusun rancangan program pemberdayaan KUBE yang meliputi : 1. Kegiatan penguatan Modal KUBE, yang dilakukan melalui membentuk arisan untuk memupuk modal swadaya kelompok, mengupayakan kepada pemerintah, lembaga keuangan, danswasta untuk dapat memberikan pembinaan dengan memberikan sejumlah modal usaha bagi KUBE. 2. Kegiatan Revitalisasi Organisasi KUBE, yang dilakukan dengan mengadakan pergantian pengurus sebagai penyegaran, melakukan pertemuan rutin tiap bulan, mengadakan pembagian tugas terhadap anggota kelompok, serta membuat dan menyepakati aturan main dan tata tertib kelompok secara tertulis.

109 94 3. Kegiatan Membangun Kemitraan, dengan melakukan promosi melalui kegiatan pameran produksi, membangun jaringan kepada pengusaha atau rekanan untuk menjadi mitra usaha bagi KUBE, serta mengupayakan kepada pemerintah agar memberikan penekanan kepada para pengusaha atau rekanan untuk memanfaatkan produksi lokal. 4. Pendampingan, yaitu dengan menempatkan seorang pendamping dari Petugas Sosial Masyarakat, sebagai fasilitator dan mediator dalam kegiatan di dalam maupun di luar KUBE, sehingga dapat mengakses modal, teknologi, dan pemasaran. Melalui program pemberdayaan KUBE tersebut diharapkan para keluarga miskin dapat memperoleh manfaat dengan meningkatnya pendapatan sehingga tercapai kesejahteraan dan keberfungsian sosialnya. Oleh karena itu untuk dapat mencapai KUBE yang berdaya, berkembang dan maju dalam kajian ini dirumuskan program aksi pengembangan kelembagaan KUBE sebagai berikut : 1. KUBE dibentuk atas dasar minat yang sama bagi warga miskin untuk memperbaiki taraf kehidupannya. 2. Anggota KUBE tidak harus seluruhnya keluarga miskin, namun perlu melibatkan keluarga mampu dan berpengalaman dalam kewirasuhaan. 3. Penentuan jenis usaha yang direncanakan berdasarkan minat yang sama. 4. Kegiatan usaha dilaksanakan secara kelompok bukan secara perorangan dengan tujuan akan terwujud kebersamaan dan kesetiakawanan. 5. Kelembagaan yang mempunyai program yang jelas. Untuk itu diperlukan aturan main serta tata tertib bagi anggota KUBE agar kegiatan KUBE dapat berjalan sesuai dengan rencana. 6. Untuk lebih tertibnya kegiatan KUBE, maka perlu memperhatikan kelengkapan administrasi. 7. Pertemuan rutin anggota KUBE perlu dilakukan paling kurang satu bulan sekali untuk membahas permasalahan-permasalahan dan menyelesaikannya serta menyusun rencana kerja berikutnya. 8. Untuk meningkatkan keeratan antar anggota dan upaya pemupukan modal semdiri perlu dibentuk arisan anggota dan iuran wajib anggota. 9. KUBE harus mempunyai upaya pengembangan usaha, artinya usaha yang dlakukan KUBE dapat tidak hanya satu jenis usaha. 10. KUBE perlu menjalin hubungan dengan pihak luar dalam rangka upaya pengembangannya.

110 Keberadaan KUBE diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lingkungan. 12. KUBE harus mampu menggali potensi yang dapat dikembangkan sehingga keberlanjutan KUBE dapat dipertahankan. Apabila rumusan tersebut dapat dilakukan dalam pengelolaan KUBE maka harapan ke depan akan terwujud KUBE yang ideal dan akan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan akan menjamin berkelanjutan KUBE. Rekomendasi Hasil Kajian Pengembangan Masyarakat yang telah dilakukan ini rumusan-rumusan yang dapat dijadikan pedoman dalam pengelolaan dan pengembangan KUBE. Agar dapat diwujudkan KUBE yang benar-benar dapat dijadian sebagai wadah pemberdayaan keluarga miskin, dari hasil kajian ini memberikan rekomendari kepada : 1. Departemen Sosial, bahwa hasil kajian semacam ini dapat dijadikan masukan sebagai bahan penyempurnaan dalam penyusunan program dan kebijakan dalam program pemberdayaan keluarga miskin. Dalam upaya pemberdayaan keluarga miskin lebih efektif dilakukan dengan melalui KUBE, oleh karena itu ke depan agar dalam penyusunan Instrumen penyelenggaraan program KUBE lebih disempurnakan. 2. Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau melalui Kantor Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, hendaknya dapat memberikan dukungan agar KUBE yang menjadi binaannya dapat terjamin keberkelanjutannya. Oleh karena itu diharapkan Kantor Sosial dan PMD dapat memfasilitasi KUBE agar dapat bermitra dengan berbagai Stakeholders dan memadukan program dengan lintas sektor terkait lainnya. Di samping itu perlunya menempatkan tenaganya sebagai pendamping KUBE agar KUBE yang ada dapat terbina perkembangannya. 3. Dinas Perindustrian, perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Pulang Pisau, hendaknya dapat ikut berperanserta dalam pemberdayaan KUBE sebagai wujud pelaksanaan program pembinaan Usaha Kecil dan Menengah dalam bentuk modal usaha maupun sarana produksi bagi KUBE. 4. Lembaga keuangan seperti BRI, BPD, atau Koperasi diharapkan dapat ikut peduli dengan upaya penanggulangan kemiskinan dengan mempermudah

111 96 bagi KUBE dalam memperoleh pinjaman modal, dengan syarat yanglunak dan bunga ringan. 5. Pemerintah desa dan Tokoh masyarakat diharapkan dapat secara langsung melibatkan diri dalam kegiatan KUBE untuk memberikan dukungan moril agar KUBE yang telah dibangun dapat berlangsung dengan tertib dan membawa manfaat bagi lingkungannya. Dengan keterlibatan berbagai pihak dalam upaya pemberdayaan kelembagaan KUBE akan menghasilkan KUBE yang maju dan berkembang. Dengan berhasilnya KUBE maka akan membawa manfaat bagi anggotanya dengan meningkatnya pendapatan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anggota dan keberfungsian sosialnya.

112 97 DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, dan Harry Hikmah, 2004, Participatory Research Appraisal : Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, Edisi Revisi, Humaniora Utama Press. Jakarta. Adi. LR. (2003), Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Departemen Sosial RI, Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Balatbangsos,, Jakarta. Departemen Dalam Negeri RI, Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa,Buku I, Pemahaman Dasar,, Dirjen Pembangunan Masyarakat Desa, Jakarta. Dubois B. dan Miley K.K, Social Work An Empowering Profession, Allyn and Bacon, Boston. Hikmat, Harry, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora utama Press, Bandung. Hikmat, Harry, Dkk, Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan, Program Pemberdayaan Fakir Miskin Tahun , Departemen Sosial RI, Jakarta.. Ife, Jim Community Development : Community Based Altenatives in an Age of Globalization, Pearson Aducation, Australia. Kartasasmita, G Pembangunan untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, PT. Pustaka, Jakarta. Kusnaka. A dan Harry. H. 2003, Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat, Humaniora Bandung. Lubis, Djoharis, Strategi Penanggulangan Kemiskinan, TKP3KPK Kemeterian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta. Miles, M.B dan A.M. Hoberman, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta. Midgley, J Pembangunan Sosial : Perspektif Pembangunan Dalam Kesejahteraan, Ditperta Depag RI, Jakarta. Mujiadi, B. Dkk, Model Penanganan Permasalahan Sosial, Puslitbang UKS, Balitbangsos, Depsos RI, Jakarta. Ndraha, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Rineka Cipta.

113 98 Nugroho, Iwan. dkk, Pembangunan Wilayah perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, LP3ES, Jakarta. Nyoman B Desa, Masyarakat Desa, dan Pembangunan Desa, Ghalia Indonesia, Jakarta. Rubin, Herbert dan Irene S. Rubin, 1992, Community Organizing and Development. Mac Millan Publishing Company, New York. Rukmini Dahlan, Penelitian Tingkat Keberhasilan Program Pembinaan Karang Taruna Melalui Kelompok Usaha Bersama Dalam Pengentasan Kemiskinan, dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan UKS Vol. 8 Nomor 2. Juni. Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Msyarakat, dan Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.. Saharudin, Modal Sosial Organisasi Akar Rumput dan Pengembangan Masyarakat, (Thesis), Universitas Indonesia, Jakarta. Sajogya, Upaya Perbaikan Gizi Keluarga : Lembaga Penelitian Sosiaologi Pedesaan IPB Bogor. Suharto, Edy, Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial, Studi Kasus Tangga Miskin Di Indonesia, Badan Latihan dan Pengembangan Sosial, Departemen Sosial RI, Jakarta. Suharto, Edy, dkk, Menerapkan Pemandu Perlindungan Masyarakat Miskin Terpadu, STKS Press, Bandung. Suharto, Edy, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan KesejahteraanSosial dan Pekerjaan Sosial, Aditama, Bandung. Sumpeno, Capacity Building, Persiapan dan Perencanaan, Catholik Relief Services, Jakarta. Sumodiningrat G Pelayanan Kredit untuk Masyarakat lapisan bawah dalam Chotim E.C. dan Thamrin J Diskusi Akli : Pemberdayaan & Replikasi Aspek Finansial Usaha Kecil Di Indonesia, Yayasan AKATIGA, Bandung. Sutarmanto, Hadi, Kelompok, Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan, Bandung : Makalah untuk memenuhi syarat ujian akhir mata kuliah Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan. Saharudin, dkk, Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sulistiati, dkk (2005). Panduan Umum Pemberdayaan Fakir Miskin, Departemen Sosial RI, Jakarta.

114 99 Sumarti, T. Dkk Analisis Ekonomi Lokal, Tajuk Modul SEP-578, Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial, Fakultas Pertanian IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Sumarjo dan Saharudin, Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat, Tajuk Modul SEP-523, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor. Sumaatmadja, N Perspektif Studi Sosial, Alumni Kotak Pos 272, Bandung. Supriatna, Tjahya, Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan, Humaniora Utama Press, Bandung. Suyanto, (2002). Profil Perkembangan KUBE Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Fakir Miskin di Kalimantan Tengah, dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan UKS Vol. 7. Nomor 03 September. Syaukat, Yusman dan Sutara Hendrakusumaatmadja, Pengembangan Ekonomi Berbasis Lokal, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Ilmu Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB, Bogor. Tafal, HZB, Pengkajian Operasionalisasi Pengentasan Keluarga Miskin Berbasis Masyarakat, Yogyakarta, B2P3KS. Yustika, Ahmat Erani, (2003). Negara VS Kaum Miskin, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

115 LAMPIRAN - LAMPIRAN 100

116 101 Lampiran 1. SKETSA DESA MANTAREN II 101

117 Lampiran 2. SKETSA WILAYAH KECAMATAN KAHAYAN HILIR 102

118 103 Lampiran 3. Foto Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat Bahan Baku Batu Bata Melimpah Salah Satu Warga Miskin Salah Satu Hasil Keg. KUBE Sekretariat Karang Taruna Salah Seorang Anggota KUBE Hasil Produksi KUBE Proses Pernjemuran Batu Bata Wawancara dengan anggota KUBE

119 104 Wawancara Dengan Aparat Desa Wawancara dengan Masyarakat Non Anggota KUBE Wawancara dengan Kepala Desa Wawancara dengan Sekretaris KTI Wawancara dengan Staf Kantor Sosial dan PMD Kab. P. Pisau Salah Satu Kegiatan FGD Stakeholders dalam Lokakarya Suasana Lokakarya

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kemiskinan

TINJAUAN PUSTAKA. Kemiskinan 6 TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan Kemiskinan sering didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan : kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan mempunyai dua dimensi. Pertama, suatu proses mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DAERAH RAWAN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI DESA KIDANGPANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG PROPINSI

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH 60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 25 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA ATAU

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim 50-54 PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM UPAYA MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PENDIDIKAN BAGI KELUARGA SANGAT MISKIN (KSM) DI DESA PAYA CUT KECAMATAN PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN Syarifah Maihani

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Departemen Sosial RI, Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Balatbangsos,, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Departemen Sosial RI, Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Balatbangsos,, Jakarta. 97 DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, dan Harry Hikmah, 2004, Participatory Research Appraisal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, Edisi Revisi, Humaniora Utama Press. Jakarta. Adi. LR. (2003), Pemberdayaan,

Lebih terperinci

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA GUNUNGREJO, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 02 Tahun : 2008 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH 7.1. Isu Strategis Berbagai masalah yang dialami oleh miskin menggambarkan bahwa kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, Menimbang

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010 S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE

ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE 60 ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE Untuk meminimalisai kekeliruan dalam menganalisis kelembagaan KUBE, diperlukan data dan informasi secara lengkap. Adapun data dan informasi yang diperlukan mengenai manfaat

Lebih terperinci