KONTESTASI KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN WADUK DJUANDA, JATILUHUR. Fatriyandi Nur Priyatna

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONTESTASI KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN WADUK DJUANDA, JATILUHUR. Fatriyandi Nur Priyatna"

Transkripsi

1 KONTESTASI KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN WADUK DJUANDA, JATILUHUR Fatriyandi Nur Priyatna PROGRAM STUDI SOSIOLOGI PEDESAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kontestasi Kepentingan dalam Pengelolaan Sumber Daya Perairan Waduk Djuanda, Jatiluhur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Fatriyandi Nur Priyatna NIM. I ii

3 ABSTRACT FATRIYANDI NUR PRIYATNA. The Contested Interest of Resource Management at Djuanda Reservoir, Jatiluhur. Supervised by RILUS A. KINSENG and ARIF SATRIA. The objectives of this study are: (1) to analyze actors configuration and resource property rights distribution; (2) to analyze resource access and actor s strategies regarding how to gain, maintain and control it; (3) to analyze the interest contesting process regarding control and reservoir resource management. Research has been conducted at Djuanda Reservoir, Jatiluhur, Purwakarta Regency, West Java. This study uses critical paradigm and qualitative method. The results showed that existing regulations have not clearly defined all rights and obligations of existing actors, including both of authority and user actors group. The lost of intermediate position between the authority and the users has also became a serious problem. This position is the claimant which gives the users some rights to paricipate in the process of resource management as a collective decision making right (management, exclusion and alienation rights). The results also showed that right based access mechanism is gained through formal regulations. Through this mechanism has also been identified of interest distinction between the authority. While PJT II tends to limit and decrease the number of cage aquaculture, but Disnakkan tends to maintain the number of cage aquaculture. Most of the user actors use structural and relational mechanism based access to gain, maintain and control their resource access. This kind of mechanism covers a number of configurations of access domination such as technology, capital, market, knowledge, authority, social identity and social relationship. The contested interest takes place in the field of reservoir resource domination and management. This contested interest takes place at discourse, regulation and operational level. Keywords : contested interest, reservoir, access, right, field iii

4 RINGKASAN FATRIYANDI NUR PRIYATNA. Kontestasi Kepentingan dalam Pengelolaan Sumber Daya Perairan Waduk Djuanda, Jatiluhur. Dibimbing oleh RILUS A. KINSENG dan ARIF SATRIA. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui konfigurasi aktor dan distribusi hak pengelolaan sumber daya di perairan Waduk Djuanda, Jatiluhur; (2) menganalisis akses terhadap sumber daya dan strategi aktor dalam memperoleh dan mempertahankannya di perairan Waduk Djuanda, Jatiluhur; (3) dan menganalisis proses kontestasi kepentingan yang terjadi di dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya perairan Waduk Djuanda, Jatiluhur. Penelitian dilakukan di Waduk Djuanda, Jatilhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat selama kurang lebih 6 (enam) bulan dari bulan Maret Agustus Penelitian ini melibatkan 20 orang informan dari Perum Jasa Tirta II, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta, pembudidaya KJA (skala kecil, sedang dan besar serta penduduk asli dan pendatang), nelayan, bandar ikan (pedagang pengumpul), pedagang pakan dan pelaku usaha transportasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan pemanfaatan sumber daya Waduk Djuanda, Jatiluhur bersifat multi fungsi dan melibatkan berbagai aktor pemanfaat. Aktor pemanfaat di lokasi penelitian ini terdiri dari 2 (dua), yaitu kelompok aktor otorita dan kelompok aktor pengguna. Kelompok aktor otorita terdiri dari PJT II dan Disnakkan Kabupaten Purwakarta. Sementara kelompok aktor pengguna terdiri dari pemanfaat langsung (pembudidaya KJA dan nelayan) dan pemanfaat tidak langsung sumber daya perairan waduk (pemodal, bandar ikan dan pedagang pakan). Hak dalam kepemilikan sumber daya perairan waduk terdiri dari sekumpulan hak sebagai berikut: access, withdrawal, management, exclusion dan alienation. Distribusi hak dalam kepemilikan sumber daya perairan waduk tidak terjadi secara merata kepada kedua kelompok aktor. Kelompok aktor otorita menguasai konfigurasi hak pengambilan keputusan kolektif (management, iv

5 exclusion dan alienation), sementara kelompok aktor pengguna hanya memiliki konfigurasi hak operasional (access dan withdrawal). Mekanisme akses berbasis hak terkait erat dengan klaim dari aktor terhadap sumber daya dan umumnya terkait erat juga dengan permasalahan peraturan. Kelompok aktor otorita (PJT II dan Disnakkan Kabupaten Purwakarta) adalah pihak yang mengontrol akses dan memiliki kepentingan berbeda. Perbedaan kepentingan menyebabkan perbedaan cara pandang dalam melihat sumber permasalahan yang ada dan menyebabkan penggunaan strategi yang berbeda. Sementara kelompok aktor pengguna (pengusaha KJA dan nelayan) merupakan pihak yang mempertahankan akses. Pihak ini pun memiliki kepentingan yang berbeda dengan kelompok aktor otorita dan mengembangkan strategi yang berbeda dalam upaya mempertahankan akses terhadap sumber daya. Mekanisme akses berbasis struktur dan relasi di lokasi penelitian dipengaruhi oleh unsur kapital, pasar, pengetahuan, otoritas, identitas sosial dan relasi sosial. Hal terpenting dalam mekanisme akses ini adalah permasalahan kepemilikan kapital yang terlihat dari adanya pola patron-klien. Arena kontestasi kepentingan dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya perairan waduk terjadi di 3 (tiga) tingkat, yaitu diskursus, kebijakan dan operasional. Arena kontestasi kepentingan di tingkat diskursus terjadi di dalam 2 (dua) hal, yaitu diskursus pengetahuan daya dukung sumber daya perairan dan diskursus pakan. Kontestasi diskursus pengetahuan daya dukung terjadi pada kelompok aktor otorita saja. Sementara kontestasi diskursus pakan terjadi di kelompok aktor pengguna. Pihak yang diuntungkan adalah pedagang pakan dan juga pabrik pakan. Arena kontestasi kepentingan di tingkat kebijakan melibatkan kelompok aktor otorita, yaitu PJT II dan Disnakkan Kabupaten Purwakarta. Kontestasi kepentingan di tingkat kebijakan ini terkait erat dengan kepentingan core business yang berbeda dari kelompok aktor otorita. Arena kontestasi kepentingan di tingkat operasional melibatkan kelompok aktor pengguna. Kontestasi kepentingan di tingkat operasional ini terjadi dalam 3 (tiga) hal, yaitu tata cara memperoleh, mempertahankan dan mengontrol akses manfaat sumber daya perairan waduk. Proses aliansi dan kolaborasi terjadi dalam bentuk pola v

6 hubungan patron-klien antara pihak yang mengontrol akses dan pihak yang mempertahankan akses manfaat sumber daya perairan waduk. Saran yang dapat diberikan oleh penelitian ini adalah perlunya penataan kembali aturan pengelolaan sumber daya waduk yang ada. Upaya mendorong kelompok aktor pengguna untuk memiliki hak pengambilan keputusan kolektif dan menduduki posisi claimant ataupun proprietor secara bersama-sama dengan kelompok aktor otorita mutlak diperlukan.langkah mendorong keterlibatan aktor pengguna untuk terlibat di dalam proses perencanaan dan penyusunan aturanaturan pengelolaan sumber daya harus diimbangi dengan terjaminnya akses bagi pihak-pihak marjinal, seperti pembudidaya KJA skala kecil dan nelayan. Keadilan akses bagi pihak yang termarjinalkan bertujuan mendudukkan proses pengelolaan sumber daya di dalam kepastian hukum dan mengurangi dampak dari kuatnya unsur kapital (permodalan) sebagai faktor penentu dalam proses pengambilan keputusan. Saran selanjutnya adalah perlu dilakukannya penelitian yang bebas dari kepentingan ekonomi dan usaha terkait permasalahan pakan. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut tentang penggunaan pakan alternatif yang bersumber dari inisiatif lokal dan kearifan lokal. Kata kunci: kontestasi kepentingan, waduk, akses, hak, arena vi

7 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB vii

8 KONTESTASI KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN WADUK DJUANDA, JATILUHUR Oleh FATRIYANDI NUR PRIYATNA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarmagister Sains pada Program Studi Sosiologi Pedesaan PROGRAM STUDI SOSIOLOGI PEDESAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 viii

9 Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS ix

10 Judul Tesis Nama NIM : Kontestasi Kepentingan dalam Pengelolaan Sumber Daya Perairan Waduk Djuanda, Jatiluhur : Fatriyandi Nur Priyatna : I Program Studi : Sosiologi Pedesaan Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA Ketua Dr. Arif Satria, SP. M.Si Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Sosiologi Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian: 22 Maret 2013 Tanggal Lulus : x

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini yang berjudul Kontestasi Kepentingan dalam Pengelolaan Sumber Daya Perairan Waduk Djuanda, Jatiluhur dilaksanakan sejak Maret hingga Agustus Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Arif Satria, SP, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingannya selama ini hingga terselesaikannya penyusunan tesis ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Soeyo Adiwibowo, MS yang berkenan menjadi penguji luar komisi saat ujian sidang atas semua saran, koreksi dan diskusi untuk mempertajam dan menyempurnakan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr selaku koordinator mayor Sosiologi Pedesaan yang dengan gigih memberikan dorongan agar segera menyelesaikan studi. Tidak lupa terimakasih disampaikan kepada staf PS. Sosiologi Pedesaan, Sdri. Anggra B. Pasaribu atas bantuan dalam pengurusan administrasi selama ini. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc sebagai Ketua Kelompok Peneliti Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan tempat penulis bernaung dan meniti karir sebagai peneliti di Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Sena de Silva dari Deakin University Australia yang memberikan kesempatan penulis terlibat dalam penelitian yang didanai ACIAR sehingga penulis mendapatkan gambaran awal permasalahan di lokasi penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Endi Setiadi Kartamihardja dari Balitbang Kelautan dan Perikanan dan (alm) Dr. Soetrisno Sukimin dari FPIK IPB atas diskusi dan informasi tentang karakteristik ekologi lokasi penelitian. xi

12 Penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada seluruh informan dan berbagai pihak yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang tak ternilai harganya kepada penulis dan kerjasamanya sehingga penelitian berlangsung dengan tidak ada hambatan.ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan seangkatan di PS Sosiologi Pedesaan IPB 2009, Nur Isiyana Wianti, Mahmudi Siwi, Sumartono dan Bambang Capicoren atas kebersamaan dan dorongan semangat selama ini. Terakhir penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga penulis, Ayahanda (alm) Kusnadi Somad Atjeng dan Ibunda Endang Sri Riyandiningsih yang selama ini tiada hentinya melantunkan doa dan dukungan semangat. Karya tulis ilmiah ini adalah persembahan untuk limpahan cinta kasih dan kesabaran mereka. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam tesis ini karena keterbatasan penulis. Penulis mengharapkan segala saran, kritik dan koreksi yang membangun untuk menyempurnakan karya tulis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2013 Fatriyandi Nur Priyatna xii

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 1981 dari orang tua bernama (alm) Kusnadi Somad Atjeng dan Endang Sri Riyandiningsih. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah SMUN 39 Jakarta dan pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan Kelautan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan lulus tahun Semenjak tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan program magister di Program Studi Sosiologi Pedesaan (SPD), Institut Pertanian Bogor. Penulis sejak tahun 2004 hingga sekarang bekerja sebagai peneliti di Kelompok Penelitian Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Balitbang Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. xiii

14 DAFTAR ISI ABSTRACT... iv RINGKASAN... v PRAKATA... xv RIWAYAT HIDUP... xvii DAFTAR ISI... xix DAFTAR TABEL... xxi DAFTAR GAMBAR... xxiii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka Teori Kepemilikan Sumber Daya (Property Right) Teori Akses Konflik, Konflik Kepentingan dan Struktur Sosial Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Metode dan Strategi Penelitian Teknik dan Pengumpulan Data Waktu dan Lokasi Penelitian Analisis Data IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Karakteristik Sumber Daya Perairan Waduk Karakteristik Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Waduk xiv

15 V. KONFIGURASI AKTOR DAN HAK PENGELOLAAN SUMBER DAYA WADUK 5.1. Pendahuluan Konfigurasi Aktor Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Waduk Distribusi Hak dan Kewenangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Waduk Ikhtisar VI. AKSES SUMBER DAYA DAN STRATEGI AKTOR 6.1. Pendahuluan Jenis dan Alur Manfaat Sumber Daya Waduk Djuanda Mekanisme Akses Sumber Daya Waduk Djuanda: Kepentingan dan Strategi Aktor Ikhtisar VII. SUMBER DAYA WADUK DAN ARENA KONTESTASI KEPENTINGAN 7.1. Pendahuluan Diskursus dan Arena Kontestasi Kepentingan Kebijakan dan Arena Kontestasi Kepentingan Pemanfaatan Sumber Daya (Operasional) dan Arena Kontestasi Kepentingan Ikhtisar VIII. PENUTUP 8.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xv

16 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis-Jenis Rezim Hak Kepemilikan (Property Rights) Sumber Daya Bundle of Rights terkait Status dan Posisi Aktor Perbandingan Paradigma Positivisme dan Kritis Karakteristik Perairan Waduk Ir. H. Djuanda Komposisi Ikan di Perairan Waduk Ir. H. Djuanda Daftar jenis-jenis ikan yang tertangkap di Waduk Djuanda, Tahun Jumlah Nelayan dan Alat Tangkap di Waduk Djuanda, Tahun Perkembangan Jumlah Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Djuanda Periode Produksi Perikanan Budidaya KJA di Waduk Ir. H. Djuanda Jumlah KJA dan Jumlah Pembudidaya pada Masing-Masing Zona Pengelolaan di Waduk Djuanda Jatiluhur, Jumlah Petak Dan Jumlah Pembudidaya Di Luar Zona Berizin, Waduk Djuada Jatiluhur, Kategori Hak Kepemilikan Sumber Daya Waduk berdasarkan Kategori Aktor Posisi Aktor dalam Pengelolaan Sumber Daya Perairan Waduk berdasarkan Kategori Aktor Distribusi Hak dan Kategori Aktor dalam Hak Kepemilikan Sumber Daya Waduk Djuanda Jatiluhur Mekanisme Akses Berbasis Hak di Waduk Djuanda, Jatiluhur Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan RelasiPembudidaya KJA Skala Kecil Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan RelasiPembudidaya KJA Skala Menengah dan Besar Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan RelasiNelayan Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan RelasiBandar Ikan Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan RelasiPedagang Pakan Perbedaan Batasan Jumlah dan Luas Areal Budidaya KJA xvi

17 22. Kontestasi Diskursus Pengetahuan Daya Dukung Sumber Daya Perairan Waduk Arena Kontestasi Kepentingan di Tingkat Diskursus Arena Kontestasi Kepentingan di Tingkat Kebijakan Arena Kontestasi Kepentingan di Waduk Djuanda, Jatiluhur xvii

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Peta Situasi Waduk Djuanda, Jatiluhur Kategori dan Relasi Aktor dalam Pemanfaatan Sumber Daya Waduk Akses, Aliran Manfaat Sumber Daya dan Pola Relasi Aktor Arena Kontestasi Kepentingan di Tingkat Operasional xviii

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya perairan (SDP), seperti dimaklumi oleh banyak orang bersifat milik bersama (common pool resource). Hal ini kemudian mendorong semua pihak beranggapan dapat memanfaatkan SDP tersebut (open access). Permasalahan yang kemudian muncul karena menganggap SDP bersifat open access adalah tidak adanya pihak yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan kelestarian sumber daya. Berbicara tentang pengelolaan sumber daya sebenarnya tidak terlepas dari relasi manusia dengan sumber daya alam dan manusia dengan manusia atas sumber daya alam. Jager et al., (2000) menyebutkan bahwa hubungan manusia dengan ekosistem adalah bermuka dua. Pada satu sisi, manusia bergantung pada ekosistem sebagai sumber makanan, bahan baku untuk membangun dan lingkungan yang sehat sebagai tempat hidup. Namun pada sisi yang lain, manusia juga sering menjarah dan mencemari ekosistem seperti halnya manusia tidak bergantung sama sekali dengan ekosistem. Hal tersebut seringkali dituding sebagai salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas dari ekosistem. Hardin (1968) menyatakan bahwa ketika sumber daya alam yang terbatas jumlahnya dikuasai oleh semua orang, setiap individu mempunyai rasionalitas untuk memanfaatkannya secara intensif yang kemudian berakibat berkurangnya sumber daya alam tersebut dan semua pihak merugi. Benda-Beckmann, et al (2001) menyebutkan bahwa kebebasan berpindah tempat mencari sumber daya baru merupakan salah satu alasan tidak adanya pihak yang perduli untuk mengembalikan SDP yang telah rusak atau habis. Hal lainnya disebabkan karena sebagian besar pelaku usaha menganggap konservasi hanya akan menambah biaya produksi. Hal ini kemudian mendorong terjadinya kondisi tragedy of the commons (Hardin, 1968). Sebagai solusi dalam mencegah terjadinya tragedy of the commons, Hardin (1968) menyarankan agar pengelolaan sumber daya berada pada kepemilikan swasta (private property) atau tetap menjadikannya sebagai barang milik publik (public property) dengan mengatur dan mengalokasikan hak-hak tertentu untuk

20 2 memasukinya. Hardin menyebutkan, we might sell them off as private property. We might keep them as public property, but allocate the right to enter them. The allocation might be in the basis of wealth, by the use of an auction system. It might be on the basis of merit, as defined by some agreed-upon standard. It might be by lottery. Or it might be on a first-come, first-served basis, administered to long queues...they are all objectionable. But we must choose or acqcuisce in the destruction of the commons... (Hardin, 1968). Selanjutnya dijelaskan oleh Burke (2001), terkait upaya solusi yang Hardin tawarkan, yaitu Hardin suggests there are only two collective solutions to the Tragedy of the Commons. Resources can be privatized so both benefits and costs of resource use accrue to individuals (1968) 1. However, some resources such as water and air cannot readily be fenced, so tragedies must be prevented through the second option of mutually agreed upon mutual coercion. In this approach, an external regulatory agency must manage the commons (Hardin and Baden, 1977, p. 49) 2 by fees, taxes, or penalties at the request of the majority of the people affected (1968, p. 1245). Tujuannya adalah bentuk kepemilikan nya menjadi jelas berikut hak-hak pengelolaannya, sehingga diharapkan pengelolaan sumber daya menjadi lebih efisien dan bertanggung jawab. Sumber daya perikanan perairan umum daratan (seperti sungai, rawa banjiran, dan danau) umumnya bersifat common pool resource dan bersifat komplek jika dipandang dari segi kategori serta jumlah pemanfaatnya. Seringkali pada satu badan air yang sama ditemukan berbagai jenis pemanfaat sumber daya. Sementara eksternalitas yang dihasilkan oleh satu pemanfaat akan berpengaruh terhadap pemanfaat lainnya, baik menguntungkan atau pun merugikan. Namun berbeda dengan sumber daya perairan sungai, rawa banjiran dan danau, sumber daya perairan waduk umumnya cenderung bersifat state property atau private property. Waduk juga bersifat multifungsi, yaitu digunakan dan dimanfaatkan oleh berbagai kegiatan ekonomi, diantaranya adalah pembangkit tenaga listrik, penyedia bahan baku air minum, irigasi pertanian, perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan transportasi. Waduk Djuanda atau yang lebih dikenal 1 Hardin, G. (1968). The tragedy of the commons. Science 162: Hardin, G., and Baden, J. (1977). Managing the Commons, W. H. Freeman and Company, San Francisco.

21 3 dengan nama Waduk Jatiluhur merupakan waduk serbaguna dengan peruntukkan bagi PLTA, penyediaan baku air minum dan industri, penyediaan air irigasi, perikanan, pariwisata dan pengendalian banjir. Waduk Jatiluhur secara legal formal berada di bawah otoritas BUMN Perum (Perusahaan Umum) Jasa Tirta II. Sumber air berasal dari DAS Citarum yaitu, daerah pengaliran Waduk Saguling dan Cirata. Pemanfaatan perairan waduk memiliki ciri khas sumber daya yang sangat bergantung terhadap kondisi tinggi muka perairan. Perbedaan tinggi permukaan air akan mempengaruhi pola-pola pemanfaatan sumber daya. Sementara tinggi permukaan air dalam kasus perairan waduk tidak hanya dipengaruhi semata-mata oleh curah hujan, namun yang lebih utama adalah kebijakan dari otoritas pengelola waduk (Koeshendrajana et al, 2008). Sifat multifungsi waduk menyebabkan banyak pihak yang memiliki kepentingan, utamanya adalah kepentingan ekonomi. Hal yang menarik adalah walaupun secara legal formal otoritas pengelolaan sumber daya perairan waduk berada pada pihak Perum Jasa Tirta II, namun dalam kenyataannya kegiatan ekstraksi ekonomi atas sumber daya perairan tidak hanya dilakukan oleh pihak otoritas saja. Kegiatan budidaya keramba jaring apung (KJA), sebagai contoh, dilakukan oleh penduduk yang umumnya bukan berasal dari daerah setempat. Sementara kegiatan perikanan tangkap, transportasi serta pertanian pasang surut dilakukan umumnya oleh penduduk setempat. Permasalahan muncul ketika kegiatan ekonomi ini, seperti budidaya KJA, dituding sebagai penyebab utama terjadinya degradasi lingkungan perairan. Tarik menarik berbagai kepentingan terlihat semakin nyata, terutama terkait dengan kegiatan ekonomi yang melibatkan perputaran uang sangat besar seperti usaha budidaya KJA. Solusi yang ditawarkan oleh Hardin dalam bentuk regulated public property ataupun private property dalam konteks perairan waduk menjadi sebuah tanda tanya besar. Hal ini mengingat tujuan efisiensi dan efektifitas pengelolaan tidaklah nampak terjadi dalam konteks pengelolaan perairan waduk, walaupun secara legal formal sudah bersifat private property. Ostrom kemudian mengajukan dan memperluas konsep propety right system menjadi empat bentuk, yakni state property, private property, common property dan non-property atau open access berikut sekumpulan hak-haknya (Ostrom, 1990). Kemudian berkembang konsep

22 4 model pengelolaan sumber daya secara kolaboratif (co-management) dengan menggunakan kerangka bundle of rights Ostrom. Secara prinsip, model pengelolaan sumber daya yang bersifat co-management adalah model berbagi peran dan tanggung jawab atas pengelolaan sumber daya antara dua pihak, umumnya antara pemerintah dengan masyarakat atau swasta. Penelitian ini berupaya mencari jawaban dan menyoroti berbagai kelompok kepentingan yang saling berkontestasi dalam pengelolaan sumber daya perairan Waduk Jatilhur. Kelompok-kelompok kepentingan ini disinyalir memberikan warna dalam proses-proses negosiasi dan kontestasi atas rights dan otoritas, sehingga hal-hal terkait akses dan kontrol atas sumber daya tidak hanya sebatas atas masalah distribusi rights diantara para aktor saja Rumusan Masalah Penelitian Kegunaan waduk yang bersifat multi fungsi melibatkan beberapa aktifitas diantaranya adalah penyediaan bahan baku air bersih, pembangkit tenaga listrik, irigasi, pengendali banjir, perikanan budidaya, perikanan tangkap dan transportasi air. Beragamnya kegunaan waduk tersebut menyebabkan sifat pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perairannya melibatkan berbagai aktor yang memiliki kepentingan yang berbeda. Berdasarkan kronologis pengelolaan waduk, diawali dengan diterbitkannya PP No.8 tahun 1967, maka dibentuklah suatu badan pengelola dan pembina Waduk Jatiluhur dengan nama Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur yang berkedudukan di Jatiluhur. Berdasarkan PP tersebut, maka segala hak dan kewajiban, perlengkapan dan kekayaan serta usaha beralih kepada PN Jatiluhur. Pengalihan hak dan kewajiban ini mencakup pengelolaan sumber daya air dan potensi ekonominya (Sudjana, 2004; Witomo dan Reswati, 2009). Agar pengelolaan dan pengusahaan maksimal dari potensi-potensi tersebut, maka perlu adanya perubahan bentuk perusahan berupa perusahan umum. Perusahaan umum yang dimaksud adalah suatu unit bisnis negara dengan seluruh modal dan kepemilikan dikuasai oleh pemerintah bertujuan menyediakan barang dan jasa publik dan melayani masyarakat umum serta mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan. Kemudian diterbitkanlah PP No. 20

23 5 Tahun 1970 tentang Pembentukan Perusahaan Umum (Perum) Otorita Jatiluhur. Kewenangan Perum ini mencakup sebagai pengelola air dan sumber-sumber air serta prasarana pengairan yang berada di wilayahnya. Berdasarkan PP No 94 Tahun 1999, maka pengelolaan, perlindungan, pemanfaatan dan pengembangan waduk Ir. H. Djuanda merupakan kewenangan Perum Jasa Tirta II (PJT II) sebagai BUMN pengelola air dan atau sumber air (Sudjana, 2004). Kegiatan ekonomi yang ada di waduk saat masa-masa awal penggenangan air adalah hanya sebatas pada perikanan tangkap secara sederhana, yaitu menggunakan alat tangkap pancing dan jaring insang (gill net). Kemudian semenjak Tahun 1974 dimulai uji coba dan penelitian terkait pengembangan teknik budidaya Keramba Jaring Apung (KJA). Kegiatan budidaya KJA tersebut pada awalnya direkomendasikan sebagai bagian dari program pemindahan dan pemukiman kembali penduduk yang terkena dampak pembangunan waduk. Program ini bertujuan memberikan mata pencaharian baru bagi penduduk setempat sebagai pengganti mata pencaharian pertanian sawah dan kebun, juga perikanan tangkap di aliran Sungai Citarum. Berkembangnya budidaya ikan KJA di waduk Ir. H. Djuanda terbukti telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi ikan, konsumsi ikan, peluang usaha, kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan semenjak diintroduksikan (Sudjana, 2004). Pada awal perkembangan budidaya KJA, baik masyarakat umum maupun pihak pemerintah dan Perum Otorita sama-sama melihat sebagai sebuah potensi ekonomi yang cukup besar. Tidak lama setelah terlihat berhasilnya budidaya KJA dikeluarkanlah oleh pemerintah berupa Keppres No.7 Tahun 1981 tentang Penetapan Perusahaan Umum (Perum) Otorita Jatiluhur sebagai perusahaan yang dapat menarik dan menerima iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan. Iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan ini mengacu atas UU No 11 Tahun 1974 tentang pengairan yang mewajibkan baik badan hukum, badan sosial maupun perorangan yang mendapat manfaat langsung dari tersedianya air sebagai hasil pembangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih lanjut maupun untuk keperluan sendiri, wajib ikut serta menanggung pembiayaan dalam bentuk iuran.

24 6 Kemudian, sebagai konsekuensi dari UU No 11 Tahun 1974 tersebut maka ditetapkanlah PP No.6 Tahun 1981 tentang Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengairan yang menjadi dasar hukum bagi Perum Otorita Jatiluhur. Iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan meliputi dana yang ditarik sebagai imbalan dari pihak-pihak yang telah memperoleh manfaat penggunaan dan kenikmatan dengan tersedianya air, dari sumber-sumber air, dan dengan adanya bangunan-bangunan pengairan sebagai hasil pengelolaan perusahaan baik untuk diusahakan sendiri atau yang akan diusahakan lebih lanjut untuk kepentingan pihak ketiga. Juga dari mereka yang usaha atau kegiatannya telah mengakibatkan pencemaran air dan sumber-sumber air di dalam wilayah perusahaan yang bersangkutan (Witomo dan Reswati, 2009). Berdasarkan uraian kronologis di atas, maka terlihat perubahan sifat kepemilikan sumber daya perairan dari bersifat publik (umum) menjadi privat (swasta), dalam hal ini dikuasai oleh BUMN. Seluruh wilayah genangan air waduk kemudian secara de jure menjadi hak milik perusahaan BUMN tersebut. Namun demikian, secara de facto masyarakat masih menganggap wilayah genangan air waduk tersebut adalah miliknya karena tanah yang ada di dasar perairan adalah milik mereka (Koeshendrajana et al., 2008). Pengakuan secara de facto ini muncul akibat rasa tidak puas dari proses ganti rugi dahulu yang tidak sesuai sehingga banyak masyarakat yang tadinya memiliki sawah dan kebun, setelah proses ganti rugi tidak mampu memiliki sawah dan kebun pengganti. Hal ini terlihat dari berkembangnya usaha pertanian di daerah lereng pasang surut waduk yang diklaim oleh masyarakat atas dasar kedekatan jarak dari tanah asalnya yang terendam dahulu. Masyarakat juga menolak dikenakan biaya sewa atas usaha pertanian ini (ACIAR, 2004; Koeshendrajana et al, 2008). Pihak PJT II tetap memberikan akses utamanya bagi kegiatan budidaya dalam kerangka sewa lahan yang mengacu pada PP No.6 Tahun 1981 tentang Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengairan. Permasalahan lebih kompleks kemudian muncul seiring dengan terus berkembangnya usaha budidaya KJA. Bagi masyarakat terjadi kecemburuan sosial dan ekonomi. Hal ini disebabkan karena mayoritas kepemilikan usaha budidaya KJA berasal dari luar daerah, yaitu lebih dari 60 % dengan penguasaan jumlah petak

25 7 keramba mencapai lebih dari 80 % dari total KJA yang ada (ACIAR, 2004). Total KJA mencapai petak pada Tahun 2004 (ACIAR, 2004). Kecenderungan yang ada adalah terus bertambahnya kepemilikan KJA oleh pihak di luar penduduk setempat. Hal ini disebabkan besarnya modal yang diperlukan dalam mengawali usaha budidaya KJA dan besarnya biaya operasional, terutama dari komponen biaya pakan. Penduduk setempat semakin terjepit karena pekerja di KJA milik penduduk luar daerah bukan berasal dari penduduk tempatan. Pemilik KJA cenderung mengambil tenaga kerja sebagai operator sehari-hari dari daerah asalnya masing-masing dibanding penduduk setempat sekitar waduk. Masyarakat setempat kemudian terpinggirkan dengan berusaha sebagai nelayan akibat keterbatasan modal bukan sebagai pilihan utama. Hal ini ditunjukkan dengan mayoritas nelayan sebesar 85 % dari total 871 nelayan pada Tahun 2004 (ACIAR, 2004). Jenis ikan tangkapan bukan merupakan jenis ikan ekonomis tinggi, dengan mayoritas hasil tangkapan berupa Ikan Nila. Penghasilan tangkapan nelayan bersifat tidak pasti dan jauh dibandingkan dengan pendapatan sebagai operator KJA. Hal ini diperparah dengan terbatasnya sumber-sumber mata pencaharian bagi nelayan tersebut. Umumnya nelayan tidak memiliki lahan pertanian dan cenderung bergantung atas pekerjaan sebagai nelayan atau buruh lepas (Koeshendrajana et al, 2008). Sementara bagi pihak PJT II, perkembangan kegiatan budidaya KJA cenderung menimbulkan permasalahan, utamanya akibat dari sisa pakan. Semakin besar jumlah dan intensitas eksploitasi sumber daya air tersebut berdampak terhadap degradasi kualitas lingkungan yang cenderung meningkat, terjadi penurunan kualitas air sekitar KJA, dan peraiaran yang mengarah ke kondisi anoksia (tidak terdapat kandungan oksigen) sehingga dapat menyebabkan kematian ikan serta menghasilkan gas beracun seperti amoniak dan H2S. Hal ini berpengaruh pada estetika, usaha kepariwisataan dan penduduk sekitar (Sudjana, 2004). Intensitas limbah sisa pakan juga ditengarai mempercepat proses pelapukan bendungan, dan korosi pada turbin selain mengurangi kualitas bahan baku air minum. Dengan demikian, akibat adanya aktifitas budidaya KJA ini dipandang hanya menambah beban biaya perawatan instalasi PJT II.

26 8 Pemerintah, baik pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan pemerintah daerah (Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta), memiliki kepentingan yang berbeda terkait Waduk Juanda. Arah kebijakan perikanan nasional yang masih tetap pada jalur pemacuan produksi perikanan menyebabkan sub sektor budidaya perikanan secara umum menjadi strategi dalam pencapaiannya. Sementara bagi pemerintah daerah memiliki kepentingan atas pungutan bagi pemasukan asli daerah. Upaya penambahan jumlah KJA dan intensifikasi usaha menjadi alternatif yang ditempuh dalam pembinaan dan pengembangan budidaya. Pemahaman akan jargon batasi penangkapan dan kembangkan budidaya diterapkan juga pada perikanan perairan umum seperti waduk. Sementara beberapa hasil penelitian di perairan umum seperti waduk, kondisinya mengatakan hal yang berlawanan, yaitu batasi budidaya dan kembangkan penangkapan. Lain halnya dengan pihak swasta, dalam hal ini adalah perusahaan pakan melalui agen-agen pakan memiliki kepentingan bisnis yang besar dari keberadaan budidaya KJA. Biaya pakan mencakup lebih dari 70 % keseluruhan biaya operasional budidaya KJA. Perputaran uang yang terjadi setiap harinya dapat mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Sementara harga pakan cenderung terus meningkat setiap tahunnya (ACIAR, 2004: Koeshendrajana et al., 2008). Agen-agen pakan dapat memberikan paket-paket keringan dalam permodalan yang bertujuan mendorong pertambahan jumlah KJA. Berdasarkan uraian di atas, maka terlihat beberapa aktor yang terlibat dan berinteraksi pada satu sumber daya perairan yang sama. Setiap aktor memiliki derajat kepentingan, kekuasaan dan otoritas yang berbeda dengan aktor lainnya. Hal ini mempengaruhi pilihan-pilihan strategi masing-masing aktor dalam menghadapi dan berkontestasi atas isu pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perairan waduk tersebut. Hal yang menarik adalah terpinggirkannya nelayan dari permasalahan dan proses-proses negosiasi terkait aturan-aturan pengelolaan waduk. Kegiatan budidaya menjadi sorotan dan menyita ruang publik dari pengelolaan waduk. Sementara penentuan jumlah besaran KJA akan juga berpengaruh terhadap berkurang atau bertambahnya luasan zona penangkapan mereka. Lokasi yang telah berkembang usaha KJA secara otomatis menutup dan memperkecil zona

27 9 penangkapan. Hal tersebut akibat semakin rapatnya jarak satu kepemilikan usaha KJA dengan kepemilikan usaha KJA lainnya. Permasalahan lainnya adalah hampir mayoritas penduduk setempat hanya mampu mengakses sumber daya perairan sebagai nelayan, sementara budidaya KJA dikuasai mayoritas oleh penduduk luar daerah setempat. Hal ini tentu akan memicu permasalahan keadilan lingkungan dan bisa menjadi sumber pemicu konflik terkait keadilan distribusi manfaat sumber daya perairan. Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konfigurasi aktor dan distribusi hak kepemilikan sumber daya perairan waduk yang terjadi? 2. Bagaimanakah akses terhadap sumber daya perairan waduk dan strategi aktor dalam memperoleh dan mempertahankannya? 3. Bagaimanakah proses kontestasi kepentingan yang terjadi di dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya perairan waduk? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui konfigurasi aktor dan distribusi hak kepemilikan sumber daya di perairan Waduk Djuanda Jatiluhur 2. Menganalisis akses terhadap sumber daya dan strategi aktor dalam memperoleh dan mempertahankannya di perairan Waduk Djuanda Jatiluhur 3. Menganalisis proses kontestasi kepentingan yang terjadi di dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya perairan Waduk Djuanda Jatiluhur

28 Manfaat Penelitian Proses pengelolaan sumber daya perairan haruslah dipandang secara utuh dengan melihat nature dari pola-pola relasi antara aktor (kelompok kepentingan), sehingga dapat menghindari proses benturan-benturan antara kepentingan pelestarian sumber daya dan kesejahteraan. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan manfaat atas : 1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi bagi pemerintah pusat dan daerah, atau pihak otoritas pengelola sumber daya dalam menerapkan atau menyempurnakan program-program pengelolaan sumber daya secara kolaboratif. 2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pencegahan atas konflik sumber daya dengan mengelola berbagai kepentingan para aktor.

29 II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka Teori Kepemilikan Sumber Daya (Property rights) Kondisi tragedy of the common didorong oleh kondisi sumber daya perikanan yang bersifat milik bersama (common pool resources). Status milik bersama tersebut memiliki konsekuensi terhadap akses bagi pengelolaannya. Konsekuensi akses pengelolaan tersebut dapat bersifat ekslusif bagi kelompok tertentu atau seringkali bersifat open access. Permasalahan yang kemudian muncul akibat pengelolaan bersifat open access adalah tidak adanya pihak yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan kelestarian sumber daya. Terkait hal ini, Benda-Beckmann et al (2001) berpendapat kebebasan berpindah tempat mencari sumber daya baru merupakan salah satu alasan tidak adanya pihak yang perduli untuk mengembalikan sumber daya perikanan yang telah rusak atau habis. Hal lainnya karena konservasi dianggap hanya akan menghambat usaha, menambah biaya produksi dan akhirnya mengurangi keuntungan (Kinseng, 2003). Berbicara kaitan sumber daya dengan masyarakat tidak dapat terlepas dari permasalahan akses. Akses terhadap sumber daya haruslah dipandang sebagai sebuah kesatuan dalam suatu sistema hak kepemilikan sumber daya yang ada di dalam masyarakat. Sistem hak kepemilikan sumber daya seringkali diartikan sebagai mekanisme sosial yang memberikan wewenang, serta mengikat individu dalam suatu masyarakat atas kepemilikan wewenangnya. Sistem hak kepemilikan sumber daya dan pola pengelolaan sumber daya juga dapat dipandang sebagai suatu kesatuan dari struktur hak dan kewajiban (Bromley, 1991). Struktur hak dan kewajiban tersebut mewarnai pola hubungan antara seorang individu dengan lainnya atas sumber daya yang sama (North, 1990 dalam Hanna et al, 1996). Terkait dengan sifat hak kepemilikan (property rights), Ostrom (1990) dan Bromley (1992) menyebutkan bahwa sumber daya milik bersama (common-pool resources) dapat terjadi dalam empat bentuk rezim. Keempat rezim tersebut adalah non-property, private property, state property dan communal property.

30 12 Open-access (non-property), terjadi ketika hak kepemilikan tidak terdefinisi dan diatur dengan jelas, sehingga akses pemanfaatan sumber dayanya bebas dan terbuka bagi semua pihak. Private property terjadi ketika kondisi yang ada memberikan seseorang atau badan usaha suatu kewenangan atau hak untuk membatasi atau melarang orang lain serta memiliki kewenangan untuk mengatur pemanfaatan sumber daya tersebut. State property terjadi ketika kewenangan mengatur dan membatasi penggunaan dalam pemanfaatan sumber daya hanya terbatas pada tingkat negara. Communal property terjadi pada kondisi ketika sumber daya dimiliki oleh suatu komunitas yang teridentifikasi dengan jelas dan dapat mengatur serta melarang pihak di luar anggota komunitasnya untuk memanfaatkan sumber daya tersebut. Bromley (1991) menyebutkan bahwa unsur-unsur atau komponen-komponen property right dalam pengelolaan sumber daya meliputi: (1) klaim kepemilikan; (2) batas wilayah pengelolaan dan pemanfaatan; (3) pemegang wewenang dan pendistribusian hak pengelolaan dan pemanfaatan; dan (4) aturan pengelolaan dan pemanfaatan (rules of the game). Namun demikian, kenyataan dalam kehidupan keseharian cenderung menyebabkan satu sumber daya berada pada status yang merupakan kombinasi dan memiliki berbagai variasi yang berbeda dari keempat bentuk rezim hak kepemilikan di atas (Berkes, 1996). Tipe rezim hak kepemilikan berdasarkan tugas dan kewajiban pemilik wewenang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-Jenis Rezim Hak Kepemilikan (Property Rights) Sumber Daya Tipe Rezim Pemilik Hak Pemilik Kewajiban Pemilik Kepemilikan Individu Pemanfaatan sumber Menghindari Pribadi daya pemanfaatan yang yang diterima secara umum; mengatur akses tidak diterima secara umum Kepemilikan Kolektif Melarang pihak lain di Menjaga; membatasi komunal luar komunitas tingkat pemanfaatan Kepemilikan Warga Negara Membuat dan Menjaga pencapaian negara diwakili Pemerintah menerapkan peraturan tujuan masyarakat Akses terbuka Tidak ada Pemanfaatan Tidak ada Sumber : Diadaptasi dari Hanna et al (1996)

31 13 Kunci utama dalam konsep property right adalah adanya bundle of rights yang menjadi acuan dalam menata relasi antara aktor dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya. Ostrom dan Schlager (1996) mengklasifikasikan bundle of rights menjadi empat, yaitu access right, yaitu hak memasuki suatu wilayah sumber daya, withdrawal right, yaitu hak melakukan kegiatan produksi atau ekstraksi sumber daya, management right, yaitu hak terlibat dalam pengelolaan sumber daya, exclusion right, yaitu hak menentukan pihak mana saja yang dapat memiliki access dan withdrawal right, alienation right, yaitu hak menjual atau mengalihkan atau mentransfer management dan exclusion right. Konfigurasi bundle of rights tersebut yang menentukan tipe atau jenis property right system yang ada. Tabel 2 memberikan gambaran konfigurasi bundle of rights terkait status dan posisi aktor dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya. Tabel 2. Bundle of Rights terkait Status dan Posisi Aktor Owner Proprietor Claimant Authorized user Authorized Entrant Access X X X X X Withdrawal X X X X Management X X X Exclusion X X Alienation X Sumber : Ostrom dan Schlager (1996) Teori Akses Teori akses memiliki pemahaman yang berbeda dari pemahaman akses konvensional seperti yang umumnya dikaji dalam kerangka property right. Teori akses mencoba melihat secara lebih luas cakupan dibanding dengan teori kepemilikan. Teori akses lebih memfokuskan pada kemampuan dibanding hak seperti dalam teori kepemilikan, sehingga lebih menekankan secara luas atas relasi sosial yang dapat mendorong atau mencegah seseorang mengambil manfaat dari sumber daya tanpa membatasinya semata-mata pada kepemilikannya. Teori akses dipahami sebagai segala hal yang dimungkinkan bagi setiap orang melalui berbagai cara untuk mengambil manfaat dari sesuatu (Ribbot dan Peluso, 2003). Akses dalam teori ini lebih ditekankan atas kesatuan kekuasaan (bundle of power),

32 14 berbeda dengan pemahaman kepemilikan yang lebih menekankan atas kesatuan hak (bundle of rights). Cakupan kekuasaan tersebut terbentuk dari unsur material, kultural, dan ekonomi politik yang terjalin dalam sebuah kesatuan dan jejaring kekuasaan yang mempengaruhi akses sumber daya. Menurut teori akses (Ribbot dan Peluso, 2003), setiap pihak memiliki posisi yang berbeda terkait dengan sumber daya bergantung atas bundle of power yang dimilikinya. Sebagian pihak mampu mengontrol akses atas sumber daya, sementara lainnya harus mempertahankan aksesnya atas sumber daya melalui pihak yang mengontrolnya. Menggunakan teori akses ini dimungkinkan untuk memahami fenomena sebagian pihak yang mampu memanfaatkan sumber daya walaupun tidak memiliki hak untuk memanfaatkannya. Hal yang menjadi perbedaan mendasar antara teori akses dengan teori kepemilikan adalah jika teori kepemilikan menitikberatkan pada pemahaman atas klaim, sementara teori akses menitikberatkan pada cara-cara seseorang mengambil manfaat atas sumber daya yang tidak hanya terbatas pada relasi kepemilikan sumber daya. Peluso menyarankan sebuah metode analisis akses untuk mengidentifikasi konstelasi cara-cara, hubungan-hubungan, dan proses-proses yang memungkinkan aktor-aktor yang beragam memperoleh keuntungan dari sumber daya. Peluso juga menyatakan bahwa analisis akses melibatkan; (1) pengidentifikasian dan pemetaan aliran dari keuntungan tertentu dari kepentingan; (2) pengidentifikasian mekanisme-mekanisme yang mana aktor-aktor berbeda terlibat memperoleh, mengontrol, dan memelihara aliran keuntungan dan distribusinya; dan (3) sebuah analisis dari hubungan-hubungan kekuasaan yang mendasari mekanismemekanisme akses terlibat dalam peristiwa dimana keuntungan-keuntungan diperoleh (Ribbot and Peluso, 2003). Blaikie dalam Ribbot dan Peluso (2003), menjelaskan bahwa kapital dan identitas sosial mempengaruhi siapa pihak yang memperoleh prioritas akses. Ribbot dan Peluso (2003) mengemukakan konsep mekanisme struktural dan relasional akses. Ribbot dan Peluso (2003), selanjutnya membagi mekanisme struktural dan relasional akses tersebut seperti teknologi, kapital, pasar, tenaga kerja, pengetahuan, otoritas, identitas sosial, dan relasi sosial yang dapat membentuk atau mempengaruhi akses.

33 Konflik, Konflik Kepentingan dan Struktur Sosial Terkait akses atas sumber daya, beberapa aktor dalam jaring relasi sosial mengontrol dan mempertahankan akses melalui penguasaan atas satu bentuk atau sekumpulan set kekuasaan (bundle of powers) (Ribbot dan Peluso, 2003). Ribbot dan Peluso (2003), menjelaskan dalam perjalanannya, sebagian aktor yang menguasai beberapa bentuk akses dapat beraliansi atau berkonflik dengan pihak lainnya. Demikian juga aktor yang mendapatkan akses melalui pihak yang menguasai akses sering kali juga beraliansi atau berkonflik dengan lainnya. Teori konflik mengasumsikan bahwa tindakan dan perilaku sosial dapat dipahami dengan cara terbaik melalui melihat ketegangan dan konflik antara kelompok-kelompok dan individu-individu (Vago, 1989). Masyarakat adalah sebuah arena yang di dalamnya merupakan perjuangan atas komoditas yang langka. Teori konflik melihat perubahan dibanding kepatuhan sebagai elemen dasar dari masyarakat. Marx menyebutkan bahwa tanpa konflik tidak akan terjadi perubahan, hal ini merupakan hukum yang diikuti oleh setiap peradaban hingga saat ini (Vago, 1989). Marx menganggap setiap masyarakat, apapun tahapan kemajuan historisnya, terletak atas pondasi ekonomi. Apa yang disebutnya sebagai moda produksi dari suatu komoditas. Moda produksi memiliki dua elemen, yaitu kekuatan produksi atau pengaturan fisik, teknologi dari aktifitas ekonomi, dan relasi sosial dari produksi atau keterikatan manusia yang tak terbantahkan antara satu dengan lainnya untuk melakukan aktifitas ekonomi. Marx tidak pernah secara sistematis mendefinisikan dan mengelaborasi konsep kelas, walaupun hal ini menjadi pusat dalam kajiannya. Namun demikian, kajian yang dilakukan Marx penuh dengan analisis kelas. Marx banyak mengkaji setidaknya tentang dua permasalahan, yaitu elaborasi abstract structural maps dari relasi kelas dan analisis atas concrete conjuctural maps dari aktor sebagai kelas (Wright, 1987). Wright (1987), menjelaskan bahwa abstract structural maps dari relasi kelas merupakan analisis terkait cara-cara yang dengannya organisasi sosial produksi menentukan suatu struktur ruang kosong dalam relasi kelas yang ditempati oleh perorangan. Sementara concrete conjuctural maps dari aktor sebagai kelas tidaklah terkait dengan struktur kelas seperti demikian, namun lebih terkait dengan cara-cara yang dengannya setiap perorangan dalam struktur kelas

34 16 terorganisir menjadi kolektifitas yang berhadapan dalam perjuangannya. Struktur kelas ditentukan oleh oleh hubungan sosial antar berbagai kelas sosial, sedangkan formasi kelas ditentukan oleh hubungan sosial di dalam kelas sosial itu sendiri (Wright, 1987; Kinseng, 2007). Marx memandang hubungan antara moda produksi mempengaruhi dan melandasi kehidupan masyarakat. Manusia ditentukan oleh produksi mereka, baik apa yang mereka produksikan, maupun cara mereka berproduksi. Sehingga individu tergantung pada syarat-syarat produksinya. Sementara pemahaman organisasi sosial menurut Marx terkait erat dengan dua tahapan kelas, yaitu kelas in it self dan kelas for it self (Kinseng, 2009). Kelas in it self adalah kelas dalam arti sekumpulan orang-orang yang berada pada posisi yang sama dalam hubungan dengan kepemilikan alat produksi (posisi kelas atau situasi kelas). Sementara kelas for it self adalah kelas sosial yang telah mempunyai kesadaran kelas, kepentingan kelas (interest) dan tujuan perjuangan kelas (formasi kelas). Organisasi sosial berada pada tahapan kelas kedua yaitu formasi kelas, dimana masyarakat telah mengorganisasikan dirinya ke dalam organisasi-organisasi bertujuan memperjuangkan kepentingannya, sebagai bentuk dari munculnya kesadaran kelas. Organisasi sosial berfungsi sebagai alat mencapai tujuan. Perjuangan kelas merupakan perjuangan politik (Kinseng, 2009). Wright (1987), mengajukan kontrol yang efektif atas sumber daya sebagai dasar atas basis material dari relasi kelas, kelas yang berbeda dibentuk atas hubungannya dengan sumber daya yang berbeda. Wright (1987) menekankan atas konseptualisasi eksploitasi berbasiskan aset (faktor input dalam produksi) maupun non aset (keyakinan, otoritas, dominasi), sepanjang hal tersebut terkait dengan penguasaan atau kepemilikan atas aset produktif. Marx memandang sumber konflik adalah karena adanya dua kelompok atau kelas yang memiliki kepentingan berbeda akibat kepemilikan alat dan faktor produksi. Satu pihak berupaya mendominasi dan mengambil keuntungan dari pihak yang lain, sementara pihak yang lain berupaya menghindari upaya dominasi. Bagi Marx, tidak dapat diterima bahwa orang-orang di kelas buruh dapat memenuhi kebutuhannya melalui pekerjaannya atau bahwa mereka dapat menyatakan bentuk nilai manusiawi yang benar dari jenis apapun yang dikerjakannya (Johnson, 1986).

35 17 Wright (1987) menekankan bahwa struktur kelas merupakan sebuah struktur dari relasi sosial yang menciptakan matrix dari ekploitasi berdasarkan kepentingankepentingan. Struktur kelas tidak menciptakan pola tertentu dari terbentuknya formasi kelas, tetapi menentukan underlying probabilities dari berbagai formasi kelas. Wright (1987), kemudian menyebutkan permasalahan aliansi yang dapat terjadi antar kelas, bagian dalam kelas, dan diantara lokasi kelas yang bertentangan. Aliansi dibentuk berdasarkan strategi-strategi yang bertujuan mengamankan ekploitasi kelas. Bagi Wright (1987), kelas dibentuk atas pola penguasaan atau kepemilikan efektif atas aspek-aspek dari force of production. Berbagai relasi ekploitasi yang berbeda yang menjelaskan berbagai kelas yang berbeda terhubung atas qualitatives properties dari berbagai aspek terkait force of production. Dengan demikian, kelas yang diajukan oleh Wright (1987) dengan sendirinya memiliki dimensi kritis karena mengajukan permasalahan eksploitasi sebagai dasar material pembentukan kelas Kerangka Pemikiran Permasalahan pengelolaan sumber daya tidaklah semudah dan sesederhana permasalahan membagi-bagikan atau mendistribusikan perangkat-perangkat kesatuan hak-hak kepada satu atau lebih aktor. Jenis sumber daya yang cenderung bersifat common pool resource, seperti sumber daya perairan, umumnya melibatkan banyak aktor yang masing-masing memiliki derajat kepentingan yang berbeda. Bahkan tidak jarang derajat kepentingan tersebut saling bertolak belakang sehingga menimbulkan potensi konflik dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya. Masing-masing aktor memiliki dan terus mengembangkan strategi-strategi yang bertujuan mempertahankan akses mereka atas sumber daya tersebut. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji karena pilihan-pilihan strategi tersebut melibatkan proses-proses terbentuknya relasi-relasi kekuasaan. Relasi kekuasaan tersebut saling berebut tempat dan pengaruh, berkontestasi satu dengan lainnya dalam ruang kebijakan. Dalam proses kontestasi tersebut terjadi distribusi atau polarisasi relasi kekuasaan yang tidak seimbang antara berbagai aktor yang terlibat.

36 18 Dampaknya adalah terjadinya proses marjinalisasi salah satu atau beberapa aktor dalam proses pengelolaan sumber daya tersebut. Sementara dalam konteks pengelolaan perairan Waduk Jatiluhur, setidaknya terdapat beberapa aktor yang saling berinteraksi, yaitu PJT II, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta, pembudidaya KJA, nelayan, dan pabrik pakan melalui agen-agen pakan. Titik masuk permasalahan utama pengelolaan Waduk Jatiluhur adalah berkembang pesatnya usaha budidaya KJA hingga nyaris tidak terkendali. Dua kutub kepentingan setidaknya terlihat, yaitu pihak-pihak yang tidak menghendaki keberadaan atau pengurangan jumlah usaha budidaya KJA dan pihak-pihak-pihak yang menghendaki keberadaan atau pengembangan jumlah usaha budidaya KJA. Tarik menarik diantara dua kutub kepentingan ini terlihat implikasinya atas tidak terkendalinya dan tidak dipatuhinya zonasi-zonasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, penetapan jumlah batasan maksimal KJA dan perangkat aturannya selalu terkendala karena masing-masing kutub kepentingan ini mengacu atas dasar klaim pengetahuan ilmiah yang berbeda. Hal yang kemudian menarik adalah proses termarjinalisasinya nelayan yang notabene adalah mayoritas penduduk setempat dalam proses kontestasi pengelolaan sumber daya perairan waduk tersebut. Ketika timbul wacana dan nasionalisme atas nama usaha KJA adalah untuk kepentingan rakyat, maka menjadi sebuah pertanyaan besar karena mayoritas usaha KJA adalah pemodal besar dan bukan penduduk setempat. Sementara pada tataran masyarakat sendiri yang jauh dari hiruk pikuk masalah kebijakan, muncul adanya potensi konflik akibat kecemburuan sosial dan ekonomi. Potensi konflik ini adalah antara penduduk setempat, yang diwakili oleh nelayan, dengan penduduk luar daerah setempat, yang diwakili oleh pembudidaya dan pekerjanya. Sementara itu, kondisi sumber daya perairan waduk itu sendiri terus mengalami tekanan yang berdampak pada degradasi perairan. Degradasi perairan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap seluruh kegiatan usaha yang saat ini tengah berlangsung. Proses kontestasi, negosiasi atau bahkan pembiaran menjadi sangat menarik untuk dikaji mengingat terus terdegradasinya sumber daya.

37 19 Teori akses dan teori kepemilikan (property rights) akan digunakan untuk melihat dan memetakan bagaimana mekanisme distribusi bundle of powers dan bundle of rights yang terjadi dalam konteks pengelolaan sumber daya perairan waduk. Teori akses juga digunakan untuk mengkaji proses-proses dan bentukbentuk relasi kekuasaan yang terjadi diantara para aktor yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya perairan waduk. Sementara teori konflik digunakan untuk mengkaji terjadinya ketimpangan relasi kekuasaan yang terjadi antar aktor dan dampaknya atas perbedaan distribusi manfaat dan kerugian dari pengelolaan sumber daya perairan waduk tersebut. Kerangka pemikiran pemikiran secara sederhana ditampilkan dalam Gambar 1. Degradasi Sumber Daya Perairan Pembudidaya Nelayan Sumber Daya Perairan Waduk PJT II KKP dan Diskan Kab Purwakarta Pedagang Pakan Teori Konflik Teori Property Rights Teori Akses Kepentingan Kekuasaan Kewenangan Akses dan Kontrol Pengelolaan Sumber Daya Perairan Teknologi Kapital Pasar Tenaga Kerja Pengetahuan Otoritas Identitas Sosial Relasi Sosial Teori Akses (Mekanisme Struktural dan Relasional) Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

38 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian yang digunakan dalam penelitian bersifat hipotesis pengarah dan bertujuan memberikan bingkai serta arahan dalam keseluruhan proses penelitian. Hipotesis pengarah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konfigurasi aktor akan mempengaruhi distribusi hak kepemilikan sumber daya yang juga dipengaruhi oleh kontestasi kepentingan, kekuasaan dan kewenangan para aktor 2. Akses sumber daya akan dipengaruhi oleh bentuk-bentuk strategi para aktor dan akhirnya akan mempengaruhi dinamika pengelolaan sumber daya perairan waduk 3. Proses kontestasi kepentingan dalam pengelolaan sumber daya perairan waduk memberikan hasil yang berbeda bagi masing-masing aktor yang terlibat

39 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma penelitian terbagi atas empat alternatif, yaitu paradigma positivisme, post-positivisme, teori kritis dan konstruktivisme (Guba dan Lincoln dalam Denzin dan Lincoln, 2000). Mengacu atas rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma teori kritis. Tabel 3 menunjukkan perbedaan antara paradigma kritis dan paradigma positivisme. Tabel 3. Perbandingan Paradigma Positivisme dan Kritis Aspek Positivisme Filosofis Ontologis Ada realitas yang real dan diatur oleh kaidah tertentu serta berlaku universal. Kebenaran universal hanya dapat diperoleh dengan asas probabilistik. Epistemologis Metodologis Axiologis Objektifitas. Ada realitas objektif sebagai suatu realitas yang eksternal di luar peneliti. Peneliti harus memiliki jarak dengan objek penelitinya. - Eksperimen/Manipulatif, intervensionist dan falsification melalui pengujian hipotesis dalam struktur logika metode hipotesis deduktif. Kegiatan melalui laboratorium eksperimen atau survei eksperimen dengan analisis kuantitatif - Kriteria kualitas penelitiannya: objektifitas, reliabilitas dan validitas (internal dan ekternal). - Nilai, etika dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian. - Tujuan penelitian: eksplanasi, prediksi dan kontrol. Sumber : Guba dan Lincoln (2000); Siwi (2012) Kritis Realitas teramati merupakan realitas semu yang telah terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan sosial, budaya dan ekonomi-politik. Transaksionalis/Subjektifitas. Hubungan antara peneliti dan yang diteliti selain dijembatani oleh nilai tertentu, pemahaman tentang suatu realitas merupakan value mediated finding. - Partisipatif, menggunakan analisis komprehensif, kontekstual dan multilevel analisis yang bisa dilakukan melalui penempatan diri sebagai aktivis/partisipan dalam proses transformasi sosial. - Kriteria kualitas penelitian: Otentik, sejauhmana penelitian memperhatikan konteks historis, sosial, budaya, ekonomi dan politik. - Nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. - Tujuan penelitian: kritik sosial, transformasi, emansipasi dan pemberdayaan sosial.

40 22 Paradigma teori kritis digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk membongkar masalah relasi kekuasaan dan kontestasi para aktor yang mendasari pola penguasaan, pemanfaatan, dan kepemilikan sumber daya perairan Waduk Jatiluhur. Proses kontestasi selalu melibatkan pihak pemenang dan juga pihak yang kalah dan tersingkir serta termarjinalisasi. Oleh karenanya, selama proses penelitian ini diupayakan turut membangun kesadaran bersama semua pihak tentang hak dan kewajiban serta peran serta di dalam proses pengelolaan sumber daya perairan waduk Metode dan Strategi Penelitian Penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan informasi yang bersifat subjektif. Metode kualititaf dipilih mengingat tujuan penelitian yang berupaya memperoleh gambaran kontestasi kepentingan berbagai aktor di dalam proses penguasaan dan pengelolaan sumber daya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Metode ini dianggap lebih mampu menangkap penjelasan dan pemahaman dari subjek penelitian terkait realitas sosial yang ada. Sementara strategi penelitian yang dipilih adalah studi kasus. Sitorus (1998), menyebutkan bahwa penelitian studi kasus merupakan pendekatan kualitatif yang memungkinkan dialog peneliti dan tineliti, sehingga kebenaran adalah kesepahaman bersama atas sebuah masalah berupa intersubjektifitas yang lahir akibat interaksi antara peneliti dan tineliti Teknik Pengumpulan Data Unit analisis penelitian ini adalah aktor di suatu komunitas yang memanfaatkan sumber daya perairan waduk. Teknik pemilihan informan dilakukan secara sengaja terhadap beberapa kelompok aktor yang dipandang memahami secara jelas permasalahan yang ada di Waduk Juanda. Penelitian melibatkan 20 orang informan dari masing-masing kategori kelompok aktor: Perum Jasa Tirta II, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta, pengusaha budidaya (skala besar, menengah dan kecil serta penduduk asli dan pendatang), nelayan, pedagang pengumpul ikan (hasil tangkapan dan hasil budidaya), pedagang pakan dan pengusaha transportasi.

41 23 Data yang dianalisa dikumpulkan ketika berada di lokasi penelitian, maupun setelah kembali (Danim, 2001). Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui dua teknik, yaitu teknik indepth interview dan observasi. Indepth interview dilakukan menggunakan cara dan suasana yang berbeda bagi setiap informan. Indepth interview menggunakan panduan topik data atau pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran kondisi umum informan dan dinamika struktur sosial. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu informasi berupa kondisi umum lokasi penelitian serta perkembangan kualitas sumber daya dan lingkungan perairan Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. Djuanda Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dan pengambilan data dilakukan selama Maret April Lokasi penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemanfaatan sumber daya, kepentingan para aktor, dan degradasi sumber daya perairan Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dan diinterpretasikan menggunakan metode logik. Metode logik adalah cara menalar dimana data diamati dan dipilah-pilah, buktinya dicari dan dipertimbangkan, dianalisis dan kemudian kesimpulan diambil (Nazir, 1988). Analisis data juga dilakukan bertujuan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Analisis hubungan antara fakta sosial dinyatakan menggunakan pendekatan deskriptif dan kualitatif.

42 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Purwakarta merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Secara administratif, Kabupaten Purwakarta mempunyai batas wilayah sebagai berikut (BPS1, 2007) : a. Bagian Barat, sebagian wilayah Utara : Kabupaten Karawang b. Bagian Utara, sebagian wilayah bagian Timur : Kabupaten Subang c. Bagian Selatan : Kabupaten Bandung d. Bagian Barat Daya : Kabupaten Cianjur Jumlah penduduk Kabupaten Purwakarta Tahun 2007 sebesar Jiwa, terdiri dari 49,98% laki-laki dan 50,02% perempuan. Sementara luas wilayahnya sebesar 320,78 km 2, dengan kepadatan penduduk sebesar 559,28 jiwa/km 2 (BPS2, 2007). Gambar 2. Peta Situasi Waduk Djuanda, Jatiluhur

II. PENDEKATAN TEORITIS

II. PENDEKATAN TEORITIS II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Kepemilikan Sumber Daya (Property rights) Kondisi tragedy of the common didorong oleh kondisi sumber daya perikanan yang bersifat milik bersama

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII)

KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 HAK KEPEMILIKAN (PROPERTY RIGHT) Rezim Hak Kepemilikan Hak Kepemilikan Tipe Hak Kepemilikan Akses Terbuka

Lebih terperinci

VII. SUMBER DAYA WADUK DAN ARENA KONTESTASI KEPENTINGAN

VII. SUMBER DAYA WADUK DAN ARENA KONTESTASI KEPENTINGAN VII. SUMBER DAYA WADUK DAN ARENA KONTESTASI KEPENTINGAN 7.1. Pendahuluan Buat saya, waduk itu bukan cuma air sama ikan, tapi tempat hidup dan kehidupan saya. Hampir semua harta saya ada di situ (diinvestasikan).

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

AKSES DAN STRATEGI AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA WADUK DJUANDA Access and Strategy of Actors in Utilizing the Djuanda Reservoir Resource

AKSES DAN STRATEGI AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA WADUK DJUANDA Access and Strategy of Actors in Utilizing the Djuanda Reservoir Resource AKSES DAN STRATEGI AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA WADUK DJUANDA Access and Strategy of Actors in Utilizing the Djuanda Reservoir Resource Fatriyandi Nur Priyatna 1, Rilus A. Kinseng 2 dan Arif

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI PEMANFAATAN WADUK CIRATA UNTUK PERIKANAN DAN WISATA TIRTA DI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT RUDIANSYAH AKSOMO

NILAI EKONOMI PEMANFAATAN WADUK CIRATA UNTUK PERIKANAN DAN WISATA TIRTA DI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT RUDIANSYAH AKSOMO NILAI EKONOMI PEMANFAATAN WADUK CIRATA UNTUK PERIKANAN DAN WISATA TIRTA DI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT RUDIANSYAH AKSOMO PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH

VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH Deng Xio Ping suatu ketika pernah mengatakan bahwa the China s problem is land problem, and the land problem is rural problem. Persoalan

Lebih terperinci

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen pokok dan mendasar dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup di bumi. Menurut Indarto (2012) : Air adalah substansi yang paling melimpah

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI (Kasus Kawasan Irigasi Teknis Cigamea, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (Studi Kasus pada Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah II) MUHAMMAD YUSUF SULFARANO BARUSMAN SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perum Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

VI. AKSES SUMBER DAYA DAN STRATEGI AKTOR

VI. AKSES SUMBER DAYA DAN STRATEGI AKTOR VI. AKSES SUMBER DAYA DAN STRATEGI AKTOR 6.1. Pendahuluan Kalo ngomongnya soal surat-surat (dokumen resmi, perizinan), yah sayasaya ini ga punya hak buat usaha di sini. Tapi saya ini keturunan asli orang

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B.

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERANCANGAN

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN BATAS BIDANG TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA DEPOK.

ANALISIS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN BATAS BIDANG TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA DEPOK. ANALISIS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN BATAS BIDANG TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA DEPOK Oleh : Bambang Irjanto PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pembangunan pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik, yang tercermin dalam peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat AGUSTINA MULTI PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR FADIL DHIKAWARA A14103535 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) EPI RATRI ZUWITA PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN iii KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN RURIN WAHYU LISTRIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource)

Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource) Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource) Kuliah Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam Soeryo Adiwibowo Tragedi Sumberdaya Bersama (Tragedy of the Common, Garret Hardyn)

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

MODEL LOYALITAS MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAKARTA LEONNARD

MODEL LOYALITAS MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAKARTA LEONNARD MODEL LOYALITAS MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAKARTA LEONNARD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM BERBASIS INTRANET DIVISI NEWSROOM DAN PRODUKSI PADA PT MEDIA TELEVISI INDONESIA R. M. EKSA CATRA HARANDI W.

PENGEMBANGAN KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM BERBASIS INTRANET DIVISI NEWSROOM DAN PRODUKSI PADA PT MEDIA TELEVISI INDONESIA R. M. EKSA CATRA HARANDI W. PENGEMBANGAN KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM BERBASIS INTRANET DIVISI NEWSROOM DAN PRODUKSI PADA PT MEDIA TELEVISI INDONESIA R. M. EKSA CATRA HARANDI W.K SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 2 1 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM BERBASIS INTRANET DIVISI NEWSROOM DAN PRODUKSI PADA PT MEDIA TELEVISI INDONESIA R. M. EKSA CATRA HARANDI W.

PENGEMBANGAN KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM BERBASIS INTRANET DIVISI NEWSROOM DAN PRODUKSI PADA PT MEDIA TELEVISI INDONESIA R. M. EKSA CATRA HARANDI W. PENGEMBANGAN KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM BERBASIS INTRANET DIVISI NEWSROOM DAN PRODUKSI PADA PT MEDIA TELEVISI INDONESIA R. M. EKSA CATRA HARANDI W.K SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH Studi Kasus: Sekolah Dasar Negeri Di Kabupaten Sukohardjo Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK Studi Kasus di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung INDRA GUMAY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI LOKAL: Studi Dinamika Moda Produksi Di Desa Pegunungan Jawa MANGKU PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH

IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH Pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan sumber daya yang menyangkut dan melibatkan banyak pihak dari hulu sampai hilir dengan kepentingan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan

Lebih terperinci